A. Pokok Pikiran
Risiko Audit dan Komponennya
Risiko audit terdiri atas dua tingkatan-tingkat laporan keuangan dan saldo akun (atau tingkat
kelompok transaksi). Pada tingkat laporan keuangan, risiko audit adalah risiko bahwa auditor
mungkin secara tidak sengaja gagal memodifikasi dengan layak pendapatnya atas laporan
keuangan yang salah saji secara material. Seorang auditor diharapkan untuk merencanakan audit
sehingga risiko audit dibatasi pada apa yang dipertimbangkan auditor sebagai tingkat yang
rendah. Dalam menentukan risiko audit pada tingkat laporan keuangan, standar audit (AU 316)
menyatakan bahwa seorang auditor harus mempertimbangkan karakterisitik manajemen,
karakteristik operasi dan industri, dan karakteristik penugasan. Faktor-faktor yang disebutkan
berikut ini bisa menunjukkan situasi yang meningkatkan risiko audit:
Karakteristik Manajemen
Karakteristik Penugasan
Risiko Bawaan adalah kerentanan suatu asersi atas terjadinya salah saji yang material, dengan
mengasumsikan bahwa tidak ada kebijakan atau prosedur struktur kontrol internal terkait yang
ditetapkan.
Risiko Kontrol adalah risiko bahwa salah saji material yang bisa terjadi pada suatu asersi tidak
dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur, kebijakan, atau prosedur kontrol
internal suatu entitas.
Risiko Deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang
terdapat pada suatu asersi. Risiko deteksi dapat terjadi karena seorang auditor memutuskan tidak
memeriksa 100 persen saldo atau transaksi atau karena ketidakpastian lainnya.
Manajemen Risiko
Berdasarkan ISO 31000:2009, proses manajemen risiko merupakan bagian yang penting dari
manajemen risiko karena merupakan penerapan atas prinsip dan kerangka kerja manajemen
risiko yang telah dibangun. Adapun proses manajemen risiko terdiri atas tiga proses utama, yaitu
penetapan konteks, penilaian risiko, dan penanganan risiko.
Pada akhirnya, ketiga proses tersebut disertai dengan dua proses pendukung lainnya yaitu
komunikasi dan konsultasi, untuk menjamin tersedianya dukungan yang memadai dari setiap
kegiatan manajamen risiko, dan menjadikan setiap kegiatan mencapai sasarannya dengan tepat.
B. Contoh Kasus
Inspektur Utama BRIN: Auditor sebagai Pengawal Manajemen Risiko di Lingkungan BRIN
https://www.brin.go.id/news/110403/inspektur-utama-brin-auditor-sebagai-pengawal-
manajemen-risiko-di-lingkungan-brin
Penerapan manajemen risiko di sektor publik, sebagai salah satu produk pemerintah, tentunya
bukan tanpa hambatan. Terdapat tantangan dalam penerapan manajemen risiko di sektor publik,
yaitu komitmen untuk melaksanakan tone of the top yang merupakan hal terpenting bagi
kehidupan organisasi, untuk menuntun dan mengarahkan organisasi tersebut dalam mencapai
tujuannya.
Fenomena yang terjadi, adalah adanya pemimpin yang jadi contoh tidak baik. Beberapa
pimpinan birokrasi, menjadi penghuni hotel prodeo, karena korupsi. Fenomena tersebut
menunjukkan, belum terciptanya budaya risiko dari pelaku, maupun lingkungan yang tidak
berani saling menegur, termasuk menegur pimpinan,
Manajemen risiko di BRIN hanya dua, yaitu di organisasi Riset (OR) untuk para periset, dan
dukungan manajemen di lingkungan Sekretariat Utama (Settama). Pada lingkungan OR, aktivitas
risetnya harus lolos klirens etik. Apabila tidak ada klirens etik, risikonya cukup besar. Para
Kepala OR hal itu perlu diperhatikan, bahwa setiap riset yang akan dilakukan harus lolos klirens
etik.
Risiko terbesarnya, yaitu integritas. Jika integritas bagus, risikonya diminimalisasi, sebaliknya
kalau integritasnya kurang bagus, risikonya semakin tinggi. Kita sangat bersyukur, bahwa saat
ini kita memiliki dukungan, yang mengarahkan budaya terintegritas itu menjadi fokusnya. Kita
diarahkan untuk berintegritas, dan Auditor harus paling berintegritas. (Solusi)