PENELITI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
Penelitian
Peneliti
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
KATA PENGANTAR
Om, Swastyastu.
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa /
Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, PENELITIAN yang
berjudul “PEMBRANTASAN DAN PENCEGAHAN TERHADAP
PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DI DENPASAR (STUDI KASUS
POLRESTA DENPASAR) dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya. PENELITIAN ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi kewajiban
Dosen Pengajar di Fak Hukum Udayana dalam menunjang Tri Dharma Perguruan
Tinggi pada Universitas Udayana.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna
karena keterbatasan Waktu. Peneliti berharap semoga penelitian ini memenuhi
kriteria salah satu syarat dari tri dharma pergutruan tingi pada Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, S.H., M.Hum., Dekan Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
2. Bapak Dr. Gde Made Swardhana, S.H., M.H., Wakil Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
3. Bapak Dr. Ida Bagus Surya Dharma Jaya, S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Semoga bantuan, dorongan dan kajian ilmiah di bidang hukum pidana yang
telah diberikan kepada peneliti memperoleh penghargaan yang baik dari Tuhan
Yang Maha Esa. Peneliti menyadari sepenuhnya masih ada kekurangan dalam
penelitian ini. Dengan kerendahan hati, peneliti menghargai dan menerima kritik
dan saran demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat
bermanfaat, baik sebagai bahan bacaan maupun untuk pengetahuan bagi yang
memerlukan.
Peneliti
DAFTAR ISI
Kulit
Coper tengah
Halaman Pengesahan
Daftar Isi
Ringkasan
Judul Penelitian
Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
2. Rumusan Masalah
BAB VI : PENUTUP
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ABSTRAK
BAB I
PENDAHULUAN
1
Didi M.Arief Mansur dan Elisatris Gultrom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan:
Kejahatan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm. 55.
2
Apabila di kaitkan dengan unsur pasal tindak pidana pencurian 362 KUHP
maka kejahatan pencurian kendaraan bermotor adalah perbuatan yang di lakukan
pelaku dengan mengambil suatu barang yaitu kendaraan bermotor itu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki
kendaraan bermotor tersebut secara melawan hukum. Kejahatan pencurian
kendaraan bermotor termasuk sebagai tindak pidana pencurian yang di atur dalam
KUHP. Berikut ini adalah pasal KUHP yang mengatur kejahatan pencurian
kendaraan bermotor beserta pasal yang memiliki keterikatan dengan kejahatan
pencurian kendaraan bermotor. 1. Pengertian pencurian menurut hukum 362
KUHP. 2. Pencurian dengan pemberatan yang di atur dalam pasal 363 KUHP. 3.
Pencurian dengan kekerasan yang di atur dalam pasal 365 KUHP. 4. Tindak
pidana penadahan yang di atur dalam pasal 480 KUHP.
2
Prof. Moeljatno, 2014, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara,
hlm. 128.
3
perbuatan tingkah laku positif atau perbuatan materil, yang dilakukan dengan
gerakan otot secara sengaja yang pada umumnya dengan menggunakan jari-jari
dan tangan yang kemudian diarahkan pada suatu benda, menyentuhnya,
memegangnya dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkan ke tempat
lain atau ke dalam kekuasaannya. 3
Perlu ada atau tidaknya hukum pidana tidak terletak pada persoalan
tujuan-tujuan yang hendak di capai, tetapi terletak pada persoalan seberapa jauh
untuk mencapai tujuan itu boleh menggunakan paksaan. Tidak semua upaya-
upaya penanggulangan kejahatan bisa memperbaiki pelaku menjadi lebih baik,
oleh karena itu penggunaan pidana masih diperlukan walaupun sebagai upaya
terakhir.
Masalah pengendalian atau penanggulangan kejahatan dengan hukum
pidana bukan hanya merupakan problem sosial, tetapi juga merupakan masalah
kebijakan, selanjutnya oleh Sudarto mengemukakan bahwa, kita tidak boleh
melupakan, hukum pidana atau lebih tepat sistem pidana atau merupakan bagian
dari politik kriminal, ialah usaha yang rasional dalam menanggulangi kejahatan,
sebab di samping penanggulangan dengan menggunakan pidana masih ada cara
lain untuk melindungi masyarakat dari kejahatan.4
Oleh karena itu dalam mengambil kebijakan untuk menggunakan hukum
pidana yang biasanya di mulai dengan proses kriminalisasi harus di perhatikan
beberapa hal, kriminalisasi tersebut di artikan sebagai proses penetapan suatu
perbuatan orang sebagai perbuatan yang dapat di pidana5. Proses ini di akhiri
dengan terbentuknya undang-undang di mana perbuatan itu di ancam dengan
suatu sanksi yang berupa pidana. Hal hal yang harus diperhatikan ada empat
yaitu:
a. Tujuan Hukum Pidana
b. Penetapan perbuatan yang tidak dikehendaki
3
Agustina Rosan, 2003, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pascasarjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, hlm. 13.
4
Sudarto, 1983, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Bandung: Sinar Baru,
hlm. 31.
5
Mahrus Ali, 2011, Dasar-dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 66.
4
Salah satu gejala sosial yang akhir-akhir ini meningkat di Denpasar adalah
terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor dan pelaku menggunakan
6
Ibid, hlm. 67.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAAN
1.7 Landasan Teori
Guna menunjang penelitian ini seusai dengan permasalahannya sehingga
dapat diwujudkan sebagai suatu kajian ilmiah di bidang ilmu hukum, maka
landasan teoritis dari pembahasan yang telah dirumuskan berpedoman pada
literatur-literatur, teori hukum atau teori hukum khusus, konsep-konsep hukum,
asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma, dan juga pendapat para sarjana
hukum yang berkaitan dengan pemasalahan kejahatan pencurian kendaraan
bermotor.
1.7.1 Penegakan Hukum
Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan
menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksan sanksi hukum
guna menjamin pentaatan terhadap ketentuan yang ditetapkan tersebut sedangkan
menurut Satjipto Rahardjo penegakan hukum adalah suatu proses untuk
mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan.7
Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah yang
terwujud dalam serangkaian nilai untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut keberhasilan
penegakan hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai
arti yang netral sehingga dampak negative atau positifnya terletak pada isi faktor-
faktor tersebut. Faktor-faktor ini merupakan esensi serta tolak ukur dari efektivitas
penegakan hukum.
a. Hukum (undang-undang),
b. Penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk mapun
menerapkan hukum,
7
Satjipto Rahardjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru: Bandung, hlm. 24.
8
8
Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja
Grafindo Persada, hlm. 5.
9
9
Mulyadi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra
Aditya Bakti: Bandung, hlm. 173.
10
Soerjono Soekanto, 2010, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta : Rajawali Press,
hlm. 167.
11
Sudjono Dirdjosisworo, 1983, sosiologi hukum, Jakarta : Rajawali Press, hlm. 83.
10
pembangunan materi hukum, struktur hukum dan budaya hukum yang salah
satunya adalah peningkatan perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran
hukum yang tinggi terus ditingkatkan dengan lebih memberikan akses terhadap
segala informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, dan akses kepada masyarakat
terhadap pelibatan dalam berbagai proses pengambilan keputusan pelaksanaan
pembangunan nasional sehingga setiap anggota masyarakat manyadari dan
manghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Akibatnya akan
terbentuk perilaku warga negara Indonesia yang mempunyai rasa memiliki dan
taat hukum.12
Menurut Soerjono Soekanto untuk mengetahui kesadaran hukum
masyarakat di dalam proses perubahan yang menjadi ciri dari pembangunan,
dengan demikian maka pokok-pokok yang harus diteliti adalah :
1. Proses hukum, yaitu bagaimana masyarakat bertindak di dalam kehidupan
hukum dengan mengambil tindakan-tindakan hukum yang banyak dilakukan
sebagai patokan.
2. Alasan dan latar belakang proses hukum tersebut
3. Apakah proses hukum tersebut selaras atau tidak sesuai dengan peraturan-
peraturan tertulis yang berlaku
4. Mengapa terdapat keselarasan atau bahkan ketidaksesuaian antara proses
hukum dengan peraturan-peraturan tertulis yang berlaku.13
Mempertanyakan kesadaran hukum masyarakat pada prinsipnya
mempertanyakan juga aspek penegakan hukum, yang pernah dilakukan oleh
Soerjono Soekanto tentang kesadaran dan kepatuhan hukum di tahun di tahun
1982, membuka pintu kajian semakin jelas akan pentingnya keterlibatan
masyarakat dalam mematuhi secara sadar konsepsi hukum yang telah disahkan
dan dilaksanakan secara konsekuen dalam komunikasi/hubungan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara bahkan berpolitik. Sejak awal tidak ada kesepakatan
12
Fence M. Wantu, 2010, Idee Des Recht kepastian hukum, keadilan dan
kemamfaatan(implementasi dalam proses peradilan perdata), Yogyakarta : Pustaka pelajar ,hlm.
3.
13
Soerjono soekanto, 2010, pokok-pokok sosiologi hukum, Jakarta : Rajawali press, hlm.
169.
11
14
Saifullah, 2010, Refleksi sosiologi hukum, Bandung : refika aditama, hlm. 105.
12
kaidah yang lebih tinggi tingkatannya (Hans Kelsen) atau terbentuk menurut cara
yang ditetapkan (W.Zevenbergen).
Bagi studi hukum dalam masyarakat, maka yang terpenting adalah hal
berlakunya hukum secara sosiologis (efektivitas hukum). Studi efektivitas hukum
adalah suatu kegiatan yang memperlihatkan suatu strategi perumusan masalah
yang bersifat umum, yaitu suatu perbandingan realitas hukum dengan ideal
hukum, yaitu terdapat jenjang antara hukum dalam tindakan ( law in action)
dengan hukum dalam teori ( law in teory). Roscoe Pound membuat perbedaan
yang kemudian menjadi sangat terkenal di dalam ilmu hukum, yaitu antara law in
the books dan law in actions. Pembedaan ini mencakup persoalan-persoalan
antara lain, apakah tujuan yang secara tegas dikehendaki oleh suatu peraturan itu
sama dengan efek peraturan itu dalam kenyataannya.
Studi efektivitas hukum, adalah menelaah apakah hukum itu berlaku, dan
untuk mengetahui berlakunya hukum tersebut, Black menganjurkan agar
membandingkan antara ideal hukum, yakni kaidah yang dirumuskan dalam
undang-undang atau keputusan hakim, dengan realitas hukum. Soerjono Soekanto
berkaitan dengan realiatas hukum im menyatakan bahwa apabila seseorang
mengatakan bahwa suatu kaidah hukum berhasil atau gagal mencapai tujuannya,
maka hal itu biasanya diukur apakah pengaruhnya berhasil mengatur sikap tindak
atau perilaku tertentu, sehingga sesuai dengan tujuannya atau tidak. Kepatuhan
seseorang terhadap hukum seringkali dikaitkan dengan persoalan-persoalan di
seputar kesadaran hukum seseorang tersebut. Dengan lain perkataan, kesadaran
hukum menyangkut masalah apakah ketentuan hukum tertentu benar-benar
berfungsi atau tidak dalam masyarakat.
Satjipto Rahardjo memberikann pengertian kesadaran hukum sebagai
kesadaran masyarakat untuk menerima dan menjalankan hukum sesuai dengan
ratio pembentukannya. Mertokusumo memberikan pengertian kesadaran hukum
sebagai kesadaran tentang apa yang seyogyanya dilakukan atau perbuat atau
seyogyanya tidak dilakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Kesadaran
hukum seringkali juga dikaitkan dengan efektivitas hukum. Dengan kata lain,
kesadaran hukum menyangkut masalah apakah ketentuan hukum tertentu benar-
13
15
Muslan Abdurrahman, 2009, Sosiologi dan metode penelitian hukum, Malang : UMM
Press, hlm. 37.
16
Barda Nawawi Arief, 2013, Kapita Selekta Hukum Pidana, ctk Ketiga, Citra Aditya
Bandung, hlm. 67.
17
Salim,H.S dan Erlis Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan
Disertasi, Edsis Pertama, ctk Kesatu, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 375.
18
Soerjono Soekanto, 1985, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi, Remaja Karya
Bandung, hlm. 7.
14
“Hukum akan mejadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya dapat
mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan dapat menghilangkan
kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat membuat apa yang
dirancang dapat diwujudkan. Jika suatu kegelapan maka kemungkinan terjadi
pembetulan secara gampang jika terjadi keharusan untuk melaksanakan atau
menerapkan hukum dalam suasana baru yang berbeda, hukum akan sanggup
menyelsaikan.”22
20
Ibid.
21
Soerjono Soekanto, 1996, Sosiologi Suatu pengantar, Rajawali Pers, Bandung, hlm.
20.
22
Salim H.S dan Erlis Septiana Nurbani, Op.cit, hlm. 303.
16
- Upaya Pre-emtif
- Upaya preventif
- Upaya represif
25
Romli Atmasasmita, 1997, Krimonologi, Penerbit Mandar Maju, Bandung, hlm. 45.
18
2. Jika melanggar kaidah hukum positif apalagi hukum pidana positif, dapat
dipidana berdasarkan ketentuan hukum tertulis. Hukuman bisa berbentuk
pidana kurungan, denda, penjara, ataupun pidana mati. 26
26
Saeharodji, H. Hari, 1980, Pokok-pokok Kriminologi, Aksara Baru, Jakarta, hlm. 12.
27
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002, Kriminologi, PT Grafindo, Jakarta, hlm.
10.
19
meliputi tiga aspek yang merpuakan suatu kesatuan hubungan sebab-akibat yang
saling mempengaruhi.”
W.A Bonger
“Memberikan batasan bahwa”kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang
bertujuan menyelidiki kejahatan seluas-luasnya”. Bonger, dalam memberikan
batasan kriminologi, membagi kriminologi ke dalam dua aspek:
kriminologi praktis, yaitu kriminologi yang berdasarkan hasil penelitiannya
disimpulkan manfaat praktisnya.
kriminologi teoritis, yaitu ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengelamannya
seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala
kejahatan dan mencoba menyelidiki sebab dari gejala tersebut (etiologi) dengan
metode yang berlaku pada kriminologi.28
SUTHERLAND
Merumuskan, (The Body of Knowledge regarding crime as social
Phenomenon) kriminologi sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian
dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial, menurut SUTHERLAND
Kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan
reaksi atas pelnggaran hukum. sehingga olehnya dibagi menjadi empat yaitu:
1. Sosiologi Hukum, ilmu tentang perkembangan hukum.
2. Etiologi Hukum yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai sebab-
sebab kejahatan;
3. Penologi yang menaruh perhatian atas perbaikan narapidana.
PAUL MUDIGDO MULYONO
Tidak sependapat dengan definisi yang diberikan SUTHERLAND.
menurutnya definisi itu seakan-akan tidak memberikan gambaran bahwa pelaku
kejahatan itupun mempunyai andil atas terjadinya kejahatan, oleh karena
terjadinya kejahatan bukan semata-mata perbuatan yang ditentang oleh
masyarakat, akan tetapi adanya dorongan dari sipelaku untuk melakukan
perbuatan jahat yang ditentang oleh masyarakat tersebut. Karenanya PAUL
28
Ibid, hlm. 3.
20
Setelah terpasang, pelaku akan aman saat keluar dari loket parker
karena kendaraan yang dibawanya sesuai dengan STNK. Demi
melancarkan rencananya itu, biasanya pelaku berani mengatakan tiket
parker hilang. Dengan hanya menunjukan STNK dan membayar denda,
pelaku pun bisa kabur.
- Upaya preventif
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya
kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik dari pada
mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sehingga
menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang mendorong timbulnya
perbuatan menyimpang juga meningkatkan kesadaran dan partisipasi
masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab
bersama.
Langkah-langkah preventif tersebut meliputi:
1. Peningkatan kesejahteraan rakyat untuk mengurangi pengangguran, yang
dengansendirinya akan mengurangi kejahatan.
2. Memperbaiki sistem administrasi dan pengawasan untuk mencegah
terjadinya penyimpangan-penyimpangan.
3. Peningkatan penyuluhan hukum untuk memeratakan kesadaran hukum
rakyat.
23
31
Ibid, hlm. 12.
24
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
BAB IV
METODE PENELITIAN
1.1 Metode Penelitian
Menurut Kartini Kartono, metode penelitian adalah cara-cara berfikir dan
berbuat, yang dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan penelitian dan guna
mencapai tujuan.32 Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami, bahwa peneitian
pada dasarnya adalah suatu kegiatan yang terencana dilakukan dengan metode
ilmiah bertujuan untuk mendapatkan data baru guna mendapatkan kebenaran
ataupun ketidak benaran dari suatu gejala yang ada.
1.1. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris, dimana
suatu prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan
meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan
mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan. Metode yuridis empiris
ini penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan
meneliti bagaimana bekerjanya hukum dalam lingkungan masyarakat.
Dikarenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di
masyarakat maka penelitian hukum yuridis empiris dapat dikatakan sebagai
penelitian hukum sosiologis. Dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang
diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat.
1.2 Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan
kasus dan pendekatan fakta. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara meneliti
kasus-kasus yang telah terjadi di Denpasar. Sedangkan pendekatan fakta
digunakan dengan mengadakan penelitian terhadap data dan wawancara langsung
terhadap pihak-pihak terkait.
1.3 Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini bertujuan menggambarkan
secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok terntetu, atau
32
Kartini Kartono, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi, Ilmu Hukum
Dalam Hilman Adikusuma, Penerbit Mandar Maju Bandun, hlm. 58.
27
untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya
hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian ini
menggambarkan tentang penanggulangan terhadap pencurian kendaraan bermotor
di Denpasar (studi kasus wilayah hukum POLRESTA Denpasar)
1.4 Sumber Bahan Hukum atau Data
Berdasarkan atas penggunaan Data Hukum Primer dan Data Hukum
Sekunder dalam penelitian hukum yuridis empiris. Masing-masing dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Data hukum primer yang digunakan adalah data yang bersumber dari suatu
penelitian lapangan, yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber
di lapangan yaitu baik dari responden maupun informan. Data primer yang
di gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan
wawancara langsung dengan kepala bagian yang mengurusi kriminal
umum di POLRESTA Denpasar
2. Data hukum sekunder terdiri atas buku-buku hukum (text book), jurnal-
jurnal hukum, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat
dalam media masa, kitab undang-undang hukum dan internet dengan
menyebutkan nama situsnya.
1.5 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data tertentu sesuai
dengan data yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Teknik yang
digunakan antara lain.
1. Penelitian lapangan (field research), penelitian ini dilakukan dengan
cara terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh data primer.
2. Penelitian pustaka (library research), penelitian ini dilakukan dengan
cara mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum.
1.6 Teknik Analisis
Setelah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder terkumpul, maka
bahan hukum tersebut diolah dan dianalisa dengan mempergunakan metode
kualitatif. Setelah melalui proses pengolahan data analisis, kemudian bahan
hukum tersebut disajikan secara deskriptif analisis. Deskriptif artinya adalah
28
BAB V
33
“Pengertian Penanggulangan” melalui http://kbbi.web.id., diakses tanggal 27 Oktober
2016, pukul 15.01 wita.
30
yang berjaga. Hal ini selalu terjadi di banyak negara seperti Singapura, Australia
dan negara-negara lainnya di dunia. Jadi dalam upaya pre-emtif faktor niat tidak
terjadi.
2. Preventif
Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya Pre-
Emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam
upaya preventif yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk
dilakukannya kejahatan. Contoh ada orang ingin mencuri motor tetapi kesempatan
itu dihilangkan karena motor-motor yang ditempatkan di tempat penitipan motor,
dengan demikian kesempatan menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan. Jadi
dalam upaya preventif kesempatan ditutup.
3. Represif
Upaya terakhir ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana atau
kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcemenet) dengan
menjatuhkan hukuman.34
Salah satu bentuk tindak pidana yang tercantum dalam Bukum Kedua
KUHP adalah tindak pidana pencurian yang secara khusus diatur dalam Bab XXII
Pasal 362 – 367 KUHP. Tindak Pidana Pencurian secara umum dirumuskan
dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
34
Barda Nawawi Arief, 2010, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
Dalam Penangulangan Kejahatan, Jakarta; Kencana, hlm. 79.
35
Ibid, hlm. 79.
31
a. Unsur subyektif
b. Unsur obyektif
Unsur-unsur tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHP.
Seperti yang diatur dalam Pasal 362 KUHP itu ialah ’hij’, yang lazim
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan kata ’barangsiapa’. Kata ’hij’
tersebut menunjukkan orang, apabila dia memenuhi semua unsur tindak pidana
yang diatur dalam pasal tersebut maka karena bersalah telah melakukan tindak
pidana pencurian, dia dapat dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima
tahun atau pidana denda setingi-tingginya sembilan ratus rupiah. 38
Unsur obyektif yang kedua dari tindak pidana pencurian adalah perbuatan
’mengambil’ dari tempat di mana barang tersebut terletak. Oleh karena di dalam
36
Lamintang, 1989, Delik – delik Khusus Kejahatan - kejahatan Terhadap Harta Kekayaan,
Cetakan Pertama, Sinar Baru, Bandung, hlm. 1.
37
Lamintang, 1984, op.cit, hlm. 1.
38
Ibid, hlm. 8.
32
39
Hermin Hediati Koeswadji, 1984, op.cit, hlm. 20.
40
Moch. Anwar, 1986, Hukum Pidana Bagian Khusus (Jilid I), Alumni, Bandung, hlm. 17.
41
Lamintang, 1989, op.cit, hlm. 12.
33
Karena tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP itu
adalah merupakan suatu ’tindak pidana formil’, maka tindak pidana tersebut harus
dianggap telah selesai dilakukan oleh pelakunya yaitu segera setelah pelaku
tersebut melakukan perbuatan ’mengambil’ seperti yang dilarang untuk dilakukan
orang di dalam Pasal 362 KUHP. 43
Unsur obyektif ketiga dari tindak pidana pencurian yang diatur dalam
Pasal 362 KUHP itu ialah ’eenig goed’ atau ’suatu benda’. Kata ’goed’
atau’benda’ itu oleh para pembentuk Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang
berlaku di Indonesia dewasa ini, ternyata bukan hanya dipakai di dalam rumusan
Pasal 362 KUHP saja melainkan juga di dalam rumusan-rumusan dari lain-lain
tindak pidana, seperti pemerasan, penggelapan, penipuan, pengerusakan, dan lain-
lain. Pada waktu Pasal 362 KUHP tertentu, orang hanya bermaksud untuk
mengartikan kata ’goed’ yang terdapat di dalam rumusannya, semata-mata
sebagai ’stoffelijk en reorend god’ atau sebagai ’sebagai benda yang berwujud dan
menurut sifatnya dapat dipindahkan’. 44
42
Ibid, hlm. 13.
43
Ibid, hlm. 15.
44
Ibid, hlm. 16.
34
45
Moch. Anwar, 1986, op.cit, hlm. 18.
46
R. Soesilo, 1984, Pokok - pokok Hukum Pidana Peraturan Umum Delik-delik Khusus,
Politea, Bogor, hlm. 118.
47
Lamintang, 1989, op.cit, hlm. 21.
48
Moch. Anwar, 1986, op.cit, hlm. 19.
35
49
Moch. Anwar, 1986, loc.cit, hlm. 23.
50
R. Soesilo, 1984, op.cit, hlm. 119.
51
Lamintang, 1989, op.cit, hlm. 31.
36
a) Mengambil;
b) Suatu barang;
a) Dengan maksud;
52
Moeljatno, 1985, op.cit, hlm. 128.
53
Ibid, hlm. 79.
37
Berdasarkan rumusan yang terdapat dalam Pasal 363 KUHP, maka unsur-
unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan adalah:
1) Unsur yang memberatkan, dalam Pasal 363 KUHP yang meliputi:
Ke-1 Pencurian ternak (Pasal 363 ayat (1) ke-1 KUHP);
2) Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu
tersebut ke-4 dan ke-5 maka dikenakan pidana penjara paling lama
Sembilan tahun. 54
54
Wirdjono Prodjodikoro, 1986, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT.Eresco,
hlm. 15.
38
”Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan pasal 363 ke-4,
begitupun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 ke-5, apabila tidak
dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika
harga barang yang dicuri tidak lebih dari puluh lima rupiah, dikenai, karena
pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak
enam puluh rupiah”. 55
Berdasarkan rumusan pada Pasal 364 KUHP di atas, maka unsur- unsur
dalam pencurian ringan adalah:
1) Pencurian dalam bentuknya yang pokok (Pasal 362 KUHP);
2) Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-
sama (Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP);
6) Apabila harga barang yang dicurinya itu tidak lebih dari dua puluh
lima rupiah.56
55
Ibid, hlm. 129.
56
M. Sudradjat, 1986, Tindak-tindak Pidana Tertentu Dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, Remadja Karya, Bandung, hlm. 67.
39
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian
yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau
mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk
memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk
tetap menguasai barang yang dicurinya.
(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
Ke-1 jika perbuatan dilakukan pada malam hari dalam sebuah rumah
atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dijalan umum, atau
dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;
Ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu;
(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan
mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau
lebih dengan bersekutu, jika disertai oleh salah satu hal yang
diterangkan dalam point 1 dan 3. 57
57
Ibid, hlm. 130.
40
korbannya masih dalam satu keluarga. Pencurian dalam Pasal 367 KUHP akan
terjadi apabila seorang suami atau istri melakukan (sendiri) atau membantu (orang
lain) pencurian terhadap harta benda istri atau suaminya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 367 ayat (1) KUHP apabila suami – istri
tersebut masih dalam ikatan perkawinan yang utuh, tidak terpisah meja atau
tempat tidur juga tidak terpisah harta kekayannya, maka pencurian atau membantu
pencurian yang dilakukan oleh mereka mutlak tidak dapat dilakukan penuntutan.
Tetapi apabila dalam pencurian yang dilakukan oleh suami atau isteri terhadap
harta benda isteri atau suami ada orang lain (bukan sebagai anggota keluarga) baik
sebagai pelaku maupun sebagai pembantu, maka terhadap orang ini tetap dapat
dilakukan penuntutan, sekalipun tidak ada pengaduan.58
58
Moeljatno, 1985, loc.cit.
41
Berdasarkan UU No. 14 tahun 1992 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal
1 angka 7 kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakan oleh peralatan
teknik yang berada pada kendaraan itu, yang dimaksudkan dengan peralatan
teknik dapat berupa motor atau perlatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah
suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang
bersangkutan. Pengertian kata kendaraan bermotor dalam ketentuan ini adalah
terpasang pada tempat sesuai dengan fungsinya. Termasuk dalam pengertian
kendaraan bermotor adalah kereta gandengan atau kereta tempelan yang
dirangkaikan dengan kendaraan bermotor sebagai penariknya. Jenis-jenis
kendaraan bermotor dapat bermacam-macam yaitu:
- Mobil
- Sepeda motor
- Truk
- Kereta gandengan59
59
UU No. 14 tahun 1992 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 1 angka 7.
42
upaya pertahanan dan keamanan negara.60 Berbagai macam kejahatan yang ada di
Indonesia salah satunya kejahatan pencurian. Sebagaimana halnya perkembangan
hidup manusia, pencurian juga mengalami beberapa pola kemajuan dalam teknik
pelaksanaannya maupun pelakunya.
Para pelaku kejahatan pencurian menggunakan berbagai macam cara
untuk melakukan aksinya, cara pelaku tersebut dinamakan dengan modus
operandi, modus operandi berasal dari bahasa Latin, artinya prosedur atau cara
bergerak atau berbuat sesuatu.61 Menurut kamus besar Bahasa Indonesia modus
operandi itu ialah cara operasi orang, perorangan atau kelompok penjahat dalam
merencanakan rencana kejahatannya.62
Seiring dengan berkembangnya zaman, modus operandi pelaku kejahatan
pun ikut mengalami perkembangan, dari modus operandi yang bersifat tradisional
sederhana menjadi modus operandi yang modern. Tidak dapat dipungkiri
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi salah satu hal yang
mendorong semakin berkembangnya modus operandi para pelaku kejahatan
pencurian.
Berkembangnya modus operandi yang dilakukan pelaku dalam melakukan
kejahatan pencurian juga terjadi pada kejahatan pencurian kendaraan bermotor
dan juga modus operandi yang dilakukan para pelaku pencurian kendaraan
bermotor ikut mengalami perkembangan dari segi alat dan caranya.
Modus operandi pelaku terhadap kejahatan pencurian kendaraan bermotor
di wilayah Indonesia ada berbagai macam, yaitu:
1. Menggunakan kunci T
Pelaku terlebih dahulu melihat jenis kendaraan yang ada di parkiran,
kemudian pelaku membawa jenis kendaraan yang sama dengan calon sasaran dan
memarkirkannya disamping kendaraan yang akan dicuri tersebut. Dan pelaku
pura-pura untuk beberapa saat meninggalkan lokasi tersebut. Setelah beberapa
60
Indah Sri Utari, 2012, Aliran dan Teori Dalam Kriminologi, Thafa Media, Yogyakarta,
hal. 23.
61
Karni Soejono, 2000, Auditing: Audit Khusus & Audit Forensik Dalam Praktik,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 49.
62
“Pengertianmodusoperandi” melalui http://kbbi.web.id., diakses tanggal 23 november
2016, pukul 11.20 wita.
43
Jumlah
Tahun
Jenis Modus 2014-
No Presentase
Operandi 2016
2014 2015 2016
Menggunakan
1 162 198 141 501 55,73%
kunci T
Menggunakan
2 60 48 62 170 18,10%
cairan kimia
Pura-pura
3 mabuk atau 30 25 44 99 11,02%
sakit
Pura-pura
4 menggunakan 30 35 33 98 10,91%
jasa ojek
Pura-pura
5 mengemis 8 8 9 25 02,07%
dijalan
Menggunakan
wanita
6 2 1 3 6 00,77%
sebagai
umpan
Jumlah 292 315 292 899 100%
bahwa modus operandi yang sering dilakukan oleh pelaku kejahatan pencurian
kendaraan bermotor di Kota Denpasar adalah modus menggunakan kunci T
dengan laporan kasus 501 dan presentase 55,73%, dimana proses modus operandi
itu dengan menggunakan kunci T, alat yang paling sering digunakan pelaku
pencurian kendaraan bermotor, karena lebih mudah dalam penggunaan dan
mempercepat proses pada saat pelaku melaksanakan aksi kejahatan pencurian
kendaraan bermotor ini. Dari hasil wawancara penulis dengan Bapak Reinhard
Neinggolan (Bripka bagian Unit Ranmor Satuan Reskrim POLRESTA Denpasar
pada hari Senin, tanggal 16 Januari 2016) pelaku-pelaku pencurian kendaraan
bermotor ini mendapatkan kunci T bukan dari sebuah toko penjual kunci tetapi
membuat sendiri kunci T yang terbuat dari kunci L dan kemudian dipipihkan serta
dibentuk menjadi kunci T dengan bagian-bagiannya agar dapat masuk sesuai pada
lubang kunci kontak motor. Bagian-bagian kunci T terdiri atas mata kunci T dan
gagang kunci T. Mata kunci berfungsi untuk masuk pada lubang kunci kontak
suatu motor, sedangkan gagang kunci berfungsi sebagai pegangan untuk tangan
pada saat memutar kunci T ke arah kanan. Modus operandi itu tergolonglah
sangat mudah dilakukan oleh pelaku dikarenakan alat yang mudah di dapat dan
pelaku tidak perlu belajar keras untuk melakukan modus operandi itu.
dan korban lalu menghampiri pelaku, disanalah pelaku memulai aksinya dengan
mengambil kendaraan bermotor si korban secara paksa dan membawanya kabur.
Modus operandi selanjutnya ialah pura-pura menggunakan jasa ojek 98
kasus dan presentase 10,91%. Modus operandi pura-pura menggunakan jasa ojek
ini dengan cara pelaku pura-pura mmenggunakan jasa ojek itu, biasanya pelaku
berbohong untuk diantarkan ke suatu tempat, setelah berada di tempat yang sepi
pelaku melakukan aksinya dengan cara mendongkan benda tajam dan mengambil
kendaraan bermotor si tukang ojek itu.
pura-pura mengemis dijalan 25 kasus dengan presentase 02,07%, Modus
operandi ini pelaku melakukan dengan cara pelaku berpura-pura meminta uang
dan mengemis dijalan raya yang sepi dan tentunya pelaku membekali dirinya
dengan senjata tajam untuk melakukan aksinya, ,ketika melihat korbannya
berhenti di lampu merah, pelaku akan mendekati calon korban dan merampas
kendaraan dengan cara menodongkan senjata api atau senjata tajam.
Modus operandi terakhir presentase paling rendah adalah menggunakan
wanita sebagai umpan 6 kasus dan presentase 00,07% . Modus operandi ini pelaku
sengaja memakai wanita sexy sebagai umpannya Biasanya korban diajak
berkenalan oleh seorang wanita dijalan atau menghubungi terlebih dahulu untuk
bertemu. Saat korban bertemu dengan wanita tersebut yang tak lain adalah umpan
dari pelaku, si pelaku pria akan muncul dan merampas kendaraan korban. Modus
operandi ini tergolong sedikit dipakai pelaku karena si korban sudah menjauh
dahulu karena curiga ada gadis cantik malam hari berdiam diri dijalan raya yang
sepi, biasanya yang gampang terkena terkena hanya lelaki hidung belang.
Bermacam-macam modus operandi pelaku kejahatan pencurian kendaraan
bermotor di Denpasar seperti tabel 1, dari berbagai macam modus operandi itu
tidak jarang pelaku melakukan aksinya dengan berkelompok atau hanya dengan
perorangan, dari hasil wawancara penulis dengan Bapak Reinhard Neinggolan
(Bripka bagian Unit Ranmor Satuan Reskrim POLRESTA Denpasar pada hari
Senin, tanggal 16 Januari 2016) beliau mengatakan modus operandi yang
dilakukan oleh pelaku pencurian kendaraan bermotor itu kebanyakan dilakukan
dengan berkelompok dengan presentase 65% dan perorangan 35%. Pelaku
48
63
Indah Sri Utari, 2012, Op.cit, hlm. 65.
49
ekonomi orang tuannya atau dirinya.64 Adanya perbedaan yang mencolok antara
yang kaya dengan yang miskin juga bisa merupakan faktor pendorong terjadinya
pencurian dikarenakan ingin adanya kesetaraan anatara si miskin dengan si kaya.
Keadaan seperti ini terdapat di kota- kota besar di Indonesia, termasuk di Kota
Denpasar.
Dari hasil wawancara penulis dengan Bapak Muhammad rofiqi (Tersangka
Kejahatan pencurian Kendaraan Bermotor di Denpasar pada hari senin, tanggal 28
februari 2017 bertempat di Lapas Kerobokan) menyatakan pelaku mencuri
kendaraan bermotor dikarenakan oleh faktor ekonomi, pelaku berkata bahwa
pelaku mencuri dikarenakan terlilit hutang tidak bisa membayarnya dan belum
lagi keluarga pelaku sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk hidup,oleh
karena permasalahan pelaku dalam faktor ekonomi itu pelaku melakukan
pencurian kendaraan bermotor dengan modus operandi menggunakan kunci T,
tetapi pelaku sebelum akan mengambil kendaraan bermotor itu sudah diketahui
oleh masyarakat setempat
Dari hasil wawancara penulis dengan Bapak Reinhard Habonaran
Nainggolan (Kasat bagian Unit Ranmor Satuan Reskrim POLRESTA Denpasar
pada hari Selasa, tanggal 21 februari 2017) menyatakan bahwa akibat sulitnya
keadaan ekonomi yang terjadi di Indonesia khususnya di Denpasar sekarang ini,
sehingga mengakibatkan minimnya lapangan pekerjaan yang baik bagi orang-
orang yang sudah seharusnya menjadi tenaga kerja, sehingga untuk memenuhi
kebutuhannya sangat sulit sekali. Sebagaimana diketahui, manusia tidak dapat
terlepas dari tuntutan pemenuhan kebutuhan demi kelangsungan kehidupannya,
sementara penghasilan untuk memenuhi kebutuhan tersebut tidak ada. Dengan
keadaan yang demikian, maka menyebabkan mereka mengambil jalan pintas agar
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melakukan perbuatan melawan
hukum.
Hal ini sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh aliran lingkungan
ekonomi, yang salah satu pelopornya yaitu F. Turati yang mengemukakan bahwa
kekurangan, kesengsaraan dan nafsu ingin memiliki yang berhubungan erat
64
Ibid, hlm. 13.
51
b. Faktor Pendidikan
Faktor Pendidikan sangat besar juga pengaruhnya dengan kejahatan
pencurian kendaraan bermotor di Denpasar dengan presentase 28,47%. Jika
seseorang mempunyai tingkat pendidikan yang baik, maka sudah tentu orang
tersebut dengan mudah dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan dan
perkembangan masyarakat. Akan tetapi sebaliknya jika tingkat pendidikan
seseorang itu rendah, maka dia tidak sanggup untuk berbuat dan melakukan
sesuatu maupun mengikuti perkembangan masyarakat.
Bila rendahnya tingkat pendidikan seseorang tersebut, maka orang yang
bersangkutan tidak mampu untuk mencari dan menemukan jalan yang terbaik dan
tidak terkecuali melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dan
bertentangan dengan aturan-aturan hukum yang berlaku, Seperti kasus yang
berada di Polresta Denpasar pada tanggal 18 juli 2016 para pelaku ketut putu
juliawan berumur 18 tahun dimana pelaku tidak sekolah hanya sampai tamat
sekolah dasar (SD) mencuri 1 unit sepeda motor Suzuki Satria 125 cc dan
menjualnya di situs jual beli online .Pelaku mencuri kendaraan bermotor itu
65
Soedjono Dirdjosisworo, 1984, Sosio Kriminologi, Sinar Baru, Bandung, hlm. 109.
66
Moch. Anwar, 1986, Hukum Pidana Bagian Khusus, Alumni, Bandung, hlm. 13.
67
Ibid, hlm. 78.
52
68
Soedjono Dirdjosisworo., Op.Cit, hlm. 112.
69
Ibid, hlm. 79.
53
70
“Pengertian Penanggulangan” melalui http://kbbi.web.id., diakses tanggal 27 Oktober
2016, pukul 15.01 wita.
55
Reserse dan Sabhara yaitu dengan turut aktif dan tanggap dalam melakukan
pencegahan terhadap penanganan kasus kejahatan kendaraan bermotor di
wilayah hukum Kepolisian Sektor Denpasar, khususnya wilayah sentral
perekonomian, baik berupa patroli, razia, penjagaan atau pemantauan oleh
Kepolisian Sektor Denpasar.
c) Upaya Represif yaitu upaya ini dimaksudkan untuk menindak para
pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar
mereka sadar bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah perbuatan yang
melanggar hukum dan membahayakan masyarakat. Selain itu, aturan hukum
positif di dalam KUHP dan UndangUndang sudah mengatur mengenai tindak
pidana yang menjadi larangan yang tidak boleh dilakukan oleh setiap orang,
siapa saja yang melakukan tindak pidana akan diberikan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
56
BAB VI
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
.
58
5.2 Saran
I. BUKU
Agustina Rosan, 2003, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Barda Nawawi Arief, 2013, Kapita Selekta Hukum Pidana, ctk Ketiga, Citra
Aditya Bandung.
Barda Nawawi Arief, 2010, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum
Pidana Dalam Penangulangan Kejahatan, Jakarta; Kencana.
Kartini Kartono, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi, Ilmu
Hukum Dalam Hilman Adikusuma, Penerbit Mandar Maju Bandung.
Karni Soejono, 2000, Auditing: Audit Khusus & Audit Forensik Dalam Praktik,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Moch. Anwar, 1986, Hukum Pidana Bagian Khusus (Jilid I), Alumni, Bandung.
1
ii
P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Robert B. Seidman, 1971, Law order and Power, Adition Publishing Company
Wesley Reading Massachusett .
Indah Sri Utari, 2012, Aliran dan Teori Dalam Kriminologi, Thafa Media,
Yogyakarta.
Salim, H.S dan Erlis Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis
dan Disertasi, Edsis Pertama, ctk Kesatu, Rajawali Press, Jakarta.
iii
Soerjono Soekanto, 1985, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi, Remaja Karya
Bandung.
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002, Kriminologi, PT Grafindo, Jakarta.
III. INTERNET
http://metrobali.com/2013/11/15/kasus-curanmor-di-denpasar-meningkat-33-
persen/, diakses tanggal, 20 Mei 2016.