Anda di halaman 1dari 62

1

Revisi bahan ajar kriminologi


thn 2017

BAHAN AJAR
TERMINOLOGI KRIMINOLOGI

KRIMINOLOGI
I Gusti Ngurah Parwata SH.MH

Fakultas Hukum
Universitas Udayana
Denpasar
2017
2

PENDAHULUAN

Pada level kompetensi ini mahasiswa mempunyai kemampuan menjelaskan


tentang Terminologi Kriminologi,the process of making law, the breaking of law, and
reacting to word the breaking of laws, Teori kriminologi

KUALITAS MATERI PERKULIHAN

A. JUDUL MATERI PERKULIAHAN : TERMINOLOGI KRIMINOLOGI


B. SUB-SUB MATERI PERKULIHAN :
1. Terminologi Kriminologi
2. the process of making law, the breaking of law, and reacting to word the
breaking of laws
3. Teori Kriminologi
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Dengan mempelajari kriminologi diharapkan mahasiswa dapat memperoleh
impromasi yang seluas-luasnya mengenai Terminologi Kriminologi,the process of
making law, the breaking of law, and reacting to word the breaking of laws, Teori
kriminologi dengan bidang Hukum lainnya.
D. INDIKATOR HASIL EVALUASI PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Terminologi Kriminologi
2. Mahasiswa dapat menjelaskan the process of making law, the
breaking of law, and reacting to word the breaking of laws
3. Mahasiswa dapat menjelaskan Teori Kriminologi

E. METODE DAN STRATEGI PROSES PEMBELAJARAN


- Metode Perkuliahan yaitu Problem Based Learning (PBL) pusat
pembelajaran ada pada mahasiswa. Metode yang diterapkan adalah
“belajar” (Learning) bukan “mengajar” (Teaching).
- Strategi pembelajaran : kombinasi pertemuan tatap muka 50 %
(menjelaskan materi kuliah) dan tutorial 50 % ( kemampuan mahasiswa
berdiskusi dalam menulis tugas-tugas).
- Media instruksional dengan media yang ada dimanfaatkan seperti media
papan tulis, computer, LCD.
- Cara mengajar dosen dengan power point slide dan secara manual.
- Cara belajar mahasiswa dalam mata kuliah kriminologi sesuai dengan
dalam Buku Ajar
3

F. Materi perkuliahan

PENDEKATAN DALAM KRIMINOLOGI

Mempelajari kejahatan adalah mempelajari “tingkah laku manusia” maka


pendekatan yang digunakan adalah pendekatan “Deskriptif”, Kausalitas” dan
Normatif”

Kriminologi dalam arti


sempit, mempelajari
Kejahatan

HERMAN
MANNHEIM Mempelajari
(1965) tingkah laku
manusia

Kriminologi dalam arti


luas, mempelari teknik
kejahatan

Pendekatan yang digunakan,


Deskriptif. Kausalitas, dan
Normatif

Pendekatan deskriptif adalah suatu pendekatan dengan cara melakukan “observasi”


dan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan fakta-fakta tentang kejahatan
dan pelaku kejahatan. Seperti misalnya, bentuk tingkah laku criminal. Bagaimana
kejahatan tersebut dilakukan oleh penjahat. Frekuensi kejahatan pada waktu dan
tempat yang berbeda. Cirri-ciri khas dari pelaku kejahatan, seperti usia, jenis kelamin,
warna rambut dan perkembangan karir pelaku kejahatan.

Pendekatan yang kedua yang digunakan adalah pendekatan “Kausalitas” atau


“Pendekatan Sebab-akibat”. Hubungan sebab akibat dalam kriminologi, tentunya
4

berbeda dengan sebab-akibat dalam Hukum Pidana, mengapa berbeda ? bahwa setiap
kejadian dalam masyarakat merupakan suatu peristiwa sosial dan boleh dikatakan
bahwa setiap peristiwa sosial ada hubungannya satu sama lain, dan peristiwa sosial
yang satu merupakan suatu akibat dari peristiwa sosial lainnya. Gejala sosial ini
disebut kausalitas atau sebab-musabab antara masing-masing peristiwa sosial itu.

Dalam Kriminologi, hubungan sebab-akibat setelah hubungan sebab-akibat dalam


hukum pidana terbukti, artinya apabila hubungan sebab-akibat dalam hukum pidana
terbukti, maka hubungan sebab-akibat dalam kriminologi dapat dicari, yakni dengan
mencari jawabab atas pertanyaan, mengapa seseorang melakukan kejahatan ? Usaha
untuk mengetahui kejahatan dengan menggunakan pendekatan sebab akibat ini dapat
juga disebut dengan Etiologi Kriminal.

Dalam pendekatan normatif, Kriminmologi dikatakan sebagai “idiografic


discipline” karena kriminologi mempelajari fakta-fakta, sebab-akibab dan
kemungkinan-kemungkinan dalam kasus yang sifatnya individual. Sedangkan yang
dikatakan dengan “Normathetic-dicipline” adalah bertujuan untuk menemukan dan
mengungkapkan hukum-hukum yang bersifat ilmiah, yang diakui keseragamnya.

Kriminologi sebuah ilmu


Apakah benar kriminologi sebagai sebuah disiplin ilmu? Dimana letak
kriminologi itu, ilmu hukum, ilmu politik, atau psikologi? Kriminologi ada dalam
berbagai bentuk ilmu pengetahuan, karena sejak awal Topinard memperkenalkan
kriminologi, sudah disebut sebagai “ilmu” hal ini diketahui dari asal mula kata “logos”
yang dirunut dari kata criminology, maka dengan demikian kriminologi adalah sebuah
ilmu. Apakah semudah itu mengatakan kriminologi sebuah ilmu? Tidak yang lebih
penting ditelusuri jejak langkah mengapa kriminologi disebut sebagai ilmu.

Apakah disiplin itu? Disiplin berarti taat, patuh ketaatan atau kepatuhan pada
peraturan. Disiplin dalam kata majemuk yaitu “disiplin ilmu” jadi disiplin sering
diartikan sebagai displin ilmu atau disiplin ilmiah. Dalam kamus bahasa Indonesia
yaitu : cara pendekatan yang mengikuti ketentuan yang pasti dan konsisten untuk
memperoleh ketentuan yang pasti dan konsisten untuk memperoleh pengertian dasar
yang menjadi saran studi.

Menurut Djojodigoeno (1971) disiplin ilmu adalah uraian atau ajaran yang
memberiatahukan kepada kita bagaimana seharusnya segala sesuatu itu. Disiplin
adalah ilmu yang menguraikan tentang arah atau pedoman disipliner, yaitu tentang
5

bagaimana kita harus bertindak untuk mendapatkan manfaat tentang yang menjadi
sasaran studi.

Disiplin analitis merupakan sistem ajaran yang analistis yang menganalisis sera
menjelaskan segala gejala yang dihadapi : sosiologi, psikologi, ekonomi.

Disiplin prespektif merupakan ajaran yang menentukan apakah yang seyogyanya


dilakukan dalam menghadapi kenyataan tertentu : ilmu hukum (dogmatik hukum).

Pada umumnya, kalangan ilmiah berpendapat bahwa sifat-sifat (dasar pembenar,


sistematis, dan intersubyektif). Suatu pengetahuan untuk dapat digolongkan ke dalam
ilmu atau pengetahuan ilmiah dasar pembenarandasar ini mengharuskan seluruh
cara kerja ilmiah diarahkan untuk memperoleh derajat kepastian yang setinggi
mungkin pada pengetahuan yang dihasilkan. Ini berarti pertama-tama pemahaman
yang akan diuji dalam suatu cara kerja ilmiah harus dapat dibenarkan secara a
priori(sebelum diuji melalui metode ilmiah). Pemahaman ini dapat berasal dari
pengetahuan hasil tangkapan empiric (menggunakan kelima indera, dengan atampa
alat bantu indera), dapat juga hasil pengelohan rasional (menggunakan berbagai
bentuk berpikir), atau dari keduanya. Intinya dasar pembenaran ini adalah, bahwa
pemahaman mengenai ilmu pengetahuan teruji secara ilmiah.

Sistematik, maksudnya terdapat sistem di dalam susunan suatu pengetahuan


ilmiah (produk) dan di dalam memperoleh ilmu pengetahuan itu (proses atau
metode). Suatu pengkajian atau penelitian ilmiah tidak akan membatasi dirinya hanya
pada satu bahan imformasi saja, melainkan senantiasa meletakan hubungan antar
jumlah imformasi, sambil berusaha agar hubungan-hubungan tersebut dapat
merupakan suatu kebulatan.

Intersubyektif , maksudnya pengetahuan yang diperoleh oleh seorang subyek


harus mengalami verifikasi oleh subyek-subyek lainnya, supaya pengetahuan itu lebih
terjamin keabsahannya atau kebenarannya.

Ilmu, apa sebenarnya ilmu itu? Menurut Prajudi ilmu harus ada obyeknya,
terminologinya yang khas, metodologinya yang khas, filosofinya dan teorinya yang
khas. Nawawi menambahkan dua cirri, yaitu ilmu harus bersifat universal dan
mempunyai sistematikanya.

Ilmu memandang kebenaran sebagai tujuan yang mungkin dapat dicapai,


namun tidak pernah sepenuhnya sampai. Walaupun mungkin bersifat subyektif
persepsi tidak pernah terlepas dari faktor subyektivitas.
6

Pada saat Bongermengatakan bahwa kriminologi merupakan ilmu


pengetahuan yang seluas-luasnya, Bonger menganggap bahwa syarat adanya metode,
sistem, dan obyektivitas, telah terdapat dalam kriminologi, sehingga tidak ragu lagi
bahwa kriminologi merupakan sebuah ilmu, mengapa dikatakan sebuah ilmu?

1. Pada saat kriminologi mempelajari kejahatan yang seluas-luasnya,


maka yang dimaksudkan adalah berbagai bentuk kejahatan yang
terdapat dalam hukum pidana, maka dengan demiukian kriminologi
pun harus mempelajari ilmu hukum pidana.
2. Kriminologi bergerak kea rah disiplin-disiplin lainnya, pada saat
kriminologi bergerak kearah sosiologi hukum, maka kriminologi
mempunyai metode tertentu dalam pendekatan diri pada sosiologi
hukum, karena metode inilah Kriminologi dapat dikatakan sebuah ilmu.
3. Hasil penyelidikan kriminologi dapat membantu pemerintah dan
penegak hukum untuk mengungkapkan kejahatan, membantu untuk
melakukan kriminalisasi dalam produk peraturan perundang-undangan
pidana. Menurut von Litz, sebaiknya kriminologi bergabung dengan
hukum pidana (politik criminal) Kriminologi juga (khususnya
kriminologi kritis) hasil penelitiannya dapat memperbaiki kinerja
aparatur hukum, serta melakukan perbaikan bagi undang-
undangpidana itu sendiri.

Dalam konteks analisis kasus, misalnya analisis kasus “Raju” pada saat hukum
memperlakukan Raju dengan menempatkan sebagai pesakitan, ditahan dan disatukan
dengan orang dewasa, bahkan menjadikannya tontonan dalam siding pengadilan
adalah sebuah phenomena budaya kekerasan yang berobyek anak-nak. Maka , hanya
dengan ilmu bisa menganalisis masalah ini, tentunya Kriminologi merupakan ilmu
yang menarik.

Namun dengan demikian, apakah Kriminologi merupakan ilmu yang normatif


ataukah ilmu yang empirik? Ada 2 (dua) konsep untuk mengatakan ilmu kriminologi :

1. Apabila kriminologi melihat kejahatan dari segi yuridisnya, artinya ada


dorongan dari kriminologi untuk mempelajari norma-norma
2. Criminology is not normative but a factual discipline. Benarkah demikian
Pasti benar, belum tentu benar, pasti salah, hanya anda yang
menentukan.

Teori mendapat kedudukan yang sangat signifikan dalam dunia ilmu, yang dapat
merampung dan memahami masalah yang dibicarakan. Hal-hal yang semula tersebar
7

dan berdiri sendiri dapat disatukan satu sama lain secara bermakna. Dengan demikian
teori dapat memberikan penjelasan dengan cara mesistematisasikan terhadap
fenomena yang diperbincangkan.

Yang dimaksud dengan teori adalah merupakan hubungan dua fakta atau lebih,
atau bagaimana pengaturan antara dua fakta atau lebih, atau fakta itu diatur menurut
cara tertentu.fakta itu tentu saja mudah untuk diamati dan pada umumnya dapat diuji
sesecara empiris.

Dalam bentuk sederhana teori merupakan hubungan antara dua variable atau lebih
dan dapat diuji kebenarannya.

Menurut Soetandyo Wignjosoebroto, bahwa teori berasal dari kata Theoria dalam
bahasa latin berarti “perenungan” yang kemudian menjadi kata “Thea” dalam bahasa
Yunani berarti “cara” atau “hasil pandang” adalah suatu kontruksi dimana idea atau
cita manusia untuk dibangun undapat menggambarkan secara reflektif fenomena
yang ddapat dijumapi dari pengalaman.

Berbicara masalah teori kita dihadpi dua macam relaitas yaitu pertama adalah realitas
in abstracto kita jumpai dalam ide imajinatif. Kedua yang menjadi padanannya
adalah realitas in concreto yang berada dalam pengalaman indrawi.
8

PERKEMBANGAN KRIMINOLOGI DALAM SEBUAH ALIRAN

1. Aliran klasik

Mazhab klasik muncul pada abad ke-18 yang dipelopori oleh Cesare Beccaria,
aliran ini timbul di Inggris paada abad pertengahan ke-19. Alaran ini, dengan Doktrin
of free will-nya, mendasarkan pada filsafat hedonistis yang memandang bahwa
manusia mempunyai kebebasan memilih perbuatan yang dapat memberikan
kebahagian dan menghindari perbuatan-perbuatan yang akan memberikan
penderitaan.

Pada dasarnya Beccaria menerapkan doktrin ini sebagai sebagai doktrin dalam
penologi. Menurut Beccaria, setiap orang yang melanggar hukum telah memperhitungkan
rasa sakit yang diperoleh dari perbuatan tersebut. “That the act which I do is the act which I
think will give me most pleasure. Demikianlah Jeremy Bentham, mengungkapkannya.

Cesare Beccaria (1738-1798), beliau berusaha menentang kesewenangan


lembaga peradilan pada saat itu, dalam kritiknya pada intinya adalah menentang
terhadap hukum pidana, hukum acara pidana dan sistem penghukuman. Dengan
demikian, aliran ini dikenal dengan aliran kriminologi klasik yang berkembang di
Inggris dan Negara Amerika. Dasar dar mazab ini adalah Hedonistic-Psycology yang
mempergunakan metodenya adalah armchair (tulis menulis). Psikologi yang menjadi
dasar aliran ini adalah sifat individualistis. Intelectualistis serta voluntarsitis.

Landasan dari aliran Kriminologi klasik ini adalah, bahwa individu dilahirkan bebas
dengan kehendak bebas (free will). Untuk menentukan pilihannya sendiri, individu memiliki
hak asasi di antaranya hak untuk hidup, kebebasan untuk memiliki harta kekayaan,
pemerintahan Negara dibentuk untuk melindungi hak-hak tersebut dan muncul sebagai
perjanjian sosial antara yang diperintah dan yang memerintah, setiap warga Negara hanya
menyerahkan sebagian haknya kepada Negara sepanjang diperlukan oleh Negara untuk
mengatur masyarakat demi kepentingan sebagian besar masyarakat kejahatan merupakan
pelanggaran perjanjian sosial dank arena itu dikatan sebagai kejahatan moral.

Dalam kajian konteks tersebut sehingga dapat dipahami, cirri-ciri atau landasan
kriminologi klasik dapat dijelaskan sebagai berikut :
9

1) Manusia dilahirkan dengan kehendak bebas (free will) untuk menentukan


pilhannya sendiri.
2) Manusia memiliki hak asasi di antaranya hak untuk hidup, kebebasan serta
memiliki kekayaan.
3) Pemerintah Negara dibentuk untuk melindungi hak-hak tersebut dan
muncul sebagai hasil perjanjian sosial antara yang diperintah dan yang
memerintah.
4) Setiap warga Negara hanya menyerahkan sebagian hak asasinya kepada
Negara sepanjang diperlukan oleh Negara untuk mengatur masyarakat dan
demi kepentingan sebagian terbesar dari masyarakat.
5) Kejahatan merupakan pelanggaran terhadap perjanjian sosial, oleh karena
itu kejahatan merupakan kejahatan moral.
6) Hukuman hanya dibenarkan selama hukuman itu ditujukan untuk untuk
memlihara perjanjian sosial. Oleh karena itu tujuan hukuman adalah untuk
mencegah kejahatan di kemudian hari.
7) Setiap orang dianggap sama di depan hukum, oleh karena itu seharusnya
setiap orang diperlakukan sama.

2. Aliran Kartografik (the cartographic school)

Ketidak puasan para akhli kriminologi terhadap aliran klasik, maka aliran
Kartografis mulai muncul dan berkembang di Prancis, Inggris dan Jerman (1830-
1880). Ajaran ini hampir sama dengan ajaran Ekologis. Konsep dari ajaran ini adalah
distribusi kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun
secara sosialis. Dianggap kejahatan ini merupakan suatu ekspresi dari kondisi-kondisi
sosial , para penganut ajaran ini adalah Quetelet, Guerry.

Mazhab ini tidak hanya meneliti jumlah kriminalitas secara umum, juga studi
kasus tentang juvenile delinquency serta mengenai kejahatan professional yang saat
ini cukup menonjol.

Aliran Kartografik ini, memperhatikan penyebaran kejahatan pada wilayah tertentu


berdasarkan faktor geografik dan sosial, menurut aliran ini, yang dinamakan dengan
kejahatan adalah perwujudan dari kondisi- kondisi sosial yang ada.
10

3. Aliran Positif (The Positive School)

Penolakan terhadap mazhab sosialis dilancarkan oleh kaum-kaum tipologik,


yakni mereka yang menganggap bahwa kejahatan bukan dihasilkan dari pengaruh
ekonomi, namun kejahatan dihasilkan dari pengaruh perilaku manusia itu sendiri,
penolakan terhadap Aliaran Klasik ini, disebut aliran Positive School pada abad ke-19.

Aliran Positif muncul ketidak puasan dari jawaban-jawaban aliran klasik, aliran
yang berusaha menjelaskan mengapa seseorang bisa bertindak jahat. Aliran ini
bertolak pada pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor di
luar kontrolnya, baik yang merupakan faktor biologik maupun cultural. Ini berarti
manusia bukan mahluk yang bebas untuk berbuat menurut dorongan keinginan,
tetapi dibatasi oleh perangkat biologiknya dan situasi kulturalnya.

Secara singkat aliran ini berpegang pada keyakinan bahwa kehidupan seseorang
dikuasai oleh hukum sebab-akibat (causa-effect relationship)

Aliran positif mempunyai landasan berpikir sebagai berikut :

1) Kehidupan manusia dikuasai oleh hukum sebab akibat


2) Masalah-masalah sosial seperti kejahatan, dapat diatasi dengan melakukan
studi secara sistematis mengenai tingkah laku manusia.
3) Tingkah laku criminal adalah hasil dari kondisi abnormalitas yang mungkin
saja abnormalitas ini terletak pada individu atau juga pada lingkungannya.
4) Tanda-tanda abnormalitas tersebut dapat dibandingkan dengan tanda-tanda
yang normal.
5) Abnormalitas ini dapat diperbaiki, maka penjahat pun dapat diperbaiki.
6) Treatment telah menguntungkan bagi penyembuhan penjahat, sehingga tujuan
dari sanksi bukanlah menghukum melainkan memperlakukan atau membina
pelaku kejahatan.

Pelopor dari ajaran positif ini adalah Cesare Lombroso (1835-1909). Ajaran Lombroso
ini, menggabungkan positivism Comte, Evolusi dari Darwin, serta banyak lagi pioneer
dalam studi tentang hubungan kejahatan dan tubuh manusia. Mazhab ini, dikenal
sebagai mazhab italia. Menurut pelopornya kejahatan merupakan bakat manusia yang
dibawa sejak lahir. Dikatakan oleh Lombroso “criminal is born, not made”

Teori Lombroso tentang “born criminal” (penjahat yang dilahirkan) menyatakan


bahwa para penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam kehidupan, lebih
mendekati nenek moyang mereka yang mirip kera dalam hal sifat bawaan dan watak
11

dibandingkan dengan kereka yang bukan penjahat. Manusia, menurut Lombroso,


dapat dibedakan dari non criminal melalui beberapa atavistic stigmata (cirri fisik dan
mahluk). Pada tahap perkembangan, sebelum mereka benar-benar menjadi manusia.
Lombroso beralasan bahwa seringkali para penjahat memiliki rahang yang besar dan
gigi taring yang kuat .

Ada beberapa proposisi yang dikemukakan oleh Lombroso, tentang Born


Criminal ini :

1) Penjahat dilahirkan dan mempunyai tipe yang berbeda-beda.


2) Tipe ini bisa dikenal dari beberapa ciri tertentu seperti tengkorakyang
asimetris, rahang yang panjang, hidung yang pesek, rambut janggut yang
jarang, dan tahan terhadap rasa sakit.
3) Tanda-tanda lahiriah bukanlah merupakan penyebab kejahatan tetapi
merupakan tanda pengenal kepribadian, yang cenderung memiliki perilaku
yang jahat (pelaku criminal).
4) Larena adanya kepribadian ini, meeka tidak dapat terhidar dari pengaruh sifat
yang jahat, kecuali bila lingkungan dan kesempatan tidak memungkinkan.
5) Penganut aliran ini mengemukakan bahwa penjahat-penjahat seperti pencuri,
pelaku pembunuhan, pelanggaran seks dapat dibedakan oleh tanda-tanda dan
cirri-ciri tertentu. Bersambung halaman 54 YESMILANWAR.
12

TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA DALAM PERSPEKTIF 1


KRIMINOLOGI

A. Teori dan pendekatan dalam kriminolgi


Salah satu persoalan yang sering muncul ke permukaan dalam
kehidupan masyarakat ialah tentang kejahatan. Masalah kejahatan merupakan
masalah abadi dalam kehidupan umat manusia, karena ia berkembang sejalan dengan
perkembangan tingkat peradaban umat manusia. Dalam hal ini, kriminologi menjadi
suatu cabang ilmu yang membahas lebih jauh berkenaan dengan masalah kejahatan.
Oleh karenanya, muncul suatu pertanyaan “sejauh manakah suatu tindakan dapat
disebut kejahatan ?”

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan penjahat.


Menurut Sutherland, Ruang lingkup kriminologi terbagi atas tiga bagian, yaitu
Sociology of Low (sosiologi hukum) mencari secara analisa ilmiah kondisi-kondisi
terjadinya atau terbentuknya hukum, Etiologi kriminil, mencari secara analisa ilmiah
sebab-sebab daripada kejahatan serta Penologi ilmu pengetahuan tentang terjadinya
atauterbentuknya hukum, Etiologi kriminil, mencari secara analisa ilmiah sebab-
sebab daripada kejahatan serta Penologi ilmu pengetahuan tentang terjadinya atau
berkembangnya hukuman, artinya dan manfaatnya berhubungan dengan "control of
crime".

Dalam mempelajari kriminologi, dikenal adanya beberapa teori yang


dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan
dengan kejahatan. Teori tersebut pada hakikatnya berusaha untuk mengkaji dan
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penjahat dan kejahatan.
Yaitu ;
13

1. Teori Asosiasi Deferensial (Edwin H. Sutherland) 2

Teori ini dikemas dalam dua versi, Pertama pada tahun 1939 dan yang
kedua pada tahun 1947. Pada versi pertama, Sutherland dalam bukunya “Principles”
edisi ketiga, memfokuskan pada konflik budaya dan disorganisasi sosial serta asosiasi
diferensial. Pengertian asosiasi diferensial, oleh Sutherland dimaksudkan bahwa,
tidak berarti bahwa hanya kelompok pergaulan dengan penjahat akan menyebabkan
perilaku criminal, tetapi yang terpenting adalah 2 sisi dari proses komunikasi dengan
orang lain.

Munculnya teori asosiasi diferensial ini didasarkan pada tiga hal, yaitu:

a. Setiap orang akan menerima dan mengikuti pola-pola perilaku yang dapat
dilaksanakan

b. Kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku menimbulkan inkonsistensi


dan ketidak harmonisan.

c. Konflik budaya (Conflick of Cultures ) merupakan prinsip dasar dalam


menjelaskan kejahatan.

Versi kedua , yang disajikan pada bukunya edisi ke empat (1947 ), Sutherland
menekankan bahwa semua tingkah laku dipelajari. Dengan kata lain, pola perilaku
jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab.

Jadi kesimpulannya ialah, menurut teori asosiasi diferensial, tingkah laku jahat
dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi. Yang dipelajari dalam
kelompok tersebut adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan (nilai-nilai,
motif, rasionalisasi dan tingkah laku ) yang mendukung perbuatan jahat tersebut.

2. Teori Anomi (Emile Durkheim dan Robert K. Merton)

Durkheim dalam bukunya yang berjudul the Duvisuon of Labor In


Society (1893), menggunakan istilah anomie untuk menggambarkan keadaan
deregulation di dalam masyarakat.Keadaan deregulasi oleh Durkheim diartikan
sebagai tidak ditaatinya aturan-aturanyang terdapat dalam masyarakat dan orang
14

tidak tahu apa yang diharapkan dari orang lain. Keadaan deregulation atau
normlessness inilah yang menimbulkan perilaku deviasi.4 3

Pada tahun 1938 Merton mengambil konsep anomi untuk menjelaskan


perbuatan deviasi di amerika. Tetapi konsep dari Merton berbeda dengan apa yang
dipergunakan oleh Durkheim.

Menurut Merton, dalam setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan


tertentu yang ditanamkan kepada seluruh warganya. Untuk mencapai tujuan tersebut
terdapat sarana-sarana yang dapat dipergunakan. Tetapi dalam kenyataan tidak
setiap orang dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia. Hal ini menyebabkan
penggunaan cara yang tidak sah dalam mencapai tujuan. Dengan demikian akan
timbul penyimpangan-penyimpangan dalam mencapai tujuan. Dalam perkembangan
selanjutnya, Merton tidak lagi menekankan pada tidak meratanya sarana-sarana yang
tersedia, tetapi lebih menekankan pada perbedaan-perbedaan struktur kesempatan.

Dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur sosial. Struktur sosial,


yang berbentuk kelas-kelas, menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan kesempatan
dalam mencapai tujuan. Keadaan-keadaan tersebut (tidak meratanya sarana-sarana
serta perbedaan perbadaan struktur kesempatan) akan menimbulkan frustasi di
kalangan para warga yang tidak mempunyai kesempatan dalam mencapai tujuan.
Dengan demikian ketidakpuasan, konflik, frustasi dan penyimpangan muncul karena
tidak adanya kesempatan bagi mereka dalam mencapai tujuan. Situasi ini akan
menimbulkan keadaan di mana para warga tidak lagi mempunyai ikatan yang kuat
terhadap tujuanserta sarana-sarana atau kesempatan-kesempatan yang terdapat
dalam masyarakat.
15

Hal inilah yang dinamakan anomi. Merton mengemukakan lima cara untuk mengatasi

anomi, yaitu: 4

a. Konformitas (Konforming) , yaitu suatu keadaan dimana warga masyarakat


tetap menerima tujuan-tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam
masyarakat karena adanya tekanan moral;
b. Inovasi (Innovation ) , yaitu suatu keadaan di mana tujuan yang terdapat
dalam masyarakat diakui dan dipelihara tetapi mereka mengubah sarana-
sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya untuk
mendapatkan / memiliki uang yang banyak seharusnya mereka menabung.
Tetapi untuk mendapatkan banyak uang secara cepat mereka merampok
bank;
c. Ritualisme (Ritualism) , adalah suatu keadaan di mana warga masyarakat
menolak tujuan yang telah ditetapkan dan memilih sarana-sarana yang telah
ditentukan;
d. Penarikan Diri (Retreatisme) merupakan keadaan di mana para warga
menolak tujuan dan sarana-sarana yang telah tersedia dalam masyarakat;
e. Pemberontakan (Rebellion) adalah suatu keadaan di mana tujuan dan sarana-
sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak dan berusaha untuk
mengganti/ mengubah seluruhnya.

3. Teori Subkultur (Salomon Kobrin)

Teori ini berkembang pada tahun 1950-an hingga awal tahun 1960 yang
menekankan pada kenakalan remaja yang berbentuk “Gang”. Ada dua topic
yangdibahas oleh para ahli kriminologi berkaitan dengan kenakalan gang dan teori-
teori tentang subkultur. Yaitu :

a. Kenakalan subkultur (Cohen (1955))

Albert K. Cohen melalui suatu penelitiannya, menyatakan bahwa perilaku


delinkuen lebih banyak terjadi pada laki-laki kelas bawah (Lower Classs) dan mereka
lebih banyak membentuk gang yang bersifat tidak berfaedah, dengki dan jahat. Hal ini
disebabkan adanya permasalahan yang dihadapi mereka.
16

b. Teori Perbedaan Kesempatan (Cloward dan Ohlin (1959)) 5

Cloward dan Ohlin menulis bahwa terdapat lebih dari satu cara bagi remaja
untuk mencapai aspirasinya. Pada masyarakat urban, yang merupakan wilayah kelas
bawah terdapat berbagai kesempatan sah yang dapat menimbulkan berbagai
kesempatan. Dengan demikian kedudukan masyaraat menentukan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam mencapai sukses, baik melalui kesempatan konvensional
maupun criminal.

4. Teori Label (Howard S. becker dan Edwin lemert)

Teori ini lahir pada tahun 1960-an, Pendekatan teori labeling dapat dibedakan

dalam 2 (Dua) bagian ;

a. Persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau


label.

b. Efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya.

Sudah menjadi kesepakatan diantara para penganut teori label bahwa proses
pemberian label merupakan penyebab seseorang untuk menjadi jahat. Menurut Romli
Atmasasmita, terdapat dua konsep penting dalam teori ini, yaitu, Primary Deviance:
Ditujukan kepada perbuatan pentimpangan tingkah laku awal serta Secondary
Deviance Berkaitan dengan reorganisasi psikologis dari pengalaman seseorang
sebagai akibat dari penangkapan dan cap sebagai penjahat.

Sekali cap atau status ini dilekatkan pada seseorang, maka sangat sulit orang
yang bersangkutan untuk selanjutnya melepaskan diri dari cap yang dimaksud dan
kemudian akan mengidentifikasikan dirinya dengan cap yang telah diberikan
masyarakat terhadap dirinya.
17

5. Teori Konflik 6

Teori ini muncul tidak lama setelah teori label. Teori ini lebih menekankan
pada pola kejahatan yang ada dan mencoba untuk memeriksa atau meneliti
pembentukan hukum dan penerapan hukum pidana. Teori konflik pada hakikatnya
merupakan cabang dari teori label. Ada beberapa bentuk teori konflik yang yang
mendasar pada suatu asumsi bahwa konflik merupakan keadaan yang alamiah yang
ada dalam masyarakat. Bentuk teori ini terbagi atas dua bagian, yaitu Konflik
Konservatif dan Radikal Konflik.

Konflik Konservatif Menekankan pada dua hal yaitu kekuasaan dan


penggunaannya. Teori ini beranggapan bahwa konflik muncul diantara kelompok-
kelompok yang mencoba untuk menggunakan kontrol atas situasi atau kejadian. Atau
dalam arti kata lain, bahwa siapa yang memiliki kekuasaan akan dapat mempengaruhi
perbuatan khusus. Disamping itu mereka juga dapat memaksakan nilai-nilai terhadap
kelas sosial yang lebih rendah. Sedangkan Radikal Konflik menempatkan diri diantara
politik dan materialisme. Diantara para tokoh teori ini seperti Chambis, Quinney dan
K. Marx, merupaka tokoh yang paling berpengaruh. Apabila marx menyatakan hal
yang berkaitan dengan kejahatan dan penjahat, para penganut radikal konflik akan
menyesuaikan penjelasan tehadap pendapat Marx. Marx melihat konflik dalam
masyarakat disebabkan adanya hak manusia atas sumber-sumber yang langka dan
secara historis tidak terdapat kesamaan dalam penyebaran sumber-sumber tersebut,
khusus menganai kekuasaan.
18

6. Teori Kontrol

Pengertian teori kontrol merujuk kepada setiap perspektif yang membahas


ihwal pengendalian tingkah laku manusia. Teori kontrol merupakan suatu teori yang
berusaha mencari jawaban mengapa orang melakukan kejahatan. Berbeda dengan
teori-teori yang lain. Teori kontrol tidak lagi mempertanyakan mengapa orang
melakukan kejahatan tetapi mengubah pertanyaan tersebut menjadi; mengapa tidak
semua orang melanggar hukum atau mengapa orang taat pada hukum.

Ditinjau dari sosiologi kejahatan merupakan suatu persoalan yang paling


serius

atau penting dalam hal timbulnya disorganisasi sosial, karena penjahat-penjahat itu
sebenarnya melakukan perbuatan-perbuatan yang mengancam dasar-dasar dari
pemerintah, hukum, ketertiban dan kesejahteraan umum. Adapun unsur-unsur
kejahatan meliputi :

i. Harus ada sesuatu perbuatan manusia Berdasarkan hukum pidana positif


yang berlaku di indonesia yang dapat dijadikan subyek hukum hanyalah
manusia. Demikian pula badan hukum. Badan hukum dapat melakukan
perbuatan hukum dan dapat menjadi subyek hukum akan tetapi badan
hukum tidak dapat dituntut karena hukum pidana. Hal ini sesuai dengan
sifat hukum pidana kita yang bersandar pada ajaran mengharuskan adanya
unsur “dosa.”
ii. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam ketentuan
pidana Untuk hal ini perlu diselidiki apakah unsur-unsur yang dimuat
didalam ketentuan hukum itu terdapat di dalam perbuatan.
iii. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat Untuk dapat
dikatakan seseorang berdosa diperlukan adanya kesadaran pertanggungan
jawab, adanya hubungan pengaruh dari keadaan jiwa orang atas
perbuatanya, kehampaan alasan yang dapat melepaskan diri dari
pertanggungan jawab.

iv. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum Secara formal perbuatan
yang terlarang itu berlawanan dengan perintah undang-undang itulah
perbuatan melawan hukum.
v. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukuman di dalam
undang-undang. Tidak boleh suatu perbuatan dipidana kalau perbuatan
pidananya tersebut belum diatur oleh undang-undang.
19

Adapun selain teori yang dikemukakan diatas, Hermann Mannheim


mengungkapkan, bahwa terdapat 3 (tiga) pendekatan yang dapat dilakukan dalam
mempelajari masalah kejahatan, yaitu : 8

1. Pendekatan Deskriptif

Yang dimaksud dengan pendekatan deskriptif adalah suatu pendekatan dengan cara
melakukan obserfasi dan pengumpulan data yang berkaitan dengan fakta-fakta
tentang kejahatan dan pelaku kejahatan seperti:

a.) Bentuk tingkah laku criminal,

b.) Bagaimana kejahatan dilakukan,

c.) Frekuensi kejahatan pada waktu dan tempat yang berbeda,

d.) Ciri-ciri khas pelaku kejahatan, seperti usia, jenis kelamin dan sebagainya,

e.) Perkembangan karir seorang pelaku kejahatan.

Di kalangan ilmuwan, pendekatan deskriptif sering dianggap sebagai


pendekatan yang bersifat sangat sederhana. Meskipun demikian pendekatan ini
sangat bermanfaat sebagai studi awal sebelum melangkah pada studi yang lebih
mendalam. Hermann Mannheim menegaskan adanya beberapa syarat yang harus
dipenuhi bila menggunakan pendekatan deskriptif, yaitu:

a.) Pengumpulan fakta tidak dapat dilakukan secara random.oleh karena itu fakta-
fakta yang diperoleh harus dilakukan secara selektif.

b.) Herus dilakukan penafsiran,evaluasi dan memberikan pengertiansecara umum


terhadap fakta-fakta yang diperoleh.tanpa dilakukan penafsiran,evaluasi dan
memberi pengertian secara umum,maka fakta-fakta tersebut tidak akan
mempunyai arti.
20

2. Pendekatan Sebab-Akibat

sDisamping pendekatan deskriptif, pemahaman terhadap kejahatan dapat


dilakukan melalui pendekatan sebab-akibat.hal ini berarti fakta-fakta yang terdapat
dalam masyarakat dapat ditafsirkan untuk mengetahui sebab musabab kejahatan,
baik dalam kasus-kasus yang bersifat individual maupun yang bersifat umum.
Hubungan sebab-akibat dalam kriminologi berbeda dengan hubungan sebab-akibat
yang terdapat dalam hukum pidana. Dalam hukum pidana, agar suatu perkara dapat
dilakukan penuntutan harus dapat dibuktikan adanya hubungan sebab-akibat antara
suatu perbuatan dengan akibat yang dilarang.

Berbeda dengan hubungan sebab-akibat dalam hukum pidana, dalam


kriminologi hubungan sebab-akibat dicari setelah hubungan sebab-akibat dalam
hukum pidana terbukti. Untuk lebih jelasnya, apabila hubungan kausal dalam hukum
pidana telah dikatahui, maka hubungan sebab-akibat dalam kriminologi dapat dicari ,
yaitu dengan mencari jawaban atas pertanyaan mengapa orang tersebut melakukan
kejahatan. Usaha untuk mengetahui kejahatan dengan menggunakan pendekatan
sebab-akibat ini dikatakan sebagai etiologi kriminil (etiologi of crime).

3. Pendekatan Secara Normatif

Kriminologi dapat dikatakan sebagai Idiographic Discipline dan Nomothetic


Discipline. Dikatakan sebagai Idiographic Discipline, karena kriminologi mempelajari
fakta-fakta,sebab-sebab dan kemungkinan-kemungkinan dalam kasus yang bersifat
individual. Sedangkan yang dimaksud dengan Nomothetic Discipline.
21

A. Teori Kriminologi Penyebab Kejahatan

Menurut Bonger, dikutip oleh Abintoro Prakoso, kriminologi adalah ilmu


pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-
luasnya(kriminologi teoretis atau murni). Wolfgang, dikutip oleh Wahju Muljono,
membagi kriminologi sebagai perbuatan yang disebut sebagai kejahatan, pelaku
kejahatan, dan reaksi yang ditunjukkan baik terhadap perbuatan maupun terhadap
pelakunya. Sedangkan etiologi kriminal (criminal aetiology) adalah ilmu yang
menyelidiki atau yang membahas asal-usul atau sebab-musabab kejahatan (kausa
kejahatan).

Lilik Mulyadi mengemukakan bahwa kriminologi berorientasi pada hal-hal


sebagai berikut:
1. Pembuatan hukum yang dapat meliputi telaah konsep kejahatan, siapa
pembuat hukum dengan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
pembuatan hukum.
2. Pelanggaran hukum yang dapat meliputi siapa pelakunya, mengapa sampai terjadi
pelanggaran hukum tersebut, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3. Reaksi terhadap pelanggaran hukum melalui proses peradilan pidana dan
reaksi masyarakat.

Adapun teori-teori yang memaparkan beberapa unsur yang turut menjadi


penyebab terjadinya kejahatan atau membahas dimensi kejahatan, oleh Abintoro
Prakoso dibagi menjadi dua golongan, yaitu sebagai berikut:
1. Teori Kriminologi Konvensional
a. Teori Bonger, memaparkan ada tujuh macam penyebab kejahatan,
yaitu terlantarnya anak-anak, kesengsaraan, nafsu ingin memiliki,
demoralisasi seksual, alkoholoisme, rendahnya budi pekerti, dan
perang.
b. Teori Soedjono Dirdjosisworo, secara kronologis menghubungkan
tindakan kriminal dengan beberapa faktor sebagai penyebabnya.
c. Teori dirasuk setan, merupakan usaha mencari kausa kejahatan
yang secara wajar tidak menerima teori dirasuk setan, namun
masih beranggapan bahwa penyebab kejahatan adalah dari luar
kemauan si pelaku.
d. Thermal theory, menerangkan bahwa kejahatan yang ditujukan
terhadap manusia dipengaruhi oleh iklim panas dan terhadap
harta benda dipengaruhi oleh iklim dingin.
22

e. Teori Psikologi hedonistis, menerangkan bahwa manusia mengatur


perilakunya atas dasar pertimbangan demi kesenangan dan
penderitaan sehingga penyebab kejahatan terletak pada
pertimbangan rasional si pelaku.
f. Teori Cesare Lombroso, menyatakan bahwa kejahatan disebabkan
adanya faktor bakat yang ada pada diri si pelaku (a born criminal).
g. Teori kesempatan dari Lacassagne, menyatakan bahwa masyarakat
yang memberi kesempatan untuk berbuat jahat.
h. Teori Van Mayrs, menerangkan bahwa kejahatan bertambah bilamana
harga bahan pokok naik, dan sebaliknya.
i. Teori Ferry, menerangkan bahwa sebab kejahatan terletak pada
lingkungan sosial, lingkungan fisik, dan keturunan.
j. Teori Charles Goring, menyatakan bahwa kerusakan mental adalah
faktor utama dalam kriminalitas, sedangkan kondisi sosial
berpengaruh sedikit terhadap kriminalitas.

2. Teori Kriminologi Modern


a. Teori asosiasi diferensial (differential association theory) dari Gabriel Tarde,
menyatakan bahwa kejahatan yang dilakukan seseorang adalah hasil peniruan
terhadap tindakan kejahatan yang ada dalam masyarakat.Sedangkan Edwin H.
Sutherland berhipotesis bahwa perilaku kriminal, baik meliputi teknik
kejahatan, motif, dorongan, sikap, dan rasionalisasi yang nyaman, dipelajari
melalui asosiasi yang dilakukan mereka yang melanggar norma-norma
masyarakat, termasuk norma hukum.
b. Teori tegang atau anomi (strain theory) dari Emile Durkheim,
menerangkan bahwa di bawah kondisi sosial tertentu, norma-norma sosial
tradisional danberbagai peraturan kehilangan otoritasnya atas perilaku.
Sedangkan Robert K. Merton menganggap bahwa manusia pada dasarnya
selalu melanggar hukum setelah terputusnya antara tujuan dan cara
mencapainya menjadi demikian besar, sehingga satu-satunya cara mencapai
tujuan adalah melalui saluran yang tidak legal.
c. Teori kontrol sosial (social control theory), merujuk kepada setiap
perspektif yang membahas ikhwal pengendalian perilaku manusia, yaitu
delinquency dan kejahatan terkait dengan variabel-variabel yang bersifat
sosiologis, yaitu struktur keluarga, pendidikan, dan kelompok dominan.

Sedangkan Travis Hirschi memberikan gambaran mengenai konsep ikatan


sosial (social bond), yaitu apabila seseorang terlepas atau terputus dari ikatan sosial
dengan masyarakat, maka ia bebas untuk berperilaku menyimpang.
 Teori sub-budaya (sub-culture theory) dari Albert K. Cohen, memiliki asumsi
dasar bahwa perilaku anak nakal di kelas merupakan cerminan ketidakpuasan
23

mereka terhadap norma-norma dan nilai-nilai kelompok anak-anak kelas


menengah yang mendominasi nilai kultural masyarakat.
 Teori-teori sendiri (the self-theories) dari Carl Roger, menitik beratkan
kriminalitas pada interpretasi atau penafsiran individu yang bersangkutan.
 Teori psikoanalisis (psycho-analitic theory), yaitu tentang kiminalitas
menghubungkan deliquent dan perilaku kriminal dengan hati nurani
(concience) yang begitu menguasai sehingga menimbulkan rasa bersalah atau
begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan-dorongan si individu
dan bagi suatu kebutuhan yang harus segera dipenuhi.
 Teori netralisasi (the techniques of netralization) berasumsi bahwa
aktivitas manusia selalu dikendalikan oleh pikirannya dan bahwa di
masyarakat selalu terdapat persamaan pendapat tentang hal-hal yang baik di
dalam kehidupan masyarakat dan menggunakan jalan layak untuk
mencapai hal tersebut.
 Teori pembelajaran sosial (social learning theory) berasumsi bahwa
perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman belajar, pengalaman
kemasyarakatan disertai nilai-nilai dan pengharapannya dalam hidup
bermasyarakat.
 Teori kesempatan (opportunity theory) dari Richard A. Cloward dan Lloyd
E. Ohlin, menyatakan bahwa munculnya kejahatan dan bentuk-bentuk
perilakunya bergantung pada kesempatan, baik kesempatan patuh norma,
maupun kesempatan penyimpangan norma.
 Teori rangsangan patologis (pathological stimulation seeking) dari Herbert
C. Quay, yaitu kriminalitas yang merupakan manifestasi dari banyak sekali
kebutuhan bagi peningkatan-peningkatan atau perubahan-perubahan dalam
pola stimulasi pelaku.
 Teori interaksionis (interactionist theory) menurut Goode, menyatakan bahwa
orang beraksi berdasarkan makna (meaning), makna timbukarena adanya
interaksi dengan orang lain, terutama dengan orang yang sangat dekat, dan
makna terus-menerus berubah karena adanya interpretasi terhadap obyek,
orang lain, dan situasi.
 Teori pilihan rasional (rational choice theory) menurut Gary Becker,
menegaskan bahwa akibat pidana sebagai fungsi, pilihan-pilihan langsung,
serta keputusan-keputusan yang dibuat relatif oleh pelaku tindak pidana
bagi peluang-peluang yang terdapat baginya. m. Teori perspektif baru,
menunjukkan bahwa orang menjadi kriminal bukan karena cacat atau
kekurangan internal namun karena apa yang dilakukan oleh orang-orang yang
berada dalam kekuasaan, khususnya sistem peradilan pidana.
24

TEORI DIFFERENTIAL ASOSIATION


Kriminologi
Teroris bunuh diri tidak mengenal belas kasihan dengan terang-terangan
menteror di Jakarta kejadiannya baru-baru ini, sempat membuat eboh dunia,
menyebabkan beberapa orang kena tembak merupakan serangan teroris terburuk di
Indonesia, sekelompok teroris Santoso di Sulawesi yang sedang diburu oleh aparat
penegak hukum Polri, teroris ini sudah banyak menimbulkan ketakutan dalam
masyarakat Sulawesi dan pada saat ini sudah dipersempit gerakannya, korporasi-
korperasi raksasa taipe yang ada di Indonesia bersekongkel dengan penguasa dan
menyebabkan kerusakan lingkungan dengan reklamasi, membuat beberapa pulau di
Teluk Jakarta dan reklamasi di Pantai Menado, dan rencana di Tanjung Benua Bali,
terakhir dengan ditangkapnya kuroptor kelas kakap yang melarikan diri ke China,
sebagai akibatnya Negara dirugikan sekian triliun.
Kesamaan dalam peristiwa tersebut adaalah menunjuk pada berbagai
bentuk prilaku criminal, untuk selanjutnya kita tidak bisa menebak horror baru tak
terbayangkan menunggu kita.. bidang yang mempelajari masalah-masalah kejahatan
dan perilaku kriminal serta upaya-upaya mendefinisikan, menjelaskan dan
memprediksinya adalah kriminologi.
Secara umum kriminologi didefinisikan sebagai ilmu atau disiplin ilmu yang
mempelajari kejahatan dan perilaku kriminal. Secara khusus, bidang kriminologi
berkonsentrasi pada bentuk-bentuk prilaku kriminal, sebab-sebabkejahatan, definiisi
kriminal, dan reaksi masyarakat terhadap aktivitas kkriminal. Bidang-bidang
pengkajian terkait bisa meliputi kenakalan (delinkuensi) remaja dan viktimologi
(ilmu tentang korban).
Walaupun ada tumpang tindih antara kriminologi dan peradilan pidana,
kriminologi menunjukan minat lebih besar pada penjelasan sebab-akibat kejahatan,
sedangkan peradilan pidana lebih berorientasi masalah-masalah praktis dan terapan
seperti aspek-aspek teknis criminal justice system dan pemasyarakatan. Kriminologi
lebih banyak mengurusi analisis ffenomena kejahatan dan kriminalitas, melakukan
25

kajian-kajian yang akurat secara ilmiah, dan mengembangkan penjelasan teoritis


tentang kejahatan dan perilaku kriminal. Konsentrasi utama teks ini akan ditujukan
pada bidang-bidang sentral perilaku kriminal, metodelogi penelitian, dan teori
kriminologis. Sedangkan minat khususnya adalah eksplorasi berbagai tipologi
kejahatan, upaya mengklasifikasi bermacam-macam aktivitas kriminal dan penjahat
menurut tipenya.
TREN SESAAT DAN MODE DALAM KEJAHATAN
Berbagai kejahatan menjadi masalah di Indonesia, dalam masyarakat muncul
kembali dalam bentuk-bentuk berbeda. Pada era sekarang muncul kejahatan pada
awalnya para perampok yang beroperasi di lepas pantai Somalia mengambil alih
kapal dan menyandera awak kapal dari Indonesia meminta tebusan dan begitu akhir-
akhir ini terjadi pembajakan kapal Indonesia yang mengangkut batubara ke Philifina
dan awak kapal disandera oleh kelompok Abusyaraf untuk meminta uang tebusan
yang ditujukan kepada pemerintah Indonesia. Tergusurnya masyarakat nelayan
seiring dengan pembangunan reklamasi dipesisir teluk Jakarta, dan munculnya
kelompok-kelompok geng sepeda motor di Indonesia melakukan pembegalan
terhadap masyrakat dengan kejamnya sehingga banyak timbul korban, seolah-olah
kelompok geng sepeda motor seperti kejahatan yang terorganisir dengan mobilitas
yang tinggi pada umumnya
Perdagangan narkoba, sebuah problem utama era tahun ini bagi para penegak
hukum, diilustrasikan dengan tertangkapnya Kasat reskrim belawan Sumatra utara,
yang terlibat kasus suap dari Bandar narkoba tidak tanggung-tanggung 2,5 miliar
rupaiah dan di ketemukan kemungkinan adana maney loundering sampai mencapai
jumlah 10 M.
Berkas kejahatan di MA menelaah daftar “tujuh belas buronan koruptor kelas
kakap paling dicari” BIN. Daftar ini menampilkan foto penjahat-penjahat paling dicari,
termasuk Sumadikun yang telah tertangkap oleh BIN, telah dipulangkan ke Indonesia.
26

KEMUNCULAN KRIMINOLOGI
Sosiolog Prancis Auguste Comte (1798-1857) memandang gerak maju
pengetahuan terdiri atas tiga tahap, dari penjelasan serba biologis menuju
pendekatan metafisik (filosofis) hinga penjelasan-penjelasan ilmiah. Sebelum
munculnya hukum pidana modern pada abad ke delapan belas agama merupakan
basis primer control sosial di luar organisasi kekerabatan. Penjelasan teologis
menggunakan basis-basis supranatural atau dunia lain untuk memahami realita.
Penerapan secara sistimatis metode ilmiah memungkinkan manusia membuka
banyak mesteri berbagai abad. Mula-mula, terobosan dalam pengetahuan terjadi
dalam ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi dan kriminologi. Karena metode ilmiah
memberi pemahaman utama dan kemampuan untuk memprediksi dan mengontrol
realita fisik. Diharapkan dengan metode=metode yang sama bisa diterapkan pada dan
terbukti berguna dalam ilmu sosial. Walaupun banyak yang memandang kriminologi
sebagai sebuah ilmu, seperti Sutherland dan Cresey (1974), memandangnya sebagai
sebuah seni samaa seperti kedokteran, sebuah bidang yang didasarkan pada banyak
ilmu pengetahuan dan disiplin.
Kriminologi sebagai bidang penyelidiki bermula di Eropa pada akhir tahun
1700-an dalam tulisan-tulisan-tulisan para filsuf, dokter, ilmuwan fisik, sosiolog dan
ilmuwan sosial. Sebagaian besar teori awalnya berakar kuat dalam kerangka
sosiologis pada umumny sudah ditinggalkan oleh kriminologi Amerika modern.
Kriminologi muncul bersamaan hukum pidana abad 18. Sesungguhnya tulisan-tulisan
awal Cesare Beccaria (1738-1794), khususnya esai terkenalnya On Crime and
punishments (1963), yang mendorong pembaharuan hukum pidana di Eropa Barat.
Walaupun punya akar Eropa, sebagian besar perkembangan utama dalam kriminologi
modern terjadi di Amerika Serikat. Kriminologi terkait erat dengan perkembangan
sosiologi, memperoleh pijakan di dunia akademis Amerika Serikat antara tahun 1920
dan 1940. Kriminologi umumnya menjadi subdisiplin sosiologi, walaupun focus
kriminologi interdisipliner, para sosiolog mencurahkan sebagian besar isu-isu
kriminalitas. Sejak tahun 1960 kriinologi muncul sebagai sebuah disiplin tersendiri.
27

KEJAHATAN DAN PENYIMPANGAN


Penyimpangan atau perilaku menyimpang bisa menunjuk pada berbagai
macam aktivitas yang oleh mayoritas masyarakat dianggap eksintrik, berbahaya,
menjengkelkan, ganjil, asing, menjijikkan, dan sebagainya. Istilah ini menunjukan
pada perilaku yang berada diluar kemasyarakatan normal.
Difinisi penyimpangan tergantung pada waktu, tempat, dan sebagian
perbuatan didefiniskan lebih universal daripada perbuatan lainnya. Semua
masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya, praktik dan kepercayaan yang dihargai
atau diyakini atau menguntungkan suatu kelompok. Misalnya, walaupun terdapat
relavitas cultural dalam mendifinisikan peyimpangan, para antropolog
mengidentifikasi sejumlah budaya Universal praktik dan kebiasaan yang secara umum
terdapat dalam semua kebudayaan yang kita kenal. Semua kebudayaan yang
dipelajari memandang negative segala bentuk kebohongan, pencurian dan
pembunuhan. Masyarakat melindungi nilai-nilai mereka dengan menciptakan norma,
yang pada dasarnya mengatur atau menetapkan mode-mode perilaku.
28

Kriminologi sebagai salah satu cabang dari ilmu pengetahuan sosial (social science),
sebenarnya masih tergolong sebagai ilmu pengetahuan yang masih muda, oleh karena
kriminologi baru mulai menampakkan dirinya sebagai salah satu disiplin ilmu
pengetahuan pada abad ke XIII. Meskipun tergolong ilmu yang masih muda, namun
perkembangan kriminologi tampak begitu pesat, hal ini tidak lain karena konsekuensi
logis dari berkembangnya pula berbagai bentuk kejahatan dalam masyarakat.
Secara etimologi, kriminologi berasal dari kata Crime artinya kejahatan
dan Logos artinya ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu kriminologi dapat diartikan
secara luas dan lengkap sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
kejahatan.

Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey memperkenalkan istilah


kriminologi adalah “The body of knowledge regarding delinquency and crime
as social phenomenon. It includes within in scope the process of making law,
the breaking of law, and reacting to word the breaking of law….”

Dari pengertian tersebut diata, bahwa yang termasuk dalam pengertian


kriminolofi adalahproeses pembentukan hukum, pelanggaran hukum, dan reaksi
terhadap pelanggar hukum. Maka dengan demikian kriminologi tidak hanya
mempelajari kejahatan saja, tetapi juga mempelajari bagaimana hukum itu berjalan.

CRIMINOLOGY

Procceses of making laws

Procceses of breaking laws

Rescting toward the breaking laws


29

Kriminologi dalam pandangan Edwin H. Sutherland dan Donald R Cressey,


dibagi menjadi tiga cabang utama :

1. Sosiologi hukum (sociology of law) cabang kriminologi ini merupakan analisis


ilmiah atas kondisi perkembangan hukum pidana.dalam pandangan sosiologi
hukum, bahwa kejahatan itu dilarang dan diancam dengan suatu sanksi. Jadi
yang menentukan suatu perbuatan itu merupakan kejahatan, adalah hukum.
2. Etiologi kejahatan, merupakan cabang kriminologi yang mencari sebab
musabab kejahatan.
3. Penologi, merpakan ilmu tentang hukuman, akan tetapt Sutherland
memasukan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan
baik represif maupu preventif.

KRIMINOLOGI
SUTHERLAND AND CESSERY

SOSIOLOGI HUKUM ETIOLOGI KEJAHATAN PENOLOGI

Kemudian dalam perkembangannya, guna membahas dimensi


kejahatan/penjahat. Dikenal teori-teori kriminologi. Menurut Williams III dan Marilyn
McShane. Teori itu diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu :

A.Membuka pintu teori kriminologi

Menurut williams III dan marilyn Mcshane teori kriminologi


diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu:
30

1. Teori abstrak atau teori-teori makro(macrotheories).

Pada asasnya,teori-teori dalam klasifikasi ini mendeskripsikan kolerasi antara


kejahatan dengan struktur masyarakat.kedalam macrotheories ini adalah teori
anomie dan teori konflik

2. Teori-teori micro (microtheories) yang bersifat lebih konkrit.

Teori ini ingin menjawab mengapa seseorang atau kelompok orang dalam
masyarakat melakukan kejahatan atau menjadi kriminal (etiologi criminal).
Konkritnya, teori - teori ini lebih bertendensi pada pendekatan psikologis atau
biologis. Termasuk dalam teori-teori ini adalah social control thory dan social learning
theory.

3. Beidging Theories

yang tidak termasuk ke dalam kategori teori makro atau mikro dan mendeskripsikan
tentang struktur sosial dan bagaimana seseorang menjadi jahat. Namun kenyataanya
,klasifikasi teori-teori ini kerap membahas epidemiologi yang menjelaskan rates of
crime dan etiologi pelaku jahat.termasuk kelompok ini adalah subculture theory dan
Differential Opportuniti theory.

1. Teori Asosiasi Deferensial (Edwin H. Sutherland) 2

Teori ini dikemas dalam dua versi, Pertama pada tahun 1939 dan yang
kedua pada tahun 1947. Pada versi pertama, Sutherland dalam bukunya “Principles”
edisi ketiga, memfokuskan pada konflik budaya dan disorganisasi sosial serta asosiasi
diferensial. Pengertian asosiasi diferensial, oleh Sutherland dimaksudkan bahwa,
tidak berarti bahwa hanya kelompok pergaulan dengan penjahat akan menyebabkan
perilaku criminal, tetapi yang terpenting adalah 2 sisi dari proses komunikasi dengan
orang lain.

Munculnya teori asosiasi diferensial ini didasarkan pada tiga hal, yaitu:
31

a. Setiap orang akan menerima dan mengikuti pola-pola perilaku yang dapat
dilaksanakan

b. Kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku menimbulkan inkonsistensi


dan ketidak harmonisan.

c. Konflik budaya (Conflick of Cultures ) merupakan prinsip dasar dalam


menjelaskan kejahatan.

Versi kedua , yang disajikan pada bukunya edisi ke empat (1947 ), Sutherland
menekankan bahwa semua tingkah laku dipelajari. Dengan kata lain, pola perilaku
jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab.

Jadi kesimpulannya ialah, menurut teori asosiasi diferensial, tingkah laku jahat
dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi. Yang dipelajari dalam
kelompok tersebut adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan (nilai-nilai,
motif, rasionalisasi dan tingkah laku ) yang mendukung perbuatan jahat tersebut.

2. Teori Anomi (Emile Durkheim dan Robert K. Merton)

Durkheim dalam bukunya yang berjudul the Duvisuon of Labor In


Society (1893), menggunakan istilah anomie untuk menggambarkan keadaan
deregulation di dalam masyarakat.Keadaan deregulasi oleh Durkheim diartikan
sebagai tidak ditaatinya aturan-aturanyang terdapat dalam masyarakat dan orang
tidak tahu apa yang diharapkan dari orang lain. Keadaan deregulation atau
normlessness inilah yang menimbulkan perilaku deviasi.4

Pada tahun 1938 Merton mengambil konsep anomi untuk menjelaskan


perbuatan deviasi di amerika. Tetapi konsep dari Merton berbeda dengan apa yang
dipergunakan oleh Durkheim.

Menurut Merton, dalam setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan


tertentu yang ditanamkan kepada seluruh warganya. Untuk mencapai tujuan tersebut
terdapat sarana-sarana yang dapat dipergunakan. Tetapi dalam kenyataan tidak
setiap orang dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia. Hal ini menyebabkan
32

penggunaan cara yang tidak sah dalam mencapai tujuan. Dengan demikian akan
timbul penyimpangan-penyimpangan dalam mencapai tujuan. Dalam perkembangan
selanjutnya, Merton tidak lagi menekankan pada tidak meratanya sarana-sarana yang
tersedia, tetapi lebih menekankan pada perbedaan-perbedaan struktur kesempatan.

Dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur sosial. Struktur sosial,


yang berbentuk kelas-kelas, menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan kesempatan
dalam mencapai tujuan. Keadaan-keadaan tersebut (tidak meratanya sarana-sarana
serta perbedaan perbadaan struktur kesempatan) akan menimbulkan frustasi di
kalangan para warga yang tidak mempunyai kesempatan dalam mencapai tujuan.
Dengan demikian ketidakpuasan, konflik, frustasi dan penyimpangan muncul karena
tidak adanya kesempatan bagi mereka dalam mencapai tujuan. Situasi ini akan
menimbulkan keadaan di mana para warga tidak lagi mempunyai ikatan yang kuat
terhadap tujuanserta sarana-sarana atau kesempatan-kesempatan yang terdapat
dalam masyarakat.

Hal inilah yang dinamakan anomi. Merton mengemukakan lima cara untuk mengatasi

anomi, yaitu:

f. Konformitas (Konforming) , yaitu suatu keadaan dimana warga masyarakat


tetap menerima tujuan-tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam
masyarakat karena adanya tekanan moral;
g. Inovasi (Innovation ) , yaitu suatu keadaan di mana tujuan yang terdapat
dalam masyarakat diakui dan dipelihara tetapi mereka mengubah sarana-
sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya untuk
mendapatkan / memiliki uang yang banyak seharusnya mereka menabung.
Tetapi untuk mendapatkan banyak uang secara cepat mereka merampok
bank;
h. Ritualisme (Ritualism) , adalah suatu keadaan di mana warga masyarakat
menolak tujuan yang telah ditetapkan dan memilih sarana-sarana yang telah
ditentukan;
i. Penarikan Diri (Retreatisme) merupakan keadaan di mana para warga
menolak tujuan dan sarana-sarana yang telah tersedia dalam masyarakat;
33

j. Pemberontakan (Rebellion) adalah suatu keadaan di mana tujuan dan sarana-


sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak dan berusaha untuk
mengganti/ mengubah seluruhnya.

3. Teori Subkultur (Salomon Kobrin)

Teori ini berkembang pada tahun 1950-an hingga awal tahun 1960 yang
menekankan pada kenakalan remaja yang berbentuk “Gang”. Ada dua topic
yangdibahas oleh para ahli kriminologi berkaitan dengan kenakalan gang dan teori-
teori tentang subkultur. Yaitu :

a. Kenakalan subkultur (Cohen (1955))

Albert K. Cohen melalui suatu penelitiannya, menyatakan bahwa perilaku


delinkuen lebih banyak terjadi pada laki-laki kelas bawah (Lower Classs) dan mereka
lebih banyak membentuk gang yang bersifat tidak berfaedah, dengki dan jahat. Hal ini
disebabkan adanya permasalahan yang dihadapi mereka.

b. Teori Perbedaan Kesempatan (Cloward dan Ohlin (1959)) 5

Cloward dan Ohlin menulis bahwa terdapat lebih dari satu cara bagi remaja
untuk mencapai aspirasinya. Pada masyarakat urban, yang merupakan wilayah kelas
bawah terdapat berbagai kesempatan sah yang dapat menimbulkan berbagai
kesempatan. Dengan demikian kedudukan masyaraat menentukan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam mencapai sukses, baik melalui kesempatan konvensional
maupun criminal.

4. Teori Label (Howard S. becker dan Edwin lemert)

Teori ini lahir pada tahun 1960-an, Pendekatan teori labeling dapat dibedakan

dalam 2 (Dua) bagian ;

a. Persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau


label.

b. Efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya.


34

Sudah menjadi kesepakatan diantara para penganut teori label bahwa proses
pemberian label merupakan penyebab seseorang untuk menjadi jahat. Menurut Romli
Atmasasmita, terdapat dua konsep penting dalam teori ini, yaitu, Primary Deviance:
Ditujukan kepada perbuatan pentimpangan tingkah laku awal serta Secondary
Deviance Berkaitan dengan reorganisasi psikologis dari pengalaman seseorang
sebagai akibat dari penangkapan dan cap sebagai penjahat.

Sekali cap atau status ini dilekatkan pada seseorang, maka sangat sulit orang
yang bersangkutan untuk selanjutnya melepaskan diri dari cap yang dimaksud dan
kemudian akan mengidentifikasikan dirinya dengan cap yang telah diberikan
masyarakat terhadap dirinya.

5. Teori Konflik

Teori ini muncul tidak lama setelah teori label. Teori ini lebih menekankan
pada pola kejahatan yang ada dan mencoba untuk memeriksa atau meneliti
pembentukan hukum dan penerapan hukum pidana. Teori konflik pada hakikatnya
merupakan cabang dari teori label. Ada beberapa bentuk teori konflik yang yang
mendasar pada suatu asumsi bahwa konflik merupakan keadaan yang alamiah yang
ada dalam masyarakat. Bentuk teori ini terbagi atas dua bagian, yaitu Konflik
Konservatif dan Radikal Konflik.

Konflik Konservatif Menekankan pada dua hal yaitu kekuasaan dan


penggunaannya. Teori ini beranggapan bahwa konflik muncul diantara kelompok-
kelompok yang mencoba untuk menggunakan kontrol atas situasi atau kejadian. Atau
dalam arti kata lain, bahwa siapa yang memiliki kekuasaan akan dapat mempengaruhi
perbuatan khusus. Disamping itu mereka juga dapat memaksakan nilai-nilai terhadap
kelas sosial yang lebih rendah. Sedangkan Radikal Konflik menempatkan diri diantara
politik dan materialisme. Diantara para tokoh teori ini seperti Chambis, Quinney dan
K. Marx, merupaka tokoh yang paling berpengaruh. Apabila marx menyatakan hal
yang berkaitan dengan kejahatan dan penjahat, para penganut radikal konflik akan
menyesuaikan penjelasan tehadap pendapat Marx. Marx melihat konflik dalam
35

masyarakat disebabkan adanya hak manusia atas sumber-sumber yang langka dan
secara historis tidak terdapat kesamaan dalam penyebaran sumber-sumber tersebut,
khusus menganai kekuasaan.

6. Teori Kontrol

Pengertian teori kontrol merujuk kepada setiap perspektif yang membahas


ihwal pengendalian tingkah laku manusia. Teori kontrol merupakan suatu teori yang
berusaha mencari jawaban mengapa orang melakukan kejahatan. Berbeda dengan
teori-teori yang lain. Teori kontrol tidak lagi mempertanyakan mengapa orang
melakukan kejahatan tetapi mengubah pertanyaan tersebut menjadi; mengapa tidak
semua orang melanggar hukum atau mengapa orang taat pada hukum.

Ditinjau dari sosiologi kejahatan merupakan suatu persoalan yang paling


serius atau penting dalam hal timbulnya disorganisasi sosial, karena penjahat-
penjahat itu sebenarnya melakukan perbuatan-perbuatan yang mengancam dasar-
dasar dari pemerintah, hukum, ketertiban dan kesejahteraan umum. Adapun unsur-
unsur kejahatan meliputi :

1. Harus ada sesuatu perbuatan manusia Berdasarkan hukum pidana


positif yang berlaku di indonesia yang dapat dijadikan subyek hukum
hanyalah manusia. Demikian pula badan hukum. Badan hukum dapat
melakukan perbuatan hukum dan dapat menjadi subyek hukum akan
tetapi badan hukum tidak dapat dituntut karena hukum pidana. Hal ini
sesuai dengan sifat hukum pidana kita yang bersandar pada ajaran
mengharuskan adanya unsur “dosa.”
2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam
ketentuan pidana Untuk hal ini perlu diselidiki apakah unsur-unsur
yang dimuat didalam ketentuan hukum itu terdapat di dalam perbuatan.
3. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat Untuk dapat
dikatakan seseorang berdosa diperlukan adanya kesadaran
pertanggungan jawab, adanya hubungan pengaruh dari keadaan jiwa
orang atas perbuatanya, kehampaan alasan yang dapat melepaskan diri
dari pertanggungan jawab.
36

4. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum Secara formal


perbuatan yang terlarang itu berlawanan dengan perintah undang-
undang itulah perbuatan melawan hukum.
5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukuman di dalam
undang-undang. Tidak boleh suatu perbuatan dipidana kalau perbuatan
pidananya tersebut belum diatur oleh undang-undang.

Adapun selain teori yang dikemukakan diatas, Hermann Mannheim


mengungkapkan, bahwa terdapat 3 (tiga) pendekatan yang dapat dilakukan dalam
mempelajari masalah kejahatan, yaitu : 8

1. Pendekatan Deskriptif

Yang dimaksud dengan pendekatan deskriptif adalah suatu pendekatan dengan cara
melakukan obserfasi dan pengumpulan data yang berkaitan dengan fakta-fakta
tentang kejahatan dan pelaku kejahatan seperti:

a.) Bentuk tingkah laku criminal,

b.) Bagaimana kejahatan dilakukan,

c.) Frekuensi kejahatan pada waktu dan tempat yang berbeda,

d.) Ciri-ciri khas pelaku kejahatan, seperti usia, jenis kelamin dan sebagainya,

e.) Perkembangan karir seorang pelaku kejahatan.

Di kalangan ilmuwan, pendekatan deskriptif sering dianggap sebagai


pendekatan yang bersifat sangat sederhana. Meskipun demikian pendekatan ini
sangat bermanfaat sebagai studi awal sebelum melangkah pada studi yang lebih
mendalam. Hermann Mannheim menegaskan adanya beberapa syarat yang harus
dipenuhi bila menggunakan pendekatan deskriptif, yaitu:

a.) Pengumpulan fakta tidak dapat dilakukan secara random.oleh karena itu fakta-
fakta yang diperoleh harus dilakukan secara selektif.

b.) Herus dilakukan penafsiran,evaluasi dan memberikan pengertiansecara umum


terhadap fakta-fakta yang diperoleh.tanpa dilakukan penafsiran,evaluasi dan
37

memberi pengertian secara umum,maka fakta-fakta tersebut tidak akan


mempunyai arti.

2. Pendekatan Sebab-Akibat

Disamping pendekatan deskriptif, pemahaman terhadap kejahatan dapat


dilakukan melalui pendekatan sebab-akibat.hal ini berarti fakta-fakta yang terdapat
dalam masyarakat dapat ditafsirkan untuk mengetahui sebab musabab kejahatan,
baik dalam kasus-kasus yang bersifat individual maupun yang bersifat umum.
Hubungan sebab-akibat dalam kriminologi berbeda dengan hubungan sebab-akibat
yang terdapat dalam hukum pidana. Dalam hukum pidana, agar suatu perkara dapat
dilakukan penuntutan harus dapat dibuktikan adanya hubungan sebab-akibat antara
suatu perbuatan dengan akibat yang dilarang.

Berbeda dengan hubungan sebab-akibat dalam hukum pidana, dalam


kriminologi hubungan sebab-akibat dicari setelah hubungan sebab-akibat dalam
hukum pidana terbukti. Untuk lebih jelasnya, apabila hubungan kausal dalam hukum
pidana telah dikatahui, maka hubungan sebab-akibat dalam kriminologi dapat dicari ,
yaitu dengan mencari jawaban atas pertanyaan mengapa orang tersebut melakukan
kejahatan. Usaha untuk mengetahui kejahatan dengan menggunakan pendekatan
sebab-akibat ini dikatakan sebagai etiologi kriminil (etiologi of crime).

3. Pendekatan Secara Normatif

Kriminologi dapat dikatakan sebagai Idiographic Discipline dan Nomothetic


Discipline. Dikatakan sebagai Idiographic Discipline, karena kriminologi mempelajari
fakta-fakta,sebab-sebab dan kemungkinan-kemungkinan dalam kasus yang bersifat
individual. Sedangkan yang dimaksud dengan Nomothetic Discipline.
38

A. Teori Kriminologi Penyebab Kejahatan

Menurut Bonger, dikutip oleh Abintoro Prakoso, kriminologi adalah ilmu


pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-
luasnya(kriminologi teoretis atau murni). Wolfgang, dikutip oleh Wahju Muljono,
membagi kriminologi sebagai perbuatan yang disebut sebagai kejahatan, pelaku
kejahatan, dan reaksi yang ditunjukkan baik terhadap perbuatan maupun terhadap
pelakunya. Sedangkan etiologi kriminal (criminal aetiology) adalah ilmu yang
menyelidiki atau yang membahas asal-usul atau sebab-musabab kejahatan (kausa
kejahatan).

Lilik Mulyadi mengemukakan bahwa kriminologi berorientasi pada hal-hal


sebagai berikut:
1. Pembuatan hukum yang dapat meliputi telaah konsep kejahatan, siapa
pembuat hukum dengan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
pembuatan hukum.
2. Pelanggaran hukum yang dapat meliputi siapa pelakunya, mengapa sampai terjadi
pelanggaran hukum tersebut, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3. Reaksi terhadap pelanggaran hukum melalui proses peradilan pidana dan
reaksi masyarakat.

Adapun teori-teori yang memaparkan beberapa unsur yang turut menjadi


penyebab terjadinya kejahatan atau membahas dimensi kejahatan, oleh Abintoro
Prakoso dibagi menjadi dua golongan, yaitu sebagai berikut:
1. Teori Kriminologi Konvensional
k. Teori Bonger, memaparkan ada tujuh macam penyebab kejahatan,
yaitu terlantarnya anak-anak, kesengsaraan, nafsu ingin memiliki,
demoralisasi seksual, alkoholoisme, rendahnya budi pekerti, dan
perang.
l. Teori Soedjono Dirdjosisworo, secara kronologis menghubungkan
tindakan kriminal dengan beberapa faktor sebagai penyebabnya.
m. Teori dirasuk setan, merupakan usaha mencari kausa kejahatan
yang secara wajar tidak menerima teori dirasuk setan, namun
masih beranggapan bahwa penyebab kejahatan adalah dari luar
kemauan si pelaku.
n. Thermal theory, menerangkan bahwa kejahatan yang ditujukan
terhadap manusia dipengaruhi oleh iklim panas dan terhadap
harta benda dipengaruhi oleh iklim dingin.
39

o. Teori Psikologi hedonistis, menerangkan bahwa manusia mengatur


perilakunya atas dasar pertimbangan demi kesenangan dan
penderitaan sehingga penyebab kejahatan terletak pada
pertimbangan rasional si pelaku.
p. Teori Cesare Lombroso, menyatakan bahwa kejahatan disebabkan
adanya faktor bakat yang ada pada diri si pelaku (a born criminal).
q. Teori kesempatan dari Lacassagne, menyatakan bahwa masyarakat
yang memberi kesempatan untuk berbuat jahat.
r. Teori Van Mayrs, menerangkan bahwa kejahatan bertambah bilamana
harga bahan pokok naik, dan sebaliknya.
s. Teori Ferry, menerangkan bahwa sebab kejahatan terletak pada
lingkungan sosial, lingkungan fisik, dan keturunan.
t. Teori Charles Goring, menyatakan bahwa kerusakan mental adalah
faktor utama dalam kriminalitas, sedangkan kondisi sosial
berpengaruh sedikit terhadap kriminalitas.

2. Teori Kriminologi Modern


d. Teori asosiasi diferensial (differential association theory) dari Gabriel Tarde,
menyatakan bahwa kejahatan yang dilakukan seseorang adalah hasil peniruan
terhadap tindakan kejahatan yang ada dalam masyarakat.Sedangkan Edwin H.
Sutherland berhipotesis bahwa perilaku kriminal, baik meliputi teknik
kejahatan, motif, dorongan, sikap, dan rasionalisasi yang nyaman, dipelajari
melalui asosiasi yang dilakukan mereka yang melanggar norma-norma
masyarakat, termasuk norma hukum.
e. Teori tegang atau anomi (strain theory) dari Emile Durkheim,
menerangkan bahwa di bawah kondisi sosial tertentu, norma-norma sosial
tradisional danberbagai peraturan kehilangan otoritasnya atas perilaku.
Sedangkan Robert K. Merton menganggap bahwa manusia pada dasarnya
selalu melanggar hukum setelah terputusnya antara tujuan dan cara
mencapainya menjadi demikian besar, sehingga satu-satunya cara mencapai
tujuan adalah melalui saluran yang tidak legal.
f. Teori kontrol sosial (social control theory), merujuk kepada setiap
perspektif yang membahas ikhwal pengendalian perilaku manusia, yaitu
delinquency dan kejahatan terkait dengan variabel-variabel yang bersifat
sosiologis, yaitu struktur keluarga, pendidikan, dan kelompok dominan.

Sedangkan Travis Hirschi memberikan gambaran mengenai konsep ikatan


sosial (social bond), yaitu apabila seseorang terlepas atau terputus dari ikatan sosial
dengan masyarakat, maka ia bebas untuk berperilaku menyimpang.
 Teori sub-budaya (sub-culture theory) dari Albert K. Cohen, memiliki asumsi
dasar bahwa perilaku anak nakal di kelas merupakan cerminan ketidakpuasan
40

mereka terhadap norma-norma dan nilai-nilai kelompok anak-anak kelas


menengah yang mendominasi nilai kultural masyarakat.
 Teori-teori sendiri (the self-theories) dari Carl Roger, menitik beratkan
kriminalitas pada interpretasi atau penafsiran individu yang bersangkutan.
 Teori psikoanalisis (psycho-analitic theory), yaitu tentang kiminalitas
menghubungkan deliquent dan perilaku kriminal dengan hati nurani
(concience) yang begitu menguasai sehingga menimbulkan rasa bersalah atau
begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan-dorongan si individu
dan bagi suatu kebutuhan yang harus segera dipenuhi.
 Teori netralisasi (the techniques of netralization) berasumsi bahwa
aktivitas manusia selalu dikendalikan oleh pikirannya dan bahwa di
masyarakat selalu terdapat persamaan pendapat tentang hal-hal yang baik di
dalam kehidupan masyarakat dan menggunakan jalan layak untuk
mencapai hal tersebut.
 Teori pembelajaran sosial (social learning theory) berasumsi bahwa
perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman belajar, pengalaman
kemasyarakatan disertai nilai-nilai dan pengharapannya dalam hidup
bermasyarakat.
 Teori kesempatan (opportunity theory) dari Richard A. Cloward dan Lloyd
E. Ohlin, menyatakan bahwa munculnya kejahatan dan bentuk-bentuk
perilakunya bergantung pada kesempatan, baik kesempatan patuh norma,
maupun kesempatan penyimpangan norma.
 Teori rangsangan patologis (pathological stimulation seeking) dari Herbert
C. Quay, yaitu kriminalitas yang merupakan manifestasi dari banyak sekali
kebutuhan bagi peningkatan-peningkatan atau perubahan-perubahan dalam
pola stimulasi pelaku.
 Teori interaksionis (interactionist theory) menurut Goode, menyatakan bahwa
orang beraksi berdasarkan makna (meaning), makna timbukarena adanya
interaksi dengan orang lain, terutama dengan orang yang sangat dekat, dan
makna terus-menerus berubah karena adanya interpretasi terhadap obyek,
orang lain, dan situasi.
 Teori pilihan rasional (rational choice theory) menurut Gary Becker,
menegaskan bahwa akibat pidana sebagai fungsi, pilihan-pilihan langsung,
serta keputusan-keputusan yang dibuat relatif oleh pelaku tindak pidana
bagi peluang-peluang yang terdapat baginya. m. Teori perspektif baru,
menunjukkan bahwa orang menjadi kriminal bukan karena cacat atau
kekurangan internal namun karena apa yang dilakukan oleh orang-orang yang
berada dalam kekuasaan, khususnya sistem peradilan pidana.
41
42

PENGANTAR KE PINTU GERBANG KRIMINOLOGI

PENDAHULUAN

Pada level kompetensi ini mahasiswa mempunyai kemampuan menjelaskan


tentang Pengertian Kriminologi, Ruang Lingkup Kriminologi, Perbedaan, Persamaan,
dan Keterkaitan Kriminologi dengan bidang Hukum lainnya.

KUALITAS MATERI PERKULIHAN

G. JUDUL MATERI PERKULIAHAN : PENGANTAR KE PINTU GERBANG


KRIMINOLOGI
H. SUB-SUB MATERI PERKULIHAN :
4. definiisi Kriminologi
5. Ruang Lingkup Kriminologi
6. Eksistensi dan Tujuan Kriminologi
7. Perbedaan, Persamaan, dan Keterkaitan Kriminologi dengan bidang Hukum
lainnya.
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
Dengan mempelajari kriminologi diharapkan mahasiswa dapat memperoleh
impromasi yang seluas-luasnya mengenai definisi kriminologi, Ruang Lingkup
Kriminologi, eksistensi dan Tujuan Kriminologi, Perbedaan, Pesamaan, dan
Keterkaitan Kriminologi dengan bidang Hukum lainnya.
J. INDIKATOR HASIL EVALUASI PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Definisi kriminologi dari
beberapa akhli kriminologi.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai ruang lingkup kriminologi.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan eksistensi dan tujuan kriminologi.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan, pesamaan, dan keterkaitan
kriminologi dengan bidang hukum lainnya.
43

K. METODE DAN STRATEGI PROSES PEMBELAJARAN


- Metode Perkuliahan yaitu Problem Based Learning (PBL) pusat
pembelajaran ada pada mahasiswa. Metode yang diterapkan adalah
“belajar” (Learning) bukan “mengajar” (Teaching).
- Strategi pembelajaran : kombinasi pertemuan tatap muka 50 %
(menjelaskan materi kuliah) dan tutorial 50 % ( kemampuan mahasiswa
berdiskusi dalam menulis tugas-tugas).
- Media instruksional dengan media yang ada dimanfaatkan seperti media
papan tulis, computer, LCD.
- Cara mengajar dosen dengan power point slide dan secara manual.
- Cara belajar mahasiswa dalam mata kuliah kriminologi sesuai dengan
dalam Buku Ajar

L. Materi perkuliahan

1. Definisi kriminologi

Secara etimologis, kriminologis (criminology) barasal dari kata crimen dan


logos artinya sebagai ilmu pengetahuan tentang kejahatan. Kriminologi sebagai
bidang pengetahuan ilmiah telah mencapai usia lebih dari 1 (satu) abad, dan selama
ini pula mengalami perkembangan perspektif, paradigma, aliran atau madzab bagi
pembentukan konsep, teori serta metode dalam kriminologi.
Apa itu kriminologi ? pertanyaan ini adalah pertanyaan Mahasiswa Fakultas
Hukum semester V, mungkin kriminologi identik dengan Kriminal. Mari kita telusuri
kembali literature di perspustakaan dan internet dan mari kita membuka kembali apa
itu kriminologi, dibaca dan ditelaah kembali apa itu kriminologi ?
Dalam berbagai literature kepustakaan, kriminologi pertama kalinya diberi
nama oleh Paul Topinard (1830-1911), beliau seorang antropologi Prancis,
menurutnya kriminologi berasal dari kata “crime” (kejahatan/penjahat), dan
“Logos”(ilmu pengetahuan), apabila dilihat dari istilah tersebut, maka kriminologi
adalah Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.
Cesaria Beccaria (1738-1794) mempopulerkan istilah kriminologi sebagai
reformasi terhadap hukum pidana dan bentuk hukuman. Pada awal abad ke-19
44

kriminologi dijadikan alat atau sarana sebagai pembaharuan hukum pidana yang pada
waktu itu sangat kejam.
Berdasarkan ensiklopedia, kriminologi digambarkan sebagai ilmu yang sesuai
dengan namanya, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan. Memberikan
definiisi yang memuaskan atau bahkan seragam memang sulit didapat dalam ilmu
pengetahuan sosial. Namun menurut Staf Redaksi Encyclopaedia ENSIE (Eerste
Nederlandsche Systematich Ingerichte Encyclopaedie), hal itu merupakan keharusan
apabila ingin membahas suatu permasalahan, sebab dengan pemberian definisi akan
memperoleh gambaran permasalahan tersebut.
1. Menurut Bonger (19340), kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang
bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-seluasnya (kriminologi
teoritis atau murni), disamping itu disusun kriminologi praktis.
- Kriminologi teoritis adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan
pengalaman yang seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis,
memperhatikan gejala-gejala dan berusaha menyelidiki sebab-sebab dari
gejala tersebut (etiologi) dengan cara-cara yang ada padanya. Contoh
patologi sosial (penyakit masyarakat), kemiskinan, anak jadah, pelacuran,
gelandangan, perjudian, alkoholisme, narkotika dan bunuh diri.
- Bonger membagi kriminologi menjadi kriminologi murni dan terapan.
- Kriminologi murni :
1. Antropologi criminal (Criminal Antropology), merupakan ilmu
pengetahuan tentang manusia yang jahat (Somatios), dan ilmu ini
memberikan suatu jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam
tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa, misalnya apaakah ada
hubungan antara suku Bangsa dengan Kejahatan.
2. Sosiologi criminal (Criminal Sociology), ilmu pengetahuan tentang
kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat, pokok utama ilmu ini
adalah, sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat.
3. Psikhologi criminal (Criminal Psychology), ilmu pengetahuan tentang
penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya.
45

4. Psikhopatologi dan Neuropatologi criminal, yaitu suatu ilmu tentang


penjahat yang sakit jiwa atau Urat Syaraf
5. Penology yaitu tentang berkembangnya hukuman dalam hukum pidana.

KRIMINOLOGI W.A. BONGER


KRIMINOLOGI MURNI KRIMINOLOGI TERAPAN
1. CRIMINAL ANTROPOLOGY 1. HIGIENE KRIMINIL
2. CRIMINAL SOCIOLOGY 2. POLITIK KRIMINAL
3. CRIMINAL PSYCHOLOGY 3. KRIMNALISTIK
4.PSIKOPATOLOGI DAN NEUROPATOLOGI
KRIMINIL
5..PENOLOGI

- Disamping itu Bonger membagi lima cabang Kriminologi terapan dalam


bentuknya dibagi menjadi 3 bagian :
1. Criminal hygiene.yakni usaha yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya kejahatan. Misalnya usaha-usaha yang dilakukan oleh
pemerintah untuk menerapkan undang-undang sistem jaminan hidup
dan kesejahteraan yang dilakukan semata-semata untuk mencegah
terjadinya kejahatan.
2. Politik criminal, usaha untuk menanggulangan kejahatan di mana suatu
kejahatan telah terjadi. Dalam hal ini dilihat bagaimana seseorang
melakukan kejahatan. Jadi tidak semata-mata penjatuhan sanksi.
3. kriminalistik (Police Scientific) Merupakan ilmu tentang pelaksanaan
penyelidikan teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan.
2. Noach, kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala-gejala
kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh, sebab-musabab serta
akibatnya.
46

3. J. Constant, kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan


menentukan faktor-faktor yang menjadi sebab-musabab dari terjadinya
kejahatan dan penjahat.
4. E.H. Sutherland dan Donald R. Cressey, kriminologi adalah “a body of
knowledge regarding crime as a social phenomenon” ilmu dari berbagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari kejahatan (tindakan jahat) sebagai
fenomena sosial. Kriminologi dibagi menjadi 3 (tiga) cabang ilmu utama,
yaitu :
1. Sosiologi hukum, mempelajari kejahatan sebagai tindakan yang oleh
hukum dilarang dan diancam dengan sanksi. Jadi yang menentukan
bahwa suatu tindakan itu kejahatan adalah aturan hukum.
2. Etiologi criminal yang merupakan cabang kriminologi yang berusaha
melakukan analisis ilmiah mengenai sebab-musabab kejahatan. Dalam
kriminologi, etiologi kejahatan merupakan kajian yang “paling” utama.
3. Penologi pada dasarnya merupakan ilmu tentang hukuman, namun
Sutherlan memasukan hak-hak yang berhubungan dengan usaha
pengendalian kejahatan, baik represif maupun prepentif.

5. W.H. Negel, dalam bukunya berjudul “Critical Criminology” mengatakan


bahwa definisi Kriminologi pasca perang Dunia II semakin luas, tidak
semata-mata etiology (etiologis), karena sejak tahun 1950 telah
berkembang viktimologi (ilmu yang mempelajari hubungan antara pelaku
kejahatan dengan korbannya). Perkembangan sosiologi hukum semakin
memperluas lingkup kriminologi.

6. Martin L. Haskell, Kriminologi mencakup analisis-analisis tentang :


1. Sifat dan luas kejahatan;
2. Sebab-sebab kejahatn (etiologi).
3. Perkembangan hukum pidana dan pelaksanaan.
4. Cirri-ciri (tipologi) pelaku kejahatan(criminal).
47

5. Pola-pola kriminalitas dan perubahan sosial.

7. Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey memperkenalkan istilah


kriminologi adalah “The body of knowledge regarding delinquency and crime
as social phenomenon. It includes within in scope the process of making law,
the breaking of law, and reacting to word the breaking of law….”

Dari pengertian tersebut diata, bahwa yang termasuk dalam pengertian


kriminolofi adalahproeses pembentukan hukum, pelanggaran hukum, dan reaksi
terhadap pelanggar hukum. Maka dengan demikian kriminologi tidak hanya
mempelajari kejahatan saja, tetapi juga mempelajari bagaimana hukum itu berjalan.

CRIMINOLOGY

Procceses of making laws

Procceses of breaking laws

Rescting toward the breaking laws

Kriminologi dalam pandangan Edwin H. Sutherland dan Donald R Cressey,


dibagi menjadi tiga cabang utama :

4. Sosiologi hukum (sociology of law) cabang kriminologi ini merupakan analisis


ilmiah atas kondisi perkembangan hukum pidana.dalam pandangan sosiologi
hukum, bahwa kejahatan itu dilarang dan diancam dengan suatu sanksi. Jadi
yang menentukan suatu perbuatan itu merupakan kejahatan, adalah hukum.
5. Etiologi kejahatan, merupakan cabang kriminologi yang mencari sebab
musabab kejahatan.
48

6. Penologi, merpakan ilmu tentang hukuman, akan tetapt Sutherland


memasukan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan
baik represif maupu preventif.

KRIMINOLOGI
SUTHERLAND AND CESSERY

SOSIOLOGI HUKUM ETIOLOGI KEJAHATAN PENOLOGI

Dari berbagai definisi Kriminologi telah mendapatkan perkembangan di atas,


dapat dikatakan bahwa Kriminologi merupaka suatu ilmu dari suatu sub-disiplin
dalam ilmu sosial, yang berbasis pendekatan-pendekatan dan pemikiran-pemikiran
utama dalam sosiologi. Studi sistematik dan akademik, serta universal dan ilmiah.

Secara klasik ada yang beranggapan bahwa kriminologi adalah :


“the term criminology in is broeddest sense is the study which includes all the
subject matter necessary to the understanding and prevention of crime together white
the punishment or treatmen of delinguent and criminal. In its narrower sense
criminology is simply the study wich attempts to explain crime to find out how they get
that way”. Bahwa dalam hal ini (kriminologi kalsik), dikatakan bahwa kriminologi.
Hanya sebagai suatu “study” yang bukan merupakan ilmu pengetahuan, Not yet the
complete science”. Yang didalamnya terdapat studi, terhadap pencegahan timbulnya
kejahatan, penghukuman terhadap penjahat.
Dari kriminologi klasik tersebut diatas dapat disimpikan bahwa yang menjadi
focus utama kajian kriminologi adalah:
1. arti kejahatan, sifat dan luasnya kejahatan.
2. Mengapa orang berbuat jahat (etiologi criminal/sebab-sebab
orang melakukan kejahatan).
49

3. Reformasi hukum pidana.


4. Bagaimana penjahat itu dicirikan oleh kriminologi.
5. Pembinaan penjahat (penjatuhan sanksi).
6. Bentuk kejahatan.
7. Akibat dari perlakuan jahat.
8. Mencegah kejahatan agar jangan terhulang.

2. RUANG LINGKUP KRIMINOLOGI

Menurut Herman Manheimm pada tahun 1960 , dalam bukunya Pioneers in

criminology telah mengemukakan 3 (tiga) tipe masalah yang merupakan lingkup


pembahasan kriminologi sebagai berikut :

1. The problem of detecting the law breker (crimnalist).


2. The problem of the custody and treatment of the offender (Penologi).
3. The problem of explaining crime and criminal behavior (the problem of
scientifically accounting for presence of crime and criminals in society).

Menurut Herman Manheimm pada tahun 1960, dalam bukunya the crime problem
mengemjukakan 10 ruang lingkup atau wilayah yang merupakan bidang kerja
kriminologi :

1. Kriminologi mempelajari bagaimanakah kejahatan dilaporkan pada badan-


badan resmi dan bagaimana tindakan yang dilakukan menanggapi laporan
itu.
2. Kriminologi mempelajari perkembangan dan perubahan hukum pidana
dalam hubungannya dengan ekonomi, politik serta tanggapan
masyarakatnya.
3. Kriminologi mempelajari secara khusus keadaan penjahat,
membenadingkan dengan yang bukan penjahat mengenai sex, ras,
kebangsaan, kedudukan ekonomi, kondisi kekeluargaan, pekerjaan atau
50

jabatan dan kedudukan, kondisi kejiwaan, phisik, kesehatan dan jasmani


rokhani dsb.
4. Kriminologi mempelajari daerah-daerah atau wilayah-wilayah dihubungan
dengan jumlah kejahatan dalam daerah atau wilayah yang dimaksud dan
bahkan diteliti pula bentuk spesifik dari kejahatan yang terjadi, misalnya
penyeludupan di daerah pelabuhan atau korupsi di lingkungan pejabat.
5. Kriminologi berusaha memberikan penjelasan mengenai faktor-faktor
penyebab kejahatan untuk menuangkan dalam bentuk ajaran dan teori.
6. Kriminologi mempelajari jenis kejahatan yang dimanifestasikan secara
istimewa dan menunjukan kelainan ari pada yang sering berlaku, organized
crime, white-collar crime yang berupa bentuk-bentuk kejahatan modern,
termasuk pembajakan pesawat, pencucian uang dan pembobolan ATM.
7. Kriminologi mempelajari hal-hal yang sangat erat hubungannya dengan
kejahatan, misalnya alkoholisme, narkoba, pelacuran, perjudian, vagrancy
atau glandangan dan pengemis.
8. Kriminologi mempelajari apakah peraturan perundang-undangannya
beserta penegak hukumnya sudah efektif.
9. Kriminologi mempelajari apakah kemanfaatan lembaga-lembaga yang
digunakan untuk menangkap, menahan dan menghukum.
10. Kriminologi mempelajari setiap usaha untuk mencegah kejahatan.

Walter C. Reckless, mengatakan bahwa ruang lingkup kriminologi yang sangat


luas tersebut memerlukan kelengkapan bahan-bahan dari disiplin ilmu seperti akhli
biologi, antropologi, ekonomi, hukum, penologi dsb dan sebaliknya para akhli itupun
memerlukan kriminologi sebagai pelengkap atas pengetahuan yang mereka miliki.

Luas bidang kriminologi dapat disimpulkan dengan mengacu tulisan Elmer


Hubert Johnson dalam bukunya Crime, Correction and Society sebagai berikut :

Criminology is the scientific study and practical application of findings in the


areans of :
51

1. Crime cusation and criminal behaviorand etiology.


2. The nature of the societal reaction as asymtom of the characteristics of
the society, and
3. The prevention of crime.

Dengan demikian, kriminologi menurut Elmer Hubert Johnson merupakan


suatu bidang studi ilmiah dan aplikasi praktis mengenai :

1. Sebab musabab kejahatan, perilaku para penjahat dan penelitian atas sumber-
sumber kejahatan.
2. Bagaimana reaksi masyarakat dalam bentuk gejala tertentu.
3. Pencegahan kejahatan.

Kriminologi dalam arti sempit ruang lingkupny adalah mempelajari kejahatan, yaitu
mempelajari bentuk tertentu perilaku criminal, agar selalu berpegangan pada batasan
dalam arti yuridis. Dengan cara demikian diharapkan dapat mencapai tidak hanya
keseragaman dalam mempelajari obyek kriminologi dengan batasan yuridis yang
berbeda-beda pada setiap Negara, bahkan obyek kriminologi dapat dikemabangkan
dengan lebih mudah, mungkin tampa terikat pada perumusan-perumusan yuridis.

Kriminologi dalam arti luas ruang lingkupnya adalah mempelajari penologi (ilmu yang
mempelajari tentang hukuman) dan metode=metode yang berkaitan dengan
tindakan-tindakan yang bersifat punitif.

Sebagai pegangan maka disini dipilih rumusan E.H.Sutherland dan Kathrine


S.Williams, sehingga rumusan ruang lingkupnya sebagai berikut :

“Criminology ois the body knowledge, regarding crime is a social phenomenon, includes
the study of: the cluracteristics of the criminal law, the extend of crime, the effects of
crime on victims and on society, methods of crime prevention, the attributes of criminals
and the charrecteristics and working of the criminal justice system”

Artinya sebagai berikut :


52

Kriminologi adalah ilmu dari berbagai ilmu pengetahuaan yang mempelajari


kejahatan sebagai phenomena sosial yang meliputi studi mengenai :

1. Karakteristik hukum pidana


2. Kebaradaan kriminalitas
3. Pengaruh kejahatan terhadap korbannya.
4. Metode penanggulangan kejahatan
5. Atribut kejahatan
6. Karakteristik dan bekerjanya sistem hukum pidana.

Perlu dicatat dalam rumusan ini adalah :

1. Yang dimaksud studi kejahatan dalam studi kriminologi dewasa ini adalah
hubungan kerja antara pelaku kejahatan dan korbannya;
2. karakteristik hukum pidana dan bekerjanya hukum pidana tidak terlepas
dari kriminologi dalam hubungannya dengan politik atau kebijakan
criminal dn kebijakan sosial yaitu pembangunan nasional.
3. The body knowledge, yaitu kriminologi dalam hunbungannya dengan
berbagai llmu pengetahuan.

M. Jean Pinatel, skretaris umum dari International Society of Criminology, dalam


bukunya Criminologie (Paris, 1963) berusaha memperluas ruang lingkup kriminologi
dalam literature internasional dpd sebelumnya yang sering terlihat pada karangan
kriminologi Eropa Kontinental walaupun belum berhasil dengan baik. Walaupun
Nampak bahwa di berbagai Negara terdapat berpedaan perhatian dalam pelbagai
aspek kejahatan, hal mana telah mengakibatkan penggunaan kajian yang beragam.
Ada 2 (dua) organisasi kriminologi, yakni The International Society of Criminology
sebelum Perang Dunia kedua; dan The International society of Social Defence didirikan
tahun 1946, mencerminkan adanya perbedaaan-perbedaan pandangan daan
pendekatan.

3. EKSISTENSI KRIMINOLOGI
53

Kriminologi merupakan crime and criminal merpakan sarana ilmiah bagi studi
kejahatan dan penjahat. Dalam wujud disiplin ilmu, kriminologi merupakan “the body
knowledge” yang ditunjang oleh oleh ilmu pengetahuan dan hasil penelitian dari
berbagai disiplin ilmu, sehingga aspek pendekatan obyek studi sangat luas sekali, dan
secara inter-disipliner dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta dalam pengertian
yang luas mencakup pula kontribusi dari ilmu eksakta.

Luasnya berbagai disiplin dalam pendekatan kriminologi, menyebabkan


kriminologi mendapatkan predikat sebagai “the king without country” (raja tampa
wilayah/Negara), yang amalan kawasan tugasnya berada dimana-mana namun tidak
memiliki kekhasannya. Kriminologi tidak seperti ilmu-ilmu teknik, kedokteran, sastra
dsb., melainkan sebagai ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan oleh penegak
hukum, psikholog, psikhiater, pendidikan, ekonomi dan lain-lain.

Dengan demikan dapatlah dipahami, bahwa kriminologi diamalkan untuk


kepentingan memahami kejahatan dan berbagai perilaku yang menyimpang, dan
bukanlah sarana diterapkan bagi peradilan semata-mata seperti kriminalistik,
melainkan sebagai pure science yang hasil penelitiannya secara obyektif dapat
dimanfaatkan bagi kepentingan praktis : misalnya sebagai input untuk bahan
penyusunan peraturan perundang-undangan pidana, strategi kepolisian untuk
mencegah kriminalitas tertentu dan berbagai kegunaannya lainnya.

Kriminologi suatu gabungan (complex) ilmu-ilmu lain, yang dapat disebut ilmu
bagian (deelwetenschap) dari kriminologi. Kriminologi adalah ilmu yang menyelidiki
dan membahas asal-usul kejahatan (etiologi criminal, criminele aetiologie),
kriminologi lahir pada abad pertengahan abad XIX. Beberapa akhli yang menaruh
perhatian khusus pada manusia yang melanggar norma-norma sosial tertentu dan
tempat manusia yang melanggar norma-norma sosial di dalam mayarakat. Juga
diseliidiki tindakan-tindakan apa yang harus diambil untuk mencegah dan
mengurangi terjadinya kejahatan. Ditegaskan bahwa sebagian besar para akhli
tersebut bukan yuris, dan oleh sebab itu, persoalan kejahatan dapat dipandang dari
54

berbagai sudut. Kejahatan dapat dipandang sebagai sesuatu yang bukan hanya
pelanggaran hukum saja namun sebagai tindakan manusia dan suatu gejala sosial.

3.1 TUJUAN KRIMINOLOGI

Kriminologi betujuan mempelajari kejahatan, sehingga yang menjadi misi


kriminologi adalah :

1. Apa yang dirumuskan sebagai kejahatan dan penomenanya yang terjadi di


dalam kehidupan masyarakat, kejahatan apa dan siap penjahatnya
merupakan bahan penelitian para kriminologi.
2. Apakah Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya atau dilakukan
kejahatan.
Kriminologi bertujuan menyebarkan identitas kriminalitas dan kausa
kriminologisnya untuk dimanfaatkan bagi perencenaan pembangunan sosial pada era
pembangunan dewasa ini dan di masa mendatang.
Menurut Soerjono Soekanto, tujuan kriminologi adalah untuk
mengembangkan kesatuan dasar-dasar umum dan terinci serta jenis-jenis
pengetahuan lain tentang proses hukum, kejahatan dan reaksi terhadap kejahatan.
Pengetahuan ini diharapkan akan memberikan sumbangan bagi ilmu-ilmu sosial guna
memberikan sumbangan bagi pemahaman yang lebih mendalam mengenai perilaku
sosial.
Lebih lanjut Soerjono dengan mengutif dengan mengutif Buku Pedoman
Faultas Hukum Ilmu sosial Universitas Indonesia Tahun 1978, bahwa tujuan tertentu
kriminologi, yakni :
1. Memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai perilaku
manusia dan lembaga-lembaga sosial masyarakat yang
mempengaruhi kecendrungan dan menyimpang norma-norma
hukum.
55

2. Mencari cara-cara yang lebih baik untuk mempergunakan


pengertian ini dalam melaksanakan kebijaksanaan sosial yang
dapat mencegah atau mengurangi kejahatan..

2.sejarah Perkembangan Kriminologi

1. sejarah lahirnya Kriminologi

2. Madzab-Madzab dalam Kriminologi

3. Causa Kejahatan

1. Sejarah lahirnya Kriminologi


Krimninologi baru lahir pada abad XIX dimulai pada tahun 1830, polopornya
adalah Adolphe dari kota Quetelet Perancis-dengan persamaan dimulainya disiplin
sosiologi. Filsuf jaman Yunani Plato (427-347 SM)dalam bukunya “Republiek”
mengatakan yang merupakan sumber dan banyak kejahatan adalah emas. Makin
tinggi kekayaan dalam pandangan manusia makin nerosot penghargaan terhadap
kesusilaan. Dalam setiap Negara dimana penduduknya miskin, dengan diam-diam
banyak bajingan, pencopet, pemerkosa agama, dan penjahat dari berbagai macam.
Plato dalam bukunya “De Wetten” menguraikan dalam suatu masyarakat tidak
ada yang miskin dan tidak ada yang kaya, tentunya akan terdapat kesusilaan yang
tinggi di sana, karena di situ tidak akan terdapat kekaburan, tidak ada kelaliman, juga
tidak ada rasa iri hati dan benci.
Aristoteles (384-322 SM) muridnya Plato dalam bukunya Politiek
mengemukakan pendapatnya tentang hubungan antara kejahatan dan masyarakat,
bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pembrontakan. Kejahatan yang besar
tidak diperbuatan untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, namun untuk
memperoleh kemewahan. Pendapat Plato dan Aristoteles dalam adagiumnya
56

“hukuman dijatuhkan bukan karena telah berbuat jahat, namun agar tidak ada
perbuatan jahat sangat besar pengaruhnya terhadap hukum pidana terutama dalam
hal pemidanaan.
Abad Pertengahan adalah Thomas van Aquino (1226-1274) dalam bukunya
“Summa Theologica” yang diuraikan oleh van Kan dalam bukunya “The Criminologi”
(1889) menerangkan dengan keahliannya tentang penyelidikan keadaan abad
Pertengahan, memberikan beberapa pendapat tentang pengaruhnya kemiskinan atas
kejahatan. Orang kaya hanya hidup untuk kesenangan dan memboroskan kekayaanya,
jika pada suatu ketika menjadi miskin, mudah menjadi pencuri. Kemiskinan biasanya
memberi dorongan untuk mencuri, secara panjang lebar Thomas van Aquino
mengadakan pembelaan atas pendapatnya bahwa dalam keadaan sangat memaksa,
orang boleh mencuri.
Abad XVIII hingga revolusi Prancis timbul gerakan penentangan terhadap
hukum pidana pada waktu itu. Hukum pidana pada akhir abad Pertengahan hingga
abad XVIII semata-mata ditujukan untuk menakuti masyarakat dengan cara
pemidanaan yang sangat berat. Pidana mati dilaksanakan dengan berbagai cara
bahkan sebelum eksekusi diawali dengan penganiayaan. Hukuman badan merupakan
hukuman sehari-hari dilakukan dan yang dipentingkan adalah pencegahan umum.
Hukum pidana tidak jelas perumusannya sehingga menimbulkan berbagai penafsiran.
Cara pembuktian amat tergantung pada kemauan pemeriksa pengakuan dipandang
sebagai syarat utama pembuktian. Acara pidana bersifat inquisitor, terdakwa hanya
dipandang sebagai benda pemeriksaan yang dilakukan secara rahasia yang hanya
berdasarkan pada laporan tertulis.
Gerakan penentang ancient regime pada umumnya berasal dari golongan
menengah yang berpengaruh terhadap perubahan hukum pidana dan hukum acara
pidana. Aufklarung juga menyoroti gerakan penentang, hak asasi manusia juga
berlaku bagi penjahat. Montesquieu –nama lengkapnya Charles de Schondat Baron de
laBrede et de Montesquieu (1689-1755)-dalam bukunya “Esprit des Lois” (1748)-
menentang tindakan sewenang-wenang, banyak pemidanaaan dan pelaksanaannya
57

secara kejam. Rousseau (1712-1788) menyatakan perlakuan kejam terhadap


penjahat. Voltaire (1749-1778) menjadi penentang yang paling keras tehadap
peradilan pidana yang sewenang-wenang, dengan melakukan pembelaan untuk Jean
Calas yang dieksekusi mati tampa dosa. C.Beccaria (1738-1794) dalam bukunya “Dei
Delitti e delle pene” (1764) sebagai tokoh utama dalam gerakan menentang hukum
pidana yang sewenang-wenang, menguraikan dengan menarik segala geberatan
tehadap hukum pidana dan pemidanaan yang berlaku. J.Bentam (1748-1832) akhli
hukum dan filsuf pencetus aliran Utilitarisme, the greatest happiness for the greatest
number, sebagai penganjur pidana tujuan Tahun 1791 merancang penjara model baru
dengan nama :Panopticon or the inspection house. Penjara pada waktu itu dapat
dikatakan tidak jelas, sebab tempa-tempat untuk penjahat hanya digunakan untuk
prnahanan sementara yang keadaannya sangat menyedihkan baik dipandang dari segi
kesehatan maupun moral. Pada waktu tu hukuman mati dan penyiksaan yang umum
dijatuhkan terhadap penjahat.
Usaha para penentang pemidanaan sewenang-wenang sebagaian telah
berhasil dengan : Perancis menghapuskan pidanaan penganiayaan 1780, bahkan
Fredirik Agung telah menghapuskan terlebih dahulu. Pada tahun 1740, Joseph II
menghapuskan pidana mati. Akan tetapi perubahan secara total adalah sejak
timbulnya Revolusi Perancis.
Pada akhir abad XVI mulai didirikan penjara. John Howard (1726-1790)
dalam bukunya “The State Of Prisions” (1777) nelukiskan keadaan penjara yang
menyedihkan di Inggris, sehingga berjasa dalam perbaikan di bidang kepenjaraan.
Atas pengaruh golongan Quaker, pada patahun 1880 di Amerika Serikat didirikan
perkumpulan yang memepeersoalkan keadaan penjara yang menyedihkan dan sangat
merusak akibat penutupan bersama-sama dalam penjara.. kelompok tersebut
bertujuan agar mengganti menjadi penutupan secara individual agar penjahat
tersebut dapat introspeksi dan menyesali tindakannya.
58

2. Mazhab- Mazhab Kriminologi

Pada abad XIX sosiologi criminal (kriminologi) timbul akibat dari


perkembangnya sosiologi dan statistik criminal. Sehingga studi mengenai tindak
pidana dan pelaku tindak pidana sudah mulai sungguh-sungguh dipelajari. Adolphe
Quitelet 1796-1874-seorang Belgia ahli ilmu pasti dan sosiologi. Guerry 1802-1866
seorang Perancis dan Meyhew di Inggris mempelajari dan memetakan penyebaran
tindak pidana dalam studinya yang pertama-tama menggunakan statistik sosial.

Pada tahun 1870 awal kriminologi diterima secara umum yaitu dengan adanya
tulisan dari Lambroso “L’uomo delinquent (manusia penjahat) Lambroso meneliti
hubungan keterkaitannya bentuk fisik kepribadian dan pelaku tindak pidana.
Selanjutnya mencetuskan teori pelaku tindak pidana bawaan dan mengembangkan
studi tentang genetika dan studi tentang turun-temurun, yang selama periode inilah
istilah kriminologi menjadi popular.

Sementtara pikiran Lombrosojuga dipengaruhi oleh ajaran Agus Comte dan


Charles Darwin, sementara ahli menggolongkan ajaran Lombroso ke dalam alran
“Positivisme”.

Pada tahun 1876 menulis buku termasyhurnya “L’uomo delinquent (manausia


penjahat) dan pendiri serta tokoh alran anthropologis atau mazhab Italia (teori
tentang manusia penjahat karena kelahiran). Kelahiran manusia telah menentukan
aanleg /bakat/dasar manusia untuk kemudian menjadi penjahat. Hamper 40 % dari
penjahat-penjahat, yang biasanya diberi nama “beroepsmisdadigers Yaitu orang yang
melakukan kejahatan karena memang sudah menjadi pekerjaannya, adalah penjahat
karena menjadi penjahat sesuai dengan bakat mereka yang telah ditentukan karena
kelahiran mereka.halaman 37 Abintoro Prakoso.

Ajaran Lombroso masih tetap ada penganutnya, meski jumlahnya sudah


berkurang. Apalagi mereka yang masih tetap menganut ajaran Lombroso dipaksa
memeperhatikan juga pengaruh milieu atau lingkungan atas sikap manusia. Betapun
59

bakat manusia dianggap faktor terpenting yang menentukan apakah seorang menjadi
penjahat atau bukan.

Menurut Sutherland, beberapa pendapat Lombroso adalah sebagai berikut :

1. Penjahat dilahirkan dengan tipe tertentu.


2. Tipe tersebut, dapat dikenal dengan beberapa tanda, misalnya bentuk kepala
yang asimetris, dagu yang memanjang, hidung pesek, jenggot yang jarang dan
mudah meraa sakit.
3. Tanda-tanda itu tidak merupakan penyebab kejahatan, lebih menunjukan pada
pribadi yang cendrung untuk melakukan kejahatan dan sebagai pribadi yang
kembali memiliki tipe dan watak manusia liar (suatu atavisme/timbulnya sifat
nenek moyang) atau suatu degenerasi yang sejenis epilepsi.
4. Oleh karena alam pribadi yang demikian, mereka tidak mampu untuk
menghindari kejahatan, kecuali blamana keadaan lingkungan tidak memberi
kesempatan untuk berbuat jahat..
5. Beberapa pengikut Lombroso berpendapat bahwa ada beberapa jenis penjahat,
misalnya pencuri, pembunuh atau pelanggar sex dapat dibedakan antara yang
satu dengan lainnya, yaitu dengan meneliti tanda-tanda phisisk mereka.
Demikian George Godwin memandang Cesare Lombroso sebagai Bapak
Kriminologi , oleh karena penyelidikan Lombroso lebih diarahkan pada unsur
manusia, manusia yang melakukan kejahatan, dan bukan diarahkan pada kejahatan.
Pertengahan abad XX kriminologi membawa perubahan pandangan dari
semula kriminologi menyelidiki kausa kejahatan dalam asyarakat, kemudian
mengalihkan pandangan kepada proses pembentukan perundang-undangan yang
berasal dari kekuasaan (Negara) sebagai penyebab munculnya kejahatan dan para
penjahat baru dalam masyarakat.

Kriminologi juga memandang bahwa kekuasaan (Negara) adalah penyebab


dari kejahatan dan seharusnya bertanggungjawab atas merebaknya kejahatan dalam
masyarakat yang dikenal sengai aliran kriminologi kritis. Aliran ini menyebar ke
60

Amerika Serikat dan melahirkan New Criminologi. Beberapa studi tentang kejahatan
dalam masyarakat yang dikenal sebagai aliran klasik (abad XVIII), aliran positivis dan
aliran sosiologis (abad XIX) dan aliran Social Defence (abad XX) merupakan
perkembangan studi kejahatan yang berkisar pada peranan hubungan individu dan
masyarakat, terlepas dari peanan hubungan antara Negara dan masyrakatnya.

Aliran Kriminologi kritis telah berusaha membalikan sejarah perkembangan


studi kejahatan dengan menegaskan bahwa perundang-undanglah yang
mengakibatkan munculnya kejahatan artinya bahwa dalam perkembangan kejahatan
maka peranan Negara yang nota bene mengatur ketertiban dan keamanan dalam
masyarakat, sangat besar sehingga setiap proses pembentukan perundang-undangan
(pidana) serta langsung atau tidak langsung merupakan proses kriminalisasi (baru).

Pandangan aliran klasik bertolak belakang dengan tujuan kita hidup bernegara
antara lain mendapatkan ketertiban, keamanan dan kesejahteraan sosial, sehingga
pandangan ini menimbulkan pertanyaan tentang apa yang harus dilindungi oleh siapa
karena Negara sendiri sebagai “penyebab kejahatan”. Kebenaran pandangan ini
sesungguhnya berkaitan dengan proses stigmatisasi yang melekat terhadap siapa saja
yang terbukti sebagai pelaku kejahatan terlepas dari status sosial, ekonomi, dan status
hukum yang dimiliki.

Soal-soal latihan

1. Sebutkan definiisi kriminologi dari salah satu ahli kriminologi yang anda
ketahui ?
2. Jelaskan mengapa Bonger membagi kriminologi menjadi kriminologi murni
dan terapan?
3. Sebutkan salah satu pendapat sarjana kriminologi tentang pemahaman ruang
lingkup kriminologi?
4. Jelaskan pikiran Lambroso dalam bukunya L’uomo delinquent (manusia Jahat)
dalam ajarannya leer van de geboren misdadiger (teori tentang manusia
penjahat kerena kelahiran) ?.
5. Jelaskan kaitannya kriminologi pertengahan abad XX telah membawa
perubahan kemudian mengalihkan pandangan kepada proses pembentuk UU
61

sebagai penyebab munculnya kejahatan dan para penjahat baru dalam


masyarakat ?

Daftar Pustaka :
Abintoro Prakoso, 2013, Kriminologi & Hukum Pidana, Yogjakarta : Laksbang
Grafika.

Atmasasmita, Romli 1997, Kriminologi, Bandung :Mandar Maju

--------------------------,2010 ,Teori dan Kapita Selekta KRIMINOLOGI, Cetakan


III,PT Refika Aditama, Bandung

Bonger. W.A. (terjemahan R.A.Koesnoen) : Pengantar tentang Kriminologi,


cetakan VI. PT. Pembangunan. Jakarta. 1982.

Darma Weda, Made 1996. Kriminologi. Jakarta PT Raja Grafindo Persada.

Kusumah W, Mulyana 1984. Kriminologi dan Masalah Kejahatan (suatu


Pengantar Ringkas), Bandung :Armico

Momon Marta Saputra, SH : Asas-asas Kriminologi

Sahetapy.J.E 1979. Kapita Selekta Kriminologi, Alumni, Bandung.

Soedjono D. kriminologi Ruang Lingkup dan Cara Penelitian Kriminologi,


Bandung : Alumni

Yesmil Anmar & Adang, 2013 KRIMINOLOGI, cetakan II, PT Refika Aditama,
Bandung.

Topo Santoso & Eva Achjani Zulfa, 2011, KRIMINOLOGI, PT Rajagrafindo


Persada . Jakarta Pusat.
62

Anda mungkin juga menyukai