Anda di halaman 1dari 96

HALAMAN JUDUL

IMPLIKASI REKLAMASI PANTAI TERHADAP KETAHANAN


PANGAN DI BIDANG PERIKANAN DI KABUPATEN SERANG
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2012
TENTANG PANGAN
TESIS

Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar


Magister Hukum Pada Program Studi Ilmu Hukum Magister Hukum Pascasarjana
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Oleh;

NAMA :WIDIATUL ARAFAH

NIM : 7773170013

MAGISTER HUKUM PRODI ILMU HUKUM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
TAHUN 2021

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Widiatul Arafah


NIM : 7773170013
Tempat, Tanggal Lahir: Serang, 06 Juni 1995
Alamat : Kp. Pabuaran Ds. Pagintungan Kec. Jawilan Kab. Serang

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penelitian tesis yang berjudul : IMPLIKASI
REKLAMASI PANTAI TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI BIDANG
PERIKANAN DI KABUPATEN SERANG MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN. yang saya buat ini
merupakan hasil karya saya sendiri dan benar keasliannya dapat
dipertanggungjawabkan. Apabila ternyata terbukti bahwa penulisan dan penelitian
dalam thesis ini adalah palgiat dar karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik sesuai ketentuan yang berlaku di Pascasarjana Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa. Termasuk pencautan gelar.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan dalam keadaan sadar, sehat wal’afiat
dan tanpa ada paksaan dari siapapun dan apapun.

Serang,                2021

Yang menyatakan

Widiatul Arafah
NIM 7773170013

LEMBAR PERSETUJUAN

IMPLIKASI REKLAMASI PANTAI TERHADAP KETAHANAN PANGAN


DI BIDANG PERIKANAN DI KABUPATEN SERANG MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN

“Tesis ini telah dipertahankan di hadapan penguji”


MOTTO

Allah telah berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Insyiroh ayat 5 dan 6 :

)٦( ‫) ِإ ّ َن َم َع ال ُْع ْس ِر يُ ْس ًرا‬٥(‫َفِإ ّ َن َم َع ال ُْع ْس ِر يُ ْسر‬

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya

sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

“Tak Ada Penyakit Yang Tak Bisa Disembuhkan Kecuali

Kemalasan. Tak Ada Obat Yang Tak Berguna Selain Kurangnya

Pengetahuan.”

-IBNU SINA-

“Kegagalan adalah Keberhasilan yang Tertunda,

Berjuanglah dan Jangan Menyerah”


ABSTRAK

Nama : Widiatul Arafah


NIM : 7773170013
Judul Tesis : IMPLIKASI
REKLAMASI PANTAI
TERHADAP
KETAHANAN PANGAN
DI BIDANG
PERIKANAN DI
KABUPATEN SERANG
MENURUT UNDANG-
UNDANG NOMOR 18
TAHUN 2012 TENTANG
PANGAN

Ketahanan pangan bidang perikanan di Provinsi Banten khususnya wilayah


Kabupaten Serang di Kecamatan Kramatwatu, Kecamatan Bojonegara, dan
Kecamatan Pulo Ampel merupakan wilayah dengan potensi produksi lokal bidang
perikanan dan perairan yang cukup baik sebelum adanya reklamasi. Permasalahan
reklamasi di Kecamatan Kramatwatu, Bojonegara, dan Pulo Ampel merupakan
tindakan yang dapat mengakibatkan tidak terwujudnya ketahanan pangan. tujuan
penelitian ini adalah menganalisis implikasi reklamasi pantai terhadap ketahanan
pangan di bidang perikanan menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan dan menganalisis target-target ketahanan pangan bidang perikanan
di Kabupaten Serang dicapai dengan adanya Dinas Ketahanan Pangan dan
Perikanan.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
dan yuridis sosiologis, dengan jenis penelitian deskriptif analitis. Pengumpulan
data penelitian dari data sekunder yang merupakan sumber data pokok dalam
penelitian, dan data primer sebagai sumber data penunjuang berupa wawancara
dengan Kepala Bidang Pangan Dinas Pertanian Kota Serang. Dianalisis secara
kualitatif normatif. Hasil penelitian adalah dengann dikeluarkannya izin reklamasi
yang bertentangan dengan kesejahteraan masyarakat pesisir di wilayah Kecamatan
Pulo Ampel, Kramatwatu, dan Bojonegara berdampak tidak terpenuhinya
ketersediaan ikan. tidak sesuai dngan amanat dalam Pasal 12 ayat (2) dan ayat (4)
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan menyatakan bahwa
pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan pangan di
daerah. Akibat dari reklamasi sangat mempengaruhi produksi ikan serta hasil
tangkap para nelayan. Artinya Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten
Serang tidak mencapai target-target ketahanan pangan di kecamatan yang
terdampak reklamasi sepenuhnya. Permasalahan ketahanan pangan sudah
sepatutnya ditangani secara serius. Sehingga diperlukannya sinergitas antara
kebijakan dan peraturan perundang-undangan.
Kata Kunci : Ketahanan Pangan, Perikanan, Reklamasi

ABSTRACT

Name : Widiatul Arafah


NIM : 7773170013
Title : IMPLICATIONS OF
BEACH RECLAMATION
ON FOOD SECURITY IN
FISHERIES IN SERANG
REGENCY ACCORDING
TO LAW NUMBER 18
YEAR 2012
CONCERNING FOOD

Food security in the fisheries sector in Banten Province, especially the Serang
Regency in Kramatwatu District, Bojonegara District, and Pulo Ampel District is
an area with good local production potential in the field of fisheries and waters
prior to reclamation. The problem of reclamation in the Districts of Kramatwatu,
Bojonegara, and Pulo Ampel is an action that can result in not realizing food
security. The purpose of this study is to analyze the implications of coastal
reclamation on food security in the fishery sector according to Law No. 18 of
2012 concerning Food and to analyze the food security targets in the fishery
sector in Serang Regency achieved by the existence of the Food and Fisheries
Security Service.The method used in this research is normative juridical and
sociological juridical, with descriptive analytical research type. The collection of
research data from secondary data which is the main data source in the study, and
primary data as a supporting data source in the form of interviews with the Head
of the Food Division of the Serang City Agriculture Office. Analyzed qualitatively
normative.
The result of the research is that the issuance of reclamation permits that are
contrary to the welfare of coastal communities in the Pulo Ampel, Kramatwatu,
and Bojonegara sub-districts has an impact on the non-fulfillment of fish
availability. not in accordance with the mandate in Article 12 paragraph (2) and
paragraph (4) of Law Number 18 of 2012 concerning Food states that the
government and local governments are responsible for the availability of food in
the regions. The consequences of reclamation greatly affect fish production and
the catch of fishermen. This means that the Serang Regency Food and Fisheries
Security Service did not achieve the food security targets in the sub-districts that
were completely affected by the reclamation. The problem of food security should
be taken seriously. So that there is a need for synergy between policies and
legislation.

Keywords: Food Security, Fisheries, Reclamation

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian pada

tesis ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi

Muhammad SAW beserta keluarga dan    umatnya hingga akhir zaman. Tidak lupa

penulis panjatkan doa untuk kedua orang tua yang tercinta ayahanda Dahyar

Sopyan dan ibunda Mamay Mukaromah. Dengan ikhtiar, doa, serta ridho Allah

Subhanahu Wa Ta’ala akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan    tesis

sebagai syarat dalam meraih gelar Magister Hukum di Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa, dengan judul “Implikasi Reklamasi Pantai terhadap Ketahanan Pangan

di Bidang Perikanan di Kabupaten Serang Menurut Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2012 Tentang Pangan”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Dr. Danial SH., MH sebagai pembimbing I dan Dr.

Moh. Fasyehuddin SH., MH sebagai pembimbing II yang senantiasa memberikan

bimbingan, motivasi dan arahannya sehingga penyusunan tesis ini dapat

terselesaikan tepat waktu.


Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih kepada :

1. 1. Prof. Dr. H. Fatah Sulaiman, ST., MT sebagai Rektor Universitas

Sultan Ageng Tirtayasa, yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk mengikuti program studi Ilmu Hukum Magister Hukum

Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. 2. Dr. H. Aan Asphianto S.Si., SH., MH sebagai Direktur

Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, atas bantuan dan

fasilitas yang telah diberikan kepada penulis.

3. 3. Prof. Dr. Ir. Kartina AM., MP sebagai Wakil Direktur I

Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, atas kerja keras

beliau memimpin dan membina Pascasarjana ini.

4. 4. Dr. H. Helmi Yazid, SE., M.Si., AK., CA sebagai Wakil Direktur II

Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, atas kerja keras

beliau memimpin dan membina Pascasarjana ini.

5. 5. Dr. Alfirano, ST., MT., Ph.D sebagai Wakil Direktur III

Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, atas kerja keras

beliau memimpin dan membina Pascasarjana ini.

6. 6. Dr. Azmi Polem, S.Ag., SH., MH sebagai Ketua Prodi Ilmu Hukum

Magister Hukum Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

7. 7. Dr. Fatkhul Muin, SH., LL.M sebagai Sekertaris Program Studi

Ilmu Magister Hukum Hukum Pascasarjana Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.
8. 8. Sahabat/teman mahasiswa angkatan 2017/2 Program Studi Ilmu

Hukum Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Terima kasih kepada Para Nelayan di Kecamatan Tirtayasa yang telah

memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian. Thesis ini tidak akan

berjalan baik tanpa ada semangat yang diberikan oleh suamiku tercinta Idrus S.Fil

dan anak-anakku tersayang Maulidatunnisa Maharani dan Aghnia Elsa Azizah.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak

kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan saran dan kritik yang positif demi penyempurnaan penulisan ini.

Semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Khususnya

civitas akademik maupun dunia pendidikan. Dan penulis berharap semoga Allah

SWT selalu meridhoi dan melindungi kita semua. Amin.

Serang,                                                2021

WIDIATUL ARAFAH, SH
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ii

LEMBAR PERSETUJUAN 1

MOTTO 1

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I 1

PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Identifikasi Masalah 8

C. Tujuan Penelitian 8

D. Kegunaan Penelitian 9

E. Kerangka Pemikiran 9
F. Metode Penelitian 19

G.          Sistematika Penulisan 24

BAB II 26

TINJAUAN PUSTAKA KETAHANAN PANGAN DI BIDANG PERIKANAN 26

A. Teori Negara Kesejahteraan (Welfare State) 26

B. Teori Ketahanan Pangan 34

C. Teori Kewenangan 44

BAB III 50

IMPLIKASI REKLAMASI PANTAI TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI


BIDANG PERIKANAN DI KABUPATEN SERANG 50

A. Kedudukan Hukum Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten


Serang 50

B. Kondisi Ketahanan Pangan di Bidang Perikanan di Kabupaten Serang 54

C. Implikasi Reklamasi Pantai terhadap Ketahanan Pangan di Bidang


Perikanan di Kabupaten Serang 62

BAB IV 68

IMPLIKASI REKLAMASI PANTAI TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI


BIDANG PERIKANAN DI KABUPATEN SERANG MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN 68

A. Analisis Implikasi Reklamasi Pantai terhadap Ketahanan Pangan di Bidang


Perikanan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan 68

B. Analisis Target-Target Ketahanan Pangan Bidang Perikanan di Kabupaten


Serang Dicapai dengan adanya Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan 73

BAB V 79

PENUTUP 79

A. Kesimpulan 79
B. Saran 80

DAFTAR PUSTAKA 82

sDAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Perkembangan Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan di Kabupaten


Serang Tahun 2015-2016 57

Tabel 3. 2 Data Umum Potensi Kelautan Perikanan Kabupaten Serang Tahun 2017
58

Tabel 3. 3 Data Ketersediaan Energi dan Protein Tahun 2015-2016 58

Tabel 3. 4 Perkembangan Tingkat Konsumsi Masyarakat terhadap Pangan Sumber


Protein Tahun 2015-2016 59

Tabel 3. 5 Produksi dan NIlai Produksi Perikanan Tangkap Menurut


Kabupaten/Kota dan Jenis Penangkapan DI Provinsi Banten (Ton) 2017
60

Tabel 3. 6 Produksi dan NIlai Produksi Perikanan Tangkap Menurut


Kabupaten/Kota dan Jenis Penangkapan DI Provinsi Banten (Ton) 2018
60

Tabel 3. 7 Produksi dan NIlai Produksi Perikanan Tangkap Menurut


Kabupaten/Kota dan Jenis Penangkapan DI Provinsi Banten (Ton)   
2019 61

Tabel 3. 8 Standar Pelayanan Izin Pelaksanaan Reklamasi 64


DAFTAR LAMPIRAN

A. A.

BIODATA………………………………………………………………
81

B. B. SK
PEMBIMBING……………………………………………………... 82

C. C. SURAT IZIN
PENELITIAN…………………………………………...    84

D. D. SURAT KETERANGAN TELAH MELAKUKAN


PENELITIAN…………………………………………………………....87
BAB I

PENDAHULUAN

A. A. Latar Belakang

Setiap warga Negara baik sebagai individu ataupun rumah tangga

mempunyai hak untuk dijamin kebutuhan dasarnya, salah satunya adalah hak

untuk dijamin kebutuhan akan pangannya. Artinya kebutuhan pangan adalah

hak asasi dari manusia yang sudah tidak bisa ditawar lagi. Karena kekurangan

pangan dan gizi buruk yang menimpa seseorang atau keluarga merupakan

pelanggaran hak asasi manusia, hal tersebut merupakan tanggung jawab

masyarakat, pemerintah, dan Negara yang bersangkutan.

Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati

produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan,

dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai

makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan

pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses

penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Pangan yang merupakan kebutuhan pokok manusia pertumbuhannya

bagaikan deret hitung sedangkan pertumbuhan penduduk bagaikan deret ukur.

Artinya, peningkatan pertumbuhan penduduk yang tidak disertai dengan


kenaikan produksi pangan lokal, akan berpeluang menghadapi persoalan

pemenuhan kebutuhan pangan di masa yang akan datang. Meningkatkan

produksi pangan lokal perlu mempertimbangkan potensi sumber daya wilayah

tertentu, karena pangan tidak terbatas pada bidang pertanian, tetapi juga

termasuk didalamnya bidang perikanan, perairan, dan air. Artinya tidak semua

wilayah berpotensi untuk memproduksi pangan di bidang pertanian, ada

wilayah yang berpotensi untuk memproduksi pangan di bidang perikanan.

Pembangunan ketahanan pangan di bidang perikanan tidak dapat

dilepaskan dari otonomi daerah yang menunjang keberadaan pangan sampai

ke tingkat rumah tangga. Dalam era otonomi daerah, peranan daerah otonom

sangat penting untuk meningkatkan stok pangan lokal. Karena peningkatan

produksi pangan lokal di bidang perikanan dengan memperhatikan potensi

wilayah tertentu akan sangat berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan

pangan masyarakat, sehingga ketahanan pangan yang dicita-citakan akan

terwujud.

Sub sistem ketahanan pangan di bidang perikanan sama halnya dengan

sub sistem ketahanan pangan secara umum, yaitu terdiri dari tiga sub sistem

utama: ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan. Ketersediaan, akses, dan

penyerapan pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara utuh,

jika salah satu subsistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum

dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan di bidang perikanan yang baik,

walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jika

akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka


ketahanan pangan di bidang perikanan masih dikatakan rapuh. Artinya

ketahanan pangan bidang perikanan di daerah merupakan ketersediaan

pangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah, dapat diakses oleh masyarakat

dan pangan yang aman dikonsumsi masyarakat. Sehingga kebutuhan akan

pangan berupa perikanan dapat terpenuhi sampai kepada masyarakat secara

pribadi.

Pemerintah mempunyai tanggung jawab dan peran besar dalam

mewujudkan ketahanan pangan nasional di bidang perikanan. Pemerintah

berperan sebagai fasilitator, pengatur, pengawas, sekaligus subyek. Peran

pemerintah mulai dari subsistem hulu hingga hilir, pedesaan hingga

perkotaan, tingkat nasional hingga skala rumah tangga, dari persediaan

pangan, distribusi hingga konsumsi pangan, terutama pada subsistem yang

berkaitan dengan mekanisme pasar. Pemerintah harus mengakomodasi

kepentingan produsen sebagai penyedia pangan sekaligus konsumen sebagai

obyek dari ketahanan pangan di bidang perikanan pada hirearki terbawah.

Kebijakan yang berkaitan dengan ketahanan pangan di bidang perikanan

telah dijelaskan dalam berbagai regulasi, mulai dari Undang-undang Dasar

Republik Indonesia 1945 sampai Peraturan Daerah. Dalam Pasal 27 ayat (2)

UUD RI 1945 disebukan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, artinya negara telah menjamin

hak manusia untuk mendapatkan kehidupan yang layak melalui terpenuhinya

kebutuhan dasar manusia akan pangan, khususnya di bidang perikanan.

Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa pemerintah daerah adalah

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah menurut asas

otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya, dan

dsebutkan pula dalam Pasal 12 ayat (2) bahwa pangan merupakan urusan

pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Hal

tersebut menunjukan bahwa pangan menjadi urusan wajib yang harus

dipenuhi oleh pemerintah daerah.

Regulasi lain yang menjadi dasar pelaksanaan ketahanan pangan di

daerah terdapat dalam Pasal 12 ayat (2) dan ayat (4) Undang-undang Nomor

18 Tahun 2012 Tentang Pangan menyatakan bahwa pemerintah dan

pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan pangan di daerah dan

pengembangan produksi pangan lokal di daerah, dan penyediaan pangan

tersebut diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan bagi

masyarakat, rumah tangga, dan perorangan secara berkelanjutan. Berdasarkan

hal tersebut pemerintah memiliki tangung jawab untuk mewujudkan

ketahanan pangan bidang perikanan di daerah demi terpenuhinya kebutuhan

masyarakat akan pangan dalam, hal ini adalah perikanan.

Pasal 17 ayat (2) dan ayat (3) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17

Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi menyatakan bahwa dalam

menetapkan cadangan pangan kabupaten/kota dilakukan dengan

mempertimbangkan produksi pangan pokok tertentu di wilayah

kabupaten/kota, dan dalam menetapkan jenis dan jumlah cadangan pangan

tersebut disesuaikan dengan kebutuhan konsumsi masyarakat dan potensi


sumber daya kabupaten/kota. Cadangan pangan berkaitan dengan tersedianya

pangan disuatu wilayah, hal tersebut harus disesuaikan dengan poteni sumber

daya yang ada di wilayah tersebut, dalam hal ini wilayah yang dimaksud

berpotensi untuk memproduksi pangan lokal di bidang perikanan.

Pelaksanaan ketahanan pangan di daerah khususnya Provinsi Banten

telah diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 5 Peraturan Daerah Provinsi Banten

Nomor 2 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pangan, menyatakan bahwa

dalam melaksanakan kebijakan ketersediaan pangan oleh pemerintah daerah

dengan strategi mengembangkan produksi pangan yang bertumpu pada

sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal serta membangun,

merehabilitasi, dan mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan

yang meliputi salah satunya adalah sumber daya air. Dan dalam pelaksanaan

kebijakan pemanfaatan pangan dengan strategi memperluas pengembangan

pangan berbasis sumber daya lokal sesuai potensi wilayah.

Ketahanan pangan bidang perikanan di Provinsi Banten khususnya

wilayah Kabupaten Serang di Kecamatan Kramatwatu, Kecamatan

Bojonegara, dan Kecamatan Pulo Ampel merupakan wilayah dengan potensi

produksi lokal bidang perikanan dan perairan yang cukup baik pada awalnya.

Tetapi sejak tahun 2016 telah terjadi reklamasi di perairan Banten oleh PT

Wilmar, berdasarkan kajian ANB, investasi PT Wilmar untuk proyek

reklamasi mencapai Rp130 triliun degan panjang 2,5 kilometer dari darat ke

lau, dan luas mencapai 8000 hektare. Menurut salah seorang nelayan di

Kecamatan Bojonegara menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Banten


selama ini tutup mata dengan reklamasi PT Wilmar yang telah terbukti

merusak ekosistem laut, dan mengancam keselamatan para nelayan

Bojonegara karena dilarang menangkap ikan di sekitar proyek reklamasi,

sehingga mengakibatkan menurunnya hasil tangkapan ikan para nelayan dan

menurunnya penghasilan nelayan. PT Wilmar juga melakukan reklamasi di

Desa Terate Kecamatan Kramatwatu, dan akan membangun pulau buatan

seluas 548 hektare dengan total area industry yang akan dibangun mencapai

1.748 hektar. Proyek ini dimlai sejak tahun 2016 setelah izin reklamasinya

terbit. Selain PT Wilmar, masih ada beberapa perusahaan lain yang

melakukan reklamasi di wilayah Kecamatan Pulo Ampel diantaranya adalah

PT Indrajaya. Berdasarkan wawancara penulis dengan Bapa Salim selaku

ketua rukun nelayan di Desa Salira Kecamatan Pulo Ampel mengatakan

bahwa PT Indrajaya telah melakukan reklamasi sejak tahun 2018 sampai

sekarang. Hal tersebut membuat nelayan tidak bisa lagi mencari ikan di

pesisir pantai, bahkan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang cukup banyak

para nelayan perlu mencari ikan dengan kejauhan minimal 3 mil dari bibir

pantai. Dengan permasalah tersebut membuat hasil tangkapan para nelayan

berkurang sehingga berkurangnya produktivitas ikan di wilayah yang

terdampak reklamasi sangat besar.

Permasalahan reklamasi di Kecamatan Kramatwatu, Bojonegara, dan

Pulo Ampel merupakan permasalahan yang perlu menjadi perhatian khusus

pemerintah Kabupaten Serang. Karena reklamasi pantai merupakan tindakan

yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan laut dan tidak terpenuhinya


kebutuhan masyarakat akan pangan perikanan. Hal ini dapat terlihat dari

menurunnya pendapatan ikan para nelayan di wilayah tersebut. Di satu sisi,

mewujudkan ketahanan pangan di bidang perikanan merupakan tanggung

jawab dari pemerintah daerah, akan tetapi di sisi lain pemerintah daerah

melakukan pembiaran terhadap tindakan yang dapat mengakibatkan

menurunnya produksi pangan lokal dan tidak terpenuhinya pangan perikanan

bagi masyarakat, yang dalam hal ini tindakan tersebut adalah reklamasi.

sehingga perlu adanya penelitian agar permasalahan yang ada dampaknya

tidak bertambah buruk.

Penelitian yang dilakukan terhadap permasalahan tersebut diharapkan

dapat memberikan kesadaran bagi pemerintah Kabupaten Serang terhadap

tanggung jawab yang telah diamanatkan dalam undang-undang terkait

permasalahan yang ada, karena tidak searahnya kebijakan yang dikeluarkan

oleh pemerintah Kabupaten Serang dengan tanggung jawab yang seharusnya

dilaksanakan, dalam hal ini adalah mewujudkan suatu sistem ketahanan

pangan khususnya di bidang perikanan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk

meneliti terkait permasalahan tersebut dengan mengangkat judul pada

penelitian thesis ini yaitu “Implikasi Reklamasi Pantai dalam Upaya

Mewujudkan Sistem Ketahanan Pangan di Bidang Perikanan di Kabupaten

Serang menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan”.

A. B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang


didapatkan adalah sebagai berikut :

1. 1. Bagaimana implikasi reklamasi pantai terhadap ketahanan pangan

di bidang perikanan menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012

tentang Pangan ?

2. 2. Bagaimana target-target ketahanan pangan bidang perikanan di

Kabupaten Serang dicapai dengan adanya Dinas Ketahanan Pangan

dan Perikanan ?

A. C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin diperoleh melalui penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. 1. Menganalisis bagaimana implikasi reklamasi pantai terhadap

ketahanan pangan di bidang perikanan menurut Undang-undang

Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

2. 2. Menganalisis target-target ketahanan pangan bidang perikanan di

Kabupaten Serang dicapai dengan adanya Dinas Ketahanan Pangan

dan Perikanan.

A. D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian dalam kajian thesis ini ada dua, yaitu kegunaan
teoritis dan kegunaan praktis :

1. 1. Kegunaan Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangsih bagi perkembangan hukum administrasi Negara di

Indonesia.

2. 2. Kegunaan Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pemecahan masalah ketahanan pangan di Indonesia.

A. E. Kerangka Pemikiran

1. 1. Teori Negara Hukum Kesejahteraan

Terjadinya revolusi industri di Perancis menyebabkan tenaga

manusia diganti dengan tenaga mesin, hal ini kemudian menyebabkan

terjadinya pengangguran. Maka terjadilah dalam masyarakat hingga

Negara masalah papan, pangan, kesehatan, tingkat kematian anak-anak

yang tinggi, dan lain sebagainya. Golongan pekerja buruh berada pada

posisi yang tidak memiliki jaminan hukum. Pandangan liberal dalam

ketatanegaraan membawa konsekuensi tidak adanya perhatian pemerintah

terhadap masalah social warga masyarakat. Melihat hal tersebut, maka

mau tidak mau pemerintah harus bertindak untuk mengatasi maslaah

sosisal tersebut. Terjadilah kemudian perkembangan tugas Negara dari

sekedar Negara sebagai penjaga malam menjadi Negara kesejahteraan

(welfare state).
Pembatasan Negara dan pemerintahan dalam praktinya ternyata

berakibat menyengsarakan kehidupan warga negaranya, yang kemudian

mengakibatkan reaksi dan kerusuhan social. Dengan kata lain konsepsi

Negara penjaga malam telah gagal dalam implementasinya. Karena

kegagalan tersebut kemudian muncul gagasan yang menempatkan

pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kesejahteraan

rakyatnya, yaitu welfare state. Ciri utama Negara ini adalah munculnya

kewajiban pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi

warganya. Ajaran welfare state merupakan bentuk konkret dari peralihan

prinsip staatsountholding, yaitu membatasi peran Negara dan pemerintah

dalam mencampuri kehidupan ekonomi dan social masyarakat, menjadi

staatbemoeienis yang menghendaki Negara dan pemerintah teribat aktif

dalam kehidupan ekonomi dan social masyarakat, sebagai langkah untuk

mewujudkan kesejahteraan umum, disamping menjaga ketertiban dan

keamanan.

Tujuan yang ingin dicapai adalah bagaimana memberikan

kesejahteraan bagi warganya. Agar tujuan ini dapat tercapai maka dalam

menggerakan roda penyelenggaraan pemerintahan diperlukan perangkat

yang sesuai dengan tujuan dan wewenang masing-masing. Pemberian

wewenang ini termasuk dalam ruang lingkup hokum administrasi Negara.

Karena pada dasarnya Negara kesejahteraan mengacu pada peran Negara

yang aktif mengelola dan mengorganisir perekonomian, yang didalamnya

mencakup kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya.


Secara umum suatu Negara dapat digolongkan sebagai Negara

kesejhateraan jika mempunyai empat pilar utama, yaitu social citizenship,

full democracy, modern insdutrial relation system, dan right to education

and the expansion of modern mass eduction system. Keempatnya ini

dimungkinkan dalam Negara kesejahteraan karena memperlakukan

penerapan kebijakan social sebagai penganugerahaan hak-hak social

kepada warga negaranya. Hak social ini mendapat jaminan selayaknya ha

katas property serta diberikan berdasar basis kewargaan dan bukan atas

dasar kinerja atau kelas.

Ikatan hokum menghubungkan manusia dengan manusia lain dan

menghubungkan manusia dengna benda-benda di sekelilingnya.hubungan

yang tak terhingga banyaknya tersebut menghubungkan manusia sejak

lahir, kawin, dalam perdagangan dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan

dengan kehidupan manusia sehari-hari seperti sandang, pangan, dan

papan. Semua hubungan dan pergaulan tersebut adalah berkat jasa

daripada hokum atau sebaliknya hokum mempunyai peran yang penting

atas manusia bermasyarakat.

Subekti dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Hukum dan

Pengadilan mengemukakan bahwa hokum mengabdi pada tujuan Negara

yang intinya mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya.

Pengabdian tersebut dilakukan dengan cara menyelenggarakan keadilan

dan ketertiban. Keadilan digambarkan sebagai suatu keseimbangan yang

membawa ketentraman didalam hati orang, yang apabila melanggar akan


menimbulkan kegelisahan dan keguncangan. Dengan demikian hokum

tidak hanya mencarikan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang

bertentangan satu sama lain, akan tetapi juga untuk mendapatkan

keseimbangan antara tuntutan keadilan dengan ketertiban atau kepastian

hokum.

Menurut E. Utrecht sejak Negara turut serta akif dalam pergaulan

masyarakat, maka lapangan pemerintahan makin lama makin luas.

Administrasi Negara diserahi kewajiban untuk menyelenggarakan

kesejahteraan umum (bestuurzorg). Diberinya tugas bestuurzorg

membawa bagi administrasi Negara suatu konsekuensi yang khusus. Agar

dapat menjalankan tugas menyelenggarakan kesejahteraan rakyat,

menyelenggarakan pengajaran bagi semua warga Negara, dan sebagainya

secara baik, maka administrasi Negara memerlukan kemerdekaan untuk

dapat bertindak atas inisiatif sendiri, terutama dalam penyelesaian soal-

soal genting yang peraturan penyelenggaraannya belum dibuat oleh

badan-badan kenegaraan yang diserahi fungi legiskatif.

Berdasarkan rumusan tujuan Negara yang tercantum dalam alinea

keempat Pembukaan UUD RI 1945 khususnya pada redaks memajukan

kesejahteraan umum, ada yang berpendapat bahwa Indonesia menganut

paham Negara kesejahteraan, seperti Azhary dan Hamid S. Attamimi.

Azhary mengatakan bahwa Negara yang ingin dibentk    oleh bangsa

Indonesia adalah Negara kesejahteraan, beliau menyatakan pada bagian

lain bahwa di Barat, Negara kesejahteraan baru dikenal sekitar tahun


1960, maka bangsa Indonesia sudah merumuskannya pada tahun 1945

oleh Soepomo. Menurut Hamid S. Attamimi mengatakan bahwa Negara

Indonesia sejak didirikan telah bertekad untuk enetapkan drinya sebagai

Negara berdasarkan atas hokum yang memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan suatu keadilan social

bagi seluruh rakyat Indonesia.

Salah satu karakteristik konsep Negara kesejahteraan adalah

kewajiban pemerintah untuk mengupayakan kesejahteraan umum

bestuurzorg. Bagir Manan menyebitkan bahwa dimensi social ekonomi

dari Negara atas hokum berupa kewajiban Negara atau pemerintah untuk

meweujudkan dan menjamin kesejahteraan soasial (kesejahteraan umum)

dalam suasana sebesar-besarnya kemakmuran menurut asas keadilan bagi

seluruh rakyat, dimensi spesifik ini melahirkan paham Negara

kesejahteraan. Dengan merujuk pada unsur Negara hokum yang telah

dkemukakan, dalam beberapa ketentuan pada UUD RI 1945 menunjukan

bahwa Negara hokum Indonesia yang menganut desentralisasi dan

berorentasi kesejahteraan. Salah satunya dalam Pasal 28 A sampai 28 J

UUD RI 1945 tentang pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia.

1. 2. Ketahanan Pangan

Seorang pakar hukum H.D. van Wijk-Willem Konijnenbelt

mengatakan bahwa ada empat factor yang berkaitan dengan kebutuhan

pemerintah/penguasa (overheid) untuk bertindak secara aktif dalam


kehidupan kemasyarakatannya. Diantara keempat factor tersebut salah

satunya adalah pertumbuhan atau perkembangan jumlah penduduk yang

terus meningkat. Hal tersebut akan memberi dampak yang luas, pertama-

tama pemerintah harus dapat menyediakan pangan yang cukup terlebih

dahulu, baru kemudian pakaian dan setelah itu tempat tinggal. Selain itu

masih banyak hal lain yang perlu ditangani pemerintah, seperti masalah

kesehatan, pendidikan, kerohanian, dan lainnya. Berdasarkan pernyataan

tersebut jelas terlihat bahwa kebutuhan akan pangan menjadi hal yang

perlu diprioritaskan oleh pemerintah, baru kemudian kebutuhan lainnya,

hal tersebut karena kebutuhan akan pangan merupakan hak yang tidak

dapat ditawar lagi, dan pemerintah memiliki kewajiban untuk

memenuhinya.

Pengertian pangan terdapat dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang

Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yaitu pangan adalah segala

sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,

kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air, baik yang diolah

maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman

bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan dan bahan

lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan/atau

pembuatan makanan atau minuman.

Persoalan pangan ialah persoalan hidup dan matinya bangsa, apabila

masyarakat tidak mandiri dalam bidang pangan, bangsa ini akan mudah

sekali bergantung pada bangsa lain. Disatu sisi, pemerintahan harus


mencukupi kebutuhan penduduk bangsa Indonesia yang mencapai 250

juta, namun disisi lain pemerintah belum menunjukan kemauan politik

(political will), untuk mendukung sektor petanian yang merupakan sektor

penting dalam menunjang kehidupan rakyat. Sehingga, pemerintah perlu

memperhatikan ketersediaan pangan untuk mencukupi kebutuhan akan

pangan masyarakat.

Pengertian ketersediaan pangan terdapat dalam pasal 1 angka (6)

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan

dan Gizi, yaitu kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam

negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber

utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Dalam hal memenuhi

ketersediaan pangan, negara perlu memperhatikan hasil produksi dalam

negeri dan cadangan pangan nasional, kemudian apabila kedua sumber

pangan tersebut tidak terpenuhi maka upaya pemerintah untuk

mencukupi keterserdiaan pangan adalah dengan melakukan impor

pangan dari negara-negara lain.

Ketersediaan pangan dapat menyangkut hajat hidup masyarakat, baik

produsen (petani) maupun konsumen. Sehingga masyarakat beserta

penyelenggara negara mempunyai hak untuk menentukan sistem

ketahanan pangannya secara mandiri. Ketahanan pangan pada dasarnya

berakar pada terpenuhinya pangan bagi rumah tangga, yang tercermin

dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun

mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Untuk itu, perlu pemikiran


bahwa ketahanan pangan lebih merupakan suatu sistem yang masif dari

dua subsistem utama yang saling berkaitan, yaitu produsen serta

produksinya, dan konsumen serta konsumsinya. Masing-masing

subsistem ketahanan pangan tersebut ditentukan oleh komponen-

komponen yang saling mendukung.

Ketahanan pangan yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah,

entitas utamanya adalah aktor-aktor ekonomi seperti petani, produsen,

perdagangan, dan investor. Entitas utama dalam ketahanan pangan

tersebut harus tersedia dan dipenuhi oleh pemerintah daerah, guna

meningkatkan ketahanan pangan di daerah. Sehingga, dengan

terpenuhinya entitas utama tersebut dapat terwujudnya ketahanan pangan

di daerah.

1. 3. Teori Kewenangan

Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata

negara dan hukum administrasi negara. Begitu pentingnya kedudukan

kewenangan ini sehingga F. A. M. Stroink dan J. G. Steenbeek

menyebutnya sebagai konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum

administrasi. Kewenangan yang didalamnya terkandung hak dan

kewajiban, menurut Nicolai adalah :

Het vermogen tot het verrichten van bepaalde


rechtshandelingen (handelingen die op rechtsgevolg gericht zijn en
dus ertoe stekken dat bepaalde rechtgevolgen onstaan of teniet
gaan). Een recht houdt in de (recht gegeven) vrijheid om een
bepaalde feitelijke handeling te verrichten of na te laten, of de
(rechtens gegeven) aanspraak op het verrichten van een handeling
door een ander. Een plicht impliceert een verplichting om een
bepaale handeling te verrichten of na te laten.

(kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu


{yaitu tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan
akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya
akibat hukum}. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak
melakukan tindakan tertentu atau menurut pihak lain untuk
melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat
keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan
tertentu)

Kewenangan berdasarkan apa yang telah dikemukakan oleh

Nicolai artinya dapat dimiliki oleh setiap orang yang telah cakap hukum,

karena berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan tindakan hukum

tertentu. Sehingga setiap orang yang memiliki kewenangan juga memiliki

hak dan kewajiban. Hak tersebut berisi kebebasan untuk melakukan atau

tidak melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban yang dimaksud

adalah suatu keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Kewenangan juga dimiliki oleh pemerintah sebagai organisasi tertinggi

dalam suatu negara.

Secara teoritis, kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah

bersumber dari peraturan perundang-undangan, dapat diperoleh melalui

tiga cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Indrohartono mengatakan

bahwa :

Pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru


oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Disini
dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru, disebutkan juga
bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi
wewenang pemerintahan itu dibedakan antara :
1. 1. Berkedudukan sebagai original legislator, di Negara
Indonesia pada tingkat pusat adalah MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat) sebagai pembentuk konstitusi dan
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) bersama-sama Pemerintah
sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan pada tingkat
daerah adalah DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) dan
Pemerintah Daerah yang melahirkan Peraturan Daerah;

2. 2. Bertindak sebagai delegated legislator, seperti presiden


yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang
mengeluarkan Peraturan Pemerintah dimana diciptakan
wewenang-wewenang pemerintahan kepada badan atau jabatan
tata usaha negara tertentu.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Indrohartono, dapat

diketahui bahwa pelimpahan wewenang secara atribusi merupakan

wewenang baru yang berasal dari peraturan perundang-undangan secara

langsung dan dapat diberikan oleh legislator yang bekedudukan sebagai

original legislator dan/atau delegated legislator melalui pasal dalam

peraturan perundang-undangan yang dibuat.

Kewenangan organ perangkat daera atau yang disingkat menjadi

OPD untuk mewujudkan system ketahanan pangan di daerah berdasarkan

keterangan diatas, merupakan kewenangan secara atribusi. Wewenang

yang diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan

perundang-undangan, dengan kata lain organ pemerintahan memperoleh

kewenangan secara lansung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu

peraturan perundang-undangan, dalam atribusi penerima wewenang dapat

menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada

dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang

diatribusikan sepenuhnya pada penerima wewenang (atributaris).


Kewenangan secara atribusi yang diterima oleh Pemerintah

Kabupaten Serang dapa dilihat dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-undang

Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang menyatakan bahwa dalam

pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan

pangan di daerah dan pengembangan produksi pangan lokal di daerah.

A. F. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. 1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis

normatif dan yuridis sosiologis :

Pendekatan yuridis normatif mengacu kepada norma-norma hukum


yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-
putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam
masyarakat. Selain itu, dengan melihat sinkronisasi suatu aturan
dengan dengan aturan lainnya secara hirearki. Sedangkan pendekatan
yuridis empiris atau sosiologis hukum adalah pendekatan dengan
melihat sesuatu kenyataan hukum didalam masyarakat.

Pendekatan sosiologi hukum merupakan pendekatan yang digunakan

untuk melihat aspek-aspek hukum dalam interaksi sosial di dalam

masyarakat, dan berfungsi sebagai penunjang untuk mengidentifikasi dan

mengklarifikasi temuan bahan non hukum bagi keperluan penelitian atau

penulisan hukum.

1. 2. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian deskriptif analitis:

Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu


kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau
makna suatu aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam
penyelesaian permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.

Artinya dalam penelitian ini menguraikan dengan jelas permasalah

yang diteliti, kemudian dikaitkan dengan teori-teori hukum dan

pelaksanaan hukum positif di Indonesia yang dihubungkan dengan

penelitian yang dilakukan. Penelitian ini menguraikan permasalahan

mengenai peran pemerintah daerah Kabupaten Serang dalam

mewujudkan sistem ketahanan pangan di bidang perikanan serta upaya

untuk menciptakan kedaulatan pangan di bidang perikanan di Indonesia,

hal ini dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012

tentang Pangan.

1. 3. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis

atau kesimpulan). Dalam penelitian, jenis data dibedakan diantaranya :

1. 1) Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari


sumber pertama.
2. 2) Data Sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen
resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan
dan sebagainya.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berdasarkan pada


sumber data yang digunakan. Sumber data dalam penelitian ini adalah

data sekunder, yang merupakan sumber data pokok dalam penelitian ini.

Sumber data sekunder adalah yang mencakup data kepustakaan, jurnal-

jurnal, karya ilmiah, artikel-artikel serta dokumen-dokumen yang

berkaitan dengan materi penelitian. Data sekunder tersebut meliputi

beberapa bahan hukum, diantaranya :

a. a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum bersifat

autoritatif artinya memiliki otoritas. Bahan hukum primer terdiri

peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-

putusan hakim. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang akan

digunakan diantaranya adalah :

1. 1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

2. 2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah.

3. 3) Undang-undang Nomor Republik Indonesia 18 Tahun 2012

tentang Pangan.

4. 4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun

2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi.

5. 5) Peraturan Pemerintah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun

2017 tentang Penyelenggaraan Pangan.


a. b. Bahan hukum sekunder, terdiri dari buku-buku hukum

termasuk skripsi, tesis, disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum.

Bahan-bahan hukum tersebut memiliki kegunaan untuk memberikan

kepada peneliti semacam petunjuk kearah mana peneliti melangkah,

karena buku-buku dan artikel-artikel hukum yang digunakan

memiliki relevansi dengan apa yang akan diteliti. Dalam penelitian

ini, bahan hukum sekunder yang akan digunakan adalah berupa

buku-buku tentang pemerintahan daerah dan ketahanan pangan,

begitupun artikel dan jurnal tentang pemerintahan daerah dan

ketahanan pangan.

b. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus hukum dan website yang terkait dengan

penelitian.

Teknik pengumpulan data yang digunakan selain berdasarkan

sumber data sekunder, juga menggunakan sumber data primer sebagai

sumber data penunjang yang berupa wawancara.

1. 4. Analisis Data

Data yang sudah terkumpul dari hasil penelitian kemudian dianalisis

secara kualitatif normatif yaitu dengan menjabarkan dan menafsirkan

data yang akan disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan

berlaku atau peraturan-peraturan lainnya. Selanjutnya, Bogdan dan

Biklen menyebutkan bahwa :


Konsep analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan data yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang
dapat di ceritakan kepada orang lain, karena proses analisis data
dimulsi dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan
dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar,
foto, dan sebagainya.

1. 5. Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan penulis dalam penelitian ini untuk

mendapatkan data-data yang dijadikan pembahasan adalah Dinas

Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang, Perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, dan Perpustakaan

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

A. G. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penelitian ini dibagi menjadi 5 bab, yaitu

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari beberapa bagian, diantaranya membahas

mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran,

dan sistematika penulisan.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA SISTEM KETAHANAN

PANGAN DI BIDANG PERIKANAN

Bab ini akan membahas mengenai Teori Negara

Kesejahteraan (Welfare State), Teori Ketahanan Pangan,

dan Teori Kewenangan.

BAB III IMPLIKASI REKLAMASI PANTAI TERHADAP

KETAHANAN PANGAN DI BIDANG PERIKANAN DI

KABUPATEN SERANG

Bab ini membahas mengenai kedudukan hukum Dinas

Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang,

kondisi ketahanan pangan di bidang perikanan di Kabupaten

Serang, dan implikasi reklamasi pantai terhadap ketahanan

pangan di bidang perikanan di Kabupaten Serang.

BAB IV ANALISIS IMPLIKASI REKLAMASI PANTAI

TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI BIDANG

PERIKANAN DI KABUPATEN SERANG MENURUT

UNDANG-UNDAG NOMOR 18 TAHUN 2012

TENTANG PANGAN

Bab ini membahas mengenai analisis implikasi reklamasi

pantai terhadap ketahanan pangan di bidang perikanan

menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang

Pangan. Dan menganalisis target-target ketahanan pangan

bidang perikanan di Kabupaten Serang dicapai dengan


adanya Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan.

BAB V PENUTUP

Bab ini membahas mengenai kesimpulan dan saran.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA KETAHANAN PANGAN DI BIDANG

PERIKANAN

A. A. Teori Negara Kesejahteraan (Welfare State)

Terjadinya revolusi industri di Perancis menyebabkan tenaga manusia

diganti dengan tenaga mesin, hal ini kemudian menyebabkan terjadinya

pengangguran. Maka terjadilah dalam masyarakat hingga Negara masalah

papan, pangan, kesehatan, tingkat kematian anak-anak yang tinggi, dan lain

sebagainya. Golongan pekerja buruh berada pada posisi yang tidak memiliki

jaminan hukum. Pandangan liberal dalam ketatanegaraan membawa


konsekuensi tidak adanya perhatian pemerintah terhadap masalah social

warga masyarakat. Melihat hal tersebut, maka mau tidak mau pemerintah

harus bertindak untuk mengatasi maslaah sosisal tersebut. Terjadilah

kemudian perkembangan tugas Negara dari sekedar Negara sebagai penjaga

malam menjadi Negara kesejahteraan (welfare state).

Pembatasan Negara dan pemerintahan dalam praktinya ternyata berakibat

menyengsarakan kehidupan warga negaranya, yang kemudian mengakibatkan

reaksi dan kerusuhan social. Dengan kata lain konsepsi Negara penjaga

malam telah gagal dalam implementasinya. Karena kegagalan tersebut

kemudian muncul gagasan yang menempatkan pemerintah sebagai pihak

yang bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya, yaitu welfare state. Ciri

utama Negara ini adalah munculnya kewajiban pemerintah untuk

mewujudkan kesejahteraan umum bagi warganya. Ajaran welfare state

merupakan bentuk konkret dari peralihan prinsip staatsountholding, yaitu

membatasi peran Negara dan pemerintah dalam mencampuri kehidupan

ekonomi dan social masyarakat, menjadi staatbemoeienis yang menghendaki

Negara dan pemerintah teribat aktif dalam kehidupan ekonomi dan social

masyarakat, sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum,

disamping menjaga ketertiban dan keamanan.

Tujuan yang ingin dicapai adalah bagaimana memberikan kesejahteraan

bagi warganya. Agar tujuan ini dapat tercapai maka dalam menggerakan roda

penyelenggaraan pemerintahan diperlukan perangkat yang sesuai dengan

tujuan dan wewenang masing-masing. Pemberian wewenang ini termasuk


dalam ruang lingkup hokum administrasi Negara. Karena pada dasarnya

Negara kesejahteraan mengacu pada peran Negara yang aktif mengelola dan

mengorganisir perekonomian, yang didalamnya mencakup kesejahteraan

dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya. Secara umum suatu Negara dapat

digolongkan sebagai Negara kesejhateraan jika mempunyai empat pilar

utama, yaitu social citizenship, full democracy, modern insdutrial relation

system, dan right to education and the expansion of modern mass eduction

system. Keempatnya ini dimungkinkan dalam Negara kesejahteraan karena

memperlakukan penerapan kebijakan social sebagai penganugerahaan hak-

hak social kepada warga negaranya. Hak social ini mendapat jaminan

selayaknya ha katas property serta diberikan berdasar basis kewargaan dan

bukan atas dasar kinerja atau kelas.

Ikatan hokum menghubungkan manusia dengan manusia lain dan

menghubungkan manusia dengna benda-benda di sekelilingnya. Hubungan

yang tak terhingga banyaknya tersebut menghubungkan manusia sejak lahir,

kawin, dalam perdagangan dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan dengan

kehidupan manusia sehari-hari seperti sandang, pangan, dan papan. Semua

hubungan dan pergaulan tersebut adalah berkat jasa daripada hokum atau

sebaliknya hokum mempunyai peran yang penting atas manusia

bermasyarakat.

Prof. Subekti dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Hukum dan

Pengadilan mengemukakan bahwa hokum mengabdi pada tujuan Negara yang

intinya mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya. Pengabdian


tersebut dilakukan dengan cara menyelenggarakan keadilan dan ketertiban.

Keadilan digambarkan sebagai suatu keseimbangan yang membawa

ketentraman didalam hati orang, yang apabila melanggar akan menimbulkan

kegelisahan dan keguncangan. Dengan demikian hokum tidak hanya

mencarikan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang bertentangan

satu sama lain, akan tetapi juga untuk mendapatkan keseimbangan antara

tuntutan keadilan dengan ketertiban atau kepastian hokum.

Menurut E. Utrecht sejak Negara turut serta akif dalam pergaulan

masyarakat, maka lapangan pemerintahan makin lama makin luas.

Administrasi Negara diserahi kewajiban untuk menyelenggarakan

kesejahteraan umum (bestuurzorg). Diberinya tugas bestuurzorg membawa

bagi administrasi Negara suatu konsekuensi yang khusus. Agar dapat

menjalankan tugas menyelenggarakan kesejahteraan rakyat,

menyelenggarakan pengajaran bagi semua warga Negara, dan sebagainya

secara baik, maka administrasi Negara memerlukan kemerdekaan untuk dapat

bertindak atas inisiatif sendiri, terutama dalam penyelesaian soal-soal genting

yang peraturan penyelenggaraannya belum dibuat oleh badan-badan

kenegaraan yang diserahi fungi legiskatif.

Indonesia sebagai bangsa yang bermartabat dan memiliki landasan

konstitusi yang kuat maka tujuan pembangunan nasionalnya adalah untuk

melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia. Dan untuk mewujudkan tujuan diatas, maka


dibutuhkan komitmen politik yang kuat dari pemerintah dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan rakyat, melalui berbagai kegiatan pembangunan

nasional, baik secara fisik maupun non fisik. Kesejahteraan dan kemakmuran

rakyat adalah kata kunci yang harus menjadi focus dari setiap kebijakan

pemerintah bersama seluruh komponen bangsa lainnya.

Berdasarkan rumusan tujuan Negara yang tercantum dalam alinea

keempat Pembukaan UUD RI 1945 khususnya pada redaks memajukan

kesejahteraan umum, ada yang berpendapat bahwa Indonesia menganut

paham Negara kesejahteraan, seperti Azhary dan Hamid S. Attamimi. Azhary

mengatakan bahwa Negara yang ingin dibentk    oleh bangsa Indonesia adalah

Negara kesejahteraan, beliau menyatakan pada bagian lain bahwa di Barat,

Negara kesejahteraan baru dikenal sekitar tahun 1960, maka bangsa Indonesia

sudah merumuskannya pada tahun 1945 oleh Soepomo. Menurut Hamid S.

Attamimi mengatakan bahwa Negara Indonesia sejak didirikan telah bertekad

untuk enetapkan drinya sebagai Negara berdasarkan atas hokum yang

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Salah satu karakteristik konsep Negara kesejahteraan adalah kewajiban

pemerintah untuk mengupayakan kesejahteraan umum bestuurzorg. Bagir

Manan menyebitkan bahwa dimensi social ekonomi dari Negara atas hokum

berupa kewajiban Negara atau pemerintah untuk meweujudkan dan menjamin

kesejahteraan soasial (kesejahteraan umum) dalam suasana sebesar-besarnya

kemakmuran menurut asas keadilan bagi seluruh rakyat, dimensi spesifik ini
melahirkan paham Negara kesejahteraan. Dengan merujuk pada unsur Negara

hokum yang telah dkemukakan, dalam beberapa ketentuan pada UUD RI

1945 menunjukan bahwa Negara hokum Indonesia yang menganut

desentralisasi dan berorentasi kesejahteraan. Salah satunya dalam Pasal 28 A

sampai 28 J UUD RI 1945 tentang pengakuan dan perlindungan hak asasi

manusia.

Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam

UndangUndang Dasar 1945, didesain sebagai Negara Kesejahteraan (welfare

state). Negara Kesejahteraan (welfare state) secara singkat didefinisikan

sebagai suatu negara dimana pemerintahan negara dianggap bertanggung

jawab dalam menjamin standar kesejahteraan hidup minimum bagi setiap

warga negaranya.Secara umum suatu negara bisa digolongkan sebagai negara

kesejahteraan jika mempunyai empat pilar utamanya, yaitu: (1) social

citizenship; (2) full democracy; (3) modern industrial relation systems; dan

(4) rights to education and the expansion of modern mass educations systems.

Keempat pilar ini dimungkinkan dalam negara kesejahteraan karena negara

memperlakukan penerapan kebijakan sosial sebagai penganugerahan hak-hak

sosial (the granting of social rights) kepada warganya. Hak-hak social

tersebut mendapat jaminan seperti layaknya hak atas properti, tidak dapat

dilanggar (inviolable), serta diberikan berdasar basis kewargaan (citizenship)

dan bukan atas dasar kinerja atau kelas. Terlepas dari ideologinya, setiap

negara menyelenggarakan beberapa minimum fungsi yang mutlak perlu,

yaitu: (1) Melaksanakan penertiban (law and order); (2) Mengusahakan


kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya; (3) Pertahanan; dan (4)

Menegakkan keadilan.

Terdapat enam hal yang dijadikan sebagai alasan mengapa memilih

negara kesejahteraan, yaitu: Pertama, adalah untuk mempromosikan efisiensi

ekonomi (promoting economic efficiency); Kedua, untuk mengurangi

kemiskinan (reducing proverty); Ketiga, mempromosikan kesamaan sosial

(promotingsocial equality); Keempat, mempromosikan integrasi sosial atau

menghindari eksklusi sosial (promoting social integration and avoiding social

exclusion) ; Kelima, mempromosikan stabilitas sosial (promoting social

stability); dan Keenam, mempromosikan otonomi atau kemandirian individu

(promoting autonomy).

Secara umum, paling tidak terdapat tiga model utama tentang Negara

Kesejahteraan, yakni: Model Liberal atau Residual (Anglo-Saxon), Model

Konservatif (Korporatis, Continental Europe), dan Model Sosial-Demokratis

(Redistributif-Institusional). Terdapat Empat prinsip umum dari Negara

Kesejahteraan (Welfare State), yakni: (1) Prinsip Hak-Hak Sosial dalam

Negara Demokrasi; (2) Prinsip Welfare Rights; (3) Prinsip Kesetaraan

Kesempatan Bagi Warga Negara; dan (4) Prinsip Keseimbangan Otoritas

Publik dan Ekonomi, dan Efisiensi Ekonomi.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki komitmen tinggi

terhadap pembangunan ketahanan pangan sebagai komponen strategis dalam

pembangunan nasional. Komitmen terswebut dituangkan dalam Undang-


undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang mengamanatkan bahwa

pemerintah bersama-sama masyarakat mewujudkan ketahanan pangan bagi

seluruh rakyat Indonesia. Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan

ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah

tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dalam

jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

Konsep dan upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional telah

dimulai sejak awal kemerdekaan, yang terus disempuprnakan dari waktu ke

waktu hingga Indonesia mampu berswasembada beras pada tahun 1984.

Namun demikian, berkembang pesatnya penduduk beserta seluruh aktivitas

social, ekonomi, dan politik telah menimbulkan tantangan dan masalah yang

kompleks dan sangat mempengaruhi upaya mewujudkan ketahanan pangan

nasional. Situasi krisi pangan yang dialami berbgaai bangsa termasuk

Indonesia, memberikan pelajaran bahwa ketahanan pangan harus

diupayakansebsar mungkin bertumpu pada sumber daya nasional dengan

keragaman antar daerah, karena ketergantungan pada pangan impor

menyebabkan kerentanan yang tinggi. Tidak satupun negara yang dapat

melaksanakan pembangunan berkelanjutan tanpa terlebih dahulu

menyelesaikan permasalahan ketahanan pangan. Oleh sebab itu perwujudan

ketahanan pangan yang bertumpu pada sumberdaya pangan, kelembagaan dan

budaya local telah menjadi komitmen nasional untuk diwujudkan oleh

pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersama masyarakat dalam arti luas

termasuk dunia usaha yang bergerak di bidang pangan. Pada dasarnya


mewujudkan ketahanan pangan nasional bertujuan untuk mensejahterakan

masyarakatnya, karena dengan tersedianya pangan yang cukup, bergizi, aman,

dan terjangkau, maka akan memudahkan masyarakat menuju

kesejahteraannya.

A. B. Teori Ketahanan Pangan

Istilah ketahanan pangan merupakan sebuah konsep yang baru muncul

pertama kali pada 1974, ketika dilaksanakan Konferensi Pangan Dunia. Hasil

dari The First World Food Conference 1974 tersebut, PBB pada tahun 1975

mendefinisikan ketahanan pangan sebagai ketersediaan pangan dunia yang

cukup dalam segala waktu dan harga. Menurut FAO 1922, menyatakan bahwa

ketahanan pangan adalah situasi dimana semua orang dalam segala waktu

memiliki kecukupan jumlah atau pangan yang aman dan bergizi demi

kehidupan yang sehat dan aktif.

Di era krisis pangan saat ini merupakan sebuah isu yang menjadi

tantangan bagi semua negara di dunia. Pertumbuhan penduduk dari tahun ke

tahun perlu diiringi dengan kecukupan bahan makanan yang layak. Harapan

semua orang khususnya masing-masing individu dalam negara adalah

mendapatkan kehidupan yang sejahtera. Karena kondisi di beberapa neagara

berkembang dan miskin menunjukan bagaimana krisis pangan sudah menjadi

fakta di jalanan, khususnya sebagian negara Asia dan Afrika juga Pasifik

Selatan. Sebagian bangsa Asia-Afrika masih hidup dalam naungan kaum yang
secara tidak langsung masih menjajah dan mengeruk sumber daya alam

mereka. Sebagian masyarakat harus berjuang demi memenuhi kecukupan

pangan demi keberlangsungan hidup.

Seorang pakar hukum H.D. van Wijk-Willem Konijnenbelt mengatakan

bahwa ada empat factor yang berkaitan dengan kebutuhan

pemerintah/penguasa (overheid) untuk bertindak secara aktif dalam

kehidupan kemasyarakatannya. Diantara keempat factor tersebut salah

satunya adalah pertumbuhan atau perkembangan jumlah penduduk yang terus

meningkat. Hal tersebut akan memberi dampak yang luas, pertama-tama

pemerintah harus dapat menyediakan pangan yang cukup terlebih dahulu,

baru kemudian pakaian dan setelah itu tempat tinggal. Selain itu masih

banyak hal lain yang perlu ditangani pemerintah, seperti masalah kesehatan,

pendidikan, kerohanian, dan lainnya. Berdasarkan pernyataan tersebut jelas

terlihat bahwa kebutuhan akan pangan menjadi hal yang perlu diprioritaskan

oleh pemerintah, baru kemudian kebutuhan lainnya, hal tersebut karena

kebutuhan akan pangan merupakan hak yang tidak dapat ditawar lagi, dan

pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhinya.

Pangan merupakan kebutuhan utama bagi umat manusia, agar

kelangsungan hidupnya dapat terjamin. Indonesia yang terlahir dengan

kondrat sebagai Negara Maritim, sumber daya kelautan yang luar biasa

besarnya serta didukung dengan mata pencarian penduduknya yang lengkap

dalam artian, ada nelayan dengan melautnya, petani dengan bercocok

tanamnya. Dua kultur yang memiliki makna akan hidup baik di darat maupun
di lautan. Ironisnya saat ini Indonesia mebgalami masalah serius yang

menjadi kebutuhan pokok rakyat Indonesia.

Lahirnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentan Pangan

memberikan arah baru sekaligus perubahan paradigm dalam penyelenggaraan

pangan nasional. Dari amanat undang-undang tersebut menyatakan secara

tegas bahwa penyelenggaraan panagan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata dan

berkelanjutan berdasarkan sumber kedaulatan pangan, kemandirian pangan,

dan ketahanan pangan.

Pengertian pangan terdapat dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang

Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yaitu pangan adalah segala sesuatu

yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan,

perikanan, peternakan, perairan dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah

yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,

termasuk bahan tambahan pangan dan bahan lainnya yang digunakan dalam

proses penyiapan, pengolahan dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Berdasarkan Pasal 4 huruf G Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012

tentang Pangan yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pangan bertujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan bagi petani, nelayan, pembudidaya ikan,

dan pelaku usaha pangan. Hal ini menunjukan kesejahteraan nelayan dan

pembudidaya ikan termasuk dalam tujuan penyelenggaraan pangan yang

harus menjadi perhatian Pemerintah. Disebutkan dalam Pasal 17 Undang-


undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan bahwa Pemerintah dan

Pemerintah Daerah berkewajiban melindungi dan memberdayakan petani,

nelayan, pembudidaya ikan, dan pelaku usaha pangan sebagai produsen

pangan. Artinya nelayan dan pembudidaya ikan merupakan produsen pangan

yang harus dilindungi dan diberdayakan keberadaannya. Dengan melihat

ketersediaan pangan yang ada, dapat menunjukan terlindungi dan

terberdayakan atau tidaknya nelayan dan pembudidaya ikan. Hal ini perlu

diperhatikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Persoalan pangan ialah persoalan hidup dan matinya bangsa, apabila

masyarakat tidak mandiri dalam bidang pangan, bangsa ini akan mudah sekali

bergantung pada bangsa lain. Disatu sisi, pemerintahan harus mencukupi

kebutuhan penduduk bangsa Indonesia yang mencapai 250 juta, namun disisi

lain pemerintah belum menunjukan kemauan politik (political will), untuk

mendukung sektor petanian yang merupakan sektor penting dalam menunjang

kehidupan rakyat. Sehingga, pemerintah perlu memperhatikan ketersediaan

pangan untuk mencukupi kebutuhan akan pangan masyarakat.

Pengertian ketersediaan pangan terdapat dalam pasal 1 angka (6)

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan

Gizi, yaitu kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan

cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak

dapat memenuhi kebutuhan. Dalam hal memenuhi ketersediaan pangan,

negara perlu memperhatikan hasil produksi dalam negeri dan cadangan

pangan nasional, kemudian apabila kedua sumber pangan tersebut tidak


terpenuhi maka upaya pemerintah untuk mencukupi keterserdiaan pangan

adalah dengan melakukan impor pangan dari negara-negara lain.

Ketersediaan pangan dapat menyangkut hajat hidup masyarakat, baik

produsen (petani) maupun konsumen. Sehingga masyarakat beserta

penyelenggara negara mempunyai hak untuk menentukan sistem ketahanan

pangannya secara mandiri. Ketahanan pangan pada dasarnya berakar pada

terpenuhinya pangan bagi rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya

pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan

terjangkau. Untuk itu, perlu pemikiran bahwa ketahanan pangan lebih

merupakan suatu sistem yang masif dari dua subsistem utama yang saling

berkaitan, yaitu produsen serta produksinya, dan konsumen serta

konsumsinya. Masing-masing subsistem ketahanan pangan tersebut

ditentukan oleh komponen-komponen yang saling mendukung.

Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun

2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi menyebutkan bahwa Pemerintah

Daerah dalam menyediakan pangan di daerah dilaksanakan sesuai dengan

peringkat ketahanan pangan yang bersumber dari karbohidrat, protein, lemak,

dan vitamin dan mineral. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa sumber protein

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas kerbau, sapi, ikan,

ungags, dan kambing/domba. Dalam hal ini Pemerintah Daerah memiliki

kewajiban untuk menyediakan ikan sebagai sumber protein masyarakat.

Ketahanan pangan yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah,

entitas utamanya adalah aktor-aktor ekonomi seperti petani, produsen,


perdagangan, dan investor. Entitas utama dalam ketahanan pangan tersebut

harus tersedia dan dipenuhi oleh pemerintah daerah, guna meningkatkan

ketahanan pangan di daerah. Sehingga, dengan terpenuhinya entitas utama

tersebut dapat terwujudnya ketahanan pangan di daerah.

Hal tersebut karena ketahanan pangan terkait dengan tiga isu utama yaitu

ketersediaan (produksi), keterjangkauan (distribusi), dan kebutuhan

masyarakat (konsumsi). Tanpa kelembagaan pertanian dan perikanan yang

kuat, maka rantai ketahanan pangan tersebut sulit untuk diatasi dengan baik.

Karena kelembagaan hakikatnya merupakan urat nadi dari suatu system antar

institusi dan juga bidaya atau nilai-nilai, yang terkait dengan pengetahuan,

pemahaman, kemampuan, dan kesdaran untuk membangun presepsi dalam

menyikapi eksistensi, fungsi, dan peran kelembagaan itu sendiri.

Pencapaian ketahanan pangan dapat dilakukan melalui kebijakan-

kebijakan dalam hal penyediaan pangan. Kebijakan tersebut bertujuan untuk

memperbaiki status gizi, karena pangan berhubungan dengan gizi yang

terkandung didalamnya. Adapun faktor-faktor penting yang perlu

dipertimbangkan dalam perencanaan program untuk meningkatkan pangan

dan gizi yang lebih baik antara lain :

a. a) Hasil produksi pertanian dan pembelian jenis bahan makanan


(impor) merupakan dasar yang menentukan tingkat penyediaan pangan dan
zat gizi.
b. b) Variasi jenis makanan yang dikonsumsikan terutama tergantung pada
variasi dan komposisi hasil produksi pertanian setempat. Konsumsi pangan
juga dipengaruhi oleh pertambahan penduduk, sehingga memaksa adanya
perluasan dan perbaikan sesitem pemasaran pangan, dan fasilitas-fasilitas
pengelolaan bahan makanan, transport, dan penyimpanannya.
c. c) Perlu adanya penyuluhan untuk meningkatkan pengertian tentang
pentingnya kebutuhan gizi dan adanya tindakan-tindakan yang dapat
dijadikan sebagai pertimbangan konsumen dalam memilih makanannya,
sehingga pola konsumsi pangan dapat diarahkan agar sesuai dengan segi
persyaraan gizi.

Perencanaan pangan dan gizi dilakukan untuk menyusun kebijakan

maupun program guna mengurangi masalah gizi, antara lain melalui

penyediaan pangan yang tepat dan peningkatan pemanfaatannya. Integrasi

program pangan dan gizi ke dalam program pembangunan sosial-ekonomi

lainnya dari tingkat nasional sampai ke tingkat lokal adalah hal yang penting,

karena sifat dari masalah pangan dan gizi yang multikompleks. Oleh karena

itu parameter pangan dan gizi dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan

pembangunan.

Perencanaan pangan sangat diperlukan, mengingat ketahanan pangan

merupakan strategi stabilitasi pangan. Secara lebh substansif ketahanan

pangan dapat dipahami sebagai sebuah regulasi untuk memelihara dan

meningkatkan kualitas kehidupan, mengingat pentingnya pangan bagi

kehidupan. Oleh karena itu, mencapai ketahanan pangan tidak bisa

mengandalkan peran-peran eksklusif semata, tetapi harus melibatkan berbagai

dimensi secara lintas sektoral. Bukan hanya pemerintah, bukan juga ahli

pertanian saja, melainkan juga para penggerak dan pemikir psikososial

budaya, untuk berkolaborasi secara aktif bagi penciptaan kondusivitas

pangan.

Peran pemerintah dalam perencanaan pangan mencakup banyak aspek,

oleh karenanya banyak instrumen yang dibutuhkan dalam menjalankan peran

tersebut. Instrumen-instrumen tersebut berupa kebijakan dan program yang


mengatur kepentingan pihak satu dengan yang lain, agar ekonomi pasar

berjalan sesuai dengan program dan agenda pemerintah, salah satunya dalam

rangka mewujudkan ketahanan pangan. Peran pemerintah dalam ketahanan

pangan, merupakan tindakan atau perbuatan pemerintah yang modern sifatnya

dalam mengemban fungsi dan tugas pokok pemerintahan. Terdapat tujuh

bidang kegiatan pokok pelayanan, diantaranya adalah :

a. a) Menjamin keamanan negara


b. b) Memelihara ketertiban
c. c) Jaminan keadilan
d. d) Melakukan pekerjaan umum dan memberi pelayanan dalam
bidang-bidang yang tidak mungkin dilaksanakan oleh lembaga non
pemerintah
e. e) Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteran sosial
f. f) Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat
luas
g. g) Menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup

Salah satunya adalah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat melalui program kegiatan ekonomi kerakyatan

secara memadai, dan melakukan pekerjaan umum dan pemberian pelayanan

pada bidang-bidang yang tidak mungkin atau belum mampu dilkerjakan oleh

masyarakat sendiri. Sehingga, tampak bahwa tugas pemerintahan yang

diwujudkan melalui suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan sangatlah

luas baik dari sisi jangkauan tindakan atau perbuatan yang begitu luas dan

kompleks maupun tanggung jawab untuk dapat mewujudkannya. Dalam hal

ini upaya-upaya pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan

khususnya di daerah, merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat di daerahnya.
Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan

ketahanan pangan di daerah. Karena aspek penting dalam ketahanan pangan

adalah keberlanjutan, maka untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya

lembaga yang berperan dalam ketahanan pangan, baik secara hirearkis dari

tingkat pusat hingga lokal (pedesaan) dan lembaga dari subsistem

ketersediaan, distribusi, hingga konsumsi. Pemerintah dan masyarakat sama-

sama mempunyai tanggung jawab dalam mewujudkan ketahanan pangan

sebagaimana diamanahkan    dalam undang-undang pangan. Ada banyak

lembaga-lembaga yang berkepentingan dalam ketahanan pangan, baik

lembaga pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Lembaga-lembaga tersebut

dapat dikatakan sudah mencukupi, haya saja perlu penguatan fungsi dan

peran dari lembaga-lembaga tersebut, hingga lebih efektif dan efisien

kinerjanya. Sehingga, dengan efektif dan efisiennya kinerja dari lembaga-

lembaga yang berkaitan dengan ketahanan pangan khususnya di daerah dapat

meningkatkan pencapaian ketahanan pangan di daerah tersebut.

Kelembagaan pangan di Indonesia saat ini belum menunjukan kemajuan

yang berarti, sehingga dibutuhkan langkah-langkah kebijakan untuk

membenahinya secara sistematis, terukur dan bermanfaat bagi peningkatan

ketahanan pangan nasional. Upaya kearah itu harus sejalan dengan paradigm

nasional, sehingga tidak berbenturan dengan konsep-konsep dasar yang sudah

dikembangkan, yang bertujuan untuk menjaga dan menjamin keutuhan

bangsa.

Paradigma nasional yang mengandung nilai-nilai filosofis dan memiliki


visi kedepan sebenarnya merupakan instrument penting dalam proses

pengambilan keputusan oleh pemerintah. Untuk itu penetapan kebijakan

dalam menata kehidupan kelembagaan pertanian dan perikanan, merupakan

langkah strategis dalam upaya menata seluruh proses pemerintahan dan

pembangunan, menuju cita-cita bersama yaitu masyarakat adil dan makmur.

Ketahanan pangan dalam hal ini merupakan kondisi dinamis suatu

bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan

mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala ancaman, baik

dari luar maupun dari dalam negeri, dalam bentuk apapun yang langsung atau

tidak langsung. Sebagai landasan konsepsional, ketahanan pangan merupakan

salah satu instrument penting dalam pengembangan kekuatan nasional

Indonesia. Kekuatan tersebut patut dikembangkan melalui penataan,

pengaturan, dan peningkatan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang,

serasi, dan selaras, dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan terpadu

berdasarkan Pancasila, UUD NRI 1945 dan wawasan nusantara.

Berdasarkan hal tersebut, revitalisasi model kelembagaan pertanian dan

perikanan guna meningkatkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian

bangsa, harus bersandar pada prinsip dan konsep ketahanan pangan nasional.

Dengan adanya kelembagaan pertanian dan perikanan yang terpadu dan

tangguh, sudah tentu akan meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan.

Jika petani dan nelayan sejahtera pasti akan meningkatkan ketahanan pangan

nasional. Karena konsepsi ketahanan pangan nasional telah mempertegas arah

dan tujuan yang jelas, tentang eksistensi bangsa dan negara, sehingga tetap
berada dalam kondisi yang tangguh dan ulet. Pemerintah Indonesia selalu

berupaya maksimal untuk mengembangkan kekuatan nasional, guna

menghadapi setiap bentuk ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan

dalam proses pembangunan bangsa dan negara yang dalam hal ini adalah

pembangunan ketahanan pangan.

A. C. Teori Kewenangan

Kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan seringkali

disepadankan dengan istilah kekuasaan, namun istilah kekuasaan tidaklah

identik dengan istilah kewenangan. Kekuasaan adalah kesempatan seseorang

atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat terhadap

kemampuannya sendiri, sekaligus menerapkan tindakan perlawanan dari

orang atau golongan tertentu, kekuasaan senantiasa ada dalam setiap

masyarakat, baik yang masih sederhana maupun yang sudah besar atau rumit

susunannya, Akan tetapi kekuasaan tidak dapat dibagi rata kepada semua

anggota masyarakat. Jadi, kekuasaan didefinisikan sebagai hasil pengaruh

yang diinginkan seseorang atau sekelompok orang sehingga merupakan suatu

konsep kuantitatif karena dapat dihitung hasilnya. Kekuasaan hanya

menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak, berbuat sedangkan wewenang

dalam hukum dapat sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten),

dengan demikian substansi dari wewenang pemerintahan ialah kemampuan

untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan (het

vermogen tot het verrichten van bepaalde rechthandelingen).


Kewenangan dalam hal ini berkaitan dengan kewenangan yang dimiliki

oleh pemerintah, karena pemerintah merupakan pemegang kekuasaan

tertinggi pada suatu negara, maka pemerintah memiliki kewenangan-

kewenangan dalam berbagai bidang. Kewenangan yang dimiliki pemerintah

seluruhnya bertujuan semata-mata untuk mensejahterakan warga negaranya.

Pemerintah yang memiliki kewenangan dalam berbagai bidang disebut

oleh sebagian orang dengan eksekutif dan sebagian orang lain juga

menyebutnya sebagai penyelenggara negara. Perbedaan penyebutan ini

disebabkan oleh adanya ajaran Trias Politica yang membagi kekuasaan

menjadi tiga pilar kekuasaan utama, yaitu eksekutif (kekuasaan untuk

melaksanakan peraturan perundang-undangan), legislatif (kekuasaan untuk

membuat peraturan perundang-undangan), dan yudikatif (kekuasaan untuk

melaksanakan penegakan peraturan perundang-undangan). Untuk menambah

pemahaman mengenai pengertian pemerintahan, B. Hestu Handoyo memberi

jalan tengah, yaitu dengan meletakkan pengertian pemerintahan kedalam dua

arti, yaitu arti luas dan arti sempit :

1. 1. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala bentuk kegiatan


atau aktivitas penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh organ-
organ atau alat-alat perlengkapan negara yang memiliki tugas dan
fungsi sebagaimana digariskan oleh konstitusi
2. 2. Pemerintah dalam arti sempit adalah aktivitas atau kegiatan
yang diselelnggarakan oleh organ pemegang kekuasaan eksekutif
sesuai dengan tugas dan fungsinya yang dalam hal ini dilaksanakan
oleh presiden maupun perdana menteri sampai dengan level
birokrasi yang paling rendah tingkatannya.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa pemerintah dalam arti


luas adalah penyelenggaraan negara sedangkan pemerintah dalam arti sempit

adalah eksekutif. Karena memiliki tugas dan fungsi untuk menyelenggarakan

negara, maka dari itu pemerintah diberikan kewenangan-kewenangan untuk

mengatur kehidupan sosial, ekonomi dan politik dengan tujuan untuk

mensejahterakan masyarakat dan kepentingan negara.

Kewenangan yang dimiliki pemerintah merupakan kekuasaan yang

dilembagakan. Sebagai kekuasaan yang dilembagakan, pemerintah suatu

negara tidak hanya memiliki kekuasaan tetapi juga mempunyai hak untuk

menguasai, termasuk menguasai hidup orang lain (dalam hal menghukum

mati), hak untuk merebut kekuasaan (dalam arti memungut pajak), dan

menahan kebebasan orang lain (dalam arti memenjarakan seseorang).

Kekuasaan dapat diperoleh melalui kemarahan dan kekerasan atau melalui

wibawa dan penampilan, tetapi juga melalui kemampuan memberi sesuatu

dan janji. Sehingga dalam hal ini kewenangan pemerintah pada hakikatnya

sangat diperlukan untuk mengatur warga negaranya dan mengantisipasi agar

tidak terjadinya tindakan-tindakan kejahatan yang dapat mengancam

keselamatan warga negara dan negara itu sendiri.

Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata

negara dan hukum administrasi negara. Begitu pentingnya kedudukan

kewenangan ini sehingga F. A. M. Stroink dan J. G. Steenbeek menyebutnya

sebagai konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi.

Kewenangan yang didalamnya terkandung hak dan kewajiban, menurut

Nicolai adalah :
Het vermogen tot het verrichten van bepaalde rechtshandelingen
(handelingen die op rechtsgevolg gericht zijn en dus ertoe stekken dat
bepaalde rechtgevolgen onstaan of teniet gaan). Een recht houdt in de
(recht gegeven) vrijheid om een bepaalde feitelijke handeling te
verrichten of na te laten, of de (rechtens gegeven) aanspraak op het
verrichten van een handeling door een ander. Een plicht impliceert een
verplichting om een bepaale handeling te verrichten of na te laten.

(kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu {yaitu


tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum,
dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum}. Hak
berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan
tertentu atau menurut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu,
sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak
melakukan tindakan tertentu)

Kewenangan berdasarkan apa yang telah dikemukakan oleh Nicolai

artinya dapat dimiliki oleh setiap orang yang telah cakap hukum, karena

berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu.

Sehingga setiap orang yang memiliki kewenangan juga memiliki hak dan

kewajiban. Hak tersebut berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak

melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban yang dimaksud adalah

suatu keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kewenangan

juga dimiliki oleh pemerintah sebagai organisasi tertinggi dalam suatu negara.

Secara teoritis, kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah bersumber

dari peraturan perundang-undangan, dapat diperoleh melalui tiga cara yaitu

atribusi, delegasi, dan mandat. Indrohartono mengatakan bahwa :

Pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru


oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Disini
dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru, disebutkan juga bahwa
legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang
pemerintahan itu dibedakan antara :
1. 1. Berkedudukan sebagai original legislator, di Negara
Indonesia pada tingkat pusat adalah MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat) sebagai pembentuk konstitusi dan DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat) bersama-sama Pemerintah sebagai
yang melahirkan suatu undang-undang, dan pada tingkat daerah
adalah DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) dan
Pemerintah Daerah yang melahirkan Peraturan Daerah;

2. 2. Bertindak sebagai delegated legislator, seperti presiden


yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan
Peraturan Pemerintah dimana diciptakan wewenang-wewenang
pemerintahan kepada badan atau jabatan tata usaha negara
tertentu.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Indrohartono, dapat

diketahui bahwa pelimpahan wewenang secara atribusi merupakan wewenang

baru yang berasal dari peraturan perundang-undangan secara langsung dan

dapat diberikan oleh legislator yang bekedudukan sebagai original legislator

dan/atau delegated legislator melalui pasal dalam peraturan perundang-

undangan yang dibuat.

Kewenangan organ perangkat daera atau yang disingkat menjadi OPD

untuk mewujudkan system ketahanan pangan di daerah berdasarkan

keterangan diatas, merupakan kewenangan secara atribusi. Wewenang yang

diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan

perundang-undangan, dengan kata lain organ pemerintahan memperoleh

kewenangan secara lansung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan

perundang-undangan, dalam atribusi penerima wewenang dapat menciptakan

wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan

tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan

sepenuhnya pada penerima wewenang (atributaris).


Kewenangan secara atribusi yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten

Serang dapat dilihat dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-undang Nomor 18

Tahun 2012 tentang Pangan, yang menyatakan bahwa dalam pemerintah dan

pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan pangan di daerah dan

pengembangan produksi pangan lokal di daerah.

BAB III

IMPLIKASI REKLAMASI PANTAI TERHADAP KETAHANAN PANGAN

DI BIDANG PERIKANAN DI KABUPATEN SERANG

A. A. Kedudukan Hukum Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan

Kabupaten Serang

Dinas Ketahan Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang merupakan

unsur pelaksana otonomi daerah dipimpin oleh seorang Kepala Dinas

berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati Serang

melalui Sekretaris Daerah. Hal ini tercantum dalam Peraturan Daerah

Kabupaten Serang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan


Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Serang dan Peraturan Bupati

Serang Nomor 56 Tahun 2016 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja

Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang.

Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 11

Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah

Kabupaten Serang, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten

Serang memiliki tugas pokok untuk melaksanakan urusan pemerintah

daerah di bidang ketahanan pangan dan perikanan, berdasarkan asas

otonomi daerah. Untuk menyelenggarakan tugas pokoknya, Dinas

Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang memiliki fungsi :

1. 1. Perencanaan program kegiatan ketersediaan dan distribusi

pangan, konsumsi, dan keamanan pangan perikanan budidaya dan

perikanan tangkap;

2. 2. Pengkoordinasian dengan pemangku kepentingan

(stakeholder) dalam ketersediaan dan distribusi pangan, konsumsi,

dan keamanan pangan, perikanan budidaya dan perikanan tangkap;

3. 3. Pelaksanaan administrasi dan teknis operasional kegiatan

ketersediaan    dan distribusi pangan, konsumsi dan keamanan

pangan, perikanan budidaya dan perikanan tangkap; dan

4. 4. Pengelola data dan pelaporan pelaksanaan kegiatan

ketersediaan dan distribusi pangan, konsumsi dan keamanan

pangan, perikanan budidaya dan perikanan tangkap.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan


mengamanatkan bahwa negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan,

keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman,

bermutu dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah

hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia, sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya,

kelembagaan dan budaya local. Berdasarkan amanat tersebut, maka

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Serang

2016-2021 dalam pembangunan ketahanan pangan bertujuan untuk

memberdayakan masyarakat agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan

sumber daya yang dikuasainya untuk mewujudkan ketahanan pangan

secara berkelanjutan. Cara yang akan ditempuh untuk mewujudkan tujuan

tersebut melalui :

1. 1. Meningkatkan ketersediaan dan cadangan pangan dengan

mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang

dimilikinya/dikuasainya secara berkelanjutan;

2. 2. Membangun kesiapan dalam mengantisipasi dan menanggulangi

kerawanan dan kerentanan pangan;

3. 3. Mengembangkan system distribusi, akses, dan harga pangan untuk

turut serta memelihara stabilitas pasokan harga pangan bagi

masyarakat;

4. 4. Mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi guna

meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan penurunan konsumsi

beras perkapita;
5. 5. Mengembangkan system penanganan keamanan pangan segar;

6. 6. Penguatan kelembagaan petani agar lebih bias bersaing dengan

swasta.

Sasaran strategis yang ditetapkan dalam pemantapan ketahanan pangan

pada program pengembangan    peningkatan ketersediaan dan distribusi

pangan dan program pengelolaan konsumsi dankeamanan pangan Dinas

Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang periode 2016-2021

adalah mempertahankan ketersediaan pengan utama sebesar 205 ton per

seribu penduduk, mempertahankan ketersediaan energy/pangan sebesar

2.150 kkal/kapita/hari, mempertahankan ketersediaan protein sebesar 77,5

gr/kapita/hari, meningkatkan konsumsi energy minimal 2000

kkal/kapita/hari dan protein 57 gram/kap/hari dan meningkatnya kualitas

konsumsi dengan PPH 90 pada 2021, meningkatkan disversifikasi pangan

local sumber karbohidrat non beras, membangun cadangan pangan

pemerintah sebesar 175 ton setara beras pada tahun 2021, membangun

lu,bung pangan desa sejumlah 8 lumbung sampai tahun 2021,

mempertahankan stabilitas harga pangan pokok mencapai 86 persen,

penanganan desa rentan pangan kategori 1 dan 2 sebanyak 35 desa sampai

tahun 2021, dan melaksanakan pengawasan serta pembinaan mutu pangan

dengan capaian 90 persen pangan segar yang aman.

Pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten Serang melalui Dinas

Ketahan Pangan dan Perikanan dilaksanakan oleh :

1. 1. Bidang Ketersediaan dan Distribusi Pangan


2. 2. Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan

Pada tahun 2017 program yang dilaksanakan oleh Dinas Ketahanan

Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang dalam pembangunan ketahanan

pangan adalah program pengembangan dan peningkatan ketersediaan dan

distribusi pangan, dan program pengelolaan konsumsi dan keamanan

pangan.

A. B. Kondisi Ketahanan Pangan di Bidang Perikanan di Kabupaten

Serang

Penyelenggaraan ketahanan pangan di bidang perikanan yang

dilaksanakan oleh Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Serang merupakan

kewenangan Bidang Perikanan Budidaya dan Bidang Perikanan Tangkap.

Dalam hal ini Bidang Perikanan Tangkap memiliki tugas pokok untuk

memimpin, merencanakan, mengatur, melaksanakan, dan mengawasi

penyelenggaraan tugas pemberdayaan nelayan kecil, sarana dan prasarana,

dan sumberdaya ikan. Memiliki fungsi sebagai berikut :

1. 1. Perumusan rencana kebijakan penyelenggaraan tugas

pemberdayaan nelayan kecil, sarana dan prasarana, dan

sumberdaya ikan;

2. 2. Pengaturan penyelenggaraan tugas pemberdayaan

pemberdayaan nelayan kecil, sarana dan prasarana, dan

sumberdaya ikan;
3. 3. Pelaksanaan penyelenggaraan tugas pemberdayaan nelayan

kecil, sarana dan prasarana, dan sumberdaya ikan;

4. 4. Pengawasan penyelenggaraan tugas pemberdayaan nelayan

kecil, sarana dan prasarana, dan sumberdaya ikan;

5. 5. Pelaksanaan tugas tambahan.

Bidang perikanan tangkap memiliki tiga seksi, yang terbagi menjadi

Seksi Pemberdayaan Nelayan Kecil, Seksi Sarana dan Prasarana, dan

Seksi Sumberdaya Ikan, yang pada masing-masing seksi memiliki tugas

pokok dan fungsi sebagai berikut :

1. 1. Seksi Pemberdayaan Nelayan Kecil

Tugas pokok dari seksi ini adalah memimpin, merencanakan,

melaksanakan, dan mengawasi tugas pemberdayaan nelayan kecil.

Sedangkan fungsi dari seksi ini adalah :

a. a. Perumusan rencana kebijakan penyelenggaraan tugas

pemberdayaan nelayan kecil;

b. b. Pengaturan penyelenggaraan tugas pemberdayaan

pemberdayaan nelayan kecil;

c. c. Pelaksanaan penyelenggaraan tugas pemberdayaan nelayan

kecil;

d. d. Pengawasan penyelenggaraan tugas pemberdayaan nelayan

kecil;

e. e. Pelaksanaan tugas tambahan.

1. 2. Seksi Sarana dan Prasarana


Tugas poko dari seksi ini adalah memimpin, merencanakan,

melaksanakan, dan mengawasi tugas sarana dan prasarana.

Sedangkan fungsi dari seksi ini yaitu :

a. a. Perumusan rencana kebijakan penyelenggaraan tugas

sarana dan prasarana;

b. b. Pengaturan penyelenggaraan tugas sarana dan prasarana;

c. c. Pelaksanaan penyelenggaraan tugas sarana dan prasarana;

d. d. Pengawasan penyelenggaraan tugas sarana dan prasarana;

e. e. Pelaksanaan tugas tambahan.

1. 3. Seksi Sumberdaya Ikan

Tugas pokok dari seksi ini adalah memimpin, merencanakan,

melaksanakan, dan mengawasi tugas sumberdaya ikan. Sedangkan

fungsi dari seksi ini yaitu :

a. a. Perumusan rencana kebijakan penyelenggaraan tugas

sumberdaya ikan;

b. b. Pengaturan penyelenggaraan tugas sumberdaya ikan;

c. c. Pelaksanaan penyelenggaraan tugas sumberdaya ikan;

d. d. Pengawasan penyelenggaraan tugas sumberdaya ikan;

e. e. Pelaksanaan tugas tambahan.

Ketersediaan pangan merupakan aspek penting dalam mewujudkan

ketahanan pangan. Penyediaan pangan diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan pangan masyarakat dan meningkatkan kualitas serta kuantitas

konsumsi pangan diperlukan target pencapaian angka ketersediaan pangan


perkapita per tahun sesuai dengan angka kecukupan gizinya. Widya Karya

Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VII tahun 2004 merekomendasikan

kriteria ketersediaan pangan ditetapkan minimal 2200 kal/kapita/hari untuk

energy dan minimal 57 gr/kapita/hari untuk protein.

Ket ((+)
Jumlah Kebutuhan Jumlah
Jenis Jumlah Surplus/(-)
Tahun Ketersedia Perkapita/h Kebutuhan
Komoditas Penduduk defisit)
an (Kg) (Kg) (Kg)
(kg)
1 2 3 4 5 6 7
Padi- 416.126.00 415.728.58
2015 padian 0 1.419.358 0,28 397.420 0
Kacang-
  kacangan 4.028.000   0,04 56.774 3.971.226
Umbi-
  umbian 17.480.000   0,10 141.935 17.338.065
Sayur&bua 711.606.00 711.251.16
  h 0   0,25 354.839 1
Protein
  hewani 25.264.000   0,15 212.903 25.051.097
             
Padi- 406.314.00 405.904.33
2016 padian 0 1.463.094 0,28 409.666 4
Kacang-
  kacangan 2.845.000   0,04 51.208 2.793.792
Umbi-
  umbian 16.702.000   0,10 146.309 16.555.691
Sayur&bua 530.842.00 530.476.22
  h 0   0,25 365.773 7
Protein 159.185.00 158.965.53
  hewani 0   0,15 219.464 6
Tabel 3. 1Perkembangan Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan di Kabupaten Serang Tahun 2015-2016

Berdasarkan tabel tersebut menunjukan bahwa ketersediaan ikan yang dalam

hal ini termasuk kedalam protein hewani pada tahun 2015-2016 di Kabupaten
Serang termasuk dalam keadaan tersedia, tabel tersebut menunjukan keseluruhan

protein hewani yang termasuk didalamnya adalah ikan, perlu diketahui bagaimana

ketersediaan ikan di Kabupaten Serang.

Potensi sumberdaya kelautan Kabupaten Serang meliputi sumberdaya hayati

ikan dan non ikan. Selain itu Kabupaten Serang juga memiliki potensi kelautan

perikanan sebagai berikut :

No Uraian Jumlah
Jumlah Nelayan Kecil
1 Dalam Wilayah
Kab/Kota (orang) 4.849
Jumlah Tempat
2 Pelelangan Ikan (unit) 12
Jumlah SIUP Dibidang
3 Pembudidaya Ikan 821
Jumlah Luas Lahan
Potensi Budidaya Ikan
4 (Ha) 15.796
Air Laut 4.416
Air Tawar 6.233
Air Payau 5.147
Jumlah Rumah Tangga
Pembudidaya Ikan
5 (orang) 4.230
Air Laut 1.045
Air Tawar 1.635
Air Payau (tambak) 1.550
Jumlah Kapal Sampai
6 Dengan 5 GT (unit) 1.225
Tabel 3. 2Data Umum Potensi Kelautan Perikanan Kabupaten Serang Tahun 2017

Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa jumlah nelayan di Kabupaten

Serang pada tahun 2017 sejumlah 4.849 orang, artinya Kabupaten Serang

memiliki cukup banyak nelayan dari jumlah penduduk 1.463.094 jiwa.

Jumlah nelayan yang tergolong cukup banyak dari total jumlah penduduk

Kabupaten Serang, telah menghasilkan produksi ikan di tahun 2015 dan 2016

sebagai berikut :

Skor
PPH
Tahun Energi Ketersed
(kal/hr) Protein iaan
Nabati Hewani Total Nabati Hewani Total
2015 1.795 317 2.112 49,8 31,4 81,2 78,1
2016 2.032 241 2.273 48,4 11 59,66 73,18
Pertumbu
6,19 13,62 3,67
han (%)        
Rata-rata 1.913,50 279 2.192,50 49,1 21,33 70,43 75,64
Tabel 3. 3 Data Ketersediaan Energi dan Protein Tahun 2015-2016

Berdasarkan data tersebut, menunjukan bahwa ketersediaan energy selama

periode 2015-2016 masih dibawah rekomendasi WNPG VII dengan rata-rata

2.192,50 kkal/kap/hari dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 3,67 persen per

tahun. Kecendrungan peningkatan ketersediaan energy selama periode 2015-2016

disebabkan peningkatan produksi beberapa komoditas pangan.

Konsumsi pangan dalam system ketahanan pangan mengarahkan agar pola

pemanfaatan pangan secara local memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan

gizi, keamanan dan kehalalan. Berikut perkembangan tingkat konsumsi


masyarakat terhadap pangan sumber protein :

Jumlah Jumlah
Sumber
Pend. Konsumsi
Tahun Pangan
Kab. (kg/kap/th
Protein
Serang n)
Nabati 13,3
2015 1.419.358
Hewani 73,3
Nabati 18,8
2016 1.463.094
Hewani 80,4
Tabel 3 4 Perkembangan Tingkat Konsumsi Masyarakat terhadap Pangan Sumber Protein Tahun 2015-2016

Berdasarkan data tersebut, menunjukan bahwa tingkat konsumsi pangan

sumber protein di Kabupaten Serang mengalami peningkatan dari tahun 2015

yang mulanya 73,3 menjadi 80,4. Namun tingkat konsumsi ikan ini masih

dibawah standar tingkat konsumsi ikan Provinsi Banten sebesar 30,64.

Tingkat konsumsi yang meningkat harus diseimbangi dengan ketersediaan ikan

yang meningkat, maka perlu diketahui jumlah ketersediaan ikan di Kabupaten

Serang. Berikut data dalam bentuk table :

Tabel 3 5 Produksi dan NIlai Produksi Perikanan Tangkap Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Penangkapan
DI Provinsi Banten (Ton) 2017

            Pada tahun 2017 total produksi perikanan tangkap sebesar 109,52 ribu ton,

dimana 108,70 ribu ton, atau 99,25 persen diantaranya dihasilkan dari perikanan

tangkap di laut. Sedangkan untuk Kabupaten Serang sendiri mendapatkan volume

produksi perikanan tangkap di laut sebanyak 2.802 ton di tahun 2017    Untuk

mengetahui perkembangan nilai produksi perikanan tangkap, maka perlu

diketahui hasil produksi perikanan tangkap tahun 2018,adalah sebagai berikut :

No Kabupaten Perikanan Perikanan


Perairan
Tangkap di Umum
/Kota Laut Daratan
Volume Nilai (000 Volume Nilai (000
(Ton) Rp) (Ton) Rp)
Kabupaten        
1.076.588.3
1
Pandeglang 40.430 19 95 1.622.389
200.280.31
2
Lebak 9.642 6 411 7.702.173
650.694.06
3
Tangerang 28.273 7 162 2.865.883
472.643.64
4
Serang 16.654 6 364 7.462.585
  Kota        
1 Tangerang 0 0 37 634.625
2 Cilegon 1.762 47.241.194 62 1.067.191
3 Serang 3.728 94.602.363 31 522.031
Tangerang
4
Selatan 0 0 14 235.426
Tabel 3 6 Produksi dan NIlai Produksi Perikanan Tangkap Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Penangkapan
DI Provinsi Banten (Ton) 2018

Pada tahun 2018, produksi perikanan tangkap di Provinsi Banten sebesar

101,66 ribu ton dengan nilai produksi sebesar 2,56 triliun rupiah. Produksi

perikanan tangkap di laut terbesar dicapai oleh Kabupaten Pandeglang (40,43 ribu

ton), sedangkan produksi perikanan perairan umum daratan terbesar yaitu di

Kabupaten Lebak (411 ton).Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa

volume produksi perikanan tangkap di laut wilayah Kabupaten Serang sebanyak

16.654 ton, jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya sebanyak

2.802 ton. Berikut adalah table produksi dan nilai produksi perikanan tangkap di

tahun 2019 :

No Kabupaten PerikananT Perikanan


Perairan
angkap di Umum
/Kota Laut Daratan
Volume Nilai (000 Volume Nilai (000
(Ton) Rp) (Ton) Rp)
Kabupaten        
4.370.182.1
1
Pandeglang 130.324 36 0 0
2 Lebak 11.285 278.749.704 259 7.629.825
3 Tangerang 20.383 717.349.608 208 4.937.470
4 Serang 7.542 236.214.806 1.258 28.905.572
  Kota        
1 Tangerang 0 0 1.530 31.128.500
2 Cilegon 5.320 122.521.867 1.233 37.285.655
3 Serang 5.200 125.447.516 0 0
Tangerang
4
Selatan 0 0 1.560 33.484.470
Tabel 3 7 Produksi dan NIlai Produksi Perikanan Tangkap Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Penangkapan
DI Provinsi Banten (Ton)    2019

Pada tahun 2019, produksi perikanan tangkap di Provinsi Banten sebesar

186,10 ribu ton dengan nilai produksi sebesar 5,99 triliun rupiah. Produksi

perikanan tangkap di laut terbesar dicapai oleh Kabupaten Pandeglang (130,32

ribu ton), sedangkan produksi perikanan perairan umum daratan terbesar yaitu di

Kota Cilegon (1,5 ribu ton). Sedangkan untuk Kabupaten Serang memperoleh

volume produksi perikanan tangkap di laut sebanyak 7.542 ton. Hal ini

menunjukan adanya penurunan jumlah volume dari tahun 2018 yang semula

16.654 ton menjadi 7.542 ton di tahun 2019.

A. C. Implikasi Reklamasi Pantai terhadap Ketahanan Pangan di Bidang

Perikanan di Kabupaten Serang

Pelaksanaan reklamasi diatur dalam Pasal 12 Peraturan Menteri Kelautan dan


Perikanan Republik Indonesia Nomor 25/PERMEN-KP/2019 tentang Izin

Pelaksanaan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menyebutkan

bahwa pelaksanaan reklamasi wajib menjaga dan memperhatikan keberlanjutan

kehidupan dan penghidupan masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa dengan

adanya dampak reklamasi terhadap produktivitas ikan di wilayah yang terdampak

reklamasi akan mempengaruhi keberlanjutan kehidupan dan penghidupan

masyarakat.

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiaporang yang akan melaksanakan

reklamasi wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi, hal ini

diseutkan dalam Pasal 15 Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang

Reklamasi    di Wilayah Pesisirdan Pulau-pulau Kecil. Pemberian izin lokasi dan

izin pelaksanaan reklamasi pada kawasan strategis nasional tertentu dan kegiatan

reklamasi lintas Provinsi diberikan setelah mendpatpertimbangan dari Guberur

dan Bupati/Walikota. Gubernur dan Bupati/Walikota memberikan izin lokasi dan

izin pelaksanaan reklamasi sesuai dengan kewenangannya dan kegiatan reklamasi

di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah daerah. Hal ini berdasarkan

Pasal 16 15 Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi    di

Wilayah Pesisirdan Pulau-pulau Kecil. Berikut standard pemberian izin

pelaksanaan reklamasi.

No Komponen Uraian
1 Produk Pelayanan Pelayanan Izin Pelaksanaan
Reklamasi

2 Persyaratan Pelayanan 1. 1. Surat permohonan


Ditujukan Kepada Kepala
DPMPTSP provinsi Banten
bermaterai cukup (Syarat
Administrasi);
2. 2. Pemerintah dan
Pemerintah Daerah berupa
Surat Keterangan Penanggung
Jawab Kegiatan;
3. 3. Orang Perorangan berupa:
a. a. Surat
Keterangan Penanggung
Jawab Kegiatan;
b. b. Fotocopy KTP
Perorangan;
c. c. Fotocopy
NPWP Perorangan
Lokasi Provinsi Banten.
1. 4. Badan
Hukum berupa:
a. a. Surat
Keterangan Penanggung
Jawab Kegiatan;
b. b. Fotocopy KTP,
NPWP Lokasi Provinsi
Banten, Akte Pendirian
Perusahaan dengan
menunjukan aslinya;
c. c. Fotocopy Surat
Izin Usaha
Perdagangan;
d. d. Surat
Keterangan Domisili
Usaha;
e. e. Fotocopy Izin
Lokasi Reklamasi;
f. f. Fotocopy Izin
Lingkungan yang
dikeluarkan oleh
Instansi yang
berwenang;
g. g. Rencana Induk
Lokasi Reklamasi yang
mencantumkan Alokasi
Sempadan Pantai sesuai
Perundang-Undangan;
h. h. Study
Kelayakan;
i. i. Dokumen
Rancangan Detail
Reklamasi yang
dilengkapi dengan
Perhitungan dan
Gambar Konstruksi, dan
Gambar Rencana
Infrastruktur;
j. j. Metode
Pelaksanaan dan Jadwal
Pelaksanaan Reklamasi;
k. k. Bukti
Kepemilikan dan/atau
Penguasaan Lahan
apabila lokasi
berhimpitan dengan
daratan;
l. l. Surat
Pernyataan
Kesanggupan untuk
Menjaga dan Menjamin
Keberlanjutan
Kehidupan dan
Penghidupan
Masyarakat;
m. m. Surat Perjanjian
antara Pemohon dan
Pihak Pemasok Material
yang dilegalisir oleh
Notaris dilengkapi
fotocopy Surat Izin
Pertambangan Daerah
dan fotocopy Izin
Lingkungan untuk
Lokasi Sumber Material
yang dikeluarkan oleh
Lembaga/Instansi yang
berwenang;
n. n. Pedoman
Penyusunan Proposal
Reklamasi, Rencana
Induk, Studi Kelayakan
dan Rencana Detail
Reklamasi harus sesuai
dengan KEP.DIRJEN
KP3K No.
04A/KEP/DJKP3K/201
4.

3 Sistem, Mekanisme, dan Prosedur 1. 1. Pemohon mendaftar secara


online;
2. 2. Server secara otomatis
memberikan akun untuk login
pendaftaran online;
3. 3. Pemohon mendaftar
perizinan dan mengupload
persyaratan;
4. 4. Petugas PTSP
memverifikasi persyaratan
yang diajukan pemohon
dengan komunikasi secara
virtual;
5. 5. Pendaftaran online selesai
setelah mendapatkan Nomor
Pendaftaran Perizinan;
6. 6. Proses diteruskan kepada
OPD terkait apabila
permohonan izin / non izin
memerlukan kajian teknis;
7. 7. Pencetakan surat izin / non
izin untuk permohonan yang
telah lengkap, valid dan
memenuhi persyaratan;
8. 8. Menyampaikan Informasi
kepada pemohon bahwa surat
izin / non izin sudah dapat
diambil/diakses.

4 Jangka Waktu Penyelesaian 12 (dua belas) hari kerja


5 Biaya/Tarif GRATIS

6 Penanganan Pengaduan, Saran dan 1. 1. Email:


Masukan dpmptspbantenpengaduan@gm
ail.com
2. 2. Aplikasi SIPEKA
(pengaduan)
3. 3. Telepon: (0254) 8480012
4. 4. Sms/WA pengaduan:
0811133077

Tabel 3 8 Standar Pelayanan Izin Pelaksanaan Reklamasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40 Tahun 2007


tentang Pedoman PerencanaanTata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai

menyebutkan secara umum kegiatan pelaksanaan reklamasi harus disesuaikan

dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Berikut adalah skema

kesesuaian RTRW dengan kegiatan reklamasi. Karena kegiatan reklamasi

seharusnya berada pada pola ruang yang telah ditetapkan dengan fungsi lahan dan

pemanfaatan lahannya.

Berdasarkan Pasal 7 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun

2011-2031 menetapkan rencana pengembangan system perkotaan PKPLp (Pusat

Kegiatan Lokal Promosi) di Kecamatan Bojonegara sebagai pusat pelayanan

pemerintahan, permukiman, sosial, pelabuhan, industry perdagangan dan jasa,

serta pertambangan. Artinya sebagian besar wilayah di Kecamatan Bojonegara

ditetapkan sebagai kawasan peruntukan industry dan sisanya untuk permukiman

dan kawasan hutan lindung. Hingga saat iniumlah kegiatan industry yang berada

di Kecamatan Bojonegara sebanyak 44 jenis kegiatan industry yang tersebar

secara tidak merata di 7 kelurahan.dominasi kegiatan indistri terlihat berada di

wilayah pesisir yaitu Kelurahan Margagiri dan Kelurahan Bojonegara sebanyak

44 jenis. Perkembangan kegiatan industry yang tinggi di wilayah pesisir memicu

terjadinya reklamasi guna memenuhi kebutuhan ruang untuk pengembangan

kegiatan industry.

Pelaksanaan ketahanan pangan di daerah khususnya Provinsi Banten telah

diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 5 Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2

Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pangan, menyatakan bahwa dalam

melaksanakan kebijakan ketersediaan pangan oleh pemerintah daerah dengan


strategi mengembangkan produksi pangan yang bertumpu pada sumber daya,

kelembagaan, dan budaya lokal serta membangun, merehabilitasi, dan

mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan yang meliputi salah

satunya adalah sumber daya air. Dan dalam pelaksanaan kebijakan pemanfaatan

pangan dengan strategi memperluas pengembangan pangan berbasis sumber daya

lokal sesuai potensi wilayah.

Ketahanan pangan bidang perikanan di Provinsi Banten khususnya wilayah

Kabupaten Serang di Kecamatan Kramatwatu, Kecamatan Bojonegara, dan

Kecamatan Pulo Ampel merupakan wilayah dengan potensi produksi lokal bidang

perikanan dan perairan yang cukup baik pada awalnya. Tetapi sejak tahun 2016

telah terjadi reklamasi di perairan Banten oleh PT Wilmar, berdasarkan kajian

ANB, investasi PT Wilmar untuk proyek reklamasi mencapai Rp130 triliun degan

panjang 2,5 kilometer dari darat ke lau, dan luas mencapai 8000 hektare. Menurut

salah seorang nelayan di Kecamatan Bojonegara menyatakan bahwa Pemerintah

Provinsi Banten selama ini tutup mata dengan reklamasi PT Wilmar yang telah

terbukti merusak ekosistem laut, dan mengancam keselamatan para nelayan

Bojonegara karena dilarang menangkap ikan di sekitar proyek reklamasi, sehingga

mengakibatkan menurunnya hasil tangkapan ikan para nelayan dan menurunnya

penghasilan nelayan. PT Wilmar juga melakukan reklamasi di Desa Terate

Kecamatan Kramatwatu, dan akan membangun pulau buatan seluas 548 hektare

dengan total area industry yang akan dibangun mencapai 1.748 hektar. Proyek ini

dimlai sejak tahun 2016 setelah izin reklamasinya terbit. Selain PT Wilmar, masih

ada beberapa perusahaan lain yang melakukan reklamasi di wilayah Kecamatan


Pulo Ampel diantaranya adalah PT Indrajaya. Berdasarkan wawancara penulis

dengan Bapa Salim selaku ketua rukun nelayan di Desa Salira Kecamatan Pulo

Ampel mengatakan bahwa PT Indrajaya telah melakukan reklamasi sejak tahun

2018 sampai sekarang. Hal tersebut membuat nelayan tidak bisa lagi mencari ikan

di pesisir pantai, bahkan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang cukup banyak

para nelayan perlu mencari ikan dengan kejauhan minimal 3 mil dari bibir pantai.

Dengan permasalah tersebut membuat hasil tangkapan para nelayan berkurang

sehingga berkurangnya produktivitas ikan di wilayah yang terdampak reklamasi

sangat besar.

Permasalahan reklamasi di Kecamatan Kramatwatu, Bojonegara, dan Pulo

Ampel merupakan permasalahan yang perlu menjadi perhatian khusus pemerintah

Kabupaten Serang. Karena reklamasi pantai merupakan tindakan yang dapat

mengakibatkan kerusakan lingkungan laut dan tidak terpenuhinya kebutuhan

masyarakat akan pangan perikanan. Hal ini dapat terlihat dari menurunnya

pendapatan ikan para nelayan di wilayah tersebut. Di satu sisi, mewujudkan

ketahanan pangan di bidang perikanan merupakan tanggung jawab dari

pemerintah daerah, akan tetapi di sisi lain pemerintah daerah melakukan

pembiaran terhadap tindakan yang dapat mengakibatkan menurunnya produksi

pangan lokal dan tidak terpenuhinya pangan perikanan bagi masyarakat, yang

dalam hal ini tindakan tersebut adalah reklamasi. sehingga perlu adanya penelitian

agar permasalahan yang ada dampaknya tidak bertambah buruk.

BAB IV
IMPLIKASI REKLAMASI PANTAI TERHADAP KETAHANAN PANGAN

DI BIDANG PERIKANAN DI KABUPATEN SERANG MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN

A. A. Analisis Implikasi Reklamasi Pantai terhadap Ketahanan

Pangan di Bidang Perikanan Menurut Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2012 tentang Pangan

Berdasarkan Pasal 1 poin 1 dalam Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir

dan Pulau-pulau Kecil menyebutkan bahwa reklamasi adalah kegiatan

yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber

daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan social ekonomi dengan cara

pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Karena harus meninjau

aspek lingkungan hidup, disebutkan dalam Pasal 7 bahwa aspek

lingkungan hidup yang dimaksud berupa kondisi lingkungan hidup. Pasal

8 menyebutkan bahwa kondisi lingkungan hidup yang dimaksud meliputi

kualitas air laut, kualitas air tanah, kualitas udara, kondisi ekosistem

pesisir (mangrove, lamun, terumbu karang), flora dan fauna, serta biota

perairan. Dalam hal ini ikan termasuk kedalam biota perairan yang harus

ditinjau terlebih dahulu sebelum dilaksanakannya reklamasi, karena

dampak dari reklamasi dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan

yaitu ikan.
Ketersediaan pangan dapat menyangkut hajat hidup masyarakat, baik

produsen (petani) maupun konsumen. Sehingga masyarakat beserta

penyelenggara negara mempunyai hak untuk menentukan sistem

ketahanan pangannya secara mandiri. Ketahanan pangan pada dasarnya

berakar pada terpenuhinya pangan bagi rumah tangga, yang tercermin dari

tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya,

aman, merata, dan terjangkau. Untuk itu, perlu pemikiran bahwa ketahanan

pangan lebih merupakan suatu sistem yang masif dari dua subsistem utama

yang saling berkaitan, yaitu produsen serta produksinya, dan konsumen

serta konsumsinya. Masing-masing subsistem ketahanan pangan tersebut

ditentukan oleh komponen-komponen yang saling mendukung.

Menurut E. Utrecht sejak Negara turut serta akif dalam pergaulan

masyarakat, maka lapangan pemerintahan makin lama makin luas.

Administrasi Negara diserahi kewajiban untuk menyelenggarakan

kesejahteraan umum (bestuurzorg). Diberinya tugas bestuurzorg membawa

bagi administrasi Negara suatu konsekuensi yang khusus. Agar dapat

menjalankan tugas menyelenggarakan kesejahteraan rakyat,

menyelenggarakan pengajaran bagi semua warga Negara, dan sebagainya

secara baik, maka administrasi Negara memerlukan kemerdekaan untuk

dapat bertindak atas inisiatif sendiri, terutama dalam penyelesaian soal-

soal genting yang peraturan penyelenggaraannya belum dibuat oleh badan-

badan kenegaraan yang diserahi fungi legiskatif.

Peran pemerintah dalam perencanaan pangan mencakup banyak


aspek, oleh karenanya banyak instrumen yang dibutuhkan dalam

menjalankan peran tersebut. Instrumen-instrumen tersebut berupa

kebijakan dan program yang mengatur kepentingan pihak satu dengan

yang lain, agar ekonomi pasar berjalan sesuai dengan program dan agenda

pemerintah, salah satunya dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan.

Peran pemerintah dalam ketahanan pangan, merupakan tindakan atau

perbuatan pemerintah yang modern sifatnya dalam mengemban fungsi dan

tugas pokok pemerintahan.

Berdasarkan teori negara kesejahteraan yang dikemukakan oleh

Utrecht yang mengatakan bahwa sejak Negara turut serta akif dalam

pergaulan masyarakat, maka lapangan pemerintahan makin lama makin

luas. Administrasi Negara diserahi kewajiban untuk menyelenggarakan

kesejahteraan umum. Administrasi negara yang dimaksud adalah

pemerintah yang dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten

Serang. Peran pemerintah dalam perencanaan pangan mencakup banyak

aspek, oleh karenanya banyak instrumen yang dibutuhkan dalam

menjalankan peran tersebut.

Berdasarkan Pasal 1 poin 1 dalam Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir

dan Pulau-pulau Kecil menyebutkan bahwa reklamasi adalah kegiatan

yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber

daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan social ekonomi dengan cara

pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Karena harus meninjau


aspek lingkungan hidup, disebutkan dalam Pasal 7 bahwa aspek

lingkungan hidup yang dimaksud berupa kondisi lingkungan hidup. Pasal

8 menyebutkan bahwa kondisi lingkungan hidup yang dimaksud meliputi

kualitas air laut, kualitas air tanah, kualitas udara, kondisi ekosistem

pesisir (mangrove, lamun, terumbu karang), flora dan fauna, serta biota

perairan. Dalam hal ini ikan termasuk kedalam biota perairan yang harus

ditinjau terlebih dahulu sebelum dilaksanakannya reklamasi, karena

dampak dari reklamasi dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan

yaitu ikan.

Pelaksanaan reklamasi diatur dalam Pasal 12 Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

25/PERMEN-KP/2019 tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi di Wilayah

Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menyebutkan bahwa pelaksanaan reklamasi

wajib menjaga dan memperhatikan keberlanjutan kehidupan dan

penghidupan masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa dengan adanya

dampak reklamasi terhadap produktivitas ikan di wilayah yang terdampak

reklamasi akan mempengaruhi keberlanjutan kehidupan dan penghidupan

masyarakat. Karena dengan berkurangnya jumlah ikan di laut akan

mempengaruhi hasil tangkap nelayan dan tingkat konsumsi ikan

masyarakat pesisir. Dapat dilihat pada tabel 3.4 yang merupakan data

konsumsi protein yang bersumber dari hewani termasuk didalamnya ikan

untuk masyarakat Kabupaten Serang yang selalu bertambah dari tahun

2015-2016, sedangkan jumlah produksi protein yang bersumber dari


hewani yang termasuk didalamnya ikan berkurang dari tahun 2015

sejumlah 31,4 persen menjadi 11 persen di tahun 2016. Dapat dilihat pula

pada table 3.6 sampai table 3.8 yang merupakan data volume dan nilai

produksi perikanan tangkap di Provinsi Banten dari tahun 2017 sampai

2019, yang menunjukan adanya penurunan volume perikanan tangkap di

laut wilayah Kabupaten Serang dari Tahun 2018 ke tahun 2019, yang

semula sebanyak 16.654 ton menjadi 7.542 ton.

Berdasarkan data yang diperoleh penulis melalui wawancara

dengan salah satu nelayan di Kecamatan Pulo Ampel yang mengatakan

bahwa wilayah pesisir Desa Salira Kecamatan Pulo Ampel merupakan

wilayah dengan potensi ikan yang baik pada awalnya, namun mulai terjadi

penurunan hasil tangkap ikan setelah dilaksanakannya reklamasi, tidak

adanya kontribusi dari perusahaan yang melaksanakan reklamasi dan

pemerintah daerah membuat kehidupan dan penghidupan masyarakat

pesisir yang terdampak reklamasi menjadi menurun, hal ini berdampak

juga pada tingkat konsumsi ikan yang menurun karena menurunnya hasil

tangkap nelayan.

Menurunnya hasil tangkap nelayan akan berdampak pada

ketahanan pangan di wilayah pesisir, hal ini tentunya tidak sesuai dan tidak

sejalan dengan teori negara kesejahteraan. Dilihat dari dikeluarkannya izin

reklamasi yang bertentangan dengan kesejahteraan masyarakat pesisir di

wilayah Kecamatan Pulo Ampel, Kramatwatu, dan Bojonegara.


A. B. Analisis Target-Target Ketahanan Pangan Bidang Perikanan di

Kabupaten Serang Dicapai dengan adanya Dinas Ketahanan Pangan

dan Perikanan

Kewenangan yang dimiliki pemerintah merupakan kekuasaan yang

dilembagakan. Sebagai kekuasaan yang dilembagakan, pemerintah suatu

negara tidak hanya memiliki kekuasaan tetapi juga mempunyai hak untuk

menguasai, termasuk menguasai hidup orang lain (dalam hal menghukum

mati), hak untuk merebut kekuasaan (dalam arti memungut pajak), dan

menahan kebebasan orang lain (dalam arti memenjarakan seseorang).

Kekuasaan dapat diperoleh melalui kemarahan dan kekerasan atau melalui

wibawa dan penampilan, tetapi juga melalui kemampuan memberi sesuatu

dan janji. Sehingga dalam hal ini kewenangan pemerintah pada hakikatnya

sangat diperlukan untuk mengatur warga negaranya dan mengantisipasi

agar tidak terjadinya tindakan-tindakan kejahatan yang dapat mengancam

keselamatan warga negara dan negara itu sendiri.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Indrohartono, dapat

diketahui bahwa pelimpahan wewenang secara atribusi merupakan

wewenang baru yang berasal dari peraturan perundang-undangan secara

langsung dan dapat diberikan oleh legislator yang bekedudukan sebagai

original legislator dan/atau delegated legislator melalui pasal dalam

peraturan perundang-undangan yang dibuat.

Kewenangan organ perangkat daera atau yang disingkat menjadi

OPD untuk mewujudkan system ketahanan pangan di daerah berdasarkan


keterangan diatas, merupakan kewenangan secara atribusi. Wewenang

yang diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan

perundang-undangan, dengan kata lain organ pemerintahan memperoleh

kewenangan secara lansung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu

peraturan perundang-undangan, dalam atribusi penerima wewenang dapat

menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada

dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang

diatribusikan sepenuhnya pada penerima wewenang (atributaris).

Kewenangan secara atribusi yang diterima oleh Pemerintah

Kabupaten Serang dapat dilihat dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-undang

Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang menyatakan bahwa dalam

pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan

pangan di daerah dan pengembangan produksi pangan lokal di daerah.

Dinas Ketahan Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang merupakan

unsur pelaksana otonomi daerah dipimpin oleh seorang Kepala Dinas

berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati Serang

melalui Sekretaris Daerah. Hal ini tercantum dalam Peraturan Daerah

Kabupaten Serang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan

Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Serang dan Peraturan Bupati

Serang Nomor 56 Tahun 2016 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja

Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

mengamanatkan bahwa negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan,


keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman,

bermutu dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah

hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia, sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya,

kelembagaan dan budaya local. Berdasarkan amanat tersebut, maka

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Serang

2016-2021 dalam pembangunan ketahanan pangan bertujuan untuk

memberdayakan masyarakat agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan

sumber daya yang dikuasainya untuk mewujudkan ketahanan pangan

secara berkelanjutan.

Pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten Serang melalui

Dinas Ketahan Pangan dan Perikanan dilaksanakan oleh :

1. 1. Bidang Ketersediaan dan Distribusi Pangan

2. 2. Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan

Pada tahun 2017 program yang dilaksanakan oleh Dinas Ketahanan

Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang dalam pembangunan ketahanan

pangan adalah program pengembangan dan peningkatan ketersediaan dan

distribusi pangan, dan program pengelolaan konsumsi dan keamanan

pangan.

Penyelenggaraan ketahanan pangan di bidang perikanan yang

dilaksanakan oleh Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Serang merupakan

kewenangan Bidang Perikanan Budidaya dan Bidang Perikanan Tangkap.

Dalam hal ini Bidang Perikanan Tangkap memiliki tugas pokok untuk
memimpin, merencanakan, mengatur, melaksanakan, dan mengawasi

penyelenggaraan tugas pemberdayaan nelayan kecil, sarana dan prasarana,

dan sumberdaya ikan.

Ketersediaan pangan merupakan aspek penting dalam mewujudkan

ketahanan pangan. Penyediaan pangan diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan pangan masyarakat dan meningkatkan kualitas serta kuantitas

konsumsi pangan diperlukan target pencapaian angka ketersediaan pangan

perkapita per tahun sesuai dengan angka kecukupan gizinya. Widya Karya

Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VII tahun 2004 merekomendasikan

kriteria ketersediaan pangan ditetapkan minimal 2200 kal/kapita/hari untuk

energy dan minimal 57 gr/kapita/hari untuk protein.

Berdasarkan table 3.1 tersebut menunjukan bahwa ketersediaan

ikan yang dalam hal ini termasuk kedalam protein hewani pada tahun

2015-2016 di Kabupaten Serang termasuk dalam keadaan tersedia, tabel

tersebut menunjukan keseluruhan protein hewani yang termasuk

didalamnya adalah ikan, perlu diketahui bagaimana ketersediaan ikan di

Kabupaten Serang. Berdasarkan data pada tabel 3.2, menunjukan bahwa

ketersediaan energy selama periode 2015-2016 masih dibawah

rekomendasi WNPG VII dengan rata-rata 2.192,50 kkal/kap/hari dengan

rata-rata pertumbuhan penduduk 3,67 persen per tahun, termasuk

didalmnya dalah ketersediaan ikan.

Tidak terpenuhinya ketersediaan ikan di Kecamatan yang

terdampak reklamasi, yang dalam hal ini adlaah Kecamatan Kramatwatu,


Pulo Ampel, dan Bojonegara akan berpengaruh pada kondisi ketahanan

pangannya. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada

salah satu ketua rukun nelayan di Kecamatan Pulo Ampel menyatakan

bahwa akibat dari reklamasi sangat mempengaruhi produksi ikan serta

hasil tangkap para nelayan, saat ini untuk mencari ikan para nelayan harus

berlayar minimal 3 mil jauhnya. Sedangkan sebelum adanya reklamasi,

kurang dari 3 mil para nelayan sudah mendapatkan hasil tangkapan yang

cukup banyak. Sehingga para nelayan yang terbiasa melakukan one day

fishing tidak perlu menghabiskan waktu berhari-hari untuk mendapatkan

hasil tangkapan yang dapat mencukupi kebutuhan mereka. Hal ini

menunjukan bahwa Pemerintah Daerah dalam hal ini adlah DInas

Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang tidak mencapai

target-target ketahana pangan khususnya bidang perikanan di kecamatan

yang terdampak reklamasi sepenuhnya.

BAB V

PENUTUP

A. A. Kesimpulan
Berdasarkan identifikasi masalah yang teliti, maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut :

1. 1. Implikasi reklamasi pantai terhadap ketahanan pangan di bidang


perikanan menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang

Pangan yaitu tidak terpenuhinya ketersediaan ikan di wilayah yang

terdmpak reklamasi, hal ini tidak sesuai dngan amanat dalam Pasal 12

ayat (2) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang

Pangan menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah

bertanggung jawab atas ketersediaan pangan di daerah dan

pengembangan produksi pangan lokal di daerah, hal ini tentunya tidak

sesuai dan tidak sejalan dengan teori negara kesejahteraan. Yang

mengamanatkan bahwa negara memberikan kesejahteraan sebesar-

besarnya bagi warga negara. Dilihat dari dikeluarkannya izin reklamasi

yang bertentangan dengan kesejahteraan masyarakat pesisir di wilayah

Kecamatan Pulo Ampel, Kramatwatu, dan Bojonegara.

2. 2. Pada tahun 2017 program yang dilaksanakan oleh Dinas Ketahanan

Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang dalam pembangunan

ketahanan pangan adalah program pengembangan dan peningkatan

ketersediaan dan distribusi pangan, dan program pengelolaan konsumsi

dan keamanan pangan. Berdasarkan data pada tabel 3.2, menunjukan

bahwa ketersediaan energy selama periode 2015-2016 masih dibawah

rekomendasi WNPG VII dengan rata-rata 2.192,50 kkal/kap/hari

dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 3,67 persen per tahun,

termasuk didalmnya dalah ketersediaan ikan. Akibat dari reklamasi

sangat mempengaruhi produksi ikan serta hasil tangkap para nelayan.

Hal ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah dalam hal ini adlah
DInas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang tidak

mencapai target-target ketahana pangan khususnya bidang perikanan di

kecamatan yang terdampak reklamasi sepenuhnya.

A. B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka saran yang dapat

diberikan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. 1. Berdasarkan permasalah tersebut, maka perusahaan yang

melaksanakan reklamasi di Kabupaten Serang harus melaksanakan

CSR kepada masyarakat di sekitar wilayah yang terdampak reklamasi,

sehingga kebutuhan akan ikan masayarakat pesisir akan terpenuhi. Dan

perlu adanya kajian terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Daerah agar tidak bertentangan dengan kebijakan lainnya.

2. 2. Berdasarkan permasalah tersebut, maka perlu adanya pengawasan

terhadap pelaksanaan target-target di Dinas Ketahanan Pangan dan

Perikanan Kabupaten Serang, sehingga dengan terpenuhinya target-

target ketahanan pangan, akan mencukupi kebutuhan ikan masyarakat

pesisir yang terdampak reklamasi.


DAFTAR PUSTAKA

A. A. BUKU-BUKU

Achmad Suryana. Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan


pangan,.BPFE. Yogyakarta. 2010.

Aminuddin Ilmar. Hukum Tata Pemerintahan. Prenadamedia. Jakarta. 2014.

Amiruddin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. RajaGrafindo Persada. Jakarta.


2004.
Bambang Hendro Sunarmito. Pertanian Terpadu untuk Mendukung Kedaulatan
Pangan Nasional. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 2014

Buku Profil Dinas Ketanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang Tahun 2017.
Didit Herdiawan. Kedaulatan Pangan Maritim dinamika dan problematika.
Lembaga Ketahan Pangan Nasional RI. Jakarta. 2016.

Edi Susilo dkk. Adaptasi Manusia, Ketahanan Pangan dan Jaminan Sosial
Sumberdaya. UB Press. Malang. 2017.

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat. Hukum Administrasi Negara dan
Kebijakan Peayanan Publik. Nuansa Cendikia. Bandung. 2014.

Letkol Laut (P) Salim. My Fish My Life Ketahanan Pangan dari Laut. Diandra
Pustaka Indonesia. Yogyakarta. 2016.

Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya.


Bandung. 2012.

M. J. Saptenno dan J. Tjiptabudy. Kelembagaan Pertanian dan Perikanan dalam


Rangka Ketahanan Pangan. Deepublish. Yogyakarta. 2015.

Meitry Taqdir Qodratillah. Kamus Bahasa Indonesia. Badan Pengembangan dan


Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
2011.

Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Rajawali Press. Jakarta. 2014.

Ronny Hanitijo Soemitro. Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia.


Jakarta. 1992.

S. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Sinar Grafika. Jakarta. 2011.

Sri Soemantri. Hukum Tata Negara Indonesia Pemikiran dan Pandangan. Remaja
Rosdakarya. Bandung. 2015.

Subejo. 5 Pilar Kedaulatan Pangan Nusantara. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta. 2016.

Tulus T. H. Tambunan. Jokowi dan Kedaulatan Pangan. Mitra Wacana Media.


Jakarta. 2015.

Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum. Sinar Grafika. Jakarta. 2013.

A. B. JURNAL
Harmiati. "Otonomi Daerah dan Permasalahan Ketahanan Pangan." Jurnal IDEA
Fisipol UMB, 2010: Vol. 4 No. 15.
Oman Sukmana. “Konsep dan Desain Negara Kesejahteraan (Welfare State)”.
Jurnal Sospol. 2016: Vol. 2 No. 1.
Rowland B. F Pasaribu. "Ketahanan Pangan Nasional."
Yunastisi Purwaningsih. "Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan, Kebijakan,
dan Pemberdayaan Masyarakat." Jurnal Ekonomi Pembangunan. 2008:
Vol. 11 No. 1.

Metta Indah Pratiwi, Kebijakan Pelaksanaan Reklamasi Pantai di Wilayah


Bojonegara terhadap Pembangunan Industri menurut Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil.

A. C. HUKUM/PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.

Undang-undang Nomor Republik Indonesia 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 tentang


Ketahanan Pangan dan Gizi.

Peraturan Pemerintah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2017 tentang


Penyelenggaraan Pangan.

A. D. KAMUS/ENSIKLOPEDIA/INTERNET/MEDIA LAINNYA

Kamus Besar Bahasa Indonesia


Kamus Hukum

Kamus Indonesia-Inggris

Kamus Inggris-Indonesia

https://www.radarbanten.co.id/nelayan-bojonegara-tolak-reklamasi-pt-wilmar/
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2986349/ini-penampakan-
calon-pulau-buatan-milik-wilmar-di-banten
http://journal.trunojoyo.ac.id/agriekonomika/user/setLocale/id_ID?source=
%2Fagriekonomika%2Farticle%2Fview%2F446

https://dpmptsp.bantenprov.go.id/services/topic/5,

BIODATA
DATA PRIBADI
Nama : WIDIATUL ARAFAH

Tempat, Tgl Lahir : Serang, 06 Juni 1995

Alamat : Kp. Pabuaran RT 001/002 Ds. Pagintungan Kec. Jawilan


Kab. Serang Prov. Banten

Jenis Kelamin : Perempuan

No HP/ Email : 087808115951/ widiatularafah@yahoo.co.id

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

RIWAYAT PENDIDIKAN
TK : TK Tunas Mekar (2001)

SD : SDN Cipocok Jaya 1 (2007)

SMP : MTS Daar el-Qolam (2010)

SMA : SMAS Daar el-Qolam (2013)

Perguruan Tinggi : Sarjana Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

    Magister Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Fakultas/Jurusan : Sarjana Hukum/Ilmu Hukum 2013

    Magister Hukum/ Ilmu Hukum 2017

Anda mungkin juga menyukai