Anda di halaman 1dari 27

PEMERINTAH KABUPATEN PURWAKARTA

DINAS KESEHATA

UPTD PUSKESMAS SUKATAN


Jl.Raya Sukatani-Purwakarta. Tlp.(0264)828236
e-mail : dkk.dtpsukatani@gmail.com

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS SUKATANI


KABUPATEN PURWAKARTA

NOMOR : ......./C/VII/SK/SKTN/ /20

TENTANG
PANDUAN KESELAMATAN PASIEN UPTD PUSKESMAS SUKATANI

KEPALA PUSKESMAS SUKATANI

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan,


dibutuhkan tindakan yang komprehensif dan responsif terhadap
kejadian tidak diinginkan di fasilitas pelayanan kesehatan agar
kejadian serupa tidak terulang kembali;

b. bahwa masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu


ditangani segera di fasilitas pelayanan kesehatan;

c. bahwa pelayanan Puskesmas harus dilaksanakan dengan


memperhatikan mutu dan keselamatan pasien;

d. bahwa diperlukan panduan keselamatan pasien di fasilitas


pelayanan kesehatan yang merupakan acuan bagi fasilitas
pelayanan kesehatan untuk melaksanakan kegiatannya;

e. bahwa untuk menjamin mutu dan keselamatan pasien, maka perlu


disusun kebijakan panduan keselamatan pasien UPTD puskesmas
sukatani;

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);

2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun


2014, tentang Puskesmas;

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 tahun


2015, tentang Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama;

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 tahun


2017 tentang keselamatan pasien;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

6. Perda Kabupaten Purwakarta Nomor 7 tahun 2013 tentang


Penyelenggaraan Kesehatan;

7. Peraturan Bupati Purwakarta Nomor 15 Tahun 2013 tentang


Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Purwakarta Tahun 2013 – 2018;

8. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Nomor : 050.1/2688/Dinkes


Tentang Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta
Tahun 2013-2018;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS TENTANG KEBIJAKAN


PANDUAN KESELAMATAN PASIEN UPTD PUSKESMAS
SUKATANI.

Kesatu : Setiap petugas bertanggung jawab atas keselamatan pasien

Kedua : Setiap insiden keselamatan pasien di UPTD Puskesmas Sukatani di


catat dan dilaporkan oleh setiap petugas yang menemukan kejadian.

Ketiga Tim PMKP (Perbaikan Mutu dan Keselamatan Pasien) wajib


melaksanakan RCA (Root Cause Analysis) untuk setiap insiden
keselamatan pasien yang terjadi di UPTD Puskesmas Sukatani.

Keempat Dalam hal tidak terjadi insiden keselamatan pasien maka tim PMKP
(Perbaikan Mutu dan Keselamatan Pasien) wajib melaksanakan FMEA
(Failure Mode and Effects Analysis) minimal 1 kali dalam 1 tahun.
Kelima
Kebijakan Panduan keselamatan pasien di UPTD Puskesmas Sukatani,
sebagaimana tercantum dalam lampiran merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari surat keputusan ini.
Keenam : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan
perbaikan/perubahan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Purwakarta
Pada tanggal :
KEPALA PUSKESMAS SUKATANI

R Erna Siti Nurjanah., SKM


NIP: 19680524 1989 03 2004

LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA UPTD.PUSKESMAS SUKATANI.


NOMOR : ……/C/VII/SK/SKTN/IX/20..
TANGGAL : …………………………..
TENTANG : KEBIJAKAN PANDUAN KESELAMATAN PASIEN UPTD
PUSKESMAS SUKATANI
BAB I
DEFINISI

A. Latar Belakang
Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional, masyarakat dapat memilih
fasilitas kesehatan tingkat pertama yang sesuai dengan kebutuhan dan kepuasan
mereka. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat dan
gate keeper pada pelayanan kesehatan formal dan penapis rujukan, harus dapat
memberikan pelayanan bermutu sesuai dengan standar pelayanan maupun standar
kompetensi sehingga dapat menjamin keselamatan pasien. Keselamatan tersebut
sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap puskesmas. Namun harus diakui
kegiatan institusi puskesmas dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu
keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal
tersebut terkait dengan isu mutu dan citra puskesmas.
Puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan modern adalah suatu
organisasi yang sangat komplek karena padat modal, padat tehnologi, padat
karya, padat profesi, padat sistem, dan padat mutu serta padat resiko sehingga
tidak mengejutkan bila Kejadian Tidak Diinginkan/KTD akan sering terjadi dan
akan berakibat pada terjadinya injuri atau kematian pada pasien.
Dalam proses pemberian layanan kesehatan dapat terjadi kesalahan berupa
kesalahan diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta kesalahan sistem lainnya.
Berbagai kesalahan tersebut pada akhirnya berpotensi mengakibatkan cedera pada
pasien. Hal ini berarti bahwa kesalahan dapat mengakibatkan cedera dan dapat
pula tidak mengakibatkan cedera terhadap pasien.
Agar Puskesmas dapat menjalankan fungsinya secara optimal perlu
dikelola dengan baik, baik kinerja pelayanan, proses pelayanan, maupun sumber
daya yang digunakan. Masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan yang aman
dan bermutu, serta dapat menjawab kebutuhan mereka, oleh karena itu upaya
peningkatan mutu dan keselamatan pasien perlu diterapkan dalam pengelolaan
Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif kepada
masyarakat.
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana puskesmas membuat
asuhan pasien lebih aman untuk mencegah cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat menjalankan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
B. Definisi
Dalam panduan ini yang dimaksud dengan:
1. Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien
lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
2. Insiden Keselamatan Pasien yang selanjutnya disebut Insiden, adalah
setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien.
3. Kondisi Potensial Cedera (KPC) merupakan kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
4. Kondisi Potensial Cedera (KPC) merupakan terjadinya insiden yang
belum sampai terpapar ke pasien.
5. Kondisi Potensial Cedera (KPC) merupakan insiden yang sudah terpapar
ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
6. Kondisi Potensial Cedera (KPC) merupakan Insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien.

C. Tujuan
Tujuan Umum
Sebagai pedoman bagi Puskesmas Sukatani untuk dapat melaksanakan
program keselamatan pasien dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan
puskesmas.
Tujuan Khusus
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Puskesmas Sukatani.
2. Menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan dan pengunjung
Puskesmas Sukatani.
3. Sebagai acuan yang jelas bagi puskesmas Sukatani dalam mengambil
keputusan terhadap keputusan pasien.
4. Sebagai acuan bagi tenaga klinis dalam meningkatkan keselamatan
pasien.
5. Terlaksananya program keselamatan pasien secara sistematis dan terarah.

D. Manfaat
1. Budaya safety meningkat dan berkembang.
2. Resiko klinis dan keluhan berkurang.
3. Mutu pelayanan puskesmas meningkat.
4. Menurunkan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) di Puskesmas Sukatani
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup keselamatan pasien ini adalah petugas dan pengguna layanan di
UPTD Puskesmas Sukatani.

BAB III
TATALAKSANA

Keselamatan pasien puskesmas adalah suatu sistem dimana puskesmas


membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

A. STANDAR KESELAMATAN PASIEN PUSKESMAS SUKATANI


Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu
ditangani segera maka diperlukan standar keselamatan pasien di Puskesmas
Sukatani yang dijadikan acuan.
Adapun standar keselamatan pasien terdiri dari tujuh standar :
1. Hak pasien.
2. Mendididik pasien dan keluarga.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
4. Penggunaan metoda metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien

1. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian
Tidak Diharapkan.
Kriteria :
1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara
jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

2.  Mendidik pasien dan keluarga


Puskesmas harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien
Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu,
di Puskesmas harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya
tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan
pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
1). Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2). Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3). Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
4). Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5). Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan Puskesmas.
6). Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7). Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan


Puskesmas menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi
antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria :
1) Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan,
rujukan dan saat pasien keluar dari Puskesmas.
2) Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3) Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
4) Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan


evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Puskesmas harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria :
1) Setiap puskesmas harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan puskesmas, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan
faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan ”Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien”.
2) Setiap puskesmas harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain
terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.
3) Setiap puskesmas harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu
proses kasus risiko tinggi.
4) Setiap puskesmas harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan
keselamatan pasien terjamin.

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien


1) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Puskesmas Sukatani ”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi Kejadian
Tidak Diharapkan.
3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar
unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja Puskesmas serta meningkatkan
keselamatan pasien.
5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja Puskesmas dan keselamatan pasien.
Kriteria :
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian yang memerlukan
perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) sampai dengan
“Kejadian Tidak Diharapkan’ ( Adverse event).
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
Puskesmas terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar
Masalah (RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian
Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk
memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan
dengan “Kejadian Sentinel”.
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan di dalam Puskesmas dengan pendekatan antar
disiplin.
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja Puskesmas dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk
evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja Puskesmas dan
keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Standar :
1) Puskesmas memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas
2) Puskesmas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria :
1) Setiap puskesmas harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi
bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya
masing-masing.
2) Setiap puskesmas harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
3) Setiap puskesmas harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan


pasien
Standar :
1) Puskesmas merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
2) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria :
1) Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.
B. SASARAN DAN INDIKATOR KESELAMATAN PASIEN
Mengacu pada standar keselamatan pasien, maka puskesmas harus
merancang proses untuk memperbaiki, memonitor dan mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisa secara intensif dan melakukan perubahan
untuk meningkatkan keselamatan pasien. Untuk dapat mengukur pencapaian
kegiatan yang telah dilaksanakan dalam kegiatan yang memperhatikan
keselamatan pasien maka disusun sasaran dan indikator keselamatan pasien.
Tujuan SKP adalah untuk menggiatkan perbaikan-perbaikan tertentu dalam
soal keselamatan pasien. Sasaran sasaran dalam SKP menyoroti bidang-bidang
yang bermasalah dalam perawatan kesehatan, memberikan bukti dan solusi hasil
konsensus yang berdasarkan nasihat para pakar. Dengan mempertimbangkan
bahwa untuk menyediakan perawatan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi
diperlukan desain sistem yang baik, sasaran biasanya sedapat mungkin berfokus
pada solusi yang berlaku untuk keseluruhan sistem.
Sasaran Keselamatan Pasien Di Puskesmas Sukatani Meliputi :
SKP.1 Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar
SKP.2 Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
SKP.3 Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai
SKP.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar,
Pembedahan Pada PasienYang Benar
SKP.5 Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan
SKP.6 Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

SASARAN 1:
MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR
Puskesmas menyusun pendekatan untuk memperbaiki ketepatan
identifikasi pasien.
MAKSUD DAN TUJUAN
Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek
diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya
error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam
keadaan terbius / tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya;
mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam fasilitas pelayanan
kesehatan mungkin mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi lain.
Tujuan ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara yang
dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu yang
dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk
mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk
mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah;
pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan
pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan
sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien,
dengan dua nama pasien, nomor identifikasi menggunakan nomor rekam medis,
tanggal lahir, gelang (-identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain. Nomor
kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan
dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi/penanda
yang berbeda pada lokasi yang berbeda di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti di
pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat,
atau kamar operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga
termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang
memungkinkan untuk diidentifikasi.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan / prosedur.
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.
Indikator :
No Indikator Target
1. Kepatuhan petugas melakukan identifikasi pasien 100%
2. Petugas melakukan komunikasi efektif melalui telepon 100%

3. Tidak ada kejadian kesalahan pemberian obat 100%

4. Tidak ada kejadian kesalahan pemberian rekam medis 100%

SASARAN 2:
MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
Fasilitas pelayanan kesehatan menyusun pendekatan agar komunikasi di
antara para petugas pemberi perawatan semakin efektif.
MAKSUD DAN TUJUAN
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau
tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah
diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telpon, bila diperbolehkan
peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah
pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon
unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito. Fasilitas
pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon termasuk: menuliskan (atau
memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh
penerima informasi; penerima membacakan kembali (read back) perintah atau
hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan
dibacakan ulang dengan akurat.untuk obat-obat yang termasuk obat NORUM /
LASA dilakukan eja ulang. Kebijakan dan / atau prosedur mengidentifikasi
alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back) tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi gawat
darurat/emergensi di IGD atau ICU.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
2. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap
dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah atau hasil pemeriksaan tersebut
4. Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam melakuka
Indikator:
No Indikator Target

1 Pelaksanaan komunikasi efektif via telepon ≥ 70%

SASARAN 3:
MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBATAN YANG HARUS
DIWASPADAI
Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan pendekatan untuk
memperbaiki keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.
MAKSUD DAN TUJUAN
Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka
penerapan manajemen yang benar penting/krusial untuk memastikan keselamatan
pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat
yang persentasinya tinggi dalam menyebabkan terjadi kesalahan/error dan/atau
kejadian sentinel (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak
yang tidak diinginkan (adverse outcome) demikian pula obat-obat yang tampak
mirip/ucapan mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look-
Alike Sound-Alike/ LASA). Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai
tersedia di WHO. Yang sering disebut-sebut dalam isu keamanan obat adalah
pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium/potasium
klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih pekat)], kalium/potasium fosfat
[(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)], natrium/sodium klorida [lebih
pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih pekat].
Kesalahan ini bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di
unit asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana
mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat
darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau
mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan mengembangkan proses
pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit
konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Fasilitas pelayanan kesehatan
secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk
menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan datanya sendiri.
Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana yang
membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh
petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta
menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di
area tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah
pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai
2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi
label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
Indikator:
No Indikator Target

1 Penandaan obat LASA 100%

2 Penandaan high alert 100%

SASARAN4:
MEMASTIKAN LOKASI PEMBEDAHAN YANG BENAR, PROSEDUR
YANG BENAR, PEMBEDAHAN PADA PASIEN YANG BENAR
Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi.
MAKSUD DAN TUJUAN
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang
mengkhawatirkan dan biasa terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan. Kesalahan ini
adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi
(site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di
samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan
medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar
anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak
terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan
faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Fasilitas pelayanan kesehatan perlu
untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang
efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.
Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan sekurang-
kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan
kelainan/disorder pada tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang,
mengubah, atau menyisipkan kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan
berlaku atas setiap lokasi di fasilitas pelayanan kesehatan dimana prosedur ini
dijalankan. Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical Safety
Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s
Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person
Surgery. Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda
yang segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di seluruh
fasilitas pelayanan kesehatan; dan harus dibuat oleh orang yang akan melakukan
tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika memungkinkan, dan
harus terlihat sampai pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi ditandai
pada semua kasus termasuk sisi (laterality), struktur multipel (jari tangan, jari
kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang). Maksud dari proses verifikasi
praoperatif adalah untuk :
 memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
 memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil pemeriksaan
yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang;
 Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-implant yang
dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi”/Time out memungkinkan setiap pertanyaan yang
belum terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out dilakukan di tempat
tindakan akan dilakukan, tepat sebelum dilakukan tindakan.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist atau proses lain
untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat,
dan fungsional.
2. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan
pembedahan.
3. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman
proses untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi/dental yang
dilaksanakan di luar kamar operasi.
Indikator:
No Indikator Target

1 Kepatuhan petugas terhadap SOP layanan klinis ≥ 95%

SASARAN 5:
MENGURANGI RISIKO INFEKSI AKIBAT PERAWATAN KESEHATAN
Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
MAKSUD DAN TUJUAN
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam
kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan
besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi
umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi
saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan
pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari
eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang
tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh
dari WHO, fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau
mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima secara umum untuk
implementasi pedoman itu di Fasilitas pelayanan Kesehatan.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Fasilitas pelayanan Kesehatan mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand
hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (dari
WHO Patient Safety).
2. Fasilitas pelayanan Kesehatan menerapkan program hand hygiene yang
efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan

Indikator:
No Indikator Target

1 Kepatuhan petugas mencuci tangan 100%

SASARAN 6 :
MENGURANGI RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT TERJATUH
Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh.
MAKSUD DAN TUJUAN.
Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera pasien
rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
diberikan, dan fasilitasnya, fasilitas pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi
risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila
sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat
dan konsumsi alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan,
serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program ini memonitor
baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak sengaja terhadap langkah-
langkah yang dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang
tidak benar dari alat penghalang atau pembatasan asupan cairan bisa
menyebabkan cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang
menurun. Program tersebut harus diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :
1. Fasilitas pelayanan kesehatan menerapkan proses asesmen awal risiko pasien
jatuh dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil asesmen dianggap berisiko.
Indikator:
No Indikator Target

1 Kepatuhan petugas melakukan assesmen resiko jatuh 100%

2 Tidak ada kejadian pasien jatuh yang berakibat 100%


kecacatan/kematian

C. PELAPORAN
Pelaporan dilakukan secara tertulis setiap kejadian nyaris cedera (KNC)
atau kejadian tidak diharapkan (KTD) yang menimpa pasien selama menjalani
proses pengobatan oleh petugas kesehatan di Puskesmas.
1. Prinsip Pelaporan Insiden
 Fungsi utama pelaporan insiden adalah untuk meningkatkan keselamatan
pasien melalui pembelajaran dari kegagalan atau kesalahan
 Pelaporan insiden harus aman. Staf tidak boleh dihukum karena melapor
 Pelaporan insiden hanya akan bermanfaat kalau menghasilkan respon
yang konstruktif, minimal memberi umpan balik tentang data KTD dan
analisisnya. Idealnya juga menghasilkan rekomendasi untuk perubahan
proses dan sistem
 Analisis yang baik dan proses pembelajaran yang berharga memerlukan
keahlian atau keterampilan. Tim harus menyebarkan informasi,
pengembangan solusi dan rekomendasi perubahan.
2. Kebijakan Pelaporan Insiden
 Kecelakaan yang dilaporkan adalah KTD, KTC, KNC dan KPC
 Laporan insiden dibuat oleh staf unit layanan yang pertama menemukan
kejadian dan yang terlibat dalam kejadian
 Pelaporan menggunakan forrmulir dan alur pelaporan yang sama
 Tim keselamatan mengkoordinir pelaporan insiden yang terkait dengan
keselamatan pasien
 Unit pelayanan mencatat setiap insiden yang terjadi di unit kerja masing-
masing
3. Prosedur Pelaporan Insiden
 Petugas yang terlibat atau pertama menemukan insiden keselamatan
pasien wajib segera ditindaklanjuti penanganannya untuk mengurangi
dampak
 Setelah ditindaklanjuti, petugas tersebut membuat laporan insidennya
dengan mengisi formulir laporan insiden dan meneruskannya kepada
koordinator sebelum akhir jam kerja yang bersangkutan (maksimal 1x24
jam setelah kejadian)
 Form laporan insiden yang telah dilengkapi diserahkan kepada Tim Mutu
 Tim mutu memeriksa laporan, memonitor hasil investigasi dan
menindaklanjuti hasil investigasi.

D. MONITORING DAN EVALUASI


1. Tim mutu dan keselamatan Puskesmas Sukatani secara berkala melakukan
monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien di puskesmas
Sukatani
2. Tim mutu dan keselamatan puskesmas Sukatani secara berkala (paling
lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman,kebijakan dan prosedur
keselamatan pasien yang dipergunakan di Puskesmas Sukatani
3. Tim mutu dan keselamatan puskesmas Sukatani melakukan evaluasi
kegiatan setiap tiga bulan dan membuat tindak lanjutnya
BAB IV
DOKUMENTASI

Dilakukan pencatatan terhadap insiden keselamatan pasien. Kemudian di buatkan


laporan FMEA atau RCA. Hasil FMEA atau RCA kemudian dianalisis oleh
kepala Puskesmas, Tim Mutu dan tim PMKP untuk kemudian di buat rencana
tindak lanjutnya. Dilakukan pelaporan hasil analisi keselamatan pasien oleh tim
mutu / tim keselamatan pasien kepada Kepala Puskesmas
Dokumentasi keselamatan pasien di UPTD Puskesmas Sukatani meliputi :
1. Buku register keselamatan pasien di unit pelayanan
2. Laporan insiden
3. Laporan indikator mutu layanan klinis dan keselamatan pasien
4. Laporan FMEA
5. Laporan RCA
Formulir 1
FORMULIR LAPORAN INSIDEN KE TIM KESELAMATAN PASIEN
DI PUSKESMAS
Nama Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain .................................
LAPORAN INSIDEN
(INTERNAL)
RAHASIA, TIDAK BOLEH DIFOTOCOPY, DILAPORKAN MAKSIMAL 2 x 24 JAM

A. DATA PASIEN
Nama : ...............................................................................
No MR : ..................................... Ruangan : .....................
Umur : …. Bulan …. Tahun
Keompok Umur* :  0-1 bulan  > 1 bulan - 1 tahun
 > 1 tahun - 5 tahun  > 5 tahun - 15 tahun
 > 15 tahun - 30 tahun  > 30 tahun - 65 tahun
 > 65 tahun
Jenis kelamin :  Laki-laki  Perempuan
Penanggung
biaya pasien :  Pribadi  Asuransi Swasta
 Pemerintah  Perusahaan*
 BPJS  Lain-lain
Tanggal Masuk
Puskesmas : ....................................... Jam : ......................
B. RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan Waktu Insiden
Tanggal : ........................................... Jam ......................................
2. Insiden : .............................................................................................
3. Kronologis Insiden
............................................................................................................................
............................................................................................................................
.......................................................................................
4. Jenis Insiden* :
 Kejadian Nyaris Cedera / KNC (Near miss)
 Kejadian Tidak diharapkan / KTD (Adverse Event) / Kejadian Sentinel
(Sentinel Event)
 Kejadian Tidak Cedera / KTC
 KPC
5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden*
 Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas lainnya
 Pasien
 Keluarga / Pendamping pasien
 Pengunjung
 Lain-lain .......................................................................................
(sebutkan)
6. Insiden terjadi pada* :
 Pasien
 Lain-lain ........................................................................................
(sebutkan)
Mis : karyawan / Pengunjung / Pendamping / Keluarga pasien, lapor ke K3
RS/unit K3 Fasyankes lain
7. Insiden menyangkut pasien :
 Pasien rawat inap  Pasien rawat jalan
 Pasien UGD
 Lain-lain ...................................................................................... (sebutkan)
8. Tempat Insiden
Lokasi kejadian ............................................................................... (sebutkan)
(Tempat pasien berada)
9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit / spesialisasi)
 Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya
 Anak dan Subspesialisasinya
 Bedah dan Subspesialisasinya
 Obstetri Gynekologi dan Subspesialisasinya
 THT dan Subspesialisasinya
 Mata dan Subspesialisasinya
 Saraf dan Subspesialisasinya
 Anastesi dan Subspesialisasinya
 Kulit dan Kelamin dan Subspesialisasinya
 Jantung dan Subspesialisasinya
 Paru dan Subspesialisasinya
 Jiwa dan Subspesialisasinya
 Lain-lain .......................................................................... (sebutkan)
10. Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden
Unit kerja penyebab ............................................................ (sebutkan)
11. Akibat Insiden Terhadap Pasien* :
 Kematian
 Cedera Irreversibel / Cedera Berat  Cedera Reversibel / Cedera Sedang
 Cedera Ringan
 Tidak ada cedera
12. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya :
............................................................................................................................
............................................................................................................................
..
13. Tindakan dilakukan oleh* :
 Tim : terdiri dari : ......................................
 Dokter
 Perawat
 Petugas lainnya ................................................................................
14. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain?*
 Ya  Tidak
Apabila ya, isi bagian dibawah ini.
Kapan ? dan Langkah / tindakan apa yang telah diambil pada Unit kerja
tersebut untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama?
...............................................................................................................
................................................................................................................
Pembuat : …………… Penerima : ……………
Laporan Laporan
Paraf : …………… Paraf : ……………
Tgl Terima : …………… Tgl Lapor : ……………

Grading Risiko Kejadian* (Diisi oleh atasan pelapor) :


BIRU HIJAU KUNING MERAH
NB. * = pilih satu jawaban.

Anda mungkin juga menyukai