Anda di halaman 1dari 1

4.

Penyelesaian kasus

Arcandra Tahar

Menurut Refly, tindakan pemerintah yang memberikan status kewarganegaraan kepada Arcandra
Tahar pada 1 September 2016 sudah benar. “Pemerintah memang sudah seharusnya memberikan
kewarganegaraan kepada anak bangsa, meskipun yang bersangkutan pernah menjadi warga negara
lain. Karena negara kita juga tidak mengenal dwi kewarganegaraan dan stateless secara bersamaan,
sedangkan memiliki kewarganegaraan merupakan salah satu hak asasi manusia,” ujar Refly di Aula
Gedung Ditjen Imigrasi, Rasuna Said, Jakarta, Rabu (14/09/2016).

Dalam kasus Arcandra yang hukum dan peraturannya tidak ada/cukup, yang perlu dilakukan adalah
Justice legal breakthrough/terobosan hukum. “Di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan, tidak ada satu pasal yang dapat dijadikan rujukan untuk menyelesaikan
kasus Arcandra. Kalau berdebat kita tidak akan menyelesaikan masalah,” kata Refly.

Gloria Natapradja Hamel

Sedangkan dalam kasus Gloria, terdapat pasal peralihan yang menerangkan bahwa anak yang lahir
dari orang tua yang berbeda kewarganegaraan memiliki kewarganegaraan ganda terbatas hingga umur
18 tahun/kawin, plus tiga tahun untuk menyampaikan kepada pemerintah melalui Ditjen AHU atau
kantor perwakilan pemerintah di luar negeri. Menurut Refly, aturan pembatasan usia untuk memilih
kewarganegaraan ini dirasakan tanggung.

“Harusnya pasal peralihan ini di judicial review saja di MK, karena Gloria/anak yang lahir dari orang
tua yang berbeda kewarganegaraan, bukan keinginannya lahir dari orang tua yang berbeda
kewarganegaraan. Menurut saya, Indonesia bisa memberlakukan dual citizenship/berkewarganegaraan
ganda yang terbatas bagi anak yang lahir dari orang tua yang berbeda kewarganegaraan tanpa batas
usia kapan harus memilih warga negara. Tapi kalau warga negara Indonesia yang memilih menjadi
warga negara asing tidak boleh dual citizenship,” tandas Refly.

Anda mungkin juga menyukai