BAB I
SEJARAH MUHAMMADIYAH
Kompetensi Dasar:
1. Agar mahasiswa dapat memahami latarbelakang berdirinya
Muhammadiyah
2. Agar mahasiswa mampu menganalisis dinamika perjalanan
Muhammadiyah dari masa ke masa
3. Agar mahasiswa menyadari peranan Muhammadiyah dalam konteks
dinamika ummat Islam dan bangsa Indonesia
2
Pendidikan Kemuhammadiyahan
berlanjut cukup terbuka sejak Budi Utomo berdiri 1908 dan memulai
sekolah Kweekschool di Jetis Yogyakarta.
Sekalipun demikian, tidak dapat dipungkiri, kebijakan liberal di
sektor ekonomi yang diberlakukan secara formal sejak tahun 1870, telah
memberi kesempatan yang demikian luas tidak hanya kepada
pemerintah kolonial, melainkan juga kepada pihak asing lainnya untuk
melakukan esksploitasi tanpa batas terhadap sumber-sumber ekonomi
di bumi Indonesia. Perkebunan dan pertambangan milik pemerintah
maupun perusahaan swasta asing bermunculan dari Sabang sampai
Merauke. Realitas ini berbeda dengan masa sebelumnya, dimana eks-
ploitasi hanya terkonsentrasi di sepanjang Pulau Jawa.
Sejalan dengan itu, merebaknya aktivitas berdasarkan sistem
pasar dan penggunaan uang sebagai standar transaksi, dengan
sendirinya menimbulkan komersialisasi dan monetisasi dalam
kehidupan ekonomi masyarakat secara umum. Perluasan infrastruktur
dan kesempatan ekonomi baru itu tentu saja mempunyai implikasi positif
terhadap ekonomi kaum pribumi, namun pada saat yang sama, tekanan
ekonomis terhadap bumiputra juga semakin kuat sebagai akibat dari
kenaikan biaya hidup, penarikan pajak tunai yang kian beragam, nilai riil
pendapatan yang rendah, maupun karena petani demikian teralienasi
dari tanah sebagai faktor produksi utama, sehingga tingkat hidup
mayoritas masyarakat semakin rendah.
Ada dual-economic system (dalam kajian Boeke) yang
akhirnya berlaku dalam perekonomian Indonesia di masa kolonial, di
satu sisi terdapat sebagian kecil kelompok sosial (terutama para
kapitalis Eropa) yang melakukan aktivitas ekonomi secara kapitalis dan
integral dengan pasar global, sementara di sisi lain terdapat sebagian
besar kelompok sosial (mayoritas pribumi) yang hidup dalam
subsistence economy. Yaitu, hidup secara pas-pasan hanya untuk
kebutuhan keseharian tanpa sentuhan pendidikan yang memadai,
sehingga terpaksa harus hidup bodoh dan terbelakang.
3
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Fakta menunjukkan, dominasi kalangan Eropa dan elit feodal
pribumi dalam dunia pendidikan menyebabkan rakyat yang mayoritas
muslim tidak cukup terakomodasi dalam sistem pendidikan modern,
sementara kebekuan sistem pendidikan tradisional (pesantren) semakin
meninggalkan ketidakberdayaan di pusaran arus sosial yang semakin
jauh bergerak cepat ke arah modernisasi. Lebih menyedihkan,
kesadaran sebagai bangsa terjajah tidak banyak muncul di kalangan
masyarakat akibat pembodohan sistemik yang dilakukan pemerintah
kolonial. Elit feodal pribumi, bahkan, tidak banyak tergugah dan
tercerahkan.
Di tengah keterbelakangan mayoritas kaum pribumi itu, secara
tidak terduga muncullah sekelompok kecil masyarakat pribumi yang
perlahan bergerak sebagai pengusaha industri dan pedagang yang
kuat. Katakanlah mereka misalnya pengusaha industri batik, rokok,
kerajinan, pedagang perantara, dan pedagang keliling di daerah-daerah
seperti Pekalongan, Yogyakarta, Surakarta, Kudus, Pariaman,
Palembang, dan Banjarmasin. Kelompok ini adalah kelas menengah
pribumi dan merupakan sebagian kecil dari wiraswastawan pribumi yang
mampu bersaing pada tingkat lokal dengan para pengusaha dan
pedagang Eropa, Cina, Arab, dan India yang lebih dulu mendominasi
sektor-sektor ekonomi. Sebagian besar kelas menengah pengusaha
dan pedagang pribumi ini memiliki latar belakang agama Islam dan
ikatan sosial yang kuat, satu hal yang sebenarnya paradoks dengan
mayoritas pribumi yang umumnya Muslim.
Di Jawa, misalnya, mereka tinggal di kawasan tertentu seperti
daerah yang dikenal sebagai Kauman atau Sudagaran. Daerah ini dekat
dengan pusat perdagangan, dan karenanya sebagian besar warganya
berdagang atau menjadi pengusaha. Kondisi ekonomi mereka cukup
mapan dan memberi mereka kesempatan untuk bergaul secara lebih
kosmopolit, baik melalui ibadah haji ke Mekah, mengirimkan anak-anak
mereka ke berbagai pesantren atau lembaga pendidikan lain di
Indonesia maupun di luar negeri (seperti Saudi, Mesir, dan Eropa).
4
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Dengan demikian, interaksi mereka dengan masyarakat dan bangsa
lebih luas berlangsung secara reguler dan berkesinambungan. Hal itu
berlangsung, tidak hanya dalam konteks ekonomi dan pendidikan,
melainkan juga dalam aspek sosial, kultural, dan politik. Interaksi
mereka terutama dengan masyarakat Muslim dunia (Timur Tengah),
termasuk dengan warga Indonesia yang sudah lama bermukim di
Mekah, membuka kesempatan masuknya unsur-unsur baru ke dalam
masyarakat Muslim di Indonesia.
Kiai Haji Ahmad Dahlan, satu di antara masyarakat kelas
menengah pribumi itu. Meskipun sosoknya, barangkali hanyal berupa
‖noktah kecil‖ dalam kancah sejarah Indonesia yang menjalani hidup
sekadar berdagang batik dan menjadi Khatib Amin di Masjid Agung
Kasultanan Ngayogyakarta. Namun ternyata, kehadiran dan kiprah Kiai
Haji Ahmad Dahlan tidak hanya setampak noktah kecil itu, melainkan
hadir dengan gagasan besar yang mencerahkan di tengah kemuraman
nasib bangsa yang masih meringkuk dalam belenggu kolonialisme.
Lewat kosmopolitanisme pergaulannya di jalur perdagangan,
perjalanan haji dan studinya di Mekah, Kiai Haji Ahmad Dahlan lantas
kerap terlibat dalam renungan-renungan serius, sampai akhirnya
berpikir keras untuk mengambil jalan baru perubahan sosial demi
tumbuh dan berkembangnya Islam berkemajuan: sebuah reaksi segar
untuk mengatasi keterbelakangan kaum pribumi, serta pembodohan dan
pemiskinan akibat kolonialisasi yang terus berlangsung secara sistemik.
Pikiran keras dan renungan serius itulah yang melahirkan gagasan-
gagasan besar, sampai akhirnya memicu kelahiran Muhammadiyah
pada tanggal 18 November 1912.
5
Pendidikan Kemuhammadiyahan
kebodohan dan kemiskinan yang melanda di seluruh nusantara; dan
ketiga factor kegamaan, yakni Islam tidak difahami dan diamalkan oleh
umat Islam sebagaimana mestinya. Faktor kedua dan ketiga
sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari factor pertama, penjajahan
Belanda yang memang berusaha menjadikan umat Islam terbelakang,
disamping itu juga banyak para tokoh Islam yang tidak mengajarkan
Islam secara utuh kepada masyarakat, demi kepentingan politik,
kekuasaan semata.
Junus Salam menegaskan, faktor-faktor yang menjadi
pendorong lahirnya Muhammadiyah antara lain:
1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah
Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid‘ah, dan
khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan
golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama
Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;
2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari
tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi
yang kuat;
3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam
memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi
tuntutan zaman;
4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit,
bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam
konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;
5. dan Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan
dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi
dan zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan
pengaruhnya di kalangan rakyat (Junus Salam, 1968: 33).
Berdirinya Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan
tujuan-tujuan sebagai berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia dari
pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi doktrin
Islam dengan pandangan alam pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran
6
Pendidikan Kemuhammadiyahan
dan pendidikan Islam; dan (4) Mempertahankan Islam dari pengaruh
dan serangan luar (H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir,
1990: 332).
7
Pendidikan Kemuhammadiyahan
nasionalisme yang tipis atau bahkan mungkin tidak sama sekali
(Ach. Jainuri, 1993:4-10).
8
Pendidikan Kemuhammadiyahan
abad ke-19 gerakan yang muncul sering menggunakan panji-panji
Islam dengan menggunakan ide perang jihad. Dalam artian
demikian, Benda mengklasifisir seperti perang Banten pada
pertengahan abad ke-l8, perang Cirebon (1802-1806), dan terutama
perang Jawa (1825-1830) di mana Pangeran Diponegoto
mengadakan perlawanan dengan menggunakan panji-panji Islam.
Di Sumatra Belanda memihak kepada tokoh-tokoh kaum adat
Minangkabau untuk menentang kekuatan Ulama dalam Perang
Padri (1821-1838), Kesulitan yang paling serius adalah dalam
menghadapi Aceh yang merupakan daerah paling orthodok dan
keras di Indonesia, di mana Belanda mengalami kesulitan dengan
berlarut-larutnya perang yang terjadi pada tahun 1872-1908. Ide-ide
agama terutama sekali ide perang jihad, ternyatam memberikan
dukungan yang bcsar terhadap gerakan-gerakan petani. Gerakan
tersebut seperti: peristiwa Ciiegon (1888); peristiwa Gedangan
(1904) dengan dipimpin Kasan Mukmin; demikian pula seperti
peristiwa Darmadjaja di Nganjuk (1907)r Pada saat-saat itu
terjadilah mobilisasi massa petani secara cepat dan luar biasa.
Gerakan-gerakan tersebut merupakan gerakan lokal dan spontan
dan cenderung untuk menyatakan sebagai gerakan Ratu Adil.
Gerakan-gerakan tersebut semuanya dipimpin oJeh pemuka Islam
dan dijiwai ideologi Islam.
Kecemasan Belanda terhadap Islam, terutama muslim
fanatik yang mempunyai hubungan dengan dunia internasional -
termasuk bahaya permiataan bantuan kepada negara Islam di luar
negeri - dan ketaatannya terhadap hukum Islam di dalam
kehidupannya, menjadikan Islam kemudian muncul sebagai musuh
yang hebat. Ketakutan-ketakutan ini kemudian mendorong
pemerintah kolonial di dalam membentuk suatu politik aliansi
dengan unsur-unsur masyatakat yang ada di Indonesia. Sebaliknya
dalam abad ke-I9, bahwa orang Belanda yang berada di Nederland
maupun yang berada di Hindia Belanda, mempunyai harapan yang
9
Pendidikan Kemuhammadiyahan
besar sekali untuk dapat mengusir pengaruh Islam dengan
cepatnya Kristenisasi terhadap manyoritas bangsa Indonesia. Dan
orang-orang Barat yakin akan superioritas Kristen atas Islam.
Seperti diketahui, hahwa pemerintah Belanda pada waktu itu berada
dalam tekanan dari partai-partai agama yang ada di parlemen1.
Mereka menuntut supaya Hindia Belanda dibuka untuk kegiatan
missi baik Roma Katholik maupun Protestan untuk sama-sama
operasi di Indonesia. Demikian pula dukungan material pemerintah
kolonial terhadap kegiatan yang demikian itu. Mereka juga menuntut
atas kedudukan legal agama di rnana orang-orang Kristen bisa
diatur dengan undang-undangnya sendiri. Seperti dibuktiksn
kemudian bahwa harapan akan mudahnya sinkretis Islam Indonesia
memeluk Krislen adalah merupakan anggapan yang keliru.
Meskipun besar bantuan yang telah diberikam pemerintah, ternyata
kristenisasi berjalan sangat lamban sekali dan bahkan pada daerah-
daerah yang belum dimasuki Islam sekalipun. Di sinilah nampak
bahwa sesungguhnya sikap Belanda menghadapi Islam di
Indonesia merupakan suatu kombinasi yang berlawanan dari rasa
takut yang sedemikian rupa dan harapan yang terlalu besar.
Semuanya sebagai akibat dari kurangnya pengetahuan yang cukup,
kalau tidak sama sekali.
Karenanya Snouck tidak membenarkan akan harapan yang
terlalu optimis bagi mereka itu untuk memeluk agama Kristen.
Malahan mereka merasakan bahwa Islamisasi akan berLaagsung
terus - baik segi kualitas maupun segi kuantitasnya - dengan
adanya Pax Nerlandica. Juga ia menegaskan apabila ideologi Islam
disebarkan sebagai doktrin poliiik yang digunakan untuk membuat
agitasi terhadap pemerintahan asing sebagai pemerintahan kafir
sehingga orang meragukan atau mengingkari Iegalitas pemerintah
Belanda, maka di sini ada bahaya bahwa fanatisme agama akan
1
Ada tiga partai, yaitu Partai Roma Katholik, Partai Anti Revolusioner dan Partai
Kristen Historis (Sartono Kartodirdjo, 1967: XXV)
10
Pendidikan Kemuhammadiyahan
menggcrakkan rakyal untuk menghapuskan pemerintahan colonial
(Sartono Kartodirdjo: 75).
Gagasan Snouck Hurgronje tidaklah terlepas dari jiwa
zaman yang penuh dengan pemikiran tentang humanisme.
Kewajiban memperhatikan nasib rakyat pribumi (etis), sebagaimana
assosiasi (persekutuan) pada umumnya adalah merupakan
gagasan yang bersifat paternalis (bapa pelindung) yang tidak
disadari babwa hal itu akan sia-sia. Demikian pula gagasan politik
Islam Snouck, meskipun secara resmi tetap merupakan pegangan
pemerintah Hindia Belanda, tetapi sejarah memperlihatkan betapa
tidak mungkinnya menghadapi Islam dengan titik tolak pemikiran
demikian. Di sinilah sejak ia meninggalkan Indonesia, Islam
mengalami perubahan diluar dugaan Snouck. Pemerintah
dihadapkan pad a alternatif, bukan saja antara adat dan agama atau
antara pendukung nilai-nilai tradisional dengan elite berpendidikan
Barat, tetapi juga antara Islam tradisional dan reformis (Achmad
Jainuri, 1993: 24-23).
2
Di antara saudara-saudaranya adalah: Nyai Haji Saleh, Nyai Haji
Muhammad Fakih (Ibu KH. Baidawi dan Nyai Haji Muhammad Nur
(Solichin Salam, K.H. Ahmad Dahlan:, 1962: 5-6).
11
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Melihat garis keturunan ini maka ia adalah anak orang yang
berada dan berkedudukan baik dalam masyarakat.
Solichin Salam melengkapi silsilah Ahmad Dahlan
dengan mengutip dari buku silsilah milik eyang Abdul Rahman,
Ploso Kuning menyebutkan sebagai berikut: Muhamnud Darwis
(Ahmad Dahlan) bin Kiai Haji Abubakar bin Kiai Haji Muhammad
Sulaiman bin Kiai Murtadla bin Kiai Ilyas bin Demang Djurang
Djuru Kapindo bin Demang Djurang Djuru Sapisan bin Maulana
Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Ainul Yakin bin
Maulana Iskak bin Maulana Malik Ibrahim Waliyullah (Solichin
Salam, 1062: 146).
Selanjutnya dalam buku yang lain Solichin Salam
menerangkan bahwa Ahmad Dahlan pernah kawin dengan Nyai
Abdullah, janda dari Haji Abdullah. Pernah juga kawin dengan
Nyai Rum (bibi Prof. Ahdul Kahar Muzakir) adiknya K. Munawir
Krapyak (Yogya). Dengan ibu Nyai Aisyah (adik ajengan
penghulu) Cianjur, dan konon ia juga pernah kawin dengan Nyai
Solichah puteri Kanjeng Penghulu M. Syafii, adiknya Kiai Jasin
Pakualaman Yogja. Dan terakhir kawin dengan ibu Walidah binti
Kiai Penghulu Haji Fadhil (terkenal dengan Nyai Ahmad Dahlan)
yang mendampinginya hingga ia meninggal (Solichin Salam,
1062 :7-8).
Dengan ibu Walidah ini Ahmad Dahlan memperoleh
keturunan di antaranya adalan: Djohanah (istri pertama Haji Hilal,
yang mempunyai anak Wahban Hilal), Haji Siradj Dahlan
(Direktur Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta,
meninggal pada tahun 1948), Siti Busro (Istri H. Isom Dja'far), Siti
Aisyah (istri kedua Haji Hilal setelah Djohanah meninggal dunia,
terkenal dengan Aisyah Hilal), Zuharah (istri Haji Masykur
12
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Banjarmasin), dan Irfan Dahlan.3 KH Ahmad Dahlan meninggal
pada tanggal 23 Pebruari 1923 M (7 Rajab 1340 H) di Kauman
Yogyakarta dalam usia 55 tahun.
b. Pendidikannya
Semasa kecilnya Ahmad Dahlan tidak pergi ke sekolah.
Hal ini karena sikap orang- orang Islam pada waktu itu yang
melarang anak-anaknya memasuki sekolah Gubernemen. Tetapi
sebagai gantinya Ahmad Dahlan diasuh serta dididik mengaji
oleh ayahnya sendiri. Dan kemudian ia meneruskan pelajaran
mengaji tafsir dan hadith serta bahasa Arab dan fikih kepada
beberapa ulama lain di Yogyakarta dan sekitarnya. Dengan
bantuam kakaknya (Nyai Haji Saleh), maka pada tahun 1890 ia
pergi ke Mekah dan belajar selama satu tahun. Dan sekitar tahun
1903 sekali lagi ia mengunjungi tanah suci di mana ia tinggal
selama dua tahun dan belajar pada Syekh Ahmad Chatib.
Selama waktu tersebut ia menuntut ilmu agama Islam seperti
tafsir, tauhid, fikih, tasawuf, ilmu falak dan sebagainya. Di antara
ilmu-ilmu lersebut yang paling digemari dan menarik hatinya
ialah Tafsir Al-Manar karangan Muhammad Abduh. Tafsir ini
memberikan cahaya terang dalam hatinya serta membuka
akalnya untuk berpikir jauh kedepan tentang keadaan Islam di
Indonesia.
Di antara guru-guruya di Jawa ialah Kiai Haji Muhammad
Nur (kakak iparnya), Kiai Haji Said, R. Ng. Sosrosugondo (ayah
lr. Suratin), R. Wedana Dwidjosewajo. Dalam ilmu falak ia pernah
belajar pada Kiai Haji Dahlan Semarang, menantu Kiai Darat
Semarang, dan kepada Syekh M. Djamjil Djambek.
3
Irfan Dahlan ini kemudian bergabung dalam gerakan Ahmadiyah
Kadian ( AK Pringgodigdo, 1977:. 95).
13
Pendidikan Kemuhammadiyahan
c. Kepribadiannya
Sikap dan pribadi Ahmad Dahlan merupakan dasar yang
kuat dalam membantu mewujudkan gagasan-gagasan
pembaharuannya. la adalah seorang yang keras kemauan,
pribadinya mencerminkan sebagai seorang yang sungguh-
sungguh dan tak mengenal lelah dalam merealisir cita-cita. Hal
ini nampak seperti apa yang dikatakannya:
Saja mesti bekerdja keras, untuk meletakkan batu pertama
daripada amal jang besar ini. Kalau sekiranja saja lambatkan
atau saja hentikan lantaran sakitku ini maka tidak ada orang jang
sanggup meletakkan dasar itu. Saja sudah merasa bahwa umur
saja tidak akan lama lagi. Maka djika saja kerdjakan selekas
mungkin, maka jang tinggal sedikit itu, mudahlah jang di
belakang nanti untuk menyempurnakannja.
d. Riwayat Perjuangannya
14
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Kesempatan yang baik ketika ia dapat bertukar pikiran
langsung dengan Rasyid Ridla yang diperkenalkan K.H Bakir
sewaktu ia berada di Mekah, ide reformasi meresap di hatinya.
Dan dengan dasar ilmu-ilmu yang telah dipeiolehnya, demikian
pula pengalaman keagamaan yang ia alami selama di Mekah,
mendorong ia melakukan perubahan-perubahan yang berarti
dalam kehidupan keagamaan kaum muslimin di tanah airnya.
Di sini sebelum ia mendirikan Muhammadiyah, dan
dengan dasar ilmu falak yang telah diperolehnya, mulailah ia
berusaha membetulkan arah masjid, di mana umumnya masjid-
masjid di Jawa sama menghadap lurus ke barat, termasuk
masjid Agung Yogyakarta. Untuk melaksanakan maksud
tersebut Ahmad Dahlan terbentur pada tingkatan jabatan yang
ada, diatasnya ada jabatan Kepala Penghulu kerajaan
Yogyakarta, yang pada waktu itu dijabat oleh Kiai Haji
Muhammad Chalil Kamaluddiningrat, dan melalui dia ini adalah
suatu hal yang tidak mungkin. Terbukti niatan KH. Ahmad
Dahlan tersebut setelah disampaikan kepada penghulu dan
dibahas dalam forum kiai ternyata di tolak. Perdebatan antara
KH. Ahmad Dahlan dan para kiai tentang arah kiblat tersebut
ternyata diketahui oleh para santri dan pemuda masjid Agung.
Para santri dan pemuda ini yakin yang disampaikan oleh KH.
Ahmad Dahlan benar, sehingga secara diam-diam, diantara para
pemuda masjid Agung, pada suatu malam membetulkan arah
kiblat di Masjid Agung, dibuatlah garis putih pada setiap shaf.
Baru pagi hari, sewaktu hendak shalat subuh penghulu tahu
perubahan garis shaf tersebut, beliau langsung marah dan
menuduh santri KH. Ahmad Dahlan yang melakukan. Di luar
dugaan, yang melakukan ternyata keponakan penghulu sendiri.
Sekalipun demikian, amarah penghulu terhadap KH. Ahmad
Dahlan tetap memuncak. Sejak peristiwa itu maka hubungan
antara Kepala Penghulu dengan Khatib Amin menjadi kurang
15
Pendidikan Kemuhammadiyahan
baik. Suasana demikian tambah buruk lagi tatkala Ahmad
Dahlan membangun langgar dengan arah kiblat yang benar,
dimana pada waktu itu dianggap menyimpang daripada
umumnya masjid-masjid di Yogyakarta. Tindakan ini sekali lagi
menimbulkan amarah Penghulu, akhirnya K. Haji
Kamaluddiningrat memerintahkan untuk merusak langgar
tersebut. KH. Ahmad Dahlan kemudian bermaksud
meninggalkan kotanya bersama-sama Nyai Dahlan, tetapi hal itu
dapat dicegah oleh kakak iparnya (Kiai Saleh) dengan
menjanjikan akan membangun sebuah langgar yang baru
dengan jaminan bahwa dia dapat mengajar dan beribadat
menurut keyakinannya.
Ahmad Dahlan adalah salah seorang di antara tokoh-
tokoh pembaharu dalam rangka kebangkitan dunia Islam. Cita-
cita pembaharuannya tidak jauh berbeda dengan Jamaluddin Al-
Afgani (1838-1897), Muhammad Abduh (1849-1905), Rasyid
Ridla (1856-1935) di Mesir. Ahmad Khan (1817-1898), Ameer Ali
(1849-1928) dan Muhammad Iqbal (1873-1938) di India. Di
dalam semangat kebangunan Nasional ia adaluh salah seorang
pelopor di antara Ahmad Al-Surkati (Al-Irsyad), H. Samanhudi
dan HOS Cokroaminoto (Serekat Islam), Wahidin Smiirohusodo
dan Sutamo (Budi Utnmo), Ki Hajar Dewantara (Taman Siswa)
dan lain-lain.
16
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Adapun tokoh-tokoh pertama yang menjadi pengurus Pimpinan
Pusat Muhammadiyah adalah:
1. Haji Ahmad Dahhn (Ketib Amin)
2. Abdullah Siradj (Penghulu)
3. Haji Ahmad (Ketib Cendana)
4. Haji Abdurrahman
5. R, Hadji Sarkawi
6. H. Muhammad (Kebayan)
7. R.H. Djaelani
8. Haji Anis
9. Haji Muhammad Pakih (Carik).
17
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Sementara itu usaha-usaha pengkaderan juga
dilakukan melalui lapangan pendidikan. Di sini pada waktu
menjelang didirikannya Muhammadiyah, Ahmad Dahlan lebih
dahulu mendirikan sekolah rakyat yang murid-muridnya terdiri
dari laki-laki dan wanita. Setelah Mahammadiyah berdiri ia
mendirikan juga Standard School di Suronatan, dan pada saat
itu mulai diadakan pemisahan, di mana murid laki-Laki
ditempatkan di Standard School Suronatan, sedang sekolah
rakyat Kauman dikhususkan unluk wanita, sampai sekarang
terkenal dengan Pawiyatan Wanita Muhammadiyah Kauman.
Di antara murid-murid wanita tersebut adalah: Aisyah Hilal,
Busm Jspm, Zahro Muchsin, Wadiah Nuh, Dalalah Hisyam dan
Badilali Zuber. Mereka ini adalah icrmaiuk kelompok para kader
yang dibtna Ahmad Dahlan yang ktmudkm terkenal dengan
gccakari Aisyiyah.
Di kota Yogyakarta diadakan jemaah-jemaah pengajian
dan perkumpulan-perkumpulan yang menjalankan kepentingan-
kepentingan Islam seperti: Ikhwanul Muslimin, Cahaya Muda,
Taqwimuddin. Hambudi Suci, Hayatul Oulub, Priyo Utomo,
Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul Aba, Taawanu
Alal Birri, Ta'rifu Bima Kana, Wal Fajri, Wal Asri, Jamiyatul
Ummahat, Syamsiyatul Muslimat, Syarikatul Mubtadi dan lain-
lain. Di dacrah-daerah di luar Yogyakarta seperti: Nurul Islam
(Pekalongan), Al-Munir dan Siratul Mustaqim (Makasar), AI-
Hidayah (Garut), Siddiq Amanah Tabligh Fathanah (Sala)
(Departemen Penerangan: 56-57).
Usaha-usaha Ahmad Dahlan di atas jelas merupakan
hal yang besar dalam rangka kaderisasi. Pembinaan melalui
perkumpulan-perkumpulan dan kelompok-kelompok pengajian
ternyata merupakan andil yang besar terhadap proses
perkembangan Muhammadiyah di tempat-tempat dan daerah -
daerah yang bersangkutan. Hal ini jelas sekali ketika semua
18
Pendidikan Kemuhammadiyahan
perkumpulan tersebut akhirnya bergabung dengan
Muhammadiyah menjadi cabang dan ranting atau menjadi
bagian dan urusan dalam Muhammadiyah.
c. Masa Perkembangan
Dalam masa perkembangan ini beberapa hal yang dapat
dilihat adalah meluasnya pengaruh gerakan Muhammadiyah ke
daerah-daerah lain di luar Yogyakarla, yang kemudian diikuti
dengan berdirinya cabang dan ranting di daerah-daerah tersebut.
Perkembangan ini diikuiti pula dengan munculnya bagian-bagian
lain atau badan-badan otonom dalam gerakan Muhammadiyah.
Pada tahun 1917 daerah operasi Muhammadiyah mulai
meluas di luar daerah Yogyakarta, dan beberapa daerah
menghendaki agar didirikan cabang-cabang. Untuk memenuhi
permintaan ini, maka Maksud dan Tujuan gerakan sebagaimana
tercantum dalam anggaran dasar yang semula menetapkan
daerah aktivitas organisasi hanya di Yogyakarta untuk pertama
kali harus diubah. Untuk maksud ini Ahmad Dahlan mengajukan
permohonan izin bagi cabang dan ranting di seluruh daerah
Jawa, yang dikabulkan dengan besluit Pemerintah Hindia
Belanda No. 40 tanggal 16 Agustus 1920. Kemudian tangal 7
Mei 1921 menyusul permohonan izin untuk seluruh Indonesia,
.dan dikabulkan dengan keluarnya Gouvcrnement Besluit No 38
tanggal 2 September 1921.
Deliar Noer menyebut bahwa tahun 1920 adalah tahun
perkembangan Muhammadiyah di luar Yogyakarta. Pada saat itu
kebanyakan orang Indonesia merasakan faedahnya kesatuan
melalui bentuk organisasi. Di beberapa daerah tidak bisa
dilepaskan akan peranan para pedagang Minangkabau dalam
memperkembangkan Muhammad iyah ini. Perkumpulan Nurut
Islam di Pekalongan yang kemudian mcnjadi cabang adalah atas
prakarsa para pedagang ini. Demikian juga Surabaya, yang
19
Pendidikan Kemuhammadiyahan
telah menjadi tempat propaganda ide dari seorang pedagang
bernama Fakih Hasyim (Deliar Noer: 76).
Menurut Abdullah, dalam usahanya, pertolongan PKU itu
berpangkal pada tiga macam yakni;
1. Memberikan pertolongan orang-orang fakir-miskin yang terlantar
hidupnya dengan mendirikan rumah untuk tempat tinggal selama
dalam kemiskinannya.
2. Mendirikan rumah anak yatim yang terlantar dengan memberikan
makan dan pakaian. pengajaran, baik mengenai pengetahuan
umum maupun agama dan budi pekerti.
3. Memberikan pertolongan bagi orang yang sakit, yang terlantar
dengan mendirikan rumah sakit, balai kesehatan.
Pada tahun 1921 Haji Sujak dan Muljadi Djojomartono
mengadakan gerakan untuk membeli kapal haji sendiri. Hal ini
dilakukan karena cara-cara pemerintah Hindia Belanda dalam
menyelenggarakan perjalanan haji dipandang sangat tidak
memuaskan oleh Muhammadiyah. Namun usaha mereka itu gagal,
karena adanya ordonansi pemerintah Belanda, yang tidak
memungkinkan dibclinya kapat oleh maskapai anak negeri. Selain
itu PKU juga mempelopori dan merintis usaha-usaha menerima
dan memberikan zakat, menerima dan menyalurkan hewan qurban,,
menyelenggarakan khitanan missal, mengadakan dan menyiapkan
kcbutuhan kematian, sepcrti mengumpulkan dana kematian,
menyediakan kain kafan, mempersiapkan tenaga yang siap
memandikan jenazah dan lain sebagainya. Pada tahud 1921
bersama dengan organisasi sosial lain memberikan bantuan kepada
korban kcbakaran di Yogyakarta, dan dengan dipelopuri H. Sujak
didirikanlah rumah sakit di Yogyakarta. Pada tahun 1922 PKU
mendirikan rumah yatim untuk yang pertama kali, kemudian diikuti
oleh warga Muhammadiyah di Malang dan Sala. Di Surabaya baru
tahun 1924 didirikan PKU dan beberapa bulan setelah itu, 14
Desember 1924, didirikan Balai Kesehatan.
20
Pendidikan Kemuhammadiyahan
DAFTAR PUSTAKA
21
Pendidikan Kemuhammadiyahan
BAB II
IDEOLOGI GERAKAN MUHAMMADIYAH
Kompetendi Dasar
1. Mahasiswa dapat memahami pengertian Ideologi Gerakan Muhammadiyah
serta fungsinya
2. Mahasiswa mampu menganalisis sumber Ideologi Gerakan Muhammadiyah
3. Mahasiswa menyadari peranan Ideologi gerakan Muhammadiyah dalam
konteks dinamika ummat Islam dan bangsa Indonesia
4
Lihat “Revitalisasi Ideologi Muhammadiyah: Konsolidasi Bidang Cita-cita dan
Keyakinan Hidup,” dalam Manhaj Gerakan Muhammadiyah: Ideologi, Khittah,
dan Langkah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah dan Majelis Pendidikan
Kader PP Muhammadiyah, 2010), 253-254.
22
Pendidikan Kemuhammadiyahan
secara sistematis dan menyeluruh membahas mengenai gagasan, cara-cara,
angan-angan atau gambaran dalam pikiran, untuk mendapatkan keyakinan
mengenai hidup dan kehidupan yang benar dan tepat.‖ Ideologi juga
merupakan keyakinan hidup yang mencakup pandangan hidup, tujuan hidup,
ajaran dan cara yang dipergunakan untuk melaksanakan pandangan hidup
dalam mencapai tujuan hidup tersebut.5 Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa
ideologi Muhammadiyah adalah sistem keyakinan, cita-cita, dan perjuangan
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam mewujudkan masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya,‖ yang meliputi paham agama dalam
Muhammadiyah, hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dan misi,
fungsi dan strategi perjuangan Muhammadiyah.6
5
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Putusan Mu‟tamar Muhammadiyah Ke-37
(Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 1968).
6
Haedar Nashir, “Memahami Manhaj Gerakan Muhammadiyah,” dalam Manhaj
Gerakan Muhammadiyah: Ideologi, Khittah, dan Langkah, xvi.
23
Pendidikan Kemuhammadiyahan
tumbuh sebagai sebuah gerakan keagamaan. Gagasan-gagasan Ahmad
Dahlan yang terangkum dalam Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat-ayat
Al-Qur‟an Ajaran KHA Dahlan, dan pemikiran Mas Mansur tentang
Kesimpoelan Djawaban Masalah Lima, merupakan ―ideologi‖ dan sekaligus
sumber bagi perumusan ideologi Muhammadiyah pada generasi berikutnya.
24
Pendidikan Kemuhammadiyahan
2. Cita-cita dan tujuan: Muhammadiyah bercita-cita dan bekerja untuk
mewujudkan masyarakat utama, adil dan makmur yang diridloi Allah
SWT.
3. Ajaran yang digunakan untuk melaksanakan aqidah dalam mencapai cita-
cita tersebut adalah agama Islam sebagai rahmat Allah kepada umat
manusia sepanjang masa yang menjamin kesejahteraan hidup materiil
dan spiritual, dunia dan akhirat.
7
Sebagian besar dari uraian yang dikemukakan pada bagian ini bersumber dari
Achmad Jainuri, Ideologi Kaum Reformis: Melacak Pandangan Keagamaan
Muhammadiyah Periode Awal (Surabaya: LPAM, 2002).
25
Pendidikan Kemuhammadiyahan
al-„ulama‟, wa al-„ulama‟ mutahayyirun illa al-„amilun, wa al-„amilun „ala
wajal illa al-mukhlisun.”8 Meskipun ungkapan ini tidak berasal dari Dahlan
sendiri, tapi pengadopsiannya menunjukkan persetujuannya terhadap
kandungan makna dari ungkapan tersebut dan implikasi yang
ditimbulkannya. Dalam konteks ini dapat ditafsirkan bahwa Dahlan
mengutip ungkapan tersebut untuk menunjukkan posisi penting kaum
‗ulama, namun tidak semata-mata dalam pengertian antropologis,
melainkan dalam pengertian substansial. Ini juga menyiratkan arti penting
dari ilmu pengetahuan di mata Dahlan.
11
Jainuri, Ideologi Kaum Reformis, 100-101.
12
Ahmad Dahlan, “Tali Pengikat Hidup Manusia,” dalam Perkembangan
Pemikiran Muhammadiyah Dari Masa Ke Masa, eds. Sukrianta AR dan Abdul
Munir Mulkhan (Yogyakarta: Dua Dimensi, 1985), 6; Abdul Munir Mulkhan,
Masalah-Masalah Teologi dan Fiqh Dalam Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta:
Sipress, 1994), 8-9.
13
Jainuri, Ideologi Kaum Reformis, 112-113.
27
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Kemudian kedua orang tadi mengosongkan hatinya kembali kosong
sebagaimana asal manusia tidak berkeyakinan apapun. Seterusnya
bersama-sama mencari kebenaran, mencari tanda bukti yang
menunjukkan kebenaran. Lagi pula pembicaraannya dengan baik-baik,
tidak ada kata kalah dan menang. Begitu seterusnya. Demikianlah kalau
memang semua itu membutuhkan kebenaran. Akan tetapi sebagian besar
dari manusia hanya menurut anggapan-anggapan saja, diputuskan
sendiri. Mana kebiasaan yang dimilikinya dianggap benar dan menolak
mentah-mentah terhadap lainnya yang bertentangan dengan miliknya.‖14
14
Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan, 19-20.
15
Ibid., 19. “Sebagian besar dari mereka (manusia) meyakini terlebih dahulu
kemudian mencari argumentasi hanya yang sesuai dengan keyakinan mereka.
Sedikit sekali orang yang mencari argumentasi untuk kemudian diyakini.”
16
Ibid., 24.
28
Pendidikan Kemuhammadiyahan
terlanjur rusak, berpenyakit, akhlak (budi pekerti) hanyut dan tertarik oleh
kebiasaan buruk.‖17 Hadjid mengungkapkan bahwa Dahlan sering
melantunkan sya‗ir berikut: “wa nahju sabili wadih liman ihtada wa lakin al-
ahwa‟ „amat fa a„mat” (dan agamaku terang benderang bagi orang yang
mendapat petunjuk, tetapi hawa nafsu [menuruti kesenangan] merajalela
di mana-mana, kemudian menyebabkan akal manusia menjadi buta).18
17
Ibid., 25.
18
Ibid., 25.
19
Ibid., 110-111.
20
Ibid., 26. Disebutkan: “mayl ruhani min al-nafs ta„ruju ila sama‟i al-kamal al-
aqdas khalisan min asri hadhihi al-maddah al-ardiyyah.”
29
Pendidikan Kemuhammadiyahan
menerima ajaran yang suci dari Tuhan dan Rasul-Nya. Dengan cara
demikian, manusia dapat mencapai derajat yang lebih tinggi dalam
kesucian batin.21
21
Ibid., 93-94.
22
“Islam, Djangan Lihat Merknja,” Soeara Moehammadijah 12, 30 (10 Maret,
1931), 676.
23
Hooofdbestuur Moehammadijah, Kesimpoelan Djawaban Masalah Lima Dari
Beberapa „Alim-„Oelama (Djogdjakarta, 1942), 13; lihat juga “Matan Keyakinan
dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah,” dalam Himpunan Keputusan-2 P.P.
Muhammadiyah dalam Bidang Tajdid Ideologi dan Garis Pimpinan
(Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1973), 1.
24
Hoofdbestuur Moehammadijah, Kesimpoelan Djawaban, 12. Djindar Tamimy,
Pokok-pokok Pengertian Tentang Agama Islam (Yogyakarta: Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, 1978), 5.
30
Pendidikan Kemuhammadiyahan
mendorong orang Islam untuk mengkaji semua agama secara rasional untuk
menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran-ajarannya.25
25
Solichin Salam, KH. Ahmad Dahlan; Tjita-Tjita dan Perdjoeangannja (Djakarta:
Depot Pengadjaran Muhammadijah, 1962), 59. Karya lain yang ditulis oleh
Solichin Salam, dengan nama samaran Junus Salam, adalah Riwayat Hidup
K.H.A. Dahlan : Amal dan Perdjoeangannja (Djakarta: Depot Pengadjaran
Muhammadijah, 1968), 61-62.
26
Kesimpoelan Djawaban, 13.
31
Pendidikan Kemuhammadiyahan
1. Makna Islah27
Misi pembaruan agama sesungguhnya didasarkan pada konsep
kemerosotan keagamaan yang tak terhindarkan setelah kematian Nabi
Muhammad. Kemorosotan ini diisyaratkan dalam hadith ―Allah akan
mengutus kepada umat ini pada setiap pergantian abad seseorang yang
akan memperbarui agama.‖28 Namun, pengakuan terhadap kebenaran
proses ini29 tidak berarti bahwa Islam adalah ajaran agama yang tidak
sempurna, karena al-Qur‘an sendiri dengan jelas menyatakan bahwa Islam
yang dibawa Muhammad adalah sebuah agama yang sempurna. Bagi
Ahmad Dahlan, kemerosotan keagamaan tidak disebabkan oleh
kekurangan Islam; sebaliknya kemerosotan itu dikaitkan dengan kondisi di
mana Islam itu dipraktikkan. Dengan perkataan lain, kemunduran dalam
kehidupan keagamaan kaum Muslim tidak disebabkan oleh ajaran agama
melainkan oleh kaum Muslim sendiri. Ide ini dinyatakan dalam slogan: al-
Islam mahjub bi- l-muslimin (Islam tertutupi oleh kaum Muslimin sendiri),
yang sangat populer di kalangan kaum Muslim reformis pada awal abad ke-
20 baik di dalam maupun di luar Indonesia.30
27
Jainuri, Ideologi Kaum Reformis.
28
Abu Dawud as-Sijistani, Sunan Abi Dawud, vol. 4 (Cairo: Matbaat Mustafa
Mahmud, 1353/1950), 159, dalam bagian Kitab al-Malahim.
29
John O. Voll, “Renewal and Reform in Islamic History: Tajdid and Islah,” dalam
John L. Esposito, ed., Voices Resurgent Islam (New York: Oxford University
Press, 1983), 33.
30
Ungkapan “al-Islam mahjub bi-l-muslimin” yang pada mulanya berasal dari
pernyataan „Abduh juga populer di cabang-cabang Muhammadiyah yang agak
jauh. Soeara Moehammadiyah 12, 22-23 (22-31 Desember 1930), 575; M.
Boestami Ibrahim, al-Hidajah; Merentjanakan Tjabang Moehammadijah
(Bagian Taman Poestaka, 1939), 20; Muhammad Rashid Rida, ed., Tafsir al-
Manar, vol. 3 (Cairo: Manar Press, 1346-1354), 224; Swara Islam 3, 4 (April
1935), 18.
32
Pendidikan Kemuhammadiyahan
ajaran-ajaran Islam.‖31 Karena misi Muhammadiyah juga berkaitan dengan
pengembangan wawasan tentang Islam yang lebih mendalam, lembaga
dakwah menjadi elemen penting dalam organisasi ini; dan memang benar
bahwa misi gerakan ini menjelma dalam program dakwahnya.32
31
Ayat 2 Anggaran Dasar Muhammadiyah. Statuten Lan Pranatan Tjilik Oemoem
Toemrap Pakoempoelan Moehammadiyah Hindia Wetan (Ngajogjakarta:
Pangreh Gede Moehammadijah, 1928), 9-10. Dalam rumusannya yang
kemudian, misi dakwah disebutkan sebagai identitas gerakan ini. Lihat ayat 1
dalam Muqaddimah dan Anggaran Dasar Muhammadiyah (Yogyakarta:
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1986, 6.
32
Boestami Ibrahim, al-Hidajah: Merentjanakan, 39-40; Kepribadian
Muhammadiyah (Jogjakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah, t.t.), 18;
Himpunan Keputuasn-2,14;
33
Berita Resmi Muhammadiyah, nomor khusus (Yogyakarta : Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, 1990), 48.
34
Menuju Muhammadiyah (Jogjakarta : Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1970),
20.
33
Pendidikan Kemuhammadiyahan
2. Pandangan Dunia Muhammadiyah (World View)35
Penegasan Muhammadiyah bahwa Islam tidak hanya mencakup
seperangkat kewajiban seperti salat, puasa, zakat dan haji, tapi juga
bersinggungan dengan semua aspek kehidupan, menyebabkan gerakan ini
menolak pendekatan terpisah-pisah (tidak menyeluruh) terhadap agama,
dan menghindari pembatasan Islam dalam kategori atau wilayah yang
sempit. Sebaliknya, para pemimpin Muhammadiyah menyokong
pendekatan yang lebih holistik terhadap agama yang melibatkan Islam
dalam kehidupan seseorang. Mereka percaya bahwa Islam memberikan
petunjuknya hanya pada prinsip-prinsip tingkah laku, dan menyerahkan
kepada umat Islam untuk menjelaskan yang detail.
35
Lihat Jainuri, Ideologi Kaum Reformis.
36
Soeara Moehammadijah 12, 31 (20 Maret 1931), 701.
37
Kesimpoelan Djawaban, 13, 15.
34
Pendidikan Kemuhammadiyahan
merujuk ke setiap masalah yang tidak diberikan petunjuknya oleh Nabi.
Dalam pengertian ini setiap tindakan yang dilakukan untuk memperoleh
rahmat dan barakah Allah dibolehkan (halal). Kepercayaan ini sesuai
dengan prinsip yang menyatakan ―segala sesuatu itu diperbolehkan (halal)
kecuali yang tidak diperbolehkan (haram).‖38 Berdasarkan prinsip ini, ‗ulama
tersebut menetapkan bahwa orang-orang Muslim pada masa mereka
berbeda dari orang Islam masa lampau, dan tidak diwajibkan untuk
mengikuti setiap metode yang digunakan pada masa Nabi, bahkan
menyangkut soal agama, karena penggunaan metode-metode itu sangat
relatif dalam karakternya.39 Kecenderungan umum konsepsi
Muhammadiyah tentang dunia dan urusan-urusannya serta hubungannya
dengan dunia nanti, merupakan ide yang sesuai dengan semangat
modernisasi yang mempengaruhi orang-orang Islam Indonesia pada abad
ke-20.
38
Al-Suyuti, al-Ashbah wa Nada‟ir fi Qawa„id wa Furu„ Fiqh al-Shafi‟iyyah
(Cairo: „Isa al-Babi al-Halabi, t.t.), 66.
39
Kesimpoelan Djawaban, 16.
40
Lihat Mas Mansoer, “Sebab-Sebab Kemiskinan Ra‟jat, Islam Indonesia,” 2.
41
Malik Ahmad, “Inti Sari Adjaran Agama Islam,” [brosur untuk pedoman anggota
Muhammadiyah] (Jogjakarta: Pimpinan Pusat Muhammadijah, 1970), 19.
35
Pendidikan Kemuhammadiyahan
bahwa jika orang Islam lemah secara ekonomi, maka hal itu akan
menyulitkan mereka merealisasikan usaha-usahanya.42 Para pemimpin
Muhammadiyah mensucikan kerja-kerja profan dan mengagumkan tugas-
tugas yang bersifat duniawi. Pendekatan ini menolak untuk mendewakan
hanya kehidupan non-duniawi, yang mengkonsentrasikan pada penyesalan
dan meditasi, yang tidak mengenal sama sekali kerja duniawi dalam
pengertian yang biasa, dan yang cenderung meremehkan semua urusan
dunia.
44
Jainuri, Ideologi Kaum Reformis.
37
Pendidikan Kemuhammadiyahan
status sebagai organisasi berbadan hukum. Selama periode
kepemimpinan KH Ahmad Dahlan (1912-1923), KHA Ibrahim (1923-1934),
KH Hisyam (1934-1936) dan KH Mas Mansur (1936-1942), Anggaran
Dasar Muhammadiyah belum dilengkapi dengan pembukaan atau seperti
yang ada saat ini. Baru pada periode Ki Bagus Hadikusumo (Ketua
Pengurus Besar Muhammadiyah 1942-1953), Muqaddimah Anggaran
Dasar Muhammadiyah disusun.
38
Pendidikan Kemuhammadiyahan
mengesahkan rumusan Ki Bagus Hadikusumo dengan beberapa
perbaikan redaksi. Sidang Tanwir itu dilaksanakan pada 1951.
40
Pendidikan Kemuhammadiyahan
F. MASALAH LIMA
Rumusan ideologis Masalah Lima tidak bisa dipisahkan dari figur Mas
Mansur. Pada 1938, dia mengajukan beberapa masalah yang dikenal sebagai
Malasah Lima (al-Masa‟il al-Khams). Masalah-masalah itu meliputi: ―apakah
agama itoe? (ma huwa al-din?); apakah doenia itoe (ma hiya al-dunya?);
apakah ‗ibadat itoe? (ma hiya al-„ibadah?); apakah sabilillah itoe? (ma huwa
sabil Allah?); apakah qijas itoe? (ma huwa al-qiyas?).‖45
45
Kesimpoelan Djawaban Masalah Lima Dari Beberapa „Alim-„Oelama
(Djokjakarta: Hoofdbestuur Moehammadijah, 1942), 6. Lihat Putusan Majlis
Tarjih tentang “Masalah Lima.”
46
Ibid., 7.
47
Ibid., 13. Pandangan ini tampaknya didasarkan pada ayat al-Qur‟an: wa ma
ja„ala „alaykum fi al-din min haraj; dan hadith Nabi: Yassiru wa la tu„assiru wa
bashshiru wa la tunfiru.
41
Pendidikan Kemuhammadiyahan
perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk agama
tersebut sebagian ada yang tidak dapat diubah-ubah menurut perubahan
waktu dan tempat (la yataghayyaru bi taghayyur al-zaman wa la yakhtalifu bi
ikhtilaf al-makan), seperti „aqidah dan cara-cara „ibadah yang telah ditentukan.
Tidak ada ijtihad dalam soal prinsipil ini. Kategori ini dapat disebut sebagai al-
thawabit (yang tetap).
48
Ibid., 13.
49
Ibid., 14.
50
Ibid., 15.
51
Fa lana al-h{urriyyah al-tammah bi ijra‟iha „ala hasab al-hajat wa al-masali{.
42
Pendidikan Kemuhammadiyahan
akhirat dan orientasi dunia. Mas Mansur bahkan menegaskan bahwa umat
Muslim tidak diharuskan untuk menegakkan agama dan membelanya dengan
cara atau metode yang dipakai pada zaman Nabi dan sahabatnya, karena
urusan dunia yang dipakai untuk menegakkan dan membela agama
merupakan urusan yang bersifat relatif, yang disesuaikan dengan kepantasan-
kepantasan pada zaman masing-masing.52
52
Ibid., 16.
53
Ibid., 17.
54
“al-„Ibadah bi anwa„iha al-ta„abbudiyyah wa al-ma„qulah yuqsadu biha as}lan
wa„d Allah ajilan wa thaniyan sa„adat al-„abid „ajilan.” Ibid., 17.
55
Ibid., 18.
43
Pendidikan Kemuhammadiyahan
jang soedah dinash didalam heokoem sebab ada ‗illat (karena) jang bisa
mengoempoelkan diantara kedoeanja.‖56 Menurut Mas Mansur, qiyas
diberlakukan dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan penetapan
hukum dan mu„amalah, sedangkan dalam „ibadah tidak digunakan qiyas.
56
Ibid., 19.
57
“Matan Kejakinan dan Tjita-Tjita Hidup Muhammadijah,” dalam Himpunan
Keputusan-Keputusan P.P. Muhammadijah dalam Bidang Tajdid Ideologi dan
Garis Pimpinan (Jogjakarta: Pimpinan Pusat Muhammadijah, 1971), 1.
58
Ibid.
59
Ibid.
44
Pendidikan Kemuhammadiyahan
kuat kepada pemurnian „aqidah dan „ibadah, atau dengan beragam istilah
kontemporer seperti tanzif al-„aqidah (pembersihan „aqidah), atau ta‟sil al-„aqidah
(mengembalikan „aqidah kepada yang asli-murni), atau “al-tajrid fi al-„aqidah wa al-
„ibadah al-mahdah.‖
KHITTAH MUHAMMADIYAH
60
Haedar Nashir, “Memahami Manhaj Gerakan Muhammadiyah,” xvii-xviii.
45
Pendidikan Kemuhammadiyahan
tentang urgensi perumusan khittah politik 1956-1959 dalam Muktamar di
Palembang (1959).61
61
Khittah ini dimaknai sebagai langkah yang harus dijalankan selama kurun waktu
tertentu. Pemikiran yang terkandung dalam khittah tidaklah ideologis, tetapi
lebih berdimensi praktis, yang mengandung parameter yang relatif mudah
diketahui dan diukur. Khittah Palembang 1956-1959 meliputi: (1) Menjiwai
pribadi para anggota, terutama para pemimpin Muhammadiyah; (2)
Melaksanakan uswatun hasanah; (3) Meutuhkan organisasi dan merapikan
administrasi; (4) Memperbanyak dan mempertinggi mutu „amal; (5)
Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader; (6) Mempererat ukhuwwah.
62
Khittah Perjuangan Muhammadiyah Tahun 1969 (Khittah Ponorogo). Sekalipun
partai itu dibentuk oleh Muhammadiyah, namun tetap tidak dibenarkan adanya
rangkap jabatan di partai dan Muhammadiyah. Haedar Nashir, Khittah
Muhammadiyah Tentang Politik (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2008), 24-
29 Haedar Nashir, “Memahami Manhaj Gerakan Muhammadiyah,” dalam
Manhaj Gerakan Muhammadiyah: Ideologi, Khittah dan Langkah, xxxi-xxxii.
46
Pendidikan Kemuhammadiyahan
kemasyarakatan, maka Khittah Ponorogo 1969 memiliki nuansa politik yang sangat
kental.
Tindak lanjut dari khittah ini ialah pendirian Partai Muslimin Indonesia
(Parmusi) pada 1969 yang mengakomodasi tokoh-tokoh Muhammadiyah dan
sebagian politisi bekas Masyumi. Pada mulanya, Muhammadiyah menempatkan
tokoh-tokohnya, yaitu Djarnawi Hadikusuma dan Lukman Harun, masing-masing
sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jendral. Namun, tidak lama kemudian terjadi
kudeta terhadap kepemimpinan partai oleh H.J. Naro, yang didukung oleh rezim
Orde Baru. Pengambil-alihan kepemimpinan politik ini membawa perubahan dalam
orientasi politik Muhammadiyah.
Khittah 1971 yang dihasilkan oleh Muktamar ke-38 di Ujung Pandang tidak
bisa dilepaskan dari konteks politik, setelah pelaksanaan Pemilihan Umum 1971
yang menjadi basis bagi kekuasaan politik Orde Baru melalui Golongan Karya
(Golkar). Sementara itu, Parmusi yang dapat dikatakan merupakan saluran aspirasi
politik Muhammadiyah tidak memperoleh dukungan yang signifikan dari pemilih.
Kenyataan politik inilah yang mendorong timbulnya pemikiran Khittah Ujung
Pandang, yang menegaskan tidak terlibatnya Muhammadiyah dalam politik praktis,
meskipun masih membangun hubungan konstruktif dengan Parmusi.
63
Khittah Muhammadiyah Tahun 1971 (Khittah Ujung Pandang), poin 1. Namun
demikian, Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk
tidak memasuki atau memasuki organisasi yang lain, asalkan tidak ada
pertentangan prinsipil dengan paham keagamaan Muhammadiyah.
47
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Ketika rezim Orde Baru menjadi kuat dan terkonsolidasi, dengan
penyederhanaan partai politik menjadi dua (Partai Persatuan Pembangunan dan
partai Demokrasi Indonesia), ditambah Golongan Karya, kebijakan politik yang
mengarah kepada restrukturisasi partai politik dan program de-ideologisasi politik
(Islam) menjadi dasar pemikiran timbulnya khittah perjuangan Muhammadiyah
tahun 1978 yang dihasilkan oleh Muktamar ke-40 di Surabaya.64 Inti Khittah 1978
ialah pemikiran dan sikap Muhammadiyah yang tidak lagi memiliki hubungan
organisatoris dengan partai politik mana pun, dan berbeda dari beberapa khittah
sebelumnya yang menyatakan hubungan ideologis atau konstruktif dengan
Parmusi. Namun, Khittah 1978 tetap memberikan kebebasan politik kepada
warganya seperti tercakup dalam Khittah 1971.65
64
Khittah Perjuangan Muhammadiyah Tahun 1978 (Khittah Surabaya).
65
Haedar Nashir, Khittah Muhammadiyah Tentang Politik, 33-34.
48
Pendidikan Kemuhammadiyahan
BAB III
FAHAM ISLAM DALAM MUHAMMADIYAH
Kompetensi Dasar
1. Agar mahasiswa dapat memahami konsep faham Islam dalam Muhammadiyah
2. Agar mahasiswa mampu menganalisis aneka ragam pemahaman keagamaan
Islam di nusantara serta posisi Muhammadiyah di dalamnya
3. Agar mahasiswa menyadari posisi pemahaman keagamaan Muhammadiyah di
tengah ummat Islam Indonesia
50
Pendidikan Kemuhammadiyahan
agama-nya yang diperluas karena agama itu sudah sempurna sehingga
tidak boleh diperluas atau dipersempit.
Peringatan Mas Mansyur tersebut penting dikemukakan karena ada
kalanya orang itu memahami agama dalam sudut pandang yang sangat
sempit. Padahal beragama itu mudah sehingga tidak boleh dipersulit.
Faham Islam yang didakwahkan mubaligh Muhammadiyah juga harus
menggembirakan dan tidak boleh menakut-nakuti. Hal ini sejalan dengan
hadits Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas; ―Mudahkanlah dan
jangan kamu mempersulit, serta gembirakanlah dan jangan kamu membikin
orang jadi lari‖ (Yassiru wala tu‟assiru wa basysyiru wa la tunaffiru).
51
Pendidikan Kemuhammadiyahan
urusan muamalah-duniawiyah, Muhammadiyah berprinsip antum a„lamu bi
umuri dunyakum (kamu lebih mengetahui terhadap urusan duniamu). Di
wilayah muamalah-duniawiyah inilah Muhammadiyah sangat progresif
dalam melakukan pembaruan. Semua itu dilakukan agar ajaran Islam yang
ditampilkan Muhammadiyah benar-benar mencerminkan ―Islam yang
Berkemajuan‖, yang selaras dengan perkembangan dan tantangan zaman.
52
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Tantangan di bidang ideologi yang juga dihadapi Muhammadiyah
adalah berkaitan dengan usaha untuk menyeimbangkan modernisasi dan
purifikasi (al-tawazun bayna tajdid wa tajrid). Ini berarti Muhammadiyah
harus semakin memantapkan diri sebagai gerakan pembaruan di bidang
sosial kemasyarakatan. Sementara yang berkaitan dengan akidah dan
ibadah tetap melakukan purifikasi. Yang penting diperhatikan dalam hal ini
adalah agar jangan sampai terjadi kesalahan dalam meletakkan program
modernisasi dan purifikasi.
53
Pendidikan Kemuhammadiyahan
jalan tengah ini perlu diambil agar Muhammadiyah lebih fleksibel dan lentur
dalam merespon perkembangan pemikiran keislaman.
Pilihan Muhammadiyah dalam menentukan faham agama dengan
cara tidak bermazhab (non-mazhab) ini terasa sangat tepat karena
Muhammadiyah dapat menampilkan faham agama yang lebih dinamis
sesuai dengan tantangan zaman, tanpa harus terbelenggu dengan
pemikiran masa silam. Pemikiran keislaman masa silam harus dijadikan
sebagai khazanah dan tidak boleh disakralkan (disucikan). Meminjam istilah
Mohammed Arkoun dalam memosisikan khazanah intelektual muslim masa
silam adalah sikap tidak mensakralkan pemikiran keagamaan (taqdis al-
afkar al-diny). Sikap ini penting dikemukakan karena betapapun kuat
pemikiran keislaman masa silam, semua pemikiran bersumber dari ijtihad
seseorang sehingga bersifat nisbi (relatif) dan tidak mutlak benar. Yang
mutlak benar hanya wahyu, al-Qur‘an dan Hadits shahih, karena bersumber
dari Allah SWT. Dengan tidak bermazhab maka corak keislaman
Muhammadiyah menjadi lebih fleksibel dan tidak terbebani dengan sejarah
masa lalu berbagai mazhab dalam Islam. Dengan demikian maka
Muhammadiyah akan mampu menampilkan wajah Islam yang berkemajuan
serta kompatibel dengan semua waktu dan tempat (shalihun likulli zaman
wa makan).
54
Pendidikan Kemuhammadiyahan
dinamisasi di bidang muamalah (al-tajrid fi al-„aqidah wa al-„ibadah wa tajdid
fi al-mu„amalah).
Tekanan untuk menggunakan strategi kultural dalam berdakwah
juga didasari keinginan menampilkan Muhammadiyah sebagai gerakan yang
tidak anti kebudayaan. Ini dapat dimaklumi karena sejak lama
Muhammadiyah dikritik anti kebudayaan. Padahal yang seharusnya adalah
bahwa Muhammadiyah merupakan gerakan keagamaan yang berkeinginan
mengganti kebudayaan lama yang tidak senafas dengan ajaran Islam untuk
diganti kebudayaan baru yang Islami. Dengan menggunakan strategi
dakwah kultural diharapkan dapat menempatkan seni dan budaya lokal
sebagai media dalam berdakwah.
55
Pendidikan Kemuhammadiyahan
mengeborkan spirit tajdid. Melalui usaha mengobarkan spirit tajdid ini
Muhammadiyah mampu menampilkan diri sebagai gerakan ilmu.
Daftar Pustaka
Hamzah, Amir (ed). KH. Mas Mansyur Pemikiran tentang Islam dan
Muhammadiyah. Yogyakarta: YP2LPM dan PT. Hanindita, 1986.
56
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Nakamura, Mitsuo. The Crescent Arises Over the Banyan Tree: A Study of
Muhammadiyah Movement in Central Java. Disertasi Cornel
University, 1976.
57
Pendidikan Kemuhammadiyahan
BAB IV
MANHAJ TARJIH MUHAMMADIYAH
A. KOMPETENSI DASAR
B. MUQADDIMAH
60
Pendidikan Kemuhammadiyahan
61
Pendidikan Kemuhammadiyahan
lainnya perlu memperoleh perhatian seimbang. Yang pertama adalah
wilayah tuntunan keagamaan yang bersifat praktis, terutama ikhwal
ibadah mahdhoh. Sedangkan yang kedua adalah wilayah pemikiran
keagamaan yang meliputi visi, gagasan, wawasan, nilai-nilai, dan
sekaligus analisis terhadap berbagai persoalaan (ekonomi, politik,
sosial-budaya, hukum, ilmu pengetahuan, lingkungan hidup, dan lain-
lainnya).
E. MANHAJ TARJIH
Sejak tahun 1935 upaya perumusan Manhaj Tarjih
Muhammadiyah telah dimulai, dengan surat edaran yang dikeluarkan
oleh Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat) Muhammadiyah. Langkah
pertama kali yang ditempuh adalah dengan mengkaji "Mabadi’
Khomsah" (Masalah Lima) yang merupakan sikap dasar
Muhammadiyah dalam persoalan agama secara umum.
Masalah ini tampaknya mendesak untuk dicari jawabannya
pada waktu itu, guna dapat menentukan apakah sesuatu amal usaha
yang diselenggarakan Muhammadiyah itu termasuk urusan agama,
sehingga harus betul-betul berpijak kepada sunnah atau termasuk
urusan dunia sehingga pertimbangan akal dapat digunakan dan
seterusnya.
Ketika jawaban-jawaban itu sudah masuk dari sejumlah ulama,
baik atas nama perorangan maupun organisasi, maka K.H. Mas Mansur
mengolah dan menyimpulkannya dalam buku kecil yang diterbitkan oleh
Hoofdcoomite Congres Moehammadijah Djogdjakarta tahun 1942,
dengan judul ―Kesimpoelan Djawaban Masalahh Lima‖.
1. Masalah Lima tersebut meliputi :
63
Pendidikan Kemuhammadiyahan
merumuskan 16 poin pokok-pokok Manhaj Tarjih
Muhammadiyah.
64
Pendidikan Kemuhammadiyahan
beberapa syarat, membolehkan menjual barang wakaf yang
diancam lapuk, mengharamkan nikah antar agama dan lain-lain.
65
Pendidikan Kemuhammadiyahan
dengan adanya buku panduan seperti HPT (Himpunan
keputusan Tarjih).
66
Pendidikan Kemuhammadiyahan
maka langkah penyelesaian selanjutnya adalah dengan naskh,
yaitu melacak keduanya dengan menetapkan bahwa yang
muncul lebih dahulu (mansukh) telah berakhir masa
berlakunya, sedangkan yang muncul belakangan (nasikh)
mulai diberlakukan. Kalau dengan cara yang ketiga inipun
belum bisa menyelesaikan, maka jalan terakhir adalah masalah
tersebut ditawaqqufkan yakni dihentikan penelitian terhadap dalil
tersebut dan mencari dalil baru. Adapun cara-cara melakukan
jama’ dan taufiq, diantaranya adalah: Pertama: Dengan
menentukan macam persoalannya dan menjadikan yang satu
termasuk bagian dari yang lain. Seperti menjama‘ antara QS
Al Baqarah 234 dengan QS Al Thalaq 4 dalam menentukan
batasan iddah orang hamil; Kedua: Dengan menentukan yang
satu sebagai mukhashis terhadap dalil yang umum, seperti:
menjama‘ antara QS Ali Imran 86 dan 87 dengan QS Ali Imran
89, dalam menentukan hukum orang kafir yang bertaubat,
seperti juga menjama‘ antara perintah sholat tahiyatul Masjid
dengan larangan sholat sunnah ba‘da Ashar, Ketiga: Dengan
cara mentaqyid sesuatu yang masih mutlaq, yaitu membatasi
pengertian yang luas, seperti menjama‘ antara larangan
menjadikan pekerjaan membekam sebagai profesi dengan ahli
bekam yang mengambil upah dari pekerjaanya. Keempat:
Dengan menentukan arti masing-masing dari dua dalil yang
bertentangan, seperti: menjama‘ antara pengertian suci dari
haid yang berarti bersih dari darah haid dan yang berarti bersih
sesudah mandi. Kelima: Menetapkan masing-masing pada
hukum masalah yang berbeda, seperti larangan sholat di rumah
bagi yang rumahnya dekat masjid dengan keutamaan sholat
sunnah di rumah.
67
Pendidikan Kemuhammadiyahan
adalah perbuatan mencegah hal-hal yang mubah, karena akan
mengakibatkan kepada hal-hal yang dilarang. Seperti: Larangan
memasang gambar KH. Ahmad Dahlan, sebagai pendiri
Muhammadiyah, karena dikhawatirkan akan membawa kepada
kemusyrikan, walaupun akhirnya larangan ini dicabut kembali
pada Muktamar Tarjih di Sidoarjo, karena kekhawatiran tersebut
sudah tidak ada lagi. Contoh lain adalah larangan menikahi
wanita non muslimah ahli kitab di Indonesia, karena akan
menyebabkan fitnah dan kemurtadan. Keputusan ini ditetapkan
pada Muktamar Tarjih di Malang 1989.
68
Pendidikan Kemuhammadiyahan
k. Dalil-dalil umum al-Qur‘an dapat ditakhsis dengan hadist Ahad,
kecuali dalam bidang aqidah. (Lihat keterangan dalam point e di
atas)
69
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Sebagaimana diketahui bahwa Persyarikatan Muhammadiyah
merupakan persyarikatan yang bergerak untuk tajdid atau
pembaharuan, maka Majelis Tarjih, yang merupakan bagian terpenting
dalam organisasi tersebut tidak bersifat kaku dan kolot, akan tetapi
keputusan-keputusan Majelis Tarjih masih ada kemungkinan mengalami
perubahan kalau sekiranya dikemudian hari ada dalil atau alasan yang
dipandang lebih kuat. Bahkan nama dan kedudukan Majelis dalam
Persyarikatan bisa mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan.
70
Pendidikan Kemuhammadiyahan
sejumlah masalah yang diagendakan untuk menjadi acara Muktamar ini.
Akan tetapi yang selesai diambil keputusannya ialah : (1) mengenai
masalah umum adalah bank, lotto/nalo dan keluarga berencana; (2)
masalah khusus: hijab dan gambar K.H.A. Dahlan. Keputusan-
keputusan itu sebagai berikut :
1. Bank dengan sistem riba, haram; bank tanpa riba halal; dan bunga
bank yang diteria nasabah dan sebaliknya masalah musytabihat.
2. Lotto dan nalo termasuk perjudian dan haram hukumnya.
3. Mencegah kehamilan berlawanan dengan hukum Islam dan KB yang
dilakukan dengan menggunakan cara itu karenanya berlawanan
dengan hukum Islam.
4. Dalam rapat-rapat Muhammadiyah yang dihadiri oleh lelaki dan
wanita, harus menggunakan hijab.
5. Mencabut putusan tahun 1929 (sidang tarjih pertama) yang
mengharamkan pemajangan gambar K.H.A. Dahlan.
Sejak dari Muktamar 1968 di Sidoarjo ini, hanya berselang
empat tahun, diadakan lagi Muktamar Tarjih di desa Pencongan,
Kecamatan Wiradesa, Pekalongan, yang berlangsung dari tanggal 23
sampai 28 April 1972. Di antara keputusan Tarjih yang diambil dalam
Muktamar ini adalah masalah hubungan antar zakat dengan pajak yang
dinyatakan sebagai dua kewajiban yang berbeda dan karenanya
membayar salah satu di antara keduanya tidak dapat menggugurkan
kewajiban melakukan yang lain.
Dua Muktamar lainnya adalah Muktamar Garut, Jabar dan
Muktamar Klaten, Jateng. Muktamar Garut berlansung dari tanggal 18-
23 April 1976 dan merupakan Muktamar yang ke-20 (dihitung sejak
tahun 1929). Sedangkan Muktamar ke-21, yang diselenggarakan di
Klaten, sejak tanggal 6 sampai 11 April 1980.
Di samping itu, di sela-sela Muktamar ke Muktamar, diadakan
pula seminar-seminar atau semacam itu, guna lebih mematangkan
bahan-bahan kajian yang akan dibawa ke Muktamar. Seperti misalnya
71
Pendidikan Kemuhammadiyahan
simposium yang diadakan di Bandung tahun 1965 dalam kesempatan
Muktamar Muhammadiyah yang diadakan di kota tersebut. Seminar itu
membahas masalah konsepsi masyarakat Islam dan pembinaan hukum-
hukum fiqh bidang muamalah dalam masyarakat modern. Terakhir di
Klaten pada tahun 1978 diadakan seminar tentang Qaidah Ushul Fiqh,
yang menyangkut masalah hadist-hadist dla‘if, yang berjumlah banyak,
di mana satu sama lain saling menguatkan dan masalah jarh dan ta‘dil.
Apabila perkembangan Majelis Tarjih dari masa ke masa
diamati secara cermat, akan terlihat bahwa pada tahap-tahap
permulannya dan selama periode kolonial, Majelis Tarjih
memperlihatkan vitalitas yang tinggi.
Sampai saat ini, majelis tarjih telah mengalami berbagai macam
perubahan. Adapun perubahan-perubahan yang terjadi dalam Majelis
Tarjih antara lain adalah:
72
Pendidikan Kemuhammadiyahan
MUNAS Tarjih di Malang, tahun 2000. Kemudian disempurnakan
pada MUNAS Tarjih ke-26 di Padang, Oktober 2003.
73
Pendidikan Kemuhammadiyahan
maupun fatwa majelis tarjih tersebut dihimpun dalam bentuk buku,
seperti Buku Himpunan Putusan Tarjih, yang telah mengalami beberapa
kali cetakan, dan Buku Tanya Jawab Agama, yang berisi kumpulan
Fatwa Majelis Tarjih, saat ini telah siap dua naskah buku HPT yang
masih dalam proses editing, berisi hasil Muktamar Tarjih ke-20, 21, dan
22, serta hasil Musyawarah Nasional Tarjih ke-23, 24, 25, dan 26.
Sedangkan buku Tanya jawab agama yang telah terbit enam jilid, dan
jilid tujuh akan segera terbit, karena sudah dalam proses editing. Fatwa
Tarjih juga bisa dibaca dalam rubrik Tanya Jawab Majalah Suara
Muhammadiyah, yang terbit dua kali setiap bulan. Buku Himpunan
Putusan Tarjih dan Majalah Suara Muhammadiyah, saat ini bisa
diunduh dari website Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Selain itu, kumpulan fatwa Majelis Tarjih dari tahun ke tahun,
khususnya dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2010, juga dapat
dibaca atau diunduh dari website Majelis Tarjih Pimpinan Pusat
Muhammadiyah.
H. PENUTUP
74
Pendidikan Kemuhammadiyahan
I. DAFTAR PUSTAKA
75
Pendidikan Kemuhammadiyahan
(Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1985).
http://www.fatwatarjih.com/p/history-of-tarjih.html
Majelis Tarjih Dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, Buku Panduan Munas Tarjih ke 26,
(Jokyakarta: MTPPI PP Muhammadiyah, 2003)
76
Pendidikan Kemuhammadiyahan
BAB V
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH
Kompetensi Dasar
1. Agar mahasiswa dapat memahami pedoman hidup Islami dalam aspek pribadi,
masyarakat, dan berbangsa bernegara
2. Agar mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip hidup Islami dalam
kehidupan nyata
3. Agar mahasiswa menyadari pentingnya pedoman hidup Islami dalam
kehidupan sehari-hari
A. PENDAHULUAN
1. Pemahaman
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah adalah
seperangkat nilai dan norma Islami yang bersumber Al-Quran dan
Sunnah menjadi pola bagi tingkah laku warga Muhammadiyah
dalam menjalani kehidupan sehari-hari sehingga tercermin
kepribadian Islami menuju terwujudnya masyarakat utama yang
diridloi Allah SWT.
3. Kepentingan
Warga Muhammadiyah dewasa ini memerlukan pedoman
kehidupan yang bersifat panduan dan pengkayaan dalam menjalani
berbagai kegiatan sehari-hari, Tuntutan ini didasarkan atas
perkembangan situasi dan kondisi antara lain :
a. Kepentingan akan adanya Pedoman yang dijadikan acuan
bagi segenap anggota Muhammadiyah sebagai penjabaran
dan bagian dari Keyakinan Hidup Islami Dalam
Muhammadiyah yang menjadi amanat Tanwir Jakarta 1992
yang lebih merupakan konsep filosofis.
b. Perubahan-perubahan sosial-politik dalam kehidupan nasional
di era reformasi yang menumbuhkan dinamika tinggi dalam
kehidupan ummat dan bangsa serta mempengaruhi kehidupan
Muhammadiyah, yang memerlukan pedoman bagi warga dan
Pimpinan Persyarikatan bagaimana menjalani kehidupan di
tengah gelombang perubahan itu.
c. Perubahan-perubahan alam pikiran yang cenderung pragmatis
(berorientasi pada nilai guna semata), materialistis
(berorientasi pada kepentingan materi semata), dan hedonistis
(berorientasi pada pemenuhan kesenangan duniawi) yang
menumbuhkan budaya inderawi (kebudayaan duniawi yang
sekular) dalam kehidupan modern abad ke-20 yang disertai
dengan gaya hidup modern memasuki era baru abad ke-21.
d. Penetrasi budaya (masuknya budaya asing secara meluas)
dan multikulturalisme (kebudayaan masyarakat dunia yang
majemuk dan serba milintasi) yang dibawa oleh globalisasi
78
Pendidikan Kemuhammadiyahan
(proses-proses hubungan-hubungan sosial-ekonomi-politik-
budaya yang membentuk tatanan sosial yang mendunia) yang
akan makin nyata dalam kehidupan bangsa.
e. Perubahan orientasi nilai dan sikap dalam bermuhammadiyah
karena berbagai faktor (internal dan eksternal) yang
memerlukan standar nilai dan norma yang jelas dari
Muhammadiyah sendiri.
4. Sifat
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah Memiliki
beberapa sifat/kriteria sebagai berikut :
a. Mengandung hal-hal pokok/prinsip dan penting dalam
bentuk acuan nilai dan norma.
b. Bersifat pengkayaan dalam arti memberi banyak khazanah
untuk membentuk keluhuran dan kemuliaan ruhani dan
tindakan.
c. Aktual, yakni memiliki keterkaitan dengan runrutan dan
kepentingan kehidupan sehari-hari.
d. Memberikan arah bagi tindakan individu maupun kolektif
yang bersifat keteladanan.
e. Ideal, yakni dapat menjadi panduan untuk kehidupan sehari-
hari yang bersifat pokok dan utama.
f. Rabbani, artinya mengandung ajaran-ajaran dan pesan-
pesan yang bersifat akhlaqi yang membuahkan kesalihan.
g. Taisir, yakni panduan yang mudah dipahami dan diamalkan
oleh setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah.
5. Tujuan
Terbentuknya perilaku individu dan kolektif seluruh anggota
Muhammadiyah yang menunjukkan keteladanan yang baik
(uswah hasanah) menuju terbentuknya masyarakat utama yang
diridlai Allah SWT.
6. Kerangka
79
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Materi Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah
dikembangkan dan dirumuskan dalam kerangka sistematika
sebagai berikut :
1. Bagian Pertama : Pendahuluan
2. Bagian Kedua : Islam dan Kehidupan
3. Bagian Ketiga : Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah
a. Kehidupan Pribadi
b. Kehidupan dalam Keluarga
c. Kehidupan Bermasyarakat
d. Kehidupan Berorganisasi
e. Kehidupan dalam Mengelola Amal Usaha Muhammadiyah
f. Kehidupan dalam Berbisnis
g. Kehidupan dalam Mengembangkan Profesi
h. Kehidupan dalam Berbangsa dan Bernegara
i. Kehidupan dalam Melestarikan Lingkungan
j. Kehidupan dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
k. Kehidupan dalam Seni dan Budaya
4. Bagian Keempat : Tuntunan Pelaksanaan
5. Bagian Kelima : Penutup
80
Pendidikan Kemuhammadiyahan
meliputi bidang-bidang aqidah, akhlaq, ibadah, dan mu'amalah
duniawiyah.
C. KEHIDUPAN PRIBADI
1. Dalam Aqidah
a. Setiap Warga Muhammadiyah harus memiliki prinsip hidup dan
kesadaran imani berupa tauhid kepada Allah SWT. 23 yang
benar, ikhlas dan penuh ketundukan sehingga terpancar
sebagai ibad al-rahman 24 yang menjalani kehidupan dengan
benar-benar menjadi mukmin, muslim, muhsin, dan muttaqin
yang paripurna
b. Setiap warga Muhammadiyah wajib menjadikan iman 25 dan
tauhid 26 sebagai sumber seluruh kegiatan hidup, tidak boleh
mengingkari keimanan berdasarkan tauhid itu, dan tetap
82
Pendidikan Kemuhammadiyahan
menjauhi serta menolak takhayul, bid'ah dan khurafat yang
menodai iman dan tauhid kepada Allah SWT 27.
2. Dalam Akhlaq
a. Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk meneladani
perilaku Nabi Muhammad dalam mepraktekkan akhlaq
mulia28, sehingga menjadi uswah hasanah29, yang diteladani
oleh sesama berupa sifat shiddiq, amanah, tabligh dan
fathanah.
b. Setiap warga Muhammadiyah dalam melakukan amal dan
kegiatan hidup harus senantiasa didasarkan kepada niat yang
ikhlas30 dalam wujud amal-amal shalih dan ihsan, serta
menjauhkan diri dari perilaku riya, sombong, ishraf, fasad,
fahsya dan kemungkaran.
c. Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk menunjukkan
akhlaq yang mulia (akhlaqul karimah) sehingga
disukai/diteladani dan menjauhkan diri dari akhlaq yang
tercela (akhlaq al-madzmumah) yang membuat dibenci dan
dijauhi sesama.
d. Setiap warga Muhammadiyah dimanapun bekerja dan
menunaian tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari harus
benar-benar menjauhkan diri dari perbuatan korupsi dan
kolusi serta praktik-praktik buruk lainnya yang merugikan hak-
hak publik dan membawa kehancuran dalam kehidupan di
dunia ini.
3. Dalam Ibadah
a. Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk senantiasa
membersihkan jiwa/hati kearah terbentuknya pribadi yang
muttaqin dengan beribadah yang tekun dan menjauhkan diri
dari jiwa/nafsu yang buruk31, sehingga terpancar kepribadian
yang shalih32 yang mengahdirkan kedamaian dan
kemanfaatan bagi diri dan sesamanya.
83
Pendidikan Kemuhammadiyahan
b. Setiap warga Muhammadiyah melaksanakan ibadah mahdlah
dengan sebaik-baiknya dan menghidupsuburkan amal nawafil
(ibadah sunnah) sesuai dengan tuntunan Rasulullah serta
menghiasi diri dengan iman yang kokoh, ilmu yang luas, dan
amal shalih yang tulus sehingga tercermin dalam kepribadian
dan tingkah laku yang terpuji.
4. Dalam Mu'amalah Duniawiyah
a. Setiap warga Muhammadiyah harus selalu menyadari dirinya
sebagai abdi33 dan khilafah di muka bumi34. Sehingga
memandang dan menyikapi kehidupan dunia secara aktif dan
positif35 serta tidak menjauhkan diri dari pergumulan
kehidupan36 dengan landasan iman, Islam, dan ihsan dalam
arti berakhlaq karimah37.
b. Setiap warga Muhammadiyah senantiasa brfikir secara
burhani (pendekatan tekstual dan kontekstual), bayani
(pendekatan dengan fakta dan ratio) dan irfani (pendekatan
dengan hati nurani) yang menverminkan cara berfikir yang
islami yang dapat membuahkan karya-karya pemikiran
maupun amaliyah yang mencerminkan keterpaduan antara
orientasi hablu min Allah dan hablu min al-naas maslahat bagi
kehidupan umat manusia38
c. Setiap warga Muhammadiyah harus mempunyai etos kerja
islami, seperti; kerja keras, disiplin, tidak menyia-nyiakan
waktu, berusaha secara maksimal/optimal untuk mencapai
suatu tujuan39.
D. KEHIDUPAN DALAM KELUARGA
1. Kedudukan Keluarga
a. Kkeluarga merupakan tiang utama kehidupan ummat dan
bangsa sebagai tempat sosialisasi nilai-nilai yang paling
intensif dan menentukan, karenanya menjadi kewajiban
setiap anggota Muhammadiyah untuk mewujudkan keluarga
84
Pendidikan Kemuhammadiyahan
yang sakinah, mawaddah wa al-rahmah40 yang dikelanal
dengan keluarga sakinah.
b. Keluarga-keluarga dilingkungan Muhammadiyah dituntut
untuk benar-benar dapat mewujudkan Keluarga Sakinah
yang terkait dengan pembentukan gerakan Jama'ah dan
Dakwah Jama'ah menuju terwujudnya Masyarakat Utama
yang diridloi Allah SWT.
2. Fungsi Keluarga
a. Keluarga-keluarga dilingkungan Muhammadiyah perlu
difungsikan selain dalam mensosialisasikan nilai-nilai ajaran
Islam juga melaksanakan fungsi kaderisasi sehingga anak-
anak tumbuh menjadi generasi muslim Muhammadiyah yang
dapat menjadi pelangsung dan penyempurna gerakan
dakwah di kemudian hari.
b. Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah dituntut
keteladanan (uswah hasanah) dalam mepraktekkan
kehidupan yang Islami yakni tertanamnya ihsan / kebaikan
dan bergaul dengan makruf41, saling menyayangi dan
mengasihi42, menghormati hak hidup anak43, saling
menghargai dan menghormati antar anggota keluarga,
memberikan pendidikan akhlaq yang mulia secara
paripurna44, menjauhkan segenap anggota keluarga dari
bencana siksa neraka45, membiasakan bermusyawarah
dalam menyelesaikan urusan46, berbuat adil dan ihsan47,
memelihara persamaan hak dan kewajiban48, menyantuni
anggota keluarga yang tidak mampu49.
3. Aktifitas Keluarga
a. Di tengah arus media elektronik dan media cetak yang
makin terbuka, keluarga - keluarga di lingkungan
Muhammadiyah kian dituntut perhatian dan kesungguhan
dalam mendidik anak-anak dan menciptakan suasana yang
harmonis agar terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif dan
85
Pendidikan Kemuhammadiyahan
terciptanya suasana pendidikan keluarga yang positif
dengan nilai-nilai jaran Islam.
b. Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah dituntut
keteladanannya untuk menunjukkan penghormatan dan
perlakuan yang ihsan terhadap anak-anak dan perempuan
serta menajauhkan diri dari praktik-praktik kekerasan dan
menelantarkan kehidupan terhadap anggota keluarga.
c. Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah perlu
memiliki kepedulian sosial dan membangun hubungan sosial
yang ihsan, ishlah, dan makruf dengan tetanga-tetangga
sekitar maupun dalam kehidupan sosial yang lebih luas di
masyarakat sehingga tercipta qaryah thayyibah (desa
sejahtera lahir dan batin) dalam masyarakat setempat.
d. Pelaksanaan shalat dalam kehidupan keluarga harus
menjadi prioritas utama dan kepala keluarga jika perlu
memberikan sanksi yang bersifat mendidik
E. KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
1. Islam mengajarkan agarsetiap muslim menjalin persaudaraan dan
kebaikan dengan sasama seperti dengan tetangga maupun
anggota masyarakat lainnya masing - masing dengan
memelihara dan kehormatan baik dengan sesama muslim
maupun dengan non-muslim, dalam hubungan ketetanggaan
bahkan Islam memberikan perhatian sampai ke area 40 rumah
yang dikategorikan sebagai tetangga yang harus dipelihara hak-
haknya.
2. Setiap keluarga dan anggota keluarga Muhammadiyah harus
menunjukkan keteladanan dalam bersikap baik kepada
tetangga50, memelihara kemuliaan dan memuliakan tetangga51,
bermurah hati kepada tetangga yang ingin menitipkan
barangnya atau hartanya52, menjenguk bila tetangga sakit53,
mengasihi tetangga sebagaimana mengasihi keluarag/diri
sendiri54, menyatakan ikut gembira / senang hati bila tertangga
86
Pendidikan Kemuhammadiyahan
memperoleh kesuksesan, menghibur dan mempberikan
perhatian yang simpati bila tetangga mengalami musibah atau
kesusahan, menjenguk / melayat bila ada tetangga yang
meninggal dan ikut mengurusi sebagaimana hak - hak tetangga
yang diperlukan, bersikap pemaaf dan lemah lembut billa
tetangga salah, jangan selidik-menyelidiki keburukan-keburukan
tetangga, membiasakan memberikan sesuatu seperti makanan
dan oleh-oleh kepada tetangga, jangan menyakiti tetangga,
bersikap kasih sayang dan lapang dada, menjauhkan diri dari
segala sengkerta dan sifat tercela, berkunjung dan saling tolong
menolong, dan melakukan amar makruf nahi munkar dengan
cara yang tepat dan bijaksana.
3. Dalam bertetangga dengan yang berlainan agama juga diajarkan
untuk bersikap baik dan adil55, mereka berhak memperoleh hak-
hak dan kehormatan sebagai tetangga56, memberi makanan
yang halal dan boleh pula menerima makanan dari mereka
berupa makanan yang halal, dan memelihara toleransin sesuai
dengan prinsip-prinsi yang diajarkan oleh Agama Islam.
4. Dalam hubungan-hubungan sosia yang lebih luas setiap angota
Muhammadiyah baik sebagai individu, keluarga maupun jama'ah
(warga) dan jam'iyyah (organisasi) haruslam menunjukkan
sikap-sikap sosial yang didasarkan atas prinsip menjunjung
tinggi nilai kehormatanb manusia57, memupuk persaudaraan dan
kesatuan kemanusiaan58, mewujudkan kerjasama umat manusia
menuju masyarakat sejahtera lahir dan batin 59, memupuk jiwa
toleransi60, menghormati kebebasan orang lain61, menegakkan
budi baik62, menegakkan amanat dan keadilan 63, perlakuan yang
sama64, menepati janji65, menanamkan kasih sayang dan
mencegah kerusakan66, menjadikan masyarakat yang shalih dan
utama67, bertanggung jawab atas baik dan buruknya masyarakat
dengan melakukan amar makruf dan nahi munkar68, berusaha
untuk menyatu dan berguna / bermanfaat bagi masyarakat 69,
87
Pendidikan Kemuhammadiyahan
memakmurkan masjid, menghormati dan mengasihi antara yang
tua dan yang muda, tidak merendahkan sesama70, tidak
berprasangka buruk kepada sesama71, peduli kepada orang
miskin dan yatim72, tidak mengambil hak orang lain 73, berlomba
dalam kebaikan74, dan hubungan-hubungan sosial lainnya yang
bersifat ishlah menuju terwujudnya masyarakat utama yang
diridlaoi Allah SWT.
5. Melaksanakan gerakan jama'ah dan dakwah jamaah sebagai
wujud dari melaksanakan dakwah Islam di tengah-tengah
masyarakat untuk perbaikan hidup baik lahir maupun batin
sehingga dapat mencapai cita - cita masyarakat utama yang
diridlai Allah SWT.
F. KEHIDUPAN BERORGANISASI
1. Persyarikatan Muhammadiyah merupakan amanat yang
didirikan dan dirintis oleh KH. Ahmad Dahlan untuk kepentingan
menjunjung tinggi dan menegakkan Agama Islam sehingga
terwujud masyarakat utama yang diridloi Allah SWT, karena itu
menjadi tanggung jawab seluruh warga dan lebih-lebih
pimpinan Muhammadiyah di berbagai tingkatan dan bagian
untuk benar-benar menjadikan organisasi (persyarikatan) ini
sebagai gerakan dakwah Islam yang kuat dan unggul dalam
berbagai bidang kehidupan.
2. Setiap anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah
berkewajiban memelihara, melangsungkan, dan
menyempurnakan gerak dan lankah persyarikatan dengan
penuh komitmen yang istiqomah, kepribadian yang mulia
(shiddiq, amanah, tabligh, fathanah), wawasan pemikiran dan
visi yang luas, keahlian yang tinggi, dan amaliah yang unggul
sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan Islam yang benar-
benar menjadi rahmatan li al-'alamin.
3. Dalam menyelesaikan masalah-masalah dan konflik-konflik
yang timbul di Persyarikatan hendaknya mengutamakan
88
Pendidikan Kemuhammadiyahan
musyawarah dan mengacu pada peraturan organisasi yang
memberikan kemaslahatan dan kebaikan seraya dijauhkan
tindakan-tindakan anggota pimpinan yang tidak terpuji dan
dapat merugikan kepentingan Persyarikatan.
4. Mengairahkan ruh al-Islan dan ruh al-jihad dalam seluruh
gerakan Persyarikatan dan suasana di lingkungan
Persyarikatan sehingga Muhammadiayh benar-benar tampil
sebagai gerakan Islam yang istiqamah dan memiliki ghirah
yang tinggi dalam mengamalkan Islam.
5. Setiap anggota pimpinan Persyarikatan harus menunjukkan
keteladanan dalam bertutur kata dan bertingkah laku, beramal
dan berjuang, disiplin dan tanggung jawab, dan memiliki
kemauan untuk belajar dalam segala lapangan kehidupan yang
diperlukan.
6. Dalam lingkungan persyarikatan hendaknya dikembangkan
disiplin tepat waktu baik dalam menyelenggarakan rapat-rapat,
pertemuan-pertemuan dan kegiatan-kegiatan lainnya yang
selama ini menjadi ciri khas dari etos kerja dan disiplin
Muhammadiyah.
7. Dalam acara-acara rapat dan pertemuan-pertemuan di
lingkungan persyarikatan hendaknya ditumbuhkan kembali
pengajian-pengajian singkat (seperti kuliah tujuh menit) dan
selalu mengindahkan waktu shalat dan menunaikan shalat
jamaah sehingguh gairah keberagamaan yang tinggi yang
menjadi bangunan bagi pembentukan kesalihan dan ketakwaan
dalam mengelola persyarikatan.
8. Para pemimpin Muhammadiyah harus gemar mengikuti dan
menyelenggarakan kajian-kajian keislaman, memakmurkan
masjid dan menggiatkan peribadahan sesuai ajaran al-Qur'an
dan Sunnah Nabi, dan amalan-amalan Islam lainnya.
9. Wajib menumbuhkan dan menggairahkan perilaku amanat
dalam memimpin dan mengelola organisasi dengan segala
89
Pendidikan Kemuhammadiyahan
urusannya, sehingga milik dan kepentingan persyarikatan dapat
dipelihara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kepentingan dakwah serta dapat dipertanggungjawabkan
secara organisasi.
10. Setiap anggauta Muhammadiyah lebih-lebih para pimpinannya
hendaknya jangan mengejar - ngejar jabatan dalam
Persyarikatan tetapi juga jangan menghindarkan diri manakala
memperoleh amanat sehingga jabatan dan amanat merupakan
sesuatu yang wajar sekaligus dapat ditunaikan dengan sebaik -
baiknya, apabila tidak menjabat atau memegang amanat
secara formal dalam organisasai maupun amal usaha
hendaknya menunujukan jiwa besar dan keikhlasan serta tidak
terus berusaha untuk mempertahankan jabatan itu lebih-lebih
dengan menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan
akhlak Islam.
11. Setiap angguta Pimpinan Muhammadiyah harus berusaha
menjauhkan diri dari fitnah, sikap sombong, ananiyah, dan
perilaku-perilaku yang tercela lainnya yang mengakibatkan
hilangnya simpati dan kemuliaan hidup yang seharusnya
dijunjung tinggi sebagai pemimpin.
12. Dalam setiap lingkungan Persyarikatan hendaknya
dibudayakan tradisi membangun imamah dan ikatan jamaah
serta jam'iyah sehingga Muhammadiyah dapat tumbuh dan
berkembang sebagai kekuatan gerakan dakwah yang kokoh.
13. Dengan semangat tajdid hendaknya seiap anngauta pimpinan
Muhammadiyah memiliki jiwa pembaru dan jiwa dakwah yang
tinggi sehingga dapat mengikuti dan memelopori kemajuan
yang positif bagi kepentingan 'izul Islam wal muslimin [kejayaan
Islam dan kaum muslimin] warahmatan lil 'alamin [dan rahmat
bagi alam semesta]
14. Setiap anggota pimpinan dan pengelola Persyarikatan di
manapun berkiprah hendaknya bertanggungjawab dalam
90
Pendidikan Kemuhammadiyahan
mengemban misi Muhammadiyah dengan penuh kesetiaan
(komitmen yang istiqamah) dan kejujuran tinggi, serta
menjauhkan diri dari berbangga diri (sombong dan ananiyah)
manakala dapat mengukir kesuksesan karena keberhasilan
dalam mengelola amal usaha Muhammadiyah pada hakikatnya
karena dukungan semua pihak di dalam dan di luar
Muhammadiyah dan lebih penting lagi karena pertolongan allah
SWT.
15. Setiap anggota pimpinan maupun warga persyarikatan
hendaknya menjauhkan diri dari perbuatan taqlid, syirik, bid'ah
dan khurafat.
16. Pimpinan persyarikatan harus menunjukkan akhlaq pribadi
muslim dan mampu membina keluarga yang Islami.
G. KEHIDUPAN DALAM MENGELOLA AMAL USAHA
1. Amal Usaha Muhammadiyah adalah salah satu usaha dari
usaha-usaha persyarikatan untuk mencapai maksud dan tujuan
Persyarikatan, yakni menegakkan dan menjunjung tinggi
Agama Islam sehingga terwujud Masyarakat Utama yang
diridlai Allah SWT. Oleh karenanya semua bentuk kegiatan
amal usaha Muhammadiyah harus mengarah kepada
terlaksananya maksud dan Tujuan Persyarikatan dan seluruh
pimpinan serta pengelola amal usaha berkewajiban untuk
melaksanakan misi utama Muhammadiyah itu sebaik-baiknya
sebagai misi dakwah75.
2. Amal Usaha Muhammadiyah adalah milik Persyarikatan, dan
Persyarikatan bertindak sebagai Badan Hukum/Yayasan dari
seluruh amal usaha itu, sehingga semua bentuk kepemilikan
Persyarikatan hendaknya dapat diinvestarisasi dengan baik
serta dilindungi dengan bukti kepemilikan yang sah menurut
hukum yang berlaku. Karena itu, setiap pimpinan dan pengelola
amal usaha Muhammadiyah di berbagai bidang dan tingkatan
berkewajiban menjadikan amal usaha dan pengelolaannya
91
Pendidikan Kemuhammadiyahan
secara keseluruhan sebagai amanat umat yang harus
dutunaikan dan dipertanggungjawabkan dengan sebaik-
baiknya76.
3. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah diangkat dan
diberhentikan oleh Pimpinan Persyarikatan dalam kurun waktu
tertentu. Dengan demikian pimpinan amal usaha dalam
mengelola amal usahanya harus tunduk kepada kebijaksanaan
Persyarikatan dan tidak menjadikan amal usaha itu terkesan
milik pribadi atau keluarga, yang akan menjadi fitnah dalam
kehidupan dan bertentangan dengan amanat77.
4. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah adalah anggota
Muhammadiyah yang mempunyai keahlian tertentu di bidang
amal usaha tersebut. Status keanggotaan menjadi sangat perlu
bagi pimpinan agar yang bersangkutan memahami secara tepat
fungsi amal usaha tersebut bagi Persyarikatan dan bukan
semata-mata sebagai pencari nafkah yang tidak peduli dengan
tugas-tugas dan kepentingan-kepentingan persyarikatan.
5. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus dapat memahami
peran dan tugas dirinya dalam mengemban amanah
persyarikatan. Dengan semangat amanah tersebut, maka
pimpinan akan selalu menjaga kepercayaan yang telah
diberikan oleh persyarikatan dengan melaksanakan fungsi
managemen perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
yang sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya.
6. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah senantiasa berusaha
meningkatkan dan mengemangkan amal usaha yang menjadi
tanggung jawabnya dengan penuh kesungguhan.
Pengembangan ini menjadi sangat perlu agar amal usaha
senantiasa dapat berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiq al-
khairat) guna memenuhi tuntutan masyarakat dan tuntutan
zaman.
92
Pendidikan Kemuhammadiyahan
7. Sebagai amal usaha yang bisa menghasilkan keuntungan,
maka pimpinan amal usha Muhammadiyah berhak
mendapatkan nafkah dalam ukuran kewajaran (sesuai
ketentuan yang berlaku). Untuk itu setiap pimpinan
Persyarikatan hendaknya membuat tata aturan yang jelas dan
tegas mengenai gaji tersebut dengan dasar kemampuan dan
keadilan.
8. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah berkewajiban
melaporkan pengelolaan amal usaha yang menjadi tanggung
jawabnya, khususnya dalam hal keuangan / kekayaan kepada
pimpinan Perysrikatan secara bertanggung jawab dan bersedia
untuk diaudit serta mendapatkan pengawasan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
9. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus bisa menciptakan
suasana kehidupan Islami dalam amal usaha yang menjadi
tanggung jawabnya. Sebagai salah satu alat dakwah maka
tentu saja usaha ini menjadi sangat perlu agar juga menjadi
contoh dalam kehidupan bermasyarakat.
10. Karyawan amal usaha Muhammadiyah adalah warga (anggota)
Muhammadiyah yang dipekerjakan sesai dengan keahlian atau
kemampuannya. Sebagai warga Muhammadiyah diharapkan
mempunyai rasa memiliki dan kesetiaan untuk memelihara
serta mengembangkan amal usaha tersebut sebagai bentuk
pengabdian kepada Allah SWT. dan berbuat kebajikan kepada
sesama. Sebagai karyawan dari amal usaha Muhammadiyah
tentu tidak boleh terlantar dan bahkan berhak memperoleh
kesejahteraan dan memperoleh hak-hak lain yang layak tanpa
terjebak pada rasa ketidakpuasan, kehilangan rasa syukur, dan
bersikap berlebihan.
11. Seluruh pimpinan dan karyawan atau pengelola amal usaha
Muhammadiyah berkewajiban dan menjadi tuntutan untuk
menunjukkan keteladanan diri, melayani sesama, menghormati
93
Pendidikan Kemuhammadiyahan
hak-hak sesama, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi
sebagai cerminan dari sikap ihsan, ikhlas dan ibadah.
12. Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha
Muhammadiyah hendaknya memperbanyak silaturrahmi dan
membangun hubungan-hubungan sosial yang harmonis
(persaudaraan dan kasih sayang) tanpa mengurangi ketegasan
dan tegaknya sistem dalam penyelenggaraan amal usaha
masing-masing.
13. Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha
Muhammadiyah selain melakukan aktifitas pekerjaan yang rutin
dan menjadi kewajibannya juga dibiasakan melakukan kegiatan
- kegiatan yang memperteguh dan meningkatkan taqarrub
kepada Allah SWT dan memperkaya ruhani serta kemuliaan
akhlaq melalui pengajian, tadarrus serta kajian al-Quran dan al-
Sunnah, dan bentuk-bentuk ibadah dan mu'amalah lainnya
yang ertanam kuat dan menyatu dalam seluruh kegiatan amal
usaha Muhammadiyah
95
Pendidikan Kemuhammadiyahan
pemindahan hak milik kepada orang yang diberi wasiat setelah
seseorang meniggal dengan syarat bukan ahli waris yang
berhak menerima warisan dan tidak melebihi sepertiga jumlah
harta pusaka yang diwariskan dan (4) hibah, yaitu pemberian
suka rela dari/kepada seseorang. dari semuanya itu, harta yang
diperoleh dan dimiliki dengan jalan usaha (bekerja) adalah
harta yang paling terpuji.
6. Kadangkala harta dapat pula diperoleh dengan jalan utang-
piutang (qardlun), maupun pinjaman ('ariyah). Kalau kita
memperoleh harta dengan jalan berutang (utang uang dan
kemudian dibelikan barang, misalnya), maka sudah pasti ada
kewajiban kita untuk mengembalikan utang itu secepatnya,
sesuai dengan perjanjian (dianjurkan perjanjian itu tertulis dan
ada saksi). Dalam hal utang ini juga dianjurkan untuk sangat
berhati-hati, disesuaikan dengan kemampuan untuk
mengembalikan di kemudian hari, dan tidak memberatkan diri,
serta sesuai dengan kebutuhan yang wajar. Harta dari utang ini
dapat menjadi milik yang berutang. Peminjam yang telah
mampu mengembalikan, tidak boleh menunda-nunda,
sedangkan bagi peminjam yang belum mampu mengembalikan
perlu diberi kesempatan sampai mampu. Harta yang didapat
dari pinjaman ('ariyah), artinya ia meminjam barang, maka ia
hanya berwenang mengambil manfaat dari barang tersebut
tanpa kewenangan untuk menyewakan, apalagi
memperjualbelikan. Pada saat yang dijanjikan, barang
pinjaman tersebut harus dikembalikan seperti keadaan semula.
Dengan kata lain, peminjam wajib memelihara barang yang
dipinjam itu sebaik-baiknya.
7. Dalam kehidupan bisnis-ekonomi, kadangkala orang atau
organisasi bersaing satu sama lain. Berlomba-lomba dalam hal
kebaikan dibenarkan bahkan dianjurkan dalam Agama.
Perwujudan persaingan atau berlomba dalam kebaikan itu
96
Pendidikan Kemuhammadiyahan
dapat berupa pemberian mutu barang atau jasa yang lebih
baik, pelayanan pada pelanggan yang lebih ramah dan mudah,
pelayanan purna jual yang lebih terjamin, atau kesediaan
menerima keluahan dari pelanggan. Dalam hal persaingan ini
tetap berlaku prinsip umum kesukarelaan, keadilan, dan
kejujuran, dan dapat dimasukkan pada pengertian fastabiqul
khairat sehingga tercapai bisnis yang mabrur.
8. Keinginan manusia untuk memperoleh dan memiliki harta
dengan menjalankan usaha bisnis-ekonomi ini kadangkala
memperoleh hasil dengan sukses yang merupakan rizki yang
harus disyukuri. Di pihak lain, ada orang atau organisasi yang
belum meraih sukses dalam usaha bisnis-ekonomi yang
dijalankannya. Harus diingat bahwa tolong menolong selalu
dianjurkan agama dan ini dijalankan dalam kerangka berlomba-
lomba dalam kebaikan. Tidaklah benar membiarkan orang
dalam kesusahan sementara kita bersenang-senang. Mereka
yang sedang gembira dianjurkan menolong mereka yang gagal,
mereka yang memperoleh keuntungan dianjurkan untuk
menolong orang yang merugi. Kesuksesan janganlah
mendorong untuk berlaku sombong78, dan ingkar akan ni'mat
Tuhan79, sedang kegagalan atau bila belum berhasil janganlah
membuat diri putus asa dari rahmat Allah80.
9. Harta dari hasil usaha bisnis-ekonomi tidak boleh dihambur-
hamburkan dengan cara yang mubadzir dan boros. Perilaku
boros di samping tidak terpuji juga merugikan usaha
pengembangan bisnis lebih lanjut, yang pada gilirannya
merugikan seluruh orang yang bekerja untuk bisnis tersebut.
Anjuran untuk tidak berlaku boros itu juga berarti anjuran untuk
menjalankan bisnis dengan cermat, penuh perhitungan, dan
tidak sembrono. Untuk bisa menjalankan bisnis dengan cara
demikian, dianjurkan selalu melakukan pencatatan-pencatatan
seperlunya, baik yang menyangkut keuangan maupun
97
Pendidikan Kemuhammadiyahan
administrasi lainnya, sehingga dapat dilakukan pengelolan
usaha yang lebih baik81.
10. Kinerja bisnis saat ini sedapat mungkin harus selalu lebioh baik
dari masa lalu dan kinerja bisnis pada masa mendatang harus
diikhtiarkan untuk lebih baik dari masa sekarang. Islam
mengajarkan bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin,
dan esok harus lebih baik dari hari ini. Perspektif seperti itu
harus diartikan bahwa evaluasi dan perencanaan bisnis
merupakan suatu anjuran yang harus diperhatikan82.
11. Seandainya pengelolaan bisnis harus diserahkan pada orang
lain, maka seharusnya diserahkan kepada orang yang mau dan
mampu untuk menjalankan amanah yang diberikan. Kemauan
dan kemampuan ini penting karena pekerjaan apapun kalau
diserahkan kepada orang yang tidak mampu hanya akan
membawa kepada kegagalan. Baik kemauan maupun
kemampuan itu bisa dilatih dan dipelajari. Menjadi kewajiban
mereka yan mampu untuk melatih dan mengajar orang yang
kurang mampu.
12. Semakin besar bisnis-ekonomi yang dijalankan biasanya
semakin banyak melibatkan orang atau lembaga lain. Islam
menganjurkan agar harta itu tidak hanya berputar-putar pada
orang atau kelompok yang mampu saja dari waktu ke waktu.
Dengan demikian makin banyak aktifitas bisnis memberi
manfaat pada masyarakat akan makin baik bisnis itu dalam
pandangan agama. Manfaat itu dapat berupa pelibatan
masyarakat dalam kancah bisnis itu lebih banyak, atau
menimati hasil yang diusahakan oleh bisnis tersebut.
13. Sebagian dari harta yang dikumpulkan melalui usaha bisnis-
ekonomi maupun melalui jalan lain secara halal dan baik itu
tidak bisa diakui bahwa seluruhnya merupakan hak mutlak
yang bersangkutan. Mereka yang menerima harta sudah pasti,
pada batas tertentu, harus menunaikan kewajibannya
98
Pendidikan Kemuhammadiyahan
membayar zakat sesuai syari'at. Di samping itu dianjurkan
untuk memberi infaq dan shadaqah sebagai perwujudan rasa
syukur atas nikmat rezeki yang diakruniakan Allah kepadanya.
99
Pendidikan Kemuhammadiyahan
6. Dalam menjalani profesi hendaknya mengembangkan
prinsipbekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan serta tidak
bekerja sama dalam dosa dan permusuhan.
7. Setiap anggota Muhammadiyah hendaknya menunaikan
kewajiban zakat (termasuk zakat profesi) maupun
mengamalkan shadaqah, infaq, wakaf, dan amal jariyah lain
dari penghasilan yang diperolehnya serta tidak melakukan
helah (menghindarkan diri dari hukum) dalam menginfaqkan
sebagian rizki yang diperolehnya itu.
J. KEHIDUPAN DALAM BERBANGSA DAN BERNEGARA
1. Warga Muhammadiyah perlu mengambil bagian dati dak
boleh apatis (masa bodoh) dalam kehidupan politik melalui
berbagai saluran secara positif sebagai wujud bermuamalah
sebagaimana dalam bidang kehidupan lain dengan prinsip-
prinsi etika / akhlaq Islam dengan sebaik-baiknya dengan
tujuan membangun masyarakat utama yang diridlai Allah
SWT.
2. Beberapa prinsip dalam berpolitik harus ditegakkan dengan
sejujur-jujurnya dan sesungguh-sungguhnya yaitu
menunaikan amanat dan tidak boleh menghianati amanat84,
83
100
Pendidikan Kemuhammadiyahan
hubungan baik antara pemimpin dan warga98, memelihara
keslamatan umum99, hidup berdampingan dengan baik dan
damai100, tidak melakukan fasad dan kemunkaran101,
memeintingkan ukhuwah Islamiyah102, dan prinsip-prinsip
lainnya yang maslahat, ihsan dan ishlah.
3. Berpolitik dalam dan demi kepentingan umat dan bangsa
sebagai wujud ibadah kepada Allah dan ishlah serta ihsan
kepada sesama, dan jangan mengorbankan kepentingan yang
lebih luas dan utama itu demi kepentinagn diri sendiri dan
kelompok yang sempit.
4. Para politisi Muhammadiyah berkewajiban menunjukkan
keteladanan diri (uswah hasanah) yang jujur, benar, adil serta
menjauhkan diri dri perilaku politik yang kotor, membawa
fitnah, fasad (kerusakan), dan hanya mementingkan diri
sendiri.
5. Berpolitik dengan kesalihan, sikap positif, dan memiliki cita-
cita bagi terwujudnya masyarakat utama dengan fungsi amar
ma'ruf dan nahi munkar yang tersistem dalam satu kesatuan
imamah yang kokoh.
6. Menggalang silaturahim dan ukhuwah antar politisi dan
kekuatan politik yang digerakkan oleh para politisi
Muhammadiyah secara cerdasa dan dewasa.
K. KEHIDUPAN DALAM MELESTARIKAN LINGKUNGAN
1. Lingkungan hidup sebagai alam sekitar dengan segala isi
yang terkandung di dalamnya merupakan ciptaan dan
anugerah Allah yang harus diolah / dimakmurkan, dipelihara,
dan tidak boleh dirusak103.
2. Setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah
berkewajiban untuk melakukan konservasi sumber daya alam
dan ekosistemnya sehingga terpelihara proses ekologis yang
menjadi penyangga kelangsungan hidup, terpeliharanya
keanekaragaman sumber genetik dan berbagai tipe
101
Pendidikan Kemuhammadiyahan
ekosistemnya dan terkendali cara-cara pengelolaan sumber
daya lam sehingga terpelihara kelangsungan dan
kelestariannya demi keselamatan, kebagahagiaan,
kesejahteraan, dan kelangsungan hidup manusia dan
keseimbangan sistem kehidupan di alam raya ini104.
3. Setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah dilarang
malakukan usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang
menyebabkan kerusakan lingkungan alam termasuk
kehidupan hayati seperti binatang, pepohonan, maupun
lingkunagn fisik dan biotik termasuk air laut, udara, sungai,
dan sebagainya yang menyebabkan kehilangan kesimbangan
ekosistem dan timbulnya bencana dalam kehidupan 105.
4. Memasyarakatkan dan mempraktikkan budaya bersih, sehat,
dan indah lingkunagn disertai kebersihan fisik dan jasmani
yang menunjukkan keimanan dan kesalihan106.
5. Melakukan tindakan-tindakan amar makruf dan nahi munkar
dalam menghadapi kezaliman, keserakahan, dan rekayasa
serta kebijakan-kebijakan yang mengarah, mempengaruhi,
dan menyebabkan kerusakan lingkungan dan
tereksploitasinya sumber-sumber daya alam yang
menimbulkan kehancuran, kerusakan, dan ketidakadilan
dalam kehidupan.
6. Melakukan kerja sama-kerja sama dan aksi-aksi praksis
dengan berbagai pihak baik perseorangan maupun kolektif
untuk terpeliharanya keseimbangan, kelestarian, dan
keselamatan lingkungan hidup serta terhindarnya kerusakan-
kerusakan lingkungan hidup sebagai wujud dari sikap
pengabdian dan kekhalifahan dalam mengemban misi
kehidupan di muka bumi ini untuk keselamatan hidup di dunia
dan akhirat107.
L. KEHIDUPAN DALAM MENGEMBANGKAN ILMU
PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
102
Pendidikan Kemuhammadiyahan
1. Setiap warga Muhammadiyah wajib menguasai dan memiliki
keunggulan dalam kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagai sarana kehidupan yang penting untuk
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat108.
2. Setiap warga Muhammadiyah harus memiliki sifat-sifat
ilmuwan, yaitu; kritis109, terbuka menerima kebenaran dari
manapun datangnya110, serta senantiasa menggunakan daya
nalar111.
3. Kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan bagian tidak terpisahkan dengan iman dan amal
shaleh yang menunjukkan derajat kaum muslimin112, dan
membentuk pribadi ulil albab113.
4. Setiap warga Muhammadiyah dengan ilmu pengetahuan yang
dimiliki mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kepada
masyarakat, memberikan peringatan, memanfaatkan untuk
kemashlahatan dan mencerahkan kehidupan sebagai wujud
ibadah, jihad dan dakwah114.
5. Menggairahkan dfan mengembirakan gerakan mencari ilmu
pengetahuan dan penguasaan teknologi baik melalui
pendidikan maupun kegiatan-kegiatan di lingkungan keluarga
dan masyarakat sebagai sarana penting untuk membangun
peradaban Islam. Dalam kegiatan ini termasuk
menyemarakkan tradisi di seluruh lingkungan warga
Muhammadiyah.
103
Pendidikan Kemuhammadiyahan
manusia itu untuk kemuliaan dan kehormatan manusia
sebagai makhluk Allah.
2. Rasa seni sebagai penjelmaan rasa keindahan dalam diri
manusia merupakan salah satu fitrah yang dianugerahkan
Allah SWT yang harus dipelihara dan disalurkan dengan baik
dan benar sesuai dengan jiwa dan ajaran Islam.
3. Berdasarkan Munas Tarjih ke-22 tahun 1995 ditetapkan
bahwa karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak
mengarah atau mengakibatkankan fasad (kerusakan), dlarar
(bahaya), isyyan (kedurhakaan), dan ba'id anillah (terjauhkan
dari Allah); maka pengembangan kehidupan seni dan budaya
di kalangan Muhammadiyah harus sejalan dengan etika atau
norma-norma Islam sebagaimana dituntunkan Tarjih tersebut.
4. Seni rupa yang obyeknya makhluk bernyawa seperti patung
hukumnya mubah bila untuk kepentingan sarana pengajaran,
ilmu pengetahuan, dan sejarah; serta menjadi haram bila
mengandung unsur yang membawa isyyan (kedurhakaan) dan
kemusyrikan.
5. Seni suara baik seni vokal maupun instrumental, seni sastra,
dan seni pertunjukan pada dasarnya mubah (boleh) serta
menjadi terlarang manakala seni tersebut menjurus pada
pelanggaran norma-norma agama dalam ekspresinya baik
dalam wujud penandaan tekstual maupun visual.
6. Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan
maupun menikmati seni dan budaya selain dapat
menumbuhkan perasaan halus dan keindahan juga
menjadikan seni dan budaya sebagai sarana mendekatkan diri
kepada Allah dan sebagai media atau sarana dakwah untuk
membangun kehidupan yang berkeadaban.
7. Menghidupkan sastra Islam sebagai bagian dari strategi
membangun peradaban kebudayaan muslim.
REFERENSI
104
Pendidikan Kemuhammadiyahan
1. Q.S. Asy-Syura/42: 13 50. H.R. Bukhari & Muslim
2. Q.S. An-Nisa/4 : 125 51. H.R. Bukhari & Muslim
3. Q.S. Al-Baqarah/2: 136 52. H.R. Bukhari & Muslim
4. Q.S. Ar-Rum/30: 30 53. H.R. Bukhari & Muslim
5. Q.S. Al-Baqarah/2: 185 54. H.R. Bukhari & Muslim
6. Q.S. Ali Imran/3: 112 55. Q.S. Al-Mumtahanah/60 : 8
7. Q.S. Al-Anbiya/21: 107 56. H.R. Abu Dawud
8. Q.S. Ali Imran/3: 19 57. Q.S. Al-Isra/17 : 70
9. Q.S. Al-Maidah/5: 3 58. Q.S. Al-Hujarat/49 : 13
10. Q.S. Al-Ikhlash/112: 1-4 59. Q.S. Al-Maidah/5 : 2
11. Q. S. Adz-Dzariyat/51: 56 60. Q.S. Fushilat/41 : 34
12. Q.S. Al-Baqarah/2: 30; Al-An'am/6: 165; 61. Q.S. Al-balad/90 : 13, Al-Baqarah/2 : 256,
Al`Araf/7: 69, 74; Yunus/10: 14, 73; As- An-Nisa/4 : 29, Al-Maidah/5 : 38
Shad/38: 26 62. Q.S. Al-Qalam/68 : 4
13. Q.S. Al-Fath/48: 29 63. Q.S. An-Nisa/4 : 57-58
14. Q.S. Al-Baqarah/2: 208 64. Q.S. Al-Baqarah/2 : 194, An-Nahl/16 : 126
15. Q.S. Al-An'am/6: 161-163 65. Q.S. Al-Isra/17 : 34
16. Q.S. Al-Baqarah/2: 112, 133, 136, 256; Ali 66. Q.S. Al-Hasyr/59 : 9
Imran/3 : 19, 52, 82, 85; An-Nisa/4: 125, 165, 67. Q.S. Ali Imran/3 : 114
170; Al-Maidah/5: 111, Al-An'am/6: 163; Al- 68. Q.S. Ali Imran/3 : 104, 110
Araf/7: 126; At-Taubah/9: 33; Yunus/10: 72, 69. Q.S. Al-Maidah/5 : 2
84, 90; Hud/11: 14; Yusuf/12: 101; An- 70. Q.S. Al-Hujarat/49 : 11
Nahl/16: 89, 102; Asy-Syuura/42: 13; Ash- 71. Q.S. An-Nur/24 : 4
Shaf/61: 9; Al-Mu'minun/23: 1-11\ 72. Q.S. Al-Baqarah/2 : 220
17. Q.S. Al-Baqarah/2: 2-4, 213 s/d 214, 165, 73. Q.S. Al-Maidah/5 : 38
285; Ali Imran/3: 122 s/d 139; An-Nisa/4: 76; 74. Q.S. Al Baqarah/2 : 148
At-Taubah/9: 51, 71; Hud/11: 112 s/d 122; Al- 75. Q.S. Ali Imran/3: 104, 110
Mu'minun/23: 1 s/d 11; Al-Hujarat/49: 15 76. Q.S. An-Nisa/4: 57
18. Q.S. Al-Baqarah/2: 58, 112; An-Nisa/4: 125; 77. Q.S. Al-Anfal/8 : 27
Al-`An'am/6: 14; An-Nahl/16: 29, 69, 128; 78. Q.S.Al-Isra/17:37,Luqman/31: 18
Luqman/31: 22; Ash-Shaffat/37: 113; Al- 79. Q.S. Ibrahim/14: 7
Ahqhaf/46: 15 80. Q.S. Yusuf/12: 87; Al-Hijr/15: 55, 56; Az-
19. Q.S. Al-Baqarah/2: 2 s/d 4, 177, 183; Ali Zumar/3 , Q.S. Al-Baqarah/2: 282, Q.S. Al-
Imran/3: 17, 76, 102, 133 s/d 134; Al- Hasyr/59 : 18
Maidah/5: 8; Al-'Araf/7: 26, 128, 156; Al- 81. -
Anfal/8: 34; At-Taubah/9: 8; Yunus/10: 62 s/d 82. -
64; An-Nahl/16: 128; Ath-Thalaq/65: 2 s/d 4; 83. Q.SAn-Nisa/4 : 57
An-Naba/78: 31 84. Q.S. Al-Anfal/8 : 27
20. Q.S. Yusuf/112: 108 85. Q.S. An-Nisa/4 : 58, dst.
21. Q.S. At-Tahrim/66: 6 86. Q.S.An-Nisa/4: 59,Al-Hasyr/59: 7
22. Q.S. Ali Imran/3: 104, 110 87. Q.S. Al-Anbiya/21 : 107
23. Q.S. Al-Ikhlash/112: 1 s/d 4 88. Q.S. Ali Imran/3 : 104, 110
24. Q.S. Al-Furqan/25: 63-77 89. Q.S. An-Nisa/4 : 108
105
Pendidikan Kemuhammadiyahan
25. Q.S. An-Nisa/4: 136 90. Q.S. Al-Hujarat/49 : 13
26. Q.S. Al-Ikhlash/112: 1 s/d 4 91. Q.S. Al-Balad/90 : 13
27. Q.S. Al-Baqarah/2: 105, 221; An-Nisa/4: 48; 92. Q.S. Al-Hasyr/59 : 9
Al-Maidah/5: 72; Al-`An'am/6: 14, 22 s/d 23, 93. Q.S. Al-An'am/6 : 251
101, 121; At-Taubah/9: 6, 28, 33; Al-Haj/22: 94. Q.S. Al-Furqan/25 : 19, Al-Anfal/8 : 27
31; Luqman/31: 13 s/d 15 95. Q.S. Al-Maidah/5 : 38
28. Q.S. Al-Qalam/68 : 4 96. Q.S. Al-Baqarah/2 : 148
29. Q.S. Al Ahzab/33: 21 97. Q.S. Al-Maidah/5 : 2
30. Q.S. Al-Bayinah/98: 5, Hadist Nabi riwayat 98. Q.S. An-Nisa/4 : 57-58
Bukhari-Muslim dari Umar bin Khattab 99. Q.S. At-Taubah/9 : 128
31. Q.S. Asy-Syams/91 : 5-8 100. Q.S. Al-Mumtahanah/60 : 8
32. Q.S. Al-Ashr/103 : 3, Q.S. Ali Imran/4 : 114 101. 101 Q.S. Al- Qashash/28 : 77, Ali Imran/3 :
33. Q.S. Al-Baqarah/2 : 104
34. Q.S. Al-Baqarah/2: 30 102. 102 Q.S. Ali Imran/3: 103
35. Q.S. Shad/38: 27 103. 103 Q.S. Al-Baqarah/2: 27,60; Al-Araf/7:
36. Q.S. Al-Qashash/28 : 77 56; Asy-Syu'ara/26: 152; Al-Qashas/28: 77
37. H. R. Bukhari-Muslim 104. Q.S. Al-Maidah/5: 33; Asy-Syu'ara/26: 152
38. Q.S. Ali Imran/3 : 1 12 105. Q.S. Al-Baqarah/2: 205; Al-`Araf/7: 56; Ar-
39. Q.S. Ali Imran/3: 142; Al-Insyirah/94 : 5-8 Rum/30: 41
40. Q.S. Ar-Rum/30 : 21 106. Q.S. Al-Maidah/5: 6; Al-`Araf/7: 31; Al-
41. Q.S. An-Nisa/4 : 19, 36, 128; Al-Isra/17 : 23, Mudatsir/74: 4
Luqman/31 : 14 107. Q.S. Al-Maidah/2: 2
42. Q.S. Ar-Rum/30 : 21 108. Q.S. Al-Qashash/28 : 77; An-Nahl/16 : 43;
43. Q.S. Al-An'am/6 : 151, Al-Isra/17 : 31 Al-Mujadilah/58 : 11; At-Taubah/9 : 122
44. Q.S. Al-Ahzab/33 : 59 109. Q.S. Al-Isra/17: 36
45. Q.S. At-Tahrim/66 : 6 110. Q.S. Az-Zumar/39 : 18
46. Q.S. At-Talaq/65 : 6, Al-Baqarah/2 : 233 111. Q.S. Yunus/10 : 10
47. Q.S. Al-Maidah/5 : 8, An-Nahl/16 : 90 112. Q.S. Al-Mujadilah/58 : 11
48. Q.S. Al-Baqarah/2 : 228, An-Nisa/4 : 34 113. Q.S. Ali Imran/3 : 7, 190-191; Al-Maidah/5
49. Q.S. Al-Isra/17 : 26, Ar-Rum/30 : 38 : 100; Ar-Ra'd/13 : 19-20; Al-Baqarah/2 :
197
114. Q.S. At-Taubah/9 : 122; Al-Baqarh/2 : 151;
Hadis Nabi riwayat Muslim, Q.S. Ar-
Rum/30: 30
BAB VI
KEORGANISASIAN DALAM MUHAMMADIYAH
Kompetensi
A. Pendahuluan
107
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Sejak berdiri tahun 1912 hingga tahun 1958, Anggaran Dasar
Muhammadiyah tidak mencantumkan asas. Asas, baru dicantumkan pada 1959.
Kalimatnya berbunyi: ‖Persyarikatan berasaskan Islam‖. Dalam perkembangannya,
asas Islam diganti Pancasila. Hal ini dilakukan pada Muktamar ke-41, di Solo,
seiring dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985 (era orde baru), yang
mengharuskan setiap orsospol menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas.
Ketika era orde baru berakhir, dan berganti era reformasi, maka pada Muktamar
ke-44 tahun 2000, di Jakarta, asasnya dikembalikan pada Islam.
1. Struktur Organisasi
Organisasi Muhammadiyah terstruktur mulai ranting, cabang, daerah,
wilayah, hingga pusat. Ranting ialah kesatuan anggota dalam satu tempat atau
kawasan, yang terdiri atas sekurang-kurangnya 15 orang yang berfungsi
melakukan pembinaan dan pemberdayaan anggota.
2. Struktur Pimpinan
1. Ortom
Laporan akhir masa jabatan selama satu masa periode tentang hasil
kerjanya, disampaikan kepada Pimpinan Persyarikatan masing-masing tingkat.
Laporan tahunan tentang perkembangan Ortom disampaikan kepada Pimpinan
Persyarikatan masing-masing tingkat. Laporan insidental tentang penanganan
terhadap peristiwa atau masalah khusus disampaikan dan
dipertanggungjawabkan secara tersendiri kepada Pimpinan Persyarikatan
masing-masing tingkat selambat-lambatnya satu bulan setelah kegiatan
tersebut dinyatakan selesai. Laporan internal Organisasi Otonom diatur dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga masing-masing.
114
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Selain pimpinan Persyarikatan, terdapat Badan Pembantu Pimpinan
(BPP) Persyarikatan, yang bertugas melaksanakn program dan kegiatan yang
telah menjadi kebijakan Persyarikatan. BPP adalah satuan organisasi yang
dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Pimpinan Persyarikatan masing-
masing tingkat, terdiri dari Majelis dan Lembaga.
115
Pendidikan Kemuhammadiyahan
244/KEP/I.0/B/2010, unsur Pembantu Pimpinan Persyarikatan Periode 2010-
2015, terdiri dari 13 majelis dan 8 lembaga.
Nama Majelis dan Lembaga Periode 2010-2015: (1) Majelis Tarjih dan
Tajdid, (2) Majelis Tabligh, (3) Majelis Pendidikan Tinggi, (4) Majelis Pendidikan
Dasar dan Menengah, (5) Majelis Pendidikan Kader, (6) Majelis Pelayanan
Kesehatan Umum, (7) Majelis Pelayanan Sosial, (8) Majelis Ekonomi dan
Kewirausahaan, (9) Majelis Wakaf dan Kehartabendaan, (10) Majelis
Pemberdayaan Masyarakat, (11) Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia, (12)
Majelis Lingkungan Hidup, (13) Majelis Pustaka dan Informasi, (14) Lembaga
Pengembangan Cabang dan Ranting, (15) Lembaga Pembina dan Pengawas
Keuangan, (16) Lembaga Penelitian dan Pengembangan, (17) Lembaga
Penanggulangan Bencana, (18), Lembaga Zakat, Infaq, dan Shadaqah, (19)
Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik, (20) Lembaga Seni Budaya dan
Olahraga, dan (21) Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional.
Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan terdiri atas: Rapat Kerja Majelis
untuk membahas penyelenggaraan amal usaha, program, dan kegiatan sesuai
pembagian tugas yang ditetapkan oleh Pimpinan Persyarikatan; Rapat Kerja
Lembaga untuk membahas pelaksanaan program dan kegiatan yang telah
ditetapkan oleh Pimpinan Persyarikatan.
117
Pendidikan Kemuhammadiyahan
kekayaan dibuat oleh Unsur Pembantu Pimpinan pada akhir masa jabatan dan
disampaikan kepada Pimpinan Persyarikatan. Laporan Tahunan tentang
perkembangan penyelenggaraan amal usaha, pelaksanaan program dan
kegiatan, serta pengelolaan keuangan dan kekayaan dibuat oleh Unsur
Pembantu Pimpinan disampaikan kepada Pimpinan Persyarikatan. Laporan
insidental tentang penanganan terhadap peristiwa atau masalah khusus
disampaikan dan dipertanggungjawabkan secara tersendiri kepada Pimpinan
Persyarikatan selambat-lambatnya satu bulan setelah kegiatan tersebut
dinyatakan selesai.
119
Pendidikan Kemuhammadiyahan
e. Tingkat ranting: (1) Keputusan Musyawarah Ranting; (2) Keputusan
Musyawarah Pimpinan Ranting; (3) Keputusan Pimpinan Ranting; (4)
Maklumat, lnstuksi, dan Edaran Pimpinan Persyarikatan tingkat
ranting.
2. Tata Kerja Pimpinan
Pimpinan Persyarikatan terdiri dari unsur ketua, sekretaris dan
bendahara. Masing-masing memiliki tugas dan wewenang sesuai jabatannya.
Tetapi semua itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan tersistem dalam
organisasi. Pembagian tugas dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan
tugas dan fungsi. Oleh karenanya, setiap anggota pimpinan dalam
menjalankan tugasnya wajib melakukan dan memelihara hubungan,
koordinisasi, integrasi, dan sinkronisasi secara terus menerus.
Terdapat perbedaan penyebutan jabatan untuk tingkat pusat, dengan
tingkat wilayah ke bawah. Jika di tingkat pusat disebut Ketua Umum,
Sekretaris Umum dan Bendahara Umum, di tingkat wilayah ke bawah disebut
Ketua, Sekretaris dan Bendahara. Jika di tingkat pusat jabatan Ketua,
Sekretaris bendahara, di tingkat wilayah ke bawah disebut Wakil Ketua, Wakil
Sekretaris, dan Wakil Bendahara.
3. Sistem Administrasi
Dalam penyelenggaraan tugas-tugas ketatausahaan, terutama yang
berkaitan dengan tugas pengendalian program, pembinaan anggota,
pembinaan organisasi, bimbingan amal usaha, hubungan dengan pihak luar
serta kegiatan-kegiatan lainnya, dibentuklah kantor sekretariat, yang dipimpin
oleh seorang Kepala Kantor. Kantor selain berfungsi sebagai pusat
administrasi, juga pusat kegiatan.
Dalam hal surat menyurat, baik masuk mapun keluar dicatat dengan
tertib melalui Sekretariat. Surat-surat keluar, ditandatangani oleh Ketua
Umum/ketua bersama Sekretaris Umum/sekretaris dengan ketentuan sebagai
berikut:
4. Pengadministrasian Aset
Keanggotaan
Daftar Pustaka
http://www.muhammadiyah.or.id
122
Pendidikan Kemuhammadiyahan
BAB VII
PENGELOLAAN AMAL USAHA MUHAMMADIYAH
Kompetensi Dasar
1. Agar mahasiswa dapat memahami Hakekat amal usaha
Muhammadiyah
2. Agar mahasiswa mampu mengidentifikasi prinsip-prinsip pengelolaan
Amal Usaha Muhammadiyah
3. Agar mahasiswa menyadari hubungan internal dan eksternal
Muhammadiyah
A. PENDAHULUAN
Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada
tahun 1912 di Kauman Yogyakarta, dari tahun ke tahun berikutnya
telah mengalami perkembangan dan peningkatan yang sangat
signifikan, baik secara organisasi maupun gerakan. Oleh karena itu
keberadaan Muhammadiyah dapat kita lihat dari dua sisi, yaitu
Muhammadiyah sebagai Organisasi (Persyarikatan) dan
Muhammadiyah sebagai Gerakan (Harakah). Sebagai organisasi
(Persyarikatan), Muhammadiyah menunjukkan adanya keteraturan,
sistimatika, dan hirarkhi, dari tingkat ranting sampai dengan pusat.
Dalam penyelenggaraannya, Muhammadiyah mengatur dirinya dengan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Sedangkan sebagai
gerakan (harakah), Muhammadiyah menunjukkan adanya dinamika
(bergerak maju, hidup dan menghidupkan, dinamis tiada henti) secara
terus-menerus dan berkesinambungan.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar makruf
nahi munkar dan tajdid, berazaskan Islam, bersumber pada al-Qur‘an
dan al-Sunnah, yang maksud dan tujuannya adalah menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya. Gerakan Muhammadiyah ini kemudian
123
Pendidikan Kemuhammadiyahan
dikembangkan dalam berbagai bidang, dan diantara implementasinya
diwujudkan dalam bentuk Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
Dalam perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya,
Muhammadiyah memiliki berbagai amal usaha dalam berbagai bidang
kehidupan. Secara tegas rumusan usaha Muhammadiyah ini tercantum
dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART)
Muhammadiyah tentang usaha sebgai berikut:
1. Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan
dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid yang diwujudkan
dalam usaha disegala bidamg kehidupan.
2. Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha,
program, dan kegiatan yang macam dan penyelenggaraannya
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
3. Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program,
dan kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah.
124
Pendidikan Kemuhammadiyahan
B. PENGELOLAAN AUM
Kebesaran Muhammadiyah salah satunya bisa dilihat dari
pertumbuhan dan perkembangan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
Setiap kali ada permusyawaratan dilaporkan perkembangan AUM
diberbagai tingkatan, mulai dari musyawarah ranting sampai dengan
muktamar, dimana dalam laporan tentang AUM secara umum
menunjukkan adanya kenaikan yang signifikan dari satu periode ke
periode berikutnya. Data AUM di Jawa Timur, tahun 2013, menunjukkan
bahwa jumlah sekolah SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA sebanyak 997
sekolah, 26 Perguruan Tinggi Muhammadiyah, 29 Rumah Sakit
Muhammadiyah, 72 Klinik dan Balai Pengobatan, dan 74 Panti Asuhan,
ini belum termasuk data tentang AUM di bidang ekonomi dan AUM yang
dikelola oleh ‗Aisyiyah dan Ortom Muhammadiyah lainnya.
125
Pendidikan Kemuhammadiyahan
1. AUM adalah salah satu usaha dari usaha-usaha dan media da‘wah
Persyarikatan untuk mencapai maksud dan tujuan Persyarikatan,
yakni menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga
terwujud Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Oleh
karenanya semua bentuk kegiatan AUM harus mengarah kepada
terlaksananya maksud dan tujuan Persyarikatan dan seluruh
pimpinan serta pengelola amal usaha berkewajiban untuk
melaksanakan misi utama Muhammadiyah itu dengan sebaik-
baiknya sebagai misi da'wah (Q.S. Ali Imran/3: 104, 110)
2. AUM adalah milik Persyarikatan dan Persyarikatan bertindak
sebagai Badan Hukum dari seluruh amal usaha itu, sehingga semua
bentuk kepemilikan Persyarikatan hendaknya dapat diinventarisasi
dengan baik serta dilindungi dengan bukti kepemilikan yang sah
menurut hukum yang berlaku. Karena itu, setiap pimpinan dan
pengelola AUM di berbagai bidang dan tingkatan berkewajiban
menjadikan amal usaha dengan pengelolaannya secara
keseluruhan sebagai amanat umat yang harus ditunaikan dan
dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. (Q.S. An-Nisaa‘/4:
57)
3. Pimpinan AUM diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan
persyarikatan dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian
pimpinan amal usaha dalam mengelola amal usahanya harus
tunduk kepada kebijaksanaan Persyarikatan dan tidak menjadikan
amal usaha itu terkesan sebagai milik pribadi atau keluarga, yang
akan menjadi fitnah dalam kehidupan dan bertentangan dengan
amanat (Q.S. Al-Anfal/8: 27)
4. Pimpinan AUM adalah anggota Muhammadiyah yang mempunyai
keahlian tertentu di bidang amal usaha tersebut, karena itu status
keanggotaan dan komitmen pada misi Muhammadiyah menjadi
sangat penting bagi pimpinan tersebut agar yang bersangkutan
memahami secara tepat tentang fungsi amal usaha tersebut bagi
Persyarikatan dan bukan semata-mata sebagai pencari nafkah yang
126
Pendidikan Kemuhammadiyahan
tidak peduli dengan tugas-tugas dan kepentingan kepentingan
Persyarikatan.
5. Pimpinan AUM harus dapat memahami peran dan tugas dirinya
dalam mengemban amanah Persyarikatan. Dengan semangat
amanah tersebut, maka pimpinan akan selalu menjaga kepercayaan
yang telah diberikan oleh Persyarikatan dengan melaksanakan
fungsi manajemen, yaitu menyangkut perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan yang sebaik-baiknya dan sejujur jujurnya.
6. Pimpinan AUM senantiasa berusaha meningkatkan dan
mengembangkan amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya
dengan penuh kesungguhan. Pengembangan ini menjadi sangat
penting agar amal usaha senantiasa dapat berlomba-lomba dalam
kabaikan (fastabiq al khairat) guna memenuhi tuntutan masyarakat
dan tuntutan zaman.
7. Sebagai amal usaha yang bisa menghasilkan keuntungan, maka
pimpinan AUM berhak mendapatkan nafkah dalam ukuran
kewajaran (sesuai ketentuan yang berlaku) yang disertai dengan
sikap amanah dan tanggungjawab akan kewajibannya. Untuk itu
setiap pimpinan persyarikatan hendaknya membuat tata aturan
yang jelas dan tegas mengenai gaji tersebut dengan dasar
kemampuan dan keadilan.
8. Pimpinan AUM berkewajiban melaporkan pengelolaan amal usaha
yang menjadi tanggung jawabnya, khususnya dalam hal
keuangan/kekayaan kepada pimpinan Persyarikatan secara
bertanggung jawab dan bersedia untuk diaudit serta mendapatkan
pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
9. Pimpinan AUM harus bisa menciptakan suasana kehidupan Islami
dalam amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya dan
menjadikan amal usaha yang dipimpinnya sebagai salah satu alat
da'wah maka tentu saja usaha ini menjadi sangat perlu agar juga
menjadi contoh dalam kehidupan bermasyarakat.
127
Pendidikan Kemuhammadiyahan
10. Karyawan AUM adalah warga (anggota) Muhammadiyah yang
dipekerjakan sesuai dengan keahlian atau kemampuannya. Sebagai
warga Muhammadiyah diharapkan karyawan mempunyai rasa
memiliki dan kesetiaan untuk memelihara serta mengembangkan
amal usaha tersebut sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan
berbuat kebajikan kepada sesama. Sebagai karyawan dari AUM
tentu tidak boleh terlantar dan bahkan berhak memperoleh
kesejahteraan dan memperoleh hak-hak lain yang layak tanpa
terjebak pada rasa ketidakpuasan, kehilangan rasa syukur,
melalaikan kewajiban dan bersikap berlebihan.
11. Seluruh pimpinan dan karyawan atau pengelola AUM berkewajiban
dan menjadi tuntutan untuk menunjukkan keteladanan diri, melayani
sesama, menghormati hak-hak sesama, dan memiliki kepedulian
sosial yang tinggi sebagai cerminan dari sikap ihsan, ikhlas, dan
ibadah.
12. Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola AUM hendaknya
memperbanyak silaturahim dan membangun hubungan-hubungan
sosial yang harmonis (persaudaraan dan kasih sayang) tanpa
mengurangi ketegasan dan tegaknya sistem dalam
penyelenggaraan amal usaha masing-masing.
13. Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola AUM selain melakukan
aktivitas pekerjaan yang rutin dan menjadi kewajibannya juga
dibiasakan melakukan kegiatan-kegiatan yang memperteguh dan
meningkatkan taqarrub kepada Allah dan memperkaya ruhani serta
kemuliaan akhlaq melalui pengajian, tadarrus serta kajian al-Quran
dan al-Sunnah , dan bentuk-bentuk ibadah dan mu'amalah lainnya
yang tertanam kuat dan menyatu dalam seluruh kegiatan AUM.
128
Pendidikan Kemuhammadiyahan
1. Majelis bertugas menyelenggarakan amal usaha, program, dan
kegiatan dalam bidang tertentu. Penentu kebijakan dan
penanggungjawab amal usaha adalah Pimpinan Muhammadiyah.
129
Pendidikan Kemuhammadiyahan
7. Mendirikan dan membuka AUM baru dan meningkatkan kualitas AUM
yang telah ada guna memenuhi tuntutan zaman dan masyarakat.
130
Pendidikan Kemuhammadiyahan
c. SK PP Muhammadiyah Nomor: 54/SK.PP/I.A/3.i/1998 tentang
Pedoman pemeriksaan keuangan persyarikatan
Muhammadiyah.
d. Peraturan PP Muhammadiyah Nomor: 03/PRN/I.0/B/2012
tentang Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah.
e. SK Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Nomor:
119/KEP/I.4/C/2007 tentang Peraturan Dana Ta‘awun di
Lingkungan Pendidikan Dasar dan Menengah.
d. SK Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Nomor :
074/KEP/II.0/C/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengelolaan Keuangan Persyarikatan di PWM, dan jenjang
organisasi di bawahnya.
e. Tanfidz Musywil Muhammadiyah Jawa Timur.
f. Program Kerja Majelis Dikdasmen PWM Jatim tahun 2010 –
2015
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
1). Menjamin bahwa seluruh sumber daya sekolah (keuangan
dan material) yang ada digunakan sebagaimana
seharusnya.
2). Menentukan penanggung jawab pelaksanaan kebijakan.
3). Memudahkan proses monitoring dan pengambilan kebijakan.
4. Kebijakan Umum
132
Pendidikan Kemuhammadiyahan
1. Melakukan pembinaan pengelolaan keuangan kepada sekolah
dan melakukan pengendalian penggunaan keuangan sekolah,
yang dimulai dari perencanaan hingga pelaporan.
2. Melakukan monitoring, evaluasi, dan audit atas ketaatan
sekolah (audit internal) dalam melaksanakan prosedur
keuangan yang ditetapkan oleh persyarikatan.
3. Menyajikan atau memberikan gambaran potensi dan masalah
keuangan sekolah kepada Persyarikatan Muhammadiyah.
134
Pendidikan Kemuhammadiyahan
2. Kode Sumber Dan dan Penggunaannya
a. Kode Sumber Dana
Mata Anggaran Kode
Uang pendaftaran 1.1
Dana pengembangan 1.2
Uang sekolah (SPP) 1.3
Uang kegiatan siswa (UKS) 1.4
Uang infaq siswa (UIS) 1.5
Uang infaq guru dan karyawan (UIG&K) 1.6
Uang hasil unit usaha sekolah 1.7
Uang bantuan swasta 1.8
Uang bantuan pemerintah 1.9
Uang lain-lain 1.10
137
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Muhammadiyah
7). Hasil Unit Usaha Sekolah
a). Untuk pengembangan modal unit usaha
b). Untuk biaya operasioanal sekolah
c). Untuk saving sekolah
8). Bantuan swasta: Digunakan sesuai dengan kebutuhan sekolah
atau sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian bantuan.
9). Bantuan Pemerintah: 100% untuk pengadaan barang dan/atau
kegiatan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
10). Uang lain-lain: digunakan untuk belanja sesuai dengan pos
peruntukannya.
138
Pendidikan Kemuhammadiyahan
c. Bendahara merekap dan melaporkannya kepada kepala sekolah
yang kemudian dibahas dalam rapat pimpinan.
d. Pembahasan pada rapat bersama antara Majelis Dikdasmen
Penyelenggara dan kepala sekolah selambat lambatnya 1 (satu)
bulan setelah usulan diterima.
4. Apabila karena sesuatu hal sehingga anggaran tahun berjalan belum
selesai dibahas dan ditetapkan oleh Majelis Dikdasmen
Penyelenggara, maka sekolah dalam melaksanakan kegiatannya
berpedoman pada RKAS tahun sebelumnya.
5. Apabila dipandang perlu, karena suatu hal atau keadaan yang
menyangkut penerimaan dan pengeluaran, sehingga rencana
anggaran pendapatan dan belanja sekolah tidak dapat dipertahankan
lagi, maka kepala sekolah dapat mengajukan usulan perubahan
(revisi) RKAS kepada Majelis Dikdasmen Penyelenggara.
a. Untuk SD/MI dan SMP/MTs diajukan ke Majelis Dikdasmen PC
Muhammadiyah.
b. Untuk SMA/MA/SMK diajukan ke Majelis Dikdasmen PD
Muhammadiyah.
140
Pendidikan Kemuhammadiyahan
c. Format laporan tahunan meliputi buku bank, neraca, laporan
sisa hasil usaha, laporan arus kas, dan laporan realisasi
anggaran.
6. Cash opname (Opname kas)
Setiap akhir tahun anggaran, auditor internal (kepala sekolah dan
majelis dikdasmen) melakukan cash opname keuangan sekolah
untuk memastikan saldo periode berjalan dalam buku kas harus
tepat sesuai dengan jumlah tunai dan buku bank sekolah.
C.6. Monitoring dan Evaluasi Anggaran
Monitoring dan evalusi adalah bentuk kegiatan pengecekan dan
pembinaan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan keuangan sekolah
dalam rangka terjadinya proses pengendalian internal sebelum
dilakukan kegiatan audit keuangan sekolah.
1. Jenis Monitoring dan Evaluasi
a. Monitoring dan Evaluasi kemajuan
Pengecekan terhadap proses dan pelaporan kemajuan
pelaksanaan kegiatan dan keuangan
b. Monitoring dan evaluasi kesesuaian
Pengecekan terhadap kesesuaian antara pelaksanaan kegiatan
dan penggunaan keuangan dengan panduan dan perencanaan
c. Monitoring dan evaluasi kinerja
Pengecekan terhadap dampak jangka pendek terhadap
pelaksanaan kegiatan dan penggunaan keuangan
141
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Pimpinan Cabang, Daerah, dan Wilayah, serta kelompok
profesional.
b. Tingkat sekolah
Monitoring dan evaluasi di tingkat sekolah dilakukan oleh kepala
sekolah dan tim penjamin mutu atau litbang.
6. Tindak Lanjut
142
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Hasil monitoring dan evaluasi akan ditindaklanjuti berdasarkan
temuan lapangan. Bentuk tindak lanjut didasarkan pada masalah
yang ada. Jika karena ketidakmengertian maka ditindaklanjuti
dengan pembinaan. Jika karena sengaja melakukan kesalahan
untuk kepentingan pribadi atau kelompok maka akan dikenakan
sanksi. Sanksi diberikan oleh Majelis Penyelenggara berdasarkan
rekomendasi tim monev.
C.7. Audit Keuangan Sekolah
1. Untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas keuangan
sekolah, perlu dilaksanakan audit keuangan.
2. Audit keuangan dilaksanakan secara internal dan eksternal.
3. Audit internal sekolah dilaksanakan oleh Majelis Dikdasmen
penyelenggara bekerja sama dengan Lembaga Pembina dan
Pemeriksa Keuangan (LPPK) PDM.
4. Audit internal sekolah dapat dilaksanakan setiap tahun sekali,
maksimal 3 bulan setelah tutup buku.
5. Audit eksternal dilakukan oleh Majelis Dikdasmen PW
Muhammadiyah bekerja sama dengan Lembaga Pembina dan
Pemeriksa Keuangan (LPPK) PW Muhammadiyah atau tenaga
profesional paling tidak sekali dalam satu periode
kepemimpinan kepala sekolah.
6. Pelaksanaan audit eksternal dilaksanakan sesuai skala prioritas
minimal sebelum periode kepemimpinan kepala sekolah
berakhir.
7. Biaya monev dan audit menjadi tanggung jawab sekolah.
8. Untuk melakukan audit, auditor harus mengetahui seluruh isi
kebijakan keuangan. Setiap kesalahan yang ditemukan, harus
dijelaskan secara terperinci dan bersamaan dengan itu
disertakan pula rekomendasi untuk tindakan koreksi.
9. Dengan dibantu oleh Majelis Dikdasmen, Kepala sekolah dan
bendahara sekolah bertanggung jawab untuk menjamin bahwa
rekomendasi tersebut diimplementasikan.
143
Pendidikan Kemuhammadiyahan
DAFTAR PUSTAKA
Salam, Junus, 2009, K.H. Ahmad Dahlan Amal dan Perjuangannya. Ciputat,
Tangerang, Banten, Al-Wasat Publishing House.
BAB VIII
144
Pendidikan Kemuhammadiyahan
PEMBELAJARAN KEMUHAMMADIYAH
Kompetensi Dasar
A. KURIKULUM KEMUHAMMADIYAHAN
b. Kemuhammadiyahan SMP/MTs
1) Mengenal sejarah berdiri, sifat-sifat dan ortom Muhammadiyah.
2) Mengenal dan mempraktekkan nilai-nilai yang terkandung dalam
Matan, Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
(MKCHM), Muqaddimah AD/ART, AD/ART dan Khittah
Muhammadiyah.
145
Pendidikan Kemuhammadiyahan
3) Mengenal dan mempraktekkan nilai-nilai yang terkandung dalam
kepribadian Muhammadiyah dan Pedoman Hidup Islami.
c. Kemuhammadiyahan SMA/MA/SMK
1) Mengenal latar belakan berdirinya Muhammadiyah dan
peranannya dalam mengisi kemerdekaan.
2) Mengenal ciri gerakan Muhammadiyah, struktur organisasi dan
macam-macam amal usahanya.
3) Menghafal dan mempraktekkan janji pelajar Muhammadiyah.
1. Pendahuluan
Sudah bertahun-tahun para ahli meneliti dan menciptakan
berbagai macam pendekatan mengajar. Salah satunya
dikembangkan oleh para ahli di bidang pembelajaran, menelaah
bagaimana pengaruh tingkah laku mengajar tertentu terhadap hasil
belajar siswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Joyce
dan Weil (1996) dan Joyce, Weil, dan Shower (1992), setiap
pendekatan yang ditelitinya dinamakan model pembelajaran,
meskipun salah satu dari beberapa istilah lain digunakan seperti
strategi pembelajaran, metode pembelajaran, atau prinsip
pembelajaran. Mereka memberikan istilah model pembelajaran
dengan dua alasan.
Pertama, istilah model pembelajaran memiliki makna yang
lebih luas daripada suatu strategi, metode, atau prosedur. Model
pembelajaran mencakup suatu pendekatan pembelajaran yang luas
dan menyeluruh. Misalnya, problem-based model of instruction
(model pembelajaran berdasarkan masalah) meliputi kelompok-
kelompok kecil siswa bekerjasama memecahkan suatu masalah
146
Pendidikan Kemuhammadiyahan
yang telah disepakati bersama. Dalam model ini, siswa seringkali
menggunakan berbagai macam keterampilan dan prosedur
pemecahan masalah dan berpikir kritis. Jadi satu model
pembelajaran dapat menggunakan sejumlah keterampilan
metodologis dan prosedural.
Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang
tidak dimiliki oleh strategi atau prosedur tertentu. Keempat ciri
tersebut ialah (1) rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para
pencipta atau pengembangnya, (2) landasan pemikiran tentang apa
dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan
dicapai), (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model
tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) lingkungan
belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Kedua, model dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi
yang penting, apakah yang dibicarakan adalah tentang mengajar di
kelas, atau praktek mengawasi siswa. Model pembelajaran
diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaksnya
(pola urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya. Penggunaan
model pembelajaran tertentu memungkinkan guru dapat mencapai
pembelajaran tertentu dan bukan tujuan pembelajaran yang lain.
Suatu pola urutan (sintaks) dari suatu model pembelajaran
menggambarkan keseluruhan urutan alur langkah yang pada
umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran. Suatu
sintaks pembelajaran menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan
apa yang perlu dilakukan oleh guru dan siswa, urutan kegiatan-
kegioatan tersebut, dan tugas-tugas khusus yang perlu dilakukan
oleh siswa. Sintaks dari berbagai macam model pembelajaran
mempunyai komponen yang sama. Misalnya, semua pembelajaran
diawali dengan menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa
terlibat dalam proses pembelajaran. Setiap model pembelajaran
selalu mempunyai tahap ―menutup pelajaran‖ yang berisi
147
Pendidikan Kemuhammadiyahan
merangkum pokok-pokok pembelajaran yang dilakukan oleh siswa
dengan bimbingan guru. Di samping ada persamaannya, setiap
model pembelajaran antara sintaks yang satu dengan sintaks yang
lain juga mempunyai perbedaan. Perbedaan-perbedaan inilah
terutama yang berlangsung di antara pembukaan dan penutupan
pembelajaran, yang harus dipahami oleh para guru agar supaya
model-model pembelajaran dapat dilakukan dengan berhasil.
Setiap model pembelajaran memerlukan sistem
pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit berbeda. Setiap
pendekatan memberikan peran yang berbeda kepada siswa, pada
ruang fisik, dan pada sistem sosial kelas. Arends (1997), dan para
pakar pembelajaran lainnya berpendapat bahwa tidak ada model
pembelajaran yang lebih baik daripada model pembelajaran yang
lain. Guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model
pembelajaran, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
beranekaragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah
pada dewasa ini. Menguasai sepenuhnya model-model
pembelajaran yang banyak diterapkan merupakan proses belajar
sepanjang hayat.
2. Pandangan Pembelajaran Menurut Konstruktivisme
Para ahli pendidikan mengemukakan pandangan belajar
dan mengajar yang berbeda dengan pandangan umum di atas.
Pandangan baru tersebut adalah konstruktivisme. Konstruktivisme
mengajarkan tentang sifat dasar bagaimana manusia belajar.
Belajar adalah constructing understanding atau knowledge. Dengan
cara mencocokkan fenomena, ide-ide, atau aktivitas yang baru
dengan pengetahuan yang telah ada dan percaya bahwa sudah
dipelajari. Oleh karena itu pada pembelajaran menurut
konstruktivisme, siswa seharusnya sungguh-sungguh membangun
makna dalam sudut pandang pembelajaran bermakna dan bukan
148
Pendidikan Kemuhammadiyahan
sekedar hafalan atau tiruan. Karakteristik pembelajaran
konstruktivistik (Slavin, 1997) adalah sebagai berikut.
a) Pembelajaran ditekankan pada pembelajaran sosial, antara
lain kooperatif (interaksi dengan orang dewasa dan teman
sebaya), berbasis proyek, dan berbasis penemuan.
b) Pembelajaran memperhatikan pemagangan kognitif
c) Pembelajaran menekankan scaffolding atau mediated
learning (assested learning)
d) Pembelajaran menekankan top-down
e) Pembelajaran memperhatikan generative learning
f) Pembelajaran yang menekankan self regulated learning
150
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Tugas utama guru adalah mengajar. Proses belajar adalah
terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang. Agar terjadi kegiatan
belajar tidak harus selalu ada orang yang mengajar. Kegiatan belajar
berhasil jika si belajar aktif mengalami proses belajar. Menyajikan materi
pelajaran merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran. Peran guru
mengusahakan setiap siswa berinteraksi aktif dengan berbagai sumber
belajar yang ada.
153
Pendidikan Kemuhammadiyahan
- Penjelasan memadai (mudah diserap siswa).
- Pindah gilir
- Penyebaran
- Pemberian waktu berpikir
2. Tingkat Pertanyaan
- Pengetahuan (C1)
- Pemahaman(C2)
154
Pendidikan Kemuhammadiyahan
- Penerapan(C3)
- Analisis(C4)
- Sintesis(C5)
- Evaluasi(C6)
d. Ketrampilan variasi stimuli dengan komponen;
1. Variasi dalam gaya mengajar guru
- Kesenyapan
- Mengadakan kontak dengan pandangan
1. Memusatkan perhatian
- Merumuskan tujuan
- Merumuskan masalah dan merumuskan kembali
- Menandai hal-hal yang tidak relevan
- Memparafrase
- Merangkum
- Menggali
- Meneliti alasan
156
Pendidikan Kemuhammadiyahan
4. Meningkatkan peran serta siswa;
- menimbulkan perencanaan
- menggunakan contoh
6. Menutup diskusi
- Merangkum
- Memberi gambaran yang akan dating
- Menilai
g. Ketrampilan menutup pelajaran dengan komponen-komponen;
1. Meninjau kembali
157
Pendidikan Kemuhammadiyahan
(1) Mengaplikasikan ide baru
158
Pendidikan Kemuhammadiyahan
Guru Muhammadiyah, pimpinan Muhammadiyah, Pimpinan Aisiyah, dan
kader Muhammadiyah sejatinya adalah guru Kemuhammadiyahan, yang
dituntut untuk dapat mengajarkan Muhammadiyah, baik di sekolah,
masyarakat, dan di dalam keluarga. Guru di sekolah mengajarkan
Muhammadiyah secara formal di lembaga pendidikan formal, sedangkan
para pimpinan dan kader Muhammadiyah dapat mengajarkan
Muhammadiyah secara informal dan non formal di masyarakat dan di
keluarga. Jadilah guru Muhammadiyah yang sejati!.
159