Anda di halaman 1dari 80

Kata Pengantar

Modul pelatihan berbasis kompetensi merupakan salah satu media pelatihan yang dapat
digunakan sebagai media transformasi pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja kepada
peserta pelatihan untuk mencapai kompetensi tertentu berdasarkan program pelatihan yang
mengacu kepada Standar Kompetensi .

Modul pelatihan ini berorientasi kepada pelatihan berbasis kompetensi (Competence Based
Training) diformulasikan menjadi tiga materi utama, yaitu materi pelatihan, materi Kerja
dan materi Penilaian yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam
penggunaanya sebagai referensi dalam media pelatihan bagi peserta pelatihan dan
instruktur, sehingga pelaksanaan pelatihan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Untuk memenuhi kebutuhan pelatihan berbasis kompetensi tersebut , maka disusunlah
modul pelatihan berbasis kompetensi dengan judul “Menerapkan Keselamatan, dan
Kesehatan Kerja terkait dengan pekerjaan perencanaan jaringan drainase “.
Kami menyadari bahwa modul yang kami susun ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami terbuka terhadap saran dan masukan untuk perbaikan agar tujuan dari
penyusunan modul ini menjadi lebih baik. Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga
Tuhan Yang Maha Esa memberikan tuntunan kepada kita dalam melakukan berbagai
upaya perbaikan dalam menunjang proses pelaksanaan pelatihan kompetensi ini.

Tim Penyusun

2
Daftar isi

Kata Pengantar 2
Daftar isi 3
Daftar Tabel 4
Daftar Gambar 5
Unit 1, Menerapkan Keselamatan, Dan Kesehatan Kerja Terkait Dengan
Pekerjaan Perencanaan Jaringan Drainase 6
1 Materi Elemen Kompetensi 1
Mengidentifikasi Peraturan Dan Dokumen Terkait Dengan Perencanaan
Teknis Pekerjaan Jaringan Drainase 7
1.1 Lingkup Pekerjaan K3 Diidentifikasi Berdasarkan Dokumen Kontrak. 8
1.2 Peraturan dan dokumen K3 yang akan digunakan diperiksa sesuai
dengan lingkup pekerjaan. 15
1.3 Daftar/checklist peraturan dan dokumen K3 dibuat sesuai dengan hasil
22
pemeriksaan
2 Materi Elemen Kompetensi 2
Melaksanakan Ketentuan K3 Terkait Perencanaan Teknis Pekerjaan 26
Jaringan Drainase
2.1 Potensi Bahaya Dan Risiko Kecelakaan Kerja Diidentifikasi Berdasarkan
27
Lingkup Pekerjaan
2.2 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dan Alat Pengaman Kerja (APK)
29
dilakukan sesuai dengan ketentuan
2.3 Prosedur pencegahan dan penanganan terhadap bahaya dan risiko
kecelakaan kerja serta keadaan darurat diterapkan pada pelaksanaan 37
pekerjaan
3 Materi Elemen Kompetensi 3
Mengevaluasi Pelaksanaan Ketentuan Terkait Perencanaan Teknis 53
Pekerjaan Jaringan Drainase
3.1 Pelaksanaan K3 Di Lingkungan Kerja Diperiksa Sesuai Dengan
54
Peraturan
3.2 Hasil pelaksanaan K3 dibandingkan dengan peraturan dan dokumen yang
60
berlaku
3.3 Hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan K3 diuraikan sesuai
61
dengan hasil pemeriksaan di lapangan
3.4 Kesimpulan hasil evaluasi dibuat sesuai dengan uraian hambatan dan
63
permasalahan
4 Soal Latihan 76
5 Praktikum 78
Daftar Pustaka 80

3
Daftar Tabel

Tabel 1. 1 Penilaian risiko ................................................................................................... 13


Tabel 1. 2 Penilaian frekuensi dan keparahan ..................................................................... 14
Tabel 1. 3 Contoh tabel identifikasi risiko alat .................................................................... 15
Tabel 1. 4 Form identifikasi peraturan perundang undangan dan persyaratan lain ............. 21
Tabel 1. 5 Daftar peraturan yang terkait dengan pekerjaan K3 ........................................... 22
Tabel 1. 6 Daftar Dokumen Induk K3 ................................................................................. 24
Tabel 3. 1 Contoh Formulir identifikasi peraturan perundang-undangan dan persyaratan K3
lainnya (P/FRM/K3/002). .................................................................................................... 56
Tabel 3. 2 Contoh Formulir Laporan Keselamatan Kerja Bulanan / Monthly Safety Report
............................................................................................................................................. 73

4
Daftar Gambar

Gambar 1. 1 Identifikasi bahaya .......................................................................................... 14


Gambar 1. 2 Manual SMPK3 .............................................................................................. 16
Gambar 1. 3 Hirarki pengendalian risiko ............................................................................ 17
Gambar 2. 1 Safety Helmet .................................................................................................. 30
Gambar 2. 2 Pelindung Mata dan Pelindung Muka............................................................. 30
Gambar 2. 3 Ear Plug .......................................................................................................... 31
Gambar 2. 4 Ear Muff .......................................................................................................... 32
Gambar 2. 5 Pelindung Tangan ........................................................................................... 32
Gambar 2. 6 Pelindung Kaki ............................................................................................... 33
Gambar 2. 7 Pelindung Ketinggian ..................................................................................... 33
Gambar 2. 8 Alat Pelindung Tubuh ..................................................................................... 34
Gambar 2. 9 Rompi Nyala ................................................................................................... 34
Gambar 2. 10 Pelampung .................................................................................................... 35
Gambar 2. 11 Jas Hujan ....................................................................................................... 35
Gambar 3. 1 Bagan Alir Otorisasi Laporan Keselamatan Kerja Bulanan ........................... 74

5
Menerapkan Keselamatan, Dan Kesehatan Kerja
Terkait Dengan Pekerjaan Perencanaan Jaringan
Drainase (F.422120.001. 01)

Objektif : Kompetensi Yang Di Capai

1. Mengidentifikasi peraturan dan dokumen terkait dengan


perencanaan teknis pekerjaan jaringan drainase
2. Melaksanakan ketentuan K3 terkait perencanaan teknis pekerjaan
jaringan drainase.
3. Mengevaluasi pelaksanaan ketentuan terkait perencanaan teknis
pekerjaan jaringan drainase

6
------------------------------------------
Materi Elemen Kompetensi 1
-------------------------------------------
Mengidentifikasi Peraturan Dan Dokumen Terkait Dengan
Perencanaan Teknis Pekerjaan Jaringan Drainase.

Kriteria Unjuk Kerja


1.1. Lingkup pekerjaan K3 diidentifikasi berdasarkan dokumen kontrak.
1.2. Peraturan dan dokumen K3 yang akan digunakan diperiksa sesuai dengan
lingkup pekerjaan.
1.3. Daftar/checklist peraturan dan dokumen K3 dibuat sesuai dengan hasil
pemeriksaan.

7
1.1. Lingkup Pekerjaan K3 Diidentifikasi Berdasarkan Dokumen Kontrak.

Identifikasi diawali dengan penentuan teknik identifikasi yang dinilai akan


memberikan informasi yang dibutuhkan. Keselamatan dan kesehatan sebuah
pekerjaan didapatkan dari analisis keselamatan pekerjaan (Job Safety Analysis).
Keselamatan dan kesehatan kerja saling berkaitan dengan produktivitas pekerjaan,
insinyur dalam bagian produksi tidak boleh mengabaikan keselamatan dan spesialis
keselamatan tidak boleh mengabaikan bagian produksi (Stranks, 2003). Job Safety
Analysis (JSA) membantu mengeliminasi bahaya dari suatu pekerjan. Analisis
dilakukan dengan memilah setiap operasi, memeriksa bahaya yang ada, dan
memberikan solusi untuk mengurangi bahaya. Hal ini mencakup pemeriksaan
terhadap proses kerja, sistem kerja, termasuk perizinan untuk sistem kerja,
pengaruh terhadap perilaku, kualifikasi dan pelatihan yang sesuai dengan pekerjaan
dan tingkat instruksi, supervisi, dan pentingnya pengontrolan. JSA merupakan
teknik mengidentifikasi pencegahan kecelakaan yang disesuaikan dengan bagian
pekerjaan dan faktor perilaku ketika memberikan pengaruh signifikan jika
pengukuran dilakukan atau tidak. Pendekatan ini merupakan diagnostik dan
deskriptif. Analisis ini merefleksikan kontribusi yang diberikan oleh semua
personil pekerja mulai dari manajer, supervisor, representatif keselamatan, spesialis
kesehatan dan keselamatan, insinyur, kontraktor dalam menciptakan budaya
keselamatan. Alasan tersebut memungkinan untuk membuat pendekatan
terintegrasi untuk mencegah kecelakaan melalui analisis yang memastikan bahwa
semua fungsi ikut terlibat dalam usaha kooperatif. JSA dapat dilakukan
berdasarkan pekerjaan atau aktivitas. Contoh pekerjaan yang dapat dilakukan JSA
adalah pekerjaan yang dilakukan oleh operator mesin dan pengemudi forklift,
sedangkan contoh aktivitas yang dapat dilakukan JSA adalah bekerja dalam
ketinggian, melakukan manual handling, dan lain-lain.
Di dalam setiap kondisi, JSA dibuat dalam dua tahap yaitu JSA awal dan JSA total.
Ketika membuat JSA awal maka informasi yang diperlukan untuk melakukan
analisis yang efektif sebagai berikut.
1. Judul pekerjaan.
2. Departemen atau seksi.
3. Operasi pekerjaan seperti tahap demi tahap memecah pekerjaan menjadi
pekerjaan fisik dan mental.

8
4. Mesin dan peralatan yang digunakan.
5. Material yang digunakan seperti material mentah dan produk akhir.
6. Perlindungan yang diperlukan seperti alat pelindung diri.
7. Bahaya yang mungkin menyerang.
8. Tingkat risiko yang terlibat.
9. Work organization termasuk tanggung jawab supervisor dan operator, prosedur
keamanan yang sekarang diperlukan.
10. Pekerjaan spesifik- analisis kegiatan akan memisahkan pekerjaan menjadi
beberapa tahap.
Potensi-potensi risiko dalam setiap pekerjaan dapat diketahui dengan pembahasan
dokumen kontrak seperti RKS. RKS memuat tahapan tahapan pekerjaan yang
didalamnya terdapat alokasi sumber daya, alat dan manusia. Berdasarkan tahapan
pekerjaan dan alokasi sumber daya manusia dan alat, akan bisa di prediksi
kemungkinan risiko yang terjadi, dan bisa memberikan informasi dalam
merencanakan keamanan dan kesehatan kerja (K3).

Form Identifikasi Bahaya seperti pada Tabel 1, digunakan dalam Penilaian dan
Pengendalian Risiko untuk mengidentifikasi semua potensi bahaya K3 yang
terdapat di dalam aktivitas-aktivitas Organisasi/Perusahaan di tempat kerja,
dilanjutkan dengan melakukan penilaian risiko dari potensi bahaya tersebut serta
menentukan langkah-langkah pengendalian bahaya dan risiko K3 tersebut. Hasil
dari form ini kemudian dapat dijadikan dasar perencanaan penerapan dan
pelaksanaan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di tempat kerja.

Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko meliputi :

1. Aktivitas rutin maupun non-rutin.


2. Aktivitas siapa saja yang mendapat akses ke tempat kerja (tamu, pengunjung,
kontraktor dan suplier).
3. Faktor budaya manusia.
4. Bahaya dari luar tempat kerja yang dapat mempengaruhi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di tempat kerja.
5. Bahaya aspek lingkungan di tempat kerja (tanah, air, udara, flora dan fauna).
6. Infrastruktur, perlatan, permesinan, bahan dan material yang digunakan dalam
aktivitas operasional pekerjaan.

9
7. Dampak perubahan organisasi, aktivitas dan material yang digunakan.
8. Dampak perubahan sistem manajemen.
9. Pemenuhan perundangan-undangan dan peraturan yang berlaku.
10. Desain tempat kerja, proses, instalasi, prosedur, struktur organisasi termasuk
penerapannya terhadap kemampuan perorangan.
Identifikasi bahaya meliputi faktor-faktor bahaya di tempat kerja antara lain :

1. Biologi (jamur, virus, bakteri, mikroorganisme, tanaman, binatang).


2. Kimia (bahan/material/gas/uap/debu/cairan beracun, berbahaya, mudah
meledak/menyala/terbakar, korosif, iritan, bertekanan, reaktif, radioaktif,
oksidator, penyebab kanker, bahaya pernafasan, membahayakan lingkungan,
dsb).
3. Fisik/Mekanik (infrastruktur, mesin/alat/perlengkapan/kendaraan/alat berat,
ketinggian, tekanan, suhu, ruang terbatas/terkurung, cahaya, listrik, radiasi,
kebisingan, getaran dan ventilasi).
4. Biomekanik (postur/posisi kerja, pengangkutan manual, gerakan berulang serta
ergonomi tempat kerja/alat/mesin).
5. Psikis/Sosial (berlebihnya beban kerja, komunikasi, pengendalian manajemen,
lingkungan sosial tempat kerja, kekerasan dan intimidasi).
Detail Pencatatan :
1. Prioritas pengendalian.
2. Wewenang pengendalian.
3. Jadwal penyelesaian pengendalian.
4. Dokumentasi (gambar/foto).
Pengendalian risiko didasarkan pada hierarki sebagai berikut :
1. Eliminasi (Menghilangkan sumber bahaya).
2. Substitusi (Mengganti proses/aktivitas/area/mesin/alat/bahan yang lebih aman).
3. Perancangan (Modifikasi proses/aktivitas/area/mesin/alat/bahan yang lebih
aman).
4. Administrasi (Prosedur, Aturan, Rambu dan Tanda Bahaya).
5. APD (Alat Pelindung Diri).

10
Prosedur Identifikasi Bahaya

Tujuan prosedur ini ialah untuk memberi panduan mengenai tata-cara identifikasi
bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko K3 di lingkungan Perusahaan.
Ruang lingkup prosedur ini berlaku di semua wilayah perusahaan termasuk
cabang. Referensi yang digunakan adalah panduan (manual) Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan. Sekretaris P2K3 wajib
melaksanakan prosedur ini secara teliti dan mendalam.

Prosedur

1. Persiapan Data.

Sekretaris P2K3 menyiapkan data yang diperlukan untuk identifikasi bahaya.


Data-data yang disiapkan dapat berupa data-data berikut :

a. Denah/Peta Lokasi Perusahaan.

b. Kebijakan K3.

c. Struktur Organisasi Perusahaan.

d. Diagram alir proses/aktivitas Perusahaan.

e. Prosedur dan Instruksi Kerja serta daftar peralatan kerja dan APD.

f. Komposisi Tenaga Kerja.

g. Data Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.

h. Daftar Fasilitas Umum maupun Fasilitas Penunjang Operasional


Perusahaan.

i. Daftar mesin-mesin tenaga dan produksi yang digunakan.

j. Daftar bejana tekan dan pesawat uap yang digunakan.

k. Daftar alat berat yang digunakan.

l. Daftar bahan baku (material) yang digunakan.

m. Daftar sampah, limbah dan emisi yang dihasilkan.

n. Daftar bahan kimia yang digunakan.

o. Daftar produk yang dihasilkan.

p. Laporan Insiden sebelumnya.

11
q. Informasi/masukan dari tenaga kerja ataupun pihak ke tiga di luar
Perusahaan.

r. Aktifitas keamanan, lalu lintas, lingkungan dan potensi keadaan darurat


Perusahaan.

s. Perizinan, peraturan perundang-undangan, persyaratan dan kontrak


dengan pihak ke tiga terkait permasalahan K3.

t. Daftar pihak lain yang ikut bekerja di lokasi Perusahaan.

u. Perubahan manajemen, dsb.

Sekretaris P2K3 melaksanakan verifikasi data dan observasi lapangan


berdasarkan data valid yang didapat.

2. Identifikasi Bahaya

Sekretaris P2K3 melaksanakan identifikasi bahaya terhadap seluruh aktivitas


perusahaan meliputi :

a. Aktivitas kerja rutin dan non-rutin.

b. Aktivitas semua pihak yang memasuki termpat kerja termasuk kontraktor,


pemasok, pengunjung dan tamu.

c. Budaya manusia, kemampuan manusia dan faktor manusia lainnya.

d. Bahaya dari lingkungan luar tempat kerja yang dapat mengganggu


keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja yang berada di tempat
kerja.

e. Infrastruktur, perlengkapan dan bahan/material di tempat kerja baik yang


disediakan Perusahaan maupun pihak lain yang berhubungan dengan
Perusahaan.

f. Perubahan ataupun usulan perubahan dalam Perusahaan baik perubahan


aktivitas maupun bahan/material/mesin yang digunakan.

g. Perubahan Sistem Manajemen K3 termasuk perubahan sementara dan


dampaknya terhadap operasi, proses dan aktivitas kerja.

h. Penerapan perundang-undangan, persyaratan dan peraturan yang berlaku.

12
i. Desain tempat kerja, proses, instalasi mesin/peralatan, prosedur
operasional, struktur organisasi termasuk penerapannya terhadap
kemampuan manusia.

Sekretaris P2K3 melaksanakan identifikasi bahaya berdasarkan 5 (lima)


faktor bahaya berikut

a. Biologi (jamur, virus, bakteri, mikroorganisme, tanaman, binatang).

b. Kimia (bahan/material/gas/uap/debu/cairan beracun, berbahaya, mudah


meledak/menyala/terbakar, korosif, pemicu iritasi (irritant), bertekanan,
reaktif, radioaktif, oksidator, pemicu kanker, berbahaya bagi pernafasan,
membahayakan/mencemari lingkungan, dsb).

c. Fisik/Mekanik (infrastruktur, mesin/alat/perlengkapan/kendaraan/alat


berat, ketinggian, tekanan, suhu, ruang terbatas/terkurung, cahaya, listrik,
radiasi, kebisingan, getaran dan ventilasi).

d. Biomekanik (postur/posisi kerja, pengangkutan manual, gerakan


berulang serta ergonomi tempat kerja/alat/mesin).

e. Psikis/Sosial (berlebihnya beban kerja, komunikasi, pengendalian


manajemen, lingkungan sosial tempat kerja, kekerasan dan intimidasi).

3. Penilaian Risiko

Sekretaris P2K3 melaksanakan penilaian risiko menggunakan tabel matriks


risiko seperti pada Tabel 1. 1 berikut :

Tabel 1. 1 Penilaian risiko


Keparahan
Ringan

Sedang
Ringan
Sangar

Sangat
Berat

Berat

Sangat Sering Sedang Tinggi Tinggi Ekstrim Ekstrim


Frekuensi

Sering Sedang Sedang Tinggi Tinggi Ekstrim


Sedang Rendah Sedang Sedang Tinggi Ekstrim
Jarang Rendah Sedang Sedang Tinggi Tinggi
Sangat Jarang Rendah Rendah Sedang Sedang Tinggi

Sekretaris P2K3 menghitung nilai frekuensi dan keparahan berdasarkan


kriteria berdasarkan Tabel 1. 2, berikut :

13
Tabel 1. 2 Penilaian frekuensi dan keparahan
Frekuensi Kriteria
Sangat Sering Kemungkinan kejadian 1x dalam 1 minggu
Sering Kemungkinan kejadian 2x dalam 1 bulan
Sedang Kemungkinan kejadian 1x dalam 6 bulan
Jarang Kemungkinan kejadian 1x dalam 1 tahun
Sangat Jarang Kemungkinan kejadian 0x dalam 1 tahun

Dokumen Terkait, Formulir Laporan Hasil Identifikasi Bahaya dan


Pengendalian Risiko K3 (P/FRM/K3/001). Lampiran Formulir Laporan Hasil
Identifikasi Bahaya dan Pengendalian Risiko K3 (P/FRM/K3/001).

Gambar 1. 1 Identifikasi bahaya

14
Tabel 1. 3 Contoh tabel identifikasi risiko alat

Penilaian Risiko Dokume


N Area/Aktivi Potensi Pengendalian Jad Wewena Ketera
Risiko Frekue Kepara Kategor ntasi
o tas Bahaya Risiko wal ng ngan
nsi han i Awal
A GENSET DIESEL
1 Operasiona Kebising Penyakit Sangat Sedang Sedang Perancangan : Febr P2K3, [ -
l Genset an Akibat Jarang Dinding Kedap uari Ahli K3 Gambar/
Ekstrim Kerja : (Peredam) 2013 Umum Foto
Berkura Suara dan Dokume
ngnya Administrasi : Kepala ntasi]
Intensita Pemasangan Bagian
s Rambu Bahaya Operasio
Pendeng Kebisingan nal
aran Tinggi dan
Prosedur
Memasuki
ruang Genset
Diesel
APD :
Penyediaan
Penutup/Sumba
t Telinga

1.2. Peraturan dan dokumen K3 yang akan digunakan diperiksa sesuai dengan
lingkup pekerjaan.

Setiap perusahaan yang telah mengimplementasikan SMK3 Berdasarkan PP No.50


tahun 2012 mempunyai dokumen-dokumen untuk pelaksanaannya agar lebih efektif
dan efisien serta kemudahan pengendalian. Dalam SMK3 PP No.50 Tahun 2012,
persyaratan perusahaan terkait dengan pemenuhan dokumentasi yaitu pada

kriteria :

 Manual SMK3 meliputi kebijakan, tujuan, rencana, dan prosedur K3, instruksi
kerja, formulir, caatan dan tanggung jawab serta wewenang tanggung jawab K3
untuk semua tingkatan dalam perusahaan.
 Terdapat manual khusus yang berkaitan dengan produk, proses, atau tempat
kerja tertentu
 Manual SMK3 mudah didapat oleh semua personil dalam perusahaan sesuai
kebutuhan

Dari ketiga Kriteria di atas menjelaskan terkait Manual yang harus dibuat
perusahaan sebagai acuan untuk dapat membuat Dokumentasi SMK3. Yang
dimaksud dengan Manual SMK3 terdiri dari 4 Level yang terdiri dari Manual,
Prosedur, Instruksi Kerja dan Formulir Kerja / Checklist, seperti pada Gambar 1. 2

15
Gambar 1. 2 Manual SMPK3

Dokumentasi SMK3 yang baik harusnya seperti Gambar 1. 2 di atas, yaitu


berjenjang mulai dari Level I – Level IV yang lebih dikenal dengan Hirarki
Pengendalian Dokumen. Tatacara pembuatan dokumentasi SMK3 juga diatur dalam
SMK3 PP No.50 tahun 2012 yaitu pada kriteria :

1. Dokumen K3 mempunyai identifikasi status, wewenang, tanggal pengeluaran


dan tangggal modifikasi
2. Penerima distribusi dokumen tercantum dalam dokumen tersebut
3. Dokumen K3 edisi terbaru disimpan secara sistimatis pada tempat yang
ditentukan
4. Dokumen usang segera disingkirkan dari penggunaannya sedangkan dokumen
usang untuk keperluan tertentu diberi tanda khusus

Terdapat sistem untuk membuat, menyetujui perubahan terhadap dokumen K3


Dalam hal terjadi perubahan diberikan alasan terjadinya perubahan dan tertera dalam
dokumen atau lampirannya dan menginformasikan kepada pihak terkait. Terdapat
prosedur pengendalian dokumen atau daftar seluruh yang mencantumkan status dari
setiap dokumen tersebut, dalam upaya mencegah penggunaan dokumen yang usang.
Didalam pembuatan Dokumen SMK3, perusahaan juga diharuskan membuat
dokumen hirarki untuk pengendalian risiko perusahaan. Pengendalian risiko yang
harus dilakukan perusahaan harus mengikuti kaidah hirarki pengendalian risiko
seperti Gambar 1. 3 , piramida terbalik berikut ini :

16
Gambar 1. 3 Hirarki pengendalian risiko

1. Eliminasi, memodifikasi proses, metode / materi untuk mengurangi dampak K3.


2. Subsitusi, mengganti materi, zat atau proses dengan yg tidak/kurang
berdampak.
3. Rekayasa Engineering, menyingkirkan atau memisahkan risiko agar dampak
yang mungkin terjadi minim dengan metode-metoda kerja untuk perlindungan,
penyimpanan di tempat, ruang atau waktu terpisah.
4. Pengendalian Administrasi, menyesuaikan waktu dan kondisi dengan proses
administrasi, misalnya dengan membuatkan standar procedure (PS) atau
working instruction (PS), Works Permit, Pelatihan-pelatihan dan serta
kebutuhan Sertifikasi Operator dan Sertifikasi Alat Berat.
5. Alat Pelindung Diri /APD, yang sesuai & memadai guna menghindari
keparahan dari dampak yang mungkin terjadi. APD ini digunakan sebagai upaya
terakhir.

A. Landasan Hukum/Regulasi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Landasan hukum merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah


terhadap masyarakat dan karyawan yang wajib untuk di terapkan oleh perusahaan.
Berikut adalah peraturan yang mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 mengenai Keselamatan Kerja

Undang-undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat


kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Menurut UU ini
kewajiban dan hak tenaga kerja sebagai berikut.

17
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau
ahli keselamatan kerja.
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
c. Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang
diwajibkan.
d. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan yang diwajibkan.
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan ketika syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya, kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai
pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.
2. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

UU ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan


ketenagakerjaan mulai upah kerja, hak maternal, cuti sampai dengan
keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam UU ini mengenai K3 ada pada Bagian
Kesatu Perlindungan, Paragraf 5 Keselamatan Kesehatan Kerja Pasal 86 yaitu

Pasal 86 Ayat (1):Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh


perlindungan atas: keselamatan dan kesehatan kerja, moral kesusilaan dan
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.

Pasal 86 Ayat (2):

Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas


kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

Pasal 86 Ayat (3): Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 87 Ayat (1): Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen


keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan.

Pasal 87 Ayat (2): Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen


keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

18
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 mengenai
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 05/PRT/M/2014


tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum, dan perubahannya

B. Aman (Safe)

Aman adalah suatu kondisi sumber bahaya telah teridentifikasi dan telah
dikendalikan ke tingkat yang lebih memadai. Tujuan Safety adalah
mengamankan suatu sistem kegiatan atau pekerjaan mulai dari input, proses
maupun output. Kegiatan yang dimaksud bisa berupa kegiatan produksi di
dalam industri maupun di luar industri seperti sektor publik dan lain-lain. Di
samping itu diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan.

C. Prosedure Identifikasi Peraturan Perundang Undangan


Tujuan prosedur ini ialah untuk memberi panduan mengenai tata-cara
identifikasi peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang berkaitan
dengan penerapan K3 di tempat kerja. Ruang lingkup Prosedur ini berlaku di
semua bagian protroyek. Referensi yang digunakan adalah panduan (manual)
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan. Prosedur
ini menjadi tanggung jawab sekretaris P2K3 wajib melaksanakan prosedur ini
secara baik dan efisien.

Prosedur identifikasi
1. Identifikasi Peraturan Perundang-undangan K3.

Sekretaris P2K3 menyiapkan data yang diperlukan untuk identifikasi. Data-


data yang disiapkan dapat berupa data-data berikut :

a. Denah/Peta Lokasi Perusahaan.


b. Struktur Organisasi Perusahaan.
c. Diagram alir proses/aktivitas Perusahaan.
d. Komposisi Tenaga Kerja.
e. Daftar Fasilitas Umum maupun Fasilitas Penunjang Operasional
Perusahaan.
f. Daftar mesin-mesin tenaga dan produksi yang digunakan.

19
g. Daftar bejana tekan dan pesawat uap yang digunakan.
h. Daftar alat berat yang digunakan.
i. Daftar bahan baku (material) yang digunakan.
j. Daftar sampah, limbah dan emisi yang dihasilkan.
k. Daftar bahan kimia yang digunakan.
l. Daftar produk yang dihasilkan.
m. Laporan-laporan Insiden.

Sekretaris P2K3 mendatangi kantor Instansi Pemerintahan setempat dengan


membawa data-data di atas untuk mengonsultasikan perihal perizinan-
perizinan yang diperlukan, atau peraturan-peraturan apa saja yang harus
dipenuhi Perusahaan terkait Pelaksanaan Ke di Perusahaan. Kantor Instantsi
Pemerintahan setempat dapat berupa :

a. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu.


b. Dinas Tenaga Kerja.
c. Badan Lingkungan Hidup.
d. Instansi lain yang berkaitan dangan pemenuhan peraturan perundang-
undangan K3 (misal : BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan)

Sekretaris P2K3 mencatat hasil konsultasi perizinan maupun peraturan


perndang-undangan yang harus dipenuhi di formulir identifikasi peraturan
perundang-undangan dan persyaratan K3 lainnya (P-FRM-K3-002).

2. Identifikasi Persyaratan K3 Lainnya.

Sekretaris P2K3 menyiapkan data yang diperlukan untuk identifikasi. Data-


data yang disiapkan dapat berupa data-data berikut :

a. Kontrak-kontrak hubungan kerja dan kerjasama dengan pihak ke-3 di


luar Perusahaan.
b. Syarat-syarat pembelian barang/jasa dan pengiriman.
c. Syarat-syarat lain terkait K3.

Sekretaris P2K3 mempelajari/ menganalisa pasal demi pasal (klausul)


terkait data di atas yang berkaitan dengan K3.

20
Sekretaris P2K3 mencatat hasil analisa di atas di formulir identifikasi
peraturan perundang-undangan dan persyaratan K3 lainnya
(P/FRM/K3/002). Dokumen terkait Formulir Identifikasi Peraturan
Perundang-Undangan Dan Persyaratan K3. Lampiran Formulir Identifikasi
Peraturan Perundang-Undangan Dan Persyaratan lain K3, Tabel 1. 4.

Tabel 1. 4 Form identifikasi peraturan perundang undangan dan persyaratan lain

21
1.3. Daftar/checklist peraturan dan dokumen K3 dibuat sesuai dengan hasil
pemeriksaan.

Tabel 1. 5 Adalah tabel yang berisi tentang undang-undang dan peraturan-peraturan


yang terkait dengan pekerjaan K3.

Tabel 1. 5 Daftar peraturan yang terkait dengan pekerjaan K3


Daftar Peraturan K3 checklist keterangan
1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 mengenai
Keselamatan Kerja : Undang-undang ini mengatur dengan
jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja √
dalam melaksanakan keselamatan kerja. Menurut UU ini
kewajiban dan hak tenaga kerja sebagai berikut.

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 mengenai


Kesehatan : Undang-undang ini menyatakan bahwa secara
khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan kesehatan
badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang √
baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru,
sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada
pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.

3. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan : UU ini mengatur mengenai segala hal
yang berhubungan dengan ketenagakerjaan mulai upah √
kerja, hak maternal, cuti sampai dengan keselamatan dan
kesehatan kerja
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 1996
mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
UU ini mengatur mengenai K3 di perusahaan, yang
bertujuan untuk mengendalikan risiko pekerjaan. SMK3 √
merupakan sistem manajemen yang terintegrasi dengan
sistem manajemen perusahaan lainnya seperti sistem
manajemen mutu dan lingkungan.

5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04 Tahun 1967


mengenai Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja serta Tata Cara Penunjukkan Ahli Keselamatan √
Kerja

6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/98


tentang Tata Cara Pelaporan danPemeriksaan Kecelakaan √

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50


Tahun 2012 mengenai Penerapan Sistem Manajemen √
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

22
Daftar Dokumen K3

Formulir Daftar Dokumen Induk K3 digunakan untuk mengidentifikasi dokumen-


dokumen apa saja yang digunakan dalam penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Formulir ini juga bermanfaat untuk
mengendalikan dokumen-dokumen K3 yang terdistribusi dalam penerapan Sistem
Manajemen K3.

Identifikasi dokumen memuat antara lain :

1. Jenis dan Tingkatan (Level) Dokumen K3.


2. Nomor Dokumen K3.
3. Tanggal Terbit Dokumen K3.
4. Judul Dokumen K3.
5. Nomor Revisi Dokumen K3.
6. Tanggal Revisi Dokumen K3.
7. Penyusun Dokumen K3.
8. Pemberi Persetujuan Dokumen K3.
9. Penanggung Jawab Perawatan dan Penyimpanan Dokumen K3.
10. Lokasi Penyimpanan Dokumen K3.
11. Masa Simpan Dokumen K3.
12. Keterangan lain-lain yang relevan dengan dokumen K3

Beberapa Jenis dan Tingkatan (Level) Dokumen K3 antara lain :

1. Dokumen Tingkat I (Satu) : Pedoman (Manual) Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2. Dokumen Tingkat II (Dua) : Prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3. Dokumen Tingkat III (Tiga) : Instruksi Kerja Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
4. Dokumen Tingkat IV (Empat) : Formulir/Catatan/Rekaman/Laporan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
5. Dokumen Tingkat IV (Lima) : Pengumuman dan Surat-Menyurat.

23
Tabel 1. 6 adalah tabel daftar dokumen induk K3. Diharapkan dengan formulir
ini, petugas K3 dapat dengan lebih mudah mengidentifikasi serta mengelola
dokumen-dokumen apa saja yang digunakan dalam penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Tabel 1. 6 Daftar Dokumen Induk K3


Penangg
Peny Perset Masa
Revisi ung Lokasi Keterangan
No Nomor Terbit Judul usun ujuan Simpan
Jawab
No Tanggal
A. Pedoman (Manual) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Tingkat I)
1. P/P/K3/ 01/01/ Pedoman (Manual) Sistem 0 - P2K Direk Sekretar Lemari 3 Kadaluarsa
001 2013 Manajemen Keselamatan dan 3 tur is P2K3 Dokumen Tahun
Kesehatan Kerja Perusahaan K3-001
2. P/P/K3/ 01/01/ Pedoman (Manual) Sistem 1 31/01/20 P2K Direk Sekretar Lemari Tidak
001 2013 Manajemen Keselamatan dan 13 3 tur is P2K3 Dokumen terbatas
Kesehatan Kerja Perusahaan K3-001
B. Prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Tingkat II)
1. P/SOP/K 01/02/ Prosedur Identifikasi Bahaya, 0 - Sek Ketua Sekretar Lemari Tidak
3/001 2013 Penilaian dan Pengendalian reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
Risiko K3 ris K3-001
P2K
3
2. P/SOP/K 01/02/ Prosedur Identifikasi Peraturan 0 - Sek Ketua Sekretar Lemari Tidak
3/002 2013 Perundang-undangan dan reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
Persyaratan K3 Lainnya ris K3-001
P2K
3
3. P/SOP/K 01/02/ Prosedur Pelatihan K3 0 - Sek Ketua Sekretar Lemari Tidak
3/003 2013 reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
ris K3-001
P2K
3
4. P/SOP/K 01/02/ Prosedur Komunikasi K3 0 - Sek Ketua Sekretar Lemari Tidak
3/004 2013 reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
ris K3-001
P2K
3
5. P/SOP/K 01/02/ Prosedur Partisipasi dan 0 - Sek Ketua Sekretar Lemari Tidak
3/005 2013 Konsultasi K3 reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
ris K3-001
P2K
3
6. P/SOP/K 01/02/ Prosedur Pengendalian Dokumen 0 - Sek Ketua Sekretar Lemari Tidak
3/006 2013 K3 reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
ris K3-001
P2K
3
7. P/SOP/K 01/02/ Prosedur Tanggap Darurat K3 0 - Sek Ketua Sekretar Lemari Tidak
3/007 2013 reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
ris K3-001
P2K
3
8. P/SOP/K 01/02/ Prosedur Pengukuran dan 0 - Sek Ketua Sekretar Lemari Tidak
3/008 2013 Pemantauan Kinerja K3 reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
ris K3-001
P2K
3
9. P/SOP/K 01/02/ Prosedur Penilaian Kesesuaian 0 - Sek Ketua Sekretar Lemari Tidak
3/009 2013 Penerapan Perundang-undangan reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
dan Persyaratan K3 Lainnya ris K3-001
P2K
3
10. P/SOP/K 01/02/ Prosedur Investigasi 0 - Sek Ketua Sekretar Lemari Tidak
3/010 2013 Insiden/Kecelakaan Kerja reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
ris K3-001
P2K
3
11. P/SOP/K 01/02/ Prosedur Identifikasi 0 - Sek Ketua Sekretar Lemari Tidak
3/011 2013 Ketidaksesuaian, Tindakan reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
Perbaikan dan Pencegahan ris K3-001
P2K
3
12. P/SOP/K 01/02/ Prosedur Audit Internal Sistem 0 - Sek Ketua Sekretar Lemari Tidak
3/012 2013 Manajemen Keselamatan dan reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
Kesehatan Kerja ris K3-001
P2K
3
C. Instruksi Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Tingkat III)
1. P/IK/K3 01/02/ Instruksi Kerja Penggunaan 0 - Sek Ketua Sekretar Lemari Tidak
/001 2013 Tabung Pemadam Kebakaran reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas

24
ris K3-002
P2K
3
2. P/IK/K3 01/02/ Instruksi Kerja Penggunaan 0 - Sek Ketua Sekretar Lemari Tidak
/002 2013 Hidran reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
ris K3-002
P2K
3
D. Formulir/Laporan/Catatan/Rekaman K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Tingkat IV)
1. P/FRM/ 01/02/ Daftar Dokumen Induk Dokumen 0 - Sek Ketua Sekretar Pintu Tidak
K3/000 2013 K3 reta P2K3 is P2K3 Lemari terbatas
ris Dokumen
P2K K3
3
2. P/FRM/ 01/02/ Identifikasi Bahaya, Penilaian 0 - Sek Ketua Sekretar Order Tidak Dokumen
K3/001 2013 dan Pengendalian Risiko K3 reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas Periode Jan
ris K3-001 2010 – Des
P2K 2012 sudah
3 dimusnahka
n
3. P/FRM/ 01/02/ Tindak Lanjut Penerapan K3 0 - Sek Ketua Sekretar Order Minima
K3/002 2013 reta P2K3 is P2K3 Dokumen l3
ris K3-002 Tahun
P2K
3
4. P/FRM/ 01/02/ Identifikasi Perundang-undangan 0 - Sek Ketua Sekretar Order Tidak
K3/003 2013 dan Persyaratan K3 Lainnya reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
ris K3-003
P2K
3
5. P/FRM/ 01/02/ Identifikasi Pelatihan K3 0 - Sek Ketua Sekretar Order Tidak
K3/004 2013 reta P2K3 is P2K3 Dokumen terbatas
ris K3-003
P2K
3
6. P/FRM/ 01/02/ Daftar Hadir Pelatihan K3 0 - Sek Ketua Sekretar Order Minima
K3/005 2013 reta P2K3 is P2K3 Dokumen l3
ris K3-003 Tahun
P2K
3
7. P/FRM/ 01/02/ Partisipasi dan Konsultasi K3 0 - Sek Ketua Sekretar Order Minima
K3/006 2013 reta P2K3 is P2K3 Dokumen l3
ris K3-003 Tahun
P2K
3

25
-------------------------------------------
Materi Elemen Kompetensi 2
-------------------------------------------
Melaksanakan Ketentuan K3 Terkait Perencanaan Teknis Pekerjaan
Jaringan Drainase.

Kriteria Unjuk Kerja

2.1 Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja diidentifikasi berdasarkan lingkup
pekerjaan.

2.2 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dan Alat Pengaman Kerja (APK)
dilakukan sesuai dengan ketentuan.

2.3 Prosedur pencegahan dan penanganan terhadap bahaya dan risiko kecelakaan
kerja serta keadaan darurat diterapkan pada pelaksanaan pekerjaan.

26
2.1 Potensi Bahaya Dan Risiko Kecelakaan Kerja Diidentifikasi Berdasarkan
Lingkup Pekerjaan.

Identifikasi Risiko Dan Bahaya Pada Pekerjaan Drainase

a. Galian untuk selokan drainase dan saluran air.

Identifikasi bahaya

 Longsor
 Terpeleset
 Terbentur alat excavator
 Tergilas excavator
 Kecelakaan akibat alat excavator terguling
 Kecelakaan akibat dump truck terperosok
 Kejatuhan benda /materi
Pengendalian

 Alat dan operator harus sesuai dengan persyaratan


 Memasang rambu peringatan K3 & safety line
 Penyediaan APD, rompi, safety shoes, dll
 Pengawasan penggunaan APD dan lingkungan kerja /safety patrol
 Melakukan safety talk setiap minggu/setiap pekerja baru bekerja di
proyek
 Peringatan dengan pengeras suara
b. Pasangan Batu dengan Mortar
Identifikasi bahaya
 Longsor
 Kejatuhan benda/ material
 terpeleset
Pengendalian
 Memasang rambu peringatan K3 & safety line
 Penyediaan APD, rompi, safety shoes, dll
 Pengawasan penggunaan APD dan lingkungan kerja /safety patrol
 Melakukan safety talk setiap minggu/setiap pekerja baru bekerja di proyek

27
 Peringatan dengan pengeras suara
c. Plesteran 1 : 2
Identifikasi
 Longsor pada saat pembuatan dinding penahan tanah
 Terpeleset
 Kejatuhan material
 Terpukul alat pukul
 Terluka alat pembesian
Pengendalian Risiko
 Memasang rambu peringatan K3 & safety line
 Penyediaan APD, rompi, safety shoes, dll
 Pengawasan penggunaan APD dan lingkungan kerja /safety patroli
 Melakukan safety talk setiap minggu/setiap pekerja baru bekerja di proyek
d. Pekerjaan Tanah
Urugan Pasir untuk Selokan Drainase dan Pasangan Batu.
Identifikasi Jenis Bahaya Dan Risiko
 Kejatuhan material
 Tertusuk
 Terkena alat gali
Pengendalian Risiko
 Memasang rambu peringatan K3 & safety line
 Penyediaan APD, rompi, safety shoes, dll
 Pengawasan penggunaan APD dan lingkungan kerja /safety patrol.
 Melakukan safety talk setiap minggu/setiap pekerja baru bekerja di proyek
 Peringatan dengan pengeras suara
e. Urugan Kembali untuk Selokan Drainase dan Pasangan Batuan
Identifikasi Jenis Bahaya Dan Risiko
 Kejatuhan material
 Tertusuk
 Terkena Alat Gali
Pengendalian Risiko
 Memasang rambu peringatan K3 & safety line
 Penyediaan APD, rompi, safety shoes, dll

28
 Pengawasan penggunaan APD dan lingkungan kerja /safety patrol
 Melakukan safety talk setiap minggu/setiap pekerja baru bekerja di proyek
 Peringatan dengan pengeras suara

2.2 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dan Alat Pengaman Kerja (APK)
dilakukan sesuai dengan ketentuan.

Penggunaan dan Pemeliharaan Alat Pelindung Diri (APD)


Alat Pelindung Diri (APD) ialah kelengkapan wajib yang digunakan saat bekerja
sesuai dengan bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan tenaga kerja itu
sendiri maupun orang lain di tempat kerja.

A. Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Kepala/Helmet

Tujuan dari pemakaian alat pelindung kepala adalah untuk mencegah rambut
pekerja terjerat oleh mesin yang berputar, melindungi kepala dari bahaya terbentur
oleh benda tajam atau keras yang dapat menyebabkan luka gores, potong atau
tusuk, bahaya kejatuhan benda-benda atau terpukul oleh benda-benda yang
melayang atau meluncur di udara, panas radiasi, api dan percikan bahan-bahan
kimia korosif. Topi pengaman dapat dibuat dari berbagai bahan, misalnya bahan
plastik (Bakelite), serat gelas (fiberglass), dan lain-lain. Topi pengaman yang
dibuat dari Bakelite mempunyai beberapa keuntungan yaitu ringan, tahan terhadap
benturan atau pukulan benda-benda keras dan tidak menyalurkan listrik (isolator
electricity). Topi yang dibuat dari bahan campuran serat gelas dan plastik sangat
tahan terhadap asam atau basa kuat. Alat pelindung kepala, menurut bentuknya,
dapat dibedakan menjadi beberapa jenis.

a. Topi pengaman (safety helmet), untuk melindungi kepala dari benturan,


kejatuhan, pukulan benda-benda keras atau tajam. Topi pengaman harus tahan
terhadap pukulan atau benturan, perubahan cuaca, dan pengaruh bahan kimia. Topi
pengaman harus terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar, tidak
menghantarkan listrik ringan dan mudah dibersihkan.

b. Hood, berfungsi untuk melindungi kepala dari bahaya-bahaya bahan kimia, api,
dan panas radiasi yang tinggi. Hood terbuat dari bahan yang tidak mempunyai

29
celah atau lubang, biasanya terbuat dari asbes, kulit, wool, katun yang dicampuri
alumunium dan lain-lain.

c. Tutup kepala (hair cap), berfungsi untuk melindungi kepala dari kotoran debu
dan melindungi rambut dari bahaya terjerat oleh mesin-mesin yang berputar.
Biasanya terbuat dari bahan katun atau bahan lain yang mudah dicuci.

Gambar 2. 1 Safety Helmet


Alat Pelindung Mata dan Muka
Pelindung mata berfungsi untuk melindungi mata dari percikan korosif, radiasi,
gelombang elektromagnetik dan benturan/pukulan benda-benda keras atau tajam.
Alat ini juga untuk mencegah masuknya debu-debu ke dalam mata serta mencegah
iritasi mata akibat pemaparan gas atau uap. Alat pelindung mata terdiri dari
kacamata (spectacles) dengan atau tanpa pelindung samping (shideshield), goggles
(cup type/boxtype), dan tameng muka (face shreen/face shield). Lensa dari kacamata
pengaman/goggles dapat dibuat dari beberapa jenis bahan, misalnya plastik
(polycarbonate, cellulose, acetate, polycarbonatevinyl) yang transparan atau kaca.

Gambar 2. 2 Pelindung Mata dan Pelindung Muka

30
Untuk melindungi mata dari radiasi elektromagnetik yang tidak mengion (infra
merah, ultraviolet), lensa dari kacamata pengaman/goggles dilapisi dengan oksida
dari kobal dan diberi warna biru atau hijau yang selain untuk melindungi mata dari
bahaya radiasi tetapi juga untuk mengurangi kesilauan. Kemampuan filter untuk
menyerap panjang gelombang tertentu tergantung dari kepadatannya
(opticaldensity) dan jenis bahan kimia yang dipergunakan untuk membuat lensa
tersebut. Untuk melindungi mata dari bahaya radiasi yang mengion (sinar X),

Alat Pelindung Pendengaran


Ada dua jenis alat pelindung telinga, antara lain.
a. Sumbat telinga (ear plug),Sumbat telinga yang baik adalah sumbat telinga yang
dapat menahan frekuensi tertentu saja, sedangkan frekuensi pembicaraan tidak
terganggu. Ear plug dapat dibuat dari kapas, malam (wax), plastik, karet alami dan
sintetik, Ear plug dapat dibedakan (menurut cara pemakaiannya) ,menjadi:
1) Semi insert-typeearplug, yang hanya menyumbat liang telinga luar saja.
2) Insert type ear plug, yang menutupi seluruh bagian dari saluran telinga.

Gambar 2. 3 Ear Plug

b. Tutup telinga (ear muff), Alat pelindung telinga ini terdiri dari 2 buah tutup
telinga dan sebuah headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa
yang berfungsi untuk menyerap suara dengan frekuensi tinggi. Jika digunakan
dalam jangka waktu yang lama, efektivitasnya dapat menurun karena bantalannya
menjadi keras dan mengerut sebagai akibat reaksi bantalan dengan minyak dan
keringat yang terdapat pada permukaan kulit.

31
Gambar 2. 4 Ear Muff
Alat Pelindung Tangan
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan alat pelindung tangan
adalah:
a. Bahaya yang mungkin terjadi, apakah berbentuk bahan-bahan kimia korosif,
bendabenda panas, panas, dingin atau tajam atau kasar.
b. Daya tahannya terhadap bahan-bahan kimia.
c. Kepekaan yang diperlukan dalam melakukan pekerjaan.
d. Bagian tangan yang harus dilindungi.

Gambar 2. 5 Pelindung Tangan

Alat Pelindung Kaki


Sepatu keselamatan kerja (safety shoes) berfungsi untuk melindungi kaki dari
bahaya kejatuhan benda-benda berat, terpercik bahan kimia korosif, dan tertusuk
benda-benda tajam. Menurut jenis pekerjaan yang dilakukan, sepatu keselamatan
dibedakan menjadi:

32
a. Sepatu pengaman yang digunakan untuk pengecoran baja terbuat dari bahan
kulit yang dilapisi logam krom atau asbes.
b. Sepatu khusus yang digunakan untuk bahaya peledakan. Sepatu ini tidak boleh
ada paku-paku yang dapat menimbulkan percikan bunga api.
c. Sepatu karet anti elektrostatik untuk melindungi pekerja dari bahaya listrik.
d. Sepatu pengaman untuk pekerja bangunan. Sepatu ini ujungnya dilapisi baja
untuk melindungi jari kaki.

Gambar 2. 6 Pelindung Kaki

Alat Pelindung Ketinggian


Tali dan sabuk pengaman digunakan untuk menolong kecelakaan. Selain itu, sabuk
pengaman juga digunakan pada pekerjaan mendaki dan memanjat konstruksi
bangunan.

Gambar 2. 7 Pelindung Ketinggian

Alat PelindungTubuh
Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan
pendek, tidak longgar pada dada atau punggung, tidak terdapat lipatan-lipatan.
Pakaian kerja wanita sebaiknya memakai celana panjang, tutup kepala dan tidak
memakai perhiasan. Berikut ini

33
adalah contoh pakaian pelindung seperti wearpack.

Gambar 2. 8 Alat Pelindung Tubuh

Rompi Nyala
Rompi nyala merupakan rompi yang menggunakan bahan yang dapat menyala jika
terkena cahaya. Sangat bermanfaat jika digunakan pada kondisi gelap atau malam
hari karena dapat bercahaya dengan cara memantulkan dari sumber cahaya sehingga
pekerja yang menggunakan rompi ini dapat dengan mudah ditemukan.

Gambar 2. 9 Rompi Nyala


Pelampung
Baju Pelampung adalah alat yang berfungsi menjaga penumpang tetap terapung saat
terjadi keadaan darurat di kapal. Baju pelampung sering disebut sebagai life jacket
atau workvest. Dalam pemakaiannya baju pelampung sering ditemani life jacket
light yang berfungsi memberi tanda lokasi orang di laut terutama pada malam hari.

34
Gambar 2. 10 Pelampung
Jas Hujan
Jas hujan merupakan salah satu alat pelindung tubuh dari air. Banyak pengendara
motor baik di kota maupun di pedalaman yang menggunakan jas hujan atau ponco
agar tidak terkena hujan. Disamping itu jas hujan juga berfungsi untuk menghalau
angin yang masuk ke dalam tubuh sehingga pekerja yang menggunakan jas hujan
akan terlindungi.

Gambar 2. 11 Jas Hujan

B. Penggunaan Dan Perawatan Alat Pelindung Diri (APD)


1. Penggunaan APD
Alat pelindung diri (APD) merupakan perlengkapan yang dimaksudkan untuk
dipakai atau dipegang oleh seseorang di tempat kerja yang dapat melindunginya
dari salah satu atau lebih risiko terhadap keselamatan dan kesehatannya. Termasuk
dalam hal ini, pakaian yang dikenakan untuk melindungi diri dari cuaca bila
diperlukan, helm, sarung tangan, pelindung mata, sepatu, dan sebagainya.
Perlengkapan seperti baju kerja biasa atau seragam yang tidak secara spesifik

35
mampu melindungi diri dari risiko keselamatan dan kesehatan kerja tidak
dikategorikan ke dalam APD.
a. Pelindung tubuh
Alat pelindung tubuh dikenakan pada keadaan berikut ini:
1. Bekerja diluar ruangan dan atau dengan cuaca yang tidak kondusif.
2. Bekerja di lingkungan dengan temperatur ekstrem.
3. Bekerja di jalan raya yang memerlukan kemudahan penglihatan oleh
lingkungan sekitar.
4. Aktivitas yang memungkinkan kontaminasi dengan bahan kimia.
5. Pemadam kebakaran
6. Mengelas atau memotong benda dengan alat mekanis.
b. Pelindung kepala
Alat pelindung kepala digunakan pada keadaan berikut ini.
1. Pekerjaan pada tangga, di bawah maupun di dekatnya.
2. Pekerjaan konstruksi bangunan tinggi dan besar.
3. Bekerja di saluran dan terowongan.
4. Aktivitas transportasi dengan risiko kejatuhan benda.
5. Aktivitas dengan bahaya dari benda tergantung.
c. Pelindung mata dan wajah
Beberapa aktivitas yang berisiko berikut memerlukan alat pelindung wajah dan
mata, antara lain:
1. Bekerja dengan alat berpenggerak yang menyebabkan potongan, partikel atau
material abrasif terlempar.
2. Bekerja dengan alat genggam yang menyebabkan potongan dan partikel
terlempar.
3. Bekerja dengan bahan kimia yang dapat menyebabkan luka dan iritasi.
4. Bekerja pada peleburan logam.
5. Pengelasan dengan intensitas tinggi atau radiasi optis lainnya.
6. Menggunakan gas atau uap bertekanan.
d. Pelindung pendengaran
Alat pelindung telinga digunakan pada keadaan dengan suara ekstrem yang
berpotensi mengakibatkan kerusakan gendang telinga. Intensitas suara dan frekuensi
yang tinggi di tempat kerja dapat menyebabkan hilangnya pendengaran. Namun,

36
perlu diperhatikan bahwa pemakaian alat pelindung pendengaran tersebut tidak
boleh menghambat pemakai untuk mendengar suara peringatan.
e. Pelindung telapak tangan dan lengan
Beberapa aktivitas yang membahayakan berikut memerlukan alat pelindung telapak
tangan dan lengan, antara lain:
1. Aktivitas di luar ruangan yang bersuhu ekstrem atau material abrasif.
Keterampilan dan kelincahan tangan dapat terganggu pada suhu dingin. Sarung
tangan mampu melindungi telapak tangan dari tanah yang terkontaminasi bahan
kimia.
2. Bekerja dengan mesin yang bergetar terutama dalam keadaan dingin.
3. Memindahkan barang yang memiliki tepian tajam, kerusakan kemasan, ataupun
temperatur ekstrem.

2.3 Prosedur pencegahan dan penanganan terhadap bahaya dan risiko


kecelakaan kerja serta keadaan darurat diterapkan pada pelaksanaan
pekerjaan.

A. Pencegahan Dan Penanganan secara umum Terhadap Bahaya Dan Risiko


Kecelakaan Kerja.

Pihak Perusahaan melakukan Prosedur Bekerja dengan aman dan tertib dengan
cara

1. Menetapkan Standar K3LH


2. Menetapkan Tata Tertib yang harus di Patuhi
3. Menetapkan Peraturan – Peraturan.
4. Mensosialisasikan peraturan dan perundang – undangan K3 kepada Seluruh
Tenaga Kerja
5. Memonitor Pelaksanaan peraturan – peraturan.

Pelaksanaan Prosedur K3, keberhasilannya sangat ditentukan oleh kualitas


SDM ( Sumber Daya Manusia ) yang menjadi pengelola ( Pengusaha /
perusahaan ) dan pelaksanaan kegiatan – kegiatan K3 yang dilaksanakan
perusahaan. Oleh karena itu, perlu upaya peningkatan dan pengembangan
pengetahuan, kemampuan, serta keterampilan SDM dalam mengelola K3.

37
Salah satu cara ialah diadakannya pelatihan tentang K3 bagi seluruh teanga
kerja karena pelatihan dapat meningkatkan kepedulian terhadap K3 bagi
setiap tenaga kerja dan mengimplementasikannya ( Menerapkannya ) ketika
menjalankan tugas ditempat kerja masing – masing.

Pada saat Menerapkan Standar K3 harus disesuaikan dengan situasi dan


kebutuhan serta fasilitas / kapasitas yang ada di tempat kerja ( Perusahaan ),
namun harus tetap merujuk pada undang – undang dan peraturan –
peraturan pemerintah baik nasional dan internasional. Misalnya undang –
undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja ( Nasional )
Undang – undang dari ILO.

Para tenaga kerja harus mengetahui Prosedur K3 yang ditempatnya bekerja


dan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab dan disiplin.
Kedisiplinan dan Ketaatan tenaga kerja terhadap prosedur K3 yang
ditetapkan perusahaan merupakan jalan untuk keberhasilan tujuan
bekerja, Kedisiplinan atau Ketaatan tenaga kerja dapat dilakukan dengan
cara :

1. Perilaku yang mencerminkan nilai – nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,


keteraturan dan ketertiban.
2. Mampu membedakan segala yang boleh dilakukan, tidak boleh dilakukan,
dan harus atau wajib dilakukan.
3. Bersikap taat, tertib sebagai hasil pengembangan dari latihan pengendalian,
pikiran, dan pegendalian watak.
4. Memahami dan melaksanakan secara baik mengenai sistem aturan perilaku
norma, kriteria, dan standar sehingga dapat mengontrol perilaku sehari –
hari.

Ruang Lingkup disiplin dalam perusahaan yang harus di perhatikan dan


dilakukan tenaga kerja, antara lain disipln terhadap :

1. Waktu
2. Perencanaan atau Program kerja
3. Anggaran / Biaya

38
4. Mekanisme Kerja
5. Hierarki Kesepakatan
6. Hasil Kesepakatan
7. Etika dan Estetika ( Keindahan )
8. Lingkungan Kerja dan Lingkungan Hidup

Dengan melaksanakan K3, baik oleh tenaga kerja maupun pihak pengusaha /
pengelola, maka akan tercipta suasana kerja yang kondusif. Tenaga Kerja
bertindak dan berperilaku disiplin, sedangkan pihak pengusaha atau
perusahaan bertindak mengawasi dan mencegah timbulnya penyebab
kecelakaan kerja

B. Pencegahan Dan Penanganan Terhadap Bahaya Dan Risiko Kecelakaan


Kerja Pekerjaan Drainase.
a. Galian untuk selokan drainase dan saluran air.

Identifikasi bahaya dan risiko kecelakaan pekerjaan drainase antara


lain.

 Longsor
 Terpeleset
 Terbentur alat excavator
 Tergilas excavator
 Kecelakaan akibat alat excavator terguling
 Kecelakaan akibat dump truck terperosok
 Kejatuhan benda /materi
Pengendalian kecelakaan
 Alat dan operator harus sesuai dengan persyaratan
 Memasang rambu peringatan K3 & safety line
 Penyediaan APD, rompi, safety shoes, dll
 Pengawasan penggunaan APD dan lingkungan kerja /safety patrol
 Melakukan safety talk setiap minggu/setiap pekerja baru bekerja di
proyek
 Peringatan dengan pengeras suara
b. Pasangan Batu dengan Mortar

39
Identifikasi bahaya dan kecelakaan pada pekerjaan pasangan batu dan
mortar antara lain
 Longsor
 Kejatuhan benda/ material
 terpeleset
Pengendalian bahaya dan kecelakaan pada pekerjaan pasangan batu dan
mortar
 Memasang rambu peringatan K3 & safety line
 Penyediaan APD, rompi, safety shoes, dll
 Pengawasan penggunaan APD dan lingkungan kerja /safety patrol
 Melakukan safety talk setiap minggu/setiap pekerja baru bekerja di
proyek
 Peringatan dengan pengeras suara
c. Plesteran 1 : 2
Identifikasi bahaya dan kecelakaan pada pekerjaan plesteran
 Longsor pada saat pembuatan dinding penahan tanah
 Terpeleset
 Kejatuhan material
 Terpukul alat pukul
 Terluka alat pembesian
Pengendalian bahaya dan kecelakaan pada pekerjaan plesteran
 Memasang rambu peringatan K3 & safety line
 Penyediaan APD, rompi, safety shoes, dll
 Pengawasan penggunaan APD dan lingkungan kerja /safety patrol
 Melakukan safety talk setiap minggu/setiap pekerja baru bekerja di
proyek
d. Pekerjaan Tanah dan Urugan Pasir untuk Selokan Drainase dan
Pasangan Batu.
Identifikasi jenis bahaya dan risiko pekerjaan tanah dan urugan pasir untuk
selokan drainase dan pasangan batu
 Kejatuhan material
 Tertusuk
 Terkena alat gali

40
Pengendalian risiko pekerjaan tanah dan urugan pasir untuk selokan
drainase
 Memasang rambu peringatan K3 & safety line
 Penyediaan APD, rompi, safety shoes, dll
 Pengawasan penggunaan APD dan lingkungan kerja /safety patrol.
 Melakukan safety talk setiap minggu/setiap pekerja baru bekerja di
proyek
 Peringatan dengan pengeras suara
e. Urugan Kembali untuk Selokan Drainase dan Pasangan Batuan
Identifikasi Jenis Bahaya Dan Risiko
 Kejatuhan material
 Tertusuk
 Terkena Alat Gali
Pengendalian Risiko
 Memasang rambu peringatan K3 & safety line
 Penyediaan APD, rompi, safety shoes, dll
 Pengawasan penggunaan APD dan lingkungan kerja /safety patrol
 Melakukan safety talk setiap minggu/setiap pekerja baru bekerja di
proyek.
 Peringatan dengan pengeras suara
f. Prosedur Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan

Dasar –Dasar Pertolongan Pertama

Pertolongan pertama yang mutlak dilakukan untuk keselamatan adalah

a. Usaha menyadarkan kembali

b. Menghindari Pendarahan

Penderita luka parah membutuhkan pertolongan segera oleh tenaga P3K


yang terlatih. Tindakan yang harus dilakukan sampai pertolongan datang
adalah mengetahui letak kotak P3K atau ruang tempat pertolongan
pertama

Aturan terpenting pada P3K adalah :

41
a. Pelajari apa yang tidak boleh dilakukan, tidak ditolong lebih baik
daripada pertolongan yang salah
b. Pelajari dengan benar apa yang harus dilakukan, melakukan dengan
segera bila hidupnya terancam
c. Kirimkan kepada ahli P3K dan kepada dokter dengan segera setiap
terjadi kecelakaan gawat
C. Jenis Kecelakaan Pada Waktu Kerja

Suatu saat, ada kemungkinan kontraktor harus melakukan pertolongan pertama,


apabila terjadi peristiwa sebagai berikut :

a. pendarahan,

b. kejutan ( shock ),

c. keracunan,

d. luka bakar api atau luka bakar karena cairan kimia,

e. luka pada mata,

f. luka kecil karena benda – benda tajam, dan

g. sengatan listrik.

Pendarahan Dan Cara Menghentikannya

Penghentian pendarahan, pada umumnya dapat dilakukan dengan menekan


luka berdarah tersebut. Jika pada kasus tertentu pendarahan tidak bisa
dihentikan dengan cara ini, panggil segera tenaga medis, dokter.

Pendarahan hidung

a. Dudukan korban dengan tenaga dengan kepala menunduk

b. Cegahlah korban memaksa darah keluar dari hidungnya

c. Pijit, atau mintalah korban untuk memijit cuping hidungnya keras – keras

d. Jika pendarahan tidak berhenti selama 5 – 10 menit usahakan agar mendapat


perawatan medis

Pendarahan karena luka

a. Mintalah pertolongan medis

42
b. Perlihatkan semua luka

c. Tutup dan tekanlah luka dengan tangan atau pencet tepi luka bersama –
sama agar menutup, jika sempat tutuplah luka dengan sapu tangan, atau
kain yang bersih sebelum ditekan

d. Penekanan dapat dilakukan dengan memberi bantalan tipis pada luka


kemudian diikat erat erat dengan perban. Bantalan harus cukup lebar
menutupi seluruh luka dan seluruh bantalan harus trtutup perban.

e. Jika penderita merasakan kesakitan karena ikatan perban terlalu kencang,


ikatan perban

f. Jika pendarahan masih berlangsung, beri bantalan dan perbanlah lagi,tanpa


melepas ikatan bantalan yang pertama.

g. Bahan yang dipakai untuk menekan pendarahan terbuat dari bahan kayu,
atau logam. Cara seperti ini dapat pula digunakan untuk menolong korban
yang patah tulang.

Pendarahan : angkat lukanya dan Pendarahan : beri bantal tipis diatastekan


sampai lukanya menutup luka dan perban erat-erat

Kejutan

Hampir setiap kecelakaan,cedera atau luka-luka,selalu diikuti oleh kejutan.


Keadaan penderita pucat,dingin dan lunak kulitnya,lemas badan,dan denyut
nadi makin cepat,mungkin juga tidak sadarkan diri.

a. Pindahkan korban di tempat yang nyaman dan tenang.

b. Jaga korban agar tenang dan tetap hangat badannya.

c. Longgarkan baju.

d. Usahakan agar korban merasa tenang dan yakinkan bahwa pertolongan


segera datang

Keracunan

Untuk semua peristiwa keracunan, Kirimkan kepada tenaga medis secepat


mungkin.

a. Pindahkan ketempat yang segar.

43
b. Lakukan seperti merawat shock.

c. Buat pertolongan pernafasan,jika pernafasan berhenti. Jangan melakukan


pertolongan pernafasan melalui kontak mulut ke mulut,bila terjadi racun
terminum melalui mulut (asam,alkali,dan lain-lain)

d. Amankan dan simpan cairan yang diduga racun untuk contoh

e. Ambil dan muntahkan korban untuk pemeriksaan dokter/klinik

Luka Bakar Api

Penanganan segera secara medis tergantung pada sejauh mana tingkat


penderitanyaannya.

a. Penanganan terbaik luka bakar adalah denggan mengucurkan air dingin dan
bersih kebagian yang terbakar.
b. Jangan menarik,atau menyobek baju dari luka bakarnya.
c. Jangan mencoba memindah benda-benda yang menempel pada kulit yang
terbakar.
d. Lakukan perawatan seperti menangani kejutan(shock).
e. Tutuplah luka bakar dengan bahan-bahan steeril seperti perban
kering,handuk ataukertas,jika ada.
f. Jangan sentuh bagian luka bakar yang menggelembung, atau bagian otot-
otot yang terbakar.

Kecelakaan dan Luka Pada Mata

Janganlah menggosok-gosok mata jika ada benda-benda yang masuk


didalamnya.

a. Usahakan agar mata tetap dibuka

b. Jangan sentuh mata dengan apapun juga

c. Usahakan mendapat perawatan medis

d. Longgarkan perban pada mata

e. Bimbinglah korban ketempat perawatan medis

Luka mata:

1. Perbanlah matanya longgar-longgar

44
2. Bimbinglah korban untuk perawatan
3. Jangan menyentuh mata

Luka Goresan dan Memar

Setiap luka meskipun ringan harus diobati dan dicatat kejadiannya.Setiap luka
akan berakibat infeksi dan membusuk jika tidak segera diobati.

a. Pada luka goresan,biarkan darah mengalir beberapa menit,untuk membuang


kemungkinan infeksi.
b. Jangan membalut luka dengan baju-baju lusuh,atau sapu tangan yang kotor
pada luka.
c. Bersihkan luka dengan bahan-bahan yang lunak.
d. Berilah obat anti septic,steril,atau bahan aid untuk luka-luka ringan.
e. Panggilkan tenaga medis jika lukanya parah dan terlalu dalam

Luka memar yang berat memerlukan perawatan medis segera jangan ditunda.

Laporkan semua luka,bagaimana kecil lukanya

Kecelakaan Sengatan Listrik

Kecelakaan karena sengatan listrik dapat mengakibatkan kebakaran,jatuh,dan


kejutan listrik.Masing-masing menyebabkan gejala yang berbeda pada
korban.Penderita bias disebabkan oleh salah satu atau kombinasi membedakan
ejala-gejala yang muncul.

Meskipun keterlambatan pertolongan dan penyadaran kembali dapat berakibat


fatal, namun kejutan listrik umumnya dapat tidak langsung mematikan,hanya
mungkin menyebabkan kepekaannya menurun, pernafasan terganggu atau
berhenti, dan kerja jantungnya terganggu.Karena itu,yang terpenting adalah
memeriksa kondisi pernafasan dan jantung penderita,jika berhenti harus segera
dibantu dan dinormalkan kembali. Kecelakan listrik sering menimbulkan luka
sampingan. Bila menghadapi kecelakaan karena listrik,kerjakanlah segera
tindakan dengan urutan sebagai berikut:

a. Matikan aliran listri,atau jika tidak mungkin,usahakan agar korban terbebas


dari sengatan listrik
b. Beri pertlongan pertama sesuai gejalanya.

45
Cara Membebaskan Korban Dari Aliran Listrik

Begitu melihat korban terkena aliran listrik,cepat perhatikan keadaan


sekitar.Tentukan cara terbaik untuk melepaskannya tanpa korban menderita
lebih lanjut,karena jatuh dan lain-lain.Jika mungkin matikan aliran listrik,dan
jasikan ini sebagai tindakan utama.Jika tidak mungkin anggap korban masih
tetap terkena aliran listrik. Jangan sekali-sekali menganggap korban telah
terbebas dari aliran listrik.

Matikan aliran listrik

Dorong atau tarik korban dengan bahan-bahan yang tidak menghantar arus
listrik (tidak konduktif) agar terbebas dari sengatan listrik. Hendaknya
seseorang selalu mengetahui letak dan daerah pelayanan setiap tombol listrik
didaerah kerja masing-masing.

Untuk tegangan rendah (240 v,atau kurang), bila aliran listrik tidak dapat
segera dimatikan,gunakan benda yang tidak konduktif, dan kering untuk
melepaskan korban (jangan gunakan logam atau benda-benda yang basah).

a. Tariklah dengan menggunakan tali kering,kain kering,karet,atau plastic.

b. Tariklah baju korban,pada tempat yang longgar dan kering.

c. Berdirilah diatas papan kering ketika mendorong atau menarik korban

d. Doronglah dengan kayu kering

Jika mendorong korban hendaknya dilakukan dalam sekali gerak,agar selekas


mungkin terbebas dari aliran listrik. Siapkan tenaga yang cukup untuk
melepaskan,Korban yang menggenggam konduktor berarus listrik. Dengan
memakai sarung tangan anda dapat memeukul pergelangan tangan,atau
punggung telapak tangan korban sampai ia terbebas.

Untuk tegangan tinggi(650 v,atau lebih) Dan aliran listrik tidak dapat segera
dimatikan jangan mendekat dalam radius 1,5 m. Gunakan tongkat yang
panjangnya lebih dari 1,5 m terbut dari material yang tidak konduktif dan
kering, untuk melepas korban.

Catatan :

46
Ingat bahwa korban karena listrik, badannya juga berarus listrik, karena itu
jangan sekali-sekali memegang tubuh korban, baju yang melekat atau
sepatunya,tanpa sarung pelindung tangan.

Awal Penyadaran Yang Perlu Segera Dilakukan

Luka bisa semakin parah karena memindahkan korban. Pemindahan hanya


dilkukan jika :

a. Korban dalam bahaya akan terkena api, kejatuhan benda, karena aliran
listrik atau penyebab yang lain.
b. Letak korban menyulitkan pemberian pertolongan dasar, misalnya untuk :

1) Melancarkan saluran pernafasan

2) Melakukan penyadaran korban

3) Penghentian pendarahan

Jika korban harus dipindah, lakukan bersama – sama oleh 3 – 4 orang,

a. Mungkin perlu untuk tetap melakukan penyadaran, sementara korban


dipindah.
b. Usahakan agar badan tetap lurus jangan sampai leher atau punggung
tertekuk.
c. Buat agar korban tetap lurus, muka menghadap keatas, agar terlihat
wajahnya. Penyadaran tetap dapat dilakukan dan di usahakan saluran
pernafasan tetap lancar.
d. Tolonglah kaki dan tangan bila terluka.

Penyadaran kembali akan lebih besar hasilnya, jika dimulai dalam selang waktu
satu menit setelah pernafasan terhenti, jangan ditunda usaha penyadaran
kembali tersebut.

Kirimlah tenaga medis dan beri pertolongan secepat mungkin.

Jika korban bernafas normal, dan jantungnya berdenyut normal, ia tidak


memerlukan usaha penyadaran. Berikan perawatan sebagai berikut :

Jika korban tidak sadar, darah/muntahan di mulut, gigi yang lepas, pecahan gigi
dapat masuk ke saluran pernafasan dan menyumbat. Jika korban terlentang
lidah dapat turun dan menyumbat saluran pernafasan, demikian juga bila leher

47
korban tertekuk. Penanganan yang benar pada korban yang tidak sadarkan diri,
dapat mencegah tersumbatnya pernafasan yang bisa menyebabkan kematian.

Penyadaran Kembali

Urut –urutan dan cara menangani korban pada setiap terjadi kecelakaan.

a. ” saluran pernafasan ” – Lancarkan !

b. ” pernafasan ” – Periksa atau bantulah !

c. ”Aliran darah” – Periksa atau bantulah !

Hentikan bila kemudian terjadi pendarahan atau perhatikan luka-luka


yang lain.

a. Lancarkan dengan cepat saluran pernafasan dan usahakan tetap lancar.

b. Perhatikan apakah dia bernafas atau tidak.

c. Perhatikan naik turunnya dada atau perut.

d. Dengarkan pernafasannya jika ternyata tidak ada gerakan.

e. Rasakan apakah pernafasannya lemah, dengan cara dengan medekatkan


punggung tangan anda ke mulut korban.

Jika korban bernafas normal,

a. Ubah posisi korban pelan-pelan dan hati-hati ke posisi coma seperti berikut

b. Ubah posisi korban dengan satu sisi badan sebagai tumpuan.

c. Ubah posisi tangan dan paha pada sisi badan yang lain agar tegak lurus
terhadap badan.

d. Gerakkan siku tangannya sehingga telapak tangan dekat pada wajah

e. Tariklah lengannya ke belakang pelan-pelan sehingga ia dalam posisi


tengkurap.

f. Pastikan bahwa kepalanya sedikit miring.

Pada posisi ini, lidah akan terdorong kemuka, dan membu ka saluran
pernafasan. Darah dan muntahan akan keluar dari mulut, kemudian usaplah
dengan tangan atau sapu tangan untuk membuang muntahan atau pecahan gigi
yang keluar.

48
Catatan :

Nafas yang berisik adalah tanda bahaya bahwa saluran pernafasan agak
tersumbat, cepat lakukan pembersihan jangan sekali-kali memberi bantalan di
bawah kepala pada korban yang tidak sadarkan diri.

Jika korban tidak bernafas, atau pernafasan sangat lambat :

a. Lakukan pertolongan pernafasan ( Expired Air Resuciation – EAR )

1. metode ini dikenal juga sebagai pernafasan buatan, pertolongan pernafasan


paru-paru, pertolongan pernafasan dari mulut ke mulut, pengalian udara
buatan.

2. ini harus dilakukan pert ama kali, untuk menjamin tersedianya cukup
oksigen dalam darah.

b. Periksa sirkulasi darah, rasakanlah melalui denyut jantung pada leher


sebelah atas disamping jakun.

c. Gunakanlah telapak telunjuk jari tengan, jangan gunakan ujung jari.

d. Luka pelupuk mata dan perhatikan pembesaran puil mata.

e. Jika pupil tidak berkontraksi ketika diberi sinar, ini menunjukkan bahwa
otak sudak kekurangan oksigen.

Jika denyut nadi masih ada, lanjutkan EAR, jika denyut tidak ada, lakukan
pertolongan darurat pemompaan ke rongga jantung. Ini disebut pertolongan
gabungan EAR dengan pemompaan.

Pertolongan Darurat Pemompaan Rongga Jantung

Ada dua cara yng harus dilaksanakan bersama – sama. Jika pernafasan korban
berhenti dan denyut jantung tidak ada. Metode tersebut adalah :

a. EAR untuk memperbaiki pernafasan

b. EEC ( External Cadiac Compression ) untuk memperbaiki peredaran darah.

Pertolongan Pernafasan E.A.R.

Lakukan pada korban yang tidak bisa bernafas tetapi denyut nadinya masih
baik. Ada hal penting yang dilakukan untuk pertolongan ini, yaitu :

a. Tindakan cepat

49
b. Pembersihan saluran pernafasan

c. Usahakan agar udara tidak bocor.

Prosedur :

a. Bersihkan mulut dari muntahan atau darah


b. Baringkan korban terlentang
c. Angkat leher dan gerakkan kepala agar dagu mengarah ke atas
d. Tutup hidung dan memijitnya
e. Ambillah nafas yang dalam
f. Buka mulut lebar-lebar dan letakkan diatas mulut korban, pastikan bahwa
udara tidak bocor
g. Tiup mulutnya keras – keras.

Catatan :

Pada saat meniup dada akan naik, ini menunjukkan bahwa udara masuk ke
paru–paru. Jika dada tidak naik berarti saluran pernafasan masih tersumbat bila
terjadi demikian miringkan kepalanya lebih kebelakang dan naikkan dagunya
lebih atas, periksa kembali apakah mulut dan tenggorokannya bersih.
Perhatikanlah bahwa tidak ada udara yang lolos pada pertolongan mulut ke
mulut. Jika anda tidak bisa dengan cara initutuplsh mulutnya dan letakkan
mulut anda pada hidungnya, dan tiup keras-keras.

a. Lepaskan mulutnya dan biarkan udara keluar dari dada korban. Untuk orang
dewasa, lakukan 12 kali tiap menit yang berarti 2 kali tiupan tiap 15 detik.
b. Ulangi, tiuplah mulut/ hidungnya keras-keras dan lepaskan sampai korban
bernafas sendiri, atau sampai dokter datang.
c. Putar posisi korban ke posisi koma, segera setelah ia bernafas, sebab
muntahan sering terjadi pada saat ini. Mutlak mengusahakan bahwa tidak
ada yang masuk ke saluran pernafasan. Jika orban berhenti bernafas lagi,
ulani pertolongan pernafasannya.

E.A.R. dan E.C.C.

Kedua cara ini harus dipakai apabila korban tidak bernafas dan nadinya tidak
berdenyut :

a. Lakukan segera EAR seperti yang sudah dijelaskan

50
b. Pastikan bahwa korban terlentang pada permukaan yang keras

c. Tentukan tempat titik penekanan pada tulang dada

Cara :

a. letakkan kedua ujung jari telunjuk di atas tulang dada korban.


b. bagi daerah tersebut menjadi dua bagian atas dan bawah dengan
menggunakan kedua ibu jari, sehingga kedua ibu jari bertemu tepat pada
titik tengah tulang dada (lihat gambar).
c. tempat penekan adalah titik tengah antara ibu jari dan telunjuk bagian
bawah.
d. lokasi penekan juga dapat diperkirakan pada pertemuan tulang dada dengan
garis yang menghubungkan kedua puting susu.
e. Tempatkan salah satu telapak tangan pada titik tekan tersebut, dengan jari –
jari sejajar tulang rusuk.
f. Tindihkan telapak tangan yang lain di atas telapak tangan yang pertama
(seperti terlihat pada gambar ). Ibu jari dan telunjuk dapat berpegang pada
pergelangan tangan yang pertama.
g. Atur tangan tetap lurus, dan dengan gerakan yang kuat dan sepenuh tenaga
tekan daerah tersebut sampai turun 40 – 50 mm.
h. Lepaskan tekanan dan tekan lagi.

i. sampai rata-rata 60-80 kali permenit.

j. hati-hati, harap tidak menekan tulang rusuk paling bawah. Pastikan bahwa
tekanan dilakukan pada arah tegak lurus ke bawah untuk mencapai efek
maksimal.

Pertolongan ini bergantung pula pada jumlah orang yang menanganinya, satu
atau dua orang pada uraian berikut :

Metode pertolongan satu orang :

Hal ini dikenal dengan metode 2 : 15, yang berarti penolongan secara
bergantian melakukan tindakan sebagai berikut :

a. 2 kali tiupan pada paru-paru sebagai pernafasan buatan (EAR)

b. 15 kali penekanan pada dada (ECC)

51
Rangkaian tersebut dilakukan penuh 4 kali permenit.

Kadang-kadang ini disebut metode perbandingan 1 : 5

a. Menekan dada 5 kali dalam satu detik

b. Hentikan satu detik dan saat berhenti, penolong kedua memberikan satu kali
tiupan udara yang ada dalam paru-paru.

Rata-rata rangkaian tersebut dilakukan 12 kali permenit. Jika pertolongan ini


berlangsung lama, penolong dapat pindah posisi untuk menghindari kelelahan.
Pertolongan harus tetap dilanjutkan sampai tenaga medis yang ahli datang dan
mengganti menangani korban, atau sampai pernafasan spontan, dan denyut
jantung pulih kembali.

Untuk memastikan apakah denyut jantung telah pulih kembali :

a. Hentikan tekanan pada jantung

b. Periksa denyut nadi

Tanda awal pertolongan berhasil , jika mata mulai berkonstraksi ketika


disinari, warna kulit bibir dan gusi kembali normal. Gejala tersebut adalah
tanda positif ia akan kembali normal.

Jika denyut jantung belum kembali, lanjutkan pertolongan. Jika denyut mulai
muncul, hentikan penekanan jantung, tetapi denyutnya diperiksa terus, jika
perlu EAR harus dilanjutkan sampai korban bernafas kembali.

52
-------------------------------------------
Materi Elemen Kompetensi 3
-------------------------------------------

Mengevaluasi Pelaksanaan Ketentuan Terkait Perencanaan Teknis


Pekerjaan Jaringan Drainase.

Kriteria Unjuk Kerja

3.1 Pelaksanaan K3 di lingkungan kerja diperiksa sesuai dengan peraturan

3.2 Hasil pelaksanaan K3 dibandingkan dengan peraturan dan dokumen yang berlaku

3.3 Hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan K3 diuraikan sesuai dengan hasil
pemeriksaan di lapangan

3.4 Kesimpulan hasil evaluasi dibuat sesuai dengan uraian hambatan dan permasalahan

53
3.1. Pelaksanaan K3 Di Lingkungan Kerja Diperiksa Sesuai Dengan Peraturan.

Prosedur ini ialah untuk memberi panduan mengenai tata-cara identifikasi


peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang berkaitan dengan
penerapan K3 di tempat kerja. Prosedur ini berlaku di semua wilayah Perusahaan
termasuk cabang, dengan referensi panduan (manual) sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan. Tanggung jawab pelaksanaan
dilakukan oleh Sekretaris P2K3.

Identifikasi Peraturan Perundang-undangan K3.

Sekretaris P2K3 menyiapkan data yang diperlukan untuk identifikasi. Data-data


yang disiapkan dapat berupa data-data berikut :

a. Denah/Peta Lokasi Perusahaan.


b. Struktur Organisasi Perusahaan.
c. Diagram alir proses/aktivitas Perusahaan.
d. Komposisi Tenaga Kerja.
e. Daftar Fasilitas Umum maupun Fasilitas Penunjang Operasional
Perusahaan.
f. Daftar mesin-mesin tenaga dan produksi yang digunakan.
g. Daftar bejana tekan dan pesawat uap yang digunakan.
h. Daftar alat berat yang digunakan.
i. Daftar bahan baku (material) yang digunakan.
j. Daftar sampah, limbah dan emisi yang dihasilkan.
k. Daftar bahan kimia yang digunakan.
l. Daftar produk yang dihasilkan.
m. Laporan-laporan Insiden.

Sekretaris P2K3 mendatangi kantor Instansi Pemerintahan setempat dengan


membawa data-data di atas untuk mengonsultasikan perihal perizinan-perizinan
yang diperlukan, atau peraturan-peraturan apa saja yang harus dipenuhi Perusahaan
terkait Pelaksanaan Ke di Perusahaan. Kantor Instantsi Pemerintahan setempat
dapat berupa :

a. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu.


b. Dinas Tenaga Kerja.
c. Badan Lingkungan Hidup.
54
d. Instansi lain yang berkaitan dangan pemenuhan peraturan perundang-undangan
K3 (misal : BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan). Sekretaris P2K3
mencatat hasil konsultasi perizinan maupun peraturan perndang-undangan yang
harus dipenuhi di formulir identifikasi peraturan perundang-undangan dan
persyaratan K3 lainnya (P-FRM-K3-002).

Identifikasi Persyaratan K3 Lainnya.

Sekretaris P2K3 menyiapkan data yang diperlukan untuk identifikasi. Data-data


yang disiapkan dapat berupa data-data berikut :

d. Kontrak-kontrak hubungan kerja dan kerjasama dengan pihak ke-3 di luar


Perusahaan.
e. Syarat-syarat pembelian barang/jasa dan pengiriman.
f. Syarat-syarat lain terkait K3.

Sekretaris P2K3 mempelajari/menganalisa pasal demi pasal (klausul) terkait data


di atas yang berkaitan dengan K3. Sekretaris P2K3 mencatat hasil analisa di atas
di formulir identifikasi peraturan perundang-undangan dan persyaratan K3
lainnya.

Dokumen terkait
Formulir Identifikasi Peraturan Perundang-Undangan Dan Persyaratan K3
Lainnya.
Lampiran
Formulir Identifikasi Peraturan Perundang-Undangan Dan Persyaratan K3
Lainnya.

55
Tabel 3. 1 Contoh Formulir identifikasi peraturan perundang-undangan dan
persyaratan K3 lainnya (P/FRM/K3/002).

Pada awalnya pelaksanaan K3 mengacu kepada Veiligheidsreglement tahun 1919


(Stbl.No.406), namun dengan dikeluarkannya Undang-undang nomor 14 tahun
1969 tentangKetentuan-ketentuan Pokok mengenai Pekerja, maka disusun undang-
undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang
sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi.
Undang-undang tersebut adalah Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja. Dengan adanya UU tentang keselamatan kerja maka terlihat
kejelasan tentang kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja) dan kewajiban
pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Mengingat faktor keselamatan
sangat terkait dengan kesehatan maka pada tahap-tahap selanjutnya kegiatan
keselamatan kerja menjadi keselamatan dan kesehatan kerja atau disingkat dengan
K3. Untuk memudahkan pelaksanaan K3 ditempat kerja maka Departemen Tenaga
Kerja (Depnaker) telah mengeluarkan berbagai peraturan yang berhubungan dengan
K3. Mengingat sarana pelayanan kesehatan juga merupakan tempat kerja maka
Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai peraturan yang menyangkut

56
aspek K3, walaupun peraturan tersebut pada umumnya hanya diterapkan di fasilitas
sarana pelayanan kesehatan. Selain Depnaker, departemen lain juga mengeluarkan
peraturan yang menyangkut aspek K3 berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi
Departemen tersebut, misalnya peraturan tentang ketentuan keselamatan kerja
terhadap radiasi.
Mengingat kompleksnya asal undang-undang dan peraturan K3, maka secara umum
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Undang-undang (UU)
Undang-undang yang mengatur tentang K3 adalah undang-undang tentang
pekerja, keselamatan kerja dan kesehatan. Undang-undang ini menjelaskan
tentang apa yang dimaksud dengan tempat kerja, kewajiban pimpinan tempat
kerja, hak dan kewajiban pekerja.
2. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah yang mengatur tentang aspek K3 adalah Peraturan
Pemerintah tentang keselamatan kerja terhadap radiasi dan izin pemakaian zat
radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya serta pengangkutan zat radioaktif.
3. Keputusan Presiden (Kepres)
Keputusan presiden yang mengatur aspek K3 adalah Keputusan Presiden
tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja.
4. Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja
(Kepmenaker).
Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Depnaker di rumah sakit pada
umumnya menyangkut tentang syarat-syarat keselamatan kerja misalnya
syarat-syarat K3 dalam pemakaian lift, listrik, pemasangan alat pemadan api
ringan (APAR), Konstruksi bangunan, instalasi penyalur petir dan lain-lain.
Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang ini mengatur tentang:
 Kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja)
 Kewajiban dan hak pekerja
 Kewenangan Menteri Tenaga Kerja untuk membentuk Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) guna mengembangkan kerja sama,
saling pengertian dan partisipasi aktif dari pengusaha atau pengurus dan

57
pekerja di tempat-tempat kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi
dan meningkatkan produktivitas kerja.
 Ancaman pidana atas pelanggaran peraturan ini dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000,
(seratus ribu rupiah).
Kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja)
Kewajiban memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang meliputi :
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
3. Mencegah dan mengurangi bahaya ledakan
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian lain yang berbahaya
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan
6. Menyediakan alat-alat perlindungan diri (APD) untuk pekerja
7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya bahaya akibat
suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara dan getaran
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik psikis,
keracunan, infeksi atau penularan
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
10. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
13. Menciptakan keserasian antara pekerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerja
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
berbahaya agar kecelakaan tidak menjadi bertambah tinggi.

58
19. Kewajiban melakukan pemeriksaan kesehatan badan, kondisi mental dan
kemampuan fisik pekerja yang baru diterima bekerja maupun yang akan
dipindahkan ke tempat kerja baru sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang
diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.
20. Kewajiban menunjukan dan menjelaskan kepada setiap pekerja baru tentang :
Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya yang dapat timbul di tempat kerjanya.
21. Pengaman dan perlindungan alat-alat yang ada dalam area tempat kerjanya
22. Alat-alat perlindungan diri bagi pekerja yang bersangkutan
23. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
24. Kewajiban melaporkan setiap kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja.
25. Kewajiban menempatkan semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan
pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca oleh pekerja.
26. Kewajiban memasang semua gambar keselamatan kerja yang diharuskan dan
semua bahan pembinaan lainnya pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan
dibaca.
27. Kewajiban menyediakan alat perlindungan diri secara cuma-cuma disertai
petunjuk-petunjuk yang diperlukan pada pekerja dan juga bagi setiap
orang yang memasuki tempat kerja tersebut.
Kewajiban dan hak pekerja
1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pengawas atau ahli
keselamatan kerja.
2. Memakai APD dengan tepat dan benar
3. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan
4. Meminta kepada pimpinan agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan
5. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pengawas, dalam
batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.

59
3.2. Hasil pelaksanaan K3 dibandingkan dengan peraturan dan dokumen yang
berlaku
Prosedur Pemeriksaan dan Pengendalian
Prosedur pemeriksaan dan pengendalian disini maksudnya adalah suatu tata cara
yang mengatur bagaimana melaksanakan pemeriksaan atas pelaksanaan penerapan
K3, adakah terdapat kesesuian dengan standar yang telah ditetapkan dan bilamana
terdapat ketidaksesuaian atau penyimpangan dalam pelaksanaan tentunya harus
dilaksanakan perbaikan menuju ke standar yang telah ditetapkan, atau melakukan
pencegahan pada suatu kondisi yang akan mengarah terjadinya insiden/ kecelakaan
kerja, hal-hal yang menyangkut perbaikan dan pencegahan inilah yang dinamakan
dengan pengendalian.

Prosedur pemeriksaan dan pengendalian tersebut perlu ditetapkan dengan tujuan


untuk tetap mempertahankan pelaksanaan K3 secara konsisten terus-menerus,
bahkan bilamana dianggap perlu, dapat ditindaklanjuti dengan pengembangannya
guna mempertinggi hasil-hasil yang hendak dicapai.
Prosedur Pemeriksaan
Prosedur pemeriksaan dapat berupa inspeksi dan audit yang bersifat internal,
pemeriksaan harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidang
K3, khususnya K3 di bidang pekerjaan konstruksi.
Pemeriksaan yang bersifat inspeksi dapat dilaksanakan secara harian (daily),
mingguan (weekly), bulanan (monthly), yang harus dijalankan secara tetap dan
kontinyu untuk mempertahankan hasil yang dicapai.
Pemeriksaan yang bersifat audit tentunya dilaksanakan secara berkala tiap 3
(tiga) bulan sekali atau 6 (enam) bulan sekali, ketentuan ini berlaku mengikuti
standar/ ketentuan audit yang diberlakukan pada umumnya oleh badan internal
organisasi dan/ atau badan auditor.
Pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di
bidang kerjanya dan mendapat pengesahan serta verifikasi oleh petugas yang dan
pelepasan/ pembongkaran kembali, pengelolaan alat kerja dan peralatan konstruksi,
pelaksanaan pengetesan/ pengujian ini didasarkan pada proses dan hasil kerja.

60
Prosedur Pengendalian
Pengendalian disini maksudnya adalah memantau dan mengukur pencapaian
kinerja K3, yang meliputi proses K3 didasarkan dengan adanya :
a. Kinerja masing-masing proses kegiatan, dan
b. Sasaran
Pengukuran (Evaluasi) dan peningkatan Kinerja K3 Pengukuran adalah
pengukuran kinerja dilakukan didasarkan pada ketentuan yang telah ditetapkan
sebelumnya berupa parameter kinerja, cara penilaian, dan pengukurannya.
Misalnya mengukur :
1. Tingkat pemahaman pengetahuan dan partisipasi pekerja dalam kegiatan K3,
termasuk partisipasi pengunjung, tamu, sub kontraktor, vendor, mitra kerja,
dan lain-lain, yang terkait pelaksanaan kerja konstruksi di lapangan.
2. Statistik angka insiden/ kecelakaan, tingkat keparahan, dan frekuensi insiden
ataupun kecelakaan.
3. Jumlah jam kerja hilang.
3.3. Hambatan dan permasalahan dalam pelakasanan K3 diuraikan sesuai dengan
hasil pemeriksaan di lapangan
a. Investigasi Insiden, Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan Tindakan
Pencegahan.
Investigasi Insiden.
Perusahaan melaksanakan investigasi insiden untuk mencegah terulangnya
kembali kejadian insiden di kemudain hari serta untuk mengidentifikasi
peluang untuk peningkatan K3 di tempat kerja.
Investigasi kecelakaan dilaksanakan dengan pendekatan metode untuk
menyelidiki akar penyebab terjadinya suatu insiden. Sekretaris Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja berkewajiban untuk melaksanakan
investigasi insiden sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh pimpinan
perusahaan (Manajemen Puncak ataupun Direktur) menggunakan
pendekatan/metode yang diketahui untuk mengetahui akar penyebab terjadinya
suatu insiden.
Seluruh hasil insiden didokumentasikan (termasuk gambar, foto, video serta
media lain yang berkaitan dengan terjadinya inside) dan dipelihara oleh
Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Hasil
investigasi insiden dikomunikasikan kepada seluruh personil Perusahaan

61
menyangkut tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan yang diperlukan
(dibutuhkan) di tempat kerja menjadi tempat kerja yang lebih aman bagi semua
personil Perusahaan.
Dokumen Terkait : P/SOP/K3/010 - Prosedur Investigasi Insiden/Kecelakaan
Kerja.

b. Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan.


Perusahaan melaksanakan identifikasi terhadap potensi-potensi
ketidaksesuaian ataupun adanya ketidaksesuaian, tindakan perbaikan dan
pencegahan untuk menjamin keefektifan penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja. Permasalahan-
permasalahan yang dapat menimbulkan ketidaksesuaian antara lain :
1. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
a. Kesalahan Pimpinan Perusahaan (Direktur) dalam membangun
komitmen Kebijakan K3.
b. Kesalahan dalam membangun Target K3.
c. Kesalahan dalam menentukan peran, wewenang, tanggung-jawab,
fungsi dan kecakapan personil yang dibutuhkan untuk menerapkan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan.
d. Kesalahan dalam menilai kesesuaian dengan peraturan perundang-
undangan dan persyaratan lainnya secara berkala.
e. Kesalahan dalam menyesuaikan kebutuhan pelatihan personil di
tempat kerja.
f. Dokumentasi yang kadaluarsa dan yang tidak valid.
g. Kesalahan dalam menjalankan komunikasi.
2. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja.
a. Kesalahan dalam menerapkan program-program K3 yang telah
direncanakan untuk tujuan peningkatan kinerja K3.
b. Kesalahan dalam konsistensi tujuan peningkatan kinerja K3.
c. Kesalahan dalam memenuhi peraturan perundang-undangan dan
persyaratan lain yang berkaitan dengan risiko K3.
d. Kesalahan dalam laporan insiden.
e. Kesalahan penerapan tindakan perbaikan menurut jadwal yang
ditentukan.

62
f. Tidak terdapatnya tindakan terhadap tetap tingginya tingkat
kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
g. Penyimpangan prosedur K3.
h. Penggunaan bahan/material/alat/proses baru tanpa
melaksanakan penilaian risiko K3 terlebih dahulu.
c. Pertimbangan dalam menyusun tindakan perbaikan dan pencegahan
dapat memperhatikan hasil-hasil sebagai berikut :
Pelatihan (simulasi/pengujian) prosedur tanggap darurat.
1. Investigasi insiden.
2. Audit internal dan audit eksternal.
3. Penilaian kesesuaian peraturan perundang-undangan dan persyaratan
lainnya yang berkaitan dengan risiko K3 secara berkala.
4. Pemantauan kinerja K3.
5. Aktivitas perawatan dan perbaikan fasilitas/alat/mesin kerja.
6. Partisipasi dan konsultasi tenaga kerja di tempat kerja.
7. Penilaian lain-lain.
Perusahaan juga menjamin bahwa :
1. Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan disusun melalui
penilaian risiko K3 terlebih dahulu sebelum penerapan perubahan-
perubahan pengendalian/bahan/manajemen/alat/mesin, dsb.
2. Penerapan keseluruhan tindakan perbaikan dan pencegahan.
3. Pendokumentasian dan komunikasi hasil-hasil tindakan perbaikan dan
pencegahan.
4. Adanya tindak lanjut untuk meninjau keefektifan terhadap tindakan
perbaikan dan tindakan pencegahan yang daimbil.
Dokumen Terkait : P/SOP/K3/011 - Prosedur Identifikasi Ketidaksesuaian,
Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan.
3.4. Kesimpulan hasil evaluasi dibuat sesuai dengan uraian hambatan dan
permasalahan
a. Pengendalian Catatan, Rekaman dan Laporan.
Seluruh catatan, rekaman dan laporan K3 dipelihara untuk menunjukkan
keefektifan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Perusahaan dan pengelolaan risiko-risiko K3 di tempat kerja. Pengendalian
catatan, rekaman dan laporan K3 mencakup antara lain :

63
1. Laporan penilaian penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan
dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan risiko K3 di tempat kerja.
2. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko.
3. Laporan pemantauan kinerja K3 (tindak lanjut penerapan K3).
4. Laporan perawatan dan kalibrasi alat-alat pengukuran kinerja K3.
5. Laporan tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan.
6. Laporan inspeksi K3.
7. Laporan pelatihan dan kompetensi K3 tenaga kerja.
8. Laporan audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
9. Laporan partisipasi dan konsultasi tenaga kerja.
10. Laporan insiden.
11. Laporan tindak lanjut insiden.
12. Laporan pertemuan K3.
13. Laporan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
14. Laporan perawatan APD (Alat Pelindung Diri).
15. Laporan pelatihan (simulasi/pengujian) tanggap darurat.
16. Laporan Tinjauan Manajemen.
Pengendalian catatan, rekaman dan laporan K3 meliputi identifikasi,
penyimpanan, keamanan (perlindungan), pencarian, masa simpan dan
pemusnahannya.
Pengendalian catatan, rekaman dan laporan K3 dilaksanakan oleh Sekretaris
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Dokumen Terkait : P/SOP/K3/006 - Prosedur Pengendalian Dokumen K3.
b. Audit Internal

Audit digunakan untuk untuk meninjau dan menilai kinerja dan efektivitas
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan. Audit
internal dilaksanakan oleh Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
untuk mengetahui bilamana Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja telah diterapkan dan dipelihara secara tepat.

Pelaksanaan audit didasarkan pada hasil penilaian risiko dari aktivitas


operasional perusahaan dan hasil audit (audit-audit) sebelumnnya. Hasil
penilaian risiko juga menjadi dasar dalam menentukan frekuensi pelaksanaan
audit internal pada sebagian aktivitas operasional perusahaan, area ataupun

64
suatu fungsi atau bagian mana saja yang memerlukan perhatian manajemen
Peusahaan terkait risiko K3 dan Kebijakan K3 Perusahaan.

Pelaksanaan audit internal mencakup seluruh area dan aktivitas dalam ruang
lingkup penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Perusahaan. Frekuensi dan cakupan audit internal juga berkaitan dengan
kegagalan penerapan beberapa elemen dalam Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja, ketersedian data kinerja penerapan sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, hasil tinjauan manajemen dan perubahan-
perubahan dalam manajemen Perusahaan. Pelaksanaan audit internal secara
umum dilaksanakan minimal satu kali dalam kurun waktu satu tahun dari audit
internal sebelumnya.

Audit tambahan dapat dilaksanakan apabila terdapat kondisi-kondisi


sebagaimana hal-hal berikut :

a. Terdapatnya perubahan pada penilaian bahaya/risiko K3 Perusahaan.


b. Terdapat indikasi penyimpangan dari hasil audit sebelumnya.
c. Adanya insiden tingkat keparahan tinggi dan peningkatan tingkat kejadian
insiden.
d. Kondisi-kondisi lain yang memerlukan audit internal tambahan.

c. Pelaksanaan audit internal didasarkan pada kegiatan-kegiatan berikut,


antara lain :

1. Pembukaan audit.
a. Menentukan tujuan, ruang lingkup dan kriteria audit.
b. Pemilihan auditor dan timnya untuk tujuan objektivitas dan
kenetralan audit.
c. Menentukan metode audit.
d. Konfirmasi jadwal audit dengan peserta audit ataupun pihak lain
yang menjadi bagian dari audit.
2. Pemilihan petugas auditor.
a. Auditor harus independen, objektif dan netral.
b. Auditor tidak diperkenankan melaksanakan audit terhadap
pekerjaan/tugasnya sendiri.

65
c. Auditor harus mengerti benar tugasnya dan berkompeten
melaksanakan audit.
d. Auditor harus mengerti mengenai Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Perusahaan.
e. Auditor harus mengerti mengenai peraturan perundang-undangan
dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan Kerja di tempat kerja.
f. Auditor harus memiliki pengetahuan mengenai kriteria audit beserta
aktivitas-aktivitas di dalamnya untuk dapat menilai kinerja K3 dan
menentukan kekurangan-kekurangan di dalamnya.
3. Meninjau dokumen dan persiapan audit.
a. Dokumen yang ditinjau meliputi :
 Struktur Organisasi dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
 Kebijakan K3 Perusahaan.
 Target dan Program-Program K3.
 Prosedur audit internal Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Perusahaan.
 Prosedur dan Instruksi Kerja K3.
 Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko K3.
 Daftar peraturan perundang-undangan dan peraturan lain yang
berkaitan dengan penerapan K3 di tempat kerja.
 Laporan insiden, tindakan perbaikan dan pencegahan.
b. Persiapan audit internal meliputi hal-hal sebagai berikut antara lain :
 Tujuan audit.
 Kriteria audit.
 Metodologi audit.
 Cakupan maupun lokasi/area audit.
 Jadwal audit.
 Peran dan tanggung jawab peserta/anggota audit internal.
4. Pelaksanaan audit.
a. Tata cara berkomunikasi dalam audit internal.
b. Pengumpulan dan verifikasi informasi.

66
c. Menyusun temuan audit dan kesimpulannya.
d. Mengomunikasikan kepada peserta audit mengenai :
 Rencana pelaksanaan audit.
 Perkembangan pelaksanaan audit.
 Permasalahan-permasalahan dalam audit.
 Kesimpulan pelaksanaan audit.
5. Persiapan dan komunikasi laporan audit.
a. Tujuan dan cakupan audit.
b. Informasi mengenai perencanaan audit (anggota audit internal,
jadwal audit internal serta area-area/lokasi-lokasi audit internal)
c. Identifikasi referensi dokumen dan kriteria audit lainnya yang
digunakan pada pelaksanaan audit internal.
d. Detail temuan ketidaksesuaian.
e. Keterangan-keterangan lain yang berkaitan dengan Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan Kerja Perusahaan :
 Konfirmasi penyusunan perencanaan penerapan K3 di tempat
kerja.
 Penerapan dan pemeliharaan.
 Pencapaian Kebijakan dan Target K3 Perusahaan.
f. Komunikasi kepada semua pihak mengenai hasil audit internal
termasuk kepada pihak ke tiga yang berhubungan dengan
Perusahaan untuk dapat mengetahui tindakan perbaikan yang
diperlukan.
6. Penutupan audit dan tindak lanjut audit.
a. Menyusun pemantauan tindak lanjut audit internal.
b. Penyusunan jadwal penyelesaian tindak lanjut audit internal.
Dokumen Terkait : P/SOP/K3/012 - Prosedur Audit Internal K3.

c. Tinjauan Manajemen

Tinjauan Manajemen fokus terhadap keseluruhan kinerja Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :

67
1. Kesesuaian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap
operasional dan aktivitas Perusahaan.
2. Kecukupan pemenuhan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja terhadap Kebijakan K3 Perusahaan.
3. Keefektifan penyelesaian tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan serta
hasil-hasil lain yang dicita-citakan.

Tinjauan Manajemen dipimpin oleh Pimpinan Perusahaan (Direktur) dan Panitia


Pembina Keselamatan Kerja melaporkan hasil-hasil penerapan K3 Perusahaan
dan dilaksanakan secara berkala, secara umum minimal 1 tahun sekali setelah
dilaksanakannya audit internal tahunan untuk meninjau penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan.

Hal-hal yang dapat dijadikan acuan dalam melaksanakan Tinjauan Manajemen


antara lain :

1. Laporan keadaan darurat (termasuk kejadian serta


pelatihan/simulasi/pengujian tanggap darurat).
2. Survey kepuasan tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat kerja.
3. Statistik insiden kerja (termasuk kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja).
4. Hasil-hasil inspeksi.
5. Hasil dan rekomendasi pemantauan dan pengukuran kinerja K3 di tempat
kerja.
6. Kinerja K3 kontraktor.
7. Kinerja K3 pemasok.
8. Informasi perubahan peraturan perundang-undangan dan peraturan lain
yang berkaitan dengan penerapan K3 di tempat kerja.
Seluruh hasil tinjauan manajemen didokumentasikan oleh Sekretaris P2K3
untuk ditindaklanjuti sebagai perbaikan berkelanjutan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan.

68
d. Monthly safety report / Laporan Keselamatan Kerja Bulanan

Bagaimana anda menunjukkan pencapaian keselamatan kerja apa saja yang telah
anda lakukan dalam setiap bulan, jika anda seorang yang diberi tanggung jawab
mengawasi keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja?

Menjawab pertanyaan ini, sebagai seorang professional personal safety harus


mulai membuat Safety Continuous Daily Recording (SCDR) atau dokumentasi
harian keselamatan kerja secara berkelanjutan. Namun jika anda memiliki
tanggung jawab lebih diperusahaan atau memiliki fungsi tambahan selain sebagai
personal K3, maka dokumentasi kinerja K3 dapat dirangkum dalam mingguan.

e. Menyusun Laporan Keselamatan Kerja

Monthly safety report atau laporan keselamatan kerja bulanan merupakan


kumpulan hasil pencapaian dari aktifitas atau implementasi program keselamatan
kerja dari hari ke hari dalam periode waktu bulan tertentu dengan menunjukkan
dan mengkuantifikasi kriteria Lagging (Ketertinggalan) dan Leading
(Kepemimpinan) untuk diukur antara harapan dan hasil kinerja. Laporan ini
dibuat dalam suatu format dokumen tertentu yang telah distandardkan dan
disetujui oleh pimpinan tertinggi suatu perusahaan dan dokumen kontrol suatu
perusahaan.

Disebut kriteria lagging atau ketertinggalan karena data yang disajikan adalah
data jumlah atau statistik kecelakaan yang berarti program keselamatan kerja
yang berjalan belum maksimal apabila masih terdapat rekaman atau record
kecelakaan kerja yang tinggi. Sedangkan disebut kriteria leading atau
kepemimpinan karena berisi rekaman atau record program-program implementasi
usaha manajemen untuk mengurangi tingkat kecelakaan kerja ditempat kerja.

Mengapa Monthly safety report atau laporan bulanan keselamatan kerja ini
menjadi amat sangat penting untuk dibuat dan dilaporkan, alasannya sebagai
berikut:

69
1. Persyaratan regulasi undang-undang dan peraturan pemerintah:

 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja (Bab


IV pasal 5 pengawasan, para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja
ditugaskan menjalankan pengawasan langsung.

 Per-Menaker Nomor 2 Tahun 1992 Tentang tata cara penunjukan


kewajiban dan wewenang ahli K3 (Pasal 7 ayat 3d: rekapitulasi laporan
kegiatan selama menjalankan tugas, Pasal 1 ayat 1b: Ahli K3 berkewajiban
memberikan laporan mengenai hasil pelaksanaan tugas).

 Per-Menaker Nomor 4 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina K3 (Pasal


12: 3 bulan sekali pengurus wajib menyampaikan laporan tentang kegiatan
P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

2. Persyaratan dalam standard nasional dan internasional (ISO / OHSAS / ISRS):

 Pada OHSAS 18001 Tahun 2007 pada sub-elemen 4.4.1 bahwa laporan
kinerja K3 dipresentasikan kepada Pimpinan Manajemen dan pada sub-
elemen 4.5.1 performance measurement and monitoring yakni mewajibkan
untuk dilakukan pengukuran dan monitor kinerja K3.

 Pada SNI 13-6979.1-2003 Tentang Kompetensi Manajer K3 pada elemen


4.1 uraian tugas manajer K3 yakni salah satunya pada urutan h. membuat
pelaporan pelaksanaan K3.

3. Dokumen K3 tuntutan klien (berdasarkan kontrak perusahaan dengan klien):

 Pada jenis usaha kontraktor memiliki pengaturan kontrak perjanjian kerja


mengenai keselamatan kerja dengan klien yang pada umumnya disebut
Contractor Safety Management System (CSMS). Pada CSMS diatur
kriteria-kriteria laporan keselamatan kerja yang diharapkan terdokumentasi
dari kontraktor kepada klien.

4. Kinerja keselamatan dengan rendahnya kecelakaan dan selaras dengan


maksimumnya upaya teknis operasional program keselamatan kerja yang
mencapai harapan, merupakan gambaran/image perusahaan yang dapat
menjadi nilai pertimbangan utama dalam proposal tender suatu projek.
Kecelakaan menjadi indikator ketertinggalan (Lagging Indicator) untuk sebuah
performa atau kinerja dari keselamatan kerja suatu perusahaan. Indikator yang

70
senantiasa dicatat dan diperbaruhi datanya terkait kecelakaan adalah Jumlah
kecelakaan berdasarkan klasifikasi kecelakaan yakni kecelakaan fatal,
kerusakan properti atau peralatan, cidera membutuhkan pertolongan pertama
(first aid), cidera membutuhkan perawatan medis (medical treatment), cidera
kehilangan hari kerja (lost time injury), tumpahan bahan berbahaya atau
beracun ke lingkungan.

Kinerja perusahaan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sifatnya relatif,


karena tidak pernah ada keselamatan dan kesehatan kerja yang mencapai
sempurna, dengan demikian selalu dapat diupayakan perbaikan (Syukri Sahab,
1997). Untuk menilai kinerja maka perlu dibuat kuantifikasi penilaian untuk
mengukur harapan dan hasil pencapaian. Dalam American National Standard
Institute (ANSI) menerbitkan metode standard untuk mengukur kinerja dengan
menggunakan ratio kekerapan kecelakaan atau ratio keparahan kecelakaan.
Indikator kekerapan yang harus diperhatikan (FR, SR, LTIFR, LTISR) dengan
rumus :

Incident Frequency Rate (FR) = Jumlah Kecelakaan x 1.000.000 / Jumlah Jam


Kerja Seluruh Karyawan

Incident Severity Rate (SR) = Jumlah hari kerja absen x 1.000.000 / Jumlah
Jam Kerja Seluruh Karyawan

 Hari kerja absen / tidak masuk kerja akibat kecelakaan di tempat kerja.
Perhitungan kehilangan dimulai tidak kembali ke tempat kerja dalam waktu
24 jam.

 Denominator 1.000.000 jam kerja menggambarkan untuk “500 pekerja


yang bekerja selama 2.000 jam kerja (40 jam x 50 minggu) dalam satu
tahun”.

Sedangkan berdasarkan OHSAct (Occupational Health and Safety


Administration) bahwa pengumpulan data/record dan pelaporan/reporting
diperlukan sentralisasi dan sistematika untuk mensimplifikasi proses
pengumpulan statistik keselamatan dan kesehatan kerja untuk tujuan
memonitor masalah K3 dan mengambil langkah yang tepat untuk
memperbaikinya. Laporan yang diperlukan:

 Data kecelakaan kerja


71
 Data hari kerja yang hilang karena kecelakaan

 Karyawan yang pingsan atau hilang kesadaran

 Perpindahan karyawan ke pekerjaan lainnya

 Perlakuan rawat medis atau pertolongan pertama (first aid)

Pengukuran kekerapan insiden atau incident rate dapat juga dilakukan dengan
OSHA 200 forms dengan rumus : IR = N x 200.000 / T

 IR = Total injury/illness incident rate (Kekerapan jumlah insiden


cidera/penyakit)
 N = Number of injuries, illness and fatalities (jumlah dari cidera, penyakit
akibat kerja dan fatal)
 T = Total hours worked by all employees during the period in question
(Jumlah jam kerja karyawan selama periode tertentu)
 200.000 berasal dari perkalian: 40 jam kerja per minggu x 50 minggu untuk
100 karyawan dalam setahun, (David Geotsch, 1996, hlm 59 – 62). Tabel 3.
Contoh Formulir Laporan Keselamatan Kerja Bulanan / Monthly Safety
Report:

Formulir lampiran diatas akan lebih bermakna atau terlihat progressnya apabila di
masukkan dalam bentuk statistik dengan membandingkan laporan dari bulan ke
bulan dalam period setahun. Dalam hal pelaporan ini anda harus membuat bagan
atau proses otorisasi bahwa laporan bulanan ini telah resmi diketahui oleh
pimpinan perusahaan hingga disimpan oleh bagian dokumen kontrol.

72
Tabel 3. 2 Contoh Formulir Laporan Keselamatan Kerja Bulanan / Monthly Safety
Report

73
Gambar 3. 1 Bagan Alir Otorisasi Laporan Keselamatan Kerja Bulanan

Dengan kecanggihan teknologi komputer dan internet, data ini dapat dibuat menjadi
database yang berkelanjutan dan saling berketerkaitan dari bulan ke bulan dan tahun ke
tahun untuk tujuan peningkatan upaya keselamatan kerja berkelanjutan.

74
4. Soal Latihan

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Tujuan alat pelindung kepala yaitu


A. Mencegah rambut pekerja terjerat mesin
B. Melindungi kepala dari bahaya benturan
C. Melindungi dari bahaya kejatuhan benda
D. Semua benar
2) Berikut ini merupakan alat pelindung mata kecuali
A. spectacles
B. earmuff
C. faceshield
D. googles
3) kerugian menggunakan ear plug disbanding ear muff yaitu
A. mudah dibawa
B. tidak membatasi gerakan kepala
C. memerlukan waktu yang lama
D. harganya murah
4) berikut ini merupakan respirator penyedia udara kecuali
A. SCBA
B. Air line respirator
C. Hosemask
D. Mechanical filter respirator
5) Jenis sarung tangan berdasarkan bentuknya kecuali
A. gloves
B. SCBA
C. mittsmittens
D. gounlets
6) sepatu keselamatan berdasarkan jenis pekerjaan yaitu
A. sepatu pengaman untuk pengecoran baja
B. sepatu karet anti elektrostatik
C. sepatu untuk bahaya peledakan
D. semua jawaban benar
7) berikut ini merupakan aktivitas yang memerlukan alat pelindung tubuh kecuali

75
A. jalan raya
B. pemadam kebakaran
C. kantor/office
D. Ruangan dengan temperatur ekstirm
8) Berikut ini merupakan syarat tempat penyimpanan respirator kecuali
A. kering
B. berdebu
C. tidak terkena sinar matahari langsung
D. bersih

9) berikut ini cara pembersihan masker kecuali


A. dicuci dengan air
B. menyeka dengan kain
C. menyeka dengan tissue
D. semprotan angin yang lemah
10) berikut ini merupakan alat pelindung tubuh
A. jas hujan
B. jas laboratorium
C. tali dan sabuk pengaman
D. semua benar.

Soal Esay

1. Jelaskan fungsi alat pelindung pendengaran?


2. Apa saja klasifikasi alat pelindung kepala berdasarkan bentuknya?
3. Jelaskan fungsi dari alat pelindung mata!
4. Apa saja jenis-jenis alat pelindung pernafasan?
5. Aktivitas apa saja yang memerlukan alat pelindung kaki?
6. Mengapa alat pelindung diri harus dirawat dengan baik?
7. Jelaskan definisi Alat Pelindung Diri (APD)!
8. Bagaimana cara pembersihan dan penyimpanan kacamata pelindung?
9. Apa yang dimaksud dengan rompi nyala? Bagaimana fungsinya?
10. Apa saja klasifikasi alat pelindung tangan?

76
5. Praktikum
a. Peralatan dan perlengkapan
Peralatan
 Alat Pelindung Diri (APD)
 Alat Pengaman Kerja (APK)
 P3K
Perlengkapan
 Bendera
 Spanduk
 Rambu-rambu K3
c. Peraturan-peraturan yang diperlukan
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan,
dan Kesehatan Kerja, dan perubahannya
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, dan
perubahannya
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 09/PRT/M/2008
tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum, dan perubahannya.

77
Kunci Jawaban pilihan ganda

1) D. Semua pilihan jawaban merupakan tujuan dari penggunaan alat pelindung


kepala.
2) B. Earmuff merupakan alat pelindung pendengaran.
3) C. Kerugian earplug yaitu memerlukan waktu pemasangan yang cukup lama
dibandingkan earmuff.
4) D. Mechanical filter respirator merupakan respirator murni bukan respirator
penyedia udara.
5) B. SCBA merupakan alat pelindung pernafasan penyedia udara.
6) A. National Fire Protection Assosiation membuat tingkatan bahaya sebanyak 4
ranking.
7) C. pada saat di kantor/office tidak memerlukan alat pelindung tubuh karena tidak
ada bahaya ekstrem dan relatif aman.
8) B. Respirator disimpan pada lokasi yang kering, bersih dan tidak terkontaminasi,
hindarkan dari debu dan sinar matahari langsung.
9) A. Bersihkan permukaan masker dari debu dengan cara menyeka dengan tissue
atau kain. Boleh menggunakan semprotan angin yang lemah pada permukaannya,
tetapi tidak boleh disemprotkan langsung. Jangan dicuci dengan air.
10) D. Semua pilihan jawaban merupakan alat pelindung tubuh termasuk tali dan
sabuk pengaman yang melindungi tubuh dari ketinggian.

Kunci Jawaban Essay

1. Alat pelindung telinga digunakan pada keadaan dengan suara ekstrem yang
berpotensi mengakibatkan kerusakan gendang telinga. Intensitas suara dan
frekuensi yang tinggi di tempat kerja dapat menyebabkan hilangnya pendengaran.
2. Berdasarkan bentuknya alat pelindung kepala dibagi menjadi 3 yaitu topi
pengaman, hood, dan tutup kepala.
3. Pelindung mata berfungsi untuk melindungi mata dari percikan korosif, radiasi,
gelombang elektromagnetik dan benturan/pukulan benda-benda keras atau tajam.
Alat ini juga untuk mencegah masuknya debu-debu kedalam mata serta mencegah
iritasi mata akibat pemaparan gas atau uap.

78
4. Alat pelindung pernafasan dibagi menjadi respirator murni seperti chemical
respiratoe, mechanical filter respirator dan respirator penyedia udara seperti air line
respirator, hosemask dan self-contained breathing apparatus (SCBA).
5. Pekerjaan dengan risiko tertumbuk material, terkena sengatan listrik, dan pekerjaan
memindahkan material dengan risiko terpeleset atau terjatuh.
6. Alat Pelindung Diri (APD) harus dirawat dengan baik dan teratur agar tahan lama
karena APD akan digunakan secara terus menerus di lingkungan kerja. Di samping
untuk menjaga juga kesehatan pemakai selanjutnya dari pemakai sebelumnya
bilamana memiliki penyakit.
7. Alat Pelindung Diri (APD) ialah kelengkapan wajib yang digunakan saat bekerja
sesuai dengan bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan tenaga kerja itu
sendiri maupun orang lain di tempat kerja. APD berfungsi untuk melindungi
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dari potensi bahaya dan risiko kerja.
8. Kacamata pelindung dibersihkan dengan cara diseka dengan kain lembut/tissue,
bila permukaan buram dapat dibasuh dengan air dan bila perlu ditambahkan sabun
lunak. Simpan di tempat bersih dan kering.
9. Rompi nyala merupakan rompi yang menggunakan bahan yang dapat menyala jika
terkena cahaya. Sangat bermanfaat jika digunakan pada kondisi gelap atau malam
hari karena dapat bercahaya dengan cara memantulkan dari sumber cahaya
sehingga pekerja yang menggunakan rompi ini dapat dengan mudah ditemukan.
10. Menurut bentuknya sarung tangan diklasifikasikan menjadi sarung tangan biasa,
sarung tangan yang dilapisi logam, dan sarung tangan yang keempat jari
pemakainya dibungkus jadi satu kecuali ibu jari.

79
Daftar Pustaka

1. Sucipto, Cecep Dani. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
2. Drs. Buntarto, M.Pd. 2015. Panduan Praktis Keselamatan & Kesehatan Kerja untuk
Industri. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
3. Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012 mengenai Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 05/PRT/M/2014
tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
6. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 mengenai Kesehatan.
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 1996 mengenai Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04 Tahun 1967 mengenai Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/98 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan.
11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 12/PRT/M/2014 Tentang Penyelenggaraan
Sistem Drainase Perkotaan

80

Anda mungkin juga menyukai