Anda di halaman 1dari 22

MODUL 3 KRIMINOLOGI

KLASIFIKASI KRIMINOLOGI

TIM PENGAMPU MATA KULIAH KRIMINOLOGI


DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
Prakata

Alhamdulillah, puja dan puji hanya untuk Allah SWT yang telah dan senantiasa
memberi inayah kepada tim penulis untuk menyelesaikan modul ini. Salam dan shawalat
kepada Rasulullah SAW atas segala petunjuknya untuk mengarahkan umat manusia ke jalan
kemanusian dan keilahian yang ditetapkan oleh Allah SWT. Tim Penulis berharap modul ini
dapat menjadi amal jariyah di masa datang.
Suatu kebahagian tersendiri dari tim penulis yang telah menyelesaikan modul
Klasifikasi Kriminologi ini.. Modul ini memang belum sempurna. Namun, kebutuhan akan
karakteristik kriminologi sangat diperlukan saat pembelajaran. Meskipun sangat sederhana,
modul ini tetap dicetak untuk digunakan di kalangan sendiri.
Ucapan terima kasih tak lupa disampaikan kepada ketua dan seluruh dosen di
Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Ucapan terima kasih
secara khsusus disampaikan kepada Prof. A.S.Alam dan Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H sebagai
penulis buku Kriminologi Suatu Pengantar yang merupakan referensi utama dalam penyusunan
modul ini. Modul ini juga secara garis besar mengadopsi isi dari buku tersebut.
Semoga modul ini dapat menjadi referensi dan menambah pengetahuan mahasiswa
serta pembacanya dalam hal penerjemahan.

Makassar, Agustus 2020

Tim Penyusun

i
Tim Penyusun Modul 3 Kriminologi

1. Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.H (Penanggungjawab Mata Kuliah)


2. Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.Si., DFM
3. Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H., M.H
4. Prof. Dr. H.M. Said Karim, S.H., M.H
5. Prof. Dr. Slamet Sampurno, S.H., M.H
6. Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H
7. Dr. Hj. Haeranah, S.H., M.H
8. Dr. Hj. Nur Azizah, S.H., M.H
9. Dr. Abd. Asis, S.H., M.H
10. Dr. Dara Indrawati, S.H., M.H
11. Dr. Hijrah Ardhyanti, S.H., M.H
12. Dr. Audyna Mayasari Muin, S.H., M.H
13. Andi Muhammad Aswin Anas, S.H., M..H
14. Syarif Saddam Rifanie, S.H., M.H

ii
Daftar Isi

Prakata ................................................................................................................................... i
Tim Penyusun Modul 3 Kriminologi ..................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................................. iii
RPS Mata Kuliah Kriminologi ............................................................................................. iv
MODUL 3 KLASIFIKASI KRIMINOLOGI ......................................................................... 1
KEGIATAN BELAJAR 1 ..................................................................................................... 2
KLASIFIKASI KRIMINOLOGI ........................................................................................... 2
A. DESKRIPSI SINGKAT ........................................................................................ 2
B. RELEVANSI ......................................................................................................... 2
C. CAPAIAN PEMBELAJARAN ............................................................................. 2
1. Uraian ................................................................................................................ 2
A. Pembagian Kriminologi ................................................................................. 2
B. Proses Kriminalisasi, Dekreminalisasi, dan Depenalisasi ............................ 4
1. Proses Kriminalisasi ..................................................................................... 4
2. Proses Dekriminalisasi ................................................................................. 6
3. Proses Depenalisasi ...................................................................................... 7
2. Latihan ............................................................................................................... 8
3. Rangkuman........................................................................................................ 8
4. Pustaka ............................................................................................................... 8

iii
RPS Mata Kuliah Kriminologi

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS HUKUM Kode Dokumen
ILMU HUKUM
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER
MATA KULIAH (MK) KODE Rumpun MK BOBOT (sks) SEMESTER Tgl
Penyusunan
Kriminologi 325B1212 Hukum Pidana T=2 P=0 5 3 Juli 2020
OTORISASI Pengembang RPS Koordinator RMK Ketua PRODI
Tim Pengampu Mata Kuliah Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S Dr. Maskun, S.H., LLM
Kriminologi

Capaian CPL-PRODI yang dibebankan pada MK


Pembelajaran (CP) CPL1 (S1) Mahasiswa memiliki integritas dan etika profesi hukum berdasarkan nilai-nilai Pancasila
CPL2 (KU1) Mahasiswa mampu berpikir kritis, logis, dan sistematis
CPL3 (KK3) Mahasiswa mampu memberikan saran dan solusi hukum yang baik
CPL4 (P4) Mahasiswa memiliki pemahaman hukum materiil
Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
CPMK Mahasiswa mampu menganalisis tentang kejahatan dari aspek penyebab kejahatan berdasarkan pada teori-teori dalam
kriminologi dan menerapkan upaya penanggulangan kejahatan dalam suatu kasus faktual di dalam masyarakat
CPL  Sub-CPMK
CPL1 Menguraikan sejarah dan perkembangan kriminologi
CPL2 Menguraikan karakteristik kriminologi

CPL2 Menguraikan penggolongan kriminologi

CPL4 Menguraikan ruang lingkup kriminologi


CPL2 Menguraikan aliran- aliran dalam kriminologi
CPL2 Menguraikan teori-teori kriminologi dalam perspektif biologis

iv
CPL2 Menguraikan teori-teori kriminologi dalam perspektif psikologi
CPL2 Menguraikan kriminologi dalam perspektif sosiologis
CPL2 Menguraikan teori-teori kriminologi dalam perspektif lain
CPL2 Menganalisis teori upaya-upaya penanggulagan kejahatan
CPL3 Menganalisis keterkaitan antara teori penyebab kejahatan dan upaya penanggulangan kejahatan dalam studi kasus prostitusi
CPL3 Menganalisis keterkaitan antara teori penyebab kejahatan dan upaya penanggulangan kejahatan dalam analisis kasus kenakalan remaja
Deskripsi Singkat Mata kuliah ini membahas tentang sejarah perkembangan kriminologi, defenisi kriminologi, sebagai ilmu pembantu dalam hukum pidana, aliran-
MK aliran dalam kriminologi, teori-teori penyebab kejahatan dalam kriminologi, dan upaya-upaya penanggulangan kejahatan
Bahan Kajian / 1. Sejarah dan Perkembangan Kriminologi
Materi 2. Karakteristik Kriminologi
Pembelajaran 3. Klasifikasi Kriminologi
4. Ruang Lingkup Kriminologi
5. Aliran-aliran dalam Kriminologi
6. Teori Kriminologi dalam perspektif biologis
7. Teori Kriminologi dalam perspektif psikologi
8. Teori Kriminologi dalam perspektif sosiologis
9. Teori Kriminologi dalam perspektif lain
10. Upaya penanggulangan kejahatan
11. Analisis teori penyebab kejahatan dan upaya penanggulangan kejahatan dalam contoh kasus
Pustaka Utama :
1. A.S Alam dan Amir Ilyas, Kriminologi Suatu Pengantar, Pranada Media Group, Jakarta
2. A.S. Alam, 2010. Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi Books, Makassar.
3. Yesmil Anwar dan Adang, Kriminologi, PT Refika Aditama, Bandung
Pendukung :
4. Amir Ilyas, 2012. Asas-AsasHukumPidana. Rangkang Education Offset Yogyakarta.
5. Arif Gosita, 1996. Masalah Korban Kejahatan, Akademi Pressindo, Jakarta.
6. A.S. Alam, 1964, Pelacuran dan Pemerasan : Studi Sosiologi Tentang Eksplotasi Manusia oleh Manusia, Penerbit Alumni, Bandung.
7. Gerson W.Bawengan, 1992. Pengantar Psikologi Kriminal, PT Pradnya Paramita,Jakarta.
8. J.E.Sahetapy, 1992. Teori Kriminologi: Suatu Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung.
9. Kartini Kartono, Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja, Rajawali Pers, Jakarta.
10. Lilik Mulyadi, 2007. Kapita Selekya Hukum Pidana Kriminologi dan Viktimology, Penerbit Djambatan, Jakarta.
11. Muladi dan Barda Nawawi Arief,1984. Teori-Teori & Kebijakan Hukum Pidana, Alumni, Bandung.

v
12. W.M.E. Noach, 1992. Teori Kriminologi :Suatu Pengantar, Citra Aditya, Bandung.
13. Romli Atmasasmita, 1992. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Eresco, Bandung.
14. Soedjono Dirdjosisworo, 1984. Ruang Lingkup Kriminologi. CV Remaja Karya, Bandung.
15. Stephen Hurwitz, 1986. Criminology, Bina Aksara, Jakarta.
16. Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2001.Kriminologi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
17. Yesmil Anwar dan Adang, 2008, Pengantar Sosiologi Hukum, Gramedia Widiasarana, Jakarta.
Dosen Pengampu 1. Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.H
2. Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H., M.H
3. Prof. Dr. H.M. Said Karim, S.H., M.H
4. Prof. Dr. Slamet Sampurno, S.H., M.H
5. Dr. Wiwie Heryani, S.H., M.H
6. Dr. Hj. Haeranah, S.H., M.H
7. Dr. Hj. Nur Azizah, S.H., M.H
8. Dr. Abd. Asis, S.H., M.H
9. Dr. Dara Indrawati, S.H., M.H
10. Dr. Hijrah Ardhyanti, S.H., M.H
11. Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H
12. Dr. Audyna Mayasari Muin, S.H., M.H
13. Andi Muhammad Aswin Anas, S.H., M..H
14. Syarif Saddam Rifanie, S.H., M.H
Matakuliah syarat Hukum Pidana
Bentuk Pembelajaran,
Sub-CPMK Metode Pembelajaran, Bobot
Pekan Penilaian Materi Pembelajaran
(Kemampuan akhir tiap Penugasan Mahasiswa, Penilaian
Ke- [ Estimasi Waktu] [ Pustaka ]
tahapan belajar) (%)
Indikator Bentuk & Kriteria Luring (offline) Daring (online)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Menguraikan Sejarah Ketepatan uraian Bentuk: TM (1x2x50”) BM (1x2x60”) Pendahuluan: 5%
Dan Perkembangan sejarah dan Kuis Metode: Kuliah Tatap SIKOLA : Membaca 1. Penjelasan
Kriminologi perkembangan Muka / Tatap Maya Bahan Perkuliahan RPS
kriminologi Kriteria: yang di update pada 2. Pengenalan
pertemuan I mata Buku dan
kuliah kriminologi Referensi

vi
5 Poin = Tepat 3. Kontrak
menguraikan 2 Poin PT (1x2x60”) Perkuliahan
dari tes Membuat resume dan
3 Poin = Tepat tentang uraian sejarah Manajemen
menguraikan 1 poin dan perkemangan Kelas
dari tes kriminologi maksimal Sejarah dan
2 halaman. Perkembangan
Kriminologi
1. Pengantar
Kriminologi
2. Sejarah
perkembangan
krimonologi

PUSTAKA:
1. PU-1: BAB 1
hlm 12-23
2 Menguraikan Ketepatan uraian Bentuk: TM (1x2x50”) BM (1x2x60”) • Definisi kriminologi 5%
Karakteristik Kriminologi mengenai defenisi Essay Metode: SIKOLA : Membaca • Definisi viktimologi
kriminologi, defenisi Kuliah dan Diskusi Bahan Perkuliahan • Korelasi kriminologi
viktimonologi, dan Kriteria: yang di update pada dan hukum pidana
korelasi antara 5 = Tepat pertemuan II mata
kriminologi dan Menguraikan 4 kuliah kriminologi PUSTAKA:
hukum pidana Poin dari tes 1. PU-3: BAB 1
4 = Tepat PT (1x2x60”) hlm 30-37
Menguraikan 3 Membaca minimal 2
Poin dari Tes buku referensi dan
3 = Tepat membuat resume
Menguraikan 2 maksimal 1000 kata.
Poin dari tes

vii
2 = Tepat
Menguraikan 1
Poin dari tes
3 Menguraikan Ketepatan Uraian Bentuk: TM (1x2x50”) BM (1x2x60”) 1. Kriminalisasi 5%
Penggolongan mengenai klasifikasi Tes Lisan Metode: SIKOLA : Membaca 2. Dekriminalisasi
Kriminologi kriminalisasi, Collaborative Learning Bahan Perkuliahan 3. Depenalisasi
dekriminalisasi, dan Kriteria: yang di update pada
depanalisasi 5 = Tepat pertemuan III mata
Menguraikan 3 kuliah kriminologi PUSTAKA:
poin dari tes 1. PU-1: BAB 1
hlm 9-12
3 = Tepat PT (1x2x60”)
menguraikan 2 poin Mencari contoh kasus
dari tes yang sesuai dengan
1 = Tepat penggolongan
menguraikan 1 poin kriminologi dan
dari tes mengklasifikasikannya
dalam bentuk resume
4–5 Menguraikan Ruang Ketepatan uraian Bentuk: TM (2x2x50”) BM (2x2x60”) 1. Konsep 10%
Lingkup Kriminologi ruang lingkup Tes Tertulis Metode: SIKOLA : Membaca kejahatan
kriminologi Collaborative Learning Bahan Perkuliahan (Concept Of
Kriteria: yang di update pada crime)
5 = Ketepatan pertemuan IV-V mata 2. Penggolongan
uraian 4 poin dari kuliah kriminologi (Klasifikasi
Kejahatan)
tes
3. Statistik
4 = Ketepatan PT (2x2x60”)
Kejahatan
uraian 3 poin dari Membuat tabel 4. Analisis
tes klasifikasi perbedaan Statistik
3 = Ketepata uraia analisis statistik Kejahatan
2 poi dari tes kejahatan
1 = ketepatan PUSTAKA:
uraian 1 poin dari 1. PU-1: BAB 2
tes hlm 29-40

viii
6 Menguraikan Aliran- Ketepatan analisis Bentuk: TM (1x2x50”) BM (1x2x60”) • Aliran Spritualisme 5%
Aliran Dalam aliran Tes tertulis Metode: Kuliah Tatap SIKOLA : Membaca • Aliran Naturalisme
Kriminologi spiritualisme dan Muka / Tatap Maya Bahan Perkuliahan
naturalisme dalam Kriteria: yang di update pada PUSTAKA:
kriminologi 5 = Ketepatan pertemuan VI mata 1. PU-1: BAB 3
uraian 2 poin dari kuliah kriminologi hlm 45-51
tes
3 = Ketepatan PT (1x2x60”)
uraian 1 poin dari Membaca 3 buku
tes referensi tentang aliran
kriminologi dan
membuat resume
maksimal 1000 kata
7-8 Menguraikan Teori- Ketepatan Bentuk: TM (2x2x50”) BM (2x2x60”) • Born Criminal 10%
Teori Dalam Kriminologi uraian dan Tes tertulis Collaborative Learning SIKOLA : Membaca • Tipe Fisik
Dari Perspektif Biologis membedakan Bahan Perkuliahan • Disfungsi Otak dan
antara teori born Kriteria: yang di update pada Learning
criminal, tipe 5 Poin = ketepatan pertemuan VII-VIII Disabilities
fisik, disfungsi uraian 4 poin dari mata kuliah • Faktor Genetik
otak dan learning tes kriminologi
disabilities 4 = ketepatan PUSTAKA:
uraian 3 poin dari PT (2x2x60”) 1. PU-1: BAB 3
tes Membaca 3 buku hlm 51-56
3 = ketepatan referensi tentang teori-
uraian 2 poin dari teori dalam
tes kriminologi dari
1 = ketepatan perspektif biologis dan
uraian 1 poin dari membuat resume
tes maksimal 1000 kata
9-10 Menguraikan Teori- Ketepatan uraian Bentuk: TM (2x2x50”) BM (2x2x60”) • Psikoanalisis 10%
Teori Dalam Kriminologi dan Essay Cooperative Learning

ix
Dari Perspektif membedakan SIKOLA : Membaca • Kekacauan mental
Psikologis antara Kriteria: Bahan Perkuliahan (mental disorder)
teoripsikoanalisis, 5 = Ketepatan yang di update pada • Pembelajaran
kekacauan mental uraian 3 poin dari pertemuan IX-X mata sosial (social
dan pembelajaran tes kuliah kriminologi learning
sosial 3 = Ketepatan disabilities)
uraian 2 poin dari PT (2x2x60”)
tes Mencari contoh kasus PUSTAKA:
1 = Ketepata uraian yang relevan dengan 1. PU-1: BAB 3
hlm 56-61
1 poin dari tes teori krimonolgi dari
perspektif psikogis
11-12 Menguraikan Teori- Ketepatan uraian dan Bentuk: TM (2x2x50”) BM (2x2x60”) • Teori anomie 10%
Teori Dalam Kriminologi membedakan antara Essay Collaborative Learning SIKOLA : Membaca • Teori
Dari Perspektif teori anomie, dan Bahan Perkuliahan penyimpangan
Sosiologis penyimpangan Kriteria: yang di update pada budaya
Budaya, teori 5 Poin = ketepatan pertemuan XI-XII • Teori kontrol sosial
kontrol sosial dan uraian 4 poin dari mata kuliah • Teori
Teori tes kriminologi interaksionisme
interaksionisme 4 = ketepatan simbolik
simbolik uraian 3 poin dari PT (2x2x60”)
tes Mencari contoh kasus PUSTAKA:
3 = ketepatan yang relevan dengan 1. PU-1: BAB 3
hlm 61-81
uraian 2 poin dari teori krimonolgi dari
tes dari perspektif
1 = ketepatan sosiologis dan
uraian 1 poin dari didiskusikan pada
tes forum diskusi
SIKOLA
13 Menguraikan Teori Ketepatan uraian Bentuk: TM (1x2x50”) BM (1x2x60”) • Teori labelling 5%
Penyebab Kejahatan Dari teori labeling,teori Tes tertulis Collaborative Learning SIKOLA : Membaca • Teori konflik
Perspektif Lain konflik,teori radikal Bahan Perkuliahan • Teori radikal
sebagai penyebab Kriteria: yang di update pada

x
kejahatan 5 = Ketepatan pertemuan XIII mata PUSTAKA:
uraian 3 poin dari kuliah kriminologi 1. PU-1: BAB 3
tes hlm 81-91
3 = Ketepatan PT (1x2x60”)
uraian 2 poin dari Mencari contoh kasus
tes yang relevan dengan
1 = Ketepata uraian teori krimonolgi dari
1 poin dari tes dari perspektif lain dan
didiskusikan pada
forum diskusi
SIKOLA
14 Menganalisis Teori Ketepatan analisis Bentuk: TM (1x2x50”) BM (1x2x60”) • Pre-Emptif 15%
Upaya-Upaya teori upaya Tes Lisan Kuliah tatap muka / SIKOLA : Membaca • Preventif
Penanggulangan penanggulangan tatap maya Bahan Perkuliahan • Refresif
Kejahatan kejahatan yaitu Kriteria: yang di update pada • Tujuan pemidanaan
pre-emptif, 5 Poin = ketepatan pertemuan XIV mata
preventif, represif uraian 4 poin dari kuliah kriminologi PUSTAKA:
tes 1. PU-3: BAB 1
4 = ketepatan PT (1x2x60”) hlm 11-30
uraian 3 poin dari Membuat resume
tes tentang teori upaya-
3 = ketepatan upaya penanggulangan
uraian 2 poin dari kejahatan maksimal
tes 1000 kata
1 = ketepatan
uraian 1 poin dari
tes
15 Menganalisis Keterkaitan Kesesuaian Bentuk: TM (1x2x50”) BM (1x2x60”) • Prostitusi 10%
Antara Teori Penyebab menerapkan teori Makalah Kuliah: Diskusi SIKOLA : Membaca sebagai
Kejahatan dan Upaya penyebab kejahatan Bahan Perkuliahan masalah sosial
Penanggulangan prostitusi dan analisis Kriteria: yang di update pada • Faktor
upaya penanggulangan penyebab
prostitusi

xi
Kejahatan Dalam Studi kejahatan prostitusi 5 = Mengurai 3 pertemuan XVI mata • Upaya
Kasus Prostitusi serta keaktifan dalam poin dalam kuliah kriminologi penanggulangan
diskusi kelompok makalah prostitusi
3 = Mengurai 2 PT (1x2x60”)
poin dalam Membuat poster PUSTAKA:
makalah tentang fenomena 1. PU-1: BAB 5,
1 = mengurai 1 prostitusi, faktor hlm 105-123
poin dari makalah penyebab dan upaya 2. PU-3: BAB 6
penanggulangan hlm 353-363

16 Menganalisis Keterkaitan Kesesuaian Bentuk: TM (1x2x50”) BM (1x2x60”) • Kenakalan remaja 10%


Antara Teori Penyebab menerapkan teori Makalah Kuliah: Diskusi SIKOLA : Membaca • Faktor
Kejahatan dan Upaya penyebab kejahatan Bahan Perkuliahan penyebab
Penanggulangan kenakalan remaja Kriteria: yang di update pada kenakalan
Kejahatan Dalam dan analisis upaya 5 = Mengurai 3 pertemuan XVII mata remaja
Analisis Kasus penanggulangan poin dalam kuliah kriminologi • Upaya
Kenakalan Remaja kejahatan kenakalan makalah penanggulang
remaja serta 3 = Mengurai 2 PT (1x2x60”) an kenakalan
poin dalam Membuat poster remaja
keaktifan dalam
diskusi kelompok makalah tentang fenomena
PUSTAKA:
1 = mengurai 1 kenakalan remaja,
1. PU-3: BAB
poin dari makalah faktor penyebab dan
VII hlm 373-
upaya penanggulangan 393

xii
MODUL 3 KLASIFIKASI KRIMINOLOGI

Modul ini akan mengantar peserta kuliah memperoleh pengetahuan klasifikasi


kriminologi. Dalam modul ini, akan dipaparkan pembagian kriminologi dan membedakan
antara kriminalisasi, dekriminalisasi dan depenalisasi.
Dalam mempelajari modul ini, peserta kuliah diharapkan membaca tahap demi
tahap terlebih dahulu kemudian kembali membaca dan mengikutinya setiap tahapan. Untuk
keperluan itu, peserta kuliah diharapkan mengikuti langkah-langkah berikut dalam
mempelajari modul ini.
Pada modul ini, peserta kuliah akan menyelesaikan satu kegiatan belajar, yaitu
kegiatan belajar untuk mendalami klasifikasi kriminologi. Untuk mendapatkan capaian
pembelajaran yang optimal, peserta kuliah diharapkan mengikuti tahapan berikut dalam
mempelajari modul ini.
a. Bacalah bagian urain dari setiap Kegiatan Belajar. Tahapan ini diperlukan agar
peserta kuliah mendapat informasi atau akhir dari setiap tahapan,
b. Setelah itu, peserta kuliah membaca kembali bagian uraian sambil
mempraktekkan setiap langkah,
c. Kerjakanlah latihan sesuai instruksi yang telah disediakan.
d. Bacalah Rangkuman yang disediakan untuk memberikan ringkasan tentang
aspek-aspek esensial dari setiap Kegiatan Belajar. Namun Anda juga diminta
untuk membuat rangkuman yang menurut Anda merupakan inti dari kegiatan
belajar tersebut.
e. Kerjakan Tes Formatif yang disediakan untuk mengecek seberapa jauh Anda
mencapai tujuan pembelajaran setiap kegiatan belajar tanpa melihat rambu-
rambu jawaban yang disediakan.
f. Bila Anda merasa telah menjawab Tes Formatif dengan baik, bandingkanlah
jawaban Anda tersebut dengan rambu-rambu jawaban yang disediakan. Bila
nilai Anda ternyata telah mencapai tingkat penguasaan sama atau lebih besar
dari 80% setelah dihitung, Anda dipersilakan meneruskan ke kegiatan belajar
berikutnya

1
KEGIATAN BELAJAR 1
KLASIFIKASI KRIMINOLOGI

A. DESKRIPSI SINGKAT
Pada kegiatan belajar 1 ini, peserta kuliah akan mempelajari klasifikasi kriminologi.
Dalam modul ini, akan dipaparkan pembagian kriminologi dan membedakan antara
kriminalisasi, dekriminalisasi dan depenalisasi.
B. RELEVANSI
Mempelajari Pembagian kriminologi adalah hal yang penting yang mahasiswa perlu
ketahui sebelum membahas lebih lanjut terkait ruang lingkup kriminologi.
Mempelajari pembagian kriminologi bagi mahasiswa dapat memberikan pemahaman
yang kompherensif mengenai kriminologi yang terbagi menjadi beberapa cabang dan
selanjutnya mahasiswa dapat membedakan proses kriminalisasi, dekriminalisasi dan
depenalisasi sebagai bagian dari manfaat mempelajari kriminologi yang telah diurai pada bab
sebelumnya.
C. CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Uraian
A. Pembagian Kriminologi
Menurut Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey menyatakan bahwa kriminologi
adalah proses pembentukan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi terhadap para pelanggar
hukum, maka dengan demikian kriminologi tidak hanya mempelajari kejahatan saja tetapi juga
mempelajari bagaimana hukum itu ber jalan. Kriminologi dalam pandangan Edwin H.
Sutherland dan Donald C. Cressey dibagi menjadi 3 cabang utama yaitu 1 :
1. Sosiologi hukum (Sociology of law), cabang kriminologi ini merupakan analisis
ilmiah atas kondisi-kondisi berkembangnya hukum pidana. Dalam pandangan
sosiologi hukum, bahwa kejahatan itu dilarang dan diancam dengan suatu sanksi.
Jadi yang menentukan suatu perbuatan itu merupakan kejahatan adalah hukum.
2. Etiologi kejahatan, merupakan cabang kriminologi yang mencari sebab musabab
dari kejahatan.
3. Penologi, merupakan ilmu tentang hukuman, akan tetapi Sutherland memasukkan
hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan baik refresif
maupun preventif
W.A. Bonger (1934) sebagai pakar kriminologi mengatakan bahwa kriminologi adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari, menyelidiki sebab-sebab kejahatan dan gejala kejahatan
dalam arti seluas-luasnya. Yang dimaksud dengan mempelajari kejahatan seluas-luasnya
adalah termasuk mempelajari penyakit sosial (pelacuran, kemiskinan, gelandangan dan
alkoholisme). Bonger membagi kriminologi menjadi 2 golongan besar yaitu : 2
1. Kriminologi Murni (Kriminologi Teoritis)
Secara teoritis kriminologi ini dapat dipisahkan ke dalam 5 cabang pengetahuan.
Tiap-tiap bagiannya memperdalam pengetahuannya mengenai sebab-sebab
kejahatan secara teoritis.
a. Antropologi Kriminal (Criminal Antropology); merupakan ilmu pengetahuan
yang mempelajari ciri-ciri fisik yang menjadi ciri khas dari seorang penjahat.

1
Yesmil Anwar, Adang. 2010. Kriminologi, Bandung: PT Refika Aditama., Hlm.6
2
A.S. Alam, 2010. Pengantar Kriminologi, Makassar: Penerbit Pustaka Refleksi Books., hlm 4-5

2
Misalnya menurut Lambrosso ciri seorang penjahat diantaranya: tengkoraknya
panjang, rambutnya lebat, tulang pelipisnya menonjol keluar dan sebagainya
b. Sosiologi Kriminal (Criminal Sociology); merupakan ilmu pengetahuan tentang
kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat, pokok utama dalam ilmu ini adalah
sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat. Bidang ini
mempelajari pengaruh masyarakat terhadap kejahatan dan penjahat serta antara
reaksi hukum pidana dan masyarakat. Yang termasuk dalam kategori sosiologi
kriminal adalah :
i. Etiologi sosial: yaitu ilmu yang mempelajari tentang sebab-sebab
timbulnya suatu kejahatan;
ii. Geografis: yaitu ilmu yang mempelajari pengaruh timbal balik antara
letak suatu daerah dengan kejahatan;
iii. Klimatologis: yaitu ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
antara cuaca dengan kejahatan.
c. Psikologi Kriminal (Criminal Psychology); merupakan ilmu pengetahuan
tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya. Bidang ini mempelajari gejala
kejiwaan dari si penjahat dan lingkungannya, sebab-sebab dari gejala-gejala itu
dan lebih jauh apakah arti hukuman dan pembinaan pelanggar hukum terhadap
mereka. Psikologi kriminal juga meliputi deskripsi karier individu penjahat,
mencari kondisi-kondisi yang membuat orang itu melakukan perilaku jahat,
menemukan metode-metode untuk mempengaruhinya. Yang termasuk
golongan ini adalah :
i. Tipologi: yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari golongangolongan
penjahat;
ii. Psikologi Sosial Kriminal: yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari
kejahatan dari segi ilmu jiwa sosial.
d. Psikopatologi dana Neuropatologi Kriminal; merupakan suatu ilmu tentang
penjahat yang sakit jiwa. Bidang ini disebut dengan Psikiatri Kriminal yakni
ilmu yang mempelajari penjahat karena iwanya terganggu, cacat atau tidak
sehat. Bidang ini mencakup mengenai Psikosa, Neurosa dam Psikopathia.
Bidang ini dibagi menjadi :
i. Psikopathologi: yang mempelajari segala gangguan jiwa.
ii. Psikiatri Klinis: yang melakukan diagnosa serta pengobatan terhadap
gangguan jiwa
e. Penologi; merupakan ilmu tentang berkembangnya hukuman dalam hukum
pidana
2. Kriminologi Terapan (Kriminologi Praktis)
Yaitu ilmu pengetahuan yang berguna untuk memberantas kejahatan yang timbul di
dalam masyarakat. Cabang-cabang dari kriminologi praktis ini adalah :
a. Hygiene Kriminal: merupakan cabang kriminologi yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya kejahatan. Misalnya usaha-usaha yang dilakukan
pemerintah untuk menerapkan undang-undang, sistem jaminan hidup dan
kesejahteraan yang dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya
kejahatan.
b. Politik Kriminal: merupakan ilmu yang mempelajari usaha penanggulangan
kejahatan dimana suatu kejahatan telah terjadi. Dalam hal ini bagaimana

3
seseorang melakukan kejahatan jadi tidak semata-mata penjatuhan sanksi.
Bagian ini mempelajari bagaimanakah caranya menetapkan hukum yang
sebaik-baiknya kepada penjahat agar ia dapat menyadari kesalahannya serta
berniat untuk tidak melakukan kejahatan lagi. Untuk dapat menjatuhkan sanksi
yang seadil-adilnya maka diperlukan keyakinan serta pembuktian sedangkan
untuk dapat memperoleh semua itu diperlukan penyelidikan tentang
bagaimanakah teknik si penjahat melakukan kejahatan.
c. Kriminalistik (Police Scientific): merupakan ilmu tentang pelaksanaan
penyelidikan teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan3

B. Proses Kriminalisasi, Dekreminalisasi, dan Depenalisasi


1. Proses Kriminalisasi
Proses kriminalisasi adalah suatu proses dimana suatu perbuatan yang mulanya
tidak dianggap sebagai kejahatan, kemudian dengan dikeluarkannya perundang-undangan
yang melarang perbuatan tersebut, maka perbuatan itu kemudian menjadi perbuatan jahat.
Kriminalisasi (criminalization) merupakan objek studi hukum pidana materiil
(substantive criminal law) yang membahas penentuan suatu perbuatan sebagai tindak
pidana (perbuatan pidana atau kejahatan) yang diancam dengan sanksi pidana tertentu.
Perbuatan tercela yang sebelumnya tidak dikualifikasikan sebagai perbuatan terlarang
dijustifikasi sebagai tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana.
Menurut Soerjono Soekanto, kriminalisasi merupakan tindakan atau penetapan
penguasa mengenai perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat atau golongan-
golongan masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang dapat dipidana menjadi perbuatan
pidana4
Soetandyo Wignjosoebroto mengemukakan bahwa kriminalisasi ialah suatu
pernyataan bahwa perbuatan tertentu harus dinilai sebagai perbuatan pidana yang
merupakan hasil dari suatu penimbangan-penimbangan normatif (judgements) yang wujud
akhirnya adalah suatu keputusan (decisions). 18 Kriminalisasi dapat pula diartikan sebagai
proses penetapan suatu perbuatan seseorang sebagai perbuatan yang dapat dipidana.
Proses ini diakhiri dengan terbentuknya undang-undang di mana perbuatan itu diancam
dengan suatu sanksi yang berupa pidana 5
Di samping itu, pengertian kriminalisasi dapat pula dilihat dari perspektif nilai.
Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan kriminalisasi adalah perubahan nilai yang
menyebabkan sejumlah perbuatan yang sebelumnya merupakan perbuatan yang tidak
tercela dan tidak dituntut pidana, berubah menjadi perbuatan yang dipandang tercela dan
perlu dipidana6. Dalam perspektif labeling, kriminalisasi adalah keputusan badan
pembentuk undang-undang pidana memberi label terhadap tingkah laku manusia sebagai
kejahatan atau tindak pidana 7
Berhubungan dengan masalah kriminalisasi, Muladi mengingatkan mengenai
beberapa ukuran yang secara doktrinal harus diperhatikan sebagai pedoman, yaitu sebagai
berikut :8

3
Ibid, hlm 6-7
4
Soerjono Soekanto, 1981. Kriminologi: Suatu Pengantar, Cetakan Pertama, Jakarta: Ghalia Indonesia, Hlm. 62
5
Soetandyo Wignjosoebroto, 1993. Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, Hlm. 1
6
Sudarto, 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, Hlm. 31
7
Hugh D. Barlow, 1984, Introduction to Criminology Third Edition, Boston: Little Brown and Company, hlm. 9.
8
Muladi, 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, hlm. 256.

4
1. Kriminalisasi tidak boleh terkesan menimbulkan over kriminalisasi yang
masuk kategori the misuse of criminal sanction,
2. Kriminalisasi tidak boleh bersifat ad hoc,
3. Kriminalisasi harus mengandung unsur korban victimizing baik aktual maupun
potensial,
4. Kriminalisasi harus memperhitungkan analisa biaya dan hasil dan prinsip
ultimum remedium,
5. Kriminalisasi harus menghasilkan peraturan yang enforceable;
6. Kriminalisasi harus mampu memperoleh dukungan publik,
7. Kriminalisasi harus mengandung unsur subsosialitet mengakibatkan bahaya
bagi masyarakat, sekalipun kecil sekali,
8. Kriminalisasi harus memperhatikan peringatan bahwa setiap peraturan pidana
membatasi kebebasan rakyat dan memberikan kemungkinan kepada aparat
penegak hukum untuk mengekang kebebasan itu
Pandangan lain dikemukakan oleh Soedarto9 yang mengungkapkan bahwa dalam
menghadapi masalah kriminalisasi, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan
nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil
dan spiritual berdasarkan Pancasila. Sehubungan dengan ini, (penggunaan)
hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan
pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri demi kesejahteraan
dan pengayoman masyarakat.
b. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum
pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan
yang mendatangkan kerugian (materiil atau spiritual) atas warga masyarakat.
c. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya dan hasil
(cost benefit principle).
d. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau
kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan sampai
ada kelampauan beban tugas (overbelasting).
Hullsman10 mengajukan beberapa kriteria absolut yang perlu diperhatikan dalam
proses kriminalisasi, yaitu sebagai berikut:
a. Kriminalisasi seharusnya tidak ditetapkan semata-mata atas keinginan untuk
melaksanakan suatu sikap moral tertentu terhadap suatu bentuk perilaku
tertentu.
b. Alasan utama untuk menetapkan satu perbuatan sebagai tindak pidana
seharusnya tidak pernah didirikan suatu kerangka untuk perlindungan atau
perlakuan terhadap seorang pelaku kejahatan potensial dalam kepentingannya
sendiri.
c. Kriminalisasi tidak boleh berakibat melebihi kemampuan perlengkapan
peradilan pidana.
d. Kriminalisasi seharusnya tidak boleh dipergunakan sebagai suatu tabir sekedar
pemecahan yang nyata terhadap suatu masalah.

9
Sudarto, Op.Cit., hlm. 44-48
10
Roeslan Saleh, 1988. Dari Lembaran Kepustakaan Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, Hlm.87.

5
Adapun menurut Moeljatno ada tiga kriteria kriminalisasi dalam proses pembaruan
hukum pidana. Pertama, penetapan suatu perbuatan sebagai perbuatan terlarang (perbuatan
pidana) harus sesuai dengan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat. Kedua, apakah
ancaman pidana dan penjatuhan pidana itu adalah jalan yang utama untuk mencegah
dilanggarnya larangan-larangan tersebut. Ketiga, apakah pemerintah dengan melewati alat-
alat negara yang bersangkutan, betul-betul mampu untuk benar-benar melaksanakan
ancaman pidana kalau ternyata ada yang melanggar larangan. 11
Di Indonesia, meminum minuma keras, berjudi, perbudakan, pemakain ganja dalam
masakan bukan merupakan kejahatan dalam masyarakat tradisional beberapa puluh tahun
yang lalu namun sekarang menjadi perbuatan kriminal dengan dikeluarkannya perundang-
undangan yang melarang perbuatan tersebut.
Dengan dibuatnya perundang-undangan baru antara lain Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Perdagangan Orang, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, perbuatan yang dulunya bukan dianggap kejahatan sekarang menjadi
perbuatan kriminal karena perbuatan tersebut dilarang dan diancam dengan pidana.

2. Proses Dekriminalisasi
Proses dekriminalisasi adalah suatu proses dimana suatu perbuatan yang merupakan
kejahatan karena dilarang dalam perundang-undangan pidana, kemudian pasal yang
mneyangkut perbuatan itu dicabut dari perundang-undangan dan dengan demikian
perbuatan itu bukan lagi kejahatan.
Dekriminalisasi adalah suatu proses penghapusan sama sekali sifat dapat
dipidananya suatu perbuatan yang semula merupakan tindak pidana dan juga penghapusan
sanksinya berupa pidana. Dalam proses dekriminalisasi tidak hanya kualifikasi pidana saja
yang dahapuskan, tetapi juga sifat melawan hukum atau melanggar hukumnya, lebih dari
itu penghapusan sanksi negatif tidak diganti dengan reaksi sosial lain baik perdata maupun
administrasi.
Penelitian kriminologi dalam proses dekriminalisasi diperlukan untuk menentukan
apakah perbuatan itu layak didekriminalisasikan dan bagaimana kemungkinannya di masa
yang akan datang. Serta penerapan asas subsidiaritas dalam kebijakan kriminalisasi dan
dekriminalisasi mengharuskan adanya penye lidikan tentang efektivitas penggunaan
hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan atau perbuatan-perbuatan yang merugikan
masyarakat.
Menurut Mahrus Ali bahwa suatu proses dekriminalisasi dapat terjadi karena
beberapa sebab berikut ini:
1. Suatu sanksi secara sosiologis merupakan persetujuan (sanksi positif) atau
penolakan terhadap pola perilaku tertentu (sanksi negatif). Ada kemungkinan
bahwa nilai-nilai masyarakat mengenai sanksi negatif tertentu terhadap perilaku
mengalami perubahan, sehingga perilaku yang terkena sanksi-sanksi tersebut
tidak lagi ditolak.
2. Timbulnya keragu-raguan yang sangat kuat akan tujuan yang ingin dicapai
dengan penetapan sanksi-sanksi negatif tertentu.

11
Moeljatno, 2008. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, Hlm.5.

6
3. Adanya keyakinan yang kuat, bahwa biaya sosial untuk menerapkan sanksi-
sanksi negatif tertentu sangat besar.
4. Sangat terbatasnya efektivitas dari sanksi-sanksi negative tertentu sehingga
penerapannya akan menimbulkan kepudaran kewibawaan hukum12
Menurut Bassiouni, keputusan untuk melakukan kriminalisasi dan dekriminalisasi
harus didasarkan pada faktor-faktor kebijakan tertentu yang mempertimbangkan
bermacam-macam faktor termasuk :
1. Keseimbangan sarana yang digunakan dalam hubungannya dengan hasil yang
ingin dicapai,
2. Analisis biaya terhadap hasil-hasil yang diperoleh dalam hubungannya dengan
tujuan-tujuan yang ingin dicapai,
3. Penilaian atau penaksiran tujuan-tujuan yang dicari itu dalam kaitannya dengan
prioritas-prioritas lainnya dalam pengalokasian sumber-sumber tenaga manusia,
4. Pengaruh sosial kriminalisasi dan dekriminalisasi yang berkenaan dengan atau
dipandang dari pengaruh-pengaruh yang sekunder13
Suatu proses dekriminalisasi dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu :
1. Ada kemungkinan anggapan masyarakat mengenai sanksi negatif tertentu
terhadap perilaku tertentu mengalami perubahan, sehingga perilaku yang
terkena sanksi-sanksi ditolak;
2. Timbulnya keraguan yang sangat kuat mengenai tujuan yang dicapai dengan
penetapan sanksi negatif;
3. Adanya keyakinan yang sangat kuat mengenai biaya sosial untuk menetapkan
sanksi negatif;
4. Sangat terbatasnya efektivitas dari sanksi negatif tertentu, sehingga dalam
penerapannya akan menimbulkan kepudaran wibawa hukum.
Contoh dekriminalisasi di Indonesia, pada Pasal 534 KUHP disebutkan bahwa
barang siapa yang memperagakan alat kontrasepsi pencegah kehamilan dimuka umum
diancam dengan hukuman penjara, dikarenakan khususnya di Indonesia dalam rangka
pelaksanaan progran KB dimana alat kontrasepsi itu dianjurkan untuk digunakan oleh
BKKBN, dengan kondisi demikian maka Pasal 534 KUHP itu sampai saat ini tidak
memiliki daya paksa lagi.

3. Proses Depenalisasi
Pada proses depenalisasi, sanksi negatif yang bersifat pidana dihilangkan dari suatu
perilaku yang diancam pidana. Dalam hal ini hanya kualifikasi pidana yang dihilangkan,
sedangkan sifat melawan atau melanggar hukum masih tetap dipertahankan. Mengenai hal
itu penanganan sifat melawan atau melanggar hukum diserahkan pada sistem lain misalnya
sistem hukum perdata, sistem hukum administrasi dan sebagainya.
Di dalam proses depenalisasi timbul suatu kesadaran bahwa pemidanaan
sebenarnya merupakan ultimum remedium. Oleh karena itu terhadap perilaku tertentu yang
masih dianggap melawan atau melanggar hukum dikenakan sanksi-sanksi negatif non-
pidana yang apabila tidak efentif akan diakhiri dengan sanksi pidana sebagai senjata
terakhir dalam keadaan darurat. Hal ini berarti bahwa hukum pidana dan sistemnya

12
Mahrus Ali, 2011. Dasar-dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, Hlm.245-246.
13
Barda Nawawi Arief, 2008. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Hlm. 82.

7
merupakan suatu hukum darurat (noodrecht) yang seyogyanya diterapkan pada instansi
terakhir.

2. Latihan
Dalam latihan ini, peserta kuliah diharapkan menjawab kedua soal berikut ini. Setelah
menjawab, peserta kuliah diharapkan dapat menelusuri jawabannya pada bagian uraian.
1. Kemukakan pembagian kriminologi menurut pandangan Edwin H. Sutherland dan
Donald R. Cressey?
2. Bonger membagi kriminologi menjadi dua cabang utama, sebutkan dan jelaskan
pembagian tersebut?
3. Uraikan pengertian kriminalisasi beserta contoh dari kriminalisasi tersebut?
4. Hullsman mengajukan beberapa kriteria absolut yang perlu diperhatikan dalam
proses kriminalisasi, jelaskan kriteria tersebut?
5. Uraikan pengertian dekriminalisasi beserta contoh dari dekriminalisasi tersebut?
6. Jelaskan sebab-sebab terjadinya suatu proses dekriminalisasi?
7. Jelaskan pengertian dari depenalisasi beserta contoh dari depenalisasi tersebut??

3. Rangkuman
1. Secara garis besar kriminologi terbagi menjadi 2 yakni, kriminologi murni
(kriminologi teoritis) dan kriminologi terapan (kriminologi praktis), pendapat ini
dikemukakan oleh bonger.
2. Kriminalisasi adalah suatu proses dimana suatu perbuatan yang mulanya tidak
dianggap sebagai kejahatan, kemudian dengan dikeluarkannya perundang-
undangan yang melarang perbuatan tersebut, maka perbuatan itu kemudian menjadi
perbuatan jahat.
3. Dekriminalisasi adalah suatu proses dimana suatu perbuatan yang merupakan
kejahatan karena dilarang dalam perundang-undangan pidana, kemudian pasal yang
mneyangkut perbuatan itu dicabut dari perundang-undangan dan dengan demikian
perbuatan itu bukan lagi kejahatan.
4. Proses depenalisasi, sanksi negatif yang bersifat pidana dihilangkan dari suatu
perilaku yang diancam pidana. Dalam hal ini hanya kualifikasi pidana yang
dihilangkan, sedangkan sifat melawan atau melanggar hukum masih tetap
dipertahankan.
4. Pustaka
1. A.S. Alam, 2010. Pengantar Kriminologi, Makassar: Penerbit Pustaka Refleksi
Books.
2. Barda Nawawi Arief, 2008. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
3. Hugh D. Barlow, 1984. Introduction to Criminology, Third Edition, Boston: Little
Brown and Company.
4. Mahrus Ali, 2011. Dasar-dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika.
5. Moeljatno, 2008. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.
6. Muladi, 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana, Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
7. Roeslan Saleh, 1988. Dari Lembaran Kepustakaan Hukum Pidana, Jakarta: Sinar
Grafika.

8
8. Rusli Effendi dkk, 1986. “Masalah Kriminalisasi dan Dekriminalisasi dalam
Rangka Pembaruan Hukum Nasional” dalam BPHN, Simposium Pembaruan
Hukum Pidana Nasional Indonesia, Jakarta: Bina Cipta.
9. Soerjono Soekanto, 1981. Kriminologi: Suatu Pengantar, Jakarta: Ghalia Indonesia.
10. Soetandyo Wignjosoebroto, 1993. Kriminalisasi Dan Dekriminalisasi, Yogyakarta:
Fakultas Hukum UII Sudarto, 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung:
Alumni.
11. Yesmil Anwar, Adang. 2010. Kriminologi, Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai