Anda di halaman 1dari 5

INFILTRASI

Atika Cahya Pratiwi


15/377798/KT/07916

Intisari
Infiltrasi merupakan peristiwa atau proses masuknya air ke dalam tanah, umumnya melalui permukaan
tanah dan secara vertikal. Dalam proses infiltasi dikenal istilah kapasitas infiltrasi dan laju infiltrasi. Laju infiltrasi
merupakan laju maksimum air yang dapat masuk ke dalam tanah pada suatu saat. Kapasitas infiltrasi adalah daya
infiltrasi maksimum yang ditentukan oleh kondisi permukaan termasuk lapisan atas dari tanah. Dalam praktikum
ini, dihitung laju infiltrasi di 3 titik lolasi di Lembah UGM. Ketiga titik tersebut ialah bawah tegakan, rerumputan,
dan jalan setapak. Laju infiltrasi diukur menggunakan double ring infiltrometer dan dihitung dengan metode
Horton. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh persamaan Horton untuk titik lokasi di bawah
tegakan yaitu f = 0,9+(1.41) 𝑒 −0,16𝑡 , sedangkan untuk titik lokasi di rerumputan yaitu f = 0,24 dan untuk lokasi
jalan setapak persamaannya yaitu f = 0,20. Lokasi di bawah tegakan memiliki nilai f ukur terbesar yaitu 0,99
cm/menit, sedangkan lokasi rerumputan memiliki nilai rata-rata f ukut terkecil yaitu 0,29 cm/menit. Perbedaan
laju infiltrasi di ketiga lokasi tersebut disebabkan karena adanya perbedaan struktur tanah, pori-pori tanah, tekstur
tanah, kerapatan massa (bulk density), permeabilitas, kadar air tanah dan vegetasi.

Kata kunci: infiltrasi, laju infiltasi, kapasitas infiltrasi, double ring infiltrometer, metode Horton.

1. Pendahuluan
Pengelolaan tanaman di lahan kering umumnya terkendala oleh ketersediaan air, sebab
ketersediaan air di lahan tersebut hanya berasal dari hujan. Ketersediaan air di lahan kering
umumnya dipengaruhi oleh curah hujan dan kemampuan tanah menahan air. Peluang untuk
meningkatkan produksi tanaman pada penanian tadah hujan ditekankan bagaimana
memaksimalkan produksi per unit air. Maka dari itu diperlukan pengetahuan mengenai
kemampuan infiltrasi tanah (Arsyad dan Rustiadi, 2008).
Infiltrasi merupakan peristiwa atau proses masuknya air ke dalam tanah, umumnya
(tetapi tidak mesti) melalui permukaan tanah dan secara vertikal. Pada beberapa kasus, air
dapat masuk melalui jalur atau rekahan tanah, atau gerakan horizontal dari samping, dan lain
sebagainya. Dalam konservasi tanah, pengaturan hubungan antara intensitas hujan dan
kapasitas infiltrasi, serta pengaturan aliran permukaan sangat penting dilakukan. Aliran
permukaan hanya dapat diatur dengan memperbesar kemampuan tanah menyimpan air,
utamanya dapat ditempuh melalui perbaikan atau peningkatan kapasitas infiltrasi. Kapasitas
infiltrasi merupakan laju maksimum air yang dapat masuk ke dalam tanah pada suatu saat
(Kurnia dkk., 2006).
Peristiwa infiltrasi tersebut sangat penting diketahui nilainya. Dari nilai tersebut
diperoleh data laju infiltrasi, Data laju infiltrasi dapat dimanfaatkan untuk menduga kapan
suatu limpasan permukaan (Surface Run-off) akan terjadi bila suatu jenis tanah telah menerima
sejumlah air tertentu, baik melalui curah hujan ataupun irigasi dari suatu tandon air di
permukaan tanah (Noveras, 2002). Secara singkat, laju infiltrasi (ft) adalah daya infiltrasi
maksimum yang ditentukan oleh kondisi permukaan termasuk lapisan atas dari tanah (Pranoto,
2012). Laju air infiltrasi pada tanah dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Tanah
dengan pori-pori yang rapat akan mempunyai kapasitas infiltrasi yang kecil dibanding dengan
tanah yang memilki pori-pori besar (Renhardika dkk., 2014). Faktor- faktor lain yang
mempengaruhi laju infiltrasi adalah tekstur tanah, kerapatan massa (bulk density),
permeabilitas, kadar air tanah dan vegetasi. Semakin rendah nilai kerapatan massa (bulk
density) tanah, semakin besar volume pori tanah, dan semakin remah tanahnya maka laju
infiltrasi akan semakin besar. Bila ditinjau dari sudut vegetasi maka semakin besar penetrasi
akar, semakin besar daya serap akar, semakin tinggi akumulasi bahan organik tanah maka laju
infiltrasi akan semakin besar (Asdak, 1995).
Sifat bagian lapisan suatu profil tanah juga menentukan kecepatan masuknya air ke
dalam tanah. Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, maka proses infiltrasi tergantung
pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir
masuk ke dalam tanah melalui pori- pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke
dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Oleh karena itu,
infiltrasi juga biasanya disebut sebagai aliran air yang masuk ke dalam tanah sebagai akibat
gaya kapiler dan gravitasi (Hanafiah, 2005).
Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi setelah
mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan kecepatan
absorbsi setiap tanah. Pada tanah yang sama kapasitas infiltrasinya berbeda - beda, tergantung
dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Di samping
intensitas curah hujan, infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan
udara yang terdapat dalam tanah (Maidment, 1989). Maka dari itu diperlukan pengukuran
terhadap infiltrasi menggunakan alat infiltrometer. Ada beberapa macam infiltrometer yang
dapat digunakan untuk menetapkan laju infiltrasi, yaitu: (1) ring infiltrometer (single atau
double/concentric-ring infiltrometer); (2) wells, auger hole permeameter; (3) pressure
infiltrometer; (4) closed-top permeameter; (5) crust test; (6) tension and disc infiltrometer; (7)
driper; dan (8) rainfall (Clothier, 2001; Reynold dkk., 2002).

2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk membuat persamaan laju infiltrasi.

3. Metode
Perhitungan laju infiltrasi yang dilakukan dalam praktikum ini menggunakan metode
Horton. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum adalah double ring infiltrometer,
stopwatch, plastik, ember, gayung, penggaris dan Microsoft Excel. Horton mengamati bahwa
infiltrasi berawal dari suatu nilai baku fo dan secara eksponen menurun sampai pada kondisi
konstan fc. Salah satu persamaan infiltrasi paling awal yang dikembangkan oleh Horton adalah:
f(t) = fc + (fo – fc)𝑒 −𝑘𝑡
dimana k adalah pengurangan konstan terhadap dimensi [𝑇 −1 ]. fo adalah kapasitas infiltrasi
awal. Sedangkan fc adalah kapasitas infiltrasi konstan yang tergantung pada tipe tanah.
Parameter fo dan fc didapat dari pengukuran di lapangan menggunakan alat double ring
infiltrometer (Juliastuti dan Suhendra, 2011).
Pengukuran laju infiltasi dalam kesempatan ini dilakukan pada tiga titik yang berada di
Lembah UGM. Titik pengukuran pertama berupa lokasi bawah tegakan, titik pengukuran
kedua berupa rerumputan, serta titik pengukutan ketiga berupa jalan setapak. Teknis
pelaksanaan pengukuran laju infiltrasi diawali dengan menggunakan alat double ring
infiltrometer yang terbuat dari baja dengan diameter ring tengah 16,5 cm serta tinggi 25 cm
dan ring luar berdiameter 27,5 cm dengan tinggi 15 cm. Cara menggunakan double ring
infiltrometer dengan memasukkan double ring infiltrometer bagian dalam terlebih dahulu ke
dalam tanah dan tegak lurus lalu memasang double ring infiltrometer bagian luar. Setelah itu
dilakukan pengisian air pada silindir luar agar perembesan air silinder dalam ke arah luar bisa
dikurangi. Sebelum menuangkan air ke silinder tengah, terlebih dulu permukaan tanah ditutup
plastik agar air masuk secara bersamaan. Setelah air diisikan kedalam ring tengah, dengan
cepat plastik ditarik dan ditambah air dengan tinggi tertentu lalu dibaca skala penurunan air
setiap 5 menit dengan catatan air dalam silinder tengah jangan sampai habis dan sebelum habis
harus segera diisi kembali sampai ketinggian tertentu dan penurunan air diamati kembali
sampai penurunan air dalam silinder mencapai konstan. Data yang didapatkan di olah
menggunakan Microsoft Excel.

4. Hasil dan Pembahasan


Pada praktikum ini dilakukan analisis hasil terhadap pengukuran laju infiltrasi pada 3
titik di Lembah UGM, yaitu bawah tegakan, rerumputan, dan jalan setapak. Horton
menyatakan bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga
mendekati nilai konstan. Horton juga menyatakan pada kondisi hujan yang melebihi
kemampuan tanah dalam menyerap air akan menyebabkan laju infiltrasi akan konstan. Laju
infiltrasi di Lembah UGM ditunjukkan dengan gambar 1, 2, dan 3. Pada gambar terdapat
perbedaan nilai f ukur dan f duga pada tiap lokasi. Nilai f duga dan f ukur seharusnya memiliki
nilai sekecil mungkin supaya diperoleh persamaan Horton yang terbaik, sehingga data yang
diperoleh lebih akurat dan mendekati keadaan sebenarnya. Pada gambar 2 diketahui bahwa
nilai f duga dan f ukur memiliki selisih yang jauh, hal itu menunjukkan bahwa persamaan
Horton yang didapat kurang valid.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh persamaan Horton untuk titik
lokasi di bawah tegakan yaitu f = 0,9+(1.41) 𝑒 −0,16𝑡 , sedangkan untuk titik lokasi di
rerumputan yaitu f = 0,24 untuk waktu berapapun. Untuk lokasi jalan setapak persamaannya
yaitu f = 0,20 untuk waktu berapapun juga. Persamaan yang didapat untuk f di lokasi
rerumputan dan lokasi tidak dipengaruhi oleh waktu karena adanya pengukuran yang kurang
tepat. Pengukuran di jalan setapak hanya dilakukan selama 25 menit sehingga nilai f ukur yang
didapat kurang valid karena dilakukan dalam waktu yang singkat. Di sisi lain, pengukuran di
lokasi rerumputan telah dilakukan selama 45 menit, akan tetapi data yang didapat juga
menunjukkan anomali. Hal itu dikarenakan f ukur tiap 5 menit terlalu fluktuatif dan tidak
memiliki pola yang baik. Contohnya pada menit ke-15 f ukur menunjukkan nilai 0,50
cm/menit, kemudian pada menit ke-20 f ukur menunjukkan nilai 0,12 cm/menit, akan tetapi
pada menit ke-25 nilai f ukur naik menjadi 0,32 cm/menit.

Laju infiltrasi di Bawah Tegakan Laju Infiltrasi di Rerumputan


Laju infiltrasi (cm/menit)

2 0.6

laju infiltrasi (cm/menit)


1.5
0.4
1
f ukur 0.2 f ukur
0.5
f duga f duga
0 0
5 10 15 20 25 30 35 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit) Waktu (menit)

Gambar 1. Laju infiltrasi di bawah tegakan Gambar 2. Laju infiltrasi di rerumputan

Laju Infiltrasi di Jalan Setapak


0.26
Laju infiltrasi (cm/menit)

0.24
0.22
f ukur
0.20
f duga
0.18
5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 3. Laju infiltrasi di jalan setapak


Ketiga lokasi pengamatan memiliki nilai rata-rata f ukur yang berbeda-beda. Lokasi di
bawah tegakan memiliki nilai f ukur terbesar yaitu 0,99 cm/menit, sedangkan lokasi
rerumputan memiliki nilai rata-rata f ukut terkecil yaitu 0,29 cm/menit. Artinya, tanah di bawah
tegakan memiliki kemampuan menyerap air yang lebih cepat dibanding tanah di lokasi lain.
Sebaliknya, tanah di rerumputan memiliki kemampuan menyerap tanah yang lambat. Hal itu
disebabkan karena perbedaan struktur tanah yang ada. Tanah di bawah tegakan cendurung
memiliki struktur yang lebih remah, dan tanah di rerumputan serta jalan setapak memiliki
struktur yang padat karena sering terinjak-injak. Oleh karenanya, tanah di rerumputan dan jalan
setapak lebih mudah tererosi dibanding tanah di bawah tegakan.
Selain struktur tanah, laju infiltasi dipengaruhi oleh pori-pori tanah, tekstur tanah,
kerapatan massa (bulk density), permeabilitas, kadar air tanah dan vegetasi. Tanah dengan pori-
pori yang rapat akan mempunyai kapasitas infiltrasi yang kecil dibanding dengan tanah yang
memilki pori-pori besar. Semakin rendah nilai kerapatan massa (bulk density) tanah, semakin
besar volume pori tanah, dan semakin remah tanahnya maka laju infiltrasi akan semakin besar.
Bila ditinjau dari sudut vegetasi maka semakin besar penetrasi akar, semakin besar daya serap
akar, semakin tinggi akumulasi bahan organik tanah maka laju infiltrasi akan semakin besar.
Infiltrasi tidak dapat dipisahkan dari siklus hidrologi. Infiltrasi menjadi sebuah proses
kunci karena proses ini menentukan berapa banyak bagian dari curah hujan masuk ke dalam
tanah dan berapa banyak yang menjadi run off. Infiltrasi juga merupakan proses kunci dalam
erosi karena tidak ada erosi tanpa aliran permukaan yang akan menggerus tanah dan
mengangkut sedimen. Salah satu hal yang juga berkaitan erat dengan proses infiltrasi ialah
adanya hutan. Hutan dapat berperan untuk meningkatkan kapasitas dan laju infiltrasi melalui
akar-akar vegetasi yang ada. Akar vegetasi dapat memperbaiki struktur dan tekstur tanah
sehingga kemampuan tanah dalam menyerap air dapat meningkat. Selain itu, vegetasi hutan
juga dapat mengurangi air yang terserap oleh tanah. Hal itu karena vegetasi hutan mampu
menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah melalui proses stem flow,
trough fall, dan intersepsi sehingga kekuatan untuk menghancurkan tanah dapat dikurangi.
Selain itu seresah hutan juga dapat menahan air supaya tidak masuk ke dalam tanah.

5. Kesimpulan
Pengukuran infiltrasi di Lembah UGM menghasilkan persamaan Horton yang berbeda-
beda pada tiap lokasi. Lokasi bawah tegakan memiliki persamaan Horton f =
0,9+(1.41) 𝑒 −0,16𝑡 , lokasi rerumputan memiliki persamaan f = 0,24, serta lokasi jalan setapak
memiliki persamaan f = 0,20.

Daftar Pustaka
Arsyad, Sitanala dan Rustiadi, E . 2008. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Pustaka Obor
Indonesia. Yogyakarta.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolahan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada. University Press.
Yogyakarta
Clothier, B. 2001. Soil and Environmental Analyses: Physical methods. Marcel Dekker, Inc. United
States of America.
Hanafiah, K. A., 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo. Persada. Jakarta.
Juliastuti dan A Suhendra. 2011 Studi Kapasitas Infiltrasi Metode Horton untuk Pemakaian Biopori di
Kampus Universitas Bina Nustantara Berdasarkan Debit Lintasan Permukaan. Jurnal Comtech,
2 (2).
Kurnia, U., F Agus, A Adimihardja, A Dariah. 2006. Sifat-sifat Fisik Tanah dan Cara Menganalisisnya.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Jakarta.
Maidment, RD. 1989. Handbook of Hydrology. McGraw-Hill. New York.
Noveras, H. 2002. Dampak Konversi Hutan Menjadi Kebun Kopi Monokultur Terhadap Perubahan
Fungsi Hidrologis di Sumberjaya, Lampung Barat. Universitas Brawijaya. Malang.
Pranoto, R. 2012. Model Sistem Resapan Di Masjid AlWasi’i Universitas Lampung. Skripsi. Universitas
Lampung.
Renhardika, R., D Harisuseno, A Primantyo, D Noorvy. 2014. Analisis Penentuan Laju Infiltrasi pada
Tanah dengan Variasi Kepadatan. Laporan Penelitian. Universitas Brawijaya.
Reynold, WD., DE Elrick, dan EG Young. 2002. Method of Soil Analysis Part 4: Physical Method. Soil
Sccience Society of America, Inc. Wisconsin, USA.

Anda mungkin juga menyukai