Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ghifari Ramadhani

NIM : 11220360000032

SILA KE-5

PERSPEKTIF HISTORIS

Sekitar 7000 tahun yang lalu telah berkembang jaringan perdagangan maritim pulau
dan pesisir di seluruh cincin pasifik dan kepulauan Asia Tenggara. Perekonomian Indonesia
pra-modern menempatkan lautan dan juga sungai sebagai faktor fundamental dan
menunjukkan hubungan yang erat antara perdagangan maritim dengan formasi Negara.
Sebagai suatu geografi perekonomian, kepulauan Indonesia bisa dikategorikan dalam suatu
susunan perekonomian tersendiri yang terletak di titik silang antara lautan india dan laut cina
selatan, dengan jawa sebagai pusatnya.

Sejak abad ke-7, kerajaan sriwijaya telah menjadi saluran perdagangan bagi wilayah
pedalaman di sumatera bagian selatan yang kaya dan juga suatu Negara maritim yang kuat.
Pada abad ke-13, sebuah kekuatan lain muncul di kawasan ini, islam, yang berakar kuat melalui
jalur-jalur perdagangan. Para pedagang menunjukkan sikap sangat terbuka terhadap agama
islam, dengan pesannya yang lurus tentang kesamaan manusia di hadapn Allah dan aturannya
yang eksplisit tentang hubungan komersial.

NEGOSIASI KONSEPSI KEADILAN MENUJU SOSIALISME

Sedemikian buruknya dampak invasi kapitalisme dan imperialisme bagi perekonomian


rakyat Indonesia. Sebuah bangsa bahari yang kaya sumber daya, yang pernah berjaya dalam
perdagangan internasional selama ribuan tahun lamanya, berubah menjadi apa yang disebut
Soekarno sebagai “bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa”. Lebih dari itu, serbuan
kapitalisme juga merobohkan tatanan persekutuan sosial yang ada tanpa menghidupkan tatanan
sosial yang baru.

Perekonomian Kolonial melahirkan dualisme ekonomi yang membawa kesenjangan


yang lebar antara sektor ekonomi modern yang dikuasai kaum penjajah yang bertumpu
terutama pada perkebunan modern yang berpusat di Jawa dan Sumatera dengan sektor
tradisional ekonomi rakyat. Kesadaran keadilan ekonomis dalam pergerakan kebangsaan
Indonesia pertama-tama tumbuh di lingkungan pedagang “pribumi” serta kalangan inteligensia
independent sebagai strata sosial baru yang sedang tumbuh.

PERSPEKTIF TEORETIS-KOMPARATIF

Sila kelima Pancasila berpasangan dengan sila keempat, ibarat dua sisi dari keping uang
yang sama. Bila sila keempat mengadung prinsip demokrasi politik, sila kelima mengandung
prinsip “de- mokrasi ekonomi. Keduanya merefleksikan hasrat bangsa untuk beremansipasi
dan penindasan politik-ekonomi penjajahan dengan memuliakan daulat rakyat melalui
pemberdayaan partisipasi warga di bidang politik dan ekonomi.

MEMBUMIKAN KEADILAN SOSIAL DALAM KERANGKA PANCASILA

Dalam menguraikan sila keadilan sosial (prinsip kesejahteraan). Soekarno menyatakan:


“Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat, mencinta rakyat
Indonesia, mari- lah kita terima prinsip sociale rechvaardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan
politiek, saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan
persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya. Dengan mengembangkan
persa- maan di lapangan ekonomi, Soekarno berharap "tidak akan ada kemiskinan di dalam
Indonesia merdeka.

Pada laissez-fair yang berbasis individualisme-kapitalisme, karena Indonesia meng-


alami pengalaman buruk penindasan politik dan pemiskinan eko- nomi yang ditimbulkan oleh
kolonialisme, sementara, kolonialisme itu sendiri merupakan perpanjangan dari
individualisme-kapitalis- me. Alih-alih memercayakannya pada individualisme-kapitalisme,
Soekarno menyatakan bahwa sila keadilan sosial adalah “protes kita yang maha hebat kepada
dasar individualisme”. Titik tumpu pencapaiannya dipercayakan kepada sosialisme yang
bersendikan semangat kekeluargaan dengan menghargai ke- bebasan kreatif individu.

Anda mungkin juga menyukai