SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ABSTRAK
DJOKO KUSYANTO. Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan Samudera Memasuki Era Globalisasi: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta. Dibimbing oleh: M. Fedi A. Sondita, Daniel R. Monintja, John Haluan dan Soepanto.
Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan dan mengidentifikasi variabel-variabel yang berpengaruh dari setiap faktor-faktor tersebut dan (2) merumuskan strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi. Tujuan pertama dilakukan melalui tahapan analisis untuk mendeteksi (1) pengaruh internal industri (II) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (2) pengaruh eksternal industri (EI) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (3) pengaruh lingkungan ekonomi (LE) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (4) pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (5) pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap pelayanan PPS; (6) pengaruh kinerja pelayanan PPS terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (7) pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (8) pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (9) pengaruh pelayanan PPS terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (10) pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG); (11) pengaruh kinerja industri perikanan (KIP) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG); (12) pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG); (13) pengaruh pelayanan PPS terhadap daya saing global industri perikanan (DSG). Pemodelan industri perikanan dengan studi kasus PPS Nizam Zachman Jakarta ini menerapkan pendekatan Structural Equation Model (SEM), yaitu sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan antara variabel yang relatif rumit secara simultan. Hubungan rumit ini dapat mencakup satu variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk faktor (konstruk) yang dibangun dari beberapa variabel indikator. Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) model industri perikanan berbasis PPS yang dibangun dengan delapan faktor ini dapat digunakan untuk merencanakan dan meramalkan pengembangan industri perikanan dalam perdagangan global karena memenuhi kriteria goodness of fit yang dipakai, yaitu nilai Chi-square, peluang (probability), RMSEA, GFI, AGFI, NFI, CFI, IFI, dan PGFI. Selanjutnya, telah dibuktikan bahwa ke 8 (delapan) faktor tersebut (faktor II, EI, LE, LIP, KB, PEL, KIP, dan DSG) saling berhubungan dan mempengaruhi secara positip. Hal ini berarti setiap perubahan pada salah satu faktor akan mempengaruhi kinerja faktor lainnya dan besar kecilnya pengaruh tersebut tergantung pada besaran perubahan nilai faktor/ variabel. Model industri perikanan ini dapat digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan industri perikanan memasuki pasar global pada pelabuhan perikanan samudera lainnya dengan menambah, mengurangi atau mengubah variabel pembentuk faktor pada lingkungan industri, kebijakan pemerintah, pelayanan PPS, kinerja industri. Penambahan variabel tersebut tetap harus didasarkan pada telaah pustaka yang cermat mengingat penelitian ini bersifat eksplorasi.
Kata kunci : model, industri perikanan, pelabuhan perikanan samudera, globalisasi, PPS Nizam Zachman Jakarta ABSTRACT
DJOKO KUSYANTO. 2006. A Model of Fishery Industry in Ocean Fishing Port towards Globalization. Under supervision of M. Fedi A. Sondita, Daniel R. Monintja, John Haluan and Soepanto.
The objectives of this research are: (1) to analyze factors determining performance of fishery industries and to identify significant variables of each factor, (2) to formulate strategies for developing fishery industries in an ocean fishing port. The first objective was achieved by conducting a series of analysis to identify: (1) influence of internal industries (II) on fishery industry environment (LIP), (2) influence of external industries (EI) on fishery industry environment; 3) influence of economic environment (LE) on fishery industry environment; 4) influence of government policy (KB) on fishery industry environment; 5) influence of government policy on fishing port services (PEL) ; 6) influence of fishing port service on fishery industry environment; 7) influence of government policy on fishery industry performance (KIP); 8) influence of fishery industry environment on fishery industry performance; 9) influence fishing port services on fishery industry performance; 10) influence of government policy on global competitivenes (DSG); 11) influence of fishery industry performance on DSG; 12) influence of fishery industry environment on DSG; 13) influence of fishing port services on DSG. This modeling analysis of the industry (with a case of Nizam Zachman Jakarta Fishing Port) applied structural equation model (SEM) approach, a statistical analysis for simultaneously testing various relationships constructed with complex variables of indicators. This research concluded that: 1) the model of the fishery industry in the Jakarta fishing port constructed with 8 factors can be used to plan and predict fishery industry development to face and compete in global trading since the model fulfill all criteria of goodness of fit (Chi-square, probability, RMSEA, GFI, AGFI, NFI, CFI, IFI, PGFI); 2) Strong relationships among all the factors were identified, it means any significant change in one factor will affect the other factors; 3) the model can be used to explore and formulate development strategies for other ocean fishing ports, but modification of variables of indicators for each factor may be needed since their characteristics are different from the Jakarta fishing port.
Keywords : Model, fishery industry, ocean fishing port, globalization, Jakarta fishing port MODEL INDUSTRI PERIKANAN BERBASIS PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA MEMASUKI ERA GLOBALISASI: KASUS PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA
OLEH: DJOKO KUSYANTO
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
i LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan Samudera Memasuki Era Globalisasi: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta Nama : Djoko Kusyanto NRP : C 526010154
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. H. M. Fedi A. Sondita, MSc Ketua
Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc Anggota
Prof. Dr. Daniel R. Monintja Anggota
Prof. Dr. Ir. Soepanto,MM Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc
Prof. Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, MS
Ujian Tanggal : 13 Oktober 2006
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Djoko Kusyanto, dilahirkan di Blitar Propinsi Jawa Timur, pada tanggal 19 Mei 1949, Putra ke tujuh dari sebelas bersaudara dari pasangan alm. Suyudi dan alm. Kustinah Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Utomo Rini Blitar lulus tahun 1956, pendidikan Sekolah Rakyat Kepanjen Lor I Blitar lulus tahun 1962, lulus dari SMP Negeri I Blitar, tahun 1965. Lulus SMA Negeri 1 Blitar tahun 1968, Lulus Sarjana Perikanan Universitas Diponegoro melalui program Afiliasi dengan Institut Pertanian Bogor pada tahun 1976. Tahun 1996 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 di Program Studi MM IPWI Jakarta Lulus Tahun 1998. Pada September 2001 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi ke Jenjang S3 pada Program Studi Teknologi Kelautan. Penulis saat ini bekerja sebagai Direksi Perum Prasarana Perikanan Samudera Sebagai Direktur pengembangan dan tata pelabuhan. Penulis menikah dengan Sri Lestari, BSc dan telah dikarunia tiga orang anak Ika Hayu Listianti (sekarang sedang menyelesaikan pendidikan dokter di Universitas Islam Sultan Agung/UNISSULA), Rio Hayu Dyanto (sekarang sedang menyelesaikan program sarjana Teknik Sipil Universitas Islam Sultan Agung/ UNISSULA), alm Niko Hayu Dyanto (meninggal tahun 2001 pada usia 14 tahun) .
ii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa penulis panjatkan, karena atas segala limpahan rahmat dan hidayahNyalah sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih untuk disertasi ini adalah Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan Samudera Memasuki Era Globalisasi: Kasus Nizam Zachman Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan bahan pertimbangan untuk pengambil kebijakan pemerintah maupun swasta dalam mengembangkan usaha perikanan. Pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih yang setulusnya dan penghargaan kepada Bapak Dr. Ir. H. M. Fedi A. Sondita, MSc, Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc, Bapak Prof. Dr. Daniel R. Monintja serta Bapak Prof. Dr. Ir. Soepanto, MM atas arahan dan masukan dalam penulisan disertasi ini. Kepada Bapak Dr. Ir. Budi Wiryawan, Bapak Prof. Dr. Lachmuddin Syarani, serta Bapak Dr. Ir. Ari Purbayanto, MSc atas masukan serta saran- saran dalam ujian tertutup dan terbuka. Demikian pula kepada Bapak Ir. Agus Suherman, MSi dan Bapak Drs. Suharnomo, M.Si ; Ibu Erna Iyasin selaku Sekretaris Direktorat Pengembangan dan Tata Pelabuhan PERUM PPS serta bantuan teman-teman yang belum sempat disebutkan satu persatu dalam membantu peneliti menyelesaikan pembuatan disertasi Ucapan terima kasih kami tujukan pula kepada keluarga penulis (Isteri, anak- anak, menantu dan cucu) yang telah memberikan dorongan serta pengorbanan waktu yang diberikan selama penulis melakukan studi dan penelitian. Demikian juga penulis ucapkan terima kasih kepada para pengusaha industri perikanan yang berada di kawasan PPSNZ Jakarta yang telah bersedia membantu dan memberikan data serta informasi tentang kegiatan perusahaannya untuk pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada para pejabat dari berbagai instansi di lingkungan PPSNZ Jakarta serta instansi terkait diluar PPSNZ Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan disertasi ini masih belum sempurna, untuk itu saran dan masukan-masukan yang membangun sangat penulis harapkan, semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, September 2006
Djoko Kusyanto
iii DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... i KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .............................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vii 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 7 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 9 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 10 1.5 Keterbatasan Penelitian ................................................................... 11 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 13 2.1 Pelabuhan Perikanan Samudera Sebagai Pusat Pengembangan Industri ............................................................................................. 13 2.2 Lingkungan Industri Perikanan.................................................... .... 16 2.2.1 Internal Industri ........................................................................ 18 2.2.2 Eksternal Industri ..................................................................... 19 2.2.3 Lingkungan Ekonomi ............................................................... 20 2.3 Kebijakan Pemerintah...................................................................... 21 2.4 Kinerja Industri Perikanan................................................................ 23 2.5 Daya Saing Global Industri Perikanan........................................ ..... 24 2.6 Penelitian Terdahulu................................................................... ..... 25 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 28 3.1 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 28 3.2 Tatalaksana Penelitian ..................................................................... 35 3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 37 3.3.1 Data Primer ............................................................................. 37 3.3.2 Data Sekunder ........................................................................ 38 3.3.3 Pengolahan Data Mentah ....................................................... 38 3.4 Jenis dan Jumlah Data yang Diperlukan .......................................... 38 3.5 Pengambilan Sampel ........................................................................ 39 3.6 Metode Analisis Data........................................................................ 39 3.7 Waktu dan Lokasi Penelitian............................................................. 40 3.8 Model Persamaan Struktural (Structural Equation Model / SEM) ... 41 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 53 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 53 4.1.1 Peran PPSNZ Jakarta dalam mendukung pengembangan industri perikanan .................................................................... 53 4.1.2 Fasilitas PPSNZ Jakarta ......................................................... 55 4.1.3 Pengelolaan PPSNZ Jakarta .................................................. 63 4.1.4 Kinerja PPSNZ Jakarta ........................................................... 69 4.1.5 Industri Perikanan .................................................................... 60
iv 4.2 Hasil Analisis SEM ........................................................................... 74 4.2.1 Kesesuaian model dengan data ............................................. 74 4.2.2 Hasil pengujian hipotesis ........................................................ 78 4.3 Pembahasan .................................................................................... 83 4.3.1 PPS Sebagai Basis Pengembangan Industri Perikanan ........ 83 4.3.1.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap pelayanan PPS ............................................................ 83 4.3.1.2 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap Lingkungan Industri Perikanan (LIP) .......................... 86 4.3.1.3 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap Kinerja Industri Perikanan ....................................................... 90 4.3.1.4 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap Daya Saing Global (DSG) industri perikanan ...................... 93 4.3.2 Lingkungan Industri Perikanan (LIP) ...................................... 96 4.3.2.1 Pengaruh faktor internal industri terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) ............................................... 97 4.3.2.2 Pengaruh faktor eksternal industri terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) ............................ 98 4.3.2.3 Pengaruh faktor lingkungan ekonomi terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) ............................ 99 4.3.2.4 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) ............................ 100 4.3.3 Kinerja Industri Perikanan (KIP) ............................................. 102 4.3.3.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap kinerja industri perikanan (KIP) ................................... 102 4.3.3.2 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap kinerja industri perikanan (KIP) ................... 104 4.3.3.3 Pengaruh faktor pelayanan terhadap kinerja industri perikanan (KIP) ........................................................... 105 4.3.4 Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) ....................................................................................... 108 4.3.4.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap daya saing global industri perikanan ................................... 108 4.3.4.2 Pengaruh faktor kinerja industri perikanan (KIP) terhadap daya saing global industri perikanan ........... 111 4.3.4.3 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap daya saing global industri perikanan ........... 114 4.3.4.4 Pengaruh faktor pelayanan terhadap daya saing global industri perikanan ............................................. 115 4.4 Strategi Pengembangan Industri Perikanan Berbasis PPS ............ 117 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 120 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 120 5.2 Saran ................................................................................................ 121 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 123
Halaman
v DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1 Kerangka operasional variabel ......................................................... 46 2 Goodness of fit statistics .................................................................. 51 3 Tingkat pendidikan SDM UPT-Nizam Zachman .............................. 65 4 Tingkat Pendidikan SDM PPPS Jakarta .......................................... 67 5 Jenis pelayanan untuk industri perikanan di PPSNZ Jakarta Tahun 2001- 2005 ............................................................................ 69 6 Jumlah kapal ikan di PPSNZ Jakarta tahun 2003 ........................... 70 7 Produksi ikan didaratkan di PPSNZ Jakarta .................................... 72 8 Jumlah ekspor ikan dari PPSNZ Jakarta ......................................... 74 9 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model .............................. 75 10 Hasil uji nilai lambda atau faktor loading baku ................................ 77 11 Regression weight model industri perikanan memasuki era globalisasi ......................................................................................... 78 12 Pengujian hipotesis .......................................................................... 79 13 Komponen penting dari faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan di PPSNZ Jakarta ............................................... 81
vi DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1 Modifikasi agrobased industry cluster (ABIC) Porter (1990) dan Kotler (1997) ..................................................................................... 18 2 Strategi kebijakan pemerintah dalam mendukung industri perikanan (Porter.1990) ................................................................... 22 3 Aspek kajian dan tata laksana penelitian dengan pendekatan SEM .................................................................................................. 36 4 Tahapan pengumpulan data dan analisis data ................................ 38 5 Proses dan kaidah analisis data (Solimun 2002) ............................ 40 6 Langkah-langkah pendekatan SEM (Hair et al. 1998) .................... 42 7 Model path diagram .......................................................................... 44 8 Model hubungan dan pengaruh antar faktor dan pengaruh variabel terhadap masing-masing faktor ......................................... 47 9 Lay out pembagian blok industri perikanan di PPSNZ Jakarta ...... 56 10 Kolam PPSNZ Jakarta ..................................................................... 57 11 Turap (revetment) untuk menahan longsor tanah PPSNZ Jakarta.. 58 12 Jalan komplek industri dan masyarakat di PPSNZ Jakarta ............. 58 13 Tuna Landing Center (TLC) di PPSNZ Jakarta ............................... 59 14 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPSNZ Jakarta ........................... 59 15 Coldstorage di PPSNZ Jakarta ........................................................ 60 16 Pabrik es milik Perum PPSNZ Jakarta ............................................ 60 17 Slipway milik Perum PPSNZ Jakarta ............................................... 61 18 Pusat Pemasaran Ikan (PPI) di PPSNZ Jakarta ............................. 62 19 Organisasi UPT-PPSNZ Jakarta ...................................................... 64 20 Organisasi PPPS Jakarta ................................................................. 66 21 Jenis kapal penangkapan ikan tuna ................................................. 71 22 Jenis ikan tuna didaratkan ............................................................... 71 23 Industri processing tuna loin ............................................................ 72 24 Jenis produk processing tuna loin pesanan pasar ekspor .............. 73 25 Distribusi dan rantai pemasaran ikan di PPSNZ Jakarta ................ 74 26 Structural equation model dari industri perikanan di PPSNZ Jakarta ............................................................................................... 75
vii DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1 Peta lokasi PPS NIZAM ZACHMAN ................................................ 129 2 Data sampel industri perikanan ........................................................ 130 3 Output analisis data penelitian menggunakan LISREL 8.72 ........... 132
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sumberdaya ekonomi yang strategis untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Makna strategis itu tercermin dari kondisi objektif kira-kira dua per tiga wilayah Indonesia adalah perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk, dan selat. Keseluruhannya adalah bagian dari perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km 2 . Selain itu, Indonesia juga memiliki hak pengelolaan dan pemanfaatan ikan di zona ekonomi eksklusif (ZEE), yaitu perairan yang berada 12 hingga 200 mil dari garis pantai titik titik terluar kepulauan Indonesia. Luas ZEE sekitar 2,7 juta km 2 . Dengan demikian, Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya alam hayati dan non hayati di periran yang luasnya sekitar 5,8 juta km 2 . Selain sumber daya perairan, Indonesia juga memiliki 17. 508 pulau yang menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar di dunia (Nikijuluw 2002). Selanjutnya disebutkan juga bahwa sumberdaya perikanan laut di Indonesia masih cukup melimpah, data terakhir menunjukan bahwa potensi lestari sumberdaya laut yang besarnya 6,4 juta ton/tahun, baru dimanfaatkan sekitar 59,53%. Permintaan ikan dunia dari tahun ketahun menunjukan kecenderungan yang semakin meningkat sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk dan kualitas hidup yang diikuti dengan perubahan pola makan masing-masing masyarakat. Peningkatan kualitas hidup menyebabkan bergesernya komposisi jenis makanan ke makanan sehat yang dicirikan dari rendahnya kandungan kolesterol dan tingginya kandungan protein sebagaimana terdapat pada ikan (Dirjen Perikanan Tangkap 2002). Komoditi hasil perikanan ini selain untuk konsumsi dalam negeri juga merupakan komoditi ekspor yang bernilai tinggi. Pada saat ini konsumsi ikan Indonesia diperkirakan sebesar 21,77 kg/tahun/kapita, sedangkan konsumsi dunia menurut FAO telah mencapai 27,5 kg/tahun/kapita, sehingga perlu upaya untuk peningkatan. Kondisi seperti ini akan mendorong pembangunan sektor perikanan menjadi lebih besar, ditambah dengan memanfaatkan dan menyatukan seluruh fungsi yang terkait dengan pembangunan, terutama dengan adanya sistem administrasi pembangunan yang lebih kondusif dan didukung program perencanaan serta pelaksanaan kegiatan yang semakin terarah dan efisien (Kamaluddin 2002).
2 Upaya yang dilakukan untuk pembangunan sektor perikanan adalah dengan cara menyediakan berbagai kemudahan untuk memberikan berbagai fasilitas yang menunjang keberhasilan usaha perikanan seperti kemudahan untuk mendapatkan sarana produksi/perbekalan ke laut, mendaratkan hasil tangkapan dan menjamin pemasarannya, sehingga menjamin kelancaran sejak mulai produksi sampai pemasarannya. Faktor utama untuk mendukung pengembangan usaha perikanan khususnya kegiatan penangkapan adalah dengan tersedianya prasarana penangkapan ikan berupa pelabuhan perikanan/pendaratan ikan (PP/PPI) sebagai tempat berlindung dan berlabuh bagi kapal-kapal perikanan, mengisi bahan perbekalan serta mendaratkan ikan hasil tangkapannya. Pada hakekatnya pelabuhan perikanan merupakan kawasan pengembangan industri perikanan. Pembangunan pelabuhan perikanan disuatu daerah merupakan embrio pembangunan perekonomian di suatu daerah (Manurung 1995). Urgensi pelabuhan perikanan dalam kegiatan perikanan cukup jelas, yakni sebagai tempat berlabuh kapal/perahu perikanan dan tempat melakukan kegiatan bongkar muat sarana produksi dan produksi. Fungsi pelabuhan perikanan sangat luas. Keberadaan pelabuhan perikanan dalam arti fisik, seperti kapasitas pelabuhan harus mampu mendorong kegiatan ekonomi lainnya sehingga pelabuhan perikanan menjadi kawasan pengembangan industri perikanan. Dengan diberlakukannya AFTA (Asean Free Trade Area), APEC (Asia Pacific Economic Council) 2010 dan WTO (World Trade Organization) pada 2020, merupakan cermin globalisasi tata ekonomi dunia (borderless economy). Guna mengantisipasinya, diperlukan peningkatan daya saing (competitiveness) serta penciptaan produk unggulan (comperative product). Komoditi perikanan juga dihadapkan pada suatu tantangan yang harus diantisipasi, karena dalam perdagangan internasional komoditi perikanan tidak hanya ditentukan oleh faktor penawaran dan permintaan tetapi banyak dipengaruhi oleh berbagai perjanjian konvensi internasional. Dalam mengantisipasi pemberlakuan GATT (General Agreement Tariff and Trade); dimasa mendatang akan terjadi tata perdagangan dunia baru seperti penurunan hambatan-hambatan tarif, sehingga perdagangan bebas akan menuntut penghapusan subsidi dan proteksi. Sebagai konsekuensinya akan menjadi ancaman karena peserta pasar yang memperoleh keuntungan dari kuota ekspor
3 bilateral, secara bertahap harus menghadapi kenyataan bersaing secara terbuka dalam merebut pasar suatu negara, akibatnya akan timbul persaingan dalam perdagangan internasional yang semakin ketat (Eriyatno dan Winarno 1999). Tantangan perdagangan komoditi perikanan era globalisasi yang terkait dengan perjanjian internasional dapat dikelompokkan kedalam 3 bagian : (1) Perjanjian internasional yang bermuara menjaga kelestarian sumber daya perikanan seperti United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS) dan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Sedangkan yang bersifat regional ditujukan untuk species ikan tertentu seperti International Convention for the Conservation of Atlantic Tuna (ICCAT) (2) Perjanjian internasional yang bermuara lingkungan hidup khususnya Convention on International Trade of Endangered Species (CITES) dimana isi perjanjiannya menyatakan bahwa beberapa jenis ikan atau fauna laut dan air tawar dibatasi pemasarannya karena populasinya semakin menurun. (3) Perjanjian internasional tentang perdagangan yaitu perjanjian World Trade Organization (WTO). Perjanjian ini mempunyai implikasi yang sangat besar terhadap perdagangan global komoditi perikanan. Tantangan lain dalam pengembangan industri perikanan adalah pada kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam perikanan yang dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri (industri berbasis sumberdaya alam). Oleh karena itu industri perikanan akan mempunyai keunggulan komperatif apabila mampu memanfaatkan sumberdaya yang mempunyai nilai tambah, dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, harga produknya bersaing, serta memiliki sumberdaya manusia yang potensial, artinya untuk menghasilkan produk yang memiliki daya saing tinggi diperlukan kekuatan internal didalam industri agar dapat menghasilkan produk bermutu sesuai dengan selera konsumen (Gardjito1996). Selain memiliki keunggulan komperatif industri perikanan masih harus dihadapkan pada tantangan untuk memiliki keunggulan kompetitif. Industri perikanan dikatakan memiliki keunggulan kompetitif apabila dapat melakukan peningkatan efisiensi. Peningkatan efisiensi bagi industri perikanan terutama di negara berkembang mutlak diperlukan dan harus dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait terutama dari internal industri perikanan; karena kegagalan
4 meningkatkan efisiensi akan berakibat kegagalan dalam persaingan usaha baik nasional maupun internasional. Upaya untuk dapat meningkatkan efisiensi adalah melalui pemilihan teknologi yang sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan sumberdaya manusia. Pemilihan teknologi di negara maju selalu dikaitkan dengan ketersediaan dan kemampuan sumberdaya manusia. Selain teknologi, upaya efisiensi dalam industri perikanan adalah kemudahan mendapatkan bahan baku dan harga bahan baku relatif murah. Memasuki era globalisasi dalam memperoleh bahan baku yang murah, industri perikanan akan mengimpor bahan baku dari luar negeri (Putro 2001). Menghadapi persaingan yang sedemikian ketat tantangan berikutnya dari industri perikanan selain upaya efisiensi, industri perikanan akan dihadapkan pada upaya untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen, karena konsumen akan menuntut jaminan persyaratan mutu produk yang tinggi. Kepuasan konsumen disini adalah tingkat perasaan seseorang yang dihasilkan dari membandingkan tampilan produk secara nyata (Gardjito 1996). Industri perikanan juga akan dihadapkan pada berbagai hambatan seperti ditolaknya produk ekspor hasil perikanan oleh beberapa negara tujuan ekspor seperti Eropa dan Amerika, sebagai akibat mutu produk tidak terjamin dan memenuhi persyaratan, karena diduga tercemar logam berat. Posisi penawaran harga produk yang lemah karena harga ditentukan oleh negara tujuan ekspor yaitu Jepang dan Amerika, Uni Eropa dan Korea. Untuk mengantisipasi gejala ini industri perikanan harus dikembangkan dan pemikiran pengembangan melalui agroindustri, karena industri perikanan membutuhkan ketersediaan bahan baku berkembang tanpa dukungan kegiatan perikanan yang menghasilkan bahan baku primer (ikan). Untuk penyediaan bahan baku primer harus didukung oleh sarana (alat tangkap dan kapal) maupun infrastruktur berupa pelabuhan perikanan yang dilakukan secara bersamaan dan harmonis (Wahyuni 2002). Kesempatan berkembang industri perikanan masih terbuka sangat luas di Indonesia dan dapat berhasil apabila mampu memanfaatkan peluang potensi resources yang dimiliki. Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, sangat beralasan industri perikanan dikembangkan, antara lain karena: (1) Indonesia memiliki sumberdaya laut sebagai bahan baku industri berupa ikan dengan potensi sekitar 6,7 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan
5 58,5%. Secara faktual kondisi industri perikanan masih belum sepenuhnya memanfaatkan potensi tersebut, sehingga perlu melakukan terobosan guna meningkatkan nilai tambah produk agar mampu bersaing dipasaran dunia. (2) Jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta jiwa merupakan potensi tenaga kerja dan konsumen potensial (3) Penambahan jumlah penduduk dunia dan perubahan pola makan dari red meat menjadi white meat mendorong industri perikanan mampu menyediakan makanan ikan yang berkualitas dengan harga kompetitif. Untuk menjawab segenap tantangan dan menghadapi berbagai hambatan diatas; strategi kebijakan pemerintah untuk mendukung kemampuan industri perikanan menurut Putro (2002) adalah : (1) Membangun prasarana berupa pelabuhan perikanan samudera yang tidak lain adalah untuk memberi pelayanan dalam pengembangan industri perikanan (2) Menghilangkan birokrasi yang dapat menghambat kinerja industri (3) Mengembangkan dan mendorong organisasi nelayan agar nelayan tradisional mampu meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan usahanya guna memanfaatkan sumberdaya perikanan guna mensuplai kebutuhan bahan baku industri (4) Menyediakan modal investasi dan modal kerja kepada industri perikanan agar mampu meningkatkan kualitas produk dengan harga yang kompetitif untuk memenangkan persaingan pasar. PPS Nizam Zachman (PPSNZ) Jakarta merupakan pelabuhan perikanan terbesar dibandingkan pelabuhan perikanan yang lain di Indonesia. Jumlah dan keberadaan industri perikanan yang ada di PPSNZ Jakarta sudah bertaraf internasional serta mempunyai produk hasil industri yang mampu bersaing di pasar internasional. PPSNZ Jakarta dibangun dengan maksud untuk menjembatani hubungan antara masyarakat perikanan atau nelayan dengan konsumen, dalam hal ini untuk menyelamatkan nelayan dari tengkulak demi kesejahteraannya, dan untuk pengawasan dinas. Orientasi pengelolaan PPSNZ Jakarta tidak semata-mata pada bisnis (komersil), tetapi juga pada public service dengan menyediakan sarana dan prasarana perikanan yang dapat dimanfaatkan oleh konsumen. Tujuan pembangunan PPSNZ Jakarta adalah; (1) meningkatkan kemampuan
6 armada penangkapan ikan samudera; (2) meningkatkan eksport hasil perikanan untuk menambah devisa negara dari sektor non migas; (3) menyediakan kawasan industri untuk kegiatan industri perikanan yang berorientasi kepada pemberian nilai tambah produksi perikanan. PPSNZ Jakarta dilengkapi berbagai fasilitas untuk mendukung industri perikanan yang dimulai pada PELITA III. Biaya pembangunan mendapat bantuan dana dari OECF (Jepang) dan dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Tahap I dimulai tahun 1980 dengan pengurukan (reklamasi) laut di teluk Jakarta seluas 60 ha. Tahap II dibangun fasilitas dasar berupa : penahan gelombang, dermaga, revetment, tempat pelelangan ikan, kawasan industri, jalan kompleks, kolam pelabuhan seluas 40 Ha dengan kedalaman -4 m sampai 7 m yang diperuntukkan kapal industri diatas 60 GT. Tahap III dibangun berbagai fasilitas slipway dan bengkel. Pada tahap IV dilakukan rehabilitasi dan pengembangan fasilitas jalan kawasan industri, gedung pertokoan, pusat pendaratan ikan tuna, perluasan pusat pemasaran ikan, rehabilitasi tempat pelelangan ikan, penambahan slipway, serta dilakukan perbaikan rencana induk pengembangan PPSNZ Jakarta. Pertumbuhan industri perikanan yang memanfaatkan PPSNZ Jakarta cukup pesat sejak dibangun tahun 1980 sampai 2004 rata-rata 7 industri perikanan per tahun sehingga saat ini mencapai jumlah 139 unit industri perikanan. Pertumbuhan industri perikanan yang begitu cepat ternyata kinerja industri perikanan masih belum mampu bersaing dipasar internasional bahkan daya saing diantara 75 Negara perikanan menurun dari posisi 44 menjadi posisi 67 sehingga tertinggal dengan Malaysia, Thailand,Philippina dan Vietnam (Putro 2001). Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan suatu kajian terpadu dan komprehensif tentang model industri perikanan yang berbasis di PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi. Adanya hubungan atau saling keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lain dalam sistemnya membuat persoalan dalam pengembangan industri tersebut semakin kompleks. Oleh karena itu, dalam pemecahannya akan dilakukan dengan pendekatan Model Persamaan Struktural/Sruktural Equation Model (SEM). Model persamaan struktural (SEM) adalah sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit secara simultan. Hubungan rumit itu
7 dapat dibangun antara satu variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen. 1.2 Perumusan Masalah Pembangunan pelabuhan perikanan yang dilakukan sejak Pelita II didasarkan pada program yang mempunyai prospek jangka panjang sebagai konsekwensi logis dan realisasi dari segenap kebutuhan masyarakat nelayan oleh sebab itu secara prinsip pelabuhan perikanan merupakan public utility yang kepentingan-kepentingannya menyangkut hajad orang banyak, disamping sebagai social overhead capital untuk mendorong berkembangnya usaha perikanan baik penangkapan, pengolahan maupun pemasaran hasil-hasil perikanan. Sebagai sebuah infrastruktur pembangunan ekonomi, pelabuhan perikanan memiliki peranan penting sebagai penggerak roda ekonomi suatu kawasan. Pembangunan pelabuhan perikanan merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam upaya mengurangi overhead cost industri perikanan. Melalui pelabuhan perikanan tersebut industri perikanan akan mendapat pelayanan dan kemudahan untuk berusaha sehingga produk yang dihasilkan dapat bersaing. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang perikanan yang diubah menjadi Undang Undang no. 31 tahun 2004 fungsi pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pengembangan masyarakat perikanan, tempat berlabuh bagi kapal perikanan, pusat pendaratan ikan hasil tangkapan, pembinaan mutu hasil perikanan, pusat penanganan dan pengolahan hasil perikanan, pusat pemasaran dan distribusi hasil perikanan, pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data, pusat pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan. Dikaitkan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi PPS maka variabel pelayanan pelabuhan perikanan yang akan diteliti adalah 1) Pelayanan produksi (tambat labuh kapal) , 2) Pelayanan processing (air, es, cold storage); 3) Pelayanan pemasaran baik dalam dan luar negeri; 4) Pelayanan logistik kapal ikan; 5) Pelayanan fasilitas industri perikanan (air, listrik, telephone, kawasan industri, BBM) Sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah dalam menyongsong era globalisasi pembangunan perikanan terus dipacu di bidang penangkapan mulai dari pengembangan sarana produksi, pasca panen, pengolahan dan pemasaran yang didukung dengan prasarana penunjang yang disebut prasarana pelabuhan
8 perikanan (PP) atau pangkalan pendaratan ikan (PPI). Usaha perikanan di dalam kawasan pelabuhan perikanan akan menjadi kondusif, karena di kawasan tersebut tersedia fasilitas yang dibutuhkan oleh nelayan, pemakai jasa perikanan dan tercipta rasa aman dan gangguan alam sekitar. Pelabuhan perikanan sebagai salah satu sarana ekonomi dan sosial, yang diharapkan mampu mengembangkan pola usaha perikanan yang lebih maju (modern) dalam hal ini kinerja industri perikanan yang berbasis PPS. Namun demikian, pembangunan pelabuhan perikanan memerlukan anggaran yang sangat besar baik untuk biaya investasi awal maupun untuk pengoperasiannya, sehingga berdampak pada tingginya harga pokok penjualan dari barang dan jasa untuk melayani konsumen. Jika konsumen harus membeli barang dan jasa yang disediakan oleh PPS berakibat kinerja industri perikanan berbasis PPS masih belum mampu bersaing memasuki era globalisasi. Pada konteks ini, kewajiban pemerintah adalah harus menciptakan iklim usaha yang kondusif agar kegiatan ekonomi yang dilakukan dalam kawasan pelabuhan perikanan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi industri yang berbasis di PPS. Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian tentang Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan Samudera Memasuki Era Globalisasi : Kasus PPSNZ Jakarta adalah sebagai berikut: (1) Apakah ada pengaruh dari internal industri terhadap lingkungan industri perikanan dan kinerja industri perikanan ?. (2) Apakah ada pengaruh dari eksternal industri terhadap lingkungan industri perikanan dan kinerja industri perikanan ? (1) Apakah ada pengaruh dari lingkungan ekonomi terhadap lingkungan industri perikanan dan kinerja industri perikanan ? (2) Apakah ada hubungan dan pengaruh antara kebijakan pemerintah terhadap lingkungan industri perikanan ? (3) Apakah ada hubungan dan pengaruh kebijakan pemerintah terhadap tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta? (4) Apakah ada pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta terhadap lingkungan industri perikanan ? (5) Apakah ada pengaruh kebijakan pemerintah terhadap kinerja industri perikanan ?
9 (6) Apakah ada pengaruh lingkungan industri perikanan terhadap kinerja industri perikanan ? (7) Apakah ada hubungan dan pengaruh antara pelayanan PPSNZ Jakarta terhadap kinerja industri perikanan ? (8) Apakah ada hubungan dan pengaruh antara kebijakan pemerintah terhadap daya saing global industri perikanan ? (9) Apakah ada hubungan dan pengaruh kinerja industri perikanan terhadap daya saing global industri perikanan ? (10) Apakah ada hubungan dan pengaruh lingkungan industri perikanan terhadap daya saing global industri perikanan ? (11) Apakah ada pengaruh tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta terhadap daya saing global industri perikanan ? (12) Bagaimana membangun variabel yang optimal untuk meningkatkan kinerja industri perikanan berbasis PPS? (13) Bagaimana merumuskan strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah di atas dapat dikemukakan tujuan penelitian ini, yakni : 1.3.1 Tujuan umum Membangun model industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi. 1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan dan mengidentifikasi variabel-variabel yang berpengaruh dari setiap faktor-faktor tersebut, untuk itu dilakukan tahapan-tahapan analisis terhadap: (1) Pengaruh internal industri (II) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) (2) Pengaruh eksternal industri (EI) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP)
10 (3) Pengaruh lingkungan ekonomi (LE) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) (4) Pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) (5) Pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) (6) Pengaruh kinerja pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) (7) Pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap kinerja industri perikanan (KIP) (8) Pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap kinerja industri perikanan (KIP) (9) Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap kinerja industri perikanan (KIP) (10) Menganalisis dan membahas pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG) (11) Pengaruh kinerja industri perikanan (KIP) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG). (12) Pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG) (13) Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG) (2) Merumuskan strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian tentang analisis model pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi ini akan menganalisis dan membahas hubungan serta pengaruh kebijakan, pelayanan PPSNZ Jakarta, kinerja industri perikanan, lingkungan industri perikanan, dan daya saing industri dalam menghadapi era globalisasi. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat pada : (1) Pemahaman tentang variabel-variabel yang mempengaruhi industri perikanan dan daya saing produk perikanan memasuki era globalisasi. (2) Perumusan kebijakan dan langkah strategis guna meningkatkan kinerja dan memperkuat daya saing industri perikanan.
11 (3) Penajaman perencanaan dan strategi pembangunan kelautan dan perikanan khususnya pelayanan pelabuhan perikanan samudera dalam mendukung industri perikanan. (4) Sebagai dasar pengembangan penelitian di bidang teknologi kelautan dan perikanan, khususnya aspek perencanaan industri perikanan dan pelabuhan perikanan. (5) Pengusaha industri perikanan dalam menanamkan investasi sebagai upaya mengembangkan usahanya guna mengantisipasi era globalisasi. (6) Pengambil kebijakan untuk meramalkan kinerja industri perikanan dalam mengantisipasi persaingan pasar bebas. (7) Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan untuk digunakan sebagai pedoman dalam mengambil kebijakan dalam pembangunan prasarana berupa pelabuhan perikanan guna mendukung dan membina industri perikanan. 1.5 Keterbatasan Penelitian Model pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi difokuskan terutama pada industri perikanan yang berorientasi eksport. Dengan segenap fasilitas dan pelayanan sebagai lingkungan industri. Lokasi penelitian di PPSNZ Jakarta terletak di Muara Baru Jakarta Utara. Analisis ini beorientasi pada peningkatan kinerja industri perikanan yang berdaya saing dan berbasis pelabuhan perikanan samudera untuk menghadapi pasar global. Kendala dan keterbatasan pada penelitian ini adalah : (1) Keterbatasan data dan informasi dari industri perikanan karena belum tentu semua sampel yang diambil akan memberikan data dan informasi secara transparan sehingga harus dilakukan pengujian (2) Jumlah sampel yang dipersyaratkan dalam perangkat lunak yang akan digunakan kemungkinan belum dapat mencukupi, sehingga akan dilakukan konfirmasi dan penyesuaian data yang diperoleh. (3) Penelitian model industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi akan dibatasi pada analisis pengaruh : - Lingkungan industri perikanan yang terdiri dari variabel penelitian internal industri, lingkungan ekonomi, ekternal industri
12 - Kebijakan pemerintah untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perikanan, dengan variabel penelitian kebijakan pemerintah yang sudah diberlakukan dan pengaruhnya terhadap industri perikanan - Pelayanan PPSNZ Jakarta sebagai penyedia fasilitas sesuai kebutuhan industri perikanan - Kinerja industri perikanan dengan variabel penelitian a) kinerja keuangan yaitu : laba/rugi, ROI, ROE, b) kinerja pemasaran yaitu: volume penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan, kemampuan diversifikasi produk, mutu produk, kemampuan harga bersaing dan c) kinerja sumberdaya manusia yaitu : penyerapan tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, persaingan antar perusahaan. - Daya saing industri perikanan dengan variabel produk 1) harga 2) quality; 3) delivery 4) beberapa variabel daya saing lainnya. Karena keadaan yang akan datang selalu berubah-ubah, maka harus dipertimbangkan ketidak pastian variabel yang mempengaruhi perencanaan peramalan; karena tidak mungkin mengkuantifikasi pengaruh perencanaan secara lengkap dan sempurna; walaupun perlu diuji tingkat risiko (Gittinger 1982). (4) Obyek penelitian adalah industri perikanan yang ada didalam kawasan PPSNZ Jakarta yang merupakan salah satu pelabuhan perikanan terbesar dibandingkan dengan 4 (empat) pelabuhan perikanan samudera lainnya yang ada di Indonesia. Kondisi lingkungan industri perikanan yang ada didalam kawasan tidak dapat disamakan dengan industri yang ada diluar kawasan pelabuhan perikanan samudera. (5) Pada penelitian ini tidak sepenuhnya faktor-faktor yang diteliti dapat dikendalikan, tetapi di dalam pelaksanaannya akan menggali dan mengkaji informasi sehingga kendala yang dihadapi adalah mengkuantifikasi dari pada informasi tersebut. Akibatnya dapat saja terjadi penilaiannya tidak sepenuhnya sesuai dengan fakta dilapangan. Hal ini dicoba dieliminasi dengan cara penyesuaian melalui asumsi-asumsi.
13 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Samudera Sebagai Pusat Pengembangan Industri Pelabuhan perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan serta merupakan tempat berlabuh bagi kapal-kapal perikanan yang akan datang dan pergi dari operasi penangkapan ikan, juga sebagai tempat perbaikan kapal dan melindungi kapal dari badai dan topan. Pengertian tentang pelabuhan perikanan sebagai pusat pelayanan umum, sebenarnya banyak macam rumusannya. Sebagai suatu lingkungan kerja, pelabuhan perikanan berfungsi sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan produksi perikanan. Fungsi tersebut meliputi berbagai macam aspek yakni sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan, tempat berlabuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan hasil tangkapan, tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan, pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan, pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil tangkapan, serta pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan). Sebagai suatu lingkungan kerja maka pelabuhan perikanan terdiri atas berbagai fasilitas atau sarana yang dapat mendukung kelancaran kerja; namun demikian fungsi yang harus diemban sebagai suatu lingkungan kerja adalah cukup luas dan majemuk sehingga memerlukan berbagai tatanan yang diperlukan sehingga lingkungan kerja pelabuhan perikanan tetap dapat berfungsi secara optimal. Terselenggaranya berbagai fungsi tersebut tentunya atas adanya kerjasama yang terkoordinasi/terintegrasi antara berbagai instansi maupun institusi yang berkaitan dengan pengembangan usaha dan masyarakat perikanan. Pelabuhan perikanan berdasarkan skala pelayanan yang diberikan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelas dan yang terbesar adalah pelabuhan perikanan samudera, untuk selanjutnya disebut PPS. Pelabuhan ini adalah pelabuhan perikanan kelas A, yang skala layanannya sekurang-kurangnya mencakup kegiatan usaha perikanan diwilayah laut teritorial, zona ekonomi eksekutif Indonesia dan wilayah perairan internasional (keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor KEP.10/MEN/2004 tentang pelabuhan perikanan). Walaupun tidak dirumuskan secara eksplisit akan tetapi menurut uraian pengertian tersebut di atas, pelabuhan perikanan antara lain juga berfungsi
14 sebagai pusat pengolahan dan pembinaan mutu hasil perikanan; suatu mata rantai dari sistem produksi yang banyak memberikan nilai tambah dalam seluruh rantai perjalanan distribusi hasil perikanan mulai dari ditangkap dari laut sampai berada di konsumen. Pembangunan pelabuhan perikanan yang direncanakan untuk menjadi pelabuhan perikanan samudera disiapkan untuk menampung industri perikanan dan harus mampu melaksanakan segenap fungsi tersebut diatas. Berkaitan dengan hal diatas, maka jenis dan kapasitas fasilitas yang dibangun disesuaikan dengan kondisi dan tingkat kebutuhan industri perikanan pada wilayah yang bersangkutan. Sebagai landasan operasional dari penyediaan pelabuhan perikanan maka adanya kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam Intruksi Presiden nomor 1 tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan kebijakan yang diharapkan dapat mendukung pengembangan usaha masyarakat termasuk industri perikanan. Mengingat pelabuhan perikanan samudera merupakan lingkungan kerja untuk melayani kegiatan perikanan berarti fungsi yang diemban cukup luas dan majemuk. Oleh karena itu didalam pengelolaannya memerlukan berbagai tatanan yang kondusif. Pengelola dalam menjalankan kewajiban harus dapat memberikan pelayanan terbaik agar kinerja pelabuhan perikanan tetap dapat berfungsi secara optimal untuk melayani industri perikanan (Elfandi. 2000). Pengertian pelayanan terbaik bagi pengelola pelabuhan perikanan paling tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut (Murdiyanto. 2004): 1) Kesederhanaan; yaitu prosedur atau tatacara pemberian pelayanan mudah dipahami sehingga dapat dilaksanakan dengan cepat dan lancar serta tidak berbelit-belit. 2) Mengandung kejelasan dan kepastian pelayanan umum, secara rinci memuat ketentuan berikut : (1) Tatacara pelayanan mudah diikuti (2) Jenis persyaratan yang harus dipatuhi oleh pengguna baik teknis maupun administratif (3) Unit kerja dan pejabat yang memberikanan pelayanan (4) Jenis dan rincian biaya serta tatacara pembayaran (5) Jangka waktu penyelesaian pelayanan
15 (6) Hak dan kewajiban kedua belah pihak baik pemberi maupun penerima pelayanan sesuai bukti pemrosesan (7) Pejabat yang menerima keluhan pelanggan (8) Keamanan, setiap pelanggan akan mendapatkan rasa aman dan kepastian hukum selama proses pelayanan diberikan (9) Keterbukaan yaitu seluruh prosedur, persyaratan pejabat/unit kerja penanggung jawab pelayanan, jangka waktu pelayanan,rincian biaya,tarif yang berlaku berkaitan dengan pelayanan wajib diinformasikan ke pelangganserta terbuka sehingga dapat diketahui oleh masyarakat umm baik diminta atau tidak. (10) Ketepatan waktu, seluruh prosedur yang sudah ditetapkan dapat dilaksanakan dalam kurun waktu yang ditentukan (11) Efektif, maksudnya persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan kesesuaian antara persyaratan dengan produk pelayanan. Dihindari timbulnya pengulangan pemenuhan kelengkapan persyaratan terutama antara unit kerja atau antar instansi (12) Ekonomis; yaitu penetapan biaya pelayanan umum harus wajar dan sesuai ketentuan yang berlaku (13) Keadilan maksudnya jangkauan pelayanan umum harus luas dan merata serta dapat dinikmati oleh semua pihak. Pada saat ini menurut data Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap tahun 2004 terdapat 5 pelabuhan perikanan samudera (PPS) ; 11 pelabuhan perikanan nusantara (PPN), 40 pelabuhan perikanan pantai (PPP) yang terdiri dari 3 (tiga) PPP yang dikelola oleh Departemen Kelautan dan Perikanan; serta 37 PPP yang dikelola oleh Pemerintah Daerah. Khusus untuk mendukung pengembangan industri perikanan setiap pelabuhan perikanan disediakan fasilitas berupa tanah kawasan Industri yang dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas sesuai kebutuhan industri perikanan. Untuk mendukung kinerja industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan samudera Nizam Zachman maka pelayanan pelabuhan perikananan sebagai wujud pelaksanaan kebijakan pemerintah harus dapat melaksanakan tugasnya sesuai kebijakan yang telah ditetapkan yaitu memberikan pelayanan optimal kepada industri perikanan.
16 Dalam konsep pembangunan ekonomi, sektor minabisnis (padanan agribisnis di sektor Pertanian) mencakup 4 (empat) sub sektor yaitu : Pertama, subsektor minabisnis hulu (up-stream fisherybusiness) yakni kegiatan industri dan perdagangan yang menghasilkan sarana produksi perikanan primer (pembibitan, alat dan mesin penangkapan, perkapalan, bahan penunjang, dan lain-lain) :Kedua, subsektor usaha penangkapan (on-farm fisherybusiness) yakni kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi perikanan primer untuk menghasilkan komoditas primer (termasuk perikanan budidaya dan usaha penangkapan ikan); Ketiga, sub-sektor minabisnis hilir (down-stream fisherybusiness) yakni kegitan industri yang mengolah komoditas primer menjadi produk olahan (pengalengan ikan, pengemasan ikan segar, industri pengolahan ikan, dll); beserta perdagangan dan distribusinya (pasar tradisional, supermarket, distributor, dan sebagainya); dan Keempat, sub-sektor jasa penunjang (fishery- supporting institutions) yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi minabisnis (perbankan, Litbang, kebijakan pemerintah, dan lain-lain). Berdasarkan pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa banyak penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada sektor minibisnis (yang berbasis perikanan), sehingga jika kita membicarakan kegiatan usaha pada umumnya, usaha kecil, menengah dan koperasi khususnya, maka sebagian besar akan berada di sektor minabisnis (Dirjen Perikanan Tangkap 2005). Kegiatan minibisnis, akan berkembang dengan baik di pelabuhan perikanan bila ditujang dengan fasilitas yang memadai dan pelayanan yang prima. Keempat subsektor minabisnis merupakan satu-kesatuan yang saling membutuhkan dan saling melengkapi, untuk itu perlu ditumbuhkembangkan di pelabuhan perikanan sebagai stimulan bagi kegiatan usaha perikanan lainnya. 2.2 Lingkungan Industri Perikanan (LIP) Pengertian industri menurut Kotler (1997) adalah sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk atau kelas produk yang merupakan subtitusi dekat satu sama lainnya. Pengertian substitusi dekat disini adalah produk dengan elastisitas silang permintaan yang tinggi; Jika permintaan akan suatu produk meningkat sebagai akibat kenaikan harga suatu produk lain, kedua produk tersebut merupakan substitusi dekat. Bagi produk processing perikanan yang dihasilkan oleh suatu industri perikanan jika harga ikan tuna meningkat atau sulit didapat dipasaran orang akan beralih ke produk jenis ikan lainnya (seperti
17 cakalang, kakap, udang,dan sebagainya) sehingga ikan tuna dan ikan cakalang atau ikan kakap merupakan barang substitusi dekat. Lingkungan industri adalah salah satu faktor terpenting untuk menunjang keberhasilan industri dalam persaingan. Untuk membuat atau menentukan tujuan, sasaran dan strategi yang akan diambil, diperlukan suatu analisis mendalam serta menyeluruh mengenai lingkungan dimana suatu industri berada. Lingkungan industri dapat dibagi dua, dimana pembagian kedua lingkungan di dasarkan pada besarnya pengaruh industri terhadap lingkungan-lingkungan tersebut, yaitu lingkungan Internal (lingkungan dalam industri) dan lingkungan eksternal (lingkungan luar industri) Lingkungan industri maupun lingkungan pemasaran akan selalu mengalami perubahan dan selalu menimbulkan peluang baru, tantangan baru maupun ancaman baru. Setiap industri harus memiliki manajer yang tugasnya selalu mengamati setiap perubahan dan sekaligus mengidentifikasi setiap perubahan apakah perubahan merupakan peluang ancaman bahkan tantangan. Kegagalan dalam mengidentifikasi perubahan lingkungan industri atau pemasaran dapat berakibat kegagalan industri. Porter (1990) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri dapat terbagi menjadi 3 penentu keberhasilan industri yaitu ; Lingkungan Internal Industri, untuk menggali informasi tentang LII (Life Internal Industri) adalah mengenai potensi SDM yang dimiliki industri, teknologi yang digunakan iindustri dan keuangan serta asset yang dimiliki industri (kepemilikan asset). Faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi industri dapat didekati dengan melihat kondisi ketersediaan pemasok infrastruktur berupa mesin dan teknologi, ketersediaan jasa-jasa antara lain jasa pelatihan pegawai, keuangan (bank), dan pelayanan pemerintah. Disamping itu, terdapat faktor lingkungan ekonomi industri yang diduga ada hubungan kuat pengaruhnya bersama faktor eksternal industri terhadap lingkungan industri adalah perkembangan teknologi perikanan yaitu informasi dan transportasi, situasi perdagangan dunia, serta ketersediaan sumberdaya alam dan energi (Gambar 1)
18 INDUSTRI PEMASOK (MESIN TEKNOLOGI, BAHAN BAKU) BAHAN BAKU BAHAN PROCESSING MESIN & PERLENGKAPAN INDUSTRI PENDUKUNG HULU INDUSTRI FOKAL INDUSTRI HILIR R&D MARKET R&D MARKET R&D MARKET VALUE ADDED PRODUKSI BAHAN BAKU PROCESSING PRIMAIR PROCESSING SEKUNDER/ TERTIER KONDISI EKONOMI FAKTOR-FAKTOR -TEKNOLOGI -R & D -INFORMASI GLOBAL -LINGKUNGAN -ENERGI -SDM -MODAL -PEMBIAYAN -SUMBER AIR -DLL NILAI TAMBAH PERTENAGA KERJA PRODUKTIVITAS PER UNIT INDUSTRI JASA , INDUSTRI TERKAIT, MODAL PELAYANAN BANK PELAYANAN R & D PELAYANAN TRAINING PELAYANAN PEMELIHARAAN PELAYANAN TRANSPORT PELAYANAN DISTRIBUSI PELAYANAN EKSPOR PASAR EKSPOR DOMESTIK
Gambar 1 Modifikasi agrobased industry cluster (ABIC) Porter (1990) dan Kotler (1997)
Dengan demikian justifikasi variabel yang mempengaruhi faktor lingkungan industri perikanan adalah : - Internal industri (II) - Eksternal industri (EI) - Lingkungan ekonomi (LE) Tiga diatas adalah indikator penelitian yang akan dijelaskan oleh beberapa variabel bebas dengan justifikasi sebagai berikut : - Internal industri (II) akan dijelaskan dengan indikator : SDM yang terlibat didalam kegiatan Industri (jumlah, tingkat pendidikan, pengalaman); teknologi industri yang digunakan; keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan - Kondisi eksternal industri (EI) akan dijelaskan dengan indikator perkembangan teknologi, jasa pelatihan pegawai; dan ketersediaan infrastruktur dari pemerintah - Lingkungan ekonomi (LE) akan dijelaskan dengan indikator perkembangan teknologi, situasi perdagangan dunia, dan daya beli masyarakat . 2.2.1 Internal industri (II) Faktor internal industri memegang peranan penting dan merupakan faktor dominan terhadap keberhasilan kinerja industri seperti ; 1) sumberdaya manusia yang dimiliki industri (jumlah, tingkat pendidikan, usia, pengetahuan,
19 pengalaman) dan secara faktual kondisi sumber daya manusia yang bergerak dibidang perikanan masih memiliki pendidikan relatif rendah. Disamping itu, teknologi yang digunakan oleh industri perikanan masih disesuaikan dengan tingkat kemampuan sumberdaya manusia menggunakan teknologi yang sederhana terutama dalam penanganan pasca panen ; akibatnya mutu bahan baku yang disuplai untuk keperluan industri perikanan rendah. Rendahnya mutu bahan baku ini sangat berpengaruh terhadap mutu hasil produksi, dampak yang dirasakan adalah produk hasil industri tidak dapat bersaing dipasaran terutama pasar global (Wahyuni. 2002). Faktor berikut yang termasuk dalam internal industri adalah 2) teknologi yang digunakan oleh perusahaan; disamping mempertimbangkan faktor efisiensi dan menghadapi pesaing harus mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya manusia yang akan mengelola teknologi yang akan digunakan. Apabila pemilihan teknologi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya manusia, maka pemilihan teknologi tinggi merupakan salah satu jawaban dari peningkatan efisiensi (Putro.2002} Di sisi lain pemilihan teknologi disamping untuk kemajuan industri harus dapat menyerap tenaga kerja, dengan demikian di samping itu harus mempertimbangkan keserasian kapasitas mesin yang digunakan, berarti harus dipertimbangkan pula bahwa mesin tidak banyak menimbulkan kerusakan (efisiensi), hemat energi dan tersedia suku cadang, praktis serta mudah dioperasionalkan. Dengan demikian pemilihan teknologi merupakan salah satu pertimbangan dalam menentukan keberhasilan pengembangan industri perikanan. Disamping hal diatas maka faktor 3) keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan dalam kaitannya dengan rencana pengembangan dimasa datang. Keterbatasan modal usaha sangat mempengaruhi kepemilikan asset perusahaan hal ini dapat menghambat pengembangan industri dimasa mendatang terutama menghadapi pesaing yang memiliki modal cukup kuat. Kemudian sulitnya mendapatkan modal usaha dari perbankkan serta besarnya bunga pinjaman mengakibatkan sulitnya perusahaan untuk mengembangkan usahanya. 2.2.2 Eksternal industri (EI) Faktor eksternal industri seperti 1) perkembangan teknologi industri, mesin dan kelengkapan teknologi yang sangat diperlukan dalam proses produksi. Kapasitas dan kualitas infrastruktur yang tersedia sangat mempengaruhi proses produksi, pada gilirannya akan berdampak pada tingkat efisiensi. Kebijakan pemerintah membangun infrastruktur berupa pelabuhan perikanan diatur melalui
20 undang-undang nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan jo. undang-undang nomor 31 tahun 2004 dalam rangka menunjang peningkatan produksi perikanan dimaksudkan juga untuk memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan, mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat perikanan serta mempercepat pelayanan terhadap seluruh kegiatan yang bergerak dibidang usaha perikanan. Disamping itu faktor 2) ketersediaan jasa pelatihan sangat mendukung dalam upaya perusahaan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki. Jasa pelatihan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi maupun lembaga pendidikan dan pelatihan swasta sangat menolong upaya perusahaan untuk meningkatkan kemampuan maupun keterampilan sumberdaya manusia yang terlibat didalam perusahaan baik manajerial maupun operator.(Madecor group. 2002) Demikian pula dengan 3) ketersediaan infrastruktur berupa sarana dan prasarana (pelabuhan perikanan, transportasi, pemasaran) yang dapat mendukung dan memberikan kemudahan serta efisiensi produksi Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung industri tidak tertutup kemungkinan timbulnya biaya untuk mendapatkan sarana dan prasarana. Faktor eksternal industri ini harus disediakan oleh pemerintah untuyk memberikanan pelayanan kepada industri agar benar-benar dapat mendukung kinerja industri perikanan. (Putro S. 2002 ; Wayuni. 2002) 2.2.3 Lingkungan ekonomi (LE) Faktor kondisi lingkungan ekonomi diduga juga akan dapat mempengauhi lingkungan industri perikanan antara lain: 1) lingkungan teknologi kemajuan teknologi baik informasi maupun transportasi akan mendorong kearah efisiensi dan ini sangat strategis dalam era persaingan, karena dengan munculnya teknologi baru kemungkinan akan mengancam teknologi yang sudah ada. Hasil riset dan pengembangan (research & development / R & D) merupakan salah satu sub system yang akan selalu mendorong tumbuh dan berkembangnya teknologi, karena hal ini akan mendorong (motivasi) dalam mengambil langkah perbaikan secara terus menerus dan upaya pengembangan proses produksi sehingga akan diperoleh hasil optimal sesuai tujuan perusahaan. Faktor penting lainnya adalah 2) situasi perdagangan dunia dengan munculnya informasi global; dengan semakin majunya teknologi komunikasi informasi global memegang peranan penting dalam pemasaran terutama untuk
21 mengetahui dan mempelajari kebutuhan pelanggan. Informasi ini digunakan untuk mempersiapkan strategi kebijakan dalam memasuki dan menghadapi persaingan pasar. Perubahan budaya makan dari daging ke ikan dapat mempengaruhi persaingan produk makanan yang berasal dari bahan baku ikan. Faktor yang ikut berpengaruh adalah 3) sumberdaya alam dan energi yang tersedia dalam mensuplai kebutuhan bahan baku industri. Keunggulan ketersediaan sumberdaya alam dan energi khususnya sumberdaya perikanan yang dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri ini dapat mempengaruhi tingkat kemampuan komperatif dan memperkuat keunggulan bersaing industri jika mampu memanfaatkan sumberdaya yang mempunyai nilai tambah (Gardjito 1996). 2.3 Kebijakan Pemerintah Kebijakan 1) pembangunan pelabuhan perikanan yang telah dikeluarkan dan dilaksanakan mulai pelita ke II antara lain bertujuan mendukung pembangunan perikanan dan rencana pembangunan lima tahun berikutnya. Pada Pelita ke V pembangunan prasarana perikanan berupa pelabuhan perikanan perlu disesuaikan dan ditata kembali terutama manajemen pelabuhan perikanan. Untuk mendukung hal diatas maka dikeluarkan kebijakan 2) membentuk badan usaha milik negara (Perusahaan umum prasarana perikanan samudera melalui peraturan pemerintah nomor 2 tahun 1990). Tujuan pembentukan badan usaha tersebut adalah agar fungsinya pelabuhan perikanan seperti yang diamanatkan dalam Undang undang nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan dapat terpenuhi, yakni disamping sebagai penunjang utama kegiatan dibidang produksi, juga mencakup penunjang pengelolaan, penyaluran hasil, pemasaran dan pelestarian sumber yakni dalam bentuk; (a) prasarana penangkapan ikan; (b) prasarana penanganan dan pengolahan hasil; (c) prasarana penyaluran hasil/pemasaran; dan (d) prasarana pelestarian sumber. Tindak lanjut dari kebijakan tersebut pada Pelita ke 6 (REPELITA VI: 1994-1998) adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan pendapatan petani nelayan melalui upaya optimasi pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan serta peningkatan nilai tambah hasil-hasil perikanan. Kemudian pada tahap berikutnya perlu peningkatan penyediaan dan distribusi bahan pangan komoditas perikanan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan konsumsi gizi masyarakat. Dilain pihak perlu mendorong dan
22 meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif. Tujuan berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah mendorong peningkatan pertumbuhan industri didalam negeri melalui penyediaan bahan baku dan meningkatkan penerimaan devisa (Murdjijo 1997). Untuk mencapai tujuan pembangunan perikanan tersebut sasaran pembangunan perikanan dalam REPELITA VI antara lain adalah peningkatan ekspor sebesar 9,7% pertahun, baik akhir Repelita VI ekspor hasil perikanan diperkirakan akan mencapai 800 ribu ton dengan nilai US $ 2.134 juta. Berdasarkan kondisi diatas maka strategi kebijakan yang dilaksanakan adalah melalui pendekatan agribisnis dan agroindustri, untuk mendukung rencana diatas maka kebijakan 3) pengaturan pemanfaatan prasarana didalam kawasan industri perikanan berupa kemudahan mendapatkan modal usaha dan investasi bagi industri perikanan dikeluarkan melalui keputusan menteri Kelautan dan Perikanan nomor 32 tahun 2000 dan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 12 tahun 2001. Dalam mewujudkan penerapan kebijakan dibidang perikanan diatas, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah meningkatkan keterkaitan fungsional antar subsistem sehingga setiap kegiatan pada masing-masing subsistem dapat berjalan secara berkelanjutan dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Selain itu pengembangan agribisnis juga harus mampu meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan dengan diarahkannya pada pengembangan kemitraan usaha antara usaha skala besar dan skala kecil secara serasi dan dilakukan melalui pengembangan sentra produksi perikanan dalam suatu skala ekonomi yang efisien. FAKTOR KONDISI - SUMBER DAYA ALAM - SDM - PENGETAHUAN - MODAL - INFRA STRUKTUR - TEKNOLOGI STRATEGI PERUSAHAAN / STRUKTUR PERSAINGAN - STRUKTUR, LOKASI - PERSAINGAN, RESIKO INDUSTRI PERIKANAN & TERKAIT - PERSAINGAN INDUSTRI PENDUKUNG - PERSAINGAN INDUSTRI TERKAIT PENENTUAN PERMINTAAN - BESAR PERMINTAAN - SEGMEN USAHA - PERMINTAAN GLOBAL - SALING KETERGANTUNGAN PELUANG -KEJADIAN TIDAK DAPAT DIPREDIKSI -HAMBATAN EKSTERNAL -TEKNOLOGI PEMERINTAH -FASILITAS & KENDALA KEBIJAKAN -INVESTASI UNTUK UMUM
Gambar 2 Strategi kebijakan pemerintah dalam mendukung industri perikanan (Porter.1990)
23 Keterkaitan antar faktor dalam pengembangan industri perikanan perlu dukungan dan peranan pemerintah terutama dalam penyediaan fasilitas dan ketentuan investasi. Sebagai upaya untuk memenuhi permintaan konsumen, industri perikanan perlu mendapat suplai dari dukungan infrastruktur, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan faktor permodalan. Dilain pihak faktor internal perusahaan yaitu strategi perusahaan dalam memanfaatkan faktor pendukung, cara menghadapi pesaing, pemanfaatan infrastruktur yang efektif, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar optimal dengan biaya minimal atau dengan resiko yang paling kecil. 2.4 Kinerja Industri Perikanan Kinerja industri perikanan antara lain diukur dari keberhasilan tingkat kinerja keuangan. Sebagai variablel keberhasilan kinerja keuangan diukur oleh 1) tingkat laba (rugi) perusahaan, 2) tingkat pengembalian investasi (Return of investment/ ROI), dan 3) tingkat return on equity (ROE) serta perkembangan dari industri perikanan (Kotler 1997) Kemudian variabel kinerja industri perikanan berikutnya adalah dibidang pemasaran, dalam hal ini penting yang harus ditangani dengan serius diantaranya adalah tersedianya 4) informasi pasar yang cepat, tepat dan akurat terutama tentang 5) mutu produk, dan 6) harga produk. Ketersediaan Informasi pasar merupakan salah satu komponen yang strategis agar mampu mengembangkan pemasaran lebih luas baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Untuk menghasilkan informasi yang akurat diperlukan kerjasama yang erat antar instansi terkait, pihak swasta dan assosiasi perikanan untuk menciptakan transparansi pasar. Dilain pihak penetapan harga produk disamping untuk kepentingan industri juga harus memperhatikan harga yang ditawarkan oleh para pesaingnya. Untuk mengukur indikator pemasaran berikutnya 7) volume penjualan, 8) Pertumbuhan penjualan; 9) pertumbuhan pelanggan. Berdasarkan kondisi diatas berarti sistem pendukung agribisnis yaitu pembinaan mutu, pengolahan (agroindustri) sangat penting. Memasuki era globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan, membawa konsekuensi bagi produk perikanan Indonesia mampu bersaing dipasaran, baik didalam maupun diluar negeri. Untuk mengantisipasikan persaingan bebas tersebut dan guna meraih keunggulan kompetitif diperlukan upaya antara lain peningkatan efisiensi usaha dan 10) diversifikasi produk, manajemen mutu serta pengembangan pemasaran. Namun demikian kinerja industri juga harus diukur
24 dengan 11) tingkat penyerapan tenaga kerja; 12) produktivitas kerja (Wahyuni. 2002) Menurut Murdjijo (1997) peningkatan keunggulan kompetitif produk perikanan dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan dan pengelolaan faktor produksi, distribusi dan pemasaran hasil serta manajemen mutu produk. Disamping itu harus tanggap terhadap kecenderungan adanya perubahan permintaan pasar sebagai titik tolak dalam memperoleh pangsa yang maksimal dan berkelanjutan. Produk yang dikembangkan harus memenuhi spesifikasi dan segmen pasar tertentu, agar penetapan harga produk yang kompetitif dapat ditetapkan untuk memperoleh peningkatan volume penjualan. Dalam upaya diversifikasi produk peranan sumberdaya manusia perlu dipertimbangkan terutama untuk menghasilkan nilai tambah yang tinggi, dapat menyerap tenaga kerja maupun peningkatan kesejahteraan tenaga kerja secara wajar. Memasuki pasar bebas berarti akan terjadi persaingan produk yang sejenis dari berbagai negara, sehingga diperlukan produktivitas tenaga kerja. Sedangkan pelanggan akan semakin maju dan canggih karena permintaan produk lebih bervariasi, kualitas dan pelayanan lebih baik terutama kehandalan (reliability) dan tepat waktu (response time) Dengan demikian model kinerja industri perikanan sebagai variabel kinerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : - Peningkatan kinerja keuangan (laba (rugi) ; ROI dan ROE) - Pemasaran ( informasi pasar ,diversifikasi produk, mutu produk, harga produk, peningkatan volume penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan) - Sumberdaya manusia (penyerapan tenaga kerja, produktivitas kerja, kesejahteraan tenaga kerja) 2.5 Daya saing global Industri perikanan Memasuki era globalisasi akan terjadi pertumbuhan perdagangan global dan persaingan internasional yang eksplosif. Di sini tidak ada negara yang tetap dapat terisolasi dari ekonomi dunia. Jika negara itu menutup pasarnya dari persaingan asing, penduduknya akan membayar lebih mahal untuk barang berkualitas lebih rendah. Tetapi jika negara itu membuka pasarnya, akan menghadapi persaingan ketat dan banyak usaha domestiknya akan menderita (Kotler. 1997).
25 Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuatan baru yang akan dihadapi adalah perubahan teknologi. Diramalkan akan terjadi perkembangan teknologi informasi dan kecepatan komunikasi, bahan-bahan baru kemampuan biogenetika dan obat-obatan, keajaiban elektronik dan sebagainya. Perubahan terjadi dengan kecepatan luar biasa seperti merek makanan, bentuk perubahan baru, meningkatnya kepekaan konsumen akan merek dan mutu serta harga barang sehinga perusahaan ataupun industri harus mampu merubah keunggulan komperatif menjadi keunggulan kompetitif diperlukan upaya efisiensi. Peningkatan efisiensi suatu industri dapat dilakukan dengan pemilihan teknologi yang sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan sumberdaya manusia. Upaya perusahaan yang berhasil dalam merubah teknologi dan efisiensi ternyata ada yang gagal dalam meningkatkan pendapatan jika tidak memiliki visi pemasaran dan keahlian pemasaran. Berbagai tuntutan aturan globalisasi lainnya yang memaksa industri harus mampu bertahan dan menyesuaikan seperti lingkungan hidup, hak azasi manusia , ketersediaan sumberdaya. Untuk meningkatkan daya saing industri, termasuk industri perikanan dimasa datang harus mampu menghasilkan produk dengan berbagai macam persyaratan yang lebih lengkap dan rinci seperti jaminan kandungan nutrisi, komposisi bahan baku, keamanan mengkonsumsi, aspek lingkungan hidup bahkan aspek hak asasi manusia (pengeksploitasian buruh). Dalam penelitian menganalisis industri perikanan memasuki era globalisasi akan dikaji mengenai kemampuan produk bersaing global karena itu harus berbasis global. Berbagai strategi untuk mengembangkan industri perikanan memasuki pasar global serta faktor pendukung yang mempengaruhinya. Selain mengamati perusahaan yang menghasilkan produk dan pasar yang sama , pengamatan variabel yang mempengaruhi kinerja industri perikanan seperti kemampuan kondisi keuangan, pemasaran serta sumberdaya manusia yang terlibat didalam industri perikanan. 2.6 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian mengenai restrukturisasi pertanian berbasis industri yang mengkaji masalah industri processing dan ikan kaleng di Indonesia bagian timur (Madecor Group. 2001) memberikan rekomendasi agar pemerintah Indonesia pertama, mengarahkan para investor bersedia membangun dibidang industri pemasok seperti mesin dan perlengkapan, kapal, peralatan penangkapan, fasilitas pembuatan dan perawatan kapal ikan; penelitian ini perlu
26 dikaji lebih lanjut sampai sejauh mana pengaruh dari penyediaan segenap fasilitas yang disarankan dibangun dapat mendukung kinerja industri memasuki era globalisasi. Kedua, meningkatkan kemampuan manajemen pelabuhan perikanan dan melengkapi fasilitas seperti cold storage dan pabrik es serta sarana transportasi yang dilengkapi dengan fasilitas pendingin, artinya dengan perbaikan manajemen pelabuhan perikanan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pelabuhan sehingga mampu mempengaruhi kinerja industri perikanan, daya saing global industri. Ketiga, mengembangkan pelabuhan perikanan di kawasan Indonesia bagian timur seperti pelabuhan Bitung untuk mendukung industri processing perikanan agar dapat lebih efisien artinya kebijakan pemerintah membangun dan menyediakan infrastruktur diperlukan agar dapat mempengaruhi kinerja industri dan mampu meningkatkan efisiensi sehingga industri memiliki daya saing global. Keempat, mengembangkan pemasaran ikan melalui penetapan zona ekonomi strategis , artinya segenap kebijakan dan pelayanan pelabuhan perikanan akan dapat mempengaruhi dan mendukung kemampuan daya saing pemasaran produk secara global. Penelitian Eriyatno dan Winarno (1996) mengenai pemodelan sistem pengendalian mutu produk kualitas ekspor agroindustri perikanan rakyat menyimpulkan bahwa model AGUAFISH (statistic quality control dan quality cost concept) merupakan model SPK (sistem penunjang keputusan) untuk membantu pengguna pengambil keputusan yang berkaitan dengan masalah mutu produk kualitas ekspor. Agroindustri perikanan rakyat model sampling berguna untuk menentukan pilihan rancangan pengambilan contoh, sedangkan modul inspeksi berguna untuk membantu dala pemeriksaan mutu produk. Modul biaya berguna untuk melakukan prakiraan biaya mutu. Penelitian memberikan suatu dorongan untuk menganalisis suatu model industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan samudera Penelitian Sunarya (1996) mengenai prospek pengembangan pasca panen perikanan di Indonesia memberikan informasi bahwa hasil produksi ikan di jawa dan sumatera yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan dalam keadaan segar hanya 60% dan sisanya 40% diproses pindang, peda, terasi, asap, beku, kaleng dan tepung ikan. Dominasi utama ikan olahan adalah ikan asin dan peda. Pemanfaatan hasil produksi sebagian besar masih digunakan untuk mencukupi kebutuhan makanan diwilayahnya dan sebagian kecil dipasarkan antar pulau dan diekspor. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dan pelayanan
27 pelabuhan perikanan dalam menyediakan infrastruktur dan pelayanan akan mempengaruhi kinerja industri dan mendorong kemampuan daya saing industri. Penelitian Clucas dan Basmal (1995) yang dikutip oleh Sunarya (1996) mengenai masalah perikanan pelagis kecil dipantai utara Jawa dan upaya pemecahannya menunjukkan bahwa kerugian akibat kerusakan mutu hasil tangkapan disebabkan oleh berbagai faktor seperti desain palka ikan di kapal kurang baik, kurangnya penggunaan es akibat es relatif mahal, kesalahan penanganan ikan di tempat pelelangan ikan (TPI) kurangnya sarana pendukung (cold storage, pabrik es, pasokan air) di pelabuhan perikanan. Dampak yang dirasakan adalah sulitnya mendapatkan bahan baku industri. Demikian pula dengan penelitian ini bahwa tanpa dukungan kebijakan pemerintah dalam penyediaan infrastruktur dan pelayanan pelabuhan perikanan akan mempengaruhi kinerja industri perikanan terlebih untuk meningkatkan kemampuan daya saing. Hasil pengamatan Putro (2001) selaku atase pertanian dan sebagai perutusan Republik Indonesia untuk Uni Eropa, Brussel, produk pengolahan hasil perikanan dipasar global akan menghadapi peluang dan tantangan perdagangan. Dalam hal ini Indonesia harus menangkap peluang sebelum sektor perikanan dimasukkan dalam perjanjian GATT/ WTO yaitu mengupayakan agar tarif bea masuk dapat dikurangi dan diberlakukan secara fair dan non diskriminatif. Disamping itu harus meningkatkan kualitas (mutu) produk karena akan menghadapi program rapid alert system Uni Eropa dan automatic detention yang diberlakukan oleh Amerika serikat . Hal ini mengisyaratkan bahwa perlu segera diambil campur tangan pemerintah dengan berbagai kebijakan untuk mendukung industri perikanan memasarkan produknya memasuki era globalisasi.
28 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Globalisasi merupakan fakta yang mempengaruhi kehidupan individu dan bangsa. Globalisasi mentransformasi perdagangan, keuangan, ketenagakerjaan, teknologi, komunikasi, lingkungan, dan bahkan kehidupan sosial dan kultural bangsa-bangsa di dunia dewasa ini. Oleh karena itu globalisasi merupakan faktor utama yang harus dicermati dalam mendayagunakan sumber daya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan. Secara singkat, bahwa globalisasi berkaitan dengan semakin terbukanya perdagangan dunia dan terintegrasinya perekonomian bangsa. Globalisasi merupakan fenomena yang sudah lama didengungkan namun baru terasa dampaknya dalam berapa tahun terakhir. Di masa mendatang dampak globalisasi tersebut akan semakin nyata dalam kehidupan sebuah bangsa. Di satu sisi globalisasi secara potensial dapat memberikan manfaat yang berlimpah bagi kehidupan ekonomi, sosial dan politik serta kebudayaan, namun di sisi lain jika tidak dikelola dengan baik dan tanpa persiapan yang memadai maka dampak negatif dari globalisasi akan muncul. Globalisasi merupakan peluang sekaligus tantangan yang harus dicermati dan merupakan bagian yang sangat mempengaruhi dan menentukan arah dan hasil dari pembangunan kelautan secara optimal dan berkelanjutan (Dahuri 2002). Bagaimanakah hubungan antara globalisasi dengan gagasan pembangunan di bidang kelautan secara optimal dan berkelanjutan? Sampai sejauh mana globalisasi bermanfaat pada perikanan Indonesia? Usaha dan persiapan apa yang diperlukan agar proses globalisasi dapat memberi peluang bagi pengembangan dan pembangunan kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan? Dalam kaitan itu, penelitian ini mengkaji berbagai faktor yang mempengaruhi pengembangan perikanan, dan bagaimana globalisasi kemudian ikut mewarnai semua aspek perdagangan. Penelitian ini akan memberikan berbagai gagasan dan saran bagaimana Indonesia mampu memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari arus globalisasi, terutama dikaitkan dengan perdagangan produk serta jasa kelautan dan perikanan dalam hal ini pelayanan PPS dalam pengembangan industri perikanan, kasus di PPSNZ Jakarta.
29 Belum optimalnya produksi yang dihasilkan sektor perikanan terutama disebabkan rendahnya produktivitas nelayan dalam kegiatan perikanan tangkap. Rendahnya produktivitas nelayan disebabkan oleh teknologi penangkapan yang rendah. Selanjutnya Gasperzs (2001) menyebutkan bahwa suatu sistem produksi selalu berada dalam lingkungan, sehingga aspek lingkungan seperti perkembangan teknologi, sosial dan ekonomi, kebijakan pemerintah akan sangat mempengaruhi keberadaan sistem produksi. Sistem produksi memiliki komponen atau elemen struktural dan fungsional yang berperan penting dalam menunjang kontinuitas operasional sistem produksi. Komponen struktural di sini adalah bahan (material), mesin dan peralatan, tenaga kerja (sumberdaya manusia), modal, energi, informasi, tanah dan lain-lain. Komponen atau elemen fungsional adalah supervisi, perencanaan, pengedalian, koordinasi dan kepemimpinan yang kesemuanya berkaitan dengan manajemen dan organisasi. Keberadaan industri perikanan yang melakukan investasi dan memanfaatkan kawasan industri saat ini terdiri dari industri perikanan tangkap, processing dan perdagangan rata-rata bertaraf internasional karena hasil produksinya dipasarkan di pasar internasional. Beberapa kendala yang menghambat kinerja industri perikanan mengakibatkan produk yang dihasilkan kurang mampu bersaing dipasar global. Permasalahan utama yang dihadapi oleh industri perikanan memasuki era globalisasi adalah kinerja industri perikanan yang berbasis PPS berdasarkan data dan informasi di Jakarta menunjukkan kemampuan bersaing di pasaran internasional rendah (produk sering ditolak negara tujuan ekspor, seperti Amerika dan Uni Eropa, serta kalah bersaing harga di pasar Asia seperti Jepang, Thailand, Korea). Rendahnya kinerja industri perikanan di PPSNZ Jakarta tidak hanya diakibatkan oleh kurang optimalnya pelayanan PPSNZ Jakarta (kapasitas dan jenis fasilitas serta mekanisme pelayanan kurang memadai), tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah, dan daya saing industri perikanan dipasar global. Berikut ini adalah penjelasan rinci tentang faktor utama yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu faktor: II, EI, LE, LIP, KIP, KB, PEL, DSG. (1) Lingkungan industri perikanan Pengaruh lingkungan industri perikanan (seperti internal industri, lingkungan ekonomi dan eksternal industri) merupakan faktor penting yang perlu dianalisis terhadap kinerja industri perikanan, demikian pula halnya dengan
30 pengaruh kebijakan pemerintah untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perikanan seperti penyediaan prasarana termasuk kemudahan mendapatkan modal usaha yang diberlakukan terhadap industri perikanan (Gasperz. 2001). Menurut Porter (1990) ada tiga jenis lingkungan yang berpengaruh terhadap suatu industri yaitu lingkungan industri pemasok (bahan baku, mesin dan peralatan, bahan processing); lingkungan ekonomi (teknologi, informasi global, energi, modal); lingkungan industri jasa (pelayanan bank, training, transpor). Faktor-faktor tersebut diidentifikasi berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan. Penelitian ini menganalisis hal-hal terkait tentang pengaruh: (1) faktor internal industri dalam penelitian variabel sumberdaya manusia yang terlibat di dalam kegiatan industri (jumlah, tingkat pendidikan, pengalaman), teknologi industri yang digunakan, asset yang dimiliki perusahaan, keuangan perusahaan; (2) faktor lingkungan ekonomi dengan variabel kondisi sosial dan ekonomi, perkembangan teknologi; dan (3) faktor eksternal industri dengan variabel informasi, infrastruktur, jasa pelatihan pegawai. Ketiga faktor tersebut merupakan lingkungan industri perikanan dan mempunyai hubungan serta pengaruh terhadap kinerja industri perikanan berupa kinerja keuangan, kinerja pemasaran dan kinerja sumberdaya manusia dan akan berpengaruh terhadap kemampuan daya saing industri perikanan memasuki era globalisasi (Tercia. 2004, Porter. 1990). (2) Kinerja industri perikanan Empat faktor kunci yang menentukan suatu industri dapat mempunyai kinerja tinggi adalah pihak yang berkepentingan, proses, sumberdaya dan organisasi (Kotler 1997). Dikatakan bahwa suatu perusahaan harus berusaha untuk memenuhi harapan minimum dari setiap kelompok pihak yang berkepentingan. Pada saat yang bersamaan perusahaan dapat memberikan tingkat kepuasan di atas tingkat minimum untuk pihak yang berkepentingan berbeda. Kepuasan ini akan menyebabkan bisnis ulangan dan akan menciptakan pertumbuhan yang pada akhirnya akan menciptakan laba (aspek keuangan). Dari segi proses, perusahaan akan berhasil mempunyai kinerja tinggi apabila mampu mengelola proses usaha utamanya (core business). Bagi industri perikanan akan memiliki kinerja tinggi apabila mampu mengelola proses usaha inti seperti pengembangan produk baru, dan perolehan penjualan dari aspek
31 pemasaran seperti penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan, mutu produk, harga produk bersaing. Untuk merealisasikan proses di atas tidak terlepas dari kebutuhan sumberdaya (seperti tenaga kerja, tingkat kemampuan tenaga kerja, bahan baku, mesin, informasi). Disamping ketiga faktor diatas ada faktor organisasi, namun faktor organisasi ini umumnya tidak signifikan dalam lingkungan usaha yang cepat berubah (Kotler. 1997). Perusahaan yang memiliki kinerja tinggi, pada prinsipnya harus selalu berusaha menjaga kepuasan pelanggan dan peningkatan kualitas yang berkesinambungan apabila pemasaran produk berhasil dan mendapatkan laba. Dalam peningkatan kinerja industri perikanan saat ini, faktor lain yang dapat berpengaruh adalah faktor lingkungan industri dan kebijakan pemerintah. Kinerja industri perikanan saat ini diduga belum optimal sebagai akibat lingkungan eksternal industri seperti keterbatasan pasokan bahan baku ikan baik kualitas maupun kuantitas, keterbatasan suplai sarana produksi berupa bahan dan alat penangkapan. Sedang lingkungan internal industri seperti keterbatasan teknologi penangkapan maupun penggunaan kapal ikan yang berteknologi tinggi, kemampuan sumberdaya manusia perusahaan yang dimiliki, serta pengaruh lingkungan ekonomi, sosial budaya dan finansial diduga juga mempengaruhi kinerja industri. Kondisi lingkungan industri perikanan belum kondusif karena tingkat pelayanan pelabuhan perikanan masih belum optimal dan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kinerja industri perikanan. Hal ini ditandai dengan keterbatasan beberapa fasilitas yang diperlukan baik jenis maupun kapasitas serta mutu pelayanan untuk meningkatkan kinerja industri. Dengan kondisi demikian berakibat kinerja industri perikanan masih belum efektif dan efisien sehingga mutu produk yang dihasilkan belum sesuai permintaan konsumen dan harga produk belum kompetitif (Sutandinata 2002). Adanya kebijakan pemerintah membangun PPSNZ Jakarta diharapkan dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perikanan. (3) Kebijakan pemerintah Untuk mendukung kinerja industri perikanan agar mempunyai kemampuan daya saing global maka pemerintah Republik Indonesia telah berupaya mengambil kebijakan dan sudah dilaksanakan berupa pembangunan prasarana (infrastruktur) PPSNZ Jakarta. Jenis dan kapasitas fasilitas yang
32 disediakan dirancang untuk kegiatan industri perikanan dan pelayanannya disesuaikan dengan kebutuhan yang dapat mendorong kegiatan perikanan skala industri. Aturan dan ketentuan serta perijinan untuk pembinaan dan pengendalian industri perikanan sudah disederhanakan, terutama manajemen pengelolaan segenap fasilitas PPSNZ Jakarta untuk dapat melayani industri perikanan secara optimal. Kebijakan yang ditempuh adalah membentuk organisasi manajemen di PPSNZ Jakarta. Pada mulanya, suatu project management unit (PMU) dibentuk untuk mendukung dan melayani masyarakat perikanan. Namun karena terhambat aturan keuangan negara, sebuah badan usaha berupa perusahaan umum prasarana perikanan samudera (PPPS) akhirnya dibentuk melalui Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 1990 dan diperbaiki dengan Peraturan Pemerintah no. 23 tahun 2000. Maksud pembentukan PPPS ini tidak lain untuk dapat meningkatkan pelayanan melalui prinsip pengusahaan secara ekonomis. Kemudian untuk melayani tugas pemerintah berupa perijinan yang terkait dengan kewenangan pemerintah pusat dibentuk unit pelaksanaan teknis (UPT) pelabuhan perikanan samudera (PPS) Nizam Zachman. Adapun tujuan dibentuk 2 (dua) pengelola PPSNZ Jakarta agar keduanya dapat saling berkoordinasi untuk menjalankan pelayanan kepada masyarakat perikanan sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Kebijakan berikut yang ditujukan langsung kepada industri perikanan adalah kemudahan mendapatkan modal kerja dan modal investasi. Kemudahan ini diatur melalui pengaturan penggunaan tanah industri perikanan dengan ketentuan Menteri Kelautan dan Perikanan no. 32 tahun 2000 jo. no. 12 tahun 2001. Dalam kebijakan ini diberi kesempatan kepada industri perikanan yang menyewa tanah milik PPPS dengan dilekati hak guna bangunan (HGB) diatas hak pengelolaan (HPL) dapat dijaminkan kepada bank untuk mendapatkan modal kerja dan modal investasi. (4) Pelayanan pelabuhan perikanan samudera PPSNZ Jakarta adalah basis atau sebagai tempat untuk kegiatan industri perikanan sehingga PPSNZ Jakarta harus mampu memberikan pelayanan dan menjadi suatu lingkungan industri perikanan yang kondusif. Penyediaan berbagai fasilitas di PPSNZ Jakarta sudah disesuaikan dengan kebutuhan industri perikanan baik jumlah maupun kapasitasnya agar mampu mendukung dan
33 melayani masyarakat perikanan serta pengusaha perikanan terutama industri perikanan. Dalam penelitian ini pelayanan dikelompokkan kedalam pelayanan produksi (fasilitas dermaga, kolam pelabuhan, docking, bengkel), pelayanan industri processing (kawasan industri, gedung processing, cold storage), pelayanan pemasaran (tempat pelelangan ikan, pusat pemasaran ikan, pabrik es), pelayanan logistik (air, BBM solar dan es) dan pelayanan fasilitas pendukung (penerangan jalan, jalan komplek, keamanan, ketertiban, kebersihan) Belum optimalnya pelayanan kepada masyarakat dimungkinkan karena hambatan internal seperti kelemahan kemampuan sumberdaya manusia pengelola pelabuhan perikanan, keterbatasan jumlah dan kapasitas, mutu serta jenis fasilitas yang dibangun. Hambatan eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja pelabuhan adalah kebijakan pemerintah seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) solar yang berakibat menurunnya jumlah kapal yang aktif ke laut sehingga dampak yang dirasakan adalah menurunnya permintaan pelayanan dari pelabuhan perikanan. Kebijakan kenaikan harga barang (seperti air, listrik) tidak memungkinkan akan menaikkan secara langsung tarif pelayanan pelabuhan perikanan kepada konsumen. Demikian pula berbagai hambatan pasar di luar negeri yang dapat menghambat tingkat pelayanan pelabuhan perikanan kepada industri perikanan. (5) Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global Dalam rangka memasuki era globalisasi kemampuan daya saing industri perikanan masih perlu ditingkatkan dan didorong terutama kinerja industri perikanan dalam menghadapi berbagai ketentuan perdagangan. Berbagai hambatan perdagangan internasional yang harus dihadapi terutama isu kebijakan negara tujuan ekspor adalah kurang terbukanya dalam memberlakukan produk perikanan dari Republik Indonesia seperti ketentuan tarif, persyaratan mutu produk, pencemaran logam berat serta munculnya isu baru tentang ketentuan penggunaan label by catch, adanya kampanye anti udang tambak yang diduga menggunakan bahan antibiotik maupun dilakukan irradiasi. Dengan kondisi demikian akibat yang dirasakan oleh industri perikanan adalah kurang kompetitif karena masih banyak produk ekspor yang ditolak dengan alasan mutu produk tidak sesuai dengan pesanan atau ketentuan yang berlaku di negara tujuan. Walaupun ada peningkatan jumlah eksportir akan tetapi kemampuan daya saing perikanan Indonesia semakin turun. Terbukti dengan
34 kemampuan daya saing perikanan Indonesia tahun 2000 pada posisi 44 diantara 75 negara perikanan dunia, kemudian pada tahun 2001 turun pada posisi 64, sedangkan berturut-turut Malaysia, Thailand dan Philipina pada posisi 30, 33 dan 48, kemudian Vietnam pada posisi 60, dengan demikian daya saingnya sudah melampaui posisi Indonesia (Putro 2001). Dalam menghadapi situasi diatas maka pemerintah Indonesia harus segera mengambil kebijakan yang dapat mendorong kinerja industrti perikanan agar mampu bersaing dipasar global. Tanpa ada dukungan dari pemerintah akan sulit bagi industri perikanan untuk dapat bersaing dipasar global. Disamping itu tingkat pelayanan pelabuhan perikanan kemungkinan dapat mempengaruhi daya saing industri perikanan memasuki era globalisasi. Pada tahap awal yang akan dilaksanakan adalah mengkaji lingkungan industri terutama dampak negatip lingkungan industri yang ditimbulkan terhadap kinerja industri. Kondisi ini akan diantisipasi dan diminimalisasi pengaruhnya oleh pemerintah dengan cara mengeluarkan kebijakan. Sebagai implementasi manajemen kebijakan pemerintah adalah pemberian pelayanan pelabuhan perikanan samudera. Mengacu pada arah kebijakan yang telah digariskan pelayanan harus dapat memberi pengaruh berupa kemudahan untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perikanan. Melalui telahan teori, dilakukan analisis secara simultan dengan menggunakan perangkat lunak komputer untuk mengetahui pengaruh dan hubungan antar aspek kajian yaitu lingkungan industri, kinerja industri, kebijakan, pelayanan pelabuhan perikanan dan industri era globalisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan model persamaan struktural/ structural equation model (SEM). Model persamaan struktural (SEM) adalah sekumpulan teknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit secara simultan. Hubungan rumit itu dapat dibangun antara satu variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk faktor (konstruk) yang dibangun dari beberapa variabel indikator. Sebagaimana disebutkan oleh Solimun (2002b) bahwa analisis structural equation modeling (SEM) merupakan pendekatan terintegrasi antara analisis faktor, model struktural dan analisis Path. Disisi lain SEM juga merupakan pendekatan yang terintegrasi antara analisis data dengan konstruksi konsep. Didalam SEM peneliti dapat melakukan tiga kegiatan secara serentak, yaitu pemeriksaan, validitas dan
35 reliabilitas instrumen (setara dengan faktor analisis confirmatory), pengujian model hubungan antara variabel latent (setara dengan analisis Path), dan mendapatkan model yang bermanfaat untuk prakiraan (setara dengan model struktural atau analisis regresi). Keunggulan SEM juga dijelaskan oleh Bagozzi dan Fornell (1982) yang diacu dalam Ghozali dan Fuad (2005) bahwa model persamaan struktural (structural equation modeling) adalah generasi kedua teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model. Tidak seperti analisis multivariate biasa (regresi berganda, analisis faktor), SEM dapat menguji secara bersama- sama : 1) model struktural: hubungan antara konstruk (yaitu variabel yang laten/ unobserved / variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator atau proksi untuk mengukurnya) independen dan dependen, 2) model measurement: hubungan (nilai loading) antara variabel dengan konstruk (faktor). Digabungkannya pengujian model struktural dan pengukuran tersebut memungkinkan peneliti untuk: 1) menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang tak terpisahkan dari SEM, 2) melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis. 3.2 Tatalaksana Pelaksanaan Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas tatalaksana pelaksanaan penelitian akan difokuskan dalam aspek-aspek tentang industri perikanan di era globalisasi, pengaruh internal dan eksternal industri serta lingkungan ekonomi terhadap lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah, peranan PPSNZ Jakarta sebagai basis pengembangan industri perikanan, daya saing industri perikanan dalam perdagangan global, pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasii dapat dilihat pada Gambar 3.
36
Gambar 3 Aspek kajian dan tata laksana penelitian dengan pendekatan SEM
Mulai Kajian pendahuluan tentang indusri perikanan di era globalisasi Analisis pengaruh internal dan eksternal industri serta lingkungan ekonomi terhadap lingkungan industri perikanan Analisis kebijakan pemerintah dalam pengembangan industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan samudera Analisis pelayanan pelabuhan perikanan samudera sebagai basis pengembangan dan kinerja industri perikanan Analisis daya saing industri perikanan dalam perdagangan global Model industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi Selesai Analisis SEM LISREL 8.72
37 3.3 Metode pengumpulan data 3.3.1 Data Primer Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data yang terkait langsung dengan penelitian (Cooper dan Emory 1998). Pengumpulan data primer dilakukan dalam 3 tahap , yaitu uji coba kuesioner, pengisian data penelitian responden, konfirmasi dan pemeriksaan ulang terhadap jawaban / responden. (1) Pengamatan langsung Metode ini digunakan untuk mengamati kegiatan yang diteliti secara langsung dengan perencanaan persiapan daftar pertanyaan. Setelah mendapat persetujuan pemilik obyek penelitian (dalam hal ini pengelola perusahaan), dilakukan pengamatan secara langsung kegiatan yang dilaksanakan. (2) Melalui surat dan daftar pertanyaan Metode ini memakan waktu lama jika daftar pertanyaan yang dikirim cukup banyak hasil informasi yang diperoleh cukup banyak. Kelemahannya ada beberapa pertanyaan yang tidak terjawab karena ada responden yang tidak mengetahui maksud pertanyaannya. Pertanyaan yang dibuat harus sederhana dan mudah dimengerti. Oleh karena itu, untuk jawaban yang meragukan di konfirmasi oleh peneliti melalui wawancara langsung. (3) Wawancara langsung Metode ini dilakukan dengan mempersiapkan daftar pertanyaan dan langsung mendatangi para pemilik perusahaan yang terpilih sebagai sampel penelitian. Data yang diperoleh adalah hasil tatap muka dan bercakap-cakap langsung dengan pemilik perusahaan. Keberhasilan mendapatkan data dan informasi tergantung pada situasi dimana wawancara dilaksanakan dan faktor kemampuan dari si pewawancara. Jawaban pertanyaan dengan memilih angka angket yang berskala 1-5 skala Likert. Nilai jawaban pertanyaan menggunakan pernyataan sangat tidak setuju/ sangat setuju. Sangat tidak setuju Sangat setuju
1 2 3 4 5
38 3.3.2 Data Sekunder Metode pengumpulan data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung, beberapa catatan yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Data ini dapat berasal dari lingkungan obyek penelitian maupun di luar obyek penelitian tetapi terkait dengan tujuan penelitian. 3.3.3 Pengolahan data mentah Penelitian ini merupakan exploratory atau cross sectional study untuk mengetahui pola hubungan antar variabel yang akan diteliti, sedangkan tahapan analisis data dan kriteria sampel, serta teknik pengumpulan data digambarkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Tahapan pengumpulan data dan analisis data 3.4 Jenis dan Jumlah Data yang Diperlukan Pengambilan data dilakukan kepada responden industri perikanan yang memiliki karakteristik penangkapan, industri pengolahan, dan pemasaran ekspor. Jenis data yang diperlukan dan dikumpulkan untuk analisis penelitian adalah Data & Informasi Verifikasi Analisis Data & Informasi Linear Structural Relationships (LISREL) Interpretasi Selesai Mulai penyiapan kuesioner Pengumpulan Data & Informasi
39 faktor yang terkait dengan variabel yang akan diteliti pada industri perikanan (internal industri, eksternal industri, lingkungan ekonomi, lingkungan industri perikanan, dan kinerja industri perikanan), kebijakan pemerintah, pelayanan pelabuhan perikanan samudera, dan daya saing global industri. Penetapan faktor tersebut melalui proses kajian pustaka dinyatakan sebagai bentukan variabel dari masing-masing faktor diatas. Selanjutnya di bangun path diagram seperti disajikan dalam gambar 7. Data tersebut diperoleh dari sampel sebanyak 200 responden, sesuai anjuran didalam penggunaan SEM. Sebenarnya ketentuan minimal 100 responden dan maksimal 400 responden (Hair et al. 1998). Ukuran sampel sebagaimana dalam metode statistik lainnya akan menghasilkan dasar untuk mengestimasi kesalahan. Menurut Hair et al. (1998), jumlah ukuran sampel apabila ditingkatkan menjadi lebih dari 400 maka metode menjadi sangat sensitif sehingga sulit untuk mendapatkan ukuran goodness-of-fit yang baik. Disarankan ukuran sampel minimum adalah sebanyak 5 observasi untuk setiap estimasi parameter, apabila parameter berjumlah 20 maka jumlah sampel minimum adalah 100. 3.5 Pengambilan Sampel Penetapan kelompok industri dilakukan berdasarkan kriteria berikut : industri perikanan penangkapan, industri perikanan pengolahan, industri perikanan pemasaran. Agar didapatkan hasil yang proposional dan mendekati kebenaran dilakukan pengambilan sampel dengan cara purposive random sampling. Metode ini adalah cara pengambilan sampel dari masing-masing kelas perusahaan dilakukan secara acak untuk mewakili kelompoknya. Jumlah industri perikanan yang ada di PPSNZ Jakarta 139 buah, tetapi jumlah sampel industri perikanan yang terpilih sesuai kriteria diatas disajikan pada Lampiran 2. Untuk mendapatkan 200 responden dari keseluruhan populasi di atas dilakukan pengambilan responden sebanyak 3 sampai 4 responden dari masing masing industri. Responden yang dipilih setingkat manajer yang mengetahui secara internal dan eksternal kondisi industri perikanan dan mampu memberikan jawaban dan konfirmasi tentang pertanyaan yang diajukan. 3.6 Metode Analisis Data Metode analisis data ini dilaksanakan agar supaya informasi yang diperoleh relevan dan valid sehingga lebih akurat dengan permasalahan
40 penelitian (Solimun 2002a). Adapun proses pelaksanaannya secara bertahap dituangkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Proses dan kaidah analisis data (Solimun 2002a). 3.7 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2004 sampai dengan Juni 2005 dengan lokasi penelitian di PPSNZ Jakarta. Pemilihan lokasi penelitian mempertimbangkan pemikiran bahwa PPSNZ Jakarta dirancang untuk mendukung dan memfasilitasi pembangunan industri perikanan. Lokasi PPSNZ Jakarta berada pada kawasan Muara Baru Jakarta Utara (Lampiran 1). Kegiatan penelitian meliputi: (1) Survei terhadap lokasi penelitian untuk merancang variabel dan wawancara awal untuk mendapatkan data awal dari industri-industri perikanan yang ada di PPSNZ Jakarta, pihak pengelola PPSNZ Jakarta dan pengelola PPPS Jakarta pada bulan Oktober 2004 sampai Januari 2005 (2) Pelaksanaan wawancara mendalam untuk mendapatkan data dari industri- industri perikanan terkait dengan data-data SEM yang ada di PPSNZ Jakarta Februari 2005 Juni 2005 Pada saat penelitian terpilih 66 perusahaan industri perikanan sebagai sampel dengan kriteria industri perikanan penangkapan, industri perikanan pengolahan, industri perikanan pemasaran. Semua sampel industri perikanan tersebut benar-benar kegiatan utamanya mendapat pelayanan dari PPSNZ Sarana dan prasarana yang dibangun dan dikembangkan untuk mendukung industri perikanan serta berbagai upaya pengelolaan untuk memfungsikan prasarana yang sudah ada, ditujukan agar kinerja industri CODING SCORING
TABULASI PERIKSA OUTLIERS JENIS & KARAKTERISTIK DATA PILIH METODE ANALISIS JENIS & PERMASALAHAN PENELITIAN VALID INFORMASI AKURAT RELEVAN
41 perikanan dapat efisien sehingga produk industri perikanan yang dihasilkan mampu bersaing secara global. 3.8 Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modeling/SEM) Analisis pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta dengan menggunakan persamaan structural equation model (SEM), Menurut Ferdinand (2002), yang dimaksudkan dengan persamaan struktural (SEM) adalah sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit secara simultan. Hubungan rumit itu dapat dibangun antara satu variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk faktor (konstruk) yang dibangun dari beberapa variabel indikator. Ghozali dan Fuad (2005) menyatakan bahwa pengertian SEM merupakan gabungan dari dua metode statistik yang terpisah yaitu analisis faktor (factor analysis) yang dikembangkan di ilmu psikologi dan psikometri dengan model persamaan simultan (Simultaneous Equation Modeling) yang dikembangkan di ekonometrika. Teknis analisis structural equation modeling (SEM) merupakan pendekatan terintegrasi antara analisis faktor, model struktural dan analisis Path. Di sisi lain SEM juga merupakan pendekatan yang terintegrasi antara analisis data dengan konstruksi konsep. Didalam SEM peneliti dapat melakukan tiga kegiatan secara serentak, yaitu pemeriksaan, validitas dan reliabilitas instrumen (setara dengan faktor analisis confirmatory), pengujian model hubungan antara variabel latent (setara dengan analisis Path), dan mendapatkan model yang bermanfaat untuk prakiraan (setara dengan model struktural atau analisis regresi) (Solimun 2002). Software yang tersedia untuk menganalisis diantaranya LISREL, AMOS. LISREL adalah satu-satunya program SEM yang tercanggih dan yang dapat mengestimasi berbagai masalah SEM yang bahkan hampir tidak mungkin dapat dilakukan oleh program lain, seperti AMOS, EQS dan lain sebagainya. Disamping itu, LISREL merupakan program yang paling informatif dalam menyajikan hasil-hasil statistik, sehingga modifikasi model dan penyebab tidak fit atau buruknya suatu model dapat dengan mudah diketahui. Penggunaan variabel moderating dan juga non-linearitas pada SEM bahkan tidak lagi mustahil digunakan berkat LISREL (Ghozali dan Fuad 2005). Penggunaan SEM dengan LISREL pada jurnal Information System Research sekitar 15% sedangkan SEM
42 AMOS hanya sekitar 3%, pada jurnal Management Information Systems Quarterly penggunaan LISREL 13% sedangkan AMOS sekitar 3%. Untuk penelitian ini digunakan LISREL 8,54 yang diterbitkan bulan April 2005 (Joreskoq dan Sorbom 2005). Tujuan pertama penggunaan SEM adalah untuk menentukan apakah model plausible (masuk akal) atau fit. Pengertian fit adalah model dikatakan benar berdasarkan data yang dimiliki. Tujuan kedua adalah untuk menguji berbagai hipotesis yang telah dibangun sebelumnya (Ghozali dan Fuad 2005). Penggunaan SEM dengan program LISREL 8,54 versi student jumlah variabel masih terbatas. Setelah dicoba digali melalui internet terdapat LISREL 8,72 versi student, namun jumlah variabel juga masih terbatas. Dengan 54 variabel yang digunakan dalam penelitian ini dicoba lagi menggali informasi internet dan diperoleh LISREL 8,72 full version ternyata memiliki kelebihan dapat menganalisis secara bersamaan 54 variabel bahkan apabila diperlukan masih mampu lebih dari 54 variabel secara serentak. Alasan penggunaan program LISREL ini karena paling banyak digunakan dan dipublikasikan pada berbagai jurnal ilmiah dan disiplin ilmu (Austin dan Calderon 1996 & Byrne 1998) yang diacu dalam Ghozali dan Fuad (2005). Langkah-langkah Penggunaan SEM Ada 7 langkah penggunaan SEM (Hair et al.1998), rinciannya disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Langkah-langkah pendekatan SEM (Hair et al. 1998). Langkah ke 1 Pengembangan Model Berbasis Konsep dan Teori Langkah ke 2 Mengkontruksi Diagram Path Langkah ke 3 Konversi Diagram Path ke Model Struktural Langkah ke 4 Memilih Matriks Input Langkah ke 5 Menilai Masalah Identifikasi Langkah ke 6 Evaluasi Goodness-Of-Fit Langkah ke 7 Interpretasi dan Modifikasi Model
43 Langkah ke 1: Pengembangan model berbasis konsep dan teori Prinsip didalam SEM adalah menganalisis hubungan kausal antar variable eksogen dan endogen. Disamping dapat dilakukan secara bersamaan untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Hubungan kausal adalah apabila terjadi perubahan nilai didalam suatu variable akan menghasilkan perubahan dalam variabel lain. Langkah awal didalam SEM adalah pengembangan model hipotik yaitu suatu model yang mempunyai justifikasi teori atau konsep. Setelah itu model dilakukan verifikasi berdasarkan data empirik melalui SEM. Dengan demikian peneliti dalam mengembangkan teori harus melakukan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka yang intens guna mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang dikembangkan. Dengan demikian tanpa dilandasi teoritis yang kuat maka SEM tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan SEM tidak digunakan untuk menghasilkan sebuah model melainkan digunakan untuk mengkonfirmasi model hipotik melalui data empirik (Solimun 2002). Sejak dini penggunaan SEM harus hati-hati karena hubungan sebab akibat dari variabel bukan dihasilkan oleh SEM; akan tetapi hasil analisis SEM adalah untuk membenarkan adanya kausalitas teoritis melalui uji data empirik. Oleh karena itu telaah teori yang mendalam untuk model yang akan dikaji adalah syarat mutlak dalam aplikasi SEM. Langkah ke 2: Menyusun Path Diagram Pada langkah kedua dibuat path diagram. Tujuan penyusunan path diagram ini adalah untuk mempermudah peneliti melihat hubungan kausalitas yang ingin diuji. Apabila hubungan kausal tersebut ada yang belum mantap maka dapat dibuat beberapa model yang kemudian diuji menggunakan SEM untuk mendapatkan model yang paling tepat. Setelah model teoritis diuraikan pada langkah pertama maka dikembangkan path diagram. Model path diagram dalam kajian analisis pengembangan industri perikanan yang berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi di sajikan pada Gambar 7. Komponen yang berupa konstruk didalam diagram diatas dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok konstruk yaitu konstruk eksogen dan konstruk endogen. Dimaksudkan dengan konstruk eksogen atau disebut dengan independent variable adalah yang tidak diprediksi oleh varibel lain dalam model. Dalam diagram konstruk eksogen ini dituju oleh garis dengan satu ujung anak panah. Dapat juga terjadi diantara konstruk eksogen ini dihubungkan dengan
44 garis lengkung dengan kedua ujungnya ada anak panah untuk menjelaskan bahwa di antara kedua konstruk eksogen tersebut mengindikasikan adanya korelasi. Kemudian pengertian konstruk endogen atau faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lain tetapi konstruk eksogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen. Berdasarkan pengertian diatas maka peneliti dapat menentukan mana yang akan diperlakukan sebagai konstruk endogen dan mana sebagai konstruk eksogen. Berdasarkan teori model pada telaah pustaka di atas dapat dikembangkan kerangka pemikiran teoritis seperti model penelitian yaitu ada 4 faktor yang berpengaruh terhadap daya saing global industri perikanan (DSG) memasuki era globalisasi yaitu pertama faktor kebijakan pemerintah (KB), kedua kinerja industri perikanan (KIP), ketiga faktor LIP dan ke empat faktor pelayanan PPS (PEL), dapat dilihat pada Gambar 7.
STRATEGI KEBIJAKAN EKSTERNAL INDUSTRI INTERNAL INDUSTRI LINGKUNGAN EKONOMI LINGKUNGAN INDUSTRI PERIKANAN KINERJA INDUSTRI PERIKANAN DAYA SAING INDUSTRI PERIKANAN PELAYANAN PELABUHAN PERIKANAN
Gambar 7 Model path diagram Berdasarkan model (Gambar 7), ada 13 (tigabelas) hipotesis penelitian yang di uji dalam penelitian ini, yaitu: H1 Internal industri diduga akan berpengaruh positip terhadap lingkungan industri perikanan H2 Eksternal industri diduga akan berpengaruh positip terhadap lingkungan industri perikanan H3 Lingkungan ekonomi diduga akan berpengaruh positip terhadap lingkungan industri perikanan
45 H4 Kebijakan pemerintah diduga akan mempengaruhi positip terhadap lingkungan industri perikanan H5 Pelayanan pelabuhan perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh kebijakan pemerintah H6 Pelayanan pelabuhan perikanan diduga akan mempengaruhi positip terhadap lingkungan industri perikanan H7 Kinerja industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh kebijakan pemerintah H8 Kinerja industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh Lingkungan industri perikanan H9 Kinerja industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh pelayanan PPSNZ Jakarta H10 Daya saing global industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh kebijakan pemerintah H11 Daya saing global industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh kinerja industri perikanan H12 Daya saing global industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh lingkungan industri perikanan H13 Daya saing global industri perikanan akan dipengaruhi secara positip oleh pelayanan PPS
Kotler (1997), Wahyuni (2002) dan Madecor Group (2001) mengatakan bahwa daya saing global industri perikanan dapat diukur dari 6 variabel yaitu: kemampuan teknologi informasi dan komunikasi perusahaan, jaminan mutu produk, produk mempunyai kemampuan imitabilitas, harga produk kompetitif, ketersediaan sumberdaya bahan baku berkelanjutan dan produk mempunyai kemampuan durabilitas. Kinerja industri perikanan memiliki 12 (duabelas) variabel penting yang berpengaruh yaitu aspek keuangan terdiri dari laba (rugi); return on investment (ROI), return on equity (ROE), aspek pemasaran terdiri dari volume penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan, kemampuan pengembangan produk, kemampuan harga bersaing, mutu produk, jaringan pemasaran luas aspek sumberdaya manusia terdiri dari produktivitas kerja, penyerapan tenaga kerja. Disamping ke dua faktor diatas berikutnya adalah faktor ke tiga lingkungan industri perikanan tersebut terdiri dari 3 (tiga) faktor yaitu faktor ke
46 empat internal industri memiliki 3 (tiga) variabel yaitu kemampuan SDM perusahaan, inovasi penggunaan teknologi industri, kemampuan keuangan dan asset perusahaan; faktor ke lima eksternal industri terdiri dari 5 (lima) variabel yaitu perkembangan teknologi perikanan, ketersediaan jasa pelatihan, kondisi industri pemasok, kondisi ekonomi; ketersediaan infrastruktur; dan faktor ke enam lingkungan ekonomi terdiri dari 4 (empat) variabel yaitu lingkungan teknologi, situasi perdagangan dunia, ketersediaan sumberdaya alam dan energi, tingkat persaingan antar perusahaan. Faktor ke tujuh adalah pelayanan PPSNZ Jakarta terdiri dari 5 (lima) variabel yaitu pelayanan produksi (tambat labuh kapal), pelayanan industri processing, pelayanan pemasaran, pelayanan logistik dan pelayanan fasilitas pendukung. Faktor ke delapan kebijakan pemerintah terdiri dari 3 (tiga) variabel yaitu pembangunan PPS, pembentukan BUMN, Pengaturan pemanfaatan tanah industri. Didalam penelitian ini untuk menguji ada tidaknya pengaruh diantara ke delapan faktor diatas dan perlu dijelaskan terlebih dahulu definisi operasional dari masing-masing faktor. Rincian definisi setiap faktor disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kerangka operasional faktor Faktor Definisi Operasional Internal Industri Kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan / mengkoordinasikan kegiatan orang lain Eksternal Industri Faktor diluar industri yang menjadi obyek utama penelitian, faktor ini mempengaruhi kinerja industri, baik secara langsung maupun tidak langsung Lingkungan Ekonomi Industri dalam area ekonomi yang lebih luas. Seperti lingkungan teknologi, situasi perdagangan dunia dan ketersediaan Sumberdaya alam dan energi, tingkat persaingan antar perusahaan Lingkungan Industri Perikanan Industri dan pemasok akan berada dalam suatu lingkungan makro yang dapat menciptakan peluang dan ancaman (Kotler. 1997) Kinerja Industri Perikanan Ukuran keberhasilan industri, biasanya dilihat dari nilai keuangan, pemasaran, daya serap tenaga kerja. Kebijakan pemerintah Keputusan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam upaya memberikan pelayanan umum kepada pengguna jasa pelabuhan perikanan Pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera Berbagai bentuk upaya pemenuhan kebutuhan pengguna jasa pelabuhan yang berorientasi pada efisiensi, transparansi, dan memberikan dampak positip bagi perkembangan usaha perikanan Daya Saing Global Kemampuan suatu produk dalam memasuki pasar dunia (global) untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan pelanggan.
47 Untuk menjelaskan 8 faktor tersebut sebelumnya digunakan 54 variabel, setelah diseleksi terpilih 38 variabel yang signifikan dan masing masing variabel diberi nilai. Pemberian nilai variabel menggunakan skala Likert (skala 1 sampai 5). Komposisi jumlah varibel pada masing-masing faktor disajikan pada Gambar 8. VRB7 VRB8 VRB9 VRB2 VRB3 STRATEGI KEBIJAKAN X25 X26 X27 EKSTERNAL INDUSTRI VRB4 X5 X6 VRB1 INTERNAL INDUSTRI X9 X10 X11 X2 X3 LINGKUNGAN EKONOMI X4 X1 X20 X21 X19 X23 X24 X22 X34 X33 X35 X37 X36 X38 LINGKUNGAN INDUSTRI PERIKANAN KINERJA INDUSTRI PERIKANAN DAYA SAING INDUSTRI PERIKANAN PELAYANAN PELABUHAN PERIKANAN X28 X29 X30 X31 X32 X14 X15 X13 X17 X18 X16 X7 VRB6 X8 X12 Gambar 8 Model hubungan dan pengaruh antar faktor dan pengaruh variabel terhadap masing-masing faktor
Keterangan : Model path diagram X1 Kemampuan SDM industri perikanan X20 Kemampuan harga bersaing X2 Inovasi penggunaan teknologi industri X21 Mutu produk X3 Kemampuan keuangan dan asset perusahaan X22 Produktifitas kerja X4 Perkembangan teknologi perikanan X23 Tingkat penyerapan tenaga kerja X5 Ketersediaan jasa pelatihan X24 Jaringan pemasaran luas X6 Ketersediaan infrastruktur: X25 Pembangunan PPS X7 Kondisi industri pemasok X26 Pembentukan BUMN X8 Kondisi ekonomi X27 Pengaturan pemanfaatan tanah industri X9 Lingkungan teknologi
X28 Pelayanan kegiatan produksi melalui tambat labuh kapal X10 Situasi perdagangan dunia X29 Pelayanan industri processing X11 Ketersediaan sumberdaya alam dan energi X30 Pelayanan kegiatan pemasaran X12 Tingkat persaingan antar perusahaan X31 Pelayanan kebutuhan logistik kapal X13 Laba (rugi) perusahaan X32 Pelayanan fasilitas pendukung industri X14 Kemampuan ROI (Return On Investment) perusahaan X33 Kemampuan teknologi informasi dan komunikasi pemasaran X15 Kemampuan ROE (Return On equity) perusahaan X34 Jaminan mutu produk X16 Volume penjualan tinggi X35 Produk mempunyai kemampuan Imitabilitas X17 Pertumbuhan penjualan X36 Harga produk kompetitif X18 Pertumbuhan pelanggan X37 Ketersediaan sumberdaya bahan baku berkelanjutan X19 Kemampuan diversikasi produk X38 Produk mempunyai kemampuan durabilitas
48 Langkah ke 3: Konversi diagram alir kedalam persamaan Setelah digambarkan dalam sebuah diagram alir pada langkah kedua maka pada langkah berikutnya dilakukan konversi kedalam rangkaian persamaan. Persamaan yang dibangun ada dua macam ; 1) Persamaan struktural. Persamaan ini untuk menyatakan hubungan kausalitas antara berbagai konstruk sebagai berikut : Faktor endogen = Faktor eksogen + Faktor endogen + error Persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut : Y 1 = 1 Y 2 + 2 Y 3 + 3 Y 4 + 4 Y 5 + d 1 ............................................................................... 1 Dimana : Y 1 = Faktor endogen Y 2 = Faktor eksogen = Bobot Regresi (regression weight) d = Disturbance Term (error) 2) Persamaan spesifikasi model pengukuran. Pada spesifikasi ini peneliti menentukan variabel mana mengukur faktor (konstruk) mana serta menentukan serangkaian matrik yang menunjukan korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau faktor. Persamaan untuk model pengukuran dapat digambarkan sebagai berikut : Variabel = faktor eksogen + error Persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut : Variabel 1 (X 1 ) = ? 1 Y 1 + e 1 .......................................................................
2 Variabel 2 (X 2 ) = ? 2 Y 2 + e 2 ........................................................................
3 Variabel 3 (X 3 ) = ? 3 Y 3 + e 3 ......................................................................... 4 Dimana : X 1 , X 2 , X 3 = Variabel yang di survei ? = Loading Factor e = Error Langkah ke 4: memilih matrik input dan estimasi model Pada SEM hanya menggunakan matrik kovarians/matrik korelasi sebagai data input untuk keseluruhan estimasi yang dilakukan. SEM ini pada mulanya sebagai alat analisis yang berbasis pada matrik kovarians. Matrik kovarians digunakan karena memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang valid antara populasi yang berbeda atau sempel yang berbeda, hal ini tidak dapat
49 digunakan analisis korelasi. Menurut Baumgartner dan Homburg (1996), yang dikutip dalam Ferdinand (2002), menyarankan agar menggunakan matrik kovarians pada saat pengujian teori sebab kovarian lebih memenuhi assumsi metodologi dan merupakan bentuk data lebih sesuai untuk memvalidasi hubungan kausalitas. Kemudian ukuran sampel memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi hasil-hasil SEM. Ukuran sampel yang harus digunakan menurut Hair et al. yang paling sesuai adalah antara 100-200. Apabila ukuran sampel lebih dari 400 maka metode menjadi lebih sensitif sehingga sulit mendapatkan ukuran goodness of fit yang baik. Ukuran sampel minimum 5 observasi untuk setiap estimasi parameter sehingga apabila jumlah parameternya 20 maka jumlah sampel minimal 100. Langkah ke 5: mengantisipasi munculnya masalah identifikasi Salah satu masalah yang dihadapi dalam penggunaan estimasi model kausal ini adalah masalah identifikasi. Problem identifikasi pada prinsipnya adalah masalah mengenai ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik. Problem identifikasi dapat muncul gejala sebagai berikut : 1) Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar. 2) Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan 3) Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varian error yang negatif 4) Munculnya korelasi yang sangat tinggi antara koefisien estimasi yang didapat (dapat lebih dari 0,9) Langkah-langkah untuk menguji ada atau tidak adanya problem identifikasi adalah sebagai berikut : 1) Model diestimasi berulang-ulang, dan setiap estimasi dilakukan dengan menggunakan starting value yang berbeda-beda. Bila ternyata hasilnya adalah model tidak konvergen pada titik yang sama setiap kali reestimasi dilakukan. 2) Model dicoba diestimasi, kemudian angka koefisien dari salah satu variabel dicatat, berikutnya koefisien itu ditentukan sebagai sasuatu yang fix pada faktor atau variabel kemudian dilakukan estimasi ulang. Apabila estimasi ulang ini overall fit indeknya berubah total dan berbeda sangat besar dari sebelumnya diduga terdapat problem identifikasi. Disarankan apabila setiap
50 estimasi muncul problem identifikasi ini, model ini sebaiknya dipertimbangkan ulang dengan mengembangkan lebih banyak konstruk. Langkah ke 6: evaluasi kriteria goodness of fit. Pada langkah ini peneliti harus menggunakan indikator-indikator goodness of fit dalam menilai fit suatu model. Peneliti tidak boleh hanya menggunakan satu indeks atau beberapa indeks saja untuk menilai suatu model fit, akan tetapi harus mempertimbangkan seluruh indeks. Berikut disajikan beberapa indeks sebagai kreteria goodness of fit (Ghozali dan Fuad 2005): 1) Chi-Square dan Probability. Nilai probabilitas chi-square adalah signifikan (p = 0,00). Apabila hasil analisis didapatkan lebih besar dari p = 0,00 , maka model dikatakan tidak fit. 2) ?/df. Ratio perbandingan antara nilai chi-square dengan degrees of freedom (X/df). Nilai yang diperoleh harus lebih rendah dari cut-off model sebesar 5 disarankan oleh Wheaton (1977) yang diacu dalam Ghozali dan Fuad (2005). 3) RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) Hipotesis dapat diterima apabila hasil evaluasi menunjukkan angka RMSEA yang jauh lebih kecil dari 0,05 (Joreskog dan Sorbom 2005). 4) NFI (Normed Fit Index) Nilai ini ditemukan oleh Bentler dan Bonetts (1980) yang diacu dalam Ghozali dan Fuad (2005) merupakan salah satu untuk menentukan model fit. Hasil analisis suatu model dikatakan fit apabila nilai NFI mendekati atau lebih besar dari pada 0,9. Jika tidak fit diduga model terlalu komplek. 5) NNFI (Non Normed Fit Index) Nilai NNFI ini digunakan untuk mengatasi permasalahan kompleksitas model dalam perhitungan NFI, nilai untuk NNFI lebih besar 0.9. 6) CFI (Comparative Fit Index) Suatu model dikatakan fit (baik) apabila hasil analisis memiliki nilai mendekati 1 dan 0,9 adalah batas model fit (Bentler 1990 yang diacu dalam Ghozali dan Fuad 2005). 7) IFI (Incremental Fit Index) Suatu model dikatakan fit apabila nilai IFI lebih besar 0,9 (Byrne 1998 di acu dalam Ghozali dan Fuad 2005). 8) RFI (Relative Fit Index (RFI)
51 Nilai RFI berkisar antara 0 sampai 1, dimana nilai semakin mendekati 1, maka model dikatakan Fit.
9) GFI (Goodness of Fit Indices) Goodness of fit indices (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI untuk menghasilkan model yang fit berkisar antara 0 sampai 1 atau lebih besar dari 0,9 (Diamantopaulus dan Siguaw 2000 yang diacu dalam Ghozali dan Fuad 2005). 10) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) Nilai AGFI adalah sama dengan GFI tetapi sudah menyesuaikan pengaruh dengan degrees of freedom pada suatu model. 11) PGFI (parsimony goodness of fit index) Nilai batasan lebih besar 0,6 model dikatakan baik (Byrne 1998). Berdasarkan batasan dan kriteria untuk menilai suatu model di atas maka suatu model akan diuji melalui goodness of fit (Tabel 2) Tabel 2. Goodness of fit statistics No Goodness of Fit Index Cut-Off Value 1 Chi square dan Probability = 0,00 2 ?/ df = 5 3 RMSEA 0,06 0,08 4 NFI = 0,9 5 NNFI = 0,9 6 CFI = 0,9 7 IFI = 0,9 8 RFI = 0,9 9 GFI = 0,9 10 AGFI = 0,9 11 PGFI = 0,6 Sumber: Ghozali dan Fuad (2005) Disamping hal di atas perlu diuji pula nilai analisis dengan melihat nilai : 1) ECVI (Expected Cross Validation Index) Hasil analisis mengharuskan nilai ECVI penelitian lebih rendah dari nilai ECVI for saturated ataupun nilai ECVI for independence model, artinya model baik untuk direplikasikan pada penelitian berikutnya.
52 2) AIC dan CAIC (Akaikes Information Criterion ) Digunakan untuk menilai masalah parsimony dalam penilaian model fit. Nilai AIC sensitive terhadap jumlah sampel sedang CAIC tidak (Bandalos 1993 dalam Ghozali dan Fuad 2005). Hasil analisis nilai AIC dan CAIC harus lebih kecil dari AIC model saturated dan independence untuk membuktikan bahwa model dikatakan fit. Langkah ke 7: Interpretasi dan modifikasi model Apabila langkah-langkah sebelumnya sudah dilaksanakan dan model cukup baik maka langkah berikutnya dalam SEM melakukan interpretasi. 1) Interpretasi Penggunaan SEM bukan untuk menghasilkan teori, tetapi menguji model yang mempunyai pijakan teori yang benar dan baik. Berdasarkan pemikiran ini maka interpretasi dari model dapat diterima atau tidak diperlukan kekuatan prediksi dari model dibandingkan dengan residual yang dihasilkan. Dengan mengunakan standardized residual covariance matrik akan dihasilkan nilai residual stantard. Apabila interpretasi terhadap residual yang dihasilkan model melalui pengamatan variabel mempunyai nilai residual standard lebih besar dari besaran tertentu maka model dapat diterima sehingga tidak perlu dilakukan modifikasi model. 2) Indeks modifikasi Apabila model belum baik perlu diadakan modifikasi dan di dalam penggunaan indeks modifikasi ini adalah sebagai pedoman untuk melakukan modifikasi terhadap model yang diujikan dengan syarat harus terdapat justifikasi teoritis yang cukup kuat untuk modifikasi.
53 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian PPSNZ Jakarta terletak di Jalan Muara Baru Ujung, Muara Baru Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Karena itu PPSNZ Jakarta sering disebut Pelabuhan Muara Baru. Secara geografis PPSNZ Jakarta terletak pada empat titik koordinat, yaitu : A (106 o 48 15BT / 6 o 618LS), B (106 o 47 14BT / 6 o 620LS ), C (106 o 48 14BT / 6 o 532 LS), D (106 o 47 44BT / 6 o 534LS). Informasi tentang posisi dari lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. PPSNZ Jakarta di sebelah utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa, di sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Penjaringan, di sebelah timur berbatasan dengan Pelabuhan Sunda Kelapa, di sebelah barat berbatasan dengan Waduk Pluit. PPSNZ Jakarta memiliki luas keseluruhan 111 hektar (ha). Luasan ini terbagi dalam tiga kawasan, yaitu areal industri 40 hektar, areal Unit Pelaksana Teknis dan PPPS 31 hektar dan kolam pelabuhan 40 hektar. 4.1.1 Peran PPSNZ Jakarta dalam Mendukung Pengembangan Industri Perikanan Salah satu prasarana pembangunan perikanan tangkap yang sangat strategis keberadaannya adalah PPSNZ Jakarta. Peran penting PPSNZ Jakarta antara lain adalah sebagai sarana tambat-labuh dan bongkar-muat kapal perikanan, sentra pembinaan kepada nelayan serta sebagai pusat pengembangan usaha pendukung (hulu dan hilir). Melalui dampak ganda (multiplier effect), keberadaaan PPSNZ Jakarta telah memberikan stimulasi tumbuhnya perekonomian lokal (regional) yang secara langsung telah memberikan dampak bagi peningkatan pendapatan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, PPS Jakarta perlu semakin ditingkatkan, sehingga dapat lebih berperan secara optimal bagi pengembangan usaha perikanan tangkap secara umum. Penyediaan prasarana berupa PPSNZ Jakarta diharapkan mampu memberikan dukungan pengembangan industri di masa mendatang terutama menghadapi era globalisasi, sehingga jenis dan kapasitas fasilitas yang dibangun dikawasan pelabuhan perikanan samudera dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan pengembangan industri. Pada mulanya sasaran pembangunan PPS adalah untuk mengembangkan pemasaran ikan sistem rantai dingin (cold chain
54 system), namun dengan semakin meningkatnya kebutuhan ikan akibat semakin bertambahnya jumlah penduduk maka pembangunan PPS dikembangkan untuk mendorong berkembangnya industri perikanan. Pemerintah selain menyediakan fasilitas juga mempersiapkan organisasi pengelola yang benar-benar mampu untuk melayani segenap kegiatan industri perikanan. Kebijakan pemerintah selanjutnya dijabarkan kedalam suatu program, dimana untuk program PPS diarahkan sebagai pusat industri perikanan dari hulu sampai hilir serta sebagai pusat pembinaan nelayan. Harapannya adalah keberadaan PPS akan mampu menjadi pusat pertumbuhan ekonomi perikanan dimana industri dan jasa-jasa terkait dengan usaha perikanan ada di pelabuhan perikanan. Untuk dapat mengimplementasikan kebijakan dan program pemerintah diatas pengelola pelabuhan perikanan harus mampu : 1) Memberikan pelayanan prima bagi pengguna jasa pelabuhan perikanan samudera antara lain memberikan pelayanan yang cepat dan tepat waktu serta sesuai kebutuhan pelanggan. 2) Menciptakan PPSNZ Jakarta yang bersih dan sehat. 3) Memberikan kesempatan yang sama kepada pengguna jasa pelabuhan perikanan samudera didalam memperoleh fasilitas. 4) Melakukan pengendalian terhadap segenap kegiatan didalam kawasan pelabuhan perikanan samudera. PPSNZ Jakarta ditetapkan sebagai pelabuhan perikanan dengan klasifikasi pelabuhan samudera berarti harus mampu melayani kapal perikanan di atas 60 GT dan menampung 100 buah kapal sekaligus; serta melayani kapal ikan yang beroperasi diperairan lepas pantai; Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan perairan internasional. Untuk melayani jumlah ikan yang didaratkan oleh kapal ikan sebesar 200 ton/hari atau 40.000 ton pertahun disediakan gudang pendingin berupa coldstorage; tempat pelayanan ikan serta penyediaan sarana untuk pemasaran baik domestik maupun ekspor. Mengingat komoditi perikanan cepat sekali mengalami kemunduran mutu disediakan fasilitas pembinaan mutu. Sebagai pendukung kegiatan produksi, processing dan pemasaran ikan pemerintah menyediakan berbagai fasilitas seperti pabrik es, air bersih, listrik, BBM solar, bengkel, telepon. Apabila kebutuhan fasilitas masih dirasakan belum memadai maka pihak swasta juga melengkapi kebutuhan industri seperti ikan umpan, garam, pengepakan ikan dan sebagainya.
55 4.1.2 Fasilitas PPSNZ Jakarta PPSNZ Jakarta yang dibangun sejak tahun 1980, resmi beroperasi pada tahun 1984. Pelabuhan perikanan ini dirancang untuk melayani kapal-kapal perikanan yang berukuran > 60 GT yang dioperasikan diperairan laut lepas pantai Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan perairan internasional serta dapat melayani kegiatan ekspor. Sebagai pusat distribusi ikan yang melewati jalan darat, PPSNZ Jakarta menjadi pusat pemasaran ikan dari berbagai daerah di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Untuk menunjang kegiatan operasional PPSNZ Jakarta disediakan berbagai sarana /fasilitas pelabuhan antara lain dermaga untuk mendaratkan ikan, tempat pelelangan ikan, coldstorage, fasilitas industri pengolahan ikan berupa kawasan industri perikanan, pabrik es, serta berbagai fasilitas pendukung kegiatan perikanan. Fasilitas pelabuhan perikanan terbagi kedalam tiga kelompok yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. (1) Fasilitas pokok Fasilitas pokok pelabuhan perikanan samudera (PPS) terdiri dari: lahan industri perikanan, dermaga, kolam pelabuhan, penahan gelombang, rambu navigasi, turap penahan longsor (revetment), jalan komplek. Berikut penjelasan secara rinci setiap fasilitas tersebut. 1) Lahan untuk industri perikanan Tanah kawasan untuk industri perikanan di PPSNZ Jakarta seluas 111 ha terdiri dari 40 ha berupa kolam pelabuhan, kawasan daratan dengan status sertifikat hak pakai (HP) seluas 31 ha dipergunakan untuk perkantoran, fasilitas umum, pertokoan. Lainnya berupa kawasan industri perikanan dengan status hak pengelolaan (HPL) seluas 40 ha. Dengan demikian kawasan daratan yang bersertifikat hak pakai (HP) merupakan kawasan untuk kepentingan pelayanan umum dan yang bersertifikat hak pengelolaan (HPL) diusahakan untuk kawasan industri perikanan. Kawasan yang disiapkan untuk membangun industri perikanan seluas 40 ha, terbagi menjadi 15 blok dan masing-masing bloknya seluas sekitar 2-3 ha. Kemudian masing-masing blok masih dibagi per kapling yang luasnya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing industri (sekitar 2.000-2.500 m/
56 kapling) untuk disewa dengan status hak pakai atau hak guna bangunan. Lay out pembagian blok industri perikanan di PPSNZ Jakarta di sajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Lay out pembagian blok industri perikanan di PPSNZ Jakarta.
2) Dermaga Untuk melayani persiapan kapal mengisi perbekalan kelaut dan membongkar hasil tangkapan ikan disediakan dermaga sepanjang 1.674 m. Sesuai dengan tujuan penggunaannya dermaga terbagi menjadi dermaga bongkar ikan (unloading), dermaga muat (loading) untuk persiapan operasi melaut dan pelayanan kapal angkutan ikan serta dermaga tambat istirahat (berthing).
3) Kolam pelabuhan Digunakan untuk pergerakan kapal didalam pelabuhan disediakan kolam pelabuhan seluas 40 ha dengan kedalaman antara -4,5 sampai dengan 7 meter (Gambar 10). Kapasitas fasilitas ini dipersiapkan untuk dapat mengakomodir kapal ikan berbobot sampai 3.000 GT.
57
Gambar 10 Kolam PPSNZ Jakarta. 4) Penahan gelombang (Breakwater) Untuk melinndungi kapal yang sedang tambat di dermaga dan labuh di kolam pelabuhan perikanan dari pengaruh gelombang laut dibangun pemecah gelombang (breakwater) dikedua sisi kolam pelabuhan yang masing-masing sepanjang 750 m dan 290 m. 5) Rambu navigasi Untuk memandu kapal ikan yang akan masuk atau keluar pelabuhan perikanan terutama pada malam hari, pada bagian ujung penahan gelombang (breakwater) dipasang 2 (dua) buah rambu navigasi berwarna hijau dan merah sebagai tanda alur keluar masuk (pintu) pelabuhan perikanan. 6) Turap ( Revetment ) Untuk menahan tanah agar tidak mengalami abrasi kepantai dan kolam pelabuhan dibangun revetment pada sisi sebelah barat 1.480 m dan timur 1.560 m pelabuhan, yang berfungsi juga untuk melindungi lahan kawasan industri pelabuhan perikanan (Gambar 11).
58
Gambar 11 Turap (revetment) untuk menahan longsor tanah PPSNZ Jakarta. 7) Jalan kompleks Fasilitas ini dibangun untuk melayani transportasi ikan dari dermaga ke kawasan industri, maupun ke tempat pelelangan ikan serta pusat pemasaran ikan. Demikian pula untuk melayani kepentingan suplai bahan logistik dari luar kawasan masuk ke pelabuhan perikanan. Jalan komplek disediakan sepanjang 53.256 m (Gambar 12).
Gambar 12 Jalan komplek industri dan masyarakat di PPSNZ Jakarta (2) Fasilitas fungsional Fasilitas fungsional pelabuhan perikanan samudera (PPS) terdiri dari: tempat pendaratan ikan tuna (tuna landing center/ TLC), tempat pelelangan ikan (TPI), gudang pendingin (cold storage), pabrik es, galangan kapal, stasiun
59 pengisian bahan bakar, kantor pelayanan terpadu, ruang pengolahan, balai pertemuan nelayan, pusat pemasaran ikan (PPI), pos keamanan. Berikut adalah penjelasan rinci setiap fasilitas tersebut. 1) Tempat pendaratan ikan tuna (Tuna Landing Center/ TLC ). Dibangun untuk melayani pendaratan dan pengepakan ikan tuna, yang terletak pada sisi timur kolam pelabuhan perikanan sebanyak 29 lokasi dengan luas bangunan seluruhnya 13.143 m2 (Gambar 13).
Gambar 13 Tuna Landing Center (TLC) di PPSNZ Jakarta. 2) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Luas bangunan 3.367 m2 (Gambar 14), disiapkan untuk melelang ikan yang direncanakan kapal ikan mendaratkan 200 ton per hari. Sesuai tugas pokok dan fungsi dikelola Koperasi dan Dinas perikanan DKI Jakarta.
Gambar 14 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPSNZ Jakarta.
60 3) Gudang pendingin (cold storage) Gudang pendingin (cold storage) dilengkapi dengan ruang pembekuan milik PPPS terdiri dari dua unit dengan kapasitas tampung masing-masing 800 ton dan 200 ton (Gambar 15). Kondisi tidak optimal karena usia teknis dan mahalnya biaya rehabilitasi, sedangkan milik swasta 15 unit dengan kapasitas 200 ton 1.500 ton.
Gambar 15 Coldstorage di PPSNZ Jakarta. 4) Pabrik es Pembangunan pabrik es milik PPPS sebanyak 2 unit dengan total kapasitas 200 ton per hari terdiri dari 1 unit dengan kapasitas 150 ton/hari dan 1 unit kapasitas 50 ton/ hari (Gambar 16). Disamping itu masih ada milik swasta kapasitas 50 ton per hari.
Gambar 16 Pabrik es milik Perum PPSNZ Jakarta
61 5) Galangan Kapal Disiapkan untuk melayani perbaikan kapal ikan berupa 3 buah slipway yang dilengkapi dengan 1 unit bengkel, kapasitas slipway mampu melayani kapal ikan berbobot sampai 500 GT (Gambar 17). Sedangkan untuk kapal ikan di atas 200 GT dibangun oleh swasta dengan system angkat. 6) Stasiun pengisian bahan bakar (SPBB) Stasiun pengisian bahan bakar minyak berupa tongkang minyak solar terdiri dari 4 (empat) unit dengan kuota 15.000 kl per bulan untuk kapal industri perikanan 7) Kantor pelayanan terpadu Bangunan kantor seluas 1.682 m 2 untuk melayani segenap kegiatan perikanan sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi, terdiri dari instansi unit pelaksana teknis (UPT), PERUM PPS, Syahbandar, Pengawas kapal ikan, Dinas Perikanan DKI, dan Instansi terkait lainnya. 8) Ruang pengolahan Terdiri dari 18 unit dengan luas bangunan 26.245 m 2 untuk proses pengolahan dan 56 unit dengan luas bangunan 1.120 m untuk pengepakan ikan 9) Balai pertemuan nelayan (BPN) Dibangun sebagai sarana kegiatan penyuluhan nelayan dengan luas bangunan 144 m 2
Gambar 17 Slipway milik Perum PPS Jakarta.
62
10) Pusat pemasaran Ikan (fish market center) Luas bangunan 3.965 m, direncanakan untuk melayani pemasaran ikan yang didatangkan dari luar daerah sebesar 150 ton / hari (Gambar 18).
Gambar 18 Pusat Pemasaran Ikan (PPI) di PPSNZ Jakarta. 11) Pos keamanan Untuk melayani keamanan kegiatan masyarakat di areal pasar ikan disediakan pos keamanan seluas 150 m 2 untuk aparat kepolisian, keamanan laut (KAMLA) dan satuan pengamanan (SATPAM). (3) Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang PPSNZ Jakarta terdiri dari: mess operator, kios/took, tempat untuk istirahat (rest house), wisma tamu (guest house), unit pengolah limbah. Berikut penjelasan setiap fasilitas tersebut. 1) Mess operator Dibangun untuk keperluan penginapan petugas pelabuhan perikanan yang melakukan kegiatan pelayanan pada malam hari, luas bangunan 192 m 2 2) Kios/Toko Bangunan seluas 1.640 m 2 disediakan untuk pengusaha yang melayani kebutuhan bahan dan alat pendukung kegiatan perikanan 3) Rest house Tempat untuk istirahat (rest house) para petugas pelabuhan perikanan dibangun seluas 460 m 2
63 4) Wisma tamu (guest house) Dibangun 1 unit wisma tamu seluas 296 m 2 untuk menginap tamu yang berkunjung dan berasal dari luar daerah 5) Unit pengolah limbah Dibangun 1 unit pengolah limbah (UPL) yang berasal dari industri perikanan dikawasan PPSNZ Jakarta dengan kapasitas 1000 m per hari
Kondisi sarana/fasilitas tersebut pada umumnya baik kecuali jalan komplek yang rawan kerusakan akibat tergenang air laut pada saat pasang tinggi air laut. Genangan air laut ini meluas pada lahan-lahan yang mengalami penurunan karena terjadi settlement sebagai konsekuensi dari areal yang merupakan hasil reklamasi pada saat pembangunan tahun 1982. Demikian juga bangunan tanpa pondasi tiang pancang umumnya terjadi penurunan. 4.1.3 Pengelolaan PPSNZ Jakarta Pengelolaan Pelabuhan Perikanan dikoordinasikan oleh UPT pelabuhan perikanan samudera sebagai instansi pemerintah yang melakukan tugas-tugas pemerintahan. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya didalam pelabuhan perikanan mengkoordinasi berbagai instansi yang terkait dalam pengelolaan pelabuhan perikanan. Dengan demikian didalam PPSNZ Jakarta terdapat berbagai instansi terdiri atas (1) UPT pelabuhan perikanan samudera; (2) Perusahaan umum prasarana perikanan samudera (PPPS); (3) Dinas perikanan DKI Jakarta; (4) Kantor kesehatan pelabuhan Departemen Kesehatan; (5) Syahbandar Departemen Perhubungan (6) Imigrasi; (7) Bea dan Cukai; (8) Karantina Ikan dan (9) POLRI. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing instansi didalam melayani masyarakat perikanan didalam kawasan pelabuhan perikanan maka diatur didalam Keputusan Menteri Pertanian no. 1082/Kpts/OT.210/10/99 tertanggal 13 Oktober 1999 tentang Tata Hubungan Kerja Unit Pelaksanaan Teknis Pelabuhan Perikanan dengan Instansi terkait. Secara rinci tugas pokok dan fungsi dari masing-masing instansi adalah sebagai berikut. (1) Unit pelaksana teknis (UPT) PPSNZ Jakarta Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP. 26 I/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan, menetapkan bahwa PPSNZ Jakarta adalah unit pelaksana teknis
64 Direktorat Jenderal Perikanan di bidang prasarana pelabuhan perikanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan di dalam PPSNZ Jakarta. Struktur organisasi PPSNZ Jakarta digambarkan pada Gambar 19.
KEPALA SUB BAGIAN KEUANGAN BIDANG TATA OPERASIONAL BIDANG PENGEMBANGAN SEKSI SARANA SEKSI TATA PELAYANAN SEKSI KESYAHBANDARAN PERIKANAN SEKSI PEMASARAN DAN INFORMASI BAGIAN TATA USAHA KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SUB BAGIAN UMUM
Gambar 19 Organisasi UPT-PPSNZ Jakarta.
Selain itu PPSNZ Jakarta adalah salah satu pelabuhan perikanan yang diusahakan. Pelabuhan perikanan yang diusahakan adalah pelabuhan perikanan yang sebagian sarananya dikelola secara produktif dan ekonomis oleh badan usaha milik negara berbentuk PPPS. PPSNZ Jakarta mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pelabuhan perikanan; pengawasan penangkapan ikan; dan pelayanan teknis kapal perikanan. Dalam melaksanakan tugas tersebut PPSNZ Jakarta menyelenggarakan fungsi: 1) Perencananan pengendalian pelaksanaan pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan serta koordinasi pemanfaatan sarana pelabuhan perikanan. 2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyabandaran pelabuhan 3) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan 4) Pengembangan dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat perikanan
65 5) Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi diwilayahnya untuk peningkatan produksi, distribusi dan pemasaran hasil perikanan 6) Pelaksanaan pengawasan penangkapan, penanganan, pengolahan, pemasaran, dan mutu hasil perikanan 7) Pelaksanaan pengumpulan data, pengolahan dan penyajian data dan statistik perikanan 8) Pengembangan dan pengelolaan system informasi dan publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya 9) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari 10) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Dikaitkan dengan ketentuan Menteri Pertanian diatas, UPT pelabuhan perikanan samudera mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang terinci sebagai berikut: 1) Menyelenggarakan pembangunan, pengembangan dan pengelolaan sarana pokok dan penunjang yang menjadi aset pemerintah. 2) Menyelenggarakan pelayanan teknis terhadap kapal perikanan 3) Menyelenggarakan keamanan, ketertiban dan kebersihan di pelabuhan perikanan 4) Menyelenggarakan fungsi kesyabandaran khususnya dalam menertibkan surat ijin berlayar (SIB) bagi kapal di pelabuhan perikanan yang terletak diluar daerah lingkungan kerja pelabuhan umum; dan 5) Mengkoordinasi kan kegiatan instansi tekait di pelabuhan perikanan
Ketersediaan sumberdaya manusia UPT-PPSNZ Jakarta sesuai tugas pokok dan fungsi ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Tingkat pendidikan SDM UPT-Nizam Zachman No Tahun SD SMP SMA DIII S1 S2 S3 Jumlah 1 2001 2 2 39 6 17 5 0 71 2 2002 2 2 36 7 17 5 0 69 3 2003 1 3 37 6 17 5 0 69 4 2004 1 3 37 6 18 6 0 71 5 2005 1 3 38 7 16 10 0 75
Sumber: UPT-PPSNZ Jakarta
66 (2) Perum Prasarana Perikanan Samudera ( PPPS) Pembentukan PPPS melalui peraturan pemerintah Republik Indonesia no. 2 tahun 1990 Jo. no. 23 tahun 2000 Struktur organisasi PPPS Jakarta sesuai surat keputusan Direksi PPPS nomor. Kep-010/PPPS/KPTS/Dir.A/IV/2004 tahun 2004 disajikan pada Gambar 20.
KEPALA CABANG JAKARTA DIVISI KEUANGAN & ADMINISTRASI DIVISI USAHA PELAYANAN KAPAL DIVISI PELAYANAN ANEKA JASA DIVISI PELAYANAN TEKNIK SUB. DIV. KEUANGAN SUB. DIV. RUMAH TANGGA PERLENGKAPAN DAN KEAMANAN SUB. DIV. TATA USAHA DAN HUKUM SUB. DIV. PERSONALIA SUB. DIV. PERENCANAAN DAN DATA STATISTIK SUB. DIV. COLDSTORAGE SUB. DIV. PABRIK ES DAN PERBEKALAN SUB. DIV. TAMBAT LABUH, DOK & KAPAL SUB. DIV. COLDSTORAGE SUB. DIV. PUSAT PEMASARAN IKAN SUB. DIV. TANAH & BANGUNAN SUB. DIV. SARANA PENDINGIN SUB. DIV. SARANA ANEKA JASA SUB. DIV. SARANA KAPAL SUB. DIV. SARANA UMUM KA. URUSAN KA. URUSAN KA. URUSAN KA. URUSAN
Gambar 20 Organisasi PPPS Jakarta.
Pengelolaan fasilitas pelabuhan perikanan oleh PPPS merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan pelayanan pelabuhan perikanan, yang terdiri dari kantor pusat PPPS yang berada di Jakarta dan 9 (sembilan) cabang diseluruh Indonesia, yakni Cabang PPS Jakarta, Cabang PPS Belawan, Cabang PPS Pekalongan, Cabang PPS Brondong, Cabang PPS Pemangkat, Cabang PPS Lampullo, Cabang PPS Tarakan, Cabang PPS Banjarmasin, dan Cabang PPS Prigi. Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99 tertanggal 13 Oktober 1999 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan dinyatakan bahwa PPPS mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pelayanan barang dan atau jasa dan pengusahaan sarana komersial pelabuhan perikanan. Sarana komersial adalah sarana di pelabuhan perikanan yang dapat dikelola secara produktif dan ekonomis. Sarana non komersial adalah sarana di pelabuhan perikanan yang tidak dapat dikelola secara produktif dan ekonomis. Sehingga
67 secara umum kewajiban, wewenang dan tanggung jawab PPPS di pelabuhan perikanan yang diusahakan adalah dalam hal : 1) Pengelolaan sarana pokok pelabuhan perikanan. pelayanan tambat labuh dan bongkar muat ikan di dermaga dan dalam hal (1) melaksanakan pemeliharaan dermaga dan kelengkapannya antara lain bolder, fender, penerangan dan lantai dermaga; (2) melaksanakan pemantauan dan pengawasan atas kondisi dermaga dan kolam pelabuhan secara berkala dan berkesinambungan; (3) pelayanan tambat labuh dan bongkar muat; 2) Pengelolaan lahan kawasan industri 3) Pengelolaan sarana fungsional, sarana penunjang dan pengusahaan barang dan atau jasa yang berasal dari pihak ketiga, dan 4) Pelayanan kapal, pasar grosir ikan dan pelaksanaan ekspor-impor
Ketersediaan sumberdaya manusia yang terlibat didalam pelayanan pelabuhan perikanan tampak pada Tabel 4.
Tabel 4. Tingkat Pendidikan SDM Perum PPSNZ Jakarta No Tahun SD SMP SMA DIII S1 S2 S3 Jumlah 1 2001
18 28
134
9
14 - - 203 2 2002
21 25
146
9
14 - - 215 3 2003
19 27
131
6
13
1 - 196 4 2004
21 22
143
12
17
1 - 215 5 2005
19 20
141
11
21
3 - 212
Sumber: Perum PPSNZ Jakarta (3) Dinas Perikanan DKI Jakarta Dinas perikanan DKI Jakarta berkepentingan dalam kegiatan pengelolaan PPSNZ Jakarta sesuai dengan Peraturan Daerah (PERDA) No. 8 tahun 1985 tentang pelaksanaan pelelangan ikan, serta adanya pusat pemasaran ikan (PPI) yang aktivitasnya dilakukan pada malam hari. Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99 tertanggal 13 Oktober 1999 tentang Organisasi dan Tata hubungan Kerja unit
68 pelaksana teknis pelabuhan perikanan dengan instansi terkait dalam pengelolaan pelabuhan perikanan dinyatakan bahwa dinas perikanan mempunyai wewenang dan tanggung jawab pembinaan teknis perikanan sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah dibidang perikanan. Mengingat keberadaan PPSNZ Jakarta berada di DKI Jakarta, maka dinas perikanan sangat berkepentingan juga didalam tugas-tugas pengumpulan data baik jumlah ikan, pengolahan, kegiatan pemasaran maupun kegiatan perikanan lainnya yang ada dikawasan PPSNZ Jakarta. (4) Kantor Syahbandar Kantor syahbandar sebagai perwakilan dari Departemen Perhubungan mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pengawasan yang berkaitan dengan keselamatan berlayar bagi kapal perikanan. (5) Kantor Kesehatan Kantor kesehatan mempunyai wewenang dan tanggung jawab melakukan penanganan dan pengawasan kesehatan dilingkungan pelabuhan perikanan seperti pemberian vaksinasi, pengobatan, pemeriksaan yang meninggal di kapal perikanan, menanggulangi / mencegah berjangkitnya penyakit menular. (6) Kantor Imigrasi Kantor imigrasi mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pengawasan terhadap anak buah kapal (ABK) asing yang keluar/masuk wilayah Republik Indonesia. (7) Kantor Bea dan Cukai Kantor Bea dan Cukai mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pengawasan terhadap barang-barang muatan kapal perikanan dari/ke luar negeri yang berkaitan dengan pabean. (8) Karantina Ikan Karantina ikan mempunyai berwenang dan bertanggungjawab melaksanakan karantina ikan baik antara area maupun antar negara. (9) POLRI POLRI mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan penanganan, penyidikan dan penaggulangan kasus-ksus kejahatan umum/kriminal dilingkungan pelabuhan perikanan.
69 4.1.4 Kinerja PPSNZ Jakarta Menurut data statistik pelabuhan perikanan tahun 1999 jumlah kapal motor yang mendarat berjumlah 6.235 buah. Walaupun pada tahun 2003 terjadi penurunan jumlah kapal ikan yang mendaratkan di PPSNZ Jakarta sehingga tinggal sejumlah 4.856 buah, akan tetapi jumlah industri perikanan yang melakukan investasi masih cukup besar yaitu mencapai 139 unit dari berbagai bidang usaha. Data dan informasi pelayanan PPSNZ Jakarta melalui PPPS dan Swasta kepada industri perikanan periode tahun 2001-2005 (Tabel 5).
Tabel 5 Jenis pelayanan untuk industri perikanan di PPSNZ Jakarta Tahun 2001- 2005 No Segmen Usaha Satuan 2001 2002 2003 2004 2005 1 Pelayanan Es Ton 56.812 61.957 53.680 48.239 38.285 2 Pelayanan Coldstorage Ton 501.666 399.133 318.792 270.788 288.470 3 Pelayanan Telepon Sst 168 171 182 186 204 4 Pelayanan Listrik Kwh 2.878. 227 3.278. 591 3.315. 025 3.852. 258 4.953. 048 5 Pelayanan Air Ton 189.050 246.652 325.591 208.999 86.137 6 Pelayanan BBM Ton 12.000 12.000 12.000 18.000 12.000 7 Pelayanan Ruang & Bangunan M2 99.792 41.329 48.726 14.557 22.341 8 Pelayanan Tanah M2 231.440 69.076 197.855 69.466 74.954 9 Pelayanan Tambat labuh Kapal 5.500 5.438 3.657 3.647 3.660 10 Pelayanan Bengkel Order 132 198 221 277 215 11 Pelayanan Dok Kapal 132 198 221 277 215 Sumber : PPPS Jakarta. 4.1.5 Industri perikanan Salah satu program Departemen Kelautan dan Perikanan adalah pembangunan dan perbaikan mutu industri perikanan. Program ini cukup beralasan karena dengan sebutan negara maritim yang memiliki kekayaan alam berupa ikan yang dapat dijadikan bahan baku industri sekitar 6,7 juta per tahun. Secara faktual kontribusi sektor perikanan masih sekitar 2% dengan eksport earnings sebesar US $ 963,453 dan memperkerjakan lebih dari 2,7 juta jiwa,
70 akan tetapi kemiskinan di wilayah pesisir masih menjadi ciri khas sektor perikanan (Fauzi 2002). Berbagai kebijakan dan upaya pemerintah telah dilaksanakan untuk memajukan industri perikanan, salah satunya adalah kebijakan menyediakan sarana dan prasarana berupa PPSNZ Jakarta. Ditindak lanjuti dengan membentuk suatu BUMN sebagai pengelola pelabuhan perikanan, serta perangkat lunak berupa ketentuan yang mengatur pemanfaatan lahan pelabuhan perikanan untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perikanan. Upaya pemerintah ternyata menarik minat investor di bidang industri perikanan untuk melakukan kegiatan perikanan di kawasan PPSNZ Jakarta. Sampai dengan tahun 2005 tercatat ada 139 industri perikanan dengan berbagai skala usaha melakukan kegiatan usaha di pelabuhan perikanan dan sesuai kegiatannya industri perikanan tersebut terbagi kedalam 3 (tiga) kelompok besar:
(1) Industri penangkapan Jumlah armada penangkapan yang tercatat di PPSNZ Jakarta tahun 2003 sekitar 1.258 unit kapal berukuran mulai dari 10 GT sampai diatas 500 GT. Sedangkan komposisi jenis dan jumlah kapal yang melakukan aktivitas di PPSNZ Jakarta pada Tabel 6
Tabel 6 Jumlah kapal ikan di PPSNZ Jakarta tahun 2003 Gross tonage (GT) Kapal Jumlah Alat Tangkap < 10 10-20 20-30 30-50 50-100 100-200 >200 Unit Gillnet 50 41 192 1 21 8 0 313 Muroami 0 1 6 1 0 0 0 8 Long-Line 0 0 2 31 102 517 10 776 Boukeami 0 3 22 5 4 0 0 34 Purse-Seine 0 0 1 0 4 0 0 4 B u b u 3 1 13 3 3 0 0 20 Lain-lain 2 0 1 0 0 2 5 14 Pengangkut 37 3 15 2 4 9 19 89 Jumlah 92 49 252 43 252 536 34 1.258 Sumber : PPSNZ Jakarta
71
Gambar 21 Jenis kapal penangkapan ikan tuna.
Jenis kapal yang melakukan kegiatan hampir 60% kapal tuna berukuran 60 GT sampai lebih dari 500 GT (Gambar 21). Dikaitkan dengan jenis dan jumlah kapal penangkapan ikan tuna yang melakukan aktivitas di PPSNZ Jakarta maka jenis ikan yang dominan didaratkan adalah jenis ikan tuna (yellowfin tuna) (Gambar 22). Produksi ikan disamping didaratkan melalui laut, sekitar 150 ton per hari ikan memasuki PPSNZ Jakarta diangkut melalui darat dan langsung dipasarkan di pusat pasar ikan. Jumlah produksi ikan yang dimasukkan ke pelabuhan perikanan baik melalui laut maupun darat selain digunakan untuk bahan baku industri processing untuk diolah menjadi produk olahan tetapi ada juga yang dipasarkan dalam bentuk utuh (bulk fish) dieksport ke luar negeri.
Gambar 22 Jenis ikan tuna didaratkan.
72 Perkembangan dan komposisi produk yang didaratkan baik melalui dara dan laut di PPSNZ Jakarta di sajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Produksi ikan didaratkan di PPSNZ Jakarta Tahun Melalui Darat (ton) Melalui Laut (ton) Jumlah (ton) 1999 26.078 53.880 79.958 2000 27.904 53.471 81.375 2001 33.415 35.761 69.176 2002 22.819 32.726 55.545 2003 5.518 32.021 37.539
(2) Industri processing Sampai dengan tahun 2005 tercatat 139 industri perikanan dengan berbagai skala usaha yang melakukan kegiatan di PPSNZ Jakarta, 66 industri perikanan diantaranya yang berskala besar melakukan kegiatan penangkapan, pengolahan dan pemasaran langsung. Jenis produk olahan yang dihasilkan dari industri pengolahan ada 24 jenis dipasarkan lokal maupun ekspor, khusus bentuk utuh (bulk fish) di ekspor ke Jepang. Bahan baku diperoleh dari penangkapan, membeli ikan antar pulau terutama dari Indonesia bagian timur dan yang diangkut melalui jalan darat berasal dari pelabuhan perikanan Cilacap (Jawa Tengah), Brondong (Jawa Timur), dan Lampung. Disamping dijual dalam bentuk olahan, jenis ikan tuna dalam bentuk loin (Gambar 23) diekspor ke Amerika Serikat dan Uni Eropa, serta Jepang. Gambar 23 Industri processing tuna loin.
Proses Pembuatan Loin Produk Loin
73 (3) Pemasaran Pemasaran produk perikanan yang didaratkan melalui pelabuhan perikanan terbagi dalam 3 (tiga bentuk) yaitu pertama dipasarkan dalam bentuk utuh (bulk fish). Jenis ikan tuna yang dijual utuh terutama tujuan Jepang karena selain masih akan dipasarkan kembali dipasar setempat, permintaan ikan utuh dimaksudkan akan dikonsumsi dalam bentuk mentah (tidak dimasak) dan sesuai budaya di negara tujuan dikenal dengan nama sashimi. Untuk jenis ikan selain tuna (tengiri, kembung, cucut dan lain-lain) dijual utuh akan tetapi terbatas pada pasar lokal dan sebagai pasokan bahan baku industri processing. Sedangkan bentuk kedua adalah bentuk loin (potongan dalam ukuran tertentu) yang dipasarkan ke Amerika Serikat dan Uni Eropa (Gambar 24). Jenis ikan yang dijual dalam bentuk loin pada umumnya ikan tuna. Bentuk ketiga adalah dalam bentuk olahan (product development ) atau kalengan. Bentuk olahan ini sebagian besar dijual lokal, sedangkan ikan yang diproses kaleng atau kalengan tanpa diberi label diekspor ke Amerika Serikat.
Gambar 24 Jenis produk processing tuna loin pesanan pasar ekspor.
Data ekspor ikan yang tercatat berasal dari PPSNZ Jakarta periode tahun 1999 sampai tahun 2003 disajikan pada Tabel 8.
74 Tabel 8 Jumlah ekspor ikan dari PPSNZ Jakarta (ton) Ekspor Tuna Ekspor Udang Ekspor Lainnya Tahun Segar Beku Segar Beku Segar Beku 1999 7.234 5.169 522 3.989 2.410 6.591 2000 8.273 5.475 1.945 4.210 4.702 8.722 2001 7.519 6.368 963 2.943 2.290 3.937 2002 9.532 4.744 1.762 4.456 559 1.602 2003 6.212 8.099 327 2.142 1.245 6.608
Kegiatan dan distribusi pemasaran ikan dikawasan PPSNZ Jakarta baik ikan yang didaratkan melalui laut dan masuk melalui angkutan darat serta jalur distribusi dan rantai pemasaran ikan baik ke perusahaan industri, pasar ikan lokal dan ekspor dapat pada Gambar 25. DIDARATKAN KAPAL PERIKANAN LAUT IKAN / UDANG DIANGKUT LEWAT TRUCK (DARAT) KAPAL TUNA L L DERMAGA KAPAL ANGKUT DERMAGA KAPAL NON TUNA L L DERMAGA KAPAL TUNA L L TEMPAT PENANGKAPAN TUNA CONTAINER TEMPAT PELELANGAN IKAN / TPI INDUSTRI PROCESSING & PEMBEKUAN IKAN / UDANG SEGAR / BEKU PUSAT PEMASARAN IKAN EKSPOR BEKU EKSPOR SEGAR PELABUHAN UDARA / BANDARA PELABUHAN LAUT TUNA BEKU TUNA LOKAL IKAN SEGAR/BEKU PENGECEKAN E K S P O R L O K A L
Gambar 25 Distribusi dan rantai pemasaran ikan di PPSNZ Jakarta.
4.2 Hasil Analisis SEM 4.2.1 Kesesuaian model dengan data Setelah model dianalisis melalui analisis faktor konfirmatori, maka masing-masing variabel dalam model yang fit tersebut dapat digunakan untuk konstruk laten, sehingga full model SEM dapat dianalisis. Hasil pengolahannya dapat dilihat pada Gambar 25 dan Tabel 9.
75 Tabel 9 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model Indeks ke sesuaian model terhadap data Syarat sebuah model fit Hasil analisis Evaluasi model Chi-square <1418,57 1334,85 Baik Significance probability = 0,05 0,0009 Baik RMSEA (root mean square error of approximation) = 0,08 0,061 Baik GFI (goodness-of-fit index) = 0,90 0,95 Baik AGFI (adjusted goodness-of- fit index) = 0,90 0,92 Baik NFI (normed fit index) = 0,90 0,91 Baik NNFI (non-normed fit index) = 0,90 0,92 Baik IFI (incremental fit index) = 0,90 0,95 Baik RFI (relatif fit index) 0 -1 0,90 Baik CFI (comparative fit index) = 0,90 0,94 Baik
Gambar 26 Structural equation model dari industri perikanan di PPSNZ Jakarta
Hasil pengujian model menunjukkan bahwa model tersebut signifikan pada a = 0,05. Tingkat signifikansi chi-square model menunjukkan angka 88,95 = 155,9 (Tabel 26). Nilai-nilai indeks seperti GFI, AGFI, NFI, NNFI, IFI, RFI, CFI dan RMSEA berada dalam batas batas yang ditetapkan. Pengujian data menunjukkan critical ratio (CR) = 2,89 yang berarti data menyebar normal. LINGKUNGAN INDUSTRI PERIKANAN KEBIJAKAN PEMERINTAH INTERNAL INDUSTRI EKSTERNAL INDUSTRI LINGKUNGAN EKONOMI X2 X3 X4 X5 X6 X9 X10 X11 X33 X34 X35 X36 X37 X38 X32 X31 X30 X29 X28 X27 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X25 X26 X24 X13 X7 X8 X12 X1 3.48 2.78 2.61 3.50 2.91 2.71 3.39 KINERJA INDUSTRI PERIKANAN PELAYANAN PELABUHAN 3,34 3.96 3.39 3.09 3.23 2.56 3,07 3.13 2.83 2.11 3.14 2.86 3.11 2.66 3.13 3.08 2.44 2.86 3.89 7.48 4.94 6.91 -0,94 5.22 8.17 1.43 DAYA SAING GLOBAL 418 3.19 3.45 4,18 4,00 1.96 2.19 2.36 2.51 2.78 9.70 8.66 9.42 9.82 8.65 9.38 9.58 8.66 8.77 9.71 9.39 8.91 9.65 8.32 9.61 9.70 8.15 9.53 9.65 8.75 8.91 9.48 8.05 9.42 9.57 9.48 9.40 9.90 4.52 7.16 8.83 9.94 8.84 3.84 9.34 9,51 8,74 9.70 2.78 3.64 4.63 2.95 2.16 UJI GOODNESS OF FIT : Chi -Square = 1334.85 DF = 771 RMSEA = 0,061 NFI = 0,91 NNFI = 0,92 CFI = 0,92 IFI = 0,95 RFI = 0,94 GFI = 0,95 AGFI = 0,92 PGFI = 0,61 2.73 2.11 3.21
76 Analisis descriptive statistic menunjukkan hasil bahwa data layak digunakan dan dinyatakan fit termasuk model di terima dan tidak perlu dilakukan modifikasi. Selanjutnya berdasarkan model fit ini akan dilakukan pengujian terhadap tiga belas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Dari hasil uji terhadap nilai lambda atau faktor loading diperoleh nilai = 0.40 menunjukkan bahwa segenap variabel pada kebijakan pemerintah, kinerja industri perikanan, lingkungan industri perikanan dan pelayanan pelabuhan perikanan samudera serta daya saing global industri perikanan menunjukkan berdimensi satu sama lain. Sebaliknya jika hasil analisis menunjukan nilai lambda lebih kecil dari 0,40 maka variabel dinyatakan tidak berdimensi sama dengan variabel lain untuk menjelaskan variabel laten (Tabel 10). Dari hasil analisis Tabel 10 menunjukkan bahwa ke tigapuluh delapan variabel diatas secara bersama menyajikan undimensionalitas variabel laten KIP, LIP, KB dan PEL serta DSG. Dari hasil uji terhadap bobot faktor disajikan dalam Tabel 11, menunjukkan sampai sejauhmana kuatnya dimensi-dimensi itu membentuk faktor latennya. Analisis dengan menggunakan uji-t terhadap regression weight, apabila C.R (Critical Ratio) atau disebut juga dengan t-hitung dalam analisis regressi nilai C.R. yang lebih besar dari 2,0 dinyatakan signifikan, maka hasil analisis ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan tidak ada perbedaan antara matriks kovarians sampel dengan matriks kovarians populasi yang diestimasi diterima. Hal ini berarti model yang diusulkan dapat diterima dan terdapat dua konstruk yang berbeda dengan dimensinya. Apabila setiap variabel dari masing-masing variabel menunjukan nilai regression weight atau standardized estimate = 2,58 dan ini sudah memenuhi syarat sehingga dapat diterima. Demikian pula halnya dengan nilai C.R (Critical ratio) = 2,0 dinyatakan signifikan berarti semua variabel yang dianalisis dapat diterima. Di dalam analisis ini jika ditemui nilai korelasi tinggi tidak berarti hubungan kausal sangat kuat dari setiap variabel. Nilai P secara keseluruhan menunjukkan nilai = 0,05, sehingga variabel memiliki independensi variabel satu dengan lainnya Tabel 11.
77 Tabel 10 Hasil uji nilai lambda atau faktor loading baku Faktor Variabel Nilai lambda Pembanding Hasil X 25 0,88 = 0,40 Berdimensi X 26 0,55 Kebijakan pemerintah (KB) X 27 0,71 X 13 0,88 = 0,40 Berdimensi X 14 0,69 X 15 0,79 X 16 0,93 X 17 0,82 X 18 0,85 X 19 0,83 X 20 0,86 X 21 0,81 X 22 0,68 X 23 0,74 Kinerja industri perikanan (KIP) X 24 0,78 Lingkungan industri perikanan (LIP) :
X 1 0,88 = 0,40 Berdimensi X 2 0,55 Internal industri (II) X 3 0,84 X 4 0,64 = 0,40 Berdimensi X 5 0,89 X 6 0,88 X 10 0,73 Eksternal Industri (EI) X 12 0,82 X 7 0,70 = 0,40 Berdimensi X 8 0,88 X 9 0,83 Lingkungan ekonomi (LE) X 11 0,81 Berdimensi X 28 0,70 = 0,40 X 29 0,70 X 30 0,57 X 31 0,66 Pelayanan PPS (PEL) X 32 0,65 X 33 0,52 = 0,40 X 34 0,70 X 35 0,57 X 36 0,55 X 37 0,67 Daya saing global industri perikanan (DSG) X 38 0,66 Berdimensi
78 Tabel 11 Regression weight model industri perikanan memasuki era globalisasi Regression Weights : US Estimate S . E C . R P X 1 ( Internal industri perikanan) X 2 ( Internal industri perikanan) X 3 ( Internal industri perikanan ) X 4 ( Eksternal industri perikanan) X 5 ( Eksternal industri perikanan) X 6 ( Eksternal industri perikanan ) X 7 ( Lingkungan ekonomi) X 8 ( Lingkungan ekonomi) X 9 ( Lingkungan ekonomi ) X 10 ( Lingkungan industri perikanan) X 11 ( Lingkungan industri perikanan) X 12 ( Lingkungan industri perikanan ) X 13 ( Kinerja industri perikanan) X 14 ( Kinerja industri perikanan) X 15 ( Kinerja industri perikanan) X 16 ( Kinerja industri perikanan ) X 17 ( Kinerja industri perikanan ) X 18 ( Kinerja industri perikanan ) X 19 ( Kinerja industri perikanan ) X 20 ( Kinerja industri perikanan ) X 21 ( Kinerja industri perikanan) X 22 ( Kinerja industri perikanan) X 23 ( Kinerja industri perikanan) X 24 ( Kinerja industri perikanan) X 25 ( Kebijakan pemerintah) X 26 ( Kebijakan pemerintah ) X 27 ( Kebijakan pemerintah) X 28 ( Pelayanan PPS) X 29 ( Pelayanan PPS) X 30 ( Pelayanan PPS) X 31 ( Pelayanan PPS) X 32 ( Pelayanan PPS) X 33 (Daya saing global industri perikanan) X 34 (Daya saing global industri perikanan) X 35 (Daya saing global industri perikanan) X 36 (Daya saing global industri perikanan) X 37 (Daya saing global industri perikanan) X 38 (Daya saing global industri perikanan) 0,17 0,38 0,17 0,17 0,37 0,21 0,19 0,32 0,30 0,14 0,21 0,36 0,16 0,35 0,20 0,13 0,32 0,24 0,20 0,34 0,32 0,16 0,26 0,34 0,19 0,46 0,22 0,054 0,30 0,42 0,57 0,080 0,22 0,36 0,23 0,21 0,38 0,32 0,60 0,11 0,061 0,64 0,10 0,072 0,069 0,094 0,090 0,059 0,074 0,11 0,08 0,11 0,072 0,059 0,10 0,085 0,077 0,11 0,10 0,066 0,92 0,11 0,048 0,061 0,045 0,057 0,057 0,061 0,069 0,056 0,070 0,087 0,067 0,065 0,091 0,081 2,73 3,48 2,78 3,61 3,50 2,91 2,71 3,39 3,34 3,96 3,09 3,39 2,11 3,13 2,83 2,11 3,14 2,86 2,66 3,13 3,11 2,44 2,86 3,08 4,00 7,48 4,94 -0,94 5,22 6,91 8,17 1,43 3,21 4,18 3,45 3,19 4,18 4,00 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009
4.2.2 Hasil pengujian hipotesis Analisis terhadap kinerja industri perikanan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (H1, H2 dan H3) lingkungan industri perikanan dan faktor- faktor yang mempengaruhinya (H4 dan H5) dan pengaruh kebijakan pemerintah terhadap pelayanan PPSNZ Jakarta (H6) menyimpulkan bahwa semua hipotesis penelitian yang diajukan adalah terbukti benar karena nilai CR lebih besar dari 1,96 pada a = 0,05 (Tabel 12).
79 Tabel 12 Pengujian hipotesis H Hipotesis Hasil C.R Kriteria H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
H9
H10
H11
H12
H13 Internal Industri akan berpengaruh positip terhadap lingkungan Industri perikanan
Eksternal industri akan berpengaruh positip terhadap lingkungan industri perikanan
Lingkungan ekonomi akan berpengaruh positif terhadap lingkungan industri perikanan
Kebijakan pemerintah akan mempengaruhi positif lingkungan industri perikanan
Pelayanan pelabuhan perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh kebijakan pemerintah
Pelayanan pelabuhan perikanan akan mempengaruhi positif terhadap lingkungan industri perikanan
Kinerja industri perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh kebijakan pemerintah
Kinerja industri perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh lingkungan industri perikanan
Kinerja industri perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh pelayanan PPSNZ Jakarta
Daya saing global industri perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh kebijakan pemerintah
Daya saing global industri perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh kinerja industri perikanan
Daya saing global industri perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh lingkungan industri perikanan
Daya saing global industri perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh pelayanan PPSNZ Jakarta 3,23
2,56
3,07
4,63
2,95
2,78
2,51
2,19
2,78
3,64
2,36
1,96
2,16 Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
80 Setelah dilakukan analisis data dan pengujian terhadap tiga belas hipotesis, akhirnya diperoleh bahwa semua CR dari semua hipotesis = 1,96 sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga belas hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini dapat diterima. Tiga faktor berpengaruh penting (signifikan) terhadap kinerja industri perikanan (KIP) yaitu lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah, dan pelayanan PPSNZ Jakarta termasuk komponen-komponen pentingnya telah teridentifikasi (Tabel 34). Pada faktor lingkungan industri perikanan, ke 3 variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja industri perikanan adalah variabel industri pemasok (X 7 nilai CR = 3,96), variabel teknologi ( X 4 nilai CR = 3,61) serta variabel jasa pelatihan (X 5 nilai CR = 3,50). Pada faktor kebijakan pemerintah (KB), variabel paling besar pengaruhnya terhadap kinerja dan pengembangan industri perikanan adalah variabel pembentukan BUMN (X 26 nilai CR = 7,48) dan variabel pengaturan pengelolaan lahan industri perikanan (X 27 nilai CR = 4,94) selanjutnya variabel pembangunan pelabuhan perikanan samudera Jakarta sebagai basis pengembangan industri perikanan (X 25 nilai CR = 3,89), Demikian pula halnya dengan faktor pelayanan pelabuhan perikanan samudera Jakarta (PEL) dari ke 5 variabel secara berurutan paling besar pengaruhnya terhadap kinerja dan pengembangan industri perikanan adalah variabel pelayanan logistik (X 31 nilai CR = 8,17), variabel pelayanan pemasaran (X 30 nilai CR = 6,91), variabel pelayanan industri processing (X 29 nilai CR = 5,22), dan pelayanan fasilitas pendukung (X 32 nilai CR = 1,43) serta variabel yang terkecil adalah variabel pelayanan produksi (X 28 nilai CR = -0,94). Di lain pihak ke tiga faktor disamping berpengaruh langsung terhadap kinerja dan pengembangan industri perikanan juga saling berpengaruh secara signifikan seperti faktor lingkungan industri perikanan dipengaruhi secara signifikan baik oleh kebijakan pemerintah maupun pelayanan pelabuhan perikanan samudera Jakarta. Demikian pula pelayanan pelabuhan perikanan samudera dipengaruhi secara signifikan oleh kebijakan pemerintah. Penjelasan yang sama berlaku untuk faktor-faktor lain namun dengan variabel-variabel berbeda seperti yang tercantum dalam Tabel 13.
81 Tabel 13 Komponen penting dari faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan di PPSNZ Jakarta
Hipotestis Faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan
Komponen penting yang berpengaruh dan nilai Critical ratio (CR)
Dampak terhadap kinerja yang dipengaruhi H1 Internal Industri
SDM (X1 = 2,73) Inovasi teknologi (X2 = 3,48) Keuangan/Aset perusahaan (X3 = 2,78)
H2
Eksternal Industri Teknologi (X4 = 3,61) Jasa pelatihan (X5 = 3,50) Infrastruktur (X6 = 2,91) Industri pemasok (X7 = 3,96) Persaingan antar perusahaan (X8 = 3,09)
H 3
Lingkungan Ekonomi Lingkungan teknologi (X9 = 2,71) Situasi perdagangan global (X10 = 3,39) Ketersediaan SDA dan energi (X11 = 3,34) Kondisi ekonomi (X12 = 3,39) Lingkungan Industri Perikanan (LIP) H 4 Kebijakan Pemerintah (KB) nilai CR = 4,63 Komponen penting yang berpengaruh dan nilai critical ratio (CR) PPSNZ Jakarta sebagai sentra atau basis untuk kegiatan industri perikanan (X25 = 3,89) Pembentukan BUMN pengelola pelabuhan perikanan untuk melayani industri perikanan (X26 = 7,48) Pengaturan pemanfaatan lahan untuk kegiatan industri. (X27 = 4,94) Lingkungan Industri Perikanan (LIP) Internal Industri Eksternal Industri Lingkungan Ekonomi
H5
Kebijakan Pemerintah (KB) nilai CR = 4,63
Komponen penting yang berpengaruh dan nilai critical ratio (CR) PPSNZ Jakarta sebagai sentra atau basis untuk kegiatan industri perikanan (X25 = 3,89) Pembentukan BUMN pengelola pelabuhan perikanan untuk melayani industri perikanan (X26 = 7,48) Pengaturan pemanfaatan lahan untuk kegiatan industri. (X27 = 4,94)
PPSNZ Jakarta (PEL) nilai CR = 2,78 Komponen penting yang berpengaruh dan nilai critical ratio (CR) Pelayanan produksi (X28 = -0,94) Pelayanan industri processing (X29 = 5,22) Pelayanan pemasaran (X30 = 6,91) Pelayanan logistik (X31 = 8,17) Pelayanan fasilitas pendukung (X32 = 1,43)
H 6
PPSNZ Jakarta (PEL) nilai CR = 2,78
Komponen penting yang berpengaruh dan nilai critical ratio (CR) PPSNZ Jakarta (PEL) nilai CR = 2,78 Pelayanan produksi (X28 = -0,94) Pelayanan industri processing
Lingkungan Industri Perikanan (LIP) Internal Industri Eksternal Industri Lingkungan Ekonomi
82 (X29 = 5,22) Pelayanan pemasaran (X30 = 6,91) Pelayanan logistik (X31 = 8,17) Pelayanan fasilitas pendukung (X32 = 1,43) H7 Kebijakan pemerintah (KB) nilai CR = 2,51 Komponen penting yang berpengaruh dan nilai Critical ratio (CR) PPSNZ Jakarta sebagai sentra atau basis untuk kegiatan industri perikanan (X25 = 3,89) Pembentukan BUMN pengelola pelabuhan perikanan untuk melayani industri perikanan (X26 = 7,48) Pengaturan pemanfaatan lahan untuk kegiatan industri. (X27 = 4,94)
H8
Lingkungan industri perikanan: (LIP) CR= 2,19
Komponen penting yang berpengaruh dan nilai Critical ratio (CR) 1. Internal industri 2 Eksternal industri 3 Lingkungan ekonomi
H 9
PPSNZ Jakarta (PEL) nilai CR = 2,78
Komponen penting yang berpengaruh dan nilai critical ratio (CR) Pelayanan produksi (X28 = -0,94) Pelayanan industri processing (X29 = 5,22) Pelayanan pemasaran (X30 = 6,91) Pelayanan logistik (X31 = 8,17) Pelayanan fasilitas pendukung (X32 = 1,43) Kinerja Industri Perikanan (KIP) Laba (rugi)(X13 = 3,21) Return on investment (X14 = 3,13) Return on equity (X15 = 2,83) Volume penjualan (X16 = 2,51) Pertumbuhan penjualan (X17 =3,14) Pertumbuhan pelanggan (X18 = 2,86) Kemampuan pengembangan produk (X19 =2,69) Kemampuan harga bersaing (X20 =3,13) Mutu produk (X21 =3,11) Produktivitas kerja (X22 =2,44) Penyerapan tenaga kerja (X23 =2,86) Jaringan pemasaran luas (X24 =3,08)
H 10
Kebijakan Pemerintah (KB) nilai CR = 4,63
Komponen penting yang berpengaruh dan nilai critical ratio (CR)Laba (rugi)(X13 = 3,21) PPSNZ Jakarta sebagai sentra atau basis untuk kegiatan industri perikanan (X25 = 3,89) Pembentukan BUMN pengelola pelabuhan perikanan untuk pelayani industri perikanan (X26 = 7,48) Pengaturan pemanfaatan lahan untuk kegiatan industri. (X27 = 4,94)
H11 Kinerja industri perikanan CR = 2,36 Return on investment (X14 = 3,13) Return on equity (X15 = 2,83) Volume penjualan (X16 = 2,51) Pertumbuhan penjualan (X17 =3,14) Pertumbuhan pelanggan Daya Saing Global (DSG) Kemampuan teknologi (X33 = 3,21) Jaminan mutu produk (X34 = 3,45) Kemampuan imitabilitas (X35 = 3,45) Harga produk kompetitit (X36= 3,19)
83 (X18 = 2,86) Kemampuan pengembangan produk (X19 =2,69) Kemampuan harga bersaing (X20 =3,13) Mutu produk (X21 =3,11) Produktivitas kerja (X22 =2,44) Penyerapan tenaga kerja (X23 =2,86) Jaringan pemasaran luas (X24 =3,08) Ketersediaan bahan baku (X37 = 4,16) Kemampuan durabilitas (X38 = 3,07)
H 12
Lingkungan industri perikanan: (LIP) CR= 2,19
Komponen penting yang berpengaruh dan nilai Critical ratio (CR) 1. Internal industri 2 Eksternal industri 3 Lingkungan ekonomi
H 13
Pelayanan PPSNZ Jakarta CR=2,16
Komponen penting yang berpengaruh dan nilai critical ratio (CR) PPSNZ Jakarta (PEL) nilai CR = 2,78 Pelayanan produksi (X28 = -0,94) Pelayanan industri processing (X29 = 5,22) Pelayanan pemasaran (X30 = 6,91) Pelayanan logistik (X31 = 8,17) Pelayanan fasilitas pendukung (X32 = 1,43)
4.3 Pembahasan 4.3.1 PPS Sebagai Basis Pengembangan Industri Perikanan 4.3.1.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap pelayanan PPS
Pelabuhan perikanan sebagai prasarana penangkapan ikan adalah faktor penting dalam pembangunan perikanan. Sebagai tempat berlabuh dan bertambat kapal untuk membongkar hasil tangkapannya pelabuhan perikanan menjadi penunjang dalam kelancaran kegiatan produksi di sektor perikanan tangkap karena menjadi penghubung antara daerah foreland dan hinterlandnya. Dengan segenap fasilitasnya sangat menentukan penunjang keberhasilan dalam pemanfaatan potensi sumber daya ikan secara optimal melalui kegiatan penangkapan juga berfungsi sebagai pusat kegiatan di bidang produksi, pengolahan dan pemasaran perikanan. Hipotesis 5 menyatakan pelayanan pelabuhan perikanan dipengaruhi secara positif oleh kebijakan pemerintah diterima (Tabel 12). Kebijakan pemerintah ini dibuat sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan pemerintah
84 dalam mengatasi masalah keterbatasan prasarana berupa pelabuhan perikanan yang terkait dengan pengembangan industri perikanan (Madecor Group 2001). Kebijakan pemerintah membangun prasarana berupa pembangunan PPS untuk mendukung industri perikanan sudah tepat. Sesuai dengan pasal 41 Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan, peranan penting yang diharapkan pelabuhan perikanan adalah mendukung peningkatan produksi perikanan, memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan, mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat perikanan, pelaksanaan dan pengendalian sumberdaya ikan, dan mempercepat pelayanan terhadap kegiatan di bidang usaha perikanan. Selanjutnya pada pasal 5 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 16/Men/2006 tentang pelabuhan perikanan menyebutkan bahwa pemerintah menyelenggarakan dan membina pelabuhan perikanan yang dibangun oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten /Kota, BUMN maupun perusahaan swasta. Hingga tahun 2003, Departemen Kelautan dan Perikanan telah membangun + 600 Pelabuhan Perikanan / Pusat Pendaratan Ikan yang dibiayai APBN, APBD maupun bantuan Luar Negeri. Selanjutnya melalui anggaran SPL- OECF / JBIC INP 22 tahun 2001, telah dilakukan rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan perikanan / pusat pendaratan ikan pada 64 lokasi yang tersebar pada 22 provinsi di seluruh Indonesia (Departemen Kelautan dan Perikanan 2004). Pada tahun 2001 2003 Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah merubah status 22 buah pelabuhan perikanan pantai (PPP) dari 24 PPP yang ada, yaitu merubah status 9 PPP menjadi pelabuhan perikanan nusantara (PPN) dan 13 PPP menjadi milik pemerintah daerah. Penyerahan ini dilakukan melalui Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.18/MEN/SJ/2001 tanggal 12 Maret 2001 tentang Penghapusan Barang Milik / Kekayaan Negara Departemen Kelautan dan Perikanan terkait adanya tuntutan pemberlakuan otonomi daerah, sedangkan sisanya 2 PPP masih dibawah pengelolaan DKP. Berikutnya dilanjutkan dengan peningkatan status 3 pelabuhan perikanan nusantara (PPN) menjadi pelabuhan perikanan samudera (PPS). Dengan adanya perubahan status pelabuhan perikanan tersebut maka DKP mengelola 2 PPP, 11 PPN dan 5 PPS (Departemen Kelautan dan Perikanan 2004).
85 Mengingat fungsi pelabuhan perikanan cukup luas maka pembangunan dan pengoperasiannya tidak berjalan sendiri, akan tetapi harus didukung dengan berbagai program / kegiatan lainnya baik antar subsektor maupun lintas sektoral. Koordinasi dan sinkronisasi antara semua pihak yang terkait mutlak diperlukan bahkan terus dibina dan dikembangkan. Kenyataan yang berkembang saat ini dukungan masyarakat maupun instansi pemerintah yang terkait belum sepenuhnya ditujukan untuk mewujudkan peranan pelabuhan perikanan agar dapat berfungsi secara optimal. Kehadiran pelabuhan perikanan masih perlu didukung dengan kegiatan promosi supaya dikenal dan membudaya di kalangan masyarakat perikanan, sehingga tingkat operasionalnya setahap demi setahap dapat dicapai sesuai dengan yang direncanakan dan dapat menarik minat investor mengembangkan usahanya di pelabuhan perikanan. Pembentukkan badan usaha milik negara (BUMN) sebagai pengelola PPS mempunyai hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap pelayanan PPS (Tabel 12 dan Gambar 26). Keberadaan BUMN ini dirasakan manfaatnya oleh industri perikanan terutama mekanisme pelayanannya dapat mengurangi birokrasi sehingga dapat memperlancar kinerja industri. Untuk pelayanan menggunakan organisasi proyek manajemen unit (PMU), ternyata masih terhambat masalah aturan keuangan pemerintah mengakibatkan pelayanan kurang lancar. Untuk mengatasi kendala ini dibentuk organisasi pengelola usaha berbentuk BUMN (PPPS) yang bertujuan memberikan pelayanan umum dan sekaligus memupuk keuntungan sekalipun pada pasal 35 Undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyebutkan bahwa pendirian Perum tidak semata-mata untuk mengejar keuntungan (cost effectiveness / cost recovery). Melalui BUMN diharapkan pengelola pelabuhan perikanan mampu meningkatkan kinerja dan menekan biaya tinggi agar efisien dan bisnis dapat tercapai. Pengaturan pemanfaatan tanah industri mempunyai hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap pelayanan PPS. Hasil analisis kebijakan pemerintah dalam pengaturan pemanfaatan tanah industri yang diberlakukan melalui keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no 32 tahun 2001 dan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no 12 tahun 2001 memberikan peluang berupa penambahan modal kepada industri perikanan. Kebijakan pemerintah ini merupakan salah satu bentuk keputusan yang harus diiplementasikan melalui pelayanan PPSNZ Jakarta. Adapun tujuannya adalah
86 memberi dukungan kepada industri perikanan berupa kemampuan modal yang diharapkan akan dapat meningkatkan kinerja dan daya saing antar perusahaan dalam berbagai situasi dan kondisi ekonomi era global. Kebijakan pemerintah ini tidak jauh berbeda dengan teori Kotler (1990), mengenai peranan pemerintah dalam hal penyediaan fasilitas dan dukungan permodalan untuk pengembangan industri perikanan. Dengan demikian (KB) ini mampu berpengaruh terhadap pelayanan PPSNZ Jakarta guna mendorong berkembangnya industri perikanan. 4.3.1.2 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap lingkungan industri perikanan
Pengertian tentang pelabuhan perikanan sebagai pusat pelayanan umum, sebenarnya banyak macam rumusannya (Murdiyanto 2004). Sebagai suatu lingkungan kerja, pelabuhan perikanan berfungsi sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan produksi perikanan. Fungsi tersebut meliputi berbagai macam aspek yakni sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan, tempat berlabuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan hasil tangkapan, tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan, pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan, pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil tangkapan, serta pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan). Sebagai suatu lingkungan kerja maka pelabuhan perikanan terdiri atas berbagai fasilitas atau sarana yang dapat mendukung kelancaran kerja; namun demikian fungsi yang harus diemban sebagai hanya suatu lingkungan kerja adalah cukup luas dan majemuk sehingga memerlukan berbagai tatanan yang diperlukan sehingga lingkungan kerja pelabuhan perikanan tetap dapat berfungsi secara optimal. Terselenggaranya berbagai fungsi tersebut tentunya atas adanya kerjasama yang terkoordinasi/terintegrasi antara berbagai instansi maupun institusi yang berkaitan dengan pengembangan usaha dan masyarakat perikanan. Walaupun tidak dirumuskan secara eksplisit akan tetapi menurut uraian pengertian tersebut di atas, pelabuhan perikanan antara lain juga berfungsi sebagai pusat pengolahan dan pembinaan mutu hasil perikanan. Hal ini menyebabkan pelabuhan perikanan adalah sebuah mata rantai dari sistem produksi yang banyak memberikan nilai tambah dalam seluruh rantai perjalanan distribusi hasil perikanan mulai dari ditangkap dari laut sampai berada di konsumen.
87 Fasilitas pelabuhan perikanan dengan kapasitas dan tata letaknya memiliki keterkaitan dengan efisiensi dan efektivitas fungsi pelabuhan perikanan sebagai pusat kegiatan di bidang perikanan. Masih tersedianya lahan untuk kawasan industri pengolahan hasil perikanan. di PPSNZ Jakarta memungkinkan pihak swasta untuk turut serta memberikan kontribusinya bagi pemanfaatan sumberdaya perikanan melalui pengembangan kawasan pelabuhan perikanan. Dengan gambaran potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang luasnya sekitar 5,8 juta km (Nikijuluw 2002), maka salah satu starting point pembangunannya adalah pengembangan investasi di sektor ini, yang diyakini dapat menjadi industri kelautan yang kuat dan terintegrasi secara vertikal maupun horisontal. Paling tidak terdapat 5 (lima) kelompok industri kelautan yakni (1) industri mineral dan energi laut, (2) industri maritim termasuk industri galangan kapal, (3) industri pelayaran, (4) industri pariwisata, dan (5) industri perikanan. Dalam kerangka ini maka industri perikanan dapat diproyeksikan sebagai salah satu lokomotif pembangunan keempat industri kelautan lainnya. Hal ini berarti apabila industri perikanan berkembang akan dapat menarik pertumbuhan ke empat industri lainnya (Kamaluddin 2002). Oleh karenanya, untuk membangun industri kelautan yang tangguh diperlukan industri perikanan yang kuat. Untuk melakukan usaha pembinaan dalam peningkatan kegiatan perikanan tangkap, maka minimal terdapat 5 komponen yang harus disinergikan untuk menghasilkan proses percepatan pembangunan di bidang perikanan laut, khususnya perikanan tangkap, yaitu: unit pemasaran, unit sarana produksi, unit prasarana penangkapan ikan, unit usaha penangkapannya sendiri dan unit pengolahan. Hasil analisis menunjukkan pelayanan PPSNZ Jakarta mempunyai hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap LIP (Tabel 12 dan 13 serta Gambar 26). Pelayanan PPSNZ Jakarta terdiri dari 5 (lima) variabel yaitu pelayanan produksi, pelayanan industri processing, pelayanan pemasaran, pelayanan logistik. Sebagaimana disebutkan oleh Kamaluddin (2002), bahwa peningkatan fungsi pelabuhan perikanan itu dapat tercermin dalam berbagai hal, seperti sistem pelayanan terhadap proses distribusi hasil perikanan. Karenanya pembangunan pelabuhan perikanan harus dapat mempertimbangkan aspek potensi perikanan laut, pengelompokan nelayan dan aspek keterjangkauan dalam melakukan transkasi pembelian serta penjualan ikan (akses pasar).
88 Dikaitkan dengan fungsi PPS adalah mendukung kegiatan pengelolaan, pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran, maka hasil analisis yang dinyatakan berpengaruh signifikan berarti pelayanan produksi dengan menyediakan fasilitas dermaga untuk tambat labuh kapal. Dengan semakin baik tingkat pelayanan tambat labuh di PPSNZ Jakarta berarti faktor lingkungan industri perikanan dapat dinyatakan mendukung kinerja industri dalam kegiatan produksi penangkapan. Pelayanan industri processing terhadap LIP setelah dianalisis menunjukkan hasil signifikan artinya semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta terhadap pengguna jasa akan mempunyai hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap lingkungan industri. Dengan semakin kondusip lingkungan industri sesuai dengan temuan Madecor Group (2001) akan berpengaruh terhadap kinerja industri. Pelayanan kegiatan pemasaran setelah dianalisis menunjukkan hasil signifikan sehingga semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta dalam hal pemasaran ikan akan berpengaruh signifikan terhadap lingkungan industri. Pelayanan PPSNZ Jakarta terhadap pemasaran industri berupa penyediaan fasilitas tempat pelelangan ikan, pusat pemasaran ikan dan gudang pendingin (cold storage) untuk penyimpanan ikan akan menciptakan lingkungan industri yang dapat mendukung kinerja industri. Pelayanan kebutuhan logistik kapal setelah dianalisis menunjukkan hasil signifikan artinya dengan semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta akan menciptakan lingkungan industri yang dapat meningkatkan kinerja industri. Teori Madecor Group (2001), tentang peranan pelayanan logistik oleh PPSNZ Jakarta akan menciptakan kondisi yang memberikan motivasi untuk tumbuh dan berkembangnya industri pemasok industri. Pelayanan fasilitas pendukung industri setelah dianalisis menunjukkan hasil yang signifikan, artinya pelayanan PPSNZ Jakarta akan menciptakan lingkungan industri yang menarik minat para investor untuk berinvestasi dan meningkatkan kualitas kinerjanya. Pada Gambar 26 tampak bahwa jenis variabel yang digunakan untuk mengukur pelayanan PPSNZ Jakarta adalah pelayanan produksi (X 28 ), pelayanan industri processing (X 29 ) pelayanan pemasaran (X 30 ) pelayanan logistik (X 31 ) pelayanan fasilitas pendukung (X 32 ), sedangkan faktor yang
89 digunakan (LIP) adalah kondisi II kondisi EI dan LE. Jika PPSNZ Jakarta merupakan determinasi dari (LIP) maka semakin baik tingkat pelayanan pelabuhan perikanan akan semakin baik kondisi lingkungan industri perikanan. Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan produksi (X 28 ) dan pelayanan logistik (X 31 ) berpengaruh terhadap (LIP) dengan faktor kondisi II (X 10 ) dibuktikan dengan kebutuhan adanya galangan kapal, pada saat ini terlayani 308 kapal per tahun. jika pelayanan semakin ditingkatkan untuk mencukupi kebutuhan 500 kapal per tahun berarti akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja dan mendorong industri pemasok galangan kapal untuk meningkatkan kinerjanya. Demikian kebutuhan konsumsi BBM solar 18.000 KL per bulan baru dilayani 15.000 KL per bulan. Jika pelayanan PPSNZ Jakarta ditingkatkan akan berpengaruh terhadap (LIP) industri pemasok harus dapat meningkatkan kinerjanya untuk mencukupi kebutuhan pelayanan 18.000 KL/ bulan. Dengan diterimanya uji ini menunjukkan bahwa pelayanan pelabuhan perikanan PPSNZ Jakarta berpengaruh positif terhadap kondisi lingkungan industri perikanan (LIP) untuk menarik dan mengembangkan industri perikanan. Pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan industri processing (X 29 ) berpengaruh terhadap (LIP) dengan EI menunjukkan bahwa semakin baik pelayanan industri processing akan semakin memperbaiki kondisi (LIP) untuk memperkuat kemampuan industri perikanan guna menghadapi persaingan antar perusahaan. Terkait dengan tujuan pembangunan pelabuhan perikanan maka pelayanan industri perikanan harus mampu memenuhi tingkat kebutuhan industri perikanan. Untuk itu fasilitas yang disediakan untuk memberikan pelayanan harus sesuai dengan jenis dan kapasitas yang dibutuhkan industri perikanan. Hal ini disebabkan peningkatan kinerja industri perikanan tergantung atas ketersediaan fasilitas dan kemudahan akibat pelayanan pelabuhan perikanan. Dengan demikian PPSNZ Jakarta akan dapat mempengaruhi kondisi (LIP) untuk mendorong berkembangnya industri perikanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PPSNZ Jakarta sudah mampu menciptakan kondisi (LIP) untuk mendukung industri processing ditunjukkan dengan data suplai kebutuhan air industri perikanan sekitar 2500 m 3 per hari, kebutuhan bahan bakar minyak 15.000 KL per bulan, kebutuhan es 10.000 balok per hari, demikian pula beberapa kebutuhan industri yang dipenuhi oleh industri pemasok (EI) mengakibatkan pelayanan pelabuhan perikanan menjadikan kondisi (LIP) berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan; artinya pelabuhan perikanan
90 sebagai pelayanan dan lingkungan industri perikanan dapat berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kinerja industri perikanan (Porter 1990). Pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan pemasaran (X 30 ) terhadap (LIP) menunjukkan signifikan artinya pelayanan pelabuhan perikanan mampu memperbaiki kondisi (LIP) untuk meningkatkan kinerja industri perikanan dibidang pemasaran. Menghindari pelayanan yang kurang memadai sebagai akibat keterbatasan fasilitas maka jenis dan kapasitas fasilitas yang disediakan untuk pelayanan pemasaran disesuaikan dengan tingkat kebutuhan industri perikanan artinya penyediaan produksi barang dan jasa disesuaikan dengan tingkat kebutuhan konsumen (Kotler 1997). Hal ini disebabkan jenis dan kapasitas fasilitas ini selain mempengaruhi tingkat pelayanan ternyata dapat berpengaruh terhadap kondisi (LIP). Pengaruh PPSNZ Jakarta yang mendukung perbaikan kondisi (LIP) ini dilakukan melalui penyediaan cold storage kapasitas 2.000 ton, pabrik es kapasitas 200 ton, gedung pelelangan ikan kapasitas 200 ton per hari, pusat pemasaran ikan kapasitas 200 ton per hari dengan segenap fasilitasnya, suplai air bersih dari tiga industri pemasok dengan kapasitas 3.000 m3 per hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pelayanan yang terbaik jika mampu melayani dengan jenis dan kapasitas fasilitas yang memadai serta mekanisme pelayanan yang sederhana maupun kejelasan dan kepastian pelayanan (Murdiyanto 2004). 4.3.1.3 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap kinerja industri perikanan
Pada konteks pembangunan kelautan, pelabuhan perikanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Dengan demikian, dalam konteks pembangunan kelautan, pelabuhan yang digolongkan baik harus memenuhi syarat 3C yakni comprehensive, coordinated dan continuing. Fungsi pelabuhan laut yang komperehensif akan menunjang aktivitas ekonomi kelautan lainnya, yang pada gilirannya akan mengurangi biaya transaksi sehingga menyebabkan pelabuhan lebih efisien dan memberikan manfaat ekonomi yang tinggi. Pelabuhan laut yang terkoordinasi dengan baik juga akan memberikan fungsi pelayanan yang optimal sehingga akan meningkatkan permintaan terhadap jasa pelabuhan itu sendiri dimasa mendatang (Fauzi 2005). Fungsi ekonomi pelabuhan laut tidak hanya terbatas pada wilayah pantai dan laut, tetapi juga pada skala regional secara menyeluruh baik pada tingkat rural maupun urban. Hal ini dikarenakan pelabuhan bukan saja melayani jasa transportasi, melainkan lebih dari itu menyediakan lapangan pekerjaan, pusat
91 perdagangan, rekreasi, dock service dan sederet aktivitas turunan yang dihasilkan dari satu kegiatan ke kegiatan ekonomi lainnya (Fauzi 2005). Lebih lanjut Fauzi (2005) menyebutkan bahwa peranan pelabuhan laut sebagai penggerak ekonomi kelautan di wilayah pesisir tidak diragukan lagi, manfaat ekonomi yang bisa dipetik dari pelabuhan laut, khususnya pelabuhan intenasional, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor dibawah ini: (1) Pertama menyangkut efisiensi dan produktivitas. Salah satu kunci keberhasilan ekonomi pelabuhan laut adalah efisiensi dan produktivitas. Hal ini tidak saja berkaitan dengan efisiensi teknis, tetapi juga energi, finansial, ruang, tenaga kerja, administratif dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi produktivitas pelabuhan. Pelabuhan yang fungsional tidak diragukan lagi membutuhkan energi yang cukup tinggi. (2) Kedua, berkenaan dengan aspek lingkungan. Pelabuhan laut dibangun diwilayah pesisir yang sangat rentan terhadap perubahan ekologis. Selama ini kawasan pesisir hanya dilihat dari pemanfaatan langsung, sehingga reklamasi pantai, misalnya sering dilakukan tanpa memperhitungkan nilai ekonomi kawasan pesisir yang terlihat (intangible). Akibatnya apabila terjadi perubahan ekologis yang mendasar, maka kerugian ekonomi yang ditimbulkan justru sangat besar dibandingkan manfaat ekonomi reklamasi pantai itu sendiri. (3) Ketiga, berkaitan dengan aspek sosial dan kelembagaan. Salah satu dampak yang mendasar dan berfungsinya suatu pelabuhan adalah terjadinya perubahan sosial dan kelembagaan di wilayah pesisir dan sekitarnya. Perubahan sosial dan kelembagaan yang mendukung ke arah perubahan yang baik tidak diragukan akan mempengaruhi performa ekonomi pelabuhan dan memberikan dampak pengganda terhadap ekonomi kelautan secara menyeluruh. (4) Keempat adalah faktor pertumbuhan atau permintaan terhadap jasa pelabuhan, misalnya perkembangan pariwisata (growt h in travel). Pertumbuhan demand dari pelabuhan adalah kunci utama kelayakan ekonomi dari pelabuhan dan dampak manfaat serta biaya terhadap wilayah secara keseluruhan. Peningkatan demand harus dibarengi pengurangan tingkat congestion yang pada gilirannya akan meningkatkan reliability dan flexibelity suatu pelabuhan laut internasional.
92 Pelayanan PPSNZ Jakarta sebagai implementasi kebijakan pemerintah dalam menyongsong era globalisasi pembangunan perikanan terus dipacu di bidang penangkapan mulai dari pengembangan sarana produksi, pasca panen, pengolahan dan pemasaran yang didukung dengan prasarana penunjang yang disebut prasarana pelabuhan perikanan (PP) atau pangkalan pendaratan ikan (PPI). Usaha perikanan di dalam kawasan pelabuhan perikanan akan menjadi kondusif, karena di kawasan tersebut tersedia fasilitas yang dibutuhkan oleh nelayan, pemakai jasa perikanan dan tercipta rasa aman dan gangguan alam sekitar. Pelayanan PPSNZ Jakarta memiliki hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap KIP (Tabel 12). Kemampuan manajemen PPSNZ Jakarta memberikan pelayanan logistik berupa penyediaan es, air, BBM solar, umpan ikan hidup, dan alat tangkap jelas akan mendukung tidak hanya kegiatan berproduksi dari industri penangkapan ikan tetapi juga industri processing. Dari hubungan kausal yang ada dapat tercatat pada tahun 2004 pelayanan pelabuhan perikanan samudera telah menyalurkan kebutuhan kapal ikan berukuran 10-500 GT berupa 51.795 ton es balok, 231.286 ton air, dan 36.000 ton solar. Sebagian besar kapal yang dilayani tersebut (60%) adalah armada penangkap tuna dengan kapal berukuran 60-500 GT. Kegiatan penangkapan ikan ini berpengaruh penting terhadap pengembangan industri processing karena sebagai penyedia bahan baku processing berupa ikan. Dalam hal pelayanan PPSNZ Jakarta dibidang pemasaran ikan dan produk processing lainnya, manajemen menyediakan berbagai fasilitas seperti gedung pelelangan ikan, pusat pemasaran ikan, cold storage, pabrik es, alat transportasi, listrik dan air. Pengaruh dari penyediaan dan pelayanan dari berbagai fasilitas ini menunjukkan kinerja dan pengembangan industri perikanan berupa peningkatan perdagangan ikan ke luar negeri dari PPSNZ Jakarta cukup penting yaitu ekspor 7,705 ton tuna segar dan 24,633 ton ikan jenis lain (Kusyanto 2006), dimana negara tujuan ekspor adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Korea dan Cina. Sebagaimana disebutkan oleh Suherman et al. (2006) fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan dengan kapasitas memiliki hubungan erat dengan efektifitas pelabuhan perikanan sebagai pusat kegiatan di bidang perikanan. Tidak adanya fasilitas yang dibutuhkan dan kapasitas yang tidak memenuhi kapasitas dapat menghambat kegiatan operasional suatu pelabuhan perikanan.
93 Fasilitas untuk pelayanan industri processing berpengaruh terhadap pengembangan produk, mutu produk dan harga bersaing (Madecor Group 2001). Hal ini sudah dapat di duga bahwa dengan ketersediaan prasarana akan memberi kemudahan bagi industri untuk meningkatkan efisiensi dalam pengembangan produk. Demikian pula dengan pelayanan produksi yaitu melayani kegiatan kapal ikan ternyata dapat menjamin kelangsungan pasokan bahan baku industri pengolahan ikan. Jenis fasilitas yang disediakan adalah dermaga untuk tambat kapal, pembongkaran hasil tangkapan, pemuatan perbekalan atau logistik kapal, kolam pelabuhan untuk manuver kapal di dalam pelabuhan perikanan, penahan gelombang untuk melindungi kapal dari pengaruh gelombang, fasilitas perbaikan kapal berupa dok, bengkel, dan pertokoan suku cadang kapal. 4.3.1.4 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap daya saing global industri perikanan
Pelayanan PPSNZ Jakarta memiliki hubungan positip dan berpengaruh signifikan terhadap daya saing global industri perikanan dapat diterima (Tabel 12 dan Gambar 26). Bahwa semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta memberikan pengaruh kuat untuk menciptakan daya saing industri perikanan dalam perdagangan global. Ketersediaan fasilitas untuk pelayanan industri processing berpengaruh terhadap kemampuan imitabilitas dan durabilitas produk, mutu produk dan harga bersaing (Madecor Group 2001). Hal ini sudah dapat diduga bahwa dengan ketersediaan prasarana akan memberi kemudahan bagi industri untuk meningkatkan efisiensi dalam pengembangan produk. Demikian pula dengan pelayanan produksi yaitu melayani kegiatan kapal ikan ternyata dapat menjamin kelangsungan pasokan bahan baku industri pengolahan ikan. Jenis fasilitas yang disediakan adalah dermaga untuk tambat kapal, pembongkaran hasil tangkapan, pemuatan perbekalan atau logistik kapal, kolam pelabuhan untuk manuver kapal di dalam pelabuhan perikanan, penahan gelombang untuk melindungi kapal dari pengaruh gelombang, fasilitas perbaikan kapal berupa dok, bengkel dan pertokoan suku cadang kapal. Berbagai pelayanan PPS yang mampu meningkatkan daya saing global industri perikanan (DSG) adalah memperlancar usaha perikanan melalui penyediaan BBM solar 12.000 kiloliter per bulan, suplai kebutuhan air industri perikanan sekitar 4.000 m 3 per hari, dan 5.000 balok es per hari. Pelayanan pemasaran adalah menyediakan gedung pelelangan ikan kapasitas 200 ton per
94 hari, pusat pemasaran ikan kapasitas 200 ton per hari dengan segenap fasilitasnya. Pelayanan industri pengolahan ikan menyediaan cold storage berkapasitas 2.000 ton, pabrik es berkapasitas 200 ton per hari dan pelayanan produksi menyediaan fasilitas galangan kapal untuk melayani 308 unit kapal per tahun. Menurut Zeithami (1988) yang diacu dalam Maureen Margaretha (2004) kualitas layanan didefinisikan sebagai penilaian pelanggan atas keunggulan atau keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh. Dikatakan lebih lanjut bahwa ada 5 (lima) dimensi kualitas pelayanan yaitu (1) kehandalan yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpecaya (2) responsif yaitu kemampuan membantu pelanggan dan memberikan layanan jasa dengan cepat (3) keyakinan yaitu pengetahuan dan kemampuan untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan (4) empati yaitu syarat untuk peduli, memberikan perhatian pribadi bagi pelanggan (5) berujud yaitu penampilan fisik, peralatan, personil dan media komunikasi. Dalam penelitian ini definisi operasional PPSNZ Jakarta adalah pemenuhan kebutuhan pengguna jasa pelabuhan berdasarkan azas efisiensi, transparansi dan memberikan dampak positif bagi perkembangan usaha perikanan (Murdiyanto 2004). Berdasarkan hasil uji ini pengaruh faktor pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan produksi (X 28 ) terhadap (DSG) dapat diterima, dengan demikian PPSNZ Jakarta memberikan pengaruh positif kepada (DSG) karena diketahui dari meningkatnya variabel ketersediaan bahan baku (X 37 ), dan jaminan mutu produk (X 34 ). Menurut Powell (2000) jika daya tarik produk merupakan perwujudan dari mutu produk berarti mutu produk akan menentukan keadaan dan keberadaan suatu produk artinya mutu produk yang jelek akan mengurangi minat konsumen untuk menggunakan produk; dengan demikian akan menentukan posisi daya saing dari pada produk tersebut. Demikian pula halnya dengan Arifin (2004) bahwa mutu produk adalah indikator produk yang digunakan untuk menarik minat konsumen artinya semakin tinggi mutu produk akan semakin tinggi minat konsumen terhadap produk. Dari hasil kajian ini menunjukkan bahwa PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan produksi (X 28 ) akan mempengaruhi kemampuan daya saing global (DSG) dengan variabel ketersediaan bahan baku dan jaminan mutu produk. Pengaruh faktor (PEL) dengan variabel pelayanan industri processing (X 29 ) terhadap (DSG) terkait dengan jenis dan kapasitas fasilitas yang disediakan oleh
95 pelabuhan perikanan harus mampu memberikan dukungan sesuai dengan kebutuhan industri perikanan. Didalam melaksanakan pelayanan bahkan diatur melalui intruksi Presiden nomor 1 tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat. Dengan demikian pelayanan PPSNZ Jakarta dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan yaitu memberikan pelayanan optimal kepada industri perikanan. Dilain pihak menurut pendapat Gardjito (1996) jika industri perikanan akan bersaing dalam perdagangan global harus memiliki kemampuan diversifikasi produk yang terkait dengan indikator daya saing global industri perikanan yaitu memiliki kemampuan teknologi (X 33 ) kemampuan imitabilitas (X 35 ), harga produk kompetitip (X 36 ) dan kemampuan durabilitas (X 38 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator PPSNZ Jakarta berupa pelayanan industri processing ternyata berpengaruh terhadap kemampuan daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) baik dari segi kemampuan teknologi, imitabilitas, durabilitas, maupun harga produk kompetitif. Pengaruh faktor pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan pemasaran (X 30 ) terhadap (DSG) terkait dengan ketersediaan jenis dan kapasitas pelayanan pemasaran yang dapat mendukung terhadap (DSG) dengan variabel kemampuan teknologi, jaminan mutu produk, kemampuan imitabilitas, harga produk kompetitip, ketersediaan bahan baku, dan kemampuan durabilitas. Secara faktual kemampuan industri perikanan dikawasan PPSNZ Jakarta tidak diragukan lagi dalam mengembangkan dan melakukan diversifikasi produk. Oleh karena itu menurut Porter (1990) diversifikasi produk merupakan salah satu persyaratan industri perikanan akan memiliki kemampuan bersaing dalam perdagangan global berarti dengan luasnya wilayah pemasaran produk perikanan dari Indonesia termasuk Negara yang paling sulit ditembus pasarnya seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat yang memiliki persyaratan mutu paling ketat maupun negara pesaing yang harus dihadapi berarti ketersediaan fasilitas pelayanan pemasaran di PPSNZ Jakarta berpengaruh dalam mendukung produk perikanan dalam perdagangan global (DSG). Pengaruh faktor pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan logistik (X 31 ) dan pelayanan fasilitas pendukung (X 32 ) terhadap (DSG). Terkait dengan jenis dan kapasitas pelayanan logistik dan pelayanan fasilitas pendukung yang disediakan di PPSNZ Jakarta adalah suplai air dengan kapasitas 3.000 m3 per hari, suplai es kapasitas 200 ton per hari , BBM solar dengan kuota 15.000
96 KL per bulan, telepon 220 SST , listrik 5.128 KWH, tanah industri seluas 40 ha, tambat labuh kapal kapasitas 462 unit sekaligus ukuran 30 GT sampai 3.000 GT. Jika dikaitkan dengan kebijakan pembangunan PPSNZ Jakarta yang dilengkapi dengan segenap fasilitasnya, maka upaya meningkatkan optimalisasi PPSNZ Jakarta ini bertujuan untuk mendukung industri perikanan melalui penangkapan ikan dalam rangka penyediaan bahan baku industri berupa ikan, mengingat perikanan di Indonesia sebelum dibangun PPSNZ masih didominasi oleh perikanan tradisional (Murdjijo 1997). Hasil penelitian Sunarya (1996) menunjukkan bahwa hanya 60% saja hasil perikanan di Jawa dan Sumatera yang dimanfaatkan dalam keadaan baik tanpa pelayanan PPSNZ Jakarta. Demikian pula Clucas dan Basmal (1995) yang dikutip Sunarya (1996) menunjukkan bahwa kurangnya sarana pendukung pemasaran berupa tempat pelelangan ikan dan cold storage maupun pabrik es, serta pasokan air ternyata akan mempersulit mendapatkan bahan baku ikan untuk industri perikanan sehingga mempengaruhi kinerja industri dan akan menghambat kemampuan daya saing industri perikanan. Dengan demikian pelayanan PPSNZ Jakarta dengan indikator pelayanan logistik dan fasilitas pendukung industri berpengaruh terhadap daya saing global (DSG). 4.3.2 Lingkungan industri Perikanan (LIP) Lingkungan industri perikanan (LIP) dipengaruhi oleh faktor internal industri (II); eksternal industri (EI); dan lingkungan ekonomi (LE) ternyata signifikan. Model persamaan regresi yang dibangun dari Gambar 25 dapat disajikan sebagai berikut:
LIP = 1 II + 2 EI + 3 LE + d1
Dimana: LIP = lingkungan industri perikanan; II = internal industri; EI= eksternal industri; LE =lingkungan ekonomi;
Dengan diterimanya hasil uji ini berarti lingkungan industri perikanan (LIP) akan dipengaruhi positif oleh kondisi internal industri (II), eksternal industri (EI) dan lingkungan ekonomi (LE).
97 4.3.2.1 Pengaruh faktor internal industri terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) Pengaruh internal industri terhadap LIP dengan nilai 3,23 = 1,96-2,00 berarti signifikan. Untuk mengukur pengaruh faktor internal industri (II) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) (Tabel 12 dan 13 serta Gambar 26) digunakan faktor, mengingat faktor (II) tidak dapat diukur secara langsung. Jenis variabel yang digunakan untuk mengukur (II) dalam penelitian ini adalah sumberdaya manusia (SDM) (X 1 ); inovasi teknologi (X 2 ); keuangan dan asset perusahaan (X 3 ). Ukuran yang digunakan untuk melihat pengaruh variabel terhadap faktor adalah skala Likert (1-5). Berdasarkan teori, (II) merupakan determinasi dari (LIP), artinya semakin tinggi nilai (II) akan dapat mempengaruhi kondisi (LIP). Hal ini dapat dilihat dari variabel yang digunakan untuk mengukur (II) yaitu sumberdaya manusia (SDM) (X 1 ) jika kemampuan dan tingkat pendidikan sumber daya manusia perusahaan semakin baik akan dinilai semakin tinggi ternyata menyebabkan semakin memperbaiki kondisi (LIP) karena akan mendukung persaingan antar perusahaan. Demikian pula dengan semakin tinggi nilai inovasi teknologi (X 2 ) sebagai variabel (II) juga berpengaruh terhadap (LIP). Hal ini disebabkan akan mempengaruhi pengembangan dan teknologi industri pemasok (X 7 ) seperti mesin, peralatan, bahan baku; karena dengan semakin tinggi inovasi teknologi, bagi industri pemasok harus dapat menyesuaikan kebutuhan teknologi yang digunakan perusahaan. Pengaruh (II) dengan variabel inovasi teknologi (X 2 ) terhadap kondisi (LIP). Teknologi disamping digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam menghadapi pesaing bagi industri perikanan yang memiliki inovasi teknologi (X 2 ) harus mempertimbangkan keserasian mesin yang digunakan artinya tidak menimbulkan kerusakan (efisien), hemat energi dan tersedia suku cadang, praktis dan mudah dioperasionalkan. Said et al (2001) menyebutkan bahwa perusahaan skala kecil dan menengah cenderung melakukan investasi yang rendah terhadap inovasi teknologi, karena perusahaan kurang cukup dana dan tenaga kerja yang ahli dan terampil. Dengan demikian inovasi teknologi merupakan variabel yang dapat mempengaruhi (LIP) untuk pengembangan industri perikanan terutama untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam menghadapi persaingan antar perusahaan.
98 Pengaruh (II) dengan variabel kemampuan keuangan (X 2 ) dan asset perusahaan (X 3 ) terbukti menyebabkan pengaruh terhadap (LIP) hal ini dikarenakan keuangan dan asset perusahaan dalam kaitannya dengan rencana pengembangan dimasa mendatang. Keterbatasan modal dan asset sangat mempengaruhi kemampuan industri untuk bersaing dalam berbagai kondisi ekonomi (Putro 2002). Kesimpulan hasil analisis dan uji dengan SEM adalah variabel dari faktor ini ternyata saling mempengaruhi secara positif. 4.3.2.2 Pengaruh faktor eksternal industri terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) Eksternal industri (EI) berpengaruh terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) (Gambar 26) diperoleh hasil uji dengan nilai 2,26 = 2,00. Jenis variabel yang digunakan untuk mengukur eksternal industri (EI) adalah teknologi (X 4 ); jasa pelatihan (X 5 ) dan infrastruktur (X 6 ), kondisi industri pemasok (X 7 ), dan persaingan antar perusahaan (X 12 ). Demikian pula (EI) sebagai determinasi dari (LIP), jika hipotesis ini terbukti berarti semakin tinggi nilai eksternal industri (EI) dengan berbagai variabelnya akan semakin berpengaruh terhadap (LIP). Hal ini dapat dilihat dari variabel teknologi (X 4 ) dan variabel industri pemasok (X 7 ) menyebabkan perusahaan harus menyesuaikan perkembangan teknologi karena kelengkapan teknologi sangat diperlukan dalam proses produksi. Dampak teknologi dalam proses produksi adalah tingkat produktivitas dan efisiensi, sehingga pilihan perusahaan dalam menghadapi persaingan antar perusahaan sejenis adalah melalui penggunaan dan perkembangan teknologi. Dibidang teknologi ini menyebabkan industri pemasok akan dipacu untuk menyediakan kebutuhan perusahaan dalam menghadapi pesaingnya, karena tanpa dukungan teknologi yang disiapkan oleh industri pemasok sulit bagi industri untuk memiliki kemampuan bersaing. Pengaruh faktor eksternal industri (EI) dengan variabelnya eksternal industri menurut Madecor Group (2001), adalah lembaga-lembaga training yang menyediakan jasa-jasa pelatihan, jasa pelayanan bank, Research dan Development, jasa transport, pelayanan ekspor (X 5 ) dan variabel kondisi ekonomi (X 8 ). Sebagai eksternal industri, maka lembaga ini menyebabkan perusahaan memperoleh kemudahan dalam upaya meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, karena dengan perkembangan dan pemilihan penggunaan teknologi ini mendorong perusahaan untuk meningkatkan kemampuan
99 sumberdaya manusianya dan daya saing perusahaan, sehingga tanpa dukungan lembaga jasa pelatihan yang memadai akan menimbulkan kesulitan bagi perusahaan untuk menyediakan sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan sesuai dengan tingkat perkembangan teknologi yang akan digunakan oleh perusahaan. Pengaruh eksternal industri (EI) dengan infrastruktur (X 6 ) berpengaruh terhadap (LIP) artinya semakin lengkap ketersediaan infrastruktur akan semakin mendukung kondisi (LIP). Ketersediaan infrastruktur sebagai eksternal industri selain berpengaruh terhadap efisiensi, menurut Murdiyanto (2004) akan mempengaruhi kondisi (LIP) dan ini menyebabkan perusahaan akan tertarik melakukan investasi. Untuk menciptakan kondisi (LIP) yang dapat menarik minat investor inilah kebijakan pemerintah membangun pelabuhan perikanan samudera Jakarta yang tidak lain untuk memberikan pelayanan dan mendukung pengembangan industri perikanan (Putro 2002). 4.3.2.3 Pengaruh faktor lingkungan ekonomi terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) Lingkungan ekonomi (LE) atau lingkungan eksternal jauh dapat mempengaruhi secara positif lingkungan industri perikanan (LIP) (Gambar 26) setelah dilakukan uji hipotesis diperoleh nilai 2,97 = 2,00 yang berarti signifikan. Jenis variabel untuk mengukur lingkungan ekonomi (LE) adalah lingkungan teknologi (X 9 ); situasi perdagangan global (X 10 ) dan ketersediaan sumberdaya alam dan energi (X 11 ), (X 12 ). Secara teori (LE) merupakan determinasi dari (LIP) berarti semakin baik kondisi lingkungan ekonomi akan mempengaruhi semakin baik kondisi (LIP). Pernyataan Porter (1990) ini menjelaskan variabel yang digunakan untuk mengukur (LE) Kondisi perkembangan teknologi, sosial ekonomi situasi perdagangan global dan persediaan sumberdaya alam dan energi. Semakin baik variabel lingkungan teknologi (X 9 ) dengan indikasi semakin tinggi nilainya akan menyebabkan (LIP) semakin baik karena setelah diuji semua variabelnya akan terpengaruh oleh kondisi lingkungan ekonomi (LE). Demikian pula sebaliknya jika kondisi lingkungan teknologi kurang mendukung juga berakibat terhadap kondisi lingkungan industri perikanan (LIP) kurang mendukung industri perikanan. Kemajuan teknologi baik informasi maupun transportasi akan mendorong kearah produktivitas dan efisiensi, sehingga sangat strategis dalam era persaingan karena dengan munculnya teknologi baru kemungkinan akan mengancam teknologi yang sudah ada. Dengan demikian
100 perusahaan melalui riset dan pengembangan (R dan D) harus selalu memonitor lingkungan teknologi agar dapat diambil langkah-langkah perbaikan terus- menerus. Pengaruh faktor (LE) dengan variabel situasi perdagangan global (X 10 ) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) ternyata berpengaruh nyata karena variabel ini dapat memberikan informasi dan gambaran serta berbagai tantangan yang harus diantisipasi oleh berbagai pengaturan kebijakan pemerintah untuk memperbaiki kondisi (LIP) dalam menghadapi persaingan pasar. Perubahan budaya dari makan daging ke ikan dapat mempengaruhi persaingan produk makanan yang berasal dari bahan baku ikan, dilain pihak situasi perdagangan dunia ini dapat pula menyebabkan kondisi industri pemasok harus menyesuaikan dengan berbagai aturan yang diberlakukan, baik buruknya situasi dan kondisi ekonomi akan terpengaruh, demikian pula dengan persaingan antar perusahaan akan semakin ketat karena menghadapi kenyataan bersaing secara terbuka dalam merebut pasar dalam perdagangan global dan yang pasti akan timbul berbagai aturan maupun ketentuan yang akan diberlakukannya (Eriyatno dan Winarno 1999). Pengaruh faktor (LE) dengan variabel ketersediaan sumberdaya alam dan energi (X 11 ) dan variabel tingkat persaingan antar perusahaan (X 12 ) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) dengan beberapa variabelnya ternyata signifikan. Kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam dan energi yang dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri mendorong industri untuk dapat memanfaatkan agar mempunyai nilai tambah sehingga harga produk bersaing (Gardjito 1996). Lebih lanjut dikatakan bahwa dengan kemampuan pemanfaatan ketersediaan sumberdaya alam dan energi akan mendukung kemampuan ekonomi demikian pula sebaliknya. Pengaruh lainnya adalah bagi industri yang memiliki kemampuan memanfaatkan sumberdaya alam dan energi akan memiliki kemampuan komperatif dan memperkuat keunggulan bersaing. 4.3.2.4 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) Kebijakan pemerintah (KB) berpengaruh positif lingkungan industri perikanan (LIP) (Tabel 12 dan 13 serta Gambar 26) setelah dilakukan uji hipotesis diperoleh nilai 4,63 = 1,96 2,00 yang berarti signifikan. Jenis variabel yang digunakan untuk mengukur kebijakan pemerintah adalah pembangunan
101 pelabuhan perikanan samudera (X 25 ), pembentukan BUMN (X 26 ) dan pengaturan pemanfaatan tanah (X 27 ). Jika (KB) merupakan determinasi dari (LIP) maka kebijakan pemerintah yang kondusif akan mendorong kondisi (LIP) artinya hasil uji yang signifikan menunjukkan bahwa (KB) berpengaruh positif terhadap (LIP). Pengaruh (KB) dengan variabel pembangunan pelabuhan perikanan (X 25 ) ini merupakan kebijakan pemerintah dalam upaya mengurangi overhead cost industri perikanan. Diharapkan melalui pelabuhan perikanan tersebut industri perikanan akan mendapat pelayanan dan kemudahan untuk berusaha sehingga produk yang dihasilkan dapat bersaing. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh pembangunan pelabuhan perikanan telah dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya industri pemasok dalam melayani kebutuhan industri perikanan seperti mesin, alat bahan industri (air, BBM, bahan pengepakan ikan, kaleng ). Disini menunjukkan bahwa (KB) dapat mempengaruhi dan menciptakan kondisi (LIP) yang dapat mendorong berkembangnya industri perikanan (Madecor group 2001 dan Putro 2002). Pengaruh faktor (KB) dengan variabel pembentukan BUMN (X 26 ) dapat meningkatkan kondisi (LIP) artinya pelayanan yang kurang fleksibel melalui birokrasi yang dapat menghambat kinerja industri harus dihilangkan (Putro 2002). Untuk itu dibentuk manajemen pengelola badan usaha milik negara (BUMN) berbentuk PPPS. Pembentukan PPPS dimaksudkan agar dalam pelayanan industri dapat lebih professional dan bersifat pelayanan umum dengan tujuan agar dapat menghindari pelayanan yang birokrasi. Dimaksudkan birokrasi disini adalah dalam pelayanan harus mengikuti aturan anggaran ICW (Indonesiche Comptabilitet Wet) artinya pendapatan yang diperoleh sepenuhnya disetorkan ke kas negara. Kelemahan manajemen ini adalah jika manajemen kekurangan dana operasional tidak dapat menggunakan secara langsung anggaran yang diperoleh, akan tetapi harus mengajukan terlebih dahulu ke Negara melalui APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) pada tahun berikutnya. Lain halnya dengan BUMN, tugas yang diemban adalah disamping memberikan pelayanan umum dan sekaligus memupuk keuntungan dalam mengelola pelabuhan perikanan system manajemen lebih fleksibel karena pendapatan yang diperoleh dapat digunakan kembali secara langsung tanpa harus menunggu tahun berikutnya. Dari hasil penelitian ini menunjukkan dengan (KB) membentuk BUMN ini berpengaruh positif terhadap kondisi lingkungan industri perikanan (LIP) karena dapat menarik minat industri untuk investasi.
102 Pengaruh faktor (KB) dengan variabel pengaturan pemanfaatan tanah (X 27 ) dapat berpengaruh terhadap (LIP) adalah mengantisipasi keterbatasan kemampuan permodalan perusahaan dan investor tertarik melakukan investasi maka diatur suatu pengaturan pemanfaatan fasilitas tanah guna dijadikan agunan kepada pemberi pinjaman (bank) untuk mendapatkan modal investasi dan modal kerja. Sehubungan dengan hal ini tujuan (KB) adalah agar PPPS sebagai pelaksana kebijakan pemerintah mengimplementasikan dalam pengaturan pemanfaatan tanah agar tercipta (LIP) pada saat kondisi ekonomi yang serba sulit sekarang ini masih dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perikanan dikawasan PPSNZ Jakarta. 4.3.3 Kinerja industri perikanan (KIP) Kinerja industri perikanan (KIP) secara nyata dipengaruhi oleh faktor lingkungan industri perikanan (LIP); kebijakan pemerintah (KB); dan pelayanan PPSNZ Jakarta. Model persamaan regresi yang dibangun dari Gambar 25 dapat disajikan sebagai berikut:
KIP = 1 LIP + 2 KB + 3 PEL + d1
Dimana: KIP = kinerja industri perikanan; LIP = lingkungan industri perikanan; KB = kebijakan pemerintah; PEL = pelayanan pelabuhan perikanan;
Dengan diterimanya hasil uji ini berarti kinerja industri perikanan (KIP) akan dipengaruhi positif oleh kondisi lingkungan industri perikanan (LIP). Demikian pula halnya dengan pengaruh kebijakan pemerintah (KB) dan pelayanan PPSNZ Jakarta dengan diterimanya uji hipotesis ini menunjukkan bahwa kebijakan terbukti dapat berpengaruh positif baik langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja industri perikanan (KIP) demikian sebaliknya 4.3.3.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap kinerja industri perikanan (KIP) Kinerja industri perikanan (KIP) dipengaruhi secara nyata oleh kebijakan pemerintah (KB) (Gambar 26), setelah hipotesis diuji menunjukkan nilai signifikan yaitu 2,51 = 1,96 2,00 sehingga hipotesis dapat diterima. Jenis variabel untuk mengukur (KB) adalah pembangunan pelabuhan perikanan (X 25 ) pembentukan BUMN (X 26 ) dan pengaturan pemanfaatan tanah (X 27 ). Sedangkan variabel untuk mengukur kinerja industri perikanan (KIP) adalah aspek keuangan berupa laba
103 (rugi) perusahaan (X 13 ); ROI (X 14 ), ROE (X 15 ), kemudian aspek pemasaran berupa volume penjualan (X 16 ), pertumbuhan penjualan (X 17 ) pertumbuhan pelanggan (X 18 ) kemampuan pengembangan produk (X 19 ) kemampuan harga bersaing (X 20 ) mutu produk (X 21 ) serta aspek sumberdaya manusia berupa produktivitas kerja (X 22 ), penyerapan tenaga kerja (X 23 ). Secara teori (KB) merupakan determinasi dari (KIP) karena semakin kondusif dikeluarkannya (KB) akan semakin meningkatkan (KIP) berarti dengan diterimanya hipotesis ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah (KB) memberikan pengaruh positif terhadap kinerja industri perikanan (KIP). Pengaruh (KB) dengan variabel pembangunan pelabuhan perikanan samudera Jakarta, ternyata berpengaruh terhadap (KIP) berupa pertumbuhan industri perikanan. Pada mulanya perikanan di Indonesia masih didominasi perikanan rakyat sehingga diperlukan industri pioneer sebagai agent of development untuk merangsang tumbuh dan berkembangnya industri swasta untuk investasi dibidang perikanan. Disamping itu (KB) membangun PPSNZ Jakarta diarahkan sebagai pusat industri perikanan dari hulu sampai hilir serta sebagai pusat pembinaan nelayan. Dengan demikian keberadaan pelabuhan perikanan samudera akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi perikanan dimana industri dan jasa-jasa terkait dengan usaha perikanan di pelabuhan perikanan samudera, termasuk upaya mendukung pengembangan industri perikanan terutama pemasaran ikan melalui rantai dingin agar dapat tumbuh dan berkembangnya industri perikanan dapat meningkatkan dan menumbuhkan kinerja industri perikanan (KIP). Bukti tumbuh dan berkembangnya industri perikanan dengan dibentuknya BUMN (PPPS) adalah kemampuan merealisasi permintaan investor untuk menanamkan investasi didalam kawasan pelabuhan perikanan. Sampai tahun 2005 tercatat sekitar 139 unit usaha dari berbagai bidang usaha menanamkan investasi dikawasan PPSNZ Jakarta. Disamping itu dengan (KB) ini ada sekitar 11 investor yang mendapat modal investasi dan modal kerja melalui pengaturan tanah industri. Data modal kerja dan ivestasi yang diperoleh investor sampai dengan tahun 2005 tercatat dana pinjaman investasi dan modal kerja dalam mendukung kinerjanya sudah lebih dari Rp 300 milyar dan US $ 54 juta yang diperoleh 11 investor tersebut untuk mendorong kinerjanya. Jenis industri bukan hanya terbatas pemasaran ikan segar utuh, akan tetapi sudah mampu
104 mengembangkan produk dan memberikan nilai tambah produk untuk bersaing dipasaran internasional. Pengaruh (KB) dengan berbagai variabel telah berpengaruh terhadap (KIP) dari aspek sumberdaya manusia. Elemen (KB) ini dikeluarkan karena disamping untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan pendapatan nelayan juga untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan serta upaya meningkatkan nilai tambah hasil-hasil perikanan (Murdjijo 1997). Lebih lanjut dikatakan bahwa selain meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui peningkatan gizi masyarakat diupayakan untuk mendorong dan meningkatkan kesempatan kerja serta berusaha yang produktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pertumbuhan industri perikanan ini ternyata telah menyerap tenaga kerja untuk industri dan berbagai kegiatan lainnya sekitar 40.000 orang setiap hari melakukan aktivitas didalam kawasan PPSNZ Jakarta. 4.3.3.2 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap kinerja industri perikanan (KIP) Kinerja industri perikanan (KIP) dipengaruhi positif oleh kondisi lingkungan industri perikanan (LIP) (Tabel 12 dan 13 serta Gambar 26). Jenis faktor yang mengukur (LIP) adalah (II), (EI) dan (LE). Variabel untuk mengukur kinerja industri perikanan (KIP) adalah aspek keuangan berupa laba (rugi) perusahaan (X 13 ); ROI (X 14 ), ROE (X 15 ), kemudian aspek pemasaran berupa volume penjualan (X 16 ), pertumbuhan penjualan (X 17 ) pertumbuhan pelanggan (X 18 ) kemampuan pengembangan produk (X 19 ) kemampuan harga bersaing (X 20 ) mutu produk (X 21 ) serta aspek sumberdaya manusia berupa produktivitas kerja (X 22 ), penyerapan tenaga kerja (X 23 ). Jika (LIP) merupakan determinasi dari (KIP) maka semakin baik kondisi (LIP) akan semakin mendorong untuk tumbuh dan berkembangnya (KIP). Teori ini dapat dijelaskan dengan hasil penelitian sebagai berikut. Pengaruh (LIP) dengan faktor LE, EI, II dan pengaruhnya terhadap (KIP) terutama variabel pemasaran. Dari aspek pemasaran bagi industri perikanan akan memiliki kinerja tinggi apabila mampu mengelola proses usaha inti seperti pengembangan produk, perolehan penjualan, volume penjualan, pertumbuhan penjualan ,mutu produk, harga produk (Kotler 1997). Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk merealisasikan dari pada proses diatas tidak terlepas dari kebutuhan aspek sumberdaya manusia (tenaga kerja, tingkat kemampuan) dan
105 aspek sumberdaya lingkungan industri (industri pemasok mesin, peralatan, bahan baku, teknologi), jika kedua faktor diatas saling digabungkan akan saling berpengaruh dan akan menghasilkan kinerja tinggi yang pada gilirannya pemasaran produk akan mendapatkan laba. Jika hasil uji signifikan berarti pengaruh perbaikan (LIP) dengan variabel industri pemasok (mesin, peralatan produksi seperti mesin kapal, peralatan penangkapan ikan dan peralatan industri perikanan seperti bahan untuk kaleng, karton, dan industri jasa seperti bank, pelatihan, jasa transport) akan semakin meningkatkan (KIP). Pengaruh (LIP) dengan faktor II, EI, dan LE terhadap (KIP) dengan variabel yang digunakan untuk mengukur kinerja industri perikanan yaitu pertama kinerja keuangan; kedua kinerja pemasaran dan ketiga kinerja sumberdaya manusia. Jika program pengembangan pelabuhan perikanan samudera diarahkan sebagai pusat pengembangan industri hulu sampai hilir serta sebagai pusat pembinaan nelayan, maka harapan keberadaan PPNZ Jakarta sebagai pusat pertumbuhan ekonomi perikanan masih mampu mengatasi dampak negatip kondisi ekonomi sehingga masih dapat mendukung (KIP). Bukti bahwa kondisi (LIP) dapat mendorong (KIP) menghadapi situasi dan kondisi berbagai ketentuan perdagangan dunia. Dikarenakan hambatan perdagangan internasional dalam memberlakukan produk dari Indonesia masih diskriminatif terutama mengenai tariff dan persyaratan mutu produk. Disamping itu dengan banyaknya produk perikanan yang ditolak oleh Negara tujuan eksport diperlukan ikut campur dan dukungan pemerintah melalui (KB) sehingga industri perikanan memiliki kemampuan bersaing untuk menghadapi dan memasuki era perdagangan global. 4.3.3.3 Pengaruh faktor pelayanan terhadap kinerja industri perikanan (KIP) Kinerja industri perikanan (KIP) dipengaruhi pelayanan PPSNZ Jakarta (Tabel 12 dan 13 serta Gambar 26). Jenis variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta adalah pelayanan produksi (X 28 ) pelayanan industri processing (X 29 ), pelayanan pemasaran (X 30 ) pelayanan logistik (X 31 ) dan pelayanan fasilitas pendukung (X 32 ). Variabel untuk mengukur tingkat (KIP) adalah aspek keuangan (laba (rugi) (X 13 ), ROI (X 14 ) ROE (X 15 ) ); aspek pemasaran (volume penjualan (X 16 ); pertumbuhan penjualan (X 17 ); pertumbuhan pelanggan (X 18 ); kemampuan pengembangan produk (X 19 ); kemampuan harga bersaing (X 20 ); mutu produk (X 21 ) ) dan aspek sumberdaya manusia (produktivitas kerja (X 22 ) dan penyerapan tenaga kerja (X 23 ). Jika secara
106 teori pelayanan PPSNZ Jakarta merupakan determinasi dari (KIP) maka semakin bagus kinerja PPSNZ Jakarta akan semakin meningkatkan (KIP). Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan produksi (X 28 ) terhadap (KIP) terkait dengan aspek pemasaran terutama kelangsungan suplai dan mutu produk (X 21 ) serta kemampuan mengembangkan produk (X 19 ). Untuk mengukur pelayanan PPSNZ Jakarta, maka variabel pelayanan produksi (X 28 ) di PPSNZ Jakarta dalam penelitian ini adalah penyediaan fasilitas dermaga untuk tambat kapal, menurunkan hasil produksi dan menaikkan logistik kapal, fasilitas kolam pelabuhan untuk olah gerak kapal didalam pelabuhan perikanan, serta fasilitas penahan gelombang untuk keamanan kapal dari pengaruh gelombang, fasilitas perbaikan kapal berupa docking, bengkel, maupun pertokoan suku cadang kapal. Kondisi demikian menurut Elfandi (2000) PPS merupakan lingkungan kerja untuk melayani kegiatan perikanan dan memiliki fungsi cukup luas dan majemuk dengan tatanan yang kondusif, sehingga pengelola dalam menjalankan kewajiban harus dapat memberikan pelayanan terbaik agar dapat berfungsi secara optimal untuk melayani industri perikanan. Dengan pelayanan ini menyebabkan industri perikanan mendapat kemudahan untuk melakukan penangkapan ikan sebagai bahan baku industri secara berkelanjutan, mutu bahan baku ikan lebih terjamin. Akibat yang dirasakan adalah mendorong (KIP) dan industri perikanan memiliki kemampuan untuk mengembangkan produk processing. Jika didalam implementasinya dapat berjalan seperti direncanakan, berarti akan berpengaruh terhadap kegiatan berproduksi yang pada akhirnya akan mendukung (KIP) demikian pula sebaliknya. Hasil penelitian setelah diuji menunjukkan hasil signifikan, sehingga memperkuat pernyataan hipotesis bahwa semakin kondusif tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta akan semakin tinggi tingkat (KIP). Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan industri processing (X 29 ) terhadap (KIP), fasilitas yang disediakan untuk mendukung kinerja industri terdiri dari gedung processing, air bersih, listrik. Tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta ini menyebabkan (KIP) mampu mengembangkan kegiatan processing berupa pengembangan produk, mutu produk berkualitas dan harga bersaing, akibatnya akan mendorong kinerja pemasaran yang pada gilirannya meningkatkan aspek keuangan (laba, ROI dan ROE). Kemampuan fasilitas (jenis dan kapasitas) untuk melayani kegiatan industri perikanan dikaitkan dengan jenis dan jumlah produksi ikan yang didaratkan. Hampir 60%
107 dari sejumlah ikan yang masuk ke PPSNZ Jakarta selain digunakan untuk bahan baku industri processing untuk diolah menjadi produk olahan juga dipasarkan keluar negeri (eksport) dalam bentuk utuh (bulk fish). Berdasarkan hasil penelitian ini setelah diuji menunjukkan bahwa tingkat (PEL) sangat berpengaruh terhadap (KIP) Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan kegiatan pemasaran (X 30 ) terhadap (KIP) dengan menyediakan fasilitas berupa gedung pelelangan ikan, pusat pemasaran ikan, cold storage, pabrik es, alat transportasi, listrik, air. Kinerja PPSNZ Jakarta dengan variabel pemasaran ini menyebabkan (KIP) memiliki kemampuan bersaing dipasar global. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan ekspor khusus ikan tuna segar selama 5 tahun rata-rata sebesar 7.705 ton per tahun. Data eksport ikan dari industri perikanan melalui pelabuhan perikanan samudera Jakarta selama 5 tahun (1999-2003) menunjukkan jumlah 126.413 ton atau rata-rata per tahun sekitar 24.633 ton per tahun. Pasar sasaran yang menjadi tujuan ekspor adalah Amerika serikat, negara yang tergabung dalam Uni Eropa, Jepang, Korea, Cina. Ketiga pasar dunia merupakan pasar yang paling sulit ditembus dan memiliki berbagai macam aturan dan ketentuan yang harus diikuti. Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan logistik kapal (X 31 ) dengan fasilitas es, air, BBM solar, umpan ikan hidup, alat tangkap, pengelola pelabuhan perikanan samudera Jakarta harus mampu melayani kegiatan industri perikanan untuk meningkatkan (KIP) dalam penyediaan bahan baku ikan dan pemasaran dengan mengoperasikan kapal perikanan berukuran mulai 10 GT sampai di atas 500 GT dimana 60% diantaranya kapal penangkap ikan tuna berukuran 60 GT sampai 500 GT. Demikian pula halnya jenis dan kapasitas fasilitas yang disediakan harus disesuaikan untuk melayani semua kebutuhan logistik sekitar 4.382 unit kapal ikan per tahun yang melakukan kegiatan di PPSNZ Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pelayanan logistik yang disalurkan ke kapal ikan adalah pelayanan es balok 51.795 ton; pelayanan air 231.286 ton, dan pelayanan BBM solar 12.000 ton. Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan fasilitas pendukung industri (X 32 ) terhadap (KIP) dengan fasilitas lahan industri, jalan kompleks industri. Jenis dan kapasitas fasilitas disesuaikan dengan kebutuhan industri baik sekarang maupun proyeksi pengembangan selama 5 tahun yang akan datang. Hasil penelitian menunjukkan dengan tingkat pelayanan PPSNZ
108 Jakarta yang sekarang dilakukan ternyata berpengaruh terhadap perkembangan industri perikanan. Berdasarkan hasil kajian di atas menunjukkan bukti bahwa dengan semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta akan semakin meningkatkan kinerja industri perikanan (KIP) yang dilayani. Menurut Murdiyanto (2004), mekanisme pelayanan yang dilaksanakan sehingga diperoleh hasil untuk mendukung kinerja industri perikanan (KIP) dinamakan pelayanan prima. Hasil analisis kajian terhadap pengaruh variabel lingkungan industri perikanan (LIP); kebijakan pemerintah (KB); dan pelayanan PPSNZ Jakarta di atas terbukti bahwa terjadi pertumbuhan kinerja keuangan, kinerja pemasaran dan kinerja sumberdaya manusia. Dengan demikian model ini dapat digunakan untuk meramalkan dan merencanakan oleh pengambil kebijakan untuk pengembangan industri perikanan dalam perdagangan global. 4.3.4 Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) dipengaruhi oleh lingkungan industri perikanan (LIP), kebijakan pemerintah (KB); pelayanan PPSNZ Jakarta dan kinerja industri perikanan (KIP) digambarkan melalui model persamaan regresi yang dibangun dari Gambar 26 dan dapat disajikan sebagai berikut:
DSG = 1 LIP + 2 KB + 3 PEL + 4 KIP + d1
Dimana: DSG = Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global; LIP= lingkungan industri perikanan; KB = kebijakan pemerintah; PEL= pelayanan PPSNZ Jakarta; KIP= kinerja industri perikanan
4.3.4.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap daya saing global (DSG) industri perikanan Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) dipengaruhi positif oleh kebijakan pemerintah (KB) (Gambar 26). Jenis variabel untuk mengukur (KB) adalah pembangunan pelabuhan perikanan (X 25 ) pembentukan BUMN (X 26 ) sebagai pengelola pelabuhan perikanan dan pengaturan pemanfaatan tanah (X 27 ). Daya saing global (DSG) diukur dengan menggunakan variabel kemampuan teknologi (X 33 ) jaminan mutu produk (X 34 ) kemampuan imitabilitas (X 35 ) harga produk kompetitip (X 36 ) ketersediaan bahan
109 baku (X 37 ) kemampuan durabilitas (X 38 ). Jika secara teori (KB) sebagai determinasi dari (DSG) berarti semakin kondusif (KB) akan memperkuat kemampuan (DSG). Pengaruh (KB) dengan variabel pembangunan PPSNZ Jakarta (X 25 ) terhadap (DSG). Dalam hal (KB) pembangunan pelabuhan perikanan samudera adalah merupakan salah satu bentuk ikut campur tangan pemerintah dalam upaya mendukung industri perikanan dalam memasuki perdagangan global. Memasuki era globalisasi diramalkan akan terjadi persaingan perdagangan yang semakin tajam, sehingga akan mendorong setiap negara untuk mempertahankan keunggulan (Kotler 1997 dan Soepanto 2001). Menghadapi tantangan diatas industri perikanan akan dihadapkan pada kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam perikanan yang dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri. Disamping itu industri perikanan harus mampu memanfaatkan sumberdaya sehingga mempunyai nilai tambah, memiliki produk bernilai dan bermutu tinggi, harga produk bersaing (Gardjito 1996). Tantangan yang masih dihadapi adalah keunggulan kompetitip artinya industri perikanan harus dapat melakukan peningkatan efisiensi dan mutlak diperlukan terutama dari internal industri perikanan. Untuk menghadapi dan mengantisipasi berbagai tantangan diatas, industri perikanan masih memiliki peluang karena potensi sumberdaya ikan sebagai bahan baku industri sekitar 6,7 ton per tahun. Untuk mendukung pengembangan industri perikanan memasuki perdagangan global melalui (KB) dibangun PPSNZ Jakarta. Hasil penelitian setelah diuji menunjukkan signifikan sehingga pengaruh (KB) akan mampu meningkatkan (DSG). Pengaruh (KB) dengan variabel pembentukan BUMN (X 26 ) terhadap (DSG) menunjukkan hasil signifikan. Dilatar belakangi manajemen pengelolaan pelabuhan perikanan sebelum dibentuk BUMN, PPSNZ Jakarta pada mulanya untuk melayani masyarakat perikanan dibentuk project management unit (PMU) ternyata mengalami hambatan operasional terutama masalah aturan keuangan negara. Untuk mendukung industri perikanan dan mengantisipasi menghadapi perdagangan global perlu dibentuk badan usaha milik negara (BUMN) berupa PPPS melalui peraturan pemerintah no. 2 tahun 1990 yang kemudian disempurnakan menjadi no. 23 tahun 2000. Maksud pembentukan PPPS ini tidak lain untuk dapat meningkatkan pelayanan melalui prinsip pengusahaan secara ekonomis. Adapun tugas PPPS adalah menyelenggarakan usaha pelayanan barang dan jasa bermutu tinggi kepada pengguna jasa di pelabuhan perikanan
110 serta usaha lain yang terkait dengan perikanan melalui penyediaan sarana dan prasarana, barang dan jasa serta sekaligus memupuk keuntungan untuk pembiayaan operasional guna kelangsungan perusahaan dan kontribusi pendapatan negara. Sebagai BUMN maka PPPS didalam pengelolaannya berdasarkan prinsip perusahaan yaitu menggunakan system Indonesische Bedrijven Wet (IBW). Melalui (KB) ini pengaruh terhadap (DSG) cukup signifikan karena kondisi pelayanan yang diciptakan mampu mendukung (DSG) sehingga industri perikanan yang melakukan investasi dikawasan PPSNZ Jakarta akan memiliki (DSG). Pengaruh (KB) dengan variabel pengaturan pemanfaatan tanah (X 27 ) terhadap (DSG) mampu memberikan dukungan industri perikanan dalam memasuki perdagangan global. Dinyatakan mampu mendukung (DSG) karena dengan kebijakan ini sasaran pemeritah adalah akan mendukung industri perikanan mendapatkan modal investasi dan modal kerja. Caranya adalah dengan (KB) ini pemerintah memberi kesempatan kepada industri perikanan yang menyewa tanah industri dengan status hak guna bangunan (HGB) diatas hak pengelolaan (HPL) dapat dijaminkan kepada jasa perbankkan untuk mendapatkan modal investasi dan modal kerja. Harapannya adalah dengan kemampuan modal dapats menggunakan teknologi yang lebih efisien sehingga dapat menciptakan dan meningkatkan mutu produk sesuai standar pasar internasional, produk harga bersaing dan mampu menyediakan produk secara berkelanjutan serta memperbaiki kondisi lingkungan. Hasil penelitian Madecor Group (2001), untuk pengembangan industri pengalengan perikanan di Indonesia timur selain diperlukan infrastruktur berupa pelabuhan perikanan, dalam mengembangkan industri pasti diperlukan modal usaha maupun modal investasi. Untuk mengatasi kendala ini diperlukan kebijakan pemerintah. Dalam penelitian ini kebijakan pemerintah (KB) yang ditempuh adalah pemberian kemudahan kepada investor untuk mendapatkan modal melalui pengaturan pemanfaatan tanah industri guna dijadikan agunan mendapatkan modal usaha, ternyata kebijakan pemerintah ini setelah diuji berpengaruh positif terhadap pengembangan industri perikanan dan daya saing industri (DSG).
111 4.3.4.2 Pengaruh faktor kinerja industri perikanan (KIP) terhadap daya saing global (DSG) industri perikanan Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) dipengaruhi kinerja industri perikanan (KIP) (Gambar 26), menunjukkan nilai 2.36 = 1.96 - 2.00 berarti sangat signifikan. Jenis variabel yang digunakan untuk mengukur (KIP) adalah aspek keuangan (laba /rugi) (X 13 )), ROI (X 14 ), ROE (X 15 ), aspek pemasaran ( volume penjualan (X 16 ), pertumbuhan penjualan (X 17 ), pertumbuhan pelanggan (X 18 ), kemampuan pengembangan produk (X 19 ), kemampuan harga bersaing (X 20 ), mutu produk (X 21 ), dan aspek sumberdaya manusia (produktivitas kerja) (X 22 ) dan penyerapan tenaga kerja (X 23 ). Kemudian variabel yang digunakan untuk mengukur daya saing global (DSG) adalah kemampuan teknologi (X 33 ), jaminan mutu produk (X 34 ), kemampuan imitabilitas (X 35 ), harga produk kompetitif (X 36 ), ketersediaan bahan baku (X 37 ), kemampuan durabilitas (X 38 ). Jika secara teori (KIP) merupakan determinasi dari (DSG) berarti semakin tinggi (KIP) akan semakin tinggi (DSG). Pengaruh (KIP) dengan variabel aspek keuangan (laba /rugi) (X 13 ); ROI (X 14 ) dan ROE (X 15 ) terhadap (DSG) menunjukkan hasil yang signifikan ini membuktikan bahwa industri perikanan mempunyai keunggulan bersaing. Menurut Kotler (1997) jika suatu industri memiliki kemampuan laba yang semakin meningkat berarti akan semakin kuat industri untuk dapat meningkatkan kinerja; hal ini disebabkan mendapatkan laba adalah salah satu tujuan dan harus ditingkatkan karena dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya industri. Tingginya kemampu labaan ini akan mendorong nilai return on investment (ROI) dan return on equity (ROE) suatu industri. Dilain pihak menghadapi perdagangan global, suatu industri akan menghadapi suatu tantangan untuk memiliki daya saing global (DSG). Menurut Aaker (1989) yang diacu dalam Aditya (2004), keunggulan bersaing adalah jantung kinerja industri atau perusahaan dalam pasar bersaing. Dikatakan keunggulan bersaing pada dasarnya tumbuh dari nilai atau manfaat yang dapat diciptakan perusahaan bagi para pembelinya. Hal-hal yang mengindikasikan variabel keunggulan bersaing adalah kemampuan imitabilitas, kemampuan durabilitas dan kemudahan menyamai. Jika Porter (1980), mengindikasikan keunggulan bersaing adalah keunggulan biaya, diferensiasi, mutu, dan harga maka menurut pendapat Aaker (1989), jika perusahaan mampu menerapkan salah satu strategi bersaing diatas maka akan didapatkan
112 keunggulan bersaing. Dengan demikian kinerja industri perikanan (KIP) yang memiliki kemampu labaan akan berpengaruh terhadap daya saing global (DSG). Pengaruh (KIP) dengan variabel aspek pemasaran (volume penjualan (X 16 ); pertumbuhan penjualan (X 17 ); pertumbuhan pelanggan (X 18 ); kemampuan pengembangan produk (X 19 ); kemampuan harga bersaing (X 20 ); Mutu produk (X 21 )) terhadap (DSG) menunjukkan hasil signifikan berarti bahwa industri mampu mengembangkan pasar dan memiliki daya saing dalam perdagangan global (DSG). Peningkatan kinerja industri perikanan (KIP) dibidang pemasaran, ternyata dalam menghadapi persaingan saat ini bukan sekedar mendapatkan besarnya margin usaha akan tetapi industri harus mampu menciptakan kepuasan pelanggan. Bagi produk hasil industri perikanan lebih diutamakan bagaimana mempertahankan pengembangan produk selama mungkin untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Kotler 1997). Berdasarkan teori ini industri yang ada di`dalam PPSNZ Jakarta masih mampu mengembangkan produk untuk mensuplai secara kontinyu konsumen dipasar internasional, sehingga memiliki kemampuan daya saing memasuki pasar global. Salah satu variabel daya saing industri perikanan dalam perdagangan global adalah adanya jaminan mutu produk. Variabel ini mengantisipasi pelanggan saat ini yang semakin memiliki tuntutan atas kualitas produk yang lebih baik dan aman dikonsumsi, disamping memiliki respon yang lebih cepat (tepat waktu) ternyata juga menuntut adanya nilai lebih yang diberikan oleh perusahaan. Sehubungan dengan hal ini maka kinerja industri perikanan dalam memasarkan produk harus mampu menetapkan jaminan mutu dan ketepatan waktu untuk memenangkan persaingan (Schonberger 1996) yang diacu dalam Tercia (2004). Konsep ini mengisyaratkan bahwa industri perikanan jika ingin meningkatkan volume penjualan harus mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan, sehingga Kotler (1997) memberikan konsep pemasaran modern yaitu suatu produsen harus mampu mengetahui dan memahami apa kebutuhan konsumen. Dengan demikian industri perikanan selain mampu meningkatkan volume penjualan juga dituntut memiliki kemampuan memenuhi permintaan konsumen untuk meningkatkan pertumbuhan pelanggan, dan bagi industri yang berhasil mengikuti konsep ini diharapkan akan memiliki daya saing dalam perdagangan global.
113 Lain halnya dengan konsep Gardjito (1996), bahwa kinerja industri perikanan (KIP) selain memiliki kemampuan diversifikasi produk dan teknologi yang efisien juga memiliki kemampuan harga produk yang kompetitif jika ingin memasuki perdagangan global. Untuk memiliki kemampuan harga bersaing menurut Bruce Hendersen (1983) yang diacu dalam Aditya (2004) industri harus mampu mengembangkan keunggulan uniknya. Kemampuan kinerja industri perikanan (KIP) inilah ternyata yang berpengaruh terhadap daya saing global (DSG) industri perikanan. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa (KIP) dengan variabel aspek pemasaran berpengaruh terhadap daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) artinya semakin tinggi kinerja industri perikanan (KIP) akan semakin meningkatkan kemampuan daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG). Pengaruh (KIP) dengan variabel sumberdaya manusia (Produktivitas kerja (X 22 ) dan Penyerapan tenaga kerja (X 23 ) ) terhadap (DSG) menunjukkan hasil signifikan. Menurut Kotler (1997), memasuki perdagangan global akan terjadi perubahan dengan kecepatan luar biasa seperti merek makanan, mutu serta harga barang sehingga industri harus mampu merubah keunggulan komperatip menjadi keunggulan kompetitip dengan cara efisiensi. Untuk meningkatkan efisiensi diperlukan suatu teknologi yang sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan sumberdaya manusia. Jika sumberdaya manusia memiliki pendidikan dan ketrampilan yang rendah, industri perikanan harus menyesuaikan dengan teknologi yang digunakan. Akibatnya mutu bahan baku yang disuplai dan produk yang dihasilkan tidak dapat bersaing dipasaran terutama pasar global (Wahyuni 2002). Dilain pihak dengan semakin meningkat industri perikanan dituntut pula penyerapan tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja relatif murah dengan tingkat kemampuan relatif rendah perlu disesuaikan dengan teknologi yang digunakan (Putro 2002). Dengan demikian tingkat produktivitas dan penyerapan tenaga kerja yang merupakan variabel dari kinedrja industri perikanan (KIP) berpengaruh terhadap daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG).
114 4.3.4.3 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap daya saing global (DSG) industri perikanan Lingkungan industri perikanan (LIP) berpengaruh nyata terhadap daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) (Gambar 26) menunjukkan nilai 1,96 - 1,96. Jenis variabel yang digunakan untuk mengukur (LIP) adalah faktor II, EI dan LE Sedangkan variabel yang digunakan untuk mengukur (DSG) adalah kemampuan teknologi (X 33 ), jaminan mutu produk (X 34 ), kemampuan imitabilitas (X 35 ) harga produk kompetitip (X 36 ) ketersediaan bahan baku (X 37 ) kemampuan durabilitas (X 38 ). Jika secara teori (LIP) merupakan determinasi dari (DSG) maka semakin kondusif kondisi (LIP) akan semakin meningkatkan kemampuan (DSG). Dengan diterimanya uji ini berarti pengaruh faktor lingkungan industri (LIP) dapat meningkatkan daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG). Menurut Porter (1990), lingkungan industri (LIP) dapat didekati dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri dan dibagi menjadi 3 (tiga) penentu keberhasilan industri yaitu internal industri, eksternal industri dan lingkungan ekonomi. Lingkungan internal dapat didekati dengan melihat potensi sumberdaya manusia, teknologi dan keuangan serta asset perusahaan. Eksternal industri yang mempengaruhi lingkungan industri didekati dengan melihat kondisi ketersediaan pemasok infrastruktur berupa mesin dan teknologi, ketersediaan jasa pelatihan, jasa perbankkan. Kemudian lingkungan ekonomi diidentifikasi dengan perkembangan teknologi, situasi perdagangan dunia, sumberdaya alam, dan kondisi ekonomi. Teknologi adalah perangkat penting yang merubah sumber daya alam yang tersedia menjadi produk barang dan jasa yang diinginkan. Untuk itu cara yang memungkinkan untuk meningkatkan daya saing produk adalah dengan meningkatkan kadar teknologi dalam kegiatan operasional perusahaan (Said, Rahmayanti dan Muttaqin 2001) Pendapat Pearce and Robinson (1991) yang diacu dalam Sandjojo (2004), lingkungan industri disebut juga dengan lingkungan usaha memegang peranan penting dan menentukan terhadap seluruh aspek bisnis, maupun kemampuan daya saing industri perikanan. Semakin baik kondisi lingkungan industri atau lingkungan usaha akan semakin meningkatkan daya saing industri. Karena dengan kondisi lingkungan industri yang kondusif akan memberikan berbagai peluang usaha dan upaya-upaya untuk mengembangkan industrinya.
115 Lain halnya dengan pendapat Kotler (1997), bahwa suatu industri perikanan untuk memenangkan persaingan didalam perdagangan global (DSG) harus mampu memanfaatkan tantangan dan peluang lingkungan industri (LIP). Kemampuan memanfaatkan peluang ini akan dapat menciptakan produk sesuai selera konsumen baik dari sisi harga, mutu, bentuk, tepat waktu dibutuhkan sehingga akan memiliki produk yang berdaya saing. Untuk menciptakan produk yang memiliki (DSG) ternyata setiap industri membutuhkan dukungan industri pemasok seperti mesin, teknologi, bahan pengemas, bahan baku, peralatan. Atas dasar teori ini berarti (LIP) akan berpengaruh terhadap (DSG) terutama kemampuan industri dalam memanfaatkan peluang untuk menciptakan produk yang memiliki daya saing dalam perdagangan global (DSG). Dari hasil uji menunjukkan bahwa lingkungan industri perikanan (LIP) berpengaruh terhadap daya saing industri perikanan (DSG) dapat diterima. Dengan demikian hasil penelitian membuktikan bahwa lingkungan industri perikanan akan mampu mempengaruhi daya saing global (DSG). 4.3.4.4 Pengaruh faktor pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap daya saing global (DSG) industri perikanan Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) dipengaruhi pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) (Gambar 26) menunjukkan nilai 2,16 = 1,96 - 2,00 berarti signifikan. Jenis variabel yang digunakan untuk mengukur PPSNZ Jakarta adalah pelayanan produksi (X 28 ) pelayanan industri processing (X 29 ), pelayanan pemasaran (X 30 ) pelayanan logistik (X 31 ) dan pelayanan fasilitas pendukung (X 32 ). Variabel yang digunakan untuk mengukur (DSG) adalah kemampuan teknologi (X 33 ), jaminan mutu produk (X 34 ), kemampuan imitabilitas (X 35 ) harga produk kompetitip (X 36 ) ketersediaan bahan baku (X 37 ) kemampuan durabilitas (X 38 ). Jika secara teori PPSNZ Jakarta merupakan determinasi dari (DSG) berarti dengan diterimanya hasil uji ini membuktikan bahwa semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta memberikan pengaruh kuat untuk menciptakan daya saing industri perikanan dalam perdagangan global. Berdasarkan hasil uji ini pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan produksi (X 28 ) terhadap (DSG) dapat diterima, dengan demikian PPSNZ Jakarta memberikan pengaruh positif kepada (DSG) karena diketahui dari meningkatnya variabel ketersediaan bahan baku (X 37 ), dan jaminan mutu produk (X 34 ). Menurut Porter (1990) jika daya tarik produk merupakan
116 perwujudan dari mutu produk berarti mutu produk akan menentukan keadaan dan keberadaan suatu produk artinya mutu produk yang jelek akan mengurangi minat konsumen untuk menggunakan produk; dengan demikian akan menentukan posisi daya saing dari pada produk tersebut. Demikian pula halnya dengan Arifin (2004), bahwa mutu produk adalah variabel produk yang digunakan untuk menarik minat konsumen artinya semakin tinggi mutu produk akan semakin tinggi minat konsumen terhadap produk. Dari hasil kajian ini menunjukkan bahwa PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan produksi (X 28 ) akan mempengaruhi kemampuan daya saing global (DSG) dengan variabel ketersediaan bahan baku dan jaminan mutu produk. Pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan industri processing (X 29 ) terhadap (DSG) terkait dengan jenis dan kapasitas fasilitas yang disediakan oleh pelabuhan perikanan harus mampu memberikan dukungan sesuai dengan kebutuhan industri perikanan. Didalam melaksanakan pelayanan bahkan diatur melalui intruksi Presiden nomor 1 tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat. Dengan demikian pelayanan PPSNZ Jakarta dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan yaitu memberikan pelayanan optimal kepada industri perikanan. Dilain pihak menurut pendapat Gardjito W (1996) jika industri akan bersaing dalam perdagangan global harus memiliki kemampuan diversifikasi produk yang terkait dengan variabel daya saing global industri perikanan yaitu memiliki kemampuan teknologi (X 33 ) kemampuan imitabilitas (X 35 ), harga produk kompetitip (X 36 ) dan kemampuan durabilitas (X 37 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel PPSNZ Jakarta berupa pelayanan industri processing ternyata berpengaruh terhadap kemampuan daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) baik dari segi kemampuan teknologi, imitabilitas, durabilitas, maupun harga produk kompetitif. Pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan pemasaran (X 30 ) terhadap (DSG) terkait dengan ketersediaan jenis dan kapasitas pelayanan pemasaran yang dapat mendukung terhadap (DSG) dengan variabel kemampuan teknologi, jaminan mutu produk, kemampuan imitabilitas, harga produk kompetitif, ketersediaan bahan baku, dan kemampuan durabilitas. Secara faktual kemampuan industri perikanan dikawasan PPSNZ Jakarta tidak diragukan lagi dalam mengembangkan dan melakukan diversifikasi produk. Oleh karena itu menurut Porter (1990) diversifikasi produk merupakan salah satu
117 persyaratan industri perikanan akan memiliki kemampuan bersaing dalam perdagangan global berarti dengan luasnya wilayah pemasaran produk perikanan dari Indonesia termasuk negara yang paling sulit ditembus pasarnya seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat yang memiliki persyaratan mutu paling ketat maupun negara pesaing yang harus dihadapi berarti ketersediaan fasilitas pelayanan pemasaran di PPSNZ Jakarta berpengaruh dalam mendukung produk perikanan dalam perdagangan global (DSG). Jika dikaitkan dengan kebijakan pembangunan PPSNZ Jakarta yang dilengkapi dengan segenap fasilitasnya, maka upaya meningkatkan optimalisasi PPSNZ Jakarta ini bertujuan untuk mendukung industri perikanan melalui penangkapan ikan dalam rangka penyediaan bahan baku industri berupa ikan, mengingat perikanan di Indonesia sebelum dibangun pelabuhan perikanan samudera masih didominasi oleh perikanan tradisional (Murdjijo 1997). Hasil penelitian Sunarya (1996) menunjukkan bahwa hanya 60% saja hasil perikanan di Jawa dan Sumatera yang dimanfaatkan dalam keadaan segar tanpa pelayanan pelabuhan perikanan PPSNZ Jakarta. Demikian pula Clucas dan Basmal (1995) yang dikutip Sunarya (1996) menunjukkan bahwa kurangnya sarana pendukung pemasaran berupa tempat pelelangan ikan dan cold storage maupun pabrik es, pasokan air ternyata akan mempersulit mendapatkan bahan baku ikan untuk industri perikanan sehingga mempengaruhi kinerja industri dan akan menghambat kemampuan daya saing industri perikanan. Dengan demikian pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan logistik dan fasilitas pendukung industri berpengaruh terhadap daya saing global (DSG). 4.4 Strategi Pengembangan Industri Perikanan Berbasis PPS Strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi antara lain perlu langkah-langkah optimalisasi terhadap kedelapan faktor yang membentuk model industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi, karena setiap faktor saling berpengaruh secara signifikan. Sebagai dasar pemikiran strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi antara lain: (1) Keberadaan PPS akan menjamin kegiatan produksi penangkapan dalam kelangsungan penyediaan bahan baku industri perikanan. Hal ini cukup beralasan karena tanpa kesediaan bahan baku (ikan) cukup dan kontinyu sulit bagi kelangsungan kinerja industri perikanan terutama menghadapi pesaing dipasaran global.
118 (2) Penyerapan dan pengembangan tenaga kerja perikanan. Dilatar belakangi masyarakat perikanan didominasi oleh pengusaha tradisional, maka dengan berkembangnya industri perikanan akan lebih mengenalkan dan mendorong masyarakat perikanan untuk berkembang (transfer pengetahuan usaha dan kemampuan serta ketrampilan) (3) Untuk menciptakan lingkungan industri perikanan yang kondusif, kebijakan pemerintah adalah penyediaan infrastruktur, insentif usaha berupa kemudahan-kemudahan seperti perijinan, mendapatkan modal usaha, menghilangkan berbagai pungutan yang membebani kegiatan usaha. Menghilangkan berbagai aturan dan ketentuan yang berdampak menghambat terhadap upaya tumbuh dan berkembangnya usaha. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2001) kebijakan pemerintah mengenai pembebasan pajak untuk komoditi ekspor sebaiknya juga dikaji kembali, karena pihak manapun yang menanggung investasi lebih besar untuk menyumbang pedapatan devisa nasional atau penciptaan kesempatan kerja yang signifikan sebaiknya didorong dengan insentif yang sesuai, misalnya tunjangan ekstra yang seimbang dengan investasi yang dilakukan pada aset modal. (4) Guna mendukung kinerja industri perikanan, pada saat ini masih diperlukan dukungan pemerintah, mengingat industri perikanan mempunyai karakteristik yang spesifik dibandingkan produk agribisnis lainnya (sifat penanganan produk lebih spesifik) sehingga membutuhkan perlakuan khusus karena akan berdampak terhadap biaya operasional dan resiko kerugian tinggi), (5) Penetapan kebijakan pemerintah perlu kehati-hatian dan mempertimbangkan dampak kepada industri perikanan (kenaikkan harga BBM, listrik, air, telepon). Secara faktual kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan ternyata secara langsung masih ada yang menghambat kinerja industri skala besar sampai usaha perikanan tradisional. (6) Keberadaan PPPS di dalam pengelolaan pelabuhan perikanan perlu didukung untuk lebih meningkatkan kemampuan KIP dan membuat suasana LIP yang kondusif. Kaitan antara PPPS dan UPT pelabuhan perikanan perlu ditingkatkan kerja sama dan kesinambungan kerja terhadap tatahubungan kerja sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing secara
119 seimbang, sehingga dapat bersinergi dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa PPS. (7) PPS dirancang untuk memberikan dukungan terhadap berkembangnya industri perikanan yang modern sehingga jenis dan kapasitas serta kualitas fasilitas harus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan konsumen dan dalam pengelolaan fasilitas dipersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas baik. (8) Dalam rangka upaya memberikan pelayanan terhadap industri perikanan agar mampu menghadapi persaingan global, pengelola PPS benar-benar konsisten dalam menerapkan pelayanan prima. Menghilangkan segala macam dan bentuk pungutan yang dapat menghambat kemampuan daya saing industri perikanan. (9) Perlunya dukungan dari pemerintah dalam menghadapi pasar global terutama perlakuan yang tidak seimbang dari negara pesaing serta berbagai aturan yang tidak mampu diakomodir oleh industri perikanan terkait dengan berbagai aturan dan ketentuan internasional yang pada akhirnya dapat menghambat kinerja industri perikanan terutama dalam hal pemasaran luar negeri (ekspor). 120 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian tentang pemodelan industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan samudera ini dengan menerapkan pendekatan structural equation modelling (SEM) dan analisis dengan bantuan piranti lunak LISREL 8.72 menyimpulkan bahwa: (1) Model industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi dengan delapan faktor dapat digunakan untuk merencanakan dan meramalkan pengembangan industri perikanan dalam perdagangan global. Model dengan faktor internal industri, eksternal industri, lingkungan ekonomi, lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah, pelayanan PPS, kinerja industri perikanan, daya saing Industri perikanan dalam perdagangan global ini adalah fit atau dapat diterima setelah diuji dengan mempertimbangkan kriteria goodness of fit yang dipakai. (2) Ke 8 (delapan) faktor yaitu: II, EI, LE, LIP, KB, PEL, KIP, DSG saling berhubungan dan mempengaruhi secara positip. Hal ini berarti setiap perubahan yang semakin positif atau negatif dari salah satu faktor di atas akan mempengaruhi kinerja faktor berikutnya dan besar kecilnya pengaruh tergantung dari besaran signifikansi. (3) Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan industri perikanan, kinerja industri perikanan, kebijakan pemerintah dan pelayanan PPS. (4) Faktor internal industri, eksternal industri, lingkungan ekonomi sangat berpengaruh terhadap lingkungan industri dan dapat menentukan keberhasilan kinerja industri perikanan dalam perdagangan global. Namun demikian dampak negatif yang ditimbulkan terutama lingkungan ekonomi (disebut juga lingkungan jauh) dapat dipengaruhi dan dikendalikan melalui kebijakan pemerintah maupun pelayanan pelabuhan perikanan samudera. (5) Kinerja industri perikanan sangat dipengaruhi secara positip oleh lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah dan pelayanan pelabuhan perikanan samudera dalam memasuki perdagangan global. Pengaruh paling signifikan adalah kebijakan pemerintah melalui pelayanan PPSNZ Jakarta, oleh karenanya untuk mendukung kinerja
121 industri perikanan dalam perdagangan global diupayakan agar pelayanan PPS ditingkatkan melalui pelayanan prima. (6) Pendugaan implikasi dan perumusan strategi model pengembangan industri perikanan dalam perdagangan global, termasuk kebijakan pemerintah serta pelayanan pelabuhan perikanan, dapat dilakukan melalui simulasi model dengan merubah variabel dari faktor kebijakan maupun pelayanan pelabuhan perikanan serta kinerja industri. (7) Model pengembangan industri perikanan dapat digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan industri perikanan memasuki pasar global pada beberapa lokasi pelabuhan perikanan samudera lainnya dengan menambah variabel pembentuk faktor pada kondisi lingkungan industri, pengambilan kebijakan, langkah-langkah pelayanan PPS, kinerja industri serta bagaimana antisipasi dalam perdagangan global. Namun penambahan variable harus tetap didasarkan pada telaahan pustaka yang intensif mengingat penelitian ini bersifat eksplorasi. 5.2 Saran Dari hasil penelitian terhadap analisis model industri perikanan berbasis PPS, dapat direkomendasikan beberapa saran : (1) Model industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan samudera memasuki era globalisasi dapat digunakan untuk pedoman implementasi kebijakan dalam perencanaan dan peramalan pengembangan industri perikanan berbasis PPS lainnya karena masih ada 4 PPS (yaitu: PPS Kendari, PPS Cilacap, PPS Belawan, PPS Bungus) dan beberapa pelabuhan perikanan lainnya yang dapat diteliti melalui suatu simulasi. (2) Mengingat situasi dan kondisi pelabuhan perikanan samudera lainnya berbeda dengan lokasi Jakarta, maka perlu diketahui dengan pasti indikator yang berpengaruh dan membentuk variabel dalam model. Alasan pengembangan variabel karena dalam menyusun model ini diutamakan adalah telahan pustaka. (3) Analisis model industri perikanan untuk pelabuhan dilokasi lain dengan menggunakan alat analisis structural equation model (SEM) perlu diawali dengan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaahan pustaka yang intensif untuk mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang dikembangkan. Tanpa landasan teori yang kuat maka SEM tidak
122 bermanfaat, karena SEM tidak digunakan untuk menghasilkan sebuah model akan tetapi untuk mengkonfirmasi model melalui data empirik. (4) Mengingat situasi dan kondisi termasuk perdagangan era globalisasi yang cepat berubah dan sangat mempengaruhi lingkungan industri, serta adanya beberapa kebijakan pemerintah yang belum dimasukkan sebagai indikator dalam model tersebut, penelitian lebih lanjut disarankan mencakup simulasi untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan menghindari kesalahan pengambilan kebijakan pemerintah. (5) Sesuai dengan anjuran para peneliti terdahulu, guna mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perikanan yang berdaya saing tinggi, pengelola pelabuhan perikanan perlu menyiapkan, melengkapi dan meningkatan mutu fasilitas, dan menerapkan ketentuan pelayanan prima kepada pengguna jasa secara konsisten. (6) Untuk menghindari timbulnya KKN, tindakan pengawasan yang konsisten perlu dilakukan terhadap pelayanan yang menghambat dan pungutan yang tidak resmi terhadap pengguna jasa.
123 DAFTAR PUSTAKA Aaker, David. 1989. Competitive Advantage of the Firm. Journal of Strategic Research, New York. Achmadi 2003. Analiisis Pengaruh Orientasi Pengawasan Terhadap Efektivitas Perusahaan Melalui Orientasi Kinerja Penjualan dan Kinerja Tenaga Penjualan (Studi Kasus pada Manajemen tenaga penjualan industri jasa pelayaran di Kota Semarang). Thesis. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Aditya. 2004. Analisis Pengaruh Merek, Orientasi Stratejik dan Inovasi Terhadap Keunggulan Bersaing. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia. Volumen III, Nomor 3 Desember 2004. Agustedi. 2000. Rancang Bangun Model Perencanaan dan Pembinaan Agroindustri Hasil Laut Orientasi Ekspor dengan Pendekatan Wilayah. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anonim. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. BUMN Executive Club. Jakarta. Arifin. 2004. Pengaruh Bentuk Rantai Nilai Pasokan dan Kualitas Hubungan Perusahaan Pemasok Dalam Mewujudkan Kinerja Pemasaran Melalui Peningkatan Kinerja Rantai Pasokan. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia. Vol.III Nomor 2 Sept. 2004. Bandalos DL. 1983. Factors Influencing cross-validation of Confirmatory factor analysis Models. Multivariate Behavioural Research, 28; 351-374. Bappenas. 2005. Strategi Penguatan Daya Saing Produk-produk Lokal terhadap Produk Impor di Pasar Domestik dalam Pengembangan Kawasan Andalan, Strategis, Cepat Tumbuh. Laporan Temu Diskusi. Bappenas Jakarta: 106 Barker T.A. 1999. Benchmark of Successful Salesforce Performance. Canadian Journal of Administrative Science, 1999. Bentler PM 1990. Comparative fit Indexes in structural models, Psychological Bulletin, 107; 238-246. Bentler PM, Bonnetts DG. 1980.Significance tests and Goodness of Fit in The Analysis of Covariance Structure. Psychological Bulletin, 88; 588-606. Byrne BM. 1998. Structural Equotion Modeling with LISREL, PRELIS and SIMPLIS. Basic concepts, applications and Programming. New Jersey; Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Clucas IJ, Basmal.J 1995. Pengolahan, Distribusi dan Pemasaran ikan Pelagis Kecil dari tiga tempat pendaratan ikan di Jawa Tengah, Indonesia. Makalah disampaikan dalam seminar on socio-economic, innovation en management of the Small Pelagic Fishery of the Java Sea. Bandungan 124 Cooper. DR. and Emory, C.W. 1998. Metode Penelitian Bisnis. Jilid I. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Dahuri. R. 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia Melalui Sektor Perikanan dan Kelautan. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia (LISPI). Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2001. Studi Perumusan Kebijakan Pembangunan Perikanan. Pacigic Consultants International. Tokyo- Jepang. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Membangun Perekonomian Nasional Untuk Mewujudkan Indonesia Yang Maju, Makmur, dan Berkeadilan Melalui Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan Diamantopoulus. A. dan Siguaw. JA . 2000. Introducing LISREL: A guide for the United. Sage Publications. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2002. Kebijakan , Strategi dan Program Kerja Pengembangan Sentra-sentra Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2005. Revitalisasi Pelabuhan Perikanan Menunjang Pengembangan Perikanan Nasional. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta Dunn WN. 2000. Pengantar Analysis Kebijakan Publik Edisi kedua Gajahmada University Press. Elfandi S. 2000. Administrasi Pelabuhan Perikanan . Seminar pada Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor tahun 2000. IPB Bogor. Eriyatno, Winarno. 1999 . Pemodelan Sistem Pengendalian Mutu Produk Kualitas Ekspor Agroindustri Periakanan Rakyat. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Volume VI Nomor 1 Hal. 1 50 Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Penerbit Institut Pertanian Bogor Press. Hal. 147 Fandy T. 1995. Strategi Pemasaran. Penerbit Andi Offset Yogyakarta. Fauzi A. 2002. Peluang Pengembangan Industri Fishmeal di Indonesia: Perspektif Sumberdaya Perikanan. Disampaikan pada Nasional Policy Dialogue Percepatan Sinergi Usaha Melalui Reformasi Kebijakan, Jakarta 8-10 Oktober 2002. Fauzi. A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan (Isu, Sintesis, dan Gagasan). Gramedia. Jakarta Ferdinand. 2002. Structural Equation Modeling (SEM) Dalam penelitian Manajemen. Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 125 Gardjito, W. 1996. Marketing management. Analysis, Planning Implementation, Control. Jakarta. Gasperz. 2002. Manajemen Produktifitas Total Strategi Peningkatan Produktivitas Bisnis Global. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gasperz. V. 2001. Production Planning and Inventory control. Berdasarkan pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufakturing 21. Vincent Foundation dengan PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Ghozali I. 2004. Model Persamaan Struktural. Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS Ver. 5.0 Program Magistster Manajemen. Universitas Diponegoro. Semarang. Ghozali, Fuad SET. 2005. Structural Equation Modeling. Teori, Konsep, & Aplikasi dengan Program LISREL 8.54. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang Giyatmi. 2005. Sistem Pengembangan Agroindustri Perikanan Laut : Suatu Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan di Provinsi Jawa Tengah. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.Bogor. Hair JF. JR . Anderson R.E. Tatham R.L and Black W.C 1998. Multivariate Data Analysis. Fifth Edition. Prentice Hall-International . INC. Printed in The United States Of America Pag 577 Chapter 11 Structural Equation Modeling. Hogwood B W and Gunn L A. 1984. Policy Analysis for the Real World. Oxford Universiy Press. Indriantoro N, B Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntasi & Manajemen. Edisi Pertama, Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta. Joreskog KG & Sorbom Dag. 2005. LISREL 8.72. Scientific Software International , Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100. Lincolnwood, IL 60712, USA. Kamaludin, 2002. Pembangunan Ekonomi Maritim di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Kotler, 1997. Manajemen Produktifitas. Terjemahan Marketing Management. Ninth Edition. Prentice hall Inc. Kusumastanto, 2002. Reposisi Ocean Policy dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia di Era Otonomi Daerah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kusyanto. D, 2006. Kebijakan dan Pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera Terhadap Daya Saing Industri Perikanan pada Perdagangan Global di Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta. Jurnal Penelitian Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang. 126 Lianto. 2005. Peningkatan Daya Kompetisi Perusahaan Melalui Maksimalisasi Nilai Guna Teknologi. Prosiding Seminar Nasional XII-FTI. Institut Teknologi Surabaya. Surabaya Lubis. 2002. Perencanaan Pembangunan Pelabuhan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Machfud. 1999. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Madecor Group.2001. Study on Restructuring the Agro=Based Industry. Policy Advisory Unit (PAU)-ITDP/IBRD Loan No.3972-IND. Volume III. Processed and Canned Fish Cluster in Eastern Indonesia, Ministry of Industry and Trade. Manurung TV. 1995. Urgensi Pelabuhan dalam Pengembangan Agribisnis Perikanan Rakyat (Kasus Jawa Tengah). Prosiding Agribisnis. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Teknik dan Aplikasi. Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Masud F. 2004. Survai Diagnosis Organisasional. Konsep dan Aplikasi . Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Maureen M (2004). Studi Mengenai Loyalitas Pelanggan pada Divisi Asuransi Kumpulan AJB Bumiputra 1912 (Studi Kasus di Jawa Tengah). Jurnal Sains Pemasaran Indonesia Vol. III No 7. Universitas Diponegoro. Semarang. Mulyadi D. 2001 Rancang Bangun Strategi Terpadu Agroindustri Rotan. Disertasi Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, 2001. Murdiyanto B. 2004. Pelabuhan Perikanan Fungsi, Fasilitas, Panduan Operasional, Antrian Kapal. Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan-FPIK IPB. Murdjijo. 1997. Keragaan dan Kebijaksanaan Pembangunan Perikanan Pelita VI dan Tinjauan Menghadapi Era Globalisasi. Direktorat Jenderal Perikanan Tahun 1997. Simposium Perikanan Indonesia II. Jakarta. Mustofa H. 2004. Faktor-Faktor Pendorong Kreativitas Program Pemasaran dan Kinerja pemasaran. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia. Volume III, Nomor 2 September 2004. Nikijuluw, VPH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat Pengembangan dan Pembangunan Regional. Jakarta. Pearce JA, Robinson RB Jr. 1991.Formulation, Implementation, and Control of Comparative Strategy. Boston. Irwin. 127 Porter M E. 1980. Competitive Strategy, Techniques for Analysing industries and Competitor. With a New introduction. The Free Press. Porter M E. 1985. Competitive Advantage. Creating and Sustaining Superior Performance With a New Introduction. The Free Press New York, London, Toronto, Sydney, Singapura. Porter M E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Macmillan Press Ltd. London Putro S. 2001. Perdagangan Produk Perikanan Dalam Era Globalisasi. Direktur Jenderal Peningkatan kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran Departemen Kelautan dan Perikanan. Putro S. 2002. Pengelolaan Hasil Perikanan Menghadapi Pasar Global-Peluang dan Tantangan. Seminar Perdagangan Internasional dan Pasca Panen, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta 2002. Atase Pertanian, Perutusan Republik Indonesia untuk Uni Eropa. Brussels Said GE, Rahmayanti, dan Mutaaqin ZM. 2001. Manajemen Teknologi Agribisnis Kunci Menuju Daya Saing Global Produk Agribisnis. PT Ghalia Indonusa dengan MMA-IPB. Jakarta. Salvatore D. 2001. Managerial Economics in a Global Economy. Fourth Edition. Harcourt College Publishe. Sandjojo I. 2004. Pengaruh Lingkungan Usaha, Sifat Wirausaha dan Motivasi Usaha Terhadap Pembelajaran Wirausaha, Kompetensi Wirausaha dan Pertumbuhan Usaha Kecil di Jawa Timur. Program Studi Ilmu Ekonomi Kekhususan Manajemen. Universitas Brawijaya. Program Pasca Sarjana. Malang Schonberger JR. 1992. World Class Manufacturing; The Next Decade. Book Except, March 1992. p. 21-24 Solimun 2002a. Multivariate Analysis. Structural Equotion Modeling (SEM) LISREL dan AMOS. Aplikasi dibidang Manajemen, Ekonomi Pembangunan, Psykologi, Sosial, Kedokteran, Agrokompleks. Fak. MIPA Universitas Brawijaya. Malang Solimun 2002b. Structural Equation Modeling Lisrel dan Amos. Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Malang. Solimun 2005. Structural Equotion Modeling (SEM) Aplikasi Software Amos. Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang.. Suherman A, Murdiyanto B, Marimin, dan Wisudo SH. 2006. Analisis Pengembangan Fasilitas Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Jurnal Penelitian Perikanan Volume 9 Nomor 1 Hal. 101 107. Sunarya. 1996. Prospek Pengembangan Pasca Panen Perikanan di Indonesia. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan.1996. 128 Supanto 2001c. Strategi dan Teknologi Pilihan Akuakultur Untuk Meningkatkan Ekspor dan Konsumsi Ikan . J. Agritek. Edisi Khusus : 90-94. Supanto. 2001a. Model Ekonometrika Perikanan Indonesia Analisis dan Simulasi Kebijakan Pada Era Liberalisasi Perdagangan. Penerbit Agritek. Malang. Supanto. 2001b. Arah Kebijakan Industri Bahari J. Agritek. Edisi Khusus: 208- 214 Sutandinata H. 2002. Kendala Pengembangan Industri Pengolahan Ikan di Indonesia. Diskusi Nasional : Sarana dan Prasarana Penunjang Industri Perikanan. 26 Juli 2002 di Jakarta. Tercia RYC. 2004. Analisis Sikap Kewirausahaan dan Orientasi Pelanggan Serta Implikasinya Terhadap Kinerja Tenaga Penjualan (Studi Empiris Pada Tenaga Penjualan Motor Pada Dealer PT. ASTRA HONDA DI Kota Semarang). Jurnal Sains Pemasaran Indonesia. Volume III, Nomor, 3 Desember 2004. Vicere RA and Fulmer R M. 1996. Crafting Competitiveness, Developing Leaders in the Shadow Pyramid Capstone Publishing Limited. Oxford, Centre for Innovation Mill Street Osford OX 2 Ojx United Kingdom. Wahab SA. 1989. Pengantar Analysis Kebijakan Negara. Penerbit Bhineka Cipta. Wahyuni M. 2002. Perencanaan Industri Hasil Perikanan. Jurusan Teknologi Kelautan Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor 129 Lampiran 1. Peta Lokasi PPSNZ Jakarta
Sumber : Pemerintah Kotamadya Jakarta Utara
SUNDA KELAPA M.ANGKE MUARA BARU TOL KE BANDARA LAUT J AWA PROP.DKI JAKARTA N S
130 Lampiran 2. Data sampel industri perikanan
No Nama Perusahaan Tahun investasi di PPSNZ Jakarta 1 PT. ALAM JAYA 2002 2 PT. ANUGERAH SECO JAYA
2002 3 PT. ASROBEN 1988 4 PT. BANGKIT LAUTAN MAS 1990 5 PT. BINA WIMA TRACO 1992 6 PT. BALI SUMBER HAYATI 1992 7 PT. BONECOM 1986 8 PT. BONECOM/ BOSCO 1991 9 PT. BUMI AGRO BAHARI LESTARI
2000 10 PT. CHARLY WIJAYA TUNA 1986 11 PT. CENTRA JAYA ABADI 1986 12 PT. CHENHONG FISHERINDO
2003 13 PT. DANAU MATANO P.R 1986 14 PT. DAYA MULUR KARENTINDO
1999 15 PT. DURIAN SARI WANGI 2001 16 PT. DWISANDHA SENJAYA 1986 17 PT. FIRST MARINE 1997 18 PT. GABUNGAN ERA MANDIRI
1995 19 PT. GABION INTI 1994 20 PT. HALIMAS SAKTI SEJATI 1985 21 PT. HANINDO 1995 22 PT. HASLINDO 1986 23 PT. HOTANJAYA GRAHA 1988 24 PT. INDOMINA BANGUN P. 1990 25 PT. INTIMAS SURYA 2000 26 PT. JAKARTA SERVISTAMA CT.
2000 27 PT. KARSA CIPTA BAYU M .P 1999 28 PT. KBA 1990 29 PT. KHOM FOOD 1989 30 PT. KEDAMAIAN 1985 31 PT. KENCANA JAYA ABADI 1986 32 PT. KURNIA MINA SEJAHTERA
2001 33 PT. LAUTAN NIAGA JAYA 2000 34 PT. LAUTAN MURNI 2000
131 No Nama Perusahaan Tahun investasi di PPSNZ Jakarta 35 PT. LOLA MINA 1987 36 PT. LUKY REJEKI JAYADI 1999 37 PT. LUCKY SAMUDERA 1991 38 PT. LUXE UTAMA INDONESIA
1988 39 PT. MEGA JAYA FISHINDO 2000 40 PT. MERIN IND. 1987 41 PT. MINA DWI SAMPORNA 1994 42 PT. MINA SAKTI 1994 43 PT. MINA SAKTI KICITEMINDO 1993 44 PT. MITRA MINA SEGARA 2000 45 PT. MITRA MANGGALINDO 1989 46 PT. MULTI WAHANA. M 1999 47 PT. PANGGUNG ENT. LTD 1988 48 PT. PANUTAN MINA 1987 49 PT. PERTUNI 2001 50 PT. PUSKOPOL MAR 1992 51 PT. RED RIBON 1999 52 PT. SAFRITINDO 1988 53 PT. SAMUDERA MINA P 1995 54 PT. SANDIMAS AQUATEX 1988 55 PT. SEGARINDO MINA 1995 56 PT. SEKAR LAUT 1987 57 PT. SETIA KAWAN 1997 58 PT. SINAR SAMUDERA MAKMUR
1999 59 PT. SUMBINDO PERINTIS 1988 60 PT. TIMUR JAYA COLDSTORAGE
2003 61 PT. TRIDAYA ERAMINA BAHARI
1998 62 PT. TUNA MINA INDONESIA 2002 63 PT. TUNA PERMATA REJEKI
1999 64 PT. UNGGUL MINA LESTARI
2002 65 PT. VICTORINDO ADI PERDANA
2002 66 PT. VIRYA PERKASA EXPRES
2002 Sumber : Hasil studi lapangan tahun 2005.
132 Lampiran 3 : Output analisis data penelitian menggunakan LISREL 8.72
DATE : 12/17/2005 TIME : 6 : 51
L I S R E L 8.72
BY
Karl G. Joreskog & Dag Sorbom This program is published exclusively by Scientific Software Internasional, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Phone : (800) 247-6113, (847) 675- 0720, Fax : (847) 675-2140 Copyright by scientific Software International, Inc. , 1981-2005 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website : www. Ssicentral.com
The following lines were read from file C : \Documents and Settings\User\My Documents\DATA\DATA X38 200. spj : Raw Data from file C : \Documents and Settings\User\My Documents\DATA\DATA X38 200.psf Latent Variables LIP KIP KB PEL DSG X1-X12 = LIP X13-X24 = KIP X25-X27 = KB X28-X32 = PEL X33-X38 = DSG KIP = KB LIP PEL LIP = PEL DSG = KIP LIP KB Path Diagram End of Problem
Degrees of Freedom = 771 Minimum Fit Fucntion Chi-Square = 1418.57 (P = 0.0) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 1334.85 (P = 0.0) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 563.85 90 Percent Confidence Interval for NCP = (466.38 ; 669.16)
Minimum Fit Function Value = 7.13 Population Discrepancy Function Value (FO) = 2.83 90 Percent Confidence Interval for FO = (2.34 ; 3.36) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.061 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.055 ; 0.066) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00091
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 7.61 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (7.12 ; 8.14) ECVI for Saturated Model = 8.65 ECVI for Independence Model = 14.83
140 Chi-Square for Independence Model with 820 Degrees of Freedom = 2869.23 Independence AIC = 2951.23 Model AIC = 1514.85 Saturated AIC = 1722.00 Independence CAIC = 3127.46 Model CAIC = 1901.70 Saturated CAIC = 5422.85
Normed Fit Index (NFI) = 0.91 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.96 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.77 Comparative Fit Index (CFI) = 0.95 Incremental Fit Index (IFI) = 0.94 Relative Fit Index (RFI) = 0.90
Critical N (CN) = 122.38
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.032 Standardized RMR = 0.084 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.95 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.67
The Modification Indices Suggest to Add the Path to from Decrease in Chi-Square New Estimate X4 DSG 8.1 -0.14 X37 KIP 8.4 -0.14 X28 KB 9.1 0.19 X32 KB 12.2 0.21