Anda di halaman 1dari 0

MODEL INDUSTRI PERIKANAN

BERBASIS PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA MEMASUKI


ERA GLOBALISASI: KASUS PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA









DJOKO KUSYANTO










SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

ABSTRAK

DJOKO KUSYANTO. Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan
Samudera Memasuki Era Globalisasi: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta. Dibimbing
oleh: M. Fedi A. Sondita, Daniel R. Monintja, John Haluan dan Soepanto.

Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kinerja industri perikanan dan mengidentifikasi variabel-variabel yang
berpengaruh dari setiap faktor-faktor tersebut dan (2) merumuskan strategi
pengembangan industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi. Tujuan
pertama dilakukan melalui tahapan analisis untuk mendeteksi (1) pengaruh internal
industri (II) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (2) pengaruh eksternal
industri (EI) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (3) pengaruh lingkungan
ekonomi (LE) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (4) pengaruh kebijakan
pemerintah (KB) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (5) pengaruh
kebijakan pemerintah (KB) terhadap pelayanan PPS; (6) pengaruh kinerja pelayanan
PPS terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (7) pengaruh kebijakan pemerintah
(KB) terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (8) pengaruh lingkungan industri
perikanan (LIP) terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (9) pengaruh pelayanan
PPS terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (10) pengaruh kebijakan pemerintah
(KB) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG); (11) pengaruh kinerja
industri perikanan (KIP) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG); (12)
pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap daya saing global industri
perikanan (DSG); (13) pengaruh pelayanan PPS terhadap daya saing global industri
perikanan (DSG). Pemodelan industri perikanan dengan studi kasus PPS Nizam
Zachman Jakarta ini menerapkan pendekatan Structural Equation Model (SEM), yaitu
sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian
hubungan antara variabel yang relatif rumit secara simultan. Hubungan rumit ini
dapat mencakup satu variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel
independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk
faktor (konstruk) yang dibangun dari beberapa variabel indikator.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) model industri perikanan berbasis PPS
yang dibangun dengan delapan faktor ini dapat digunakan untuk merencanakan dan
meramalkan pengembangan industri perikanan dalam perdagangan global karena
memenuhi kriteria goodness of fit yang dipakai, yaitu nilai Chi-square, peluang
(probability), RMSEA, GFI, AGFI, NFI, CFI, IFI, dan PGFI. Selanjutnya, telah
dibuktikan bahwa ke 8 (delapan) faktor tersebut (faktor II, EI, LE, LIP, KB, PEL, KIP,
dan DSG) saling berhubungan dan mempengaruhi secara positip. Hal ini berarti setiap
perubahan pada salah satu faktor akan mempengaruhi kinerja faktor lainnya dan
besar kecilnya pengaruh tersebut tergantung pada besaran perubahan nilai faktor/
variabel. Model industri perikanan ini dapat digunakan untuk merumuskan strategi
pengembangan industri perikanan memasuki pasar global pada pelabuhan perikanan
samudera lainnya dengan menambah, mengurangi atau mengubah variabel
pembentuk faktor pada lingkungan industri, kebijakan pemerintah, pelayanan PPS,
kinerja industri. Penambahan variabel tersebut tetap harus didasarkan pada telaah
pustaka yang cermat mengingat penelitian ini bersifat eksplorasi.

Kata kunci : model, industri perikanan, pelabuhan perikanan samudera, globalisasi,
PPS Nizam Zachman Jakarta
ABSTRACT

DJOKO KUSYANTO. 2006. A Model of Fishery Industry in Ocean Fishing
Port towards Globalization. Under supervision of M. Fedi A. Sondita,
Daniel R. Monintja, John Haluan and Soepanto.

The objectives of this research are: (1) to analyze factors
determining performance of fishery industries and to identify significant
variables of each factor, (2) to formulate strategies for developing fishery
industries in an ocean fishing port. The first objective was achieved by
conducting a series of analysis to identify: (1) influence of internal
industries (II) on fishery industry environment (LIP), (2) influence of
external industries (EI) on fishery industry environment; 3) influence of
economic environment (LE) on fishery industry environment; 4) influence
of government policy (KB) on fishery industry environment; 5) influence of
government policy on fishing port services (PEL) ; 6) influence of fishing
port service on fishery industry environment; 7) influence of government
policy on fishery industry performance (KIP); 8) influence of fishery
industry environment on fishery industry performance; 9) influence fishing
port services on fishery industry performance; 10) influence of government
policy on global competitivenes (DSG); 11) influence of fishery industry
performance on DSG; 12) influence of fishery industry environment on
DSG; 13) influence of fishing port services on DSG. This modeling
analysis of the industry (with a case of Nizam Zachman Jakarta Fishing
Port) applied structural equation model (SEM) approach, a statistical
analysis for simultaneously testing various relationships constructed with
complex variables of indicators.
This research concluded that: 1) the model of the fishery industry in
the Jakarta fishing port constructed with 8 factors can be used to plan and
predict fishery industry development to face and compete in global trading
since the model fulfill all criteria of goodness of fit (Chi-square, probability,
RMSEA, GFI, AGFI, NFI, CFI, IFI, PGFI); 2) Strong relationships among
all the factors were identified, it means any significant change in one factor
will affect the other factors; 3) the model can be used to explore and
formulate development strategies for other ocean fishing ports, but
modification of variables of indicators for each factor may be needed since
their characteristics are different from the Jakarta fishing port.


Keywords : Model, fishery industry, ocean fishing port, globalization,
Jakarta fishing port
MODEL INDUSTRI PERIKANAN
BERBASIS PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA MEMASUKI
ERA GLOBALISASI: KASUS PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA





OLEH:
DJOKO KUSYANTO




Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan













SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006




















Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya
dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya


i
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan
Samudera Memasuki Era Globalisasi: Kasus PPS Nizam
Zachman Jakarta
Nama : Djoko Kusyanto
NRP : C 526010154



Disetujui,

Komisi Pembimbing






Dr. Ir. H. M. Fedi A. Sondita, MSc
Ketua





Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc
Anggota






Prof. Dr. Daniel R. Monintja
Anggota






Prof. Dr. Ir. Soepanto,MM
Anggota


Diketahui,

Ketua
Program Studi Teknologi Kelautan
Dekan
Sekolah Pascasarjana







Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc






Prof. Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, MS

Ujian Tanggal : 13 Oktober 2006

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Djoko Kusyanto, dilahirkan di Blitar Propinsi Jawa Timur,
pada tanggal 19 Mei 1949, Putra ke tujuh dari sebelas bersaudara dari pasangan
alm. Suyudi dan alm. Kustinah
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Utomo Rini Blitar
lulus tahun 1956, pendidikan Sekolah Rakyat Kepanjen Lor I Blitar lulus tahun
1962, lulus dari SMP Negeri I Blitar, tahun 1965. Lulus SMA Negeri 1 Blitar tahun
1968, Lulus Sarjana Perikanan Universitas Diponegoro melalui program Afiliasi
dengan Institut Pertanian Bogor pada tahun 1976.
Tahun 1996 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang S2 di Program Studi MM IPWI Jakarta Lulus Tahun 1998.
Pada September 2001 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi
ke Jenjang S3 pada Program Studi Teknologi Kelautan. Penulis saat ini bekerja
sebagai Direksi Perum Prasarana Perikanan Samudera Sebagai Direktur
pengembangan dan tata pelabuhan. Penulis menikah dengan Sri Lestari, BSc
dan telah dikarunia tiga orang anak Ika Hayu Listianti (sekarang sedang
menyelesaikan pendidikan dokter di Universitas Islam Sultan Agung/UNISSULA),
Rio Hayu Dyanto (sekarang sedang menyelesaikan program sarjana Teknik Sipil
Universitas Islam Sultan Agung/ UNISSULA), alm Niko Hayu Dyanto (meninggal
tahun 2001 pada usia 14 tahun) .


ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa penulis
panjatkan, karena atas segala limpahan rahmat dan hidayahNyalah sehingga
disertasi ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih untuk disertasi ini adalah
Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan Samudera
Memasuki Era Globalisasi: Kasus Nizam Zachman Jakarta.
Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat menyumbangkan
pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan bahan pertimbangan
untuk pengambil kebijakan pemerintah maupun swasta dalam mengembangkan
usaha perikanan.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih yang
setulusnya dan penghargaan kepada Bapak Dr. Ir. H. M. Fedi A. Sondita, MSc,
Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc, Bapak Prof. Dr. Daniel R. Monintja serta
Bapak Prof. Dr. Ir. Soepanto, MM atas arahan dan masukan dalam penulisan
disertasi ini. Kepada Bapak Dr. Ir. Budi Wiryawan, Bapak Prof. Dr. Lachmuddin
Syarani, serta Bapak Dr. Ir. Ari Purbayanto, MSc atas masukan serta saran-
saran dalam ujian tertutup dan terbuka. Demikian pula kepada Bapak Ir. Agus
Suherman, MSi dan Bapak Drs. Suharnomo, M.Si ; Ibu Erna Iyasin selaku
Sekretaris Direktorat Pengembangan dan Tata Pelabuhan PERUM PPS serta
bantuan teman-teman yang belum sempat disebutkan satu persatu dalam
membantu peneliti menyelesaikan pembuatan disertasi
Ucapan terima kasih kami tujukan pula kepada keluarga penulis (Isteri,
anak- anak, menantu dan cucu) yang telah memberikan dorongan serta
pengorbanan waktu yang diberikan selama penulis melakukan studi dan
penelitian. Demikian juga penulis ucapkan terima kasih kepada para pengusaha
industri perikanan yang berada di kawasan PPSNZ Jakarta yang telah bersedia
membantu dan memberikan data serta informasi tentang kegiatan
perusahaannya untuk pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terimakasih juga kami
haturkan kepada para pejabat dari berbagai instansi di lingkungan PPSNZ
Jakarta serta instansi terkait diluar PPSNZ Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan disertasi ini masih belum
sempurna, untuk itu saran dan masukan-masukan yang membangun sangat
penulis harapkan, semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, September 2006

Djoko Kusyanto


iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vii
1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 7
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 9
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 10
1.5 Keterbatasan Penelitian ................................................................... 11
2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 13
2.1 Pelabuhan Perikanan Samudera Sebagai Pusat Pengembangan
Industri ............................................................................................. 13
2.2 Lingkungan Industri Perikanan.................................................... .... 16
2.2.1 Internal Industri ........................................................................ 18
2.2.2 Eksternal Industri ..................................................................... 19
2.2.3 Lingkungan Ekonomi ............................................................... 20
2.3 Kebijakan Pemerintah...................................................................... 21
2.4 Kinerja Industri Perikanan................................................................ 23
2.5 Daya Saing Global Industri Perikanan........................................ ..... 24
2.6 Penelitian Terdahulu................................................................... ..... 25
3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 28
3.1 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 28
3.2 Tatalaksana Penelitian ..................................................................... 35
3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 37
3.3.1 Data Primer ............................................................................. 37
3.3.2 Data Sekunder ........................................................................ 38
3.3.3 Pengolahan Data Mentah ....................................................... 38
3.4 Jenis dan Jumlah Data yang Diperlukan .......................................... 38
3.5 Pengambilan Sampel ........................................................................ 39
3.6 Metode Analisis Data........................................................................ 39
3.7 Waktu dan Lokasi Penelitian............................................................. 40
3.8 Model Persamaan Struktural (Structural Equation Model / SEM) ... 41
4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 53
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 53
4.1.1 Peran PPSNZ Jakarta dalam mendukung pengembangan
industri perikanan .................................................................... 53
4.1.2 Fasilitas PPSNZ Jakarta ......................................................... 55
4.1.3 Pengelolaan PPSNZ Jakarta .................................................. 63
4.1.4 Kinerja PPSNZ Jakarta ........................................................... 69
4.1.5 Industri Perikanan .................................................................... 60


iv
4.2 Hasil Analisis SEM ........................................................................... 74
4.2.1 Kesesuaian model dengan data ............................................. 74
4.2.2 Hasil pengujian hipotesis ........................................................ 78
4.3 Pembahasan .................................................................................... 83
4.3.1 PPS Sebagai Basis Pengembangan Industri Perikanan ........ 83
4.3.1.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap
pelayanan PPS ............................................................ 83
4.3.1.2 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap
Lingkungan Industri Perikanan (LIP) .......................... 86
4.3.1.3 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap Kinerja
Industri Perikanan ....................................................... 90
4.3.1.4 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap Daya
Saing Global (DSG) industri perikanan ...................... 93
4.3.2 Lingkungan Industri Perikanan (LIP) ...................................... 96
4.3.2.1 Pengaruh faktor internal industri terhadap lingkungan
industri perikanan (LIP) ............................................... 97
4.3.2.2 Pengaruh faktor eksternal industri terhadap
lingkungan industri perikanan (LIP) ............................ 98
4.3.2.3 Pengaruh faktor lingkungan ekonomi terhadap
lingkungan industri perikanan (LIP) ............................ 99
4.3.2.4 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap
lingkungan industri perikanan (LIP) ............................ 100
4.3.3 Kinerja Industri Perikanan (KIP) ............................................. 102
4.3.3.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap
kinerja industri perikanan (KIP) ................................... 102
4.3.3.2 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan (LIP)
terhadap kinerja industri perikanan (KIP) ................... 104
4.3.3.3 Pengaruh faktor pelayanan terhadap kinerja industri
perikanan (KIP) ........................................................... 105
4.3.4 Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global
(DSG) ....................................................................................... 108
4.3.4.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap daya
saing global industri perikanan ................................... 108
4.3.4.2 Pengaruh faktor kinerja industri perikanan (KIP)
terhadap daya saing global industri perikanan ........... 111
4.3.4.3 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan (LIP)
terhadap daya saing global industri perikanan ........... 114
4.3.4.4 Pengaruh faktor pelayanan terhadap daya saing
global industri perikanan ............................................. 115
4.4 Strategi Pengembangan Industri Perikanan Berbasis PPS ............ 117
5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 120
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 120
5.2 Saran ................................................................................................ 121
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 123




Halaman


v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1 Kerangka operasional variabel ......................................................... 46
2 Goodness of fit statistics .................................................................. 51
3 Tingkat pendidikan SDM UPT-Nizam Zachman .............................. 65
4 Tingkat Pendidikan SDM PPPS Jakarta .......................................... 67
5 Jenis pelayanan untuk industri perikanan di PPSNZ Jakarta
Tahun 2001- 2005 ............................................................................ 69
6 Jumlah kapal ikan di PPSNZ Jakarta tahun 2003 ........................... 70
7 Produksi ikan didaratkan di PPSNZ Jakarta .................................... 72
8 Jumlah ekspor ikan dari PPSNZ Jakarta ......................................... 74
9 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model .............................. 75
10 Hasil uji nilai lambda atau faktor loading baku ................................ 77
11 Regression weight model industri perikanan memasuki era
globalisasi ......................................................................................... 78
12 Pengujian hipotesis .......................................................................... 79
13 Komponen penting dari faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
industri perikanan di PPSNZ Jakarta ............................................... 81





























vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1 Modifikasi agrobased industry cluster (ABIC) Porter (1990) dan
Kotler (1997) ..................................................................................... 18
2 Strategi kebijakan pemerintah dalam mendukung industri
perikanan (Porter.1990) ................................................................... 22
3 Aspek kajian dan tata laksana penelitian dengan pendekatan
SEM .................................................................................................. 36
4 Tahapan pengumpulan data dan analisis data ................................ 38
5 Proses dan kaidah analisis data (Solimun 2002) ............................ 40
6 Langkah-langkah pendekatan SEM (Hair et al. 1998) .................... 42
7 Model path diagram .......................................................................... 44
8 Model hubungan dan pengaruh antar faktor dan pengaruh
variabel terhadap masing-masing faktor ......................................... 47
9 Lay out pembagian blok industri perikanan di PPSNZ Jakarta ...... 56
10 Kolam PPSNZ Jakarta ..................................................................... 57
11 Turap (revetment) untuk menahan longsor tanah PPSNZ Jakarta.. 58
12 Jalan komplek industri dan masyarakat di PPSNZ Jakarta ............. 58
13 Tuna Landing Center (TLC) di PPSNZ Jakarta ............................... 59
14 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPSNZ Jakarta ........................... 59
15 Coldstorage di PPSNZ Jakarta ........................................................ 60
16 Pabrik es milik Perum PPSNZ Jakarta ............................................ 60
17 Slipway milik Perum PPSNZ Jakarta ............................................... 61
18 Pusat Pemasaran Ikan (PPI) di PPSNZ Jakarta ............................. 62
19 Organisasi UPT-PPSNZ Jakarta ...................................................... 64
20 Organisasi PPPS Jakarta ................................................................. 66
21 Jenis kapal penangkapan ikan tuna ................................................. 71
22 Jenis ikan tuna didaratkan ............................................................... 71
23 Industri processing tuna loin ............................................................ 72
24 Jenis produk processing tuna loin pesanan pasar ekspor .............. 73
25 Distribusi dan rantai pemasaran ikan di PPSNZ Jakarta ................ 74
26 Structural equation model dari industri perikanan di PPSNZ
Jakarta ............................................................................................... 75








vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1 Peta lokasi PPS NIZAM ZACHMAN ................................................ 129
2 Data sampel industri perikanan ........................................................ 130
3 Output analisis data penelitian menggunakan LISREL 8.72 ........... 132




1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perikanan merupakan sumberdaya ekonomi yang strategis untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Makna strategis itu tercermin dari
kondisi objektif kira-kira dua per tiga wilayah Indonesia adalah perairan laut yang
terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk, dan selat. Keseluruhannya adalah bagian
dari perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km
2
. Selain itu, Indonesia juga
memiliki hak pengelolaan dan pemanfaatan ikan di zona ekonomi eksklusif
(ZEE), yaitu perairan yang berada 12 hingga 200 mil dari garis pantai titik titik
terluar kepulauan Indonesia. Luas ZEE sekitar 2,7 juta km
2
. Dengan demikian,
Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya alam hayati dan non hayati di
periran yang luasnya sekitar 5,8 juta km
2
. Selain sumber daya perairan,
Indonesia juga memiliki 17. 508 pulau yang menjadikan Indonesia sebagai
negara kepulauan yang besar di dunia (Nikijuluw 2002). Selanjutnya disebutkan
juga bahwa sumberdaya perikanan laut di Indonesia masih cukup melimpah,
data terakhir menunjukan bahwa potensi lestari sumberdaya laut yang besarnya
6,4 juta ton/tahun, baru dimanfaatkan sekitar 59,53%. Permintaan ikan dunia dari
tahun ketahun menunjukan kecenderungan yang semakin meningkat sebagai
akibat meningkatnya jumlah penduduk dan kualitas hidup yang diikuti dengan
perubahan pola makan masing-masing masyarakat. Peningkatan kualitas hidup
menyebabkan bergesernya komposisi jenis makanan ke makanan sehat yang
dicirikan dari rendahnya kandungan kolesterol dan tingginya kandungan protein
sebagaimana terdapat pada ikan (Dirjen Perikanan Tangkap 2002).
Komoditi hasil perikanan ini selain untuk konsumsi dalam negeri juga
merupakan komoditi ekspor yang bernilai tinggi. Pada saat ini konsumsi ikan
Indonesia diperkirakan sebesar 21,77 kg/tahun/kapita, sedangkan konsumsi
dunia menurut FAO telah mencapai 27,5 kg/tahun/kapita, sehingga perlu upaya
untuk peningkatan. Kondisi seperti ini akan mendorong pembangunan sektor
perikanan menjadi lebih besar, ditambah dengan memanfaatkan dan
menyatukan seluruh fungsi yang terkait dengan pembangunan, terutama dengan
adanya sistem administrasi pembangunan yang lebih kondusif dan didukung
program perencanaan serta pelaksanaan kegiatan yang semakin terarah dan
efisien (Kamaluddin 2002).


2
Upaya yang dilakukan untuk pembangunan sektor perikanan adalah
dengan cara menyediakan berbagai kemudahan untuk memberikan berbagai
fasilitas yang menunjang keberhasilan usaha perikanan seperti kemudahan
untuk mendapatkan sarana produksi/perbekalan ke laut, mendaratkan hasil
tangkapan dan menjamin pemasarannya, sehingga menjamin kelancaran sejak
mulai produksi sampai pemasarannya.
Faktor utama untuk mendukung pengembangan usaha perikanan
khususnya kegiatan penangkapan adalah dengan tersedianya prasarana
penangkapan ikan berupa pelabuhan perikanan/pendaratan ikan (PP/PPI)
sebagai tempat berlindung dan berlabuh bagi kapal-kapal perikanan, mengisi
bahan perbekalan serta mendaratkan ikan hasil tangkapannya.
Pada hakekatnya pelabuhan perikanan merupakan kawasan
pengembangan industri perikanan. Pembangunan pelabuhan perikanan disuatu
daerah merupakan embrio pembangunan perekonomian di suatu daerah
(Manurung 1995). Urgensi pelabuhan perikanan dalam kegiatan perikanan
cukup jelas, yakni sebagai tempat berlabuh kapal/perahu perikanan dan tempat
melakukan kegiatan bongkar muat sarana produksi dan produksi. Fungsi
pelabuhan perikanan sangat luas. Keberadaan pelabuhan perikanan dalam arti
fisik, seperti kapasitas pelabuhan harus mampu mendorong kegiatan ekonomi
lainnya sehingga pelabuhan perikanan menjadi kawasan pengembangan industri
perikanan.
Dengan diberlakukannya AFTA (Asean Free Trade Area), APEC (Asia
Pacific Economic Council) 2010 dan WTO (World Trade Organization) pada
2020, merupakan cermin globalisasi tata ekonomi dunia (borderless economy).
Guna mengantisipasinya, diperlukan peningkatan daya saing (competitiveness)
serta penciptaan produk unggulan (comperative product).
Komoditi perikanan juga dihadapkan pada suatu tantangan yang harus
diantisipasi, karena dalam perdagangan internasional komoditi perikanan tidak
hanya ditentukan oleh faktor penawaran dan permintaan tetapi banyak
dipengaruhi oleh berbagai perjanjian konvensi internasional. Dalam
mengantisipasi pemberlakuan GATT (General Agreement Tariff and Trade);
dimasa mendatang akan terjadi tata perdagangan dunia baru seperti penurunan
hambatan-hambatan tarif, sehingga perdagangan bebas akan menuntut
penghapusan subsidi dan proteksi. Sebagai konsekuensinya akan menjadi
ancaman karena peserta pasar yang memperoleh keuntungan dari kuota ekspor


3
bilateral, secara bertahap harus menghadapi kenyataan bersaing secara terbuka
dalam merebut pasar suatu negara, akibatnya akan timbul persaingan dalam
perdagangan internasional yang semakin ketat (Eriyatno dan Winarno 1999).
Tantangan perdagangan komoditi perikanan era globalisasi yang terkait
dengan perjanjian internasional dapat dikelompokkan kedalam 3 bagian :
(1) Perjanjian internasional yang bermuara menjaga kelestarian sumber
daya perikanan seperti United Nations Convention on Law of the Sea
(UNCLOS) dan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).
Sedangkan yang bersifat regional ditujukan untuk species ikan tertentu
seperti International Convention for the Conservation of Atlantic Tuna
(ICCAT)
(2) Perjanjian internasional yang bermuara lingkungan hidup khususnya
Convention on International Trade of Endangered Species (CITES)
dimana isi perjanjiannya menyatakan bahwa beberapa jenis ikan atau
fauna laut dan air tawar dibatasi pemasarannya karena populasinya
semakin menurun.
(3) Perjanjian internasional tentang perdagangan yaitu perjanjian World
Trade Organization (WTO). Perjanjian ini mempunyai implikasi yang
sangat besar terhadap perdagangan global komoditi perikanan.
Tantangan lain dalam pengembangan industri perikanan adalah pada
kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam perikanan
yang dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri (industri berbasis
sumberdaya alam). Oleh karena itu industri perikanan akan mempunyai
keunggulan komperatif apabila mampu memanfaatkan sumberdaya yang
mempunyai nilai tambah, dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai
ekonomi tinggi, harga produknya bersaing, serta memiliki sumberdaya manusia
yang potensial, artinya untuk menghasilkan produk yang memiliki daya saing
tinggi diperlukan kekuatan internal didalam industri agar dapat menghasilkan
produk bermutu sesuai dengan selera konsumen (Gardjito1996).
Selain memiliki keunggulan komperatif industri perikanan masih harus
dihadapkan pada tantangan untuk memiliki keunggulan kompetitif. Industri
perikanan dikatakan memiliki keunggulan kompetitif apabila dapat melakukan
peningkatan efisiensi. Peningkatan efisiensi bagi industri perikanan terutama di
negara berkembang mutlak diperlukan dan harus dilakukan oleh berbagai pihak
yang terkait terutama dari internal industri perikanan; karena kegagalan


4
meningkatkan efisiensi akan berakibat kegagalan dalam persaingan usaha baik
nasional maupun internasional.
Upaya untuk dapat meningkatkan efisiensi adalah melalui pemilihan
teknologi yang sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan sumberdaya
manusia. Pemilihan teknologi di negara maju selalu dikaitkan dengan
ketersediaan dan kemampuan sumberdaya manusia. Selain teknologi, upaya
efisiensi dalam industri perikanan adalah kemudahan mendapatkan bahan baku
dan harga bahan baku relatif murah. Memasuki era globalisasi dalam
memperoleh bahan baku yang murah, industri perikanan akan mengimpor bahan
baku dari luar negeri (Putro 2001).
Menghadapi persaingan yang sedemikian ketat tantangan berikutnya dari
industri perikanan selain upaya efisiensi, industri perikanan akan dihadapkan
pada upaya untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen, karena
konsumen akan menuntut jaminan persyaratan mutu produk yang tinggi.
Kepuasan konsumen disini adalah tingkat perasaan seseorang yang dihasilkan
dari membandingkan tampilan produk secara nyata (Gardjito 1996).
Industri perikanan juga akan dihadapkan pada berbagai hambatan seperti
ditolaknya produk ekspor hasil perikanan oleh beberapa negara tujuan ekspor
seperti Eropa dan Amerika, sebagai akibat mutu produk tidak terjamin dan
memenuhi persyaratan, karena diduga tercemar logam berat. Posisi penawaran
harga produk yang lemah karena harga ditentukan oleh negara tujuan ekspor
yaitu Jepang dan Amerika, Uni Eropa dan Korea.
Untuk mengantisipasi gejala ini industri perikanan harus dikembangkan
dan pemikiran pengembangan melalui agroindustri, karena industri perikanan
membutuhkan ketersediaan bahan baku berkembang tanpa dukungan kegiatan
perikanan yang menghasilkan bahan baku primer (ikan). Untuk penyediaan
bahan baku primer harus didukung oleh sarana (alat tangkap dan kapal) maupun
infrastruktur berupa pelabuhan perikanan yang dilakukan secara bersamaan dan
harmonis (Wahyuni 2002).
Kesempatan berkembang industri perikanan masih terbuka sangat luas di
Indonesia dan dapat berhasil apabila mampu memanfaatkan peluang potensi
resources yang dimiliki. Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, sangat
beralasan industri perikanan dikembangkan, antara lain karena:
(1) Indonesia memiliki sumberdaya laut sebagai bahan baku industri berupa
ikan dengan potensi sekitar 6,7 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan


5
58,5%. Secara faktual kondisi industri perikanan masih belum
sepenuhnya memanfaatkan potensi tersebut, sehingga perlu melakukan
terobosan guna meningkatkan nilai tambah produk agar mampu bersaing
dipasaran dunia.
(2) Jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta jiwa merupakan potensi
tenaga kerja dan konsumen potensial
(3) Penambahan jumlah penduduk dunia dan perubahan pola makan dari red
meat menjadi white meat mendorong industri perikanan mampu
menyediakan makanan ikan yang berkualitas dengan harga kompetitif.
Untuk menjawab segenap tantangan dan menghadapi berbagai
hambatan diatas; strategi kebijakan pemerintah untuk mendukung kemampuan
industri perikanan menurut Putro (2002) adalah :
(1) Membangun prasarana berupa pelabuhan perikanan samudera yang
tidak lain adalah untuk memberi pelayanan dalam pengembangan industri
perikanan
(2) Menghilangkan birokrasi yang dapat menghambat kinerja industri
(3) Mengembangkan dan mendorong organisasi nelayan agar nelayan
tradisional mampu meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan
usahanya guna memanfaatkan sumberdaya perikanan guna mensuplai
kebutuhan bahan baku industri
(4) Menyediakan modal investasi dan modal kerja kepada industri perikanan
agar mampu meningkatkan kualitas produk dengan harga yang kompetitif
untuk memenangkan persaingan pasar.
PPS Nizam Zachman (PPSNZ) Jakarta merupakan pelabuhan perikanan
terbesar dibandingkan pelabuhan perikanan yang lain di Indonesia. Jumlah dan
keberadaan industri perikanan yang ada di PPSNZ Jakarta sudah bertaraf
internasional serta mempunyai produk hasil industri yang mampu bersaing di
pasar internasional.
PPSNZ Jakarta dibangun dengan maksud untuk menjembatani hubungan
antara masyarakat perikanan atau nelayan dengan konsumen, dalam hal ini
untuk menyelamatkan nelayan dari tengkulak demi kesejahteraannya, dan untuk
pengawasan dinas. Orientasi pengelolaan PPSNZ Jakarta tidak semata-mata
pada bisnis (komersil), tetapi juga pada public service dengan menyediakan
sarana dan prasarana perikanan yang dapat dimanfaatkan oleh konsumen.
Tujuan pembangunan PPSNZ Jakarta adalah; (1) meningkatkan kemampuan


6
armada penangkapan ikan samudera; (2) meningkatkan eksport hasil perikanan
untuk menambah devisa negara dari sektor non migas; (3) menyediakan
kawasan industri untuk kegiatan industri perikanan yang berorientasi kepada
pemberian nilai tambah produksi perikanan.
PPSNZ Jakarta dilengkapi berbagai fasilitas untuk mendukung industri
perikanan yang dimulai pada PELITA III. Biaya pembangunan mendapat bantuan
dana dari OECF (Jepang) dan dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Tahap I
dimulai tahun 1980 dengan pengurukan (reklamasi) laut di teluk Jakarta seluas
60 ha. Tahap II dibangun fasilitas dasar berupa : penahan gelombang, dermaga,
revetment, tempat pelelangan ikan, kawasan industri, jalan kompleks, kolam
pelabuhan seluas 40 Ha dengan kedalaman -4 m sampai 7 m yang
diperuntukkan kapal industri diatas 60 GT. Tahap III dibangun berbagai fasilitas
slipway dan bengkel. Pada tahap IV dilakukan rehabilitasi dan pengembangan
fasilitas jalan kawasan industri, gedung pertokoan, pusat pendaratan ikan tuna,
perluasan pusat pemasaran ikan, rehabilitasi tempat pelelangan ikan,
penambahan slipway, serta dilakukan perbaikan rencana induk pengembangan
PPSNZ Jakarta. Pertumbuhan industri perikanan yang memanfaatkan PPSNZ
Jakarta cukup pesat sejak dibangun tahun 1980 sampai 2004 rata-rata 7 industri
perikanan per tahun sehingga saat ini mencapai jumlah 139 unit industri
perikanan.
Pertumbuhan industri perikanan yang begitu cepat ternyata kinerja
industri perikanan masih belum mampu bersaing dipasar internasional bahkan
daya saing diantara 75 Negara perikanan menurun dari posisi 44 menjadi posisi
67 sehingga tertinggal dengan Malaysia, Thailand,Philippina dan Vietnam (Putro
2001).
Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan suatu kajian terpadu dan
komprehensif tentang model industri perikanan yang berbasis di PPSNZ Jakarta
memasuki era globalisasi. Adanya hubungan atau saling keterkaitan antara satu
komponen dengan komponen lain dalam sistemnya membuat persoalan dalam
pengembangan industri tersebut semakin kompleks. Oleh karena itu, dalam
pemecahannya akan dilakukan dengan pendekatan Model Persamaan
Struktural/Sruktural Equation Model (SEM). Model persamaan struktural (SEM)
adalah sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah
rangkaian hubungan yang relatif rumit secara simultan. Hubungan rumit itu


7
dapat dibangun antara satu variabel dependen dengan satu atau beberapa
variabel independen.
1.2 Perumusan Masalah
Pembangunan pelabuhan perikanan yang dilakukan sejak Pelita II
didasarkan pada program yang mempunyai prospek jangka panjang sebagai
konsekwensi logis dan realisasi dari segenap kebutuhan masyarakat nelayan
oleh sebab itu secara prinsip pelabuhan perikanan merupakan public utility
yang kepentingan-kepentingannya menyangkut hajad orang banyak, disamping
sebagai social overhead capital untuk mendorong berkembangnya usaha
perikanan baik penangkapan, pengolahan maupun pemasaran hasil-hasil
perikanan.
Sebagai sebuah infrastruktur pembangunan ekonomi, pelabuhan
perikanan memiliki peranan penting sebagai penggerak roda ekonomi suatu
kawasan. Pembangunan pelabuhan perikanan merupakan salah satu kebijakan
pemerintah dalam upaya mengurangi overhead cost industri perikanan. Melalui
pelabuhan perikanan tersebut industri perikanan akan mendapat pelayanan dan
kemudahan untuk berusaha sehingga produk yang dihasilkan dapat bersaing.
Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 9 Tahun
1985 tentang perikanan yang diubah menjadi Undang Undang no. 31 tahun 2004
fungsi pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pengembangan masyarakat
perikanan, tempat berlabuh bagi kapal perikanan, pusat pendaratan ikan hasil
tangkapan, pembinaan mutu hasil perikanan, pusat penanganan dan pengolahan
hasil perikanan, pusat pemasaran dan distribusi hasil perikanan, pusat
pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data, pusat pengawasan
penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan.
Dikaitkan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi PPS maka
variabel pelayanan pelabuhan perikanan yang akan diteliti adalah 1) Pelayanan
produksi (tambat labuh kapal) , 2) Pelayanan processing (air, es, cold storage);
3) Pelayanan pemasaran baik dalam dan luar negeri; 4) Pelayanan logistik kapal
ikan; 5) Pelayanan fasilitas industri perikanan (air, listrik, telephone, kawasan
industri, BBM)
Sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah dalam menyongsong era
globalisasi pembangunan perikanan terus dipacu di bidang penangkapan mulai
dari pengembangan sarana produksi, pasca panen, pengolahan dan pemasaran
yang didukung dengan prasarana penunjang yang disebut prasarana pelabuhan


8
perikanan (PP) atau pangkalan pendaratan ikan (PPI). Usaha perikanan di dalam
kawasan pelabuhan perikanan akan menjadi kondusif, karena di kawasan
tersebut tersedia fasilitas yang dibutuhkan oleh nelayan, pemakai jasa perikanan
dan tercipta rasa aman dan gangguan alam sekitar.
Pelabuhan perikanan sebagai salah satu sarana ekonomi dan sosial,
yang diharapkan mampu mengembangkan pola usaha perikanan yang lebih
maju (modern) dalam hal ini kinerja industri perikanan yang berbasis PPS.
Namun demikian, pembangunan pelabuhan perikanan memerlukan anggaran
yang sangat besar baik untuk biaya investasi awal maupun untuk
pengoperasiannya, sehingga berdampak pada tingginya harga pokok penjualan
dari barang dan jasa untuk melayani konsumen. Jika konsumen harus membeli
barang dan jasa yang disediakan oleh PPS berakibat kinerja industri perikanan
berbasis PPS masih belum mampu bersaing memasuki era globalisasi. Pada
konteks ini, kewajiban pemerintah adalah harus menciptakan iklim usaha yang
kondusif agar kegiatan ekonomi yang dilakukan dalam kawasan pelabuhan
perikanan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi industri yang berbasis
di PPS.
Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian tentang Model
Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan Samudera Memasuki Era
Globalisasi : Kasus PPSNZ Jakarta adalah sebagai berikut:
(1) Apakah ada pengaruh dari internal industri terhadap lingkungan industri
perikanan dan kinerja industri perikanan ?.
(2) Apakah ada pengaruh dari eksternal industri terhadap lingkungan industri
perikanan dan kinerja industri perikanan ?
(1) Apakah ada pengaruh dari lingkungan ekonomi terhadap lingkungan
industri perikanan dan kinerja industri perikanan ?
(2) Apakah ada hubungan dan pengaruh antara kebijakan pemerintah
terhadap lingkungan industri perikanan ?
(3) Apakah ada hubungan dan pengaruh kebijakan pemerintah terhadap
tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta?
(4) Apakah ada pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta terhadap lingkungan
industri perikanan ?
(5) Apakah ada pengaruh kebijakan pemerintah terhadap kinerja industri
perikanan ?


9
(6) Apakah ada pengaruh lingkungan industri perikanan terhadap kinerja
industri perikanan ?
(7) Apakah ada hubungan dan pengaruh antara pelayanan PPSNZ Jakarta
terhadap kinerja industri perikanan ?
(8) Apakah ada hubungan dan pengaruh antara kebijakan pemerintah
terhadap daya saing global industri perikanan ?
(9) Apakah ada hubungan dan pengaruh kinerja industri perikanan terhadap
daya saing global industri perikanan ?
(10) Apakah ada hubungan dan pengaruh lingkungan industri perikanan
terhadap daya saing global industri perikanan ?
(11) Apakah ada pengaruh tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta terhadap daya
saing global industri perikanan ?
(12) Bagaimana membangun variabel yang optimal untuk meningkatkan kinerja
industri perikanan berbasis PPS?
(13) Bagaimana merumuskan strategi pengembangan industri perikanan
berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah di atas dapat
dikemukakan tujuan penelitian ini, yakni :
1.3.1 Tujuan umum
Membangun model industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki
era globalisasi.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
(1) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri
perikanan dan mengidentifikasi variabel-variabel yang berpengaruh dari
setiap faktor-faktor tersebut, untuk itu dilakukan tahapan-tahapan analisis
terhadap:
(1) Pengaruh internal industri (II) terhadap lingkungan industri perikanan
(LIP)
(2) Pengaruh eksternal industri (EI) terhadap lingkungan industri
perikanan (LIP)


10
(3) Pengaruh lingkungan ekonomi (LE) terhadap lingkungan industri
perikanan (LIP)
(4) Pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap lingkungan industri
perikanan (LIP)
(5) Pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap pelayanan PPSNZ
Jakarta (PEL)
(6) Pengaruh kinerja pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap
lingkungan industri perikanan (LIP)
(7) Pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap kinerja industri
perikanan (KIP)
(8) Pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap kinerja industri
perikanan (KIP)
(9) Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap kinerja industri
perikanan (KIP)
(10) Menganalisis dan membahas pengaruh kebijakan pemerintah (KB)
terhadap daya saing global industri perikanan (DSG)
(11) Pengaruh kinerja industri perikanan (KIP) terhadap daya saing global
industri perikanan (DSG).
(12) Pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap daya saing
global industri perikanan (DSG)
(13) Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap daya saing global
industri perikanan (DSG)
(2) Merumuskan strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ
Jakarta memasuki era globalisasi
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian tentang analisis model pengembangan industri perikanan
berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi ini akan menganalisis dan
membahas hubungan serta pengaruh kebijakan, pelayanan PPSNZ Jakarta,
kinerja industri perikanan, lingkungan industri perikanan, dan daya saing industri
dalam menghadapi era globalisasi. Hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan manfaat pada :
(1) Pemahaman tentang variabel-variabel yang mempengaruhi industri
perikanan dan daya saing produk perikanan memasuki era globalisasi.
(2) Perumusan kebijakan dan langkah strategis guna meningkatkan kinerja dan
memperkuat daya saing industri perikanan.


11
(3) Penajaman perencanaan dan strategi pembangunan kelautan dan
perikanan khususnya pelayanan pelabuhan perikanan samudera dalam
mendukung industri perikanan.
(4) Sebagai dasar pengembangan penelitian di bidang teknologi kelautan dan
perikanan, khususnya aspek perencanaan industri perikanan dan pelabuhan
perikanan.
(5) Pengusaha industri perikanan dalam menanamkan investasi sebagai upaya
mengembangkan usahanya guna mengantisipasi era globalisasi.
(6) Pengambil kebijakan untuk meramalkan kinerja industri perikanan dalam
mengantisipasi persaingan pasar bebas.
(7) Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan untuk digunakan
sebagai pedoman dalam mengambil kebijakan dalam pembangunan
prasarana berupa pelabuhan perikanan guna mendukung dan membina
industri perikanan.
1.5 Keterbatasan Penelitian
Model pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta
memasuki era globalisasi difokuskan terutama pada industri perikanan yang
berorientasi eksport. Dengan segenap fasilitas dan pelayanan sebagai
lingkungan industri.
Lokasi penelitian di PPSNZ Jakarta terletak di Muara Baru Jakarta Utara.
Analisis ini beorientasi pada peningkatan kinerja industri perikanan yang berdaya
saing dan berbasis pelabuhan perikanan samudera untuk menghadapi pasar
global.
Kendala dan keterbatasan pada penelitian ini adalah :
(1) Keterbatasan data dan informasi dari industri perikanan karena belum tentu
semua sampel yang diambil akan memberikan data dan informasi secara
transparan sehingga harus dilakukan pengujian
(2) Jumlah sampel yang dipersyaratkan dalam perangkat lunak yang akan
digunakan kemungkinan belum dapat mencukupi, sehingga akan dilakukan
konfirmasi dan penyesuaian data yang diperoleh.
(3) Penelitian model industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi
akan dibatasi pada analisis pengaruh :
- Lingkungan industri perikanan yang terdiri dari variabel penelitian
internal industri, lingkungan ekonomi, ekternal industri


12
- Kebijakan pemerintah untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya
industri perikanan, dengan variabel penelitian kebijakan pemerintah
yang sudah diberlakukan dan pengaruhnya terhadap industri perikanan
- Pelayanan PPSNZ Jakarta sebagai penyedia fasilitas sesuai kebutuhan
industri perikanan
- Kinerja industri perikanan dengan variabel penelitian a) kinerja
keuangan yaitu : laba/rugi, ROI, ROE, b) kinerja pemasaran yaitu:
volume penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan,
kemampuan diversifikasi produk, mutu produk, kemampuan harga
bersaing dan c) kinerja sumberdaya manusia yaitu : penyerapan tenaga
kerja, produktivitas tenaga kerja, persaingan antar perusahaan.
- Daya saing industri perikanan dengan variabel produk 1) harga 2)
quality; 3) delivery 4) beberapa variabel daya saing lainnya.
Karena keadaan yang akan datang selalu berubah-ubah, maka harus
dipertimbangkan ketidak pastian variabel yang mempengaruhi perencanaan
peramalan; karena tidak mungkin mengkuantifikasi pengaruh perencanaan
secara lengkap dan sempurna; walaupun perlu diuji tingkat risiko (Gittinger
1982).
(4) Obyek penelitian adalah industri perikanan yang ada didalam kawasan
PPSNZ Jakarta yang merupakan salah satu pelabuhan perikanan terbesar
dibandingkan dengan 4 (empat) pelabuhan perikanan samudera lainnya
yang ada di Indonesia. Kondisi lingkungan industri perikanan yang ada
didalam kawasan tidak dapat disamakan dengan industri yang ada diluar
kawasan pelabuhan perikanan samudera.
(5) Pada penelitian ini tidak sepenuhnya faktor-faktor yang diteliti dapat
dikendalikan, tetapi di dalam pelaksanaannya akan menggali dan mengkaji
informasi sehingga kendala yang dihadapi adalah mengkuantifikasi dari
pada informasi tersebut. Akibatnya dapat saja terjadi penilaiannya tidak
sepenuhnya sesuai dengan fakta dilapangan. Hal ini dicoba dieliminasi
dengan cara penyesuaian melalui asumsi-asumsi.

13
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelabuhan Perikanan Samudera Sebagai Pusat Pengembangan Industri
Pelabuhan perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri
perikanan serta merupakan tempat berlabuh bagi kapal-kapal perikanan yang
akan datang dan pergi dari operasi penangkapan ikan, juga sebagai tempat
perbaikan kapal dan melindungi kapal dari badai dan topan. Pengertian tentang
pelabuhan perikanan sebagai pusat pelayanan umum, sebenarnya banyak
macam rumusannya. Sebagai suatu lingkungan kerja, pelabuhan perikanan
berfungsi sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan produksi perikanan.
Fungsi tersebut meliputi berbagai macam aspek yakni sebagai pusat
pengembangan masyarakat nelayan, tempat berlabuh kapal perikanan, tempat
pendaratan ikan hasil tangkapan, tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan
kapal perikanan, pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan, pusat
pelaksanaan pembinaan mutu hasil tangkapan, serta pusat pelaksanaan
penyuluhan dan pengumpulan data (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
Tentang Perikanan). Sebagai suatu lingkungan kerja maka pelabuhan perikanan
terdiri atas berbagai fasilitas atau sarana yang dapat mendukung kelancaran
kerja; namun demikian fungsi yang harus diemban sebagai suatu lingkungan
kerja adalah cukup luas dan majemuk sehingga memerlukan berbagai tatanan
yang diperlukan sehingga lingkungan kerja pelabuhan perikanan tetap dapat
berfungsi secara optimal. Terselenggaranya berbagai fungsi tersebut tentunya
atas adanya kerjasama yang terkoordinasi/terintegrasi antara berbagai instansi
maupun institusi yang berkaitan dengan pengembangan usaha dan masyarakat
perikanan.
Pelabuhan perikanan berdasarkan skala pelayanan yang diberikan dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kelas dan yang terbesar adalah pelabuhan
perikanan samudera, untuk selanjutnya disebut PPS. Pelabuhan ini adalah
pelabuhan perikanan kelas A, yang skala layanannya sekurang-kurangnya
mencakup kegiatan usaha perikanan diwilayah laut teritorial, zona ekonomi
eksekutif Indonesia dan wilayah perairan internasional (keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan nomor KEP.10/MEN/2004 tentang pelabuhan
perikanan).
Walaupun tidak dirumuskan secara eksplisit akan tetapi menurut uraian
pengertian tersebut di atas, pelabuhan perikanan antara lain juga berfungsi

14
sebagai pusat pengolahan dan pembinaan mutu hasil perikanan; suatu mata
rantai dari sistem produksi yang banyak memberikan nilai tambah dalam seluruh
rantai perjalanan distribusi hasil perikanan mulai dari ditangkap dari laut sampai
berada di konsumen.
Pembangunan pelabuhan perikanan yang direncanakan untuk menjadi
pelabuhan perikanan samudera disiapkan untuk menampung industri perikanan
dan harus mampu melaksanakan segenap fungsi tersebut diatas. Berkaitan
dengan hal diatas, maka jenis dan kapasitas fasilitas yang dibangun disesuaikan
dengan kondisi dan tingkat kebutuhan industri perikanan pada wilayah yang
bersangkutan. Sebagai landasan operasional dari penyediaan pelabuhan
perikanan maka adanya kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam Intruksi
Presiden nomor 1 tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan mutu
pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan kebijakan yang
diharapkan dapat mendukung pengembangan usaha masyarakat termasuk
industri perikanan.
Mengingat pelabuhan perikanan samudera merupakan lingkungan kerja
untuk melayani kegiatan perikanan berarti fungsi yang diemban cukup luas dan
majemuk. Oleh karena itu didalam pengelolaannya memerlukan berbagai tatanan
yang kondusif. Pengelola dalam menjalankan kewajiban harus dapat
memberikan pelayanan terbaik agar kinerja pelabuhan perikanan tetap dapat
berfungsi secara optimal untuk melayani industri perikanan (Elfandi. 2000).
Pengertian pelayanan terbaik bagi pengelola pelabuhan perikanan paling
tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut (Murdiyanto. 2004):
1) Kesederhanaan; yaitu prosedur atau tatacara pemberian pelayanan mudah
dipahami sehingga dapat dilaksanakan dengan cepat dan lancar serta tidak
berbelit-belit.
2) Mengandung kejelasan dan kepastian pelayanan umum, secara rinci memuat
ketentuan berikut :
(1) Tatacara pelayanan mudah diikuti
(2) Jenis persyaratan yang harus dipatuhi oleh pengguna baik teknis
maupun administratif
(3) Unit kerja dan pejabat yang memberikanan pelayanan
(4) Jenis dan rincian biaya serta tatacara pembayaran
(5) Jangka waktu penyelesaian pelayanan

15
(6) Hak dan kewajiban kedua belah pihak baik pemberi maupun penerima
pelayanan sesuai bukti pemrosesan
(7) Pejabat yang menerima keluhan pelanggan
(8) Keamanan, setiap pelanggan akan mendapatkan rasa aman dan
kepastian hukum selama proses pelayanan diberikan
(9) Keterbukaan yaitu seluruh prosedur, persyaratan pejabat/unit kerja
penanggung jawab pelayanan, jangka waktu pelayanan,rincian
biaya,tarif yang berlaku berkaitan dengan pelayanan wajib
diinformasikan ke pelangganserta terbuka sehingga dapat diketahui
oleh masyarakat umm baik diminta atau tidak.
(10) Ketepatan waktu, seluruh prosedur yang sudah ditetapkan dapat
dilaksanakan dalam kurun waktu yang ditentukan
(11) Efektif, maksudnya persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada
hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan
dengan tetap memperhatikan kesesuaian antara persyaratan dengan
produk pelayanan. Dihindari timbulnya pengulangan pemenuhan
kelengkapan persyaratan terutama antara unit kerja atau antar instansi
(12) Ekonomis; yaitu penetapan biaya pelayanan umum harus wajar dan
sesuai ketentuan yang berlaku
(13) Keadilan maksudnya jangkauan pelayanan umum harus luas dan
merata serta dapat dinikmati oleh semua pihak.
Pada saat ini menurut data Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap tahun
2004 terdapat 5 pelabuhan perikanan samudera (PPS) ; 11 pelabuhan perikanan
nusantara (PPN), 40 pelabuhan perikanan pantai (PPP) yang terdiri dari 3 (tiga)
PPP yang dikelola oleh Departemen Kelautan dan Perikanan; serta 37 PPP yang
dikelola oleh Pemerintah Daerah. Khusus untuk mendukung pengembangan
industri perikanan setiap pelabuhan perikanan disediakan fasilitas berupa tanah
kawasan Industri yang dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas sesuai
kebutuhan industri perikanan.
Untuk mendukung kinerja industri perikanan berbasis pelabuhan
perikanan samudera Nizam Zachman maka pelayanan pelabuhan perikananan
sebagai wujud pelaksanaan kebijakan pemerintah harus dapat melaksanakan
tugasnya sesuai kebijakan yang telah ditetapkan yaitu memberikan pelayanan
optimal kepada industri perikanan.

16
Dalam konsep pembangunan ekonomi, sektor minabisnis (padanan
agribisnis di sektor Pertanian) mencakup 4 (empat) sub sektor yaitu : Pertama,
subsektor minabisnis hulu (up-stream fisherybusiness) yakni kegiatan industri
dan perdagangan yang menghasilkan sarana produksi perikanan primer
(pembibitan, alat dan mesin penangkapan, perkapalan, bahan penunjang, dan
lain-lain) :Kedua, subsektor usaha penangkapan (on-farm fisherybusiness) yakni
kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi perikanan primer untuk
menghasilkan komoditas primer (termasuk perikanan budidaya dan usaha
penangkapan ikan); Ketiga, sub-sektor minabisnis hilir (down-stream
fisherybusiness) yakni kegitan industri yang mengolah komoditas primer menjadi
produk olahan (pengalengan ikan, pengemasan ikan segar, industri pengolahan
ikan, dll); beserta perdagangan dan distribusinya (pasar tradisional, supermarket,
distributor, dan sebagainya); dan Keempat, sub-sektor jasa penunjang (fishery-
supporting institutions) yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi minabisnis
(perbankan, Litbang, kebijakan pemerintah, dan lain-lain). Berdasarkan
pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa banyak penduduk Indonesia
menggantungkan kehidupan ekonominya pada sektor minibisnis (yang berbasis
perikanan), sehingga jika kita membicarakan kegiatan usaha pada umumnya,
usaha kecil, menengah dan koperasi khususnya, maka sebagian besar akan
berada di sektor minabisnis (Dirjen Perikanan Tangkap 2005).
Kegiatan minibisnis, akan berkembang dengan baik di pelabuhan
perikanan bila ditujang dengan fasilitas yang memadai dan pelayanan yang
prima. Keempat subsektor minabisnis merupakan satu-kesatuan yang saling
membutuhkan dan saling melengkapi, untuk itu perlu ditumbuhkembangkan di
pelabuhan perikanan sebagai stimulan bagi kegiatan usaha perikanan lainnya.
2.2 Lingkungan Industri Perikanan (LIP)
Pengertian industri menurut Kotler (1997) adalah sekelompok perusahaan
yang menawarkan suatu produk atau kelas produk yang merupakan subtitusi
dekat satu sama lainnya. Pengertian substitusi dekat disini adalah produk
dengan elastisitas silang permintaan yang tinggi; Jika permintaan akan suatu
produk meningkat sebagai akibat kenaikan harga suatu produk lain, kedua
produk tersebut merupakan substitusi dekat. Bagi produk processing perikanan
yang dihasilkan oleh suatu industri perikanan jika harga ikan tuna meningkat atau
sulit didapat dipasaran orang akan beralih ke produk jenis ikan lainnya (seperti

17
cakalang, kakap, udang,dan sebagainya) sehingga ikan tuna dan ikan cakalang
atau ikan kakap merupakan barang substitusi dekat.
Lingkungan industri adalah salah satu faktor terpenting untuk menunjang
keberhasilan industri dalam persaingan. Untuk membuat atau menentukan
tujuan, sasaran dan strategi yang akan diambil, diperlukan suatu analisis
mendalam serta menyeluruh mengenai lingkungan dimana suatu industri berada.
Lingkungan industri dapat dibagi dua, dimana pembagian kedua lingkungan di
dasarkan pada besarnya pengaruh industri terhadap lingkungan-lingkungan
tersebut, yaitu lingkungan Internal (lingkungan dalam industri) dan lingkungan
eksternal (lingkungan luar industri)
Lingkungan industri maupun lingkungan pemasaran akan selalu
mengalami perubahan dan selalu menimbulkan peluang baru, tantangan baru
maupun ancaman baru. Setiap industri harus memiliki manajer yang tugasnya
selalu mengamati setiap perubahan dan sekaligus mengidentifikasi setiap
perubahan apakah perubahan merupakan peluang ancaman bahkan tantangan.
Kegagalan dalam mengidentifikasi perubahan lingkungan industri atau
pemasaran dapat berakibat kegagalan industri.
Porter (1990) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri
dapat terbagi menjadi 3 penentu keberhasilan industri yaitu ; Lingkungan Internal
Industri, untuk menggali informasi tentang LII (Life Internal Industri) adalah
mengenai potensi SDM yang dimiliki industri, teknologi yang digunakan iindustri
dan keuangan serta asset yang dimiliki industri (kepemilikan asset).
Faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi industri dapat didekati
dengan melihat kondisi ketersediaan pemasok infrastruktur berupa mesin dan
teknologi, ketersediaan jasa-jasa antara lain jasa pelatihan pegawai, keuangan
(bank), dan pelayanan pemerintah. Disamping itu, terdapat faktor lingkungan
ekonomi industri yang diduga ada hubungan kuat pengaruhnya bersama faktor
eksternal industri terhadap lingkungan industri adalah perkembangan teknologi
perikanan yaitu informasi dan transportasi, situasi perdagangan dunia, serta
ketersediaan sumberdaya alam dan energi (Gambar 1)

18
INDUSTRI PEMASOK (MESIN TEKNOLOGI, BAHAN BAKU)
BAHAN
BAKU
BAHAN
PROCESSING
MESIN &
PERLENGKAPAN
INDUSTRI
PENDUKUNG
HULU
INDUSTRI
FOKAL
INDUSTRI
HILIR
R&D MARKET R&D MARKET R&D MARKET
VALUE ADDED
PRODUKSI BAHAN
BAKU
PROCESSING
PRIMAIR
PROCESSING
SEKUNDER/
TERTIER
KONDISI EKONOMI
FAKTOR-FAKTOR
-TEKNOLOGI
-R & D
-INFORMASI GLOBAL
-LINGKUNGAN
-ENERGI
-SDM
-MODAL
-PEMBIAYAN
-SUMBER AIR
-DLL
NILAI TAMBAH
PERTENAGA
KERJA
PRODUKTIVITAS
PER UNIT
INDUSTRI JASA , INDUSTRI TERKAIT, MODAL
PELAYANAN
BANK
PELAYANAN
R & D
PELAYANAN
TRAINING
PELAYANAN
PEMELIHARAAN
PELAYANAN
TRANSPORT
PELAYANAN
DISTRIBUSI
PELAYANAN
EKSPOR
PASAR
EKSPOR
DOMESTIK

Gambar 1 Modifikasi agrobased industry cluster (ABIC) Porter (1990) dan
Kotler (1997)

Dengan demikian justifikasi variabel yang mempengaruhi faktor
lingkungan industri perikanan adalah :
- Internal industri (II)
- Eksternal industri (EI)
- Lingkungan ekonomi (LE)
Tiga diatas adalah indikator penelitian yang akan dijelaskan oleh
beberapa variabel bebas dengan justifikasi sebagai berikut :
- Internal industri (II) akan dijelaskan dengan indikator : SDM yang terlibat
didalam kegiatan Industri (jumlah, tingkat pendidikan, pengalaman); teknologi
industri yang digunakan; keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan
- Kondisi eksternal industri (EI) akan dijelaskan dengan indikator
perkembangan teknologi, jasa pelatihan pegawai; dan ketersediaan
infrastruktur dari pemerintah
- Lingkungan ekonomi (LE) akan dijelaskan dengan indikator perkembangan
teknologi, situasi perdagangan dunia, dan daya beli masyarakat .
2.2.1 Internal industri (II)
Faktor internal industri memegang peranan penting dan merupakan faktor
dominan terhadap keberhasilan kinerja industri seperti ; 1) sumberdaya
manusia yang dimiliki industri (jumlah, tingkat pendidikan, usia, pengetahuan,

19
pengalaman) dan secara faktual kondisi sumber daya manusia yang bergerak
dibidang perikanan masih memiliki pendidikan relatif rendah. Disamping itu,
teknologi yang digunakan oleh industri perikanan masih disesuaikan dengan
tingkat kemampuan sumberdaya manusia menggunakan teknologi yang
sederhana terutama dalam penanganan pasca panen ; akibatnya mutu bahan
baku yang disuplai untuk keperluan industri perikanan rendah. Rendahnya mutu
bahan baku ini sangat berpengaruh terhadap mutu hasil produksi, dampak yang
dirasakan adalah produk hasil industri tidak dapat bersaing dipasaran terutama
pasar global (Wahyuni. 2002). Faktor berikut yang termasuk dalam internal
industri adalah 2) teknologi yang digunakan oleh perusahaan; disamping
mempertimbangkan faktor efisiensi dan menghadapi pesaing harus
mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya manusia yang akan mengelola
teknologi yang akan digunakan. Apabila pemilihan teknologi sangat dipengaruhi
oleh ketersediaan sumberdaya manusia, maka pemilihan teknologi tinggi
merupakan salah satu jawaban dari peningkatan efisiensi (Putro.2002} Di sisi lain
pemilihan teknologi disamping untuk kemajuan industri harus dapat menyerap
tenaga kerja, dengan demikian di samping itu harus mempertimbangkan
keserasian kapasitas mesin yang digunakan, berarti harus dipertimbangkan pula
bahwa mesin tidak banyak menimbulkan kerusakan (efisiensi), hemat energi dan
tersedia suku cadang, praktis serta mudah dioperasionalkan. Dengan demikian
pemilihan teknologi merupakan salah satu pertimbangan dalam menentukan
keberhasilan pengembangan industri perikanan. Disamping hal diatas maka
faktor 3) keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan dalam kaitannya dengan
rencana pengembangan dimasa datang. Keterbatasan modal usaha sangat
mempengaruhi kepemilikan asset perusahaan hal ini dapat menghambat
pengembangan industri dimasa mendatang terutama menghadapi pesaing yang
memiliki modal cukup kuat. Kemudian sulitnya mendapatkan modal usaha dari
perbankkan serta besarnya bunga pinjaman mengakibatkan sulitnya perusahaan
untuk mengembangkan usahanya.
2.2.2 Eksternal industri (EI)
Faktor eksternal industri seperti 1) perkembangan teknologi industri,
mesin dan kelengkapan teknologi yang sangat diperlukan dalam proses produksi.
Kapasitas dan kualitas infrastruktur yang tersedia sangat mempengaruhi proses
produksi, pada gilirannya akan berdampak pada tingkat efisiensi. Kebijakan
pemerintah membangun infrastruktur berupa pelabuhan perikanan diatur melalui

20
undang-undang nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan jo. undang-undang
nomor 31 tahun 2004 dalam rangka menunjang peningkatan produksi perikanan
dimaksudkan juga untuk memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan,
mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat perikanan serta
mempercepat pelayanan terhadap seluruh kegiatan yang bergerak dibidang
usaha perikanan.
Disamping itu faktor 2) ketersediaan jasa pelatihan sangat mendukung
dalam upaya perusahaan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya
manusia yang dimiliki. Jasa pelatihan yang diselenggarakan oleh perguruan
tinggi maupun lembaga pendidikan dan pelatihan swasta sangat menolong
upaya perusahaan untuk meningkatkan kemampuan maupun keterampilan
sumberdaya manusia yang terlibat didalam perusahaan baik manajerial maupun
operator.(Madecor group. 2002)
Demikian pula dengan 3) ketersediaan infrastruktur berupa sarana dan
prasarana (pelabuhan perikanan, transportasi, pemasaran) yang dapat
mendukung dan memberikan kemudahan serta efisiensi produksi Keterbatasan
sarana dan prasarana pendukung industri tidak tertutup kemungkinan timbulnya
biaya untuk mendapatkan sarana dan prasarana. Faktor eksternal industri ini
harus disediakan oleh pemerintah untuyk memberikanan pelayanan kepada
industri agar benar-benar dapat mendukung kinerja industri perikanan. (Putro S.
2002 ; Wayuni. 2002)
2.2.3 Lingkungan ekonomi (LE)
Faktor kondisi lingkungan ekonomi diduga juga akan dapat mempengauhi
lingkungan industri perikanan antara lain: 1) lingkungan teknologi kemajuan
teknologi baik informasi maupun transportasi akan mendorong kearah efisiensi
dan ini sangat strategis dalam era persaingan, karena dengan munculnya
teknologi baru kemungkinan akan mengancam teknologi yang sudah ada. Hasil
riset dan pengembangan (research & development / R & D) merupakan salah
satu sub system yang akan selalu mendorong tumbuh dan berkembangnya
teknologi, karena hal ini akan mendorong (motivasi) dalam mengambil langkah
perbaikan secara terus menerus dan upaya pengembangan proses produksi
sehingga akan diperoleh hasil optimal sesuai tujuan perusahaan.
Faktor penting lainnya adalah 2) situasi perdagangan dunia dengan
munculnya informasi global; dengan semakin majunya teknologi komunikasi
informasi global memegang peranan penting dalam pemasaran terutama untuk

21
mengetahui dan mempelajari kebutuhan pelanggan. Informasi ini digunakan
untuk mempersiapkan strategi kebijakan dalam memasuki dan menghadapi
persaingan pasar. Perubahan budaya makan dari daging ke ikan dapat
mempengaruhi persaingan produk makanan yang berasal dari bahan baku ikan.
Faktor yang ikut berpengaruh adalah 3) sumberdaya alam dan energi
yang tersedia dalam mensuplai kebutuhan bahan baku industri. Keunggulan
ketersediaan sumberdaya alam dan energi khususnya sumberdaya perikanan
yang dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri ini dapat mempengaruhi
tingkat kemampuan komperatif dan memperkuat keunggulan bersaing industri
jika mampu memanfaatkan sumberdaya yang mempunyai nilai tambah (Gardjito
1996).
2.3 Kebijakan Pemerintah
Kebijakan 1) pembangunan pelabuhan perikanan yang telah
dikeluarkan dan dilaksanakan mulai pelita ke II antara lain bertujuan mendukung
pembangunan perikanan dan rencana pembangunan lima tahun berikutnya.
Pada Pelita ke V pembangunan prasarana perikanan berupa pelabuhan
perikanan perlu disesuaikan dan ditata kembali terutama manajemen pelabuhan
perikanan. Untuk mendukung hal diatas maka dikeluarkan kebijakan 2)
membentuk badan usaha milik negara (Perusahaan umum prasarana
perikanan samudera melalui peraturan pemerintah nomor 2 tahun 1990). Tujuan
pembentukan badan usaha tersebut adalah agar fungsinya pelabuhan perikanan
seperti yang diamanatkan dalam Undang undang nomor 9 tahun 1985 tentang
perikanan dapat terpenuhi, yakni disamping sebagai penunjang utama kegiatan
dibidang produksi, juga mencakup penunjang pengelolaan, penyaluran hasil,
pemasaran dan pelestarian sumber yakni dalam bentuk; (a) prasarana
penangkapan ikan; (b) prasarana penanganan dan pengolahan hasil; (c)
prasarana penyaluran hasil/pemasaran; dan (d) prasarana pelestarian sumber.
Tindak lanjut dari kebijakan tersebut pada Pelita ke 6 (REPELITA VI:
1994-1998) adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan pendapatan
petani nelayan melalui upaya optimasi pemanfaatan sumberdaya perikanan
dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan
serta peningkatan nilai tambah hasil-hasil perikanan. Kemudian pada tahap
berikutnya perlu peningkatan penyediaan dan distribusi bahan pangan komoditas
perikanan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui
peningkatan konsumsi gizi masyarakat. Dilain pihak perlu mendorong dan

22
meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif.
Tujuan berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah mendorong peningkatan
pertumbuhan industri didalam negeri melalui penyediaan bahan baku dan
meningkatkan penerimaan devisa (Murdjijo 1997).
Untuk mencapai tujuan pembangunan perikanan tersebut sasaran
pembangunan perikanan dalam REPELITA VI antara lain adalah peningkatan
ekspor sebesar 9,7% pertahun, baik akhir Repelita VI ekspor hasil perikanan
diperkirakan akan mencapai 800 ribu ton dengan nilai US $ 2.134 juta.
Berdasarkan kondisi diatas maka strategi kebijakan yang dilaksanakan
adalah melalui pendekatan agribisnis dan agroindustri, untuk mendukung
rencana diatas maka kebijakan 3) pengaturan pemanfaatan prasarana didalam
kawasan industri perikanan berupa kemudahan mendapatkan modal usaha dan
investasi bagi industri perikanan dikeluarkan melalui keputusan menteri Kelautan
dan Perikanan nomor 32 tahun 2000 dan keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan nomor 12 tahun 2001.
Dalam mewujudkan penerapan kebijakan dibidang perikanan diatas,
maka langkah-langkah yang ditempuh adalah meningkatkan keterkaitan
fungsional antar subsistem sehingga setiap kegiatan pada masing-masing
subsistem dapat berjalan secara berkelanjutan dengan tingkat efisiensi yang
tinggi. Selain itu pengembangan agribisnis juga harus mampu meningkatkan
aktivitas ekonomi pedesaan dengan diarahkannya pada pengembangan
kemitraan usaha antara usaha skala besar dan skala kecil secara serasi dan
dilakukan melalui pengembangan sentra produksi perikanan dalam suatu skala
ekonomi yang efisien.
FAKTOR KONDISI
- SUMBER DAYA ALAM
- SDM
- PENGETAHUAN
- MODAL
- INFRA STRUKTUR
- TEKNOLOGI
STRATEGI PERUSAHAAN /
STRUKTUR PERSAINGAN
- STRUKTUR, LOKASI
- PERSAINGAN, RESIKO
INDUSTRI PERIKANAN &
TERKAIT
- PERSAINGAN INDUSTRI PENDUKUNG
- PERSAINGAN INDUSTRI TERKAIT
PENENTUAN
PERMINTAAN
- BESAR PERMINTAAN
- SEGMEN USAHA
- PERMINTAAN GLOBAL
- SALING
KETERGANTUNGAN
PELUANG
-KEJADIAN TIDAK
DAPAT DIPREDIKSI
-HAMBATAN EKSTERNAL
-TEKNOLOGI
PEMERINTAH
-FASILITAS & KENDALA
KEBIJAKAN
-INVESTASI UNTUK
UMUM

Gambar 2 Strategi kebijakan pemerintah dalam mendukung industri perikanan
(Porter.1990)

23
Keterkaitan antar faktor dalam pengembangan industri perikanan perlu
dukungan dan peranan pemerintah terutama dalam penyediaan fasilitas dan
ketentuan investasi. Sebagai upaya untuk memenuhi permintaan konsumen,
industri perikanan perlu mendapat suplai dari dukungan infrastruktur,
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan faktor permodalan. Dilain pihak
faktor internal perusahaan yaitu strategi perusahaan dalam memanfaatkan faktor
pendukung, cara menghadapi pesaing, pemanfaatan infrastruktur yang efektif,
sehingga hasil yang diperoleh benar-benar optimal dengan biaya minimal atau
dengan resiko yang paling kecil.
2.4 Kinerja Industri Perikanan
Kinerja industri perikanan antara lain diukur dari keberhasilan tingkat
kinerja keuangan. Sebagai variablel keberhasilan kinerja keuangan diukur oleh 1)
tingkat laba (rugi) perusahaan, 2) tingkat pengembalian investasi (Return of
investment/ ROI), dan 3) tingkat return on equity (ROE) serta perkembangan dari
industri perikanan (Kotler 1997)
Kemudian variabel kinerja industri perikanan berikutnya adalah dibidang
pemasaran, dalam hal ini penting yang harus ditangani dengan serius
diantaranya adalah tersedianya 4) informasi pasar yang cepat, tepat dan akurat
terutama tentang 5) mutu produk, dan 6) harga produk. Ketersediaan Informasi
pasar merupakan salah satu komponen yang strategis agar mampu
mengembangkan pemasaran lebih luas baik untuk pasar domestik maupun pasar
ekspor. Untuk menghasilkan informasi yang akurat diperlukan kerjasama yang
erat antar instansi terkait, pihak swasta dan assosiasi perikanan untuk
menciptakan transparansi pasar. Dilain pihak penetapan harga produk disamping
untuk kepentingan industri juga harus memperhatikan harga yang ditawarkan
oleh para pesaingnya. Untuk mengukur indikator pemasaran berikutnya 7)
volume penjualan, 8) Pertumbuhan penjualan; 9) pertumbuhan pelanggan.
Berdasarkan kondisi diatas berarti sistem pendukung agribisnis yaitu
pembinaan mutu, pengolahan (agroindustri) sangat penting. Memasuki era
globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan, membawa konsekuensi
bagi produk perikanan Indonesia mampu bersaing dipasaran, baik didalam
maupun diluar negeri. Untuk mengantisipasikan persaingan bebas tersebut dan
guna meraih keunggulan kompetitif diperlukan upaya antara lain peningkatan
efisiensi usaha dan 10) diversifikasi produk, manajemen mutu serta
pengembangan pemasaran. Namun demikian kinerja industri juga harus diukur

24
dengan 11) tingkat penyerapan tenaga kerja; 12) produktivitas kerja (Wahyuni.
2002)
Menurut Murdjijo (1997) peningkatan keunggulan kompetitif produk
perikanan dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan dan
pengelolaan faktor produksi, distribusi dan pemasaran hasil serta manajemen
mutu produk. Disamping itu harus tanggap terhadap kecenderungan adanya
perubahan permintaan pasar sebagai titik tolak dalam memperoleh pangsa yang
maksimal dan berkelanjutan. Produk yang dikembangkan harus memenuhi
spesifikasi dan segmen pasar tertentu, agar penetapan harga produk yang
kompetitif dapat ditetapkan untuk memperoleh peningkatan volume penjualan.
Dalam upaya diversifikasi produk peranan sumberdaya manusia perlu
dipertimbangkan terutama untuk menghasilkan nilai tambah yang tinggi, dapat
menyerap tenaga kerja maupun peningkatan kesejahteraan tenaga kerja secara
wajar. Memasuki pasar bebas berarti akan terjadi persaingan produk yang
sejenis dari berbagai negara, sehingga diperlukan produktivitas tenaga kerja.
Sedangkan pelanggan akan semakin maju dan canggih karena permintaan
produk lebih bervariasi, kualitas dan pelayanan lebih baik terutama kehandalan
(reliability) dan tepat waktu (response time)
Dengan demikian model kinerja industri perikanan sebagai variabel
kinerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Peningkatan kinerja keuangan (laba (rugi) ; ROI dan ROE)
- Pemasaran ( informasi pasar ,diversifikasi produk, mutu produk, harga
produk, peningkatan volume penjualan, pertumbuhan penjualan,
pertumbuhan pelanggan)
- Sumberdaya manusia (penyerapan tenaga kerja, produktivitas kerja,
kesejahteraan tenaga kerja)
2.5 Daya saing global Industri perikanan
Memasuki era globalisasi akan terjadi pertumbuhan perdagangan global
dan persaingan internasional yang eksplosif. Di sini tidak ada negara yang tetap
dapat terisolasi dari ekonomi dunia. Jika negara itu menutup pasarnya dari
persaingan asing, penduduknya akan membayar lebih mahal untuk barang
berkualitas lebih rendah. Tetapi jika negara itu membuka pasarnya, akan
menghadapi persaingan ketat dan banyak usaha domestiknya akan menderita
(Kotler. 1997).

25
Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuatan baru yang akan dihadapi adalah
perubahan teknologi. Diramalkan akan terjadi perkembangan teknologi informasi
dan kecepatan komunikasi, bahan-bahan baru kemampuan biogenetika dan
obat-obatan, keajaiban elektronik dan sebagainya. Perubahan terjadi dengan
kecepatan luar biasa seperti merek makanan, bentuk perubahan baru,
meningkatnya kepekaan konsumen akan merek dan mutu serta harga barang
sehinga perusahaan ataupun industri harus mampu merubah keunggulan
komperatif menjadi keunggulan kompetitif diperlukan upaya efisiensi.
Peningkatan efisiensi suatu industri dapat dilakukan dengan pemilihan teknologi
yang sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan sumberdaya manusia.
Upaya perusahaan yang berhasil dalam merubah teknologi dan efisiensi
ternyata ada yang gagal dalam meningkatkan pendapatan jika tidak memiliki visi
pemasaran dan keahlian pemasaran. Berbagai tuntutan aturan globalisasi
lainnya yang memaksa industri harus mampu bertahan dan menyesuaikan
seperti lingkungan hidup, hak azasi manusia , ketersediaan sumberdaya.
Untuk meningkatkan daya saing industri, termasuk industri perikanan
dimasa datang harus mampu menghasilkan produk dengan berbagai macam
persyaratan yang lebih lengkap dan rinci seperti jaminan kandungan nutrisi,
komposisi bahan baku, keamanan mengkonsumsi, aspek lingkungan hidup
bahkan aspek hak asasi manusia (pengeksploitasian buruh).
Dalam penelitian menganalisis industri perikanan memasuki era
globalisasi akan dikaji mengenai kemampuan produk bersaing global karena itu
harus berbasis global. Berbagai strategi untuk mengembangkan industri
perikanan memasuki pasar global serta faktor pendukung yang
mempengaruhinya. Selain mengamati perusahaan yang menghasilkan produk
dan pasar yang sama , pengamatan variabel yang mempengaruhi kinerja industri
perikanan seperti kemampuan kondisi keuangan, pemasaran serta sumberdaya
manusia yang terlibat didalam industri perikanan.
2.6 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian mengenai restrukturisasi pertanian berbasis industri
yang mengkaji masalah industri processing dan ikan kaleng di Indonesia bagian
timur (Madecor Group. 2001) memberikan rekomendasi agar pemerintah
Indonesia pertama, mengarahkan para investor bersedia membangun dibidang
industri pemasok seperti mesin dan perlengkapan, kapal, peralatan
penangkapan, fasilitas pembuatan dan perawatan kapal ikan; penelitian ini perlu

26
dikaji lebih lanjut sampai sejauh mana pengaruh dari penyediaan segenap
fasilitas yang disarankan dibangun dapat mendukung kinerja industri memasuki
era globalisasi. Kedua, meningkatkan kemampuan manajemen pelabuhan
perikanan dan melengkapi fasilitas seperti cold storage dan pabrik es serta
sarana transportasi yang dilengkapi dengan fasilitas pendingin, artinya dengan
perbaikan manajemen pelabuhan perikanan diharapkan dapat meningkatkan
pelayanan pelabuhan sehingga mampu mempengaruhi kinerja industri
perikanan, daya saing global industri. Ketiga, mengembangkan pelabuhan
perikanan di kawasan Indonesia bagian timur seperti pelabuhan Bitung untuk
mendukung industri processing perikanan agar dapat lebih efisien artinya
kebijakan pemerintah membangun dan menyediakan infrastruktur diperlukan
agar dapat mempengaruhi kinerja industri dan mampu meningkatkan efisiensi
sehingga industri memiliki daya saing global. Keempat, mengembangkan
pemasaran ikan melalui penetapan zona ekonomi strategis , artinya segenap
kebijakan dan pelayanan pelabuhan perikanan akan dapat mempengaruhi dan
mendukung kemampuan daya saing pemasaran produk secara global.
Penelitian Eriyatno dan Winarno (1996) mengenai pemodelan sistem
pengendalian mutu produk kualitas ekspor agroindustri perikanan rakyat
menyimpulkan bahwa model AGUAFISH (statistic quality control dan quality cost
concept) merupakan model SPK (sistem penunjang keputusan) untuk membantu
pengguna pengambil keputusan yang berkaitan dengan masalah mutu produk
kualitas ekspor. Agroindustri perikanan rakyat model sampling berguna untuk
menentukan pilihan rancangan pengambilan contoh, sedangkan modul inspeksi
berguna untuk membantu dala pemeriksaan mutu produk. Modul biaya berguna
untuk melakukan prakiraan biaya mutu. Penelitian memberikan suatu dorongan
untuk menganalisis suatu model industri perikanan berbasis pelabuhan
perikanan samudera
Penelitian Sunarya (1996) mengenai prospek pengembangan pasca
panen perikanan di Indonesia memberikan informasi bahwa hasil produksi ikan di
jawa dan sumatera yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan dalam keadaan
segar hanya 60% dan sisanya 40% diproses pindang, peda, terasi, asap, beku,
kaleng dan tepung ikan. Dominasi utama ikan olahan adalah ikan asin dan peda.
Pemanfaatan hasil produksi sebagian besar masih digunakan untuk mencukupi
kebutuhan makanan diwilayahnya dan sebagian kecil dipasarkan antar pulau dan
diekspor. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dan pelayanan

27
pelabuhan perikanan dalam menyediakan infrastruktur dan pelayanan akan
mempengaruhi kinerja industri dan mendorong kemampuan daya saing industri.
Penelitian Clucas dan Basmal (1995) yang dikutip oleh Sunarya (1996)
mengenai masalah perikanan pelagis kecil dipantai utara Jawa dan upaya
pemecahannya menunjukkan bahwa kerugian akibat kerusakan mutu hasil
tangkapan disebabkan oleh berbagai faktor seperti desain palka ikan di kapal
kurang baik, kurangnya penggunaan es akibat es relatif mahal, kesalahan
penanganan ikan di tempat pelelangan ikan (TPI) kurangnya sarana pendukung
(cold storage, pabrik es, pasokan air) di pelabuhan perikanan. Dampak yang
dirasakan adalah sulitnya mendapatkan bahan baku industri. Demikian pula
dengan penelitian ini bahwa tanpa dukungan kebijakan pemerintah dalam
penyediaan infrastruktur dan pelayanan pelabuhan perikanan akan
mempengaruhi kinerja industri perikanan terlebih untuk meningkatkan
kemampuan daya saing.
Hasil pengamatan Putro (2001) selaku atase pertanian dan sebagai
perutusan Republik Indonesia untuk Uni Eropa, Brussel, produk pengolahan hasil
perikanan dipasar global akan menghadapi peluang dan tantangan
perdagangan. Dalam hal ini Indonesia harus menangkap peluang sebelum sektor
perikanan dimasukkan dalam perjanjian GATT/ WTO yaitu mengupayakan agar
tarif bea masuk dapat dikurangi dan diberlakukan secara fair dan non
diskriminatif. Disamping itu harus meningkatkan kualitas (mutu) produk karena
akan menghadapi program rapid alert system Uni Eropa dan automatic detention
yang diberlakukan oleh Amerika serikat . Hal ini mengisyaratkan bahwa perlu
segera diambil campur tangan pemerintah dengan berbagai kebijakan untuk
mendukung industri perikanan memasarkan produknya memasuki era
globalisasi.

28
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Globalisasi merupakan fakta yang mempengaruhi kehidupan individu dan
bangsa. Globalisasi mentransformasi perdagangan, keuangan, ketenagakerjaan,
teknologi, komunikasi, lingkungan, dan bahkan kehidupan sosial dan kultural
bangsa-bangsa di dunia dewasa ini. Oleh karena itu globalisasi merupakan faktor
utama yang harus dicermati dalam mendayagunakan sumber daya kelautan dan
perikanan secara optimal dan berkelanjutan.
Secara singkat, bahwa globalisasi berkaitan dengan semakin terbukanya
perdagangan dunia dan terintegrasinya perekonomian bangsa. Globalisasi
merupakan fenomena yang sudah lama didengungkan namun baru terasa
dampaknya dalam berapa tahun terakhir. Di masa mendatang dampak
globalisasi tersebut akan semakin nyata dalam kehidupan sebuah bangsa. Di
satu sisi globalisasi secara potensial dapat memberikan manfaat yang berlimpah
bagi kehidupan ekonomi, sosial dan politik serta kebudayaan, namun di sisi lain
jika tidak dikelola dengan baik dan tanpa persiapan yang memadai maka dampak
negatif dari globalisasi akan muncul. Globalisasi merupakan peluang sekaligus
tantangan yang harus dicermati dan merupakan bagian yang sangat
mempengaruhi dan menentukan arah dan hasil dari pembangunan kelautan
secara optimal dan berkelanjutan (Dahuri 2002).
Bagaimanakah hubungan antara globalisasi dengan gagasan
pembangunan di bidang kelautan secara optimal dan berkelanjutan? Sampai
sejauh mana globalisasi bermanfaat pada perikanan Indonesia? Usaha dan
persiapan apa yang diperlukan agar proses globalisasi dapat memberi peluang
bagi pengembangan dan pembangunan kelautan dan perikanan secara optimal
dan berkelanjutan?
Dalam kaitan itu, penelitian ini mengkaji berbagai faktor yang
mempengaruhi pengembangan perikanan, dan bagaimana globalisasi kemudian
ikut mewarnai semua aspek perdagangan. Penelitian ini akan memberikan
berbagai gagasan dan saran bagaimana Indonesia mampu memperoleh manfaat
yang sebesar-besarnya dari arus globalisasi, terutama dikaitkan dengan
perdagangan produk serta jasa kelautan dan perikanan dalam hal ini pelayanan
PPS dalam pengembangan industri perikanan, kasus di PPSNZ Jakarta.


29
Belum optimalnya produksi yang dihasilkan sektor perikanan terutama
disebabkan rendahnya produktivitas nelayan dalam kegiatan perikanan tangkap.
Rendahnya produktivitas nelayan disebabkan oleh teknologi penangkapan yang
rendah. Selanjutnya Gasperzs (2001) menyebutkan bahwa suatu sistem produksi
selalu berada dalam lingkungan, sehingga aspek lingkungan seperti
perkembangan teknologi, sosial dan ekonomi, kebijakan pemerintah akan sangat
mempengaruhi keberadaan sistem produksi. Sistem produksi memiliki komponen
atau elemen struktural dan fungsional yang berperan penting dalam menunjang
kontinuitas operasional sistem produksi. Komponen struktural di sini adalah
bahan (material), mesin dan peralatan, tenaga kerja (sumberdaya manusia),
modal, energi, informasi, tanah dan lain-lain. Komponen atau elemen fungsional
adalah supervisi, perencanaan, pengedalian, koordinasi dan kepemimpinan yang
kesemuanya berkaitan dengan manajemen dan organisasi.
Keberadaan industri perikanan yang melakukan investasi dan
memanfaatkan kawasan industri saat ini terdiri dari industri perikanan tangkap,
processing dan perdagangan rata-rata bertaraf internasional karena hasil
produksinya dipasarkan di pasar internasional. Beberapa kendala yang
menghambat kinerja industri perikanan mengakibatkan produk yang dihasilkan
kurang mampu bersaing dipasar global.
Permasalahan utama yang dihadapi oleh industri perikanan memasuki
era globalisasi adalah kinerja industri perikanan yang berbasis PPS berdasarkan
data dan informasi di Jakarta menunjukkan kemampuan bersaing di pasaran
internasional rendah (produk sering ditolak negara tujuan ekspor, seperti
Amerika dan Uni Eropa, serta kalah bersaing harga di pasar Asia seperti Jepang,
Thailand, Korea). Rendahnya kinerja industri perikanan di PPSNZ Jakarta tidak
hanya diakibatkan oleh kurang optimalnya pelayanan PPSNZ Jakarta (kapasitas
dan jenis fasilitas serta mekanisme pelayanan kurang memadai), tetapi juga
disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan industri perikanan, kebijakan
pemerintah, dan daya saing industri perikanan dipasar global. Berikut ini adalah
penjelasan rinci tentang faktor utama yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu
faktor: II, EI, LE, LIP, KIP, KB, PEL, DSG.
(1) Lingkungan industri perikanan
Pengaruh lingkungan industri perikanan (seperti internal industri,
lingkungan ekonomi dan eksternal industri) merupakan faktor penting yang perlu
dianalisis terhadap kinerja industri perikanan, demikian pula halnya dengan


30
pengaruh kebijakan pemerintah untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya
industri perikanan seperti penyediaan prasarana termasuk kemudahan
mendapatkan modal usaha yang diberlakukan terhadap industri perikanan
(Gasperz. 2001).
Menurut Porter (1990) ada tiga jenis lingkungan yang berpengaruh
terhadap suatu industri yaitu lingkungan industri pemasok (bahan baku, mesin
dan peralatan, bahan processing); lingkungan ekonomi (teknologi, informasi
global, energi, modal); lingkungan industri jasa (pelayanan bank, training,
transpor). Faktor-faktor tersebut diidentifikasi berpengaruh terhadap kinerja
industri perikanan.
Penelitian ini menganalisis hal-hal terkait tentang pengaruh: (1) faktor
internal industri dalam penelitian variabel sumberdaya manusia yang terlibat di
dalam kegiatan industri (jumlah, tingkat pendidikan, pengalaman), teknologi
industri yang digunakan, asset yang dimiliki perusahaan, keuangan perusahaan;
(2) faktor lingkungan ekonomi dengan variabel kondisi sosial dan ekonomi,
perkembangan teknologi; dan (3) faktor eksternal industri dengan variabel
informasi, infrastruktur, jasa pelatihan pegawai. Ketiga faktor tersebut merupakan
lingkungan industri perikanan dan mempunyai hubungan serta pengaruh
terhadap kinerja industri perikanan berupa kinerja keuangan, kinerja pemasaran
dan kinerja sumberdaya manusia dan akan berpengaruh terhadap kemampuan
daya saing industri perikanan memasuki era globalisasi (Tercia. 2004, Porter.
1990).
(2) Kinerja industri perikanan
Empat faktor kunci yang menentukan suatu industri dapat mempunyai
kinerja tinggi adalah pihak yang berkepentingan, proses, sumberdaya dan
organisasi (Kotler 1997). Dikatakan bahwa suatu perusahaan harus berusaha
untuk memenuhi harapan minimum dari setiap kelompok pihak yang
berkepentingan. Pada saat yang bersamaan perusahaan dapat memberikan
tingkat kepuasan di atas tingkat minimum untuk pihak yang berkepentingan
berbeda. Kepuasan ini akan menyebabkan bisnis ulangan dan akan menciptakan
pertumbuhan yang pada akhirnya akan menciptakan laba (aspek keuangan).
Dari segi proses, perusahaan akan berhasil mempunyai kinerja tinggi
apabila mampu mengelola proses usaha utamanya (core business). Bagi industri
perikanan akan memiliki kinerja tinggi apabila mampu mengelola proses usaha
inti seperti pengembangan produk baru, dan perolehan penjualan dari aspek


31
pemasaran seperti penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan,
mutu produk, harga produk bersaing.
Untuk merealisasikan proses di atas tidak terlepas dari kebutuhan
sumberdaya (seperti tenaga kerja, tingkat kemampuan tenaga kerja, bahan baku,
mesin, informasi). Disamping ketiga faktor diatas ada faktor organisasi, namun
faktor organisasi ini umumnya tidak signifikan dalam lingkungan usaha yang
cepat berubah (Kotler. 1997). Perusahaan yang memiliki kinerja tinggi, pada
prinsipnya harus selalu berusaha menjaga kepuasan pelanggan dan peningkatan
kualitas yang berkesinambungan apabila pemasaran produk berhasil dan
mendapatkan laba.
Dalam peningkatan kinerja industri perikanan saat ini, faktor lain yang
dapat berpengaruh adalah faktor lingkungan industri dan kebijakan pemerintah.
Kinerja industri perikanan saat ini diduga belum optimal sebagai akibat
lingkungan eksternal industri seperti keterbatasan pasokan bahan baku ikan baik
kualitas maupun kuantitas, keterbatasan suplai sarana produksi berupa bahan
dan alat penangkapan. Sedang lingkungan internal industri seperti keterbatasan
teknologi penangkapan maupun penggunaan kapal ikan yang berteknologi tinggi,
kemampuan sumberdaya manusia perusahaan yang dimiliki, serta pengaruh
lingkungan ekonomi, sosial budaya dan finansial diduga juga mempengaruhi
kinerja industri.
Kondisi lingkungan industri perikanan belum kondusif karena tingkat
pelayanan pelabuhan perikanan masih belum optimal dan merupakan faktor
penting yang mempengaruhi kinerja industri perikanan. Hal ini ditandai dengan
keterbatasan beberapa fasilitas yang diperlukan baik jenis maupun kapasitas
serta mutu pelayanan untuk meningkatkan kinerja industri. Dengan kondisi
demikian berakibat kinerja industri perikanan masih belum efektif dan efisien
sehingga mutu produk yang dihasilkan belum sesuai permintaan konsumen dan
harga produk belum kompetitif (Sutandinata 2002). Adanya kebijakan pemerintah
membangun PPSNZ Jakarta diharapkan dapat mendorong tumbuh dan
berkembangnya industri perikanan.
(3) Kebijakan pemerintah
Untuk mendukung kinerja industri perikanan agar mempunyai
kemampuan daya saing global maka pemerintah Republik Indonesia telah
berupaya mengambil kebijakan dan sudah dilaksanakan berupa pembangunan
prasarana (infrastruktur) PPSNZ Jakarta. Jenis dan kapasitas fasilitas yang


32
disediakan dirancang untuk kegiatan industri perikanan dan pelayanannya
disesuaikan dengan kebutuhan yang dapat mendorong kegiatan perikanan skala
industri.
Aturan dan ketentuan serta perijinan untuk pembinaan dan pengendalian
industri perikanan sudah disederhanakan, terutama manajemen pengelolaan
segenap fasilitas PPSNZ Jakarta untuk dapat melayani industri perikanan secara
optimal. Kebijakan yang ditempuh adalah membentuk organisasi manajemen di
PPSNZ Jakarta.
Pada mulanya, suatu project management unit (PMU) dibentuk untuk
mendukung dan melayani masyarakat perikanan. Namun karena terhambat
aturan keuangan negara, sebuah badan usaha berupa perusahaan umum
prasarana perikanan samudera (PPPS) akhirnya dibentuk melalui Peraturan
Pemerintah no. 2 tahun 1990 dan diperbaiki dengan Peraturan Pemerintah no.
23 tahun 2000. Maksud pembentukan PPPS ini tidak lain untuk dapat
meningkatkan pelayanan melalui prinsip pengusahaan secara ekonomis.
Kemudian untuk melayani tugas pemerintah berupa perijinan yang terkait dengan
kewenangan pemerintah pusat dibentuk unit pelaksanaan teknis (UPT)
pelabuhan perikanan samudera (PPS) Nizam Zachman. Adapun tujuan dibentuk
2 (dua) pengelola PPSNZ Jakarta agar keduanya dapat saling berkoordinasi
untuk menjalankan pelayanan kepada masyarakat perikanan sesuai tugas pokok
dan fungsinya masing-masing.
Kebijakan berikut yang ditujukan langsung kepada industri perikanan
adalah kemudahan mendapatkan modal kerja dan modal investasi. Kemudahan
ini diatur melalui pengaturan penggunaan tanah industri perikanan dengan
ketentuan Menteri Kelautan dan Perikanan no. 32 tahun 2000 jo. no. 12 tahun
2001. Dalam kebijakan ini diberi kesempatan kepada industri perikanan yang
menyewa tanah milik PPPS dengan dilekati hak guna bangunan (HGB) diatas
hak pengelolaan (HPL) dapat dijaminkan kepada bank untuk mendapatkan
modal kerja dan modal investasi.
(4) Pelayanan pelabuhan perikanan samudera
PPSNZ Jakarta adalah basis atau sebagai tempat untuk kegiatan industri
perikanan sehingga PPSNZ Jakarta harus mampu memberikan pelayanan dan
menjadi suatu lingkungan industri perikanan yang kondusif. Penyediaan berbagai
fasilitas di PPSNZ Jakarta sudah disesuaikan dengan kebutuhan industri
perikanan baik jumlah maupun kapasitasnya agar mampu mendukung dan


33
melayani masyarakat perikanan serta pengusaha perikanan terutama industri
perikanan.
Dalam penelitian ini pelayanan dikelompokkan kedalam pelayanan
produksi (fasilitas dermaga, kolam pelabuhan, docking, bengkel), pelayanan
industri processing (kawasan industri, gedung processing, cold storage),
pelayanan pemasaran (tempat pelelangan ikan, pusat pemasaran ikan, pabrik
es), pelayanan logistik (air, BBM solar dan es) dan pelayanan fasilitas pendukung
(penerangan jalan, jalan komplek, keamanan, ketertiban, kebersihan)
Belum optimalnya pelayanan kepada masyarakat dimungkinkan karena
hambatan internal seperti kelemahan kemampuan sumberdaya manusia
pengelola pelabuhan perikanan, keterbatasan jumlah dan kapasitas, mutu serta
jenis fasilitas yang dibangun. Hambatan eksternal yang dapat mempengaruhi
kinerja pelabuhan adalah kebijakan pemerintah seperti kenaikan harga bahan
bakar minyak (BBM) solar yang berakibat menurunnya jumlah kapal yang aktif ke
laut sehingga dampak yang dirasakan adalah menurunnya permintaan
pelayanan dari pelabuhan perikanan. Kebijakan kenaikan harga barang (seperti
air, listrik) tidak memungkinkan akan menaikkan secara langsung tarif pelayanan
pelabuhan perikanan kepada konsumen. Demikian pula berbagai hambatan
pasar di luar negeri yang dapat menghambat tingkat pelayanan pelabuhan
perikanan kepada industri perikanan.
(5) Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global
Dalam rangka memasuki era globalisasi kemampuan daya saing industri
perikanan masih perlu ditingkatkan dan didorong terutama kinerja industri
perikanan dalam menghadapi berbagai ketentuan perdagangan. Berbagai
hambatan perdagangan internasional yang harus dihadapi terutama isu
kebijakan negara tujuan ekspor adalah kurang terbukanya dalam
memberlakukan produk perikanan dari Republik Indonesia seperti ketentuan tarif,
persyaratan mutu produk, pencemaran logam berat serta munculnya isu baru
tentang ketentuan penggunaan label by catch, adanya kampanye anti udang
tambak yang diduga menggunakan bahan antibiotik maupun dilakukan irradiasi.
Dengan kondisi demikian akibat yang dirasakan oleh industri perikanan
adalah kurang kompetitif karena masih banyak produk ekspor yang ditolak
dengan alasan mutu produk tidak sesuai dengan pesanan atau ketentuan yang
berlaku di negara tujuan. Walaupun ada peningkatan jumlah eksportir akan tetapi
kemampuan daya saing perikanan Indonesia semakin turun. Terbukti dengan


34
kemampuan daya saing perikanan Indonesia tahun 2000 pada posisi 44 diantara
75 negara perikanan dunia, kemudian pada tahun 2001 turun pada posisi 64,
sedangkan berturut-turut Malaysia, Thailand dan Philipina pada posisi 30, 33
dan 48, kemudian Vietnam pada posisi 60, dengan demikian daya saingnya
sudah melampaui posisi Indonesia (Putro 2001).
Dalam menghadapi situasi diatas maka pemerintah Indonesia harus
segera mengambil kebijakan yang dapat mendorong kinerja industrti perikanan
agar mampu bersaing dipasar global. Tanpa ada dukungan dari pemerintah akan
sulit bagi industri perikanan untuk dapat bersaing dipasar global. Disamping itu
tingkat pelayanan pelabuhan perikanan kemungkinan dapat mempengaruhi daya
saing industri perikanan memasuki era globalisasi.
Pada tahap awal yang akan dilaksanakan adalah mengkaji lingkungan
industri terutama dampak negatip lingkungan industri yang ditimbulkan terhadap
kinerja industri. Kondisi ini akan diantisipasi dan diminimalisasi pengaruhnya oleh
pemerintah dengan cara mengeluarkan kebijakan. Sebagai implementasi
manajemen kebijakan pemerintah adalah pemberian pelayanan pelabuhan
perikanan samudera. Mengacu pada arah kebijakan yang telah digariskan
pelayanan harus dapat memberi pengaruh berupa kemudahan untuk mendorong
tumbuh dan berkembangnya industri perikanan. Melalui telahan teori, dilakukan
analisis secara simultan dengan menggunakan perangkat lunak komputer untuk
mengetahui pengaruh dan hubungan antar aspek kajian yaitu lingkungan
industri, kinerja industri, kebijakan, pelayanan pelabuhan perikanan dan industri
era globalisasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan model persamaan struktural/
structural equation model (SEM). Model persamaan struktural (SEM) adalah
sekumpulan teknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian
hubungan yang relatif rumit secara simultan. Hubungan rumit itu dapat
dibangun antara satu variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel
independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk
faktor (konstruk) yang dibangun dari beberapa variabel indikator. Sebagaimana
disebutkan oleh Solimun (2002b) bahwa analisis structural equation modeling
(SEM) merupakan pendekatan terintegrasi antara analisis faktor, model struktural
dan analisis Path. Disisi lain SEM juga merupakan pendekatan yang terintegrasi
antara analisis data dengan konstruksi konsep. Didalam SEM peneliti dapat
melakukan tiga kegiatan secara serentak, yaitu pemeriksaan, validitas dan


35
reliabilitas instrumen (setara dengan faktor analisis confirmatory), pengujian
model hubungan antara variabel latent (setara dengan analisis Path), dan
mendapatkan model yang bermanfaat untuk prakiraan (setara dengan model
struktural atau analisis regresi).
Keunggulan SEM juga dijelaskan oleh Bagozzi dan Fornell (1982) yang
diacu dalam Ghozali dan Fuad (2005) bahwa model persamaan struktural
(structural equation modeling) adalah generasi kedua teknik analisis multivariate
yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang
kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran
menyeluruh mengenai keseluruhan model. Tidak seperti analisis multivariate
biasa (regresi berganda, analisis faktor), SEM dapat menguji secara bersama-
sama : 1) model struktural: hubungan antara konstruk (yaitu variabel yang laten/
unobserved / variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dan memerlukan
beberapa indikator atau proksi untuk mengukurnya) independen dan dependen,
2) model measurement: hubungan (nilai loading) antara variabel dengan konstruk
(faktor). Digabungkannya pengujian model struktural dan pengukuran tersebut
memungkinkan peneliti untuk: 1) menguji kesalahan pengukuran (measurement
error) sebagai bagian yang tak terpisahkan dari SEM, 2) melakukan analisis
faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis.
3.2 Tatalaksana Pelaksanaan Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas tatalaksana pelaksanaan
penelitian akan difokuskan dalam aspek-aspek tentang industri perikanan di era
globalisasi, pengaruh internal dan eksternal industri serta lingkungan ekonomi
terhadap lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah, peranan PPSNZ
Jakarta sebagai basis pengembangan industri perikanan, daya saing industri
perikanan dalam perdagangan global, pengembangan industri perikanan
berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasii dapat dilihat pada Gambar 3.



36

Gambar 3 Aspek kajian dan tata laksana penelitian dengan pendekatan SEM




Mulai
Kajian pendahuluan tentang indusri perikanan di
era globalisasi
Analisis pengaruh internal dan eksternal industri
serta lingkungan ekonomi terhadap lingkungan
industri perikanan
Analisis kebijakan pemerintah dalam
pengembangan industri perikanan berbasis
pelabuhan perikanan samudera
Analisis pelayanan pelabuhan perikanan samudera
sebagai basis pengembangan dan kinerja industri
perikanan
Analisis daya saing industri perikanan dalam
perdagangan global
Model industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta
memasuki era globalisasi
Selesai
Analisis SEM LISREL 8.72


37
3.3 Metode pengumpulan data
3.3.1 Data Primer
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data
yang terkait langsung dengan penelitian (Cooper dan Emory 1998).
Pengumpulan data primer dilakukan dalam 3 tahap , yaitu uji coba kuesioner,
pengisian data penelitian responden, konfirmasi dan pemeriksaan ulang terhadap
jawaban / responden.
(1) Pengamatan langsung
Metode ini digunakan untuk mengamati kegiatan yang diteliti secara
langsung dengan perencanaan persiapan daftar pertanyaan. Setelah mendapat
persetujuan pemilik obyek penelitian (dalam hal ini pengelola perusahaan),
dilakukan pengamatan secara langsung kegiatan yang dilaksanakan.
(2) Melalui surat dan daftar pertanyaan
Metode ini memakan waktu lama jika daftar pertanyaan yang dikirim
cukup banyak hasil informasi yang diperoleh cukup banyak. Kelemahannya ada
beberapa pertanyaan yang tidak terjawab karena ada responden yang tidak
mengetahui maksud pertanyaannya. Pertanyaan yang dibuat harus sederhana
dan mudah dimengerti. Oleh karena itu, untuk jawaban yang meragukan di
konfirmasi oleh peneliti melalui wawancara langsung.
(3) Wawancara langsung
Metode ini dilakukan dengan mempersiapkan daftar pertanyaan dan
langsung mendatangi para pemilik perusahaan yang terpilih sebagai sampel
penelitian. Data yang diperoleh adalah hasil tatap muka dan bercakap-cakap
langsung dengan pemilik perusahaan. Keberhasilan mendapatkan data dan
informasi tergantung pada situasi dimana wawancara dilaksanakan dan faktor
kemampuan dari si pewawancara. Jawaban pertanyaan dengan memilih angka
angket yang berskala 1-5 skala Likert. Nilai jawaban pertanyaan menggunakan
pernyataan sangat tidak setuju/ sangat setuju.
Sangat tidak setuju Sangat setuju

1 2 3 4 5



38
3.3.2 Data Sekunder
Metode pengumpulan data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung, beberapa catatan yang dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan. Data ini dapat berasal dari lingkungan obyek penelitian maupun di
luar obyek penelitian tetapi terkait dengan tujuan penelitian.
3.3.3 Pengolahan data mentah
Penelitian ini merupakan exploratory atau cross sectional study untuk
mengetahui pola hubungan antar variabel yang akan diteliti, sedangkan tahapan
analisis data dan kriteria sampel, serta teknik pengumpulan data digambarkan
pada Gambar 4.


Gambar 4 Tahapan pengumpulan data dan analisis data
3.4 Jenis dan Jumlah Data yang Diperlukan
Pengambilan data dilakukan kepada responden industri perikanan yang
memiliki karakteristik penangkapan, industri pengolahan, dan pemasaran ekspor.
Jenis data yang diperlukan dan dikumpulkan untuk analisis penelitian adalah
Data & Informasi Verifikasi
Analisis Data & Informasi
Linear Structural
Relationships (LISREL)
Interpretasi
Selesai
Mulai
penyiapan
kuesioner
Pengumpulan Data & Informasi


39
faktor yang terkait dengan variabel yang akan diteliti pada industri perikanan
(internal industri, eksternal industri, lingkungan ekonomi, lingkungan industri
perikanan, dan kinerja industri perikanan), kebijakan pemerintah, pelayanan
pelabuhan perikanan samudera, dan daya saing global industri. Penetapan faktor
tersebut melalui proses kajian pustaka dinyatakan sebagai bentukan variabel dari
masing-masing faktor diatas. Selanjutnya di bangun path diagram seperti
disajikan dalam gambar 7. Data tersebut diperoleh dari sampel sebanyak 200
responden, sesuai anjuran didalam penggunaan SEM. Sebenarnya ketentuan
minimal 100 responden dan maksimal 400 responden (Hair et al. 1998). Ukuran
sampel sebagaimana dalam metode statistik lainnya akan menghasilkan dasar
untuk mengestimasi kesalahan. Menurut Hair et al. (1998), jumlah ukuran sampel
apabila ditingkatkan menjadi lebih dari 400 maka metode menjadi sangat sensitif
sehingga sulit untuk mendapatkan ukuran goodness-of-fit yang baik. Disarankan
ukuran sampel minimum adalah sebanyak 5 observasi untuk setiap estimasi
parameter, apabila parameter berjumlah 20 maka jumlah sampel minimum
adalah 100.
3.5 Pengambilan Sampel
Penetapan kelompok industri dilakukan berdasarkan kriteria berikut :
industri perikanan penangkapan, industri perikanan pengolahan, industri
perikanan pemasaran. Agar didapatkan hasil yang proposional dan mendekati
kebenaran dilakukan pengambilan sampel dengan cara purposive random
sampling. Metode ini adalah cara pengambilan sampel dari masing-masing kelas
perusahaan dilakukan secara acak untuk mewakili kelompoknya. Jumlah industri
perikanan yang ada di PPSNZ Jakarta 139 buah, tetapi jumlah sampel industri
perikanan yang terpilih sesuai kriteria diatas disajikan pada Lampiran 2.
Untuk mendapatkan 200 responden dari keseluruhan populasi di atas
dilakukan pengambilan responden sebanyak 3 sampai 4 responden dari masing
masing industri. Responden yang dipilih setingkat manajer yang mengetahui
secara internal dan eksternal kondisi industri perikanan dan mampu memberikan
jawaban dan konfirmasi tentang pertanyaan yang diajukan.
3.6 Metode Analisis Data
Metode analisis data ini dilaksanakan agar supaya informasi yang
diperoleh relevan dan valid sehingga lebih akurat dengan permasalahan


40
penelitian (Solimun 2002a). Adapun proses pelaksanaannya secara bertahap
dituangkan pada Gambar 5.


Gambar 5 Proses dan kaidah analisis data (Solimun 2002a).
3.7 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2004 sampai dengan Juni
2005 dengan lokasi penelitian di PPSNZ Jakarta. Pemilihan lokasi penelitian
mempertimbangkan pemikiran bahwa PPSNZ Jakarta dirancang untuk
mendukung dan memfasilitasi pembangunan industri perikanan. Lokasi PPSNZ
Jakarta berada pada kawasan Muara Baru Jakarta Utara (Lampiran 1).
Kegiatan penelitian meliputi:
(1) Survei terhadap lokasi penelitian untuk merancang variabel dan wawancara
awal untuk mendapatkan data awal dari industri-industri perikanan yang ada
di PPSNZ Jakarta, pihak pengelola PPSNZ Jakarta dan pengelola PPPS
Jakarta pada bulan Oktober 2004 sampai Januari 2005
(2) Pelaksanaan wawancara mendalam untuk mendapatkan data dari industri-
industri perikanan terkait dengan data-data SEM yang ada di PPSNZ Jakarta
Februari 2005 Juni 2005
Pada saat penelitian terpilih 66 perusahaan industri perikanan sebagai
sampel dengan kriteria industri perikanan penangkapan, industri perikanan
pengolahan, industri perikanan pemasaran. Semua sampel industri perikanan
tersebut benar-benar kegiatan utamanya mendapat pelayanan dari PPSNZ
Sarana dan prasarana yang dibangun dan dikembangkan untuk
mendukung industri perikanan serta berbagai upaya pengelolaan untuk
memfungsikan prasarana yang sudah ada, ditujukan agar kinerja industri
CODING
SCORING

TABULASI
PERIKSA
OUTLIERS
JENIS &
KARAKTERISTIK
DATA
PILIH METODE
ANALISIS
JENIS &
PERMASALAHAN
PENELITIAN
VALID
INFORMASI
AKURAT
RELEVAN


41
perikanan dapat efisien sehingga produk industri perikanan yang dihasilkan
mampu bersaing secara global.
3.8 Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modeling/SEM)
Analisis pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta
dengan menggunakan persamaan structural equation model (SEM), Menurut
Ferdinand (2002), yang dimaksudkan dengan persamaan struktural (SEM)
adalah sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah
rangkaian hubungan yang relatif rumit secara simultan. Hubungan rumit itu
dapat dibangun antara satu variabel dependen dengan satu atau beberapa
variabel independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat
berbentuk faktor (konstruk) yang dibangun dari beberapa variabel indikator.
Ghozali dan Fuad (2005) menyatakan bahwa pengertian SEM merupakan
gabungan dari dua metode statistik yang terpisah yaitu analisis faktor (factor
analysis) yang dikembangkan di ilmu psikologi dan psikometri dengan model
persamaan simultan (Simultaneous Equation Modeling) yang dikembangkan di
ekonometrika.
Teknis analisis structural equation modeling (SEM) merupakan
pendekatan terintegrasi antara analisis faktor, model struktural dan analisis Path.
Di sisi lain SEM juga merupakan pendekatan yang terintegrasi antara analisis
data dengan konstruksi konsep. Didalam SEM peneliti dapat melakukan tiga
kegiatan secara serentak, yaitu pemeriksaan, validitas dan reliabilitas instrumen
(setara dengan faktor analisis confirmatory), pengujian model hubungan antara
variabel latent (setara dengan analisis Path), dan mendapatkan model yang
bermanfaat untuk prakiraan (setara dengan model struktural atau analisis
regresi) (Solimun 2002). Software yang tersedia untuk menganalisis diantaranya
LISREL, AMOS.
LISREL adalah satu-satunya program SEM yang tercanggih dan yang
dapat mengestimasi berbagai masalah SEM yang bahkan hampir tidak mungkin
dapat dilakukan oleh program lain, seperti AMOS, EQS dan lain sebagainya.
Disamping itu, LISREL merupakan program yang paling informatif dalam
menyajikan hasil-hasil statistik, sehingga modifikasi model dan penyebab tidak fit
atau buruknya suatu model dapat dengan mudah diketahui. Penggunaan
variabel moderating dan juga non-linearitas pada SEM bahkan tidak lagi mustahil
digunakan berkat LISREL (Ghozali dan Fuad 2005). Penggunaan SEM dengan
LISREL pada jurnal Information System Research sekitar 15% sedangkan SEM


42
AMOS hanya sekitar 3%, pada jurnal Management Information Systems
Quarterly penggunaan LISREL 13% sedangkan AMOS sekitar 3%. Untuk
penelitian ini digunakan LISREL 8,54 yang diterbitkan bulan April 2005 (Joreskoq
dan Sorbom 2005).
Tujuan pertama penggunaan SEM adalah untuk menentukan apakah
model plausible (masuk akal) atau fit. Pengertian fit adalah model dikatakan
benar berdasarkan data yang dimiliki. Tujuan kedua adalah untuk menguji
berbagai hipotesis yang telah dibangun sebelumnya (Ghozali dan Fuad 2005).
Penggunaan SEM dengan program LISREL 8,54 versi student jumlah variabel
masih terbatas. Setelah dicoba digali melalui internet terdapat LISREL 8,72 versi
student, namun jumlah variabel juga masih terbatas. Dengan 54 variabel yang
digunakan dalam penelitian ini dicoba lagi menggali informasi internet dan
diperoleh LISREL 8,72 full version ternyata memiliki kelebihan dapat
menganalisis secara bersamaan 54 variabel bahkan apabila diperlukan masih
mampu lebih dari 54 variabel secara serentak. Alasan penggunaan program
LISREL ini karena paling banyak digunakan dan dipublikasikan pada berbagai
jurnal ilmiah dan disiplin ilmu (Austin dan Calderon 1996 & Byrne 1998) yang
diacu dalam Ghozali dan Fuad (2005).
Langkah-langkah Penggunaan SEM
Ada 7 langkah penggunaan SEM (Hair et al.1998), rinciannya disajikan
pada Gambar 6.


Gambar 6 Langkah-langkah pendekatan SEM (Hair et al. 1998).
Langkah ke 1
Pengembangan Model Berbasis Konsep dan Teori
Langkah ke 2
Mengkontruksi Diagram Path
Langkah ke 3
Konversi Diagram Path ke Model Struktural
Langkah ke 4
Memilih Matriks Input
Langkah ke 5
Menilai Masalah Identifikasi
Langkah ke 6
Evaluasi Goodness-Of-Fit
Langkah ke 7
Interpretasi dan Modifikasi Model


43
Langkah ke 1: Pengembangan model berbasis konsep dan teori
Prinsip didalam SEM adalah menganalisis hubungan kausal antar
variable eksogen dan endogen. Disamping dapat dilakukan secara bersamaan
untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Hubungan kausal
adalah apabila terjadi perubahan nilai didalam suatu variable akan menghasilkan
perubahan dalam variabel lain.
Langkah awal didalam SEM adalah pengembangan model hipotik yaitu
suatu model yang mempunyai justifikasi teori atau konsep. Setelah itu model
dilakukan verifikasi berdasarkan data empirik melalui SEM. Dengan demikian
peneliti dalam mengembangkan teori harus melakukan serangkaian eksplorasi
ilmiah melalui telaah pustaka yang intens guna mendapatkan justifikasi atas
model teoritis yang dikembangkan. Dengan demikian tanpa dilandasi teoritis
yang kuat maka SEM tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan SEM tidak
digunakan untuk menghasilkan sebuah model melainkan digunakan untuk
mengkonfirmasi model hipotik melalui data empirik (Solimun 2002).
Sejak dini penggunaan SEM harus hati-hati karena hubungan sebab
akibat dari variabel bukan dihasilkan oleh SEM; akan tetapi hasil analisis SEM
adalah untuk membenarkan adanya kausalitas teoritis melalui uji data empirik.
Oleh karena itu telaah teori yang mendalam untuk model yang akan dikaji adalah
syarat mutlak dalam aplikasi SEM.
Langkah ke 2: Menyusun Path Diagram
Pada langkah kedua dibuat path diagram. Tujuan penyusunan path
diagram ini adalah untuk mempermudah peneliti melihat hubungan kausalitas
yang ingin diuji. Apabila hubungan kausal tersebut ada yang belum mantap maka
dapat dibuat beberapa model yang kemudian diuji menggunakan SEM untuk
mendapatkan model yang paling tepat. Setelah model teoritis diuraikan pada
langkah pertama maka dikembangkan path diagram. Model path diagram dalam
kajian analisis pengembangan industri perikanan yang berbasis PPSNZ Jakarta
memasuki era globalisasi di sajikan pada Gambar 7.
Komponen yang berupa konstruk didalam diagram diatas dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok konstruk yaitu konstruk eksogen dan
konstruk endogen. Dimaksudkan dengan konstruk eksogen atau disebut dengan
independent variable adalah yang tidak diprediksi oleh varibel lain dalam model.
Dalam diagram konstruk eksogen ini dituju oleh garis dengan satu ujung anak
panah. Dapat juga terjadi diantara konstruk eksogen ini dihubungkan dengan


44
garis lengkung dengan kedua ujungnya ada anak panah untuk menjelaskan
bahwa di antara kedua konstruk eksogen tersebut mengindikasikan adanya
korelasi.
Kemudian pengertian konstruk endogen atau faktor yang diprediksi oleh
satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen dapat memprediksi satu atau
beberapa konstruk endogen lain tetapi konstruk eksogen hanya dapat
berhubungan kausal dengan konstruk endogen. Berdasarkan pengertian diatas
maka peneliti dapat menentukan mana yang akan diperlakukan sebagai
konstruk endogen dan mana sebagai konstruk eksogen.
Berdasarkan teori model pada telaah pustaka di atas dapat
dikembangkan kerangka pemikiran teoritis seperti model penelitian yaitu ada 4
faktor yang berpengaruh terhadap daya saing global industri perikanan (DSG)
memasuki era globalisasi yaitu pertama faktor kebijakan pemerintah (KB), kedua
kinerja industri perikanan (KIP), ketiga faktor LIP dan ke empat faktor pelayanan
PPS (PEL), dapat dilihat pada Gambar 7.

STRATEGI
KEBIJAKAN
EKSTERNAL
INDUSTRI
INTERNAL
INDUSTRI
LINGKUNGAN
EKONOMI
LINGKUNGAN
INDUSTRI
PERIKANAN
KINERJA INDUSTRI
PERIKANAN
DAYA SAING
INDUSTRI
PERIKANAN
PELAYANAN
PELABUHAN
PERIKANAN

Gambar 7 Model path diagram
Berdasarkan model (Gambar 7), ada 13 (tigabelas) hipotesis penelitian
yang di uji dalam penelitian ini, yaitu:
H1 Internal industri diduga akan berpengaruh positip terhadap lingkungan
industri perikanan
H2 Eksternal industri diduga akan berpengaruh positip terhadap lingkungan
industri perikanan
H3 Lingkungan ekonomi diduga akan berpengaruh positip terhadap
lingkungan industri perikanan


45
H4 Kebijakan pemerintah diduga akan mempengaruhi positip terhadap
lingkungan industri perikanan
H5 Pelayanan pelabuhan perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip
oleh kebijakan pemerintah
H6 Pelayanan pelabuhan perikanan diduga akan mempengaruhi positip
terhadap lingkungan industri perikanan
H7 Kinerja industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh
kebijakan pemerintah
H8 Kinerja industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh
Lingkungan industri perikanan
H9 Kinerja industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh
pelayanan PPSNZ Jakarta
H10 Daya saing global industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara
positip oleh kebijakan pemerintah
H11 Daya saing global industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara
positip oleh kinerja industri perikanan
H12 Daya saing global industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara
positip oleh lingkungan industri perikanan
H13 Daya saing global industri perikanan akan dipengaruhi secara positip oleh
pelayanan PPS

Kotler (1997), Wahyuni (2002) dan Madecor Group (2001) mengatakan
bahwa daya saing global industri perikanan dapat diukur dari 6 variabel yaitu:
kemampuan teknologi informasi dan komunikasi perusahaan, jaminan mutu
produk, produk mempunyai kemampuan imitabilitas, harga produk kompetitif,
ketersediaan sumberdaya bahan baku berkelanjutan dan produk mempunyai
kemampuan durabilitas. Kinerja industri perikanan memiliki 12 (duabelas)
variabel penting yang berpengaruh yaitu aspek keuangan terdiri dari laba (rugi);
return on investment (ROI), return on equity (ROE), aspek pemasaran terdiri dari
volume penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan,
kemampuan pengembangan produk, kemampuan harga bersaing, mutu produk,
jaringan pemasaran luas aspek sumberdaya manusia terdiri dari produktivitas
kerja, penyerapan tenaga kerja.
Disamping ke dua faktor diatas berikutnya adalah faktor ke tiga
lingkungan industri perikanan tersebut terdiri dari 3 (tiga) faktor yaitu faktor ke


46
empat internal industri memiliki 3 (tiga) variabel yaitu kemampuan SDM
perusahaan, inovasi penggunaan teknologi industri, kemampuan keuangan dan
asset perusahaan; faktor ke lima eksternal industri terdiri dari 5 (lima) variabel
yaitu perkembangan teknologi perikanan, ketersediaan jasa pelatihan, kondisi
industri pemasok, kondisi ekonomi; ketersediaan infrastruktur; dan faktor ke
enam lingkungan ekonomi terdiri dari 4 (empat) variabel yaitu lingkungan
teknologi, situasi perdagangan dunia, ketersediaan sumberdaya alam dan
energi, tingkat persaingan antar perusahaan. Faktor ke tujuh adalah pelayanan
PPSNZ Jakarta terdiri dari 5 (lima) variabel yaitu pelayanan produksi (tambat
labuh kapal), pelayanan industri processing, pelayanan pemasaran, pelayanan
logistik dan pelayanan fasilitas pendukung. Faktor ke delapan kebijakan
pemerintah terdiri dari 3 (tiga) variabel yaitu pembangunan PPS, pembentukan
BUMN, Pengaturan pemanfaatan tanah industri.
Didalam penelitian ini untuk menguji ada tidaknya pengaruh diantara ke
delapan faktor diatas dan perlu dijelaskan terlebih dahulu definisi operasional dari
masing-masing faktor. Rincian definisi setiap faktor disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kerangka operasional faktor
Faktor Definisi Operasional
Internal Industri
Kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk mencapai
tujuan dengan menggunakan / mengkoordinasikan
kegiatan orang lain
Eksternal Industri
Faktor diluar industri yang menjadi obyek utama
penelitian, faktor ini mempengaruhi kinerja industri,
baik secara langsung maupun tidak langsung
Lingkungan Ekonomi
Industri dalam area ekonomi yang lebih luas. Seperti
lingkungan teknologi, situasi perdagangan dunia dan
ketersediaan Sumberdaya alam dan energi, tingkat
persaingan antar perusahaan
Lingkungan Industri
Perikanan
Industri dan pemasok akan berada dalam suatu
lingkungan makro yang dapat menciptakan peluang
dan ancaman (Kotler. 1997)
Kinerja Industri
Perikanan
Ukuran keberhasilan industri, biasanya dilihat dari nilai
keuangan, pemasaran, daya serap tenaga kerja.
Kebijakan pemerintah
Keputusan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam
upaya memberikan pelayanan umum kepada
pengguna jasa pelabuhan perikanan
Pelayanan Pelabuhan
Perikanan Samudera
Berbagai bentuk upaya pemenuhan kebutuhan
pengguna jasa pelabuhan yang berorientasi pada
efisiensi, transparansi, dan memberikan dampak
positip bagi perkembangan usaha perikanan
Daya Saing Global
Kemampuan suatu produk dalam memasuki pasar
dunia (global) untuk memenuhi kebutuhan dan
memberikan kepuasan pelanggan.


47
Untuk menjelaskan 8 faktor tersebut sebelumnya digunakan 54 variabel,
setelah diseleksi terpilih 38 variabel yang signifikan dan masing masing variabel
diberi nilai. Pemberian nilai variabel menggunakan skala Likert (skala 1 sampai
5). Komposisi jumlah varibel pada masing-masing faktor disajikan pada Gambar
8.
VRB7
VRB8
VRB9
VRB2
VRB3
STRATEGI
KEBIJAKAN
X25 X26 X27
EKSTERNAL
INDUSTRI
VRB4
X5
X6
VRB1
INTERNAL
INDUSTRI
X9
X10
X11
X2
X3
LINGKUNGAN
EKONOMI
X4
X1
X20 X21 X19 X23 X24 X22
X34
X33
X35
X37
X36
X38
LINGKUNGAN
INDUSTRI
PERIKANAN
KINERJA INDUSTRI
PERIKANAN
DAYA SAING
INDUSTRI
PERIKANAN
PELAYANAN
PELABUHAN
PERIKANAN
X28 X29 X30 X31 X32
X14 X15 X13 X17 X18 X16
X7
VRB6 X8
X12
Gambar 8 Model hubungan dan pengaruh antar faktor dan pengaruh variabel
terhadap masing-masing faktor

Keterangan : Model path diagram
X1 Kemampuan SDM industri perikanan X20 Kemampuan harga bersaing
X2 Inovasi penggunaan teknologi industri X21 Mutu produk
X3 Kemampuan keuangan dan asset
perusahaan
X22 Produktifitas kerja
X4 Perkembangan teknologi perikanan X23 Tingkat penyerapan tenaga kerja
X5 Ketersediaan jasa pelatihan X24 Jaringan pemasaran luas
X6 Ketersediaan infrastruktur: X25 Pembangunan PPS
X7 Kondisi industri pemasok X26 Pembentukan BUMN
X8 Kondisi ekonomi X27 Pengaturan pemanfaatan tanah
industri
X9 Lingkungan teknologi

X28 Pelayanan kegiatan produksi melalui
tambat labuh kapal
X10 Situasi perdagangan dunia X29 Pelayanan industri processing
X11 Ketersediaan sumberdaya alam dan
energi
X30 Pelayanan kegiatan pemasaran
X12 Tingkat persaingan antar perusahaan X31 Pelayanan kebutuhan logistik kapal
X13 Laba (rugi) perusahaan X32 Pelayanan fasilitas pendukung industri
X14 Kemampuan ROI (Return On Investment)
perusahaan
X33 Kemampuan teknologi informasi dan
komunikasi pemasaran
X15 Kemampuan ROE (Return On equity)
perusahaan
X34 Jaminan mutu produk
X16 Volume penjualan tinggi X35 Produk mempunyai kemampuan
Imitabilitas
X17 Pertumbuhan penjualan X36 Harga produk kompetitif
X18 Pertumbuhan pelanggan X37 Ketersediaan sumberdaya bahan baku
berkelanjutan
X19 Kemampuan diversikasi produk X38 Produk mempunyai kemampuan
durabilitas




48
Langkah ke 3: Konversi diagram alir kedalam persamaan
Setelah digambarkan dalam sebuah diagram alir pada langkah kedua
maka pada langkah berikutnya dilakukan konversi kedalam rangkaian
persamaan. Persamaan yang dibangun ada dua macam ;
1) Persamaan struktural.
Persamaan ini untuk menyatakan hubungan kausalitas antara berbagai
konstruk sebagai berikut :
Faktor endogen = Faktor eksogen + Faktor endogen + error
Persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut :
Y
1
=
1
Y
2
+
2
Y
3
+
3
Y
4
+
4
Y
5
+ d
1 ...............................................................................
1
Dimana :
Y
1
= Faktor endogen
Y
2
= Faktor eksogen
= Bobot Regresi (regression weight)
d = Disturbance Term (error)
2) Persamaan spesifikasi model pengukuran.
Pada spesifikasi ini peneliti menentukan variabel mana mengukur faktor
(konstruk) mana serta menentukan serangkaian matrik yang menunjukan
korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau faktor. Persamaan untuk model
pengukuran dapat digambarkan sebagai berikut :
Variabel = faktor eksogen + error
Persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut :
Variabel 1 (X
1
) = ?
1
Y
1
+ e
1
.......................................................................

2
Variabel 2 (X
2
) = ?
2
Y
2
+ e
2
........................................................................

3
Variabel 3 (X
3
) = ?
3
Y
3
+ e
3
......................................................................... 4
Dimana :
X
1
, X
2
, X
3
= Variabel yang di survei
? = Loading Factor
e = Error
Langkah ke 4: memilih matrik input dan estimasi model
Pada SEM hanya menggunakan matrik kovarians/matrik korelasi sebagai
data input untuk keseluruhan estimasi yang dilakukan. SEM ini pada mulanya
sebagai alat analisis yang berbasis pada matrik kovarians. Matrik kovarians
digunakan karena memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang
valid antara populasi yang berbeda atau sempel yang berbeda, hal ini tidak dapat


49
digunakan analisis korelasi. Menurut Baumgartner dan Homburg (1996), yang
dikutip dalam Ferdinand (2002), menyarankan agar menggunakan matrik
kovarians pada saat pengujian teori sebab kovarian lebih memenuhi assumsi
metodologi dan merupakan bentuk data lebih sesuai untuk memvalidasi
hubungan kausalitas. Kemudian ukuran sampel memegang peranan penting
dalam estimasi dan interpretasi hasil-hasil SEM. Ukuran sampel yang harus
digunakan menurut Hair et al. yang paling sesuai adalah antara 100-200. Apabila
ukuran sampel lebih dari 400 maka metode menjadi lebih sensitif sehingga sulit
mendapatkan ukuran goodness of fit yang baik. Ukuran sampel minimum 5
observasi untuk setiap estimasi parameter sehingga apabila jumlah
parameternya 20 maka jumlah sampel minimal 100.
Langkah ke 5: mengantisipasi munculnya masalah identifikasi
Salah satu masalah yang dihadapi dalam penggunaan estimasi model
kausal ini adalah masalah identifikasi. Problem identifikasi pada prinsipnya
adalah masalah mengenai ketidakmampuan dari model yang dikembangkan
untuk menghasilkan estimasi yang unik. Problem identifikasi dapat muncul gejala
sebagai berikut :
1) Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar.
2) Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya
disajikan
3) Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varian error yang negatif
4) Munculnya korelasi yang sangat tinggi antara koefisien estimasi yang didapat
(dapat lebih dari 0,9)
Langkah-langkah untuk menguji ada atau tidak adanya problem identifikasi
adalah sebagai berikut :
1) Model diestimasi berulang-ulang, dan setiap estimasi dilakukan dengan
menggunakan starting value yang berbeda-beda. Bila ternyata hasilnya
adalah model tidak konvergen pada titik yang sama setiap kali reestimasi
dilakukan.
2) Model dicoba diestimasi, kemudian angka koefisien dari salah satu variabel
dicatat, berikutnya koefisien itu ditentukan sebagai sasuatu yang fix pada
faktor atau variabel kemudian dilakukan estimasi ulang. Apabila estimasi
ulang ini overall fit indeknya berubah total dan berbeda sangat besar dari
sebelumnya diduga terdapat problem identifikasi. Disarankan apabila setiap


50
estimasi muncul problem identifikasi ini, model ini sebaiknya dipertimbangkan
ulang dengan mengembangkan lebih banyak konstruk.
Langkah ke 6: evaluasi kriteria goodness of fit.
Pada langkah ini peneliti harus menggunakan indikator-indikator
goodness of fit dalam menilai fit suatu model. Peneliti tidak boleh hanya
menggunakan satu indeks atau beberapa indeks saja untuk menilai suatu model
fit, akan tetapi harus mempertimbangkan seluruh indeks. Berikut disajikan
beberapa indeks sebagai kreteria goodness of fit (Ghozali dan Fuad 2005):
1) Chi-Square dan Probability.
Nilai probabilitas chi-square adalah signifikan (p = 0,00). Apabila hasil
analisis didapatkan lebih besar dari p = 0,00 , maka model dikatakan tidak fit.
2) ?/df.
Ratio perbandingan antara nilai chi-square dengan degrees of freedom
(X/df). Nilai yang diperoleh harus lebih rendah dari cut-off model sebesar 5
disarankan oleh Wheaton (1977) yang diacu dalam Ghozali dan Fuad (2005).
3) RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation)
Hipotesis dapat diterima apabila hasil evaluasi menunjukkan angka
RMSEA yang jauh lebih kecil dari 0,05 (Joreskog dan Sorbom 2005).
4) NFI (Normed Fit Index)
Nilai ini ditemukan oleh Bentler dan Bonetts (1980) yang diacu dalam
Ghozali dan Fuad (2005) merupakan salah satu untuk menentukan model fit.
Hasil analisis suatu model dikatakan fit apabila nilai NFI mendekati atau lebih
besar dari pada 0,9. Jika tidak fit diduga model terlalu komplek.
5) NNFI (Non Normed Fit Index)
Nilai NNFI ini digunakan untuk mengatasi permasalahan kompleksitas
model dalam perhitungan NFI, nilai untuk NNFI lebih besar 0.9.
6) CFI (Comparative Fit Index)
Suatu model dikatakan fit (baik) apabila hasil analisis memiliki nilai
mendekati 1 dan 0,9 adalah batas model fit (Bentler 1990 yang diacu dalam
Ghozali dan Fuad 2005).
7) IFI (Incremental Fit Index)
Suatu model dikatakan fit apabila nilai IFI lebih besar 0,9 (Byrne 1998 di
acu dalam Ghozali dan Fuad 2005).
8) RFI (Relative Fit Index (RFI)


51
Nilai RFI berkisar antara 0 sampai 1, dimana nilai semakin mendekati 1,
maka model dikatakan Fit.

9) GFI (Goodness of Fit Indices)
Goodness of fit indices (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai
ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI
untuk menghasilkan model yang fit berkisar antara 0 sampai 1 atau lebih besar
dari 0,9 (Diamantopaulus dan Siguaw 2000 yang diacu dalam Ghozali dan Fuad
2005).
10) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index)
Nilai AGFI adalah sama dengan GFI tetapi sudah menyesuaikan
pengaruh dengan degrees of freedom pada suatu model.
11) PGFI (parsimony goodness of fit index)
Nilai batasan lebih besar 0,6 model dikatakan baik (Byrne 1998).
Berdasarkan batasan dan kriteria untuk menilai suatu model di atas maka suatu
model akan diuji melalui goodness of fit (Tabel 2)
Tabel 2. Goodness of fit statistics
No Goodness of Fit Index Cut-Off Value
1 Chi square dan Probability = 0,00
2 ?/ df = 5
3 RMSEA 0,06 0,08
4 NFI = 0,9
5 NNFI = 0,9
6 CFI = 0,9
7 IFI = 0,9
8 RFI = 0,9
9 GFI = 0,9
10 AGFI = 0,9
11 PGFI = 0,6
Sumber: Ghozali dan Fuad (2005)
Disamping hal di atas perlu diuji pula nilai analisis dengan melihat nilai :
1) ECVI (Expected Cross Validation Index)
Hasil analisis mengharuskan nilai ECVI penelitian lebih rendah dari nilai
ECVI for saturated ataupun nilai ECVI for independence model, artinya model
baik untuk direplikasikan pada penelitian berikutnya.


52
2) AIC dan CAIC (Akaikes Information Criterion )
Digunakan untuk menilai masalah parsimony dalam penilaian model fit.
Nilai AIC sensitive terhadap jumlah sampel sedang CAIC tidak (Bandalos 1993
dalam Ghozali dan Fuad 2005). Hasil analisis nilai AIC dan CAIC harus lebih
kecil dari AIC model saturated dan independence untuk membuktikan bahwa
model dikatakan fit.
Langkah ke 7: Interpretasi dan modifikasi model
Apabila langkah-langkah sebelumnya sudah dilaksanakan dan model
cukup baik maka langkah berikutnya dalam SEM melakukan interpretasi.
1) Interpretasi
Penggunaan SEM bukan untuk menghasilkan teori, tetapi menguji model
yang mempunyai pijakan teori yang benar dan baik. Berdasarkan pemikiran ini
maka interpretasi dari model dapat diterima atau tidak diperlukan kekuatan
prediksi dari model dibandingkan dengan residual yang dihasilkan.
Dengan mengunakan standardized residual covariance matrik akan
dihasilkan nilai residual stantard. Apabila interpretasi terhadap residual yang
dihasilkan model melalui pengamatan variabel mempunyai nilai residual standard
lebih besar dari besaran tertentu maka model dapat diterima sehingga tidak perlu
dilakukan modifikasi model.
2) Indeks modifikasi
Apabila model belum baik perlu diadakan modifikasi dan di dalam
penggunaan indeks modifikasi ini adalah sebagai pedoman untuk melakukan
modifikasi terhadap model yang diujikan dengan syarat harus terdapat justifikasi
teoritis yang cukup kuat untuk modifikasi.

53
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
PPSNZ Jakarta terletak di Jalan Muara Baru Ujung, Muara Baru
Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Karena itu PPSNZ Jakarta sering disebut
Pelabuhan Muara Baru. Secara geografis PPSNZ Jakarta terletak pada empat
titik koordinat, yaitu : A (106
o
48 15BT / 6
o
618LS), B (106
o
47 14BT /
6
o
620LS ), C (106
o
48 14BT / 6
o
532 LS), D (106
o
47 44BT / 6
o
534LS).
Informasi tentang posisi dari lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1.
PPSNZ Jakarta di sebelah utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa,
di sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Penjaringan, di sebelah timur
berbatasan dengan Pelabuhan Sunda Kelapa, di sebelah barat berbatasan
dengan Waduk Pluit.
PPSNZ Jakarta memiliki luas keseluruhan 111 hektar (ha). Luasan ini
terbagi dalam tiga kawasan, yaitu areal industri 40 hektar, areal Unit Pelaksana
Teknis dan PPPS 31 hektar dan kolam pelabuhan 40 hektar.
4.1.1 Peran PPSNZ Jakarta dalam Mendukung Pengembangan Industri
Perikanan
Salah satu prasarana pembangunan perikanan tangkap yang sangat
strategis keberadaannya adalah PPSNZ Jakarta. Peran penting PPSNZ Jakarta
antara lain adalah sebagai sarana tambat-labuh dan bongkar-muat kapal
perikanan, sentra pembinaan kepada nelayan serta sebagai pusat
pengembangan usaha pendukung (hulu dan hilir). Melalui dampak ganda
(multiplier effect), keberadaaan PPSNZ Jakarta telah memberikan stimulasi
tumbuhnya perekonomian lokal (regional) yang secara langsung telah
memberikan dampak bagi peningkatan pendapatan masyarakat sekitarnya.
Dengan demikian, PPS Jakarta perlu semakin ditingkatkan, sehingga dapat lebih
berperan secara optimal bagi pengembangan usaha perikanan tangkap secara
umum.
Penyediaan prasarana berupa PPSNZ Jakarta diharapkan mampu
memberikan dukungan pengembangan industri di masa mendatang terutama
menghadapi era globalisasi, sehingga jenis dan kapasitas fasilitas yang dibangun
dikawasan pelabuhan perikanan samudera dipersiapkan sesuai dengan
kebutuhan pengembangan industri. Pada mulanya sasaran pembangunan PPS
adalah untuk mengembangkan pemasaran ikan sistem rantai dingin (cold chain


54
system), namun dengan semakin meningkatnya kebutuhan ikan akibat semakin
bertambahnya jumlah penduduk maka pembangunan PPS dikembangkan untuk
mendorong berkembangnya industri perikanan. Pemerintah selain menyediakan
fasilitas juga mempersiapkan organisasi pengelola yang benar-benar mampu
untuk melayani segenap kegiatan industri perikanan.
Kebijakan pemerintah selanjutnya dijabarkan kedalam suatu program,
dimana untuk program PPS diarahkan sebagai pusat industri perikanan dari hulu
sampai hilir serta sebagai pusat pembinaan nelayan. Harapannya adalah
keberadaan PPS akan mampu menjadi pusat pertumbuhan ekonomi perikanan
dimana industri dan jasa-jasa terkait dengan usaha perikanan ada di pelabuhan
perikanan.
Untuk dapat mengimplementasikan kebijakan dan program pemerintah
diatas pengelola pelabuhan perikanan harus mampu :
1) Memberikan pelayanan prima bagi pengguna jasa pelabuhan perikanan
samudera antara lain memberikan pelayanan yang cepat dan tepat waktu
serta sesuai kebutuhan pelanggan.
2) Menciptakan PPSNZ Jakarta yang bersih dan sehat.
3) Memberikan kesempatan yang sama kepada pengguna jasa pelabuhan
perikanan samudera didalam memperoleh fasilitas.
4) Melakukan pengendalian terhadap segenap kegiatan didalam kawasan
pelabuhan perikanan samudera.
PPSNZ Jakarta ditetapkan sebagai pelabuhan perikanan dengan
klasifikasi pelabuhan samudera berarti harus mampu melayani kapal perikanan
di atas 60 GT dan menampung 100 buah kapal sekaligus; serta melayani kapal
ikan yang beroperasi diperairan lepas pantai; Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan
perairan internasional. Untuk melayani jumlah ikan yang didaratkan oleh kapal
ikan sebesar 200 ton/hari atau 40.000 ton pertahun disediakan gudang pendingin
berupa coldstorage; tempat pelayanan ikan serta penyediaan sarana untuk
pemasaran baik domestik maupun ekspor. Mengingat komoditi perikanan cepat
sekali mengalami kemunduran mutu disediakan fasilitas pembinaan mutu.
Sebagai pendukung kegiatan produksi, processing dan pemasaran ikan
pemerintah menyediakan berbagai fasilitas seperti pabrik es, air bersih, listrik,
BBM solar, bengkel, telepon. Apabila kebutuhan fasilitas masih dirasakan belum
memadai maka pihak swasta juga melengkapi kebutuhan industri seperti ikan
umpan, garam, pengepakan ikan dan sebagainya.


55
4.1.2 Fasilitas PPSNZ Jakarta
PPSNZ Jakarta yang dibangun sejak tahun 1980, resmi beroperasi pada
tahun 1984. Pelabuhan perikanan ini dirancang untuk melayani kapal-kapal
perikanan yang berukuran > 60 GT yang dioperasikan diperairan laut lepas
pantai Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan perairan
internasional serta dapat melayani kegiatan ekspor. Sebagai pusat distribusi ikan
yang melewati jalan darat, PPSNZ Jakarta menjadi pusat pemasaran ikan dari
berbagai daerah di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
Untuk menunjang kegiatan operasional PPSNZ Jakarta disediakan
berbagai sarana /fasilitas pelabuhan antara lain dermaga untuk mendaratkan
ikan, tempat pelelangan ikan, coldstorage, fasilitas industri pengolahan ikan
berupa kawasan industri perikanan, pabrik es, serta berbagai fasilitas pendukung
kegiatan perikanan.
Fasilitas pelabuhan perikanan terbagi kedalam tiga kelompok yaitu
fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang.
(1) Fasilitas pokok
Fasilitas pokok pelabuhan perikanan samudera (PPS) terdiri dari: lahan
industri perikanan, dermaga, kolam pelabuhan, penahan gelombang, rambu
navigasi, turap penahan longsor (revetment), jalan komplek. Berikut penjelasan
secara rinci setiap fasilitas tersebut.
1) Lahan untuk industri perikanan
Tanah kawasan untuk industri perikanan di PPSNZ Jakarta seluas 111 ha
terdiri dari 40 ha berupa kolam pelabuhan, kawasan daratan dengan status
sertifikat hak pakai (HP) seluas 31 ha dipergunakan untuk perkantoran, fasilitas
umum, pertokoan. Lainnya berupa kawasan industri perikanan dengan status
hak pengelolaan (HPL) seluas 40 ha. Dengan demikian kawasan daratan yang
bersertifikat hak pakai (HP) merupakan kawasan untuk kepentingan pelayanan
umum dan yang bersertifikat hak pengelolaan (HPL) diusahakan untuk kawasan
industri perikanan.
Kawasan yang disiapkan untuk membangun industri perikanan seluas 40
ha, terbagi menjadi 15 blok dan masing-masing bloknya seluas sekitar 2-3 ha.
Kemudian masing-masing blok masih dibagi per kapling yang luasnya
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing industri (sekitar 2.000-2.500 m/


56
kapling) untuk disewa dengan status hak pakai atau hak guna bangunan. Lay out
pembagian blok industri perikanan di PPSNZ Jakarta di sajikan pada Gambar 9.


Gambar 9 Lay out pembagian blok industri perikanan di PPSNZ Jakarta.

2) Dermaga
Untuk melayani persiapan kapal mengisi perbekalan kelaut dan
membongkar hasil tangkapan ikan disediakan dermaga sepanjang 1.674 m.
Sesuai dengan tujuan penggunaannya dermaga terbagi menjadi dermaga
bongkar ikan (unloading), dermaga muat (loading) untuk persiapan operasi
melaut dan pelayanan kapal angkutan ikan serta dermaga tambat istirahat
(berthing).

3) Kolam pelabuhan
Digunakan untuk pergerakan kapal didalam pelabuhan disediakan kolam
pelabuhan seluas 40 ha dengan kedalaman antara -4,5 sampai dengan 7
meter (Gambar 10). Kapasitas fasilitas ini dipersiapkan untuk dapat
mengakomodir kapal ikan berbobot sampai 3.000 GT.


57

Gambar 10 Kolam PPSNZ Jakarta.
4) Penahan gelombang (Breakwater)
Untuk melinndungi kapal yang sedang tambat di dermaga dan labuh di
kolam pelabuhan perikanan dari pengaruh gelombang laut dibangun pemecah
gelombang (breakwater) dikedua sisi kolam pelabuhan yang masing-masing
sepanjang 750 m dan 290 m.
5) Rambu navigasi
Untuk memandu kapal ikan yang akan masuk atau keluar pelabuhan
perikanan terutama pada malam hari, pada bagian ujung penahan gelombang
(breakwater) dipasang 2 (dua) buah rambu navigasi berwarna hijau dan merah
sebagai tanda alur keluar masuk (pintu) pelabuhan perikanan.
6) Turap ( Revetment )
Untuk menahan tanah agar tidak mengalami abrasi kepantai dan kolam
pelabuhan dibangun revetment pada sisi sebelah barat 1.480 m dan timur 1.560
m pelabuhan, yang berfungsi juga untuk melindungi lahan kawasan industri
pelabuhan perikanan (Gambar 11).


58

Gambar 11 Turap (revetment) untuk menahan longsor tanah PPSNZ Jakarta.
7) Jalan kompleks
Fasilitas ini dibangun untuk melayani transportasi ikan dari dermaga ke
kawasan industri, maupun ke tempat pelelangan ikan serta pusat pemasaran
ikan. Demikian pula untuk melayani kepentingan suplai bahan logistik dari luar
kawasan masuk ke pelabuhan perikanan. Jalan komplek disediakan sepanjang
53.256 m (Gambar 12).


Gambar 12 Jalan komplek industri dan masyarakat di PPSNZ Jakarta
(2) Fasilitas fungsional
Fasilitas fungsional pelabuhan perikanan samudera (PPS) terdiri dari:
tempat pendaratan ikan tuna (tuna landing center/ TLC), tempat pelelangan ikan
(TPI), gudang pendingin (cold storage), pabrik es, galangan kapal, stasiun


59
pengisian bahan bakar, kantor pelayanan terpadu, ruang pengolahan, balai
pertemuan nelayan, pusat pemasaran ikan (PPI), pos keamanan. Berikut adalah
penjelasan rinci setiap fasilitas tersebut.
1) Tempat pendaratan ikan tuna (Tuna Landing Center/ TLC ).
Dibangun untuk melayani pendaratan dan pengepakan ikan tuna, yang
terletak pada sisi timur kolam pelabuhan perikanan sebanyak 29 lokasi
dengan luas bangunan seluruhnya 13.143 m2 (Gambar 13).


Gambar 13 Tuna Landing Center (TLC) di PPSNZ Jakarta.
2) Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Luas bangunan 3.367 m2 (Gambar 14), disiapkan untuk melelang ikan yang
direncanakan kapal ikan mendaratkan 200 ton per hari. Sesuai tugas pokok dan
fungsi dikelola Koperasi dan Dinas perikanan DKI Jakarta.

Gambar 14 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPSNZ Jakarta.


60
3) Gudang pendingin (cold storage)
Gudang pendingin (cold storage) dilengkapi dengan ruang pembekuan milik
PPPS terdiri dari dua unit dengan kapasitas tampung masing-masing 800 ton
dan 200 ton (Gambar 15). Kondisi tidak optimal karena usia teknis dan mahalnya
biaya rehabilitasi, sedangkan milik swasta 15 unit dengan kapasitas 200 ton
1.500 ton.

Gambar 15 Coldstorage di PPSNZ Jakarta.
4) Pabrik es
Pembangunan pabrik es milik PPPS sebanyak 2 unit dengan total
kapasitas 200 ton per hari terdiri dari 1 unit dengan kapasitas 150 ton/hari dan 1
unit kapasitas 50 ton/ hari (Gambar 16). Disamping itu masih ada milik swasta
kapasitas 50 ton per hari.


Gambar 16 Pabrik es milik Perum PPSNZ Jakarta


61
5) Galangan Kapal
Disiapkan untuk melayani perbaikan kapal ikan berupa 3 buah slipway yang
dilengkapi dengan 1 unit bengkel, kapasitas slipway mampu melayani kapal ikan
berbobot sampai 500 GT (Gambar 17). Sedangkan untuk kapal ikan di atas 200
GT dibangun oleh swasta dengan system angkat.
6) Stasiun pengisian bahan bakar (SPBB)
Stasiun pengisian bahan bakar minyak berupa tongkang minyak solar terdiri
dari 4 (empat) unit dengan kuota 15.000 kl per bulan untuk kapal industri
perikanan
7) Kantor pelayanan terpadu
Bangunan kantor seluas 1.682 m
2
untuk melayani segenap kegiatan
perikanan sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi, terdiri dari
instansi unit pelaksana teknis (UPT), PERUM PPS, Syahbandar, Pengawas
kapal ikan, Dinas Perikanan DKI, dan Instansi terkait lainnya.
8) Ruang pengolahan
Terdiri dari 18 unit dengan luas bangunan 26.245 m
2
untuk proses
pengolahan dan 56 unit dengan luas bangunan 1.120 m untuk pengepakan ikan
9) Balai pertemuan nelayan (BPN)
Dibangun sebagai sarana kegiatan penyuluhan nelayan dengan luas
bangunan 144 m
2


Gambar 17 Slipway milik Perum PPS Jakarta.



62

10) Pusat pemasaran Ikan (fish market center)
Luas bangunan 3.965 m, direncanakan untuk melayani pemasaran ikan
yang didatangkan dari luar daerah sebesar 150 ton / hari (Gambar 18).


Gambar 18 Pusat Pemasaran Ikan (PPI) di PPSNZ Jakarta.
11) Pos keamanan
Untuk melayani keamanan kegiatan masyarakat di areal pasar ikan
disediakan pos keamanan seluas 150 m
2
untuk aparat kepolisian, keamanan laut
(KAMLA) dan satuan pengamanan (SATPAM).
(3) Fasilitas penunjang
Fasilitas penunjang PPSNZ Jakarta terdiri dari: mess operator, kios/took,
tempat untuk istirahat (rest house), wisma tamu (guest house), unit pengolah
limbah. Berikut penjelasan setiap fasilitas tersebut.
1) Mess operator
Dibangun untuk keperluan penginapan petugas pelabuhan perikanan yang
melakukan kegiatan pelayanan pada malam hari, luas bangunan 192 m
2
2) Kios/Toko
Bangunan seluas 1.640 m
2
disediakan untuk pengusaha yang melayani
kebutuhan bahan dan alat pendukung kegiatan perikanan
3) Rest house
Tempat untuk istirahat (rest house) para petugas pelabuhan perikanan
dibangun seluas 460 m
2



63
4) Wisma tamu (guest house)
Dibangun 1 unit wisma tamu seluas 296 m
2
untuk menginap tamu yang
berkunjung dan berasal dari luar daerah
5) Unit pengolah limbah
Dibangun 1 unit pengolah limbah (UPL) yang berasal dari industri perikanan
dikawasan PPSNZ Jakarta dengan kapasitas 1000 m per hari

Kondisi sarana/fasilitas tersebut pada umumnya baik kecuali jalan
komplek yang rawan kerusakan akibat tergenang air laut pada saat pasang tinggi
air laut. Genangan air laut ini meluas pada lahan-lahan yang mengalami
penurunan karena terjadi settlement sebagai konsekuensi dari areal yang
merupakan hasil reklamasi pada saat pembangunan tahun 1982. Demikian juga
bangunan tanpa pondasi tiang pancang umumnya terjadi penurunan.
4.1.3 Pengelolaan PPSNZ Jakarta
Pengelolaan Pelabuhan Perikanan dikoordinasikan oleh UPT pelabuhan
perikanan samudera sebagai instansi pemerintah yang melakukan tugas-tugas
pemerintahan. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya didalam pelabuhan
perikanan mengkoordinasi berbagai instansi yang terkait dalam pengelolaan
pelabuhan perikanan. Dengan demikian didalam PPSNZ Jakarta terdapat
berbagai instansi terdiri atas (1) UPT pelabuhan perikanan samudera; (2)
Perusahaan umum prasarana perikanan samudera (PPPS); (3) Dinas perikanan
DKI Jakarta; (4) Kantor kesehatan pelabuhan Departemen Kesehatan; (5)
Syahbandar Departemen Perhubungan (6) Imigrasi; (7) Bea dan Cukai; (8)
Karantina Ikan dan (9) POLRI.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing instansi
didalam melayani masyarakat perikanan didalam kawasan pelabuhan perikanan
maka diatur didalam Keputusan Menteri Pertanian no. 1082/Kpts/OT.210/10/99
tertanggal 13 Oktober 1999 tentang Tata Hubungan Kerja Unit Pelaksanaan
Teknis Pelabuhan Perikanan dengan Instansi terkait. Secara rinci tugas pokok
dan fungsi dari masing-masing instansi adalah sebagai berikut.
(1) Unit pelaksana teknis (UPT) PPSNZ Jakarta
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP. 26
I/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan
Perikanan, menetapkan bahwa PPSNZ Jakarta adalah unit pelaksana teknis


64
Direktorat Jenderal Perikanan di bidang prasarana pelabuhan perikanan yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan
yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan di dalam PPSNZ Jakarta. Struktur
organisasi PPSNZ Jakarta digambarkan pada Gambar 19.

KEPALA
SUB BAGIAN
KEUANGAN
BIDANG TATA
OPERASIONAL
BIDANG
PENGEMBANGAN
SEKSI
SARANA
SEKSI
TATA PELAYANAN
SEKSI
KESYAHBANDARAN
PERIKANAN
SEKSI
PEMASARAN DAN
INFORMASI
BAGIAN
TATA USAHA
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
SUB BAGIAN
UMUM

Gambar 19 Organisasi UPT-PPSNZ Jakarta.

Selain itu PPSNZ Jakarta adalah salah satu pelabuhan perikanan yang
diusahakan. Pelabuhan perikanan yang diusahakan adalah pelabuhan perikanan
yang sebagian sarananya dikelola secara produktif dan ekonomis oleh badan
usaha milik negara berbentuk PPPS.
PPSNZ Jakarta mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pelabuhan
perikanan; pengawasan penangkapan ikan; dan pelayanan teknis kapal
perikanan. Dalam melaksanakan tugas tersebut PPSNZ Jakarta
menyelenggarakan fungsi:
1) Perencananan pengendalian pelaksanaan pembangunan, pengembangan
dan pemeliharaan serta koordinasi pemanfaatan sarana pelabuhan
perikanan.
2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyabandaran pelabuhan
3) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan
kebersihan kawasan pelabuhan perikanan
4) Pengembangan dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat perikanan


65
5) Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi diwilayahnya untuk peningkatan
produksi, distribusi dan pemasaran hasil perikanan
6) Pelaksanaan pengawasan penangkapan, penanganan, pengolahan,
pemasaran, dan mutu hasil perikanan
7) Pelaksanaan pengumpulan data, pengolahan dan penyajian data dan statistik
perikanan
8) Pengembangan dan pengelolaan system informasi dan publikasi hasil riset,
produksi, dan pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya
9) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari
10) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Dikaitkan dengan ketentuan Menteri Pertanian diatas, UPT pelabuhan
perikanan samudera mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang terinci
sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan pembangunan, pengembangan dan pengelolaan sarana
pokok dan penunjang yang menjadi aset pemerintah.
2) Menyelenggarakan pelayanan teknis terhadap kapal perikanan
3) Menyelenggarakan keamanan, ketertiban dan kebersihan di pelabuhan
perikanan
4) Menyelenggarakan fungsi kesyabandaran khususnya dalam menertibkan
surat ijin berlayar (SIB) bagi kapal di pelabuhan perikanan yang terletak diluar
daerah lingkungan kerja pelabuhan umum; dan
5) Mengkoordinasi kan kegiatan instansi tekait di pelabuhan perikanan

Ketersediaan sumberdaya manusia UPT-PPSNZ Jakarta sesuai tugas
pokok dan fungsi ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Tingkat pendidikan SDM UPT-Nizam Zachman
No Tahun SD SMP SMA DIII S1 S2 S3 Jumlah
1 2001 2 2 39 6 17 5 0 71
2 2002 2 2 36 7 17 5 0 69
3 2003 1 3 37 6 17 5 0 69
4 2004 1 3 37 6 18 6 0 71
5 2005 1 3 38 7 16 10 0 75

Sumber: UPT-PPSNZ Jakarta


66
(2) Perum Prasarana Perikanan Samudera ( PPPS)
Pembentukan PPPS melalui peraturan pemerintah Republik Indonesia
no. 2 tahun 1990 Jo. no. 23 tahun 2000 Struktur organisasi PPPS Jakarta sesuai
surat keputusan Direksi PPPS nomor. Kep-010/PPPS/KPTS/Dir.A/IV/2004 tahun
2004 disajikan pada Gambar 20.

KEPALA CABANG
JAKARTA
DIVISI KEUANGAN
& ADMINISTRASI
DIVISI USAHA
PELAYANAN KAPAL
DIVISI PELAYANAN
ANEKA JASA
DIVISI PELAYANAN
TEKNIK
SUB. DIV. KEUANGAN
SUB. DIV. RUMAH
TANGGA PERLENGKAPAN
DAN KEAMANAN
SUB. DIV. TATA USAHA
DAN HUKUM
SUB. DIV. PERSONALIA
SUB. DIV. PERENCANAAN
DAN DATA STATISTIK
SUB. DIV. COLDSTORAGE
SUB. DIV. PABRIK ES
DAN PERBEKALAN
SUB. DIV. TAMBAT
LABUH, DOK & KAPAL
SUB. DIV. COLDSTORAGE
SUB. DIV. PUSAT
PEMASARAN IKAN
SUB. DIV. TANAH &
BANGUNAN
SUB. DIV. SARANA
PENDINGIN
SUB. DIV. SARANA
ANEKA JASA
SUB. DIV. SARANA KAPAL
SUB. DIV. SARANA
UMUM
KA. URUSAN
KA. URUSAN KA. URUSAN
KA. URUSAN

Gambar 20 Organisasi PPPS Jakarta.

Pengelolaan fasilitas pelabuhan perikanan oleh PPPS merupakan salah
satu kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan pelayanan pelabuhan
perikanan, yang terdiri dari kantor pusat PPPS yang berada di Jakarta dan 9
(sembilan) cabang diseluruh Indonesia, yakni Cabang PPS Jakarta, Cabang PPS
Belawan, Cabang PPS Pekalongan, Cabang PPS Brondong, Cabang PPS
Pemangkat, Cabang PPS Lampullo, Cabang PPS Tarakan, Cabang PPS
Banjarmasin, dan Cabang PPS Prigi. Sesuai dengan Keputusan Menteri
Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99 tertanggal 13 Oktober 1999 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan dinyatakan bahwa PPPS
mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pelayanan barang
dan atau jasa dan pengusahaan sarana komersial pelabuhan perikanan. Sarana
komersial adalah sarana di pelabuhan perikanan yang dapat dikelola secara
produktif dan ekonomis. Sarana non komersial adalah sarana di pelabuhan
perikanan yang tidak dapat dikelola secara produktif dan ekonomis. Sehingga


67
secara umum kewajiban, wewenang dan tanggung jawab PPPS di pelabuhan
perikanan yang diusahakan adalah dalam hal :
1) Pengelolaan sarana pokok pelabuhan perikanan. pelayanan tambat labuh
dan bongkar muat ikan di dermaga dan dalam hal (1) melaksanakan
pemeliharaan dermaga dan kelengkapannya antara lain bolder, fender,
penerangan dan lantai dermaga; (2) melaksanakan pemantauan dan
pengawasan atas kondisi dermaga dan kolam pelabuhan secara berkala dan
berkesinambungan; (3) pelayanan tambat labuh dan bongkar muat;
2) Pengelolaan lahan kawasan industri
3) Pengelolaan sarana fungsional, sarana penunjang dan pengusahaan barang
dan atau jasa yang berasal dari pihak ketiga, dan
4) Pelayanan kapal, pasar grosir ikan dan pelaksanaan ekspor-impor

Ketersediaan sumberdaya manusia yang terlibat didalam pelayanan pelabuhan
perikanan tampak pada Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat Pendidikan SDM Perum PPSNZ Jakarta
No Tahun SD SMP SMA DIII S1 S2 S3 Jumlah
1 2001

18 28

134

9

14 - - 203
2 2002

21 25

146

9

14 - - 215
3 2003

19 27

131

6

13

1 - 196
4 2004

21 22

143

12

17

1 - 215
5 2005

19 20

141

11

21

3 - 212

Sumber: Perum PPSNZ Jakarta
(3) Dinas Perikanan DKI Jakarta
Dinas perikanan DKI Jakarta berkepentingan dalam kegiatan pengelolaan
PPSNZ Jakarta sesuai dengan Peraturan Daerah (PERDA) No. 8 tahun 1985
tentang pelaksanaan pelelangan ikan, serta adanya pusat pemasaran ikan (PPI)
yang aktivitasnya dilakukan pada malam hari.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99
tertanggal 13 Oktober 1999 tentang Organisasi dan Tata hubungan Kerja unit


68
pelaksana teknis pelabuhan perikanan dengan instansi terkait dalam pengelolaan
pelabuhan perikanan dinyatakan bahwa dinas perikanan mempunyai wewenang
dan tanggung jawab pembinaan teknis perikanan sesuai dengan kewenangan
Pemerintah Daerah dibidang perikanan. Mengingat keberadaan PPSNZ Jakarta
berada di DKI Jakarta, maka dinas perikanan sangat berkepentingan juga
didalam tugas-tugas pengumpulan data baik jumlah ikan, pengolahan, kegiatan
pemasaran maupun kegiatan perikanan lainnya yang ada dikawasan PPSNZ
Jakarta.
(4) Kantor Syahbandar
Kantor syahbandar sebagai perwakilan dari Departemen Perhubungan
mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pengawasan yang
berkaitan dengan keselamatan berlayar bagi kapal perikanan.
(5) Kantor Kesehatan
Kantor kesehatan mempunyai wewenang dan tanggung jawab melakukan
penanganan dan pengawasan kesehatan dilingkungan pelabuhan perikanan
seperti pemberian vaksinasi, pengobatan, pemeriksaan yang meninggal di kapal
perikanan, menanggulangi / mencegah berjangkitnya penyakit menular.
(6) Kantor Imigrasi
Kantor imigrasi mempunyai wewenang dan tanggung jawab
melaksanakan pengawasan terhadap anak buah kapal (ABK) asing yang
keluar/masuk wilayah Republik Indonesia.
(7) Kantor Bea dan Cukai
Kantor Bea dan Cukai mempunyai wewenang dan tanggung jawab
melaksanakan pengawasan terhadap barang-barang muatan kapal perikanan
dari/ke luar negeri yang berkaitan dengan pabean.
(8) Karantina Ikan
Karantina ikan mempunyai berwenang dan bertanggungjawab
melaksanakan karantina ikan baik antara area maupun antar negara.
(9) POLRI
POLRI mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan
penanganan, penyidikan dan penaggulangan kasus-ksus kejahatan
umum/kriminal dilingkungan pelabuhan perikanan.


69
4.1.4 Kinerja PPSNZ Jakarta
Menurut data statistik pelabuhan perikanan tahun 1999 jumlah kapal
motor yang mendarat berjumlah 6.235 buah. Walaupun pada tahun 2003 terjadi
penurunan jumlah kapal ikan yang mendaratkan di PPSNZ Jakarta sehingga
tinggal sejumlah 4.856 buah, akan tetapi jumlah industri perikanan yang
melakukan investasi masih cukup besar yaitu mencapai 139 unit dari berbagai
bidang usaha. Data dan informasi pelayanan PPSNZ Jakarta melalui PPPS dan
Swasta kepada industri perikanan periode tahun 2001-2005 (Tabel 5).

Tabel 5 Jenis pelayanan untuk industri perikanan di PPSNZ Jakarta Tahun
2001- 2005
No
Segmen
Usaha
Satuan 2001 2002 2003 2004 2005
1 Pelayanan Es Ton 56.812 61.957 53.680 48.239 38.285
2 Pelayanan
Coldstorage
Ton 501.666 399.133 318.792 270.788 288.470
3 Pelayanan
Telepon
Sst 168 171 182 186 204
4 Pelayanan
Listrik
Kwh 2.878. 227 3.278. 591 3.315. 025 3.852. 258 4.953. 048
5 Pelayanan Air Ton 189.050 246.652 325.591 208.999 86.137
6 Pelayanan
BBM
Ton 12.000 12.000 12.000 18.000 12.000
7 Pelayanan
Ruang &
Bangunan
M2 99.792 41.329 48.726 14.557 22.341
8 Pelayanan
Tanah
M2 231.440 69.076 197.855 69.466 74.954
9 Pelayanan
Tambat labuh
Kapal 5.500 5.438 3.657 3.647 3.660
10 Pelayanan
Bengkel
Order 132 198 221 277 215
11 Pelayanan
Dok
Kapal 132 198 221 277 215
Sumber : PPPS Jakarta.
4.1.5 Industri perikanan
Salah satu program Departemen Kelautan dan Perikanan adalah
pembangunan dan perbaikan mutu industri perikanan. Program ini cukup
beralasan karena dengan sebutan negara maritim yang memiliki kekayaan alam
berupa ikan yang dapat dijadikan bahan baku industri sekitar 6,7 juta per tahun.
Secara faktual kontribusi sektor perikanan masih sekitar 2% dengan eksport
earnings sebesar US $ 963,453 dan memperkerjakan lebih dari 2,7 juta jiwa,


70
akan tetapi kemiskinan di wilayah pesisir masih menjadi ciri khas sektor
perikanan (Fauzi 2002).
Berbagai kebijakan dan upaya pemerintah telah dilaksanakan untuk
memajukan industri perikanan, salah satunya adalah kebijakan menyediakan
sarana dan prasarana berupa PPSNZ Jakarta. Ditindak lanjuti dengan
membentuk suatu BUMN sebagai pengelola pelabuhan perikanan, serta
perangkat lunak berupa ketentuan yang mengatur pemanfaatan lahan pelabuhan
perikanan untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perikanan.
Upaya pemerintah ternyata menarik minat investor di bidang industri
perikanan untuk melakukan kegiatan perikanan di kawasan PPSNZ Jakarta.
Sampai dengan tahun 2005 tercatat ada 139 industri perikanan dengan berbagai
skala usaha melakukan kegiatan usaha di pelabuhan perikanan dan sesuai
kegiatannya industri perikanan tersebut terbagi kedalam 3 (tiga) kelompok besar:

(1) Industri penangkapan
Jumlah armada penangkapan yang tercatat di PPSNZ Jakarta tahun 2003
sekitar 1.258 unit kapal berukuran mulai dari 10 GT sampai diatas 500 GT.
Sedangkan komposisi jenis dan jumlah kapal yang melakukan aktivitas di PPSNZ
Jakarta pada Tabel 6

Tabel 6 Jumlah kapal ikan di PPSNZ Jakarta tahun 2003
Gross tonage (GT) Kapal Jumlah
Alat Tangkap
< 10 10-20 20-30 30-50 50-100 100-200 >200 Unit
Gillnet 50 41 192 1 21 8 0 313
Muroami 0 1 6 1 0 0 0 8
Long-Line 0 0 2 31 102 517 10 776
Boukeami 0 3 22 5 4 0 0 34
Purse-Seine 0 0 1 0 4 0 0 4
B u b u 3 1 13 3 3 0 0 20
Lain-lain 2 0 1 0 0 2 5 14
Pengangkut 37 3 15 2 4 9 19 89
Jumlah 92 49 252 43 252 536 34 1.258
Sumber : PPSNZ Jakarta


71

Gambar 21 Jenis kapal penangkapan ikan tuna.

Jenis kapal yang melakukan kegiatan hampir 60% kapal tuna berukuran
60 GT sampai lebih dari 500 GT (Gambar 21). Dikaitkan dengan jenis dan jumlah
kapal penangkapan ikan tuna yang melakukan aktivitas di PPSNZ Jakarta maka
jenis ikan yang dominan didaratkan adalah jenis ikan tuna (yellowfin tuna)
(Gambar 22). Produksi ikan disamping didaratkan melalui laut, sekitar 150 ton
per hari ikan memasuki PPSNZ Jakarta diangkut melalui darat dan langsung
dipasarkan di pusat pasar ikan. Jumlah produksi ikan yang dimasukkan ke
pelabuhan perikanan baik melalui laut maupun darat selain digunakan untuk
bahan baku industri processing untuk diolah menjadi produk olahan tetapi ada
juga yang dipasarkan dalam bentuk utuh (bulk fish) dieksport ke luar negeri.


Gambar 22 Jenis ikan tuna didaratkan.







72
Perkembangan dan komposisi produk yang didaratkan baik melalui dara
dan laut di PPSNZ Jakarta di sajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Produksi ikan didaratkan di PPSNZ Jakarta
Tahun Melalui Darat (ton) Melalui Laut (ton) Jumlah (ton)
1999 26.078 53.880 79.958
2000 27.904 53.471 81.375
2001 33.415 35.761 69.176
2002 22.819 32.726 55.545
2003 5.518 32.021 37.539

(2) Industri processing
Sampai dengan tahun 2005 tercatat 139 industri perikanan dengan
berbagai skala usaha yang melakukan kegiatan di PPSNZ Jakarta, 66 industri
perikanan diantaranya yang berskala besar melakukan kegiatan penangkapan,
pengolahan dan pemasaran langsung. Jenis produk olahan yang dihasilkan dari
industri pengolahan ada 24 jenis dipasarkan lokal maupun ekspor, khusus bentuk
utuh (bulk fish) di ekspor ke Jepang. Bahan baku diperoleh dari penangkapan,
membeli ikan antar pulau terutama dari Indonesia bagian timur dan yang
diangkut melalui jalan darat berasal dari pelabuhan perikanan Cilacap (Jawa
Tengah), Brondong (Jawa Timur), dan Lampung. Disamping dijual dalam bentuk
olahan, jenis ikan tuna dalam bentuk loin (Gambar 23) diekspor ke Amerika
Serikat dan Uni Eropa, serta Jepang.
Gambar 23 Industri processing tuna loin.



Proses
Pembuatan
Loin
Produk
Loin


73
(3) Pemasaran
Pemasaran produk perikanan yang didaratkan melalui pelabuhan
perikanan terbagi dalam 3 (tiga bentuk) yaitu pertama dipasarkan dalam bentuk
utuh (bulk fish). Jenis ikan tuna yang dijual utuh terutama tujuan Jepang karena
selain masih akan dipasarkan kembali dipasar setempat, permintaan ikan utuh
dimaksudkan akan dikonsumsi dalam bentuk mentah (tidak dimasak) dan sesuai
budaya di negara tujuan dikenal dengan nama sashimi. Untuk jenis ikan selain
tuna (tengiri, kembung, cucut dan lain-lain) dijual utuh akan tetapi terbatas pada
pasar lokal dan sebagai pasokan bahan baku industri processing. Sedangkan
bentuk kedua adalah bentuk loin (potongan dalam ukuran tertentu) yang
dipasarkan ke Amerika Serikat dan Uni Eropa (Gambar 24). Jenis ikan yang
dijual dalam bentuk loin pada umumnya ikan tuna. Bentuk ketiga adalah dalam
bentuk olahan (product development ) atau kalengan. Bentuk olahan ini sebagian
besar dijual lokal, sedangkan ikan yang diproses kaleng atau kalengan tanpa
diberi label diekspor ke Amerika Serikat.


Gambar 24 Jenis produk processing tuna loin pesanan pasar ekspor.

Data ekspor ikan yang tercatat berasal dari PPSNZ Jakarta periode tahun
1999 sampai tahun 2003 disajikan pada Tabel 8.




74
Tabel 8 Jumlah ekspor ikan dari PPSNZ Jakarta (ton)
Ekspor Tuna Ekspor Udang Ekspor Lainnya
Tahun
Segar Beku Segar Beku Segar Beku
1999 7.234 5.169 522 3.989 2.410 6.591
2000 8.273 5.475 1.945 4.210 4.702 8.722
2001 7.519 6.368 963 2.943 2.290 3.937
2002 9.532 4.744 1.762 4.456 559 1.602
2003 6.212 8.099 327 2.142 1.245 6.608

Kegiatan dan distribusi pemasaran ikan dikawasan PPSNZ Jakarta baik
ikan yang didaratkan melalui laut dan masuk melalui angkutan darat serta jalur
distribusi dan rantai pemasaran ikan baik ke perusahaan industri, pasar ikan lokal
dan ekspor dapat pada Gambar 25.
DIDARATKAN
KAPAL PERIKANAN
LAUT
IKAN / UDANG
DIANGKUT LEWAT
TRUCK
(DARAT)
KAPAL TUNA L L
DERMAGA
KAPAL ANGKUT
DERMAGA
KAPAL NON TUNA L L
DERMAGA
KAPAL TUNA L L
TEMPAT PENANGKAPAN
TUNA
CONTAINER
TEMPAT PELELANGAN
IKAN / TPI
INDUSTRI PROCESSING
& PEMBEKUAN
IKAN / UDANG
SEGAR / BEKU
PUSAT PEMASARAN
IKAN
EKSPOR
BEKU
EKSPOR
SEGAR
PELABUHAN
UDARA / BANDARA
PELABUHAN LAUT
TUNA BEKU
TUNA LOKAL
IKAN
SEGAR/BEKU
PENGECEKAN
E
K
S
P
O
R
L
O
K
A
L

Gambar 25 Distribusi dan rantai pemasaran ikan di PPSNZ Jakarta.

4.2 Hasil Analisis SEM
4.2.1 Kesesuaian model dengan data
Setelah model dianalisis melalui analisis faktor konfirmatori, maka
masing-masing variabel dalam model yang fit tersebut dapat digunakan untuk
konstruk laten, sehingga full model SEM dapat dianalisis. Hasil pengolahannya
dapat dilihat pada Gambar 25 dan Tabel 9.


75
Tabel 9 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model
Indeks ke sesuaian model terhadap data Syarat sebuah
model fit
Hasil
analisis
Evaluasi
model
Chi-square <1418,57 1334,85 Baik
Significance probability = 0,05 0,0009 Baik
RMSEA (root mean square error of
approximation)
= 0,08 0,061 Baik
GFI (goodness-of-fit index) = 0,90 0,95 Baik
AGFI (adjusted goodness-of- fit index) = 0,90 0,92 Baik
NFI (normed fit index) = 0,90 0,91 Baik
NNFI (non-normed fit index) = 0,90 0,92 Baik
IFI (incremental fit index) = 0,90 0,95 Baik
RFI (relatif fit index) 0 -1 0,90 Baik
CFI (comparative fit index) = 0,90 0,94 Baik


Gambar 26 Structural equation model dari industri perikanan di PPSNZ Jakarta

Hasil pengujian model menunjukkan bahwa model tersebut signifikan
pada a = 0,05. Tingkat signifikansi chi-square model menunjukkan angka 88,95 =
155,9 (Tabel 26). Nilai-nilai indeks seperti GFI, AGFI, NFI, NNFI, IFI, RFI, CFI
dan RMSEA berada dalam batas batas yang ditetapkan. Pengujian data
menunjukkan critical ratio (CR) = 2,89 yang berarti data menyebar normal.
LINGKUNGAN
INDUSTRI
PERIKANAN
KEBIJAKAN
PEMERINTAH
INTERNAL
INDUSTRI
EKSTERNAL
INDUSTRI
LINGKUNGAN
EKONOMI
X2
X3
X4
X5
X6
X9
X10
X11
X33
X34
X35
X36
X37
X38
X32 X31 X30 X29 X28 X27
X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23
X25 X26
X24 X13
X7
X8
X12
X1
3.48
2.78
2.61
3.50
2.91
2.71
3.39
KINERJA INDUSTRI
PERIKANAN
PELAYANAN
PELABUHAN
3,34
3.96
3.39
3.09
3.23
2.56
3,07
3.13 2.83 2.11 3.14 2.86
3.11 2.66 3.13 3.08 2.44 2.86
3.89 7.48 4.94
6.91 -0,94 5.22 8.17 1.43
DAYA SAING
GLOBAL
418
3.19
3.45
4,18
4,00
1.96
2.19
2.36 2.51
2.78
9.70 8.66 9.42 9.82 8.65 9.38 9.58 8.66 8.77 9.71 9.39 8.91
9.65
8.32
9.61
9.70
8.15
9.53
9.65
8.75
8.91
9.48
8.05
9.42
9.57
9.48
9.40
9.90 4.52 7.16 8.83 9.94 8.84 3.84 9.34
9,51
8,74
9.70
2.78
3.64
4.63
2.95
2.16
UJI GOODNESS OF FIT :
Chi -Square = 1334.85
DF = 771
RMSEA = 0,061
NFI = 0,91
NNFI = 0,92
CFI = 0,92
IFI = 0,95
RFI = 0,94
GFI = 0,95
AGFI = 0,92
PGFI = 0,61
2.73 2.11
3.21


76
Analisis descriptive statistic menunjukkan hasil bahwa data layak digunakan dan
dinyatakan fit termasuk model di terima dan tidak perlu dilakukan modifikasi.
Selanjutnya berdasarkan model fit ini akan dilakukan pengujian terhadap tiga
belas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.
Dari hasil uji terhadap nilai lambda atau faktor loading diperoleh nilai =
0.40 menunjukkan bahwa segenap variabel pada kebijakan pemerintah, kinerja
industri perikanan, lingkungan industri perikanan dan pelayanan pelabuhan
perikanan samudera serta daya saing global industri perikanan menunjukkan
berdimensi satu sama lain. Sebaliknya jika hasil analisis menunjukan nilai
lambda lebih kecil dari 0,40 maka variabel dinyatakan tidak berdimensi sama
dengan variabel lain untuk menjelaskan variabel laten (Tabel 10). Dari hasil
analisis Tabel 10 menunjukkan bahwa ke tigapuluh delapan variabel diatas
secara bersama menyajikan undimensionalitas variabel laten KIP, LIP, KB dan
PEL serta DSG.
Dari hasil uji terhadap bobot faktor disajikan dalam Tabel 11,
menunjukkan sampai sejauhmana kuatnya dimensi-dimensi itu membentuk faktor
latennya. Analisis dengan menggunakan uji-t terhadap regression weight,
apabila C.R (Critical Ratio) atau disebut juga dengan t-hitung dalam analisis
regressi nilai C.R. yang lebih besar dari 2,0 dinyatakan signifikan, maka hasil
analisis ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan tidak ada
perbedaan antara matriks kovarians sampel dengan matriks kovarians populasi
yang diestimasi diterima. Hal ini berarti model yang diusulkan dapat diterima dan
terdapat dua konstruk yang berbeda dengan dimensinya.
Apabila setiap variabel dari masing-masing variabel menunjukan nilai
regression weight atau standardized estimate = 2,58 dan ini sudah memenuhi
syarat sehingga dapat diterima. Demikian pula halnya dengan nilai C.R (Critical
ratio) = 2,0 dinyatakan signifikan berarti semua variabel yang dianalisis dapat
diterima. Di dalam analisis ini jika ditemui nilai korelasi tinggi tidak berarti
hubungan kausal sangat kuat dari setiap variabel. Nilai P secara keseluruhan
menunjukkan nilai = 0,05, sehingga variabel memiliki independensi variabel satu
dengan lainnya Tabel 11.






77
Tabel 10 Hasil uji nilai lambda atau faktor loading baku
Faktor Variabel Nilai lambda Pembanding Hasil
X
25
0,88 = 0,40 Berdimensi
X
26
0,55
Kebijakan pemerintah
(KB)
X
27
0,71
X
13
0,88 = 0,40 Berdimensi
X
14
0,69
X
15
0,79
X
16
0,93
X
17
0,82
X
18
0,85
X
19
0,83
X
20
0,86
X
21
0,81
X
22
0,68
X
23
0,74
Kinerja industri
perikanan (KIP)
X
24
0,78
Lingkungan industri
perikanan (LIP) :

X
1
0,88 = 0,40 Berdimensi
X
2
0,55
Internal industri (II)
X
3
0,84
X
4
0,64 = 0,40 Berdimensi
X
5
0,89
X
6
0,88
X
10
0,73
Eksternal Industri (EI)
X
12
0,82
X
7
0,70 = 0,40 Berdimensi
X
8
0,88
X
9
0,83
Lingkungan ekonomi
(LE)
X
11
0,81 Berdimensi
X
28
0,70 = 0,40
X
29
0,70
X
30
0,57
X
31
0,66
Pelayanan PPS (PEL)
X
32
0,65
X
33
0,52 = 0,40
X
34
0,70
X
35
0,57
X
36
0,55
X
37
0,67
Daya saing global
industri perikanan
(DSG)
X
38
0,66
Berdimensi








78
Tabel 11 Regression weight model industri perikanan memasuki era globalisasi
Regression Weights : US Estimate S . E C . R P
X
1
( Internal industri perikanan)
X
2
( Internal industri perikanan)
X
3
( Internal industri perikanan )
X
4
( Eksternal industri perikanan)
X
5
( Eksternal industri perikanan)
X
6
( Eksternal industri perikanan )
X
7
( Lingkungan ekonomi)
X
8
( Lingkungan ekonomi)
X
9
( Lingkungan ekonomi )
X
10
( Lingkungan industri perikanan)
X
11
( Lingkungan industri perikanan)
X
12
( Lingkungan industri perikanan )
X
13
( Kinerja industri perikanan)
X
14
( Kinerja industri perikanan)
X
15
( Kinerja industri perikanan)
X
16
( Kinerja industri perikanan )
X
17
( Kinerja industri perikanan )
X
18
( Kinerja industri perikanan )
X
19
( Kinerja industri perikanan )
X
20
( Kinerja industri perikanan )
X
21
( Kinerja industri perikanan)
X
22
( Kinerja industri perikanan)
X
23
( Kinerja industri perikanan)
X
24
( Kinerja industri perikanan)
X
25
( Kebijakan pemerintah)
X
26
( Kebijakan pemerintah )
X
27
( Kebijakan pemerintah)
X
28
( Pelayanan PPS)
X
29
( Pelayanan PPS)
X
30
( Pelayanan PPS)
X
31
( Pelayanan PPS)
X
32
( Pelayanan PPS)
X
33
(Daya saing global industri perikanan)
X
34
(Daya saing global industri perikanan)
X
35
(Daya saing global industri perikanan)
X
36
(Daya saing global industri perikanan)
X
37
(Daya saing global industri perikanan)
X
38
(Daya saing global industri perikanan)
0,17
0,38
0,17
0,17
0,37
0,21
0,19
0,32
0,30
0,14
0,21
0,36
0,16
0,35
0,20
0,13
0,32
0,24
0,20
0,34
0,32
0,16
0,26
0,34
0,19
0,46
0,22
0,054
0,30
0,42
0,57
0,080
0,22
0,36
0,23
0,21
0,38
0,32
0,60
0,11
0,061
0,64
0,10
0,072
0,069
0,094
0,090
0,059
0,074
0,11
0,08
0,11
0,072
0,059
0,10
0,085
0,077
0,11
0,10
0,066
0,92
0,11
0,048
0,061
0,045
0,057
0,057
0,061
0,069
0,056
0,070
0,087
0,067
0,065
0,091
0,081
2,73
3,48
2,78
3,61
3,50
2,91
2,71
3,39
3,34
3,96
3,09
3,39
2,11
3,13
2,83
2,11
3,14
2,86
2,66
3,13
3,11
2,44
2,86
3,08
4,00
7,48
4,94
-0,94
5,22
6,91
8,17
1,43
3,21
4,18
3,45
3,19
4,18
4,00
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009
0,0009

4.2.2 Hasil pengujian hipotesis
Analisis terhadap kinerja industri perikanan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya (H1, H2 dan H3) lingkungan industri perikanan dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya (H4 dan H5) dan pengaruh kebijakan pemerintah
terhadap pelayanan PPSNZ Jakarta (H6) menyimpulkan bahwa semua hipotesis
penelitian yang diajukan adalah terbukti benar karena nilai CR lebih besar dari
1,96 pada a = 0,05 (Tabel 12).


79
Tabel 12 Pengujian hipotesis
H Hipotesis Hasil C.R Kriteria
H1



H2



H3



H4



H5



H6



H7



H8



H9



H10



H11



H12



H13
Internal Industri akan berpengaruh positip
terhadap lingkungan Industri perikanan

Eksternal industri akan berpengaruh
positip terhadap lingkungan industri
perikanan

Lingkungan ekonomi akan berpengaruh
positif terhadap lingkungan industri
perikanan

Kebijakan pemerintah akan
mempengaruhi positif lingkungan industri
perikanan

Pelayanan pelabuhan perikanan akan
dipengaruhi secara positif oleh kebijakan
pemerintah

Pelayanan pelabuhan perikanan akan
mempengaruhi positif terhadap
lingkungan industri perikanan

Kinerja industri perikanan akan
dipengaruhi secara positif oleh kebijakan
pemerintah

Kinerja industri perikanan akan
dipengaruhi secara positif oleh
lingkungan industri perikanan

Kinerja industri perikanan akan
dipengaruhi secara positif oleh pelayanan
PPSNZ Jakarta

Daya saing global industri perikanan
akan dipengaruhi secara positif oleh
kebijakan pemerintah

Daya saing global industri perikanan
akan dipengaruhi secara positif oleh
kinerja industri perikanan

Daya saing global industri perikanan
akan dipengaruhi secara positif oleh
lingkungan industri perikanan

Daya saing global industri perikanan
akan dipengaruhi secara positif oleh
pelayanan PPSNZ Jakarta
3,23



2,56



3,07



4,63



2,95



2,78



2,51



2,19



2,78



3,64



2,36



1,96



2,16
Diterima



Diterima



Diterima



Diterima



Diterima



Diterima



Diterima



Diterima



Diterima



Diterima



Diterima



Diterima



Diterima


80
Setelah dilakukan analisis data dan pengujian terhadap tiga belas
hipotesis, akhirnya diperoleh bahwa semua CR dari semua hipotesis = 1,96
sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga belas hipotesis yang digunakan dalam
penelitian ini dapat diterima.
Tiga faktor berpengaruh penting (signifikan) terhadap kinerja industri
perikanan (KIP) yaitu lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah, dan
pelayanan PPSNZ Jakarta termasuk komponen-komponen pentingnya telah
teridentifikasi (Tabel 34). Pada faktor lingkungan industri perikanan, ke 3 variabel
yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja industri perikanan adalah
variabel industri pemasok (X
7
nilai CR = 3,96), variabel teknologi ( X
4
nilai CR =
3,61) serta variabel jasa pelatihan (X
5
nilai CR = 3,50).
Pada faktor kebijakan pemerintah (KB), variabel paling besar
pengaruhnya terhadap kinerja dan pengembangan industri perikanan adalah
variabel pembentukan BUMN (X
26
nilai CR = 7,48) dan variabel pengaturan
pengelolaan lahan industri perikanan (X
27
nilai CR = 4,94) selanjutnya variabel
pembangunan pelabuhan perikanan samudera Jakarta sebagai basis
pengembangan industri perikanan (X
25
nilai CR = 3,89),
Demikian pula halnya dengan faktor pelayanan pelabuhan perikanan
samudera Jakarta (PEL) dari ke 5 variabel secara berurutan paling besar
pengaruhnya terhadap kinerja dan pengembangan industri perikanan adalah
variabel pelayanan logistik (X
31
nilai CR = 8,17), variabel pelayanan pemasaran
(X
30
nilai CR = 6,91), variabel pelayanan industri processing (X
29
nilai CR =
5,22), dan pelayanan fasilitas pendukung (X
32
nilai CR = 1,43) serta variabel
yang terkecil adalah variabel pelayanan produksi (X
28
nilai CR = -0,94).
Di lain pihak ke tiga faktor disamping berpengaruh langsung terhadap
kinerja dan pengembangan industri perikanan juga saling berpengaruh secara
signifikan seperti faktor lingkungan industri perikanan dipengaruhi secara
signifikan baik oleh kebijakan pemerintah maupun pelayanan pelabuhan
perikanan samudera Jakarta. Demikian pula pelayanan pelabuhan perikanan
samudera dipengaruhi secara signifikan oleh kebijakan pemerintah. Penjelasan
yang sama berlaku untuk faktor-faktor lain namun dengan variabel-variabel
berbeda seperti yang tercantum dalam Tabel 13.





81
Tabel 13 Komponen penting dari faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
industri perikanan di PPSNZ Jakarta

Hipotestis
Faktor yang
berpengaruh terhadap
kinerja industri
perikanan

Komponen penting yang
berpengaruh dan nilai Critical
ratio (CR)

Dampak terhadap kinerja
yang dipengaruhi
H1 Internal Industri

SDM (X1 = 2,73)
Inovasi teknologi (X2 = 3,48)
Keuangan/Aset perusahaan (X3
= 2,78)

H2

Eksternal Industri
Teknologi (X4 = 3,61)
Jasa pelatihan (X5 = 3,50)
Infrastruktur (X6 = 2,91)
Industri pemasok (X7 = 3,96)
Persaingan antar perusahaan
(X8 = 3,09)

H 3

Lingkungan Ekonomi
Lingkungan teknologi
(X9 = 2,71)
Situasi perdagangan global
(X10 = 3,39)
Ketersediaan SDA dan energi
(X11 = 3,34)
Kondisi ekonomi (X12 = 3,39)
Lingkungan Industri
Perikanan (LIP)
H 4 Kebijakan Pemerintah
(KB) nilai CR = 4,63
Komponen penting yang
berpengaruh dan nilai critical ratio
(CR)
PPSNZ Jakarta sebagai sentra
atau basis untuk kegiatan
industri perikanan (X25 = 3,89)
Pembentukan BUMN pengelola
pelabuhan perikanan untuk
melayani industri perikanan
(X26 = 7,48)
Pengaturan pemanfaatan lahan
untuk kegiatan industri.
(X27 = 4,94)
Lingkungan Industri
Perikanan (LIP)
Internal Industri
Eksternal Industri
Lingkungan Ekonomi


H5

Kebijakan Pemerintah
(KB) nilai CR = 4,63

Komponen penting yang
berpengaruh dan nilai critical ratio
(CR)
PPSNZ Jakarta sebagai sentra
atau basis untuk kegiatan
industri perikanan (X25 = 3,89)
Pembentukan BUMN pengelola
pelabuhan perikanan untuk
melayani industri perikanan
(X26 = 7,48)
Pengaturan pemanfaatan lahan
untuk kegiatan industri.
(X27 = 4,94)

PPSNZ Jakarta (PEL) nilai
CR = 2,78
Komponen penting yang
berpengaruh dan nilai
critical ratio (CR)
Pelayanan produksi
(X28 = -0,94)
Pelayanan industri
processing (X29 = 5,22)
Pelayanan pemasaran
(X30 = 6,91)
Pelayanan logistik
(X31 = 8,17)
Pelayanan fasilitas
pendukung (X32 = 1,43)


H 6

PPSNZ Jakarta (PEL)
nilai CR = 2,78


Komponen penting yang
berpengaruh dan nilai critical ratio
(CR)
PPSNZ Jakarta (PEL) nilai CR =
2,78
Pelayanan produksi
(X28 = -0,94)
Pelayanan industri processing

Lingkungan Industri
Perikanan (LIP)
Internal Industri
Eksternal Industri
Lingkungan Ekonomi



82
(X29 = 5,22)
Pelayanan pemasaran (X30 =
6,91)
Pelayanan logistik (X31 = 8,17)
Pelayanan fasilitas pendukung
(X32 = 1,43)
H7 Kebijakan pemerintah
(KB) nilai CR = 2,51
Komponen penting yang
berpengaruh dan nilai Critical
ratio (CR)
PPSNZ Jakarta sebagai sentra
atau basis untuk kegiatan
industri perikanan (X25 = 3,89)
Pembentukan BUMN pengelola
pelabuhan perikanan untuk
melayani industri perikanan
(X26 = 7,48)
Pengaturan pemanfaatan lahan
untuk kegiatan industri.
(X27 = 4,94)

H8

Lingkungan industri
perikanan: (LIP) CR=
2,19


Komponen penting yang
berpengaruh dan nilai Critical
ratio (CR)
1. Internal industri
2 Eksternal industri
3 Lingkungan ekonomi

H 9

PPSNZ Jakarta (PEL)
nilai CR = 2,78

Komponen penting yang
berpengaruh dan nilai critical ratio
(CR)
Pelayanan produksi
(X28 = -0,94)
Pelayanan industri processing
(X29 = 5,22)
Pelayanan pemasaran (X30 =
6,91)
Pelayanan logistik (X31 = 8,17)
Pelayanan fasilitas pendukung
(X32 = 1,43)
Kinerja Industri Perikanan
(KIP)
Laba (rugi)(X13 = 3,21)
Return on investment
(X14 = 3,13)
Return on equity
(X15 = 2,83)
Volume penjualan
(X16 = 2,51)
Pertumbuhan penjualan
(X17 =3,14)
Pertumbuhan pelanggan
(X18 = 2,86)
Kemampuan
pengembangan produk
(X19 =2,69)
Kemampuan harga
bersaing (X20 =3,13)
Mutu produk (X21 =3,11)
Produktivitas kerja
(X22 =2,44)
Penyerapan tenaga
kerja (X23 =2,86)
Jaringan pemasaran
luas (X24 =3,08)

H 10

Kebijakan Pemerintah
(KB) nilai CR = 4,63

Komponen penting yang
berpengaruh dan nilai critical ratio
(CR)Laba (rugi)(X13 = 3,21)
PPSNZ Jakarta sebagai sentra
atau basis untuk kegiatan
industri perikanan (X25 = 3,89)
Pembentukan BUMN pengelola
pelabuhan perikanan untuk
pelayani industri perikanan
(X26 = 7,48)
Pengaturan pemanfaatan lahan
untuk kegiatan industri.
(X27 = 4,94)

H11 Kinerja industri
perikanan
CR = 2,36
Return on investment
(X14 = 3,13)
Return on equity
(X15 = 2,83)
Volume penjualan
(X16 = 2,51)
Pertumbuhan penjualan
(X17 =3,14)
Pertumbuhan pelanggan
Daya Saing Global (DSG)
Kemampuan teknologi
(X33 = 3,21)
Jaminan mutu produk
(X34 = 3,45)
Kemampuan imitabilitas
(X35 = 3,45)
Harga produk kompetitit
(X36= 3,19)


83
(X18 = 2,86)
Kemampuan pengembangan
produk
(X19 =2,69)
Kemampuan harga bersaing
(X20 =3,13)
Mutu produk (X21 =3,11)
Produktivitas kerja (X22 =2,44)
Penyerapan tenaga kerja
(X23 =2,86)
Jaringan pemasaran luas
(X24 =3,08)
Ketersediaan bahan
baku (X37 = 4,16)
Kemampuan durabilitas
(X38 = 3,07)

H 12

Lingkungan industri
perikanan: (LIP) CR=
2,19


Komponen penting yang
berpengaruh dan nilai Critical
ratio (CR)
1. Internal industri
2 Eksternal industri
3 Lingkungan ekonomi

H 13


Pelayanan PPSNZ
Jakarta CR=2,16

Komponen penting yang
berpengaruh dan nilai critical ratio
(CR) PPSNZ Jakarta (PEL) nilai
CR = 2,78
Pelayanan produksi
(X28 = -0,94)
Pelayanan industri processing
(X29 = 5,22)
Pelayanan pemasaran (X30 =
6,91)
Pelayanan logistik (X31 = 8,17)
Pelayanan fasilitas pendukung
(X32 = 1,43)


4.3 Pembahasan
4.3.1 PPS Sebagai Basis Pengembangan Industri Perikanan
4.3.1.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap pelayanan PPS

Pelabuhan perikanan sebagai prasarana penangkapan ikan adalah faktor
penting dalam pembangunan perikanan. Sebagai tempat berlabuh dan bertambat
kapal untuk membongkar hasil tangkapannya pelabuhan perikanan menjadi
penunjang dalam kelancaran kegiatan produksi di sektor perikanan tangkap
karena menjadi penghubung antara daerah foreland dan hinterlandnya. Dengan
segenap fasilitasnya sangat menentukan penunjang keberhasilan dalam
pemanfaatan potensi sumber daya ikan secara optimal melalui kegiatan
penangkapan juga berfungsi sebagai pusat kegiatan di bidang produksi,
pengolahan dan pemasaran perikanan.
Hipotesis 5 menyatakan pelayanan pelabuhan perikanan dipengaruhi
secara positif oleh kebijakan pemerintah diterima (Tabel 12). Kebijakan
pemerintah ini dibuat sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan pemerintah


84
dalam mengatasi masalah keterbatasan prasarana berupa pelabuhan perikanan
yang terkait dengan pengembangan industri perikanan (Madecor Group 2001).
Kebijakan pemerintah membangun prasarana berupa pembangunan PPS untuk
mendukung industri perikanan sudah tepat.
Sesuai dengan pasal 41 Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang
perikanan, peranan penting yang diharapkan pelabuhan perikanan adalah
mendukung peningkatan produksi perikanan, memperlancar arus lalu lintas kapal
perikanan, mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat perikanan,
pelaksanaan dan pengendalian sumberdaya ikan, dan mempercepat pelayanan
terhadap kegiatan di bidang usaha perikanan. Selanjutnya pada pasal 5
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 16/Men/2006 tentang
pelabuhan perikanan menyebutkan bahwa pemerintah menyelenggarakan dan
membina pelabuhan perikanan yang dibangun oleh Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten /Kota, BUMN maupun perusahaan swasta.
Hingga tahun 2003, Departemen Kelautan dan Perikanan telah
membangun + 600 Pelabuhan Perikanan / Pusat Pendaratan Ikan yang dibiayai
APBN, APBD maupun bantuan Luar Negeri. Selanjutnya melalui anggaran SPL-
OECF / JBIC INP 22 tahun 2001, telah dilakukan rehabilitasi dan
pengembangan pelabuhan perikanan / pusat pendaratan ikan pada 64 lokasi
yang tersebar pada 22 provinsi di seluruh Indonesia (Departemen Kelautan dan
Perikanan 2004).
Pada tahun 2001 2003 Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)
telah merubah status 22 buah pelabuhan perikanan pantai (PPP) dari 24 PPP
yang ada, yaitu merubah status 9 PPP menjadi pelabuhan perikanan nusantara
(PPN) dan 13 PPP menjadi milik pemerintah daerah. Penyerahan ini dilakukan
melalui Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
KEP.18/MEN/SJ/2001 tanggal 12 Maret 2001 tentang Penghapusan Barang Milik
/ Kekayaan Negara Departemen Kelautan dan Perikanan terkait adanya tuntutan
pemberlakuan otonomi daerah, sedangkan sisanya 2 PPP masih dibawah
pengelolaan DKP. Berikutnya dilanjutkan dengan peningkatan status 3
pelabuhan perikanan nusantara (PPN) menjadi pelabuhan perikanan samudera
(PPS). Dengan adanya perubahan status pelabuhan perikanan tersebut maka
DKP mengelola 2 PPP, 11 PPN dan 5 PPS (Departemen Kelautan dan
Perikanan 2004).


85
Mengingat fungsi pelabuhan perikanan cukup luas maka pembangunan
dan pengoperasiannya tidak berjalan sendiri, akan tetapi harus didukung dengan
berbagai program / kegiatan lainnya baik antar subsektor maupun lintas sektoral.
Koordinasi dan sinkronisasi antara semua pihak yang terkait mutlak diperlukan
bahkan terus dibina dan dikembangkan. Kenyataan yang berkembang saat ini
dukungan masyarakat maupun instansi pemerintah yang terkait belum
sepenuhnya ditujukan untuk mewujudkan peranan pelabuhan perikanan agar
dapat berfungsi secara optimal. Kehadiran pelabuhan perikanan masih perlu
didukung dengan kegiatan promosi supaya dikenal dan membudaya di kalangan
masyarakat perikanan, sehingga tingkat operasionalnya setahap demi setahap
dapat dicapai sesuai dengan yang direncanakan dan dapat menarik minat
investor mengembangkan usahanya di pelabuhan perikanan.
Pembentukkan badan usaha milik negara (BUMN) sebagai pengelola
PPS mempunyai hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap
pelayanan PPS (Tabel 12 dan Gambar 26). Keberadaan BUMN ini dirasakan
manfaatnya oleh industri perikanan terutama mekanisme pelayanannya dapat
mengurangi birokrasi sehingga dapat memperlancar kinerja industri. Untuk
pelayanan menggunakan organisasi proyek manajemen unit (PMU), ternyata
masih terhambat masalah aturan keuangan pemerintah mengakibatkan
pelayanan kurang lancar. Untuk mengatasi kendala ini dibentuk organisasi
pengelola usaha berbentuk BUMN (PPPS) yang bertujuan memberikan
pelayanan umum dan sekaligus memupuk keuntungan sekalipun pada pasal 35
Undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara menyebutkan bahwa pendirian Perum tidak semata-mata untuk
mengejar keuntungan (cost effectiveness / cost recovery). Melalui BUMN
diharapkan pengelola pelabuhan perikanan mampu meningkatkan kinerja dan
menekan biaya tinggi agar efisien dan bisnis dapat tercapai.
Pengaturan pemanfaatan tanah industri mempunyai hubungan positif dan
berpengaruh signifikan terhadap pelayanan PPS. Hasil analisis kebijakan
pemerintah dalam pengaturan pemanfaatan tanah industri yang diberlakukan
melalui keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no 32 tahun 2001 dan
keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no 12 tahun 2001 memberikan
peluang berupa penambahan modal kepada industri perikanan. Kebijakan
pemerintah ini merupakan salah satu bentuk keputusan yang harus
diiplementasikan melalui pelayanan PPSNZ Jakarta. Adapun tujuannya adalah


86
memberi dukungan kepada industri perikanan berupa kemampuan modal yang
diharapkan akan dapat meningkatkan kinerja dan daya saing antar perusahaan
dalam berbagai situasi dan kondisi ekonomi era global. Kebijakan pemerintah ini
tidak jauh berbeda dengan teori Kotler (1990), mengenai peranan pemerintah
dalam hal penyediaan fasilitas dan dukungan permodalan untuk pengembangan
industri perikanan. Dengan demikian (KB) ini mampu berpengaruh terhadap
pelayanan PPSNZ Jakarta guna mendorong berkembangnya industri perikanan.
4.3.1.2 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap lingkungan industri
perikanan

Pengertian tentang pelabuhan perikanan sebagai pusat pelayanan umum,
sebenarnya banyak macam rumusannya (Murdiyanto 2004). Sebagai suatu
lingkungan kerja, pelabuhan perikanan berfungsi sebagai sarana penunjang
untuk meningkatkan produksi perikanan. Fungsi tersebut meliputi berbagai
macam aspek yakni sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan, tempat
berlabuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan hasil tangkapan, tempat untuk
memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan, pusat pemasaran dan
distribusi ikan hasil tangkapan, pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil
tangkapan, serta pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data
(Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan). Sebagai suatu
lingkungan kerja maka pelabuhan perikanan terdiri atas berbagai fasilitas atau
sarana yang dapat mendukung kelancaran kerja; namun demikian fungsi yang
harus diemban sebagai hanya suatu lingkungan kerja adalah cukup luas dan
majemuk sehingga memerlukan berbagai tatanan yang diperlukan sehingga
lingkungan kerja pelabuhan perikanan tetap dapat berfungsi secara optimal.
Terselenggaranya berbagai fungsi tersebut tentunya atas adanya kerjasama
yang terkoordinasi/terintegrasi antara berbagai instansi maupun institusi yang
berkaitan dengan pengembangan usaha dan masyarakat perikanan.
Walaupun tidak dirumuskan secara eksplisit akan tetapi menurut uraian
pengertian tersebut di atas, pelabuhan perikanan antara lain juga berfungsi
sebagai pusat pengolahan dan pembinaan mutu hasil perikanan. Hal ini
menyebabkan pelabuhan perikanan adalah sebuah mata rantai dari sistem
produksi yang banyak memberikan nilai tambah dalam seluruh rantai perjalanan
distribusi hasil perikanan mulai dari ditangkap dari laut sampai berada di
konsumen.


87
Fasilitas pelabuhan perikanan dengan kapasitas dan tata letaknya
memiliki keterkaitan dengan efisiensi dan efektivitas fungsi pelabuhan perikanan
sebagai pusat kegiatan di bidang perikanan. Masih tersedianya lahan untuk
kawasan industri pengolahan hasil perikanan. di PPSNZ Jakarta memungkinkan
pihak swasta untuk turut serta memberikan kontribusinya bagi pemanfaatan
sumberdaya perikanan melalui pengembangan kawasan pelabuhan perikanan.
Dengan gambaran potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang
luasnya sekitar 5,8 juta km (Nikijuluw 2002), maka salah satu starting point
pembangunannya adalah pengembangan investasi di sektor ini, yang diyakini
dapat menjadi industri kelautan yang kuat dan terintegrasi secara vertikal
maupun horisontal. Paling tidak terdapat 5 (lima) kelompok industri kelautan
yakni (1) industri mineral dan energi laut, (2) industri maritim termasuk industri
galangan kapal, (3) industri pelayaran, (4) industri pariwisata, dan (5) industri
perikanan. Dalam kerangka ini maka industri perikanan dapat diproyeksikan
sebagai salah satu lokomotif pembangunan keempat industri kelautan lainnya.
Hal ini berarti apabila industri perikanan berkembang akan dapat menarik
pertumbuhan ke empat industri lainnya (Kamaluddin 2002). Oleh karenanya,
untuk membangun industri kelautan yang tangguh diperlukan industri perikanan
yang kuat. Untuk melakukan usaha pembinaan dalam peningkatan kegiatan
perikanan tangkap, maka minimal terdapat 5 komponen yang harus disinergikan
untuk menghasilkan proses percepatan pembangunan di bidang perikanan laut,
khususnya perikanan tangkap, yaitu: unit pemasaran, unit sarana produksi, unit
prasarana penangkapan ikan, unit usaha penangkapannya sendiri dan unit
pengolahan.
Hasil analisis menunjukkan pelayanan PPSNZ Jakarta mempunyai
hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap LIP (Tabel 12 dan 13 serta
Gambar 26). Pelayanan PPSNZ Jakarta terdiri dari 5 (lima) variabel yaitu
pelayanan produksi, pelayanan industri processing, pelayanan pemasaran,
pelayanan logistik. Sebagaimana disebutkan oleh Kamaluddin (2002), bahwa
peningkatan fungsi pelabuhan perikanan itu dapat tercermin dalam berbagai hal,
seperti sistem pelayanan terhadap proses distribusi hasil perikanan. Karenanya
pembangunan pelabuhan perikanan harus dapat mempertimbangkan aspek
potensi perikanan laut, pengelompokan nelayan dan aspek keterjangkauan
dalam melakukan transkasi pembelian serta penjualan ikan (akses pasar).


88
Dikaitkan dengan fungsi PPS adalah mendukung kegiatan pengelolaan,
pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran, maka hasil analisis yang
dinyatakan berpengaruh signifikan berarti pelayanan produksi dengan
menyediakan fasilitas dermaga untuk tambat labuh kapal. Dengan semakin baik
tingkat pelayanan tambat labuh di PPSNZ Jakarta berarti faktor lingkungan
industri perikanan dapat dinyatakan mendukung kinerja industri dalam kegiatan
produksi penangkapan.
Pelayanan industri processing terhadap LIP setelah dianalisis
menunjukkan hasil signifikan artinya semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ
Jakarta terhadap pengguna jasa akan mempunyai hubungan positif dan
berpengaruh signifikan terhadap lingkungan industri. Dengan semakin kondusip
lingkungan industri sesuai dengan temuan Madecor Group (2001) akan
berpengaruh terhadap kinerja industri.
Pelayanan kegiatan pemasaran setelah dianalisis menunjukkan hasil
signifikan sehingga semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta dalam hal
pemasaran ikan akan berpengaruh signifikan terhadap lingkungan industri.
Pelayanan PPSNZ Jakarta terhadap pemasaran industri berupa penyediaan
fasilitas tempat pelelangan ikan, pusat pemasaran ikan dan gudang pendingin
(cold storage) untuk penyimpanan ikan akan menciptakan lingkungan industri
yang dapat mendukung kinerja industri.
Pelayanan kebutuhan logistik kapal setelah dianalisis menunjukkan hasil
signifikan artinya dengan semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta akan
menciptakan lingkungan industri yang dapat meningkatkan kinerja industri. Teori
Madecor Group (2001), tentang peranan pelayanan logistik oleh PPSNZ Jakarta
akan menciptakan kondisi yang memberikan motivasi untuk tumbuh dan
berkembangnya industri pemasok industri.
Pelayanan fasilitas pendukung industri setelah dianalisis menunjukkan
hasil yang signifikan, artinya pelayanan PPSNZ Jakarta akan menciptakan
lingkungan industri yang menarik minat para investor untuk berinvestasi dan
meningkatkan kualitas kinerjanya.
Pada Gambar 26 tampak bahwa jenis variabel yang digunakan untuk
mengukur pelayanan PPSNZ Jakarta adalah pelayanan produksi (X
28
),
pelayanan industri processing (X
29
) pelayanan pemasaran (X
30
) pelayanan
logistik (X
31
) pelayanan fasilitas pendukung (X
32
), sedangkan faktor yang


89
digunakan (LIP) adalah kondisi II kondisi EI dan LE. Jika PPSNZ Jakarta
merupakan determinasi dari (LIP) maka semakin baik tingkat pelayanan
pelabuhan perikanan akan semakin baik kondisi lingkungan industri perikanan.
Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan produksi
(X
28
) dan pelayanan logistik (X
31
) berpengaruh terhadap (LIP) dengan faktor
kondisi II (X
10
) dibuktikan dengan kebutuhan adanya galangan kapal, pada saat
ini terlayani 308 kapal per tahun. jika pelayanan semakin ditingkatkan untuk
mencukupi kebutuhan 500 kapal per tahun berarti akan berpengaruh terhadap
peningkatan kinerja dan mendorong industri pemasok galangan kapal untuk
meningkatkan kinerjanya. Demikian kebutuhan konsumsi BBM solar 18.000 KL
per bulan baru dilayani 15.000 KL per bulan. Jika pelayanan PPSNZ Jakarta
ditingkatkan akan berpengaruh terhadap (LIP) industri pemasok harus dapat
meningkatkan kinerjanya untuk mencukupi kebutuhan pelayanan 18.000 KL/
bulan. Dengan diterimanya uji ini menunjukkan bahwa pelayanan pelabuhan
perikanan PPSNZ Jakarta berpengaruh positif terhadap kondisi lingkungan
industri perikanan (LIP) untuk menarik dan mengembangkan industri perikanan.
Pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan industri processing
(X
29
) berpengaruh terhadap (LIP) dengan EI menunjukkan bahwa semakin baik
pelayanan industri processing akan semakin memperbaiki kondisi (LIP) untuk
memperkuat kemampuan industri perikanan guna menghadapi persaingan antar
perusahaan. Terkait dengan tujuan pembangunan pelabuhan perikanan maka
pelayanan industri perikanan harus mampu memenuhi tingkat kebutuhan industri
perikanan. Untuk itu fasilitas yang disediakan untuk memberikan pelayanan
harus sesuai dengan jenis dan kapasitas yang dibutuhkan industri perikanan. Hal
ini disebabkan peningkatan kinerja industri perikanan tergantung atas
ketersediaan fasilitas dan kemudahan akibat pelayanan pelabuhan perikanan.
Dengan demikian PPSNZ Jakarta akan dapat mempengaruhi kondisi (LIP) untuk
mendorong berkembangnya industri perikanan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa PPSNZ Jakarta sudah mampu menciptakan kondisi (LIP) untuk
mendukung industri processing ditunjukkan dengan data suplai kebutuhan air
industri perikanan sekitar 2500 m
3
per hari, kebutuhan bahan bakar minyak
15.000 KL per bulan, kebutuhan es 10.000 balok per hari, demikian pula
beberapa kebutuhan industri yang dipenuhi oleh industri pemasok (EI)
mengakibatkan pelayanan pelabuhan perikanan menjadikan kondisi (LIP)
berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan; artinya pelabuhan perikanan


90
sebagai pelayanan dan lingkungan industri perikanan dapat berpengaruh
langsung dan tidak langsung terhadap kinerja industri perikanan (Porter 1990).
Pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan pemasaran (X
30
)
terhadap (LIP) menunjukkan signifikan artinya pelayanan pelabuhan perikanan
mampu memperbaiki kondisi (LIP) untuk meningkatkan kinerja industri perikanan
dibidang pemasaran. Menghindari pelayanan yang kurang memadai sebagai
akibat keterbatasan fasilitas maka jenis dan kapasitas fasilitas yang disediakan
untuk pelayanan pemasaran disesuaikan dengan tingkat kebutuhan industri
perikanan artinya penyediaan produksi barang dan jasa disesuaikan dengan
tingkat kebutuhan konsumen (Kotler 1997). Hal ini disebabkan jenis dan
kapasitas fasilitas ini selain mempengaruhi tingkat pelayanan ternyata dapat
berpengaruh terhadap kondisi (LIP). Pengaruh PPSNZ Jakarta yang mendukung
perbaikan kondisi (LIP) ini dilakukan melalui penyediaan cold storage kapasitas
2.000 ton, pabrik es kapasitas 200 ton, gedung pelelangan ikan kapasitas 200
ton per hari, pusat pemasaran ikan kapasitas 200 ton per hari dengan segenap
fasilitasnya, suplai air bersih dari tiga industri pemasok dengan kapasitas 3.000
m3 per hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pelayanan yang
terbaik jika mampu melayani dengan jenis dan kapasitas fasilitas yang memadai
serta mekanisme pelayanan yang sederhana maupun kejelasan dan kepastian
pelayanan (Murdiyanto 2004).
4.3.1.3 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap kinerja industri perikanan

Pada konteks pembangunan kelautan, pelabuhan perikanan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan. Dengan demikian, dalam konteks pembangunan
kelautan, pelabuhan yang digolongkan baik harus memenuhi syarat 3C yakni
comprehensive, coordinated dan continuing. Fungsi pelabuhan laut yang
komperehensif akan menunjang aktivitas ekonomi kelautan lainnya, yang pada
gilirannya akan mengurangi biaya transaksi sehingga menyebabkan pelabuhan
lebih efisien dan memberikan manfaat ekonomi yang tinggi. Pelabuhan laut yang
terkoordinasi dengan baik juga akan memberikan fungsi pelayanan yang optimal
sehingga akan meningkatkan permintaan terhadap jasa pelabuhan itu sendiri
dimasa mendatang (Fauzi 2005).
Fungsi ekonomi pelabuhan laut tidak hanya terbatas pada wilayah pantai
dan laut, tetapi juga pada skala regional secara menyeluruh baik pada tingkat
rural maupun urban. Hal ini dikarenakan pelabuhan bukan saja melayani jasa
transportasi, melainkan lebih dari itu menyediakan lapangan pekerjaan, pusat


91
perdagangan, rekreasi, dock service dan sederet aktivitas turunan yang
dihasilkan dari satu kegiatan ke kegiatan ekonomi lainnya (Fauzi 2005).
Lebih lanjut Fauzi (2005) menyebutkan bahwa peranan pelabuhan laut
sebagai penggerak ekonomi kelautan di wilayah pesisir tidak diragukan lagi,
manfaat ekonomi yang bisa dipetik dari pelabuhan laut, khususnya pelabuhan
intenasional, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor dibawah ini:
(1) Pertama menyangkut efisiensi dan produktivitas. Salah satu kunci
keberhasilan ekonomi pelabuhan laut adalah efisiensi dan produktivitas.
Hal ini tidak saja berkaitan dengan efisiensi teknis, tetapi juga energi,
finansial, ruang, tenaga kerja, administratif dan faktor-faktor lainnya yang
mempengaruhi produktivitas pelabuhan. Pelabuhan yang fungsional tidak
diragukan lagi membutuhkan energi yang cukup tinggi.
(2) Kedua, berkenaan dengan aspek lingkungan. Pelabuhan laut dibangun
diwilayah pesisir yang sangat rentan terhadap perubahan ekologis. Selama
ini kawasan pesisir hanya dilihat dari pemanfaatan langsung, sehingga
reklamasi pantai, misalnya sering dilakukan tanpa memperhitungkan nilai
ekonomi kawasan pesisir yang terlihat (intangible). Akibatnya apabila terjadi
perubahan ekologis yang mendasar, maka kerugian ekonomi yang
ditimbulkan justru sangat besar dibandingkan manfaat ekonomi reklamasi
pantai itu sendiri.
(3) Ketiga, berkaitan dengan aspek sosial dan kelembagaan. Salah satu
dampak yang mendasar dan berfungsinya suatu pelabuhan adalah
terjadinya perubahan sosial dan kelembagaan di wilayah pesisir dan
sekitarnya. Perubahan sosial dan kelembagaan yang mendukung ke arah
perubahan yang baik tidak diragukan akan mempengaruhi performa
ekonomi pelabuhan dan memberikan dampak pengganda terhadap
ekonomi kelautan secara menyeluruh.
(4) Keempat adalah faktor pertumbuhan atau permintaan terhadap jasa
pelabuhan, misalnya perkembangan pariwisata (growt h in travel).
Pertumbuhan demand dari pelabuhan adalah kunci utama kelayakan
ekonomi dari pelabuhan dan dampak manfaat serta biaya terhadap wilayah
secara keseluruhan. Peningkatan demand harus dibarengi pengurangan
tingkat congestion yang pada gilirannya akan meningkatkan reliability dan
flexibelity suatu pelabuhan laut internasional.


92
Pelayanan PPSNZ Jakarta sebagai implementasi kebijakan pemerintah
dalam menyongsong era globalisasi pembangunan perikanan terus dipacu di
bidang penangkapan mulai dari pengembangan sarana produksi, pasca panen,
pengolahan dan pemasaran yang didukung dengan prasarana penunjang yang
disebut prasarana pelabuhan perikanan (PP) atau pangkalan pendaratan ikan
(PPI). Usaha perikanan di dalam kawasan pelabuhan perikanan akan menjadi
kondusif, karena di kawasan tersebut tersedia fasilitas yang dibutuhkan oleh
nelayan, pemakai jasa perikanan dan tercipta rasa aman dan gangguan alam
sekitar.
Pelayanan PPSNZ Jakarta memiliki hubungan positif dan berpengaruh
signifikan terhadap KIP (Tabel 12). Kemampuan manajemen PPSNZ Jakarta
memberikan pelayanan logistik berupa penyediaan es, air, BBM solar, umpan
ikan hidup, dan alat tangkap jelas akan mendukung tidak hanya kegiatan
berproduksi dari industri penangkapan ikan tetapi juga industri processing. Dari
hubungan kausal yang ada dapat tercatat pada tahun 2004 pelayanan pelabuhan
perikanan samudera telah menyalurkan kebutuhan kapal ikan berukuran 10-500
GT berupa 51.795 ton es balok, 231.286 ton air, dan 36.000 ton solar. Sebagian
besar kapal yang dilayani tersebut (60%) adalah armada penangkap tuna
dengan kapal berukuran 60-500 GT. Kegiatan penangkapan ikan ini berpengaruh
penting terhadap pengembangan industri processing karena sebagai penyedia
bahan baku processing berupa ikan.
Dalam hal pelayanan PPSNZ Jakarta dibidang pemasaran ikan dan
produk processing lainnya, manajemen menyediakan berbagai fasilitas seperti
gedung pelelangan ikan, pusat pemasaran ikan, cold storage, pabrik es, alat
transportasi, listrik dan air. Pengaruh dari penyediaan dan pelayanan dari
berbagai fasilitas ini menunjukkan kinerja dan pengembangan industri perikanan
berupa peningkatan perdagangan ikan ke luar negeri dari PPSNZ Jakarta cukup
penting yaitu ekspor 7,705 ton tuna segar dan 24,633 ton ikan jenis lain
(Kusyanto 2006), dimana negara tujuan ekspor adalah Amerika Serikat, Uni
Eropa, Jepang, Korea dan Cina.
Sebagaimana disebutkan oleh Suherman et al. (2006) fasilitas yang ada
di pelabuhan perikanan dengan kapasitas memiliki hubungan erat dengan
efektifitas pelabuhan perikanan sebagai pusat kegiatan di bidang perikanan.
Tidak adanya fasilitas yang dibutuhkan dan kapasitas yang tidak memenuhi
kapasitas dapat menghambat kegiatan operasional suatu pelabuhan perikanan.


93
Fasilitas untuk pelayanan industri processing berpengaruh terhadap
pengembangan produk, mutu produk dan harga bersaing (Madecor Group 2001).
Hal ini sudah dapat di duga bahwa dengan ketersediaan prasarana akan
memberi kemudahan bagi industri untuk meningkatkan efisiensi dalam
pengembangan produk. Demikian pula dengan pelayanan produksi yaitu
melayani kegiatan kapal ikan ternyata dapat menjamin kelangsungan pasokan
bahan baku industri pengolahan ikan. Jenis fasilitas yang disediakan adalah
dermaga untuk tambat kapal, pembongkaran hasil tangkapan, pemuatan
perbekalan atau logistik kapal, kolam pelabuhan untuk manuver kapal di dalam
pelabuhan perikanan, penahan gelombang untuk melindungi kapal dari pengaruh
gelombang, fasilitas perbaikan kapal berupa dok, bengkel, dan pertokoan suku
cadang kapal.
4.3.1.4 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap daya saing global
industri perikanan

Pelayanan PPSNZ Jakarta memiliki hubungan positip dan berpengaruh
signifikan terhadap daya saing global industri perikanan dapat diterima (Tabel 12
dan Gambar 26). Bahwa semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta
memberikan pengaruh kuat untuk menciptakan daya saing industri perikanan
dalam perdagangan global. Ketersediaan fasilitas untuk pelayanan industri
processing berpengaruh terhadap kemampuan imitabilitas dan durabilitas
produk, mutu produk dan harga bersaing (Madecor Group 2001). Hal ini sudah
dapat diduga bahwa dengan ketersediaan prasarana akan memberi kemudahan
bagi industri untuk meningkatkan efisiensi dalam pengembangan produk.
Demikian pula dengan pelayanan produksi yaitu melayani kegiatan kapal ikan
ternyata dapat menjamin kelangsungan pasokan bahan baku industri
pengolahan ikan. Jenis fasilitas yang disediakan adalah dermaga untuk tambat
kapal, pembongkaran hasil tangkapan, pemuatan perbekalan atau logistik kapal,
kolam pelabuhan untuk manuver kapal di dalam pelabuhan perikanan, penahan
gelombang untuk melindungi kapal dari pengaruh gelombang, fasilitas perbaikan
kapal berupa dok, bengkel dan pertokoan suku cadang kapal.
Berbagai pelayanan PPS yang mampu meningkatkan daya saing global
industri perikanan (DSG) adalah memperlancar usaha perikanan melalui
penyediaan BBM solar 12.000 kiloliter per bulan, suplai kebutuhan air industri
perikanan sekitar 4.000 m
3
per hari, dan 5.000 balok es per hari. Pelayanan
pemasaran adalah menyediakan gedung pelelangan ikan kapasitas 200 ton per


94
hari, pusat pemasaran ikan kapasitas 200 ton per hari dengan segenap
fasilitasnya. Pelayanan industri pengolahan ikan menyediaan cold storage
berkapasitas 2.000 ton, pabrik es berkapasitas 200 ton per hari dan pelayanan
produksi menyediaan fasilitas galangan kapal untuk melayani 308 unit kapal per
tahun.
Menurut Zeithami (1988) yang diacu dalam Maureen Margaretha (2004)
kualitas layanan didefinisikan sebagai penilaian pelanggan atas keunggulan atau
keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh. Dikatakan lebih
lanjut bahwa ada 5 (lima) dimensi kualitas pelayanan yaitu (1) kehandalan yaitu
kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan
terpecaya (2) responsif yaitu kemampuan membantu pelanggan dan memberikan
layanan jasa dengan cepat (3) keyakinan yaitu pengetahuan dan kemampuan
untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan (4) empati yaitu syarat untuk
peduli, memberikan perhatian pribadi bagi pelanggan (5) berujud yaitu
penampilan fisik, peralatan, personil dan media komunikasi. Dalam penelitian ini
definisi operasional PPSNZ Jakarta adalah pemenuhan kebutuhan pengguna
jasa pelabuhan berdasarkan azas efisiensi, transparansi dan memberikan
dampak positif bagi perkembangan usaha perikanan (Murdiyanto 2004).
Berdasarkan hasil uji ini pengaruh faktor pelayanan PPSNZ Jakarta
dengan variabel pelayanan produksi (X
28
) terhadap (DSG) dapat diterima,
dengan demikian PPSNZ Jakarta memberikan pengaruh positif kepada (DSG)
karena diketahui dari meningkatnya variabel ketersediaan bahan baku (X
37
), dan
jaminan mutu produk (X
34
). Menurut Powell (2000) jika daya tarik produk
merupakan perwujudan dari mutu produk berarti mutu produk akan menentukan
keadaan dan keberadaan suatu produk artinya mutu produk yang jelek akan
mengurangi minat konsumen untuk menggunakan produk; dengan demikian
akan menentukan posisi daya saing dari pada produk tersebut. Demikian pula
halnya dengan Arifin (2004) bahwa mutu produk adalah indikator produk yang
digunakan untuk menarik minat konsumen artinya semakin tinggi mutu produk
akan semakin tinggi minat konsumen terhadap produk.
Dari hasil kajian ini menunjukkan bahwa PPSNZ Jakarta dengan variabel
pelayanan produksi (X
28
) akan mempengaruhi kemampuan daya saing global
(DSG) dengan variabel ketersediaan bahan baku dan jaminan mutu produk.
Pengaruh faktor (PEL) dengan variabel pelayanan industri processing (X
29
)
terhadap (DSG) terkait dengan jenis dan kapasitas fasilitas yang disediakan oleh


95
pelabuhan perikanan harus mampu memberikan dukungan sesuai dengan
kebutuhan industri perikanan. Didalam melaksanakan pelayanan bahkan diatur
melalui intruksi Presiden nomor 1 tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan
mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat. Dengan demikian
pelayanan PPSNZ Jakarta dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan
kebijakan yang telah ditetapkan yaitu memberikan pelayanan optimal kepada
industri perikanan. Dilain pihak menurut pendapat Gardjito (1996) jika industri
perikanan akan bersaing dalam perdagangan global harus memiliki kemampuan
diversifikasi produk yang terkait dengan indikator daya saing global industri
perikanan yaitu memiliki kemampuan teknologi (X
33
) kemampuan imitabilitas
(X
35
), harga produk kompetitip (X
36
) dan kemampuan durabilitas (X
38
). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa indikator PPSNZ Jakarta berupa pelayanan
industri processing ternyata berpengaruh terhadap kemampuan daya saing
industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) baik dari segi kemampuan
teknologi, imitabilitas, durabilitas, maupun harga produk kompetitif.
Pengaruh faktor pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan
pemasaran (X
30
) terhadap (DSG) terkait dengan ketersediaan jenis dan kapasitas
pelayanan pemasaran yang dapat mendukung terhadap (DSG) dengan variabel
kemampuan teknologi, jaminan mutu produk, kemampuan imitabilitas, harga
produk kompetitip, ketersediaan bahan baku, dan kemampuan durabilitas.
Secara faktual kemampuan industri perikanan dikawasan PPSNZ Jakarta tidak
diragukan lagi dalam mengembangkan dan melakukan diversifikasi produk. Oleh
karena itu menurut Porter (1990) diversifikasi produk merupakan salah satu
persyaratan industri perikanan akan memiliki kemampuan bersaing dalam
perdagangan global berarti dengan luasnya wilayah pemasaran produk
perikanan dari Indonesia termasuk Negara yang paling sulit ditembus pasarnya
seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat yang memiliki persyaratan mutu paling
ketat maupun negara pesaing yang harus dihadapi berarti ketersediaan fasilitas
pelayanan pemasaran di PPSNZ Jakarta berpengaruh dalam mendukung
produk perikanan dalam perdagangan global (DSG).
Pengaruh faktor pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan
logistik (X
31
) dan pelayanan fasilitas pendukung (X
32
) terhadap (DSG). Terkait
dengan jenis dan kapasitas pelayanan logistik dan pelayanan fasilitas pendukung
yang disediakan di PPSNZ Jakarta adalah suplai air dengan kapasitas 3.000 m3
per hari, suplai es kapasitas 200 ton per hari , BBM solar dengan kuota 15.000


96
KL per bulan, telepon 220 SST , listrik 5.128 KWH, tanah industri seluas 40 ha,
tambat labuh kapal kapasitas 462 unit sekaligus ukuran 30 GT sampai 3.000 GT.
Jika dikaitkan dengan kebijakan pembangunan PPSNZ Jakarta yang dilengkapi
dengan segenap fasilitasnya, maka upaya meningkatkan optimalisasi PPSNZ
Jakarta ini bertujuan untuk mendukung industri perikanan melalui penangkapan
ikan dalam rangka penyediaan bahan baku industri berupa ikan, mengingat
perikanan di Indonesia sebelum dibangun PPSNZ masih didominasi oleh
perikanan tradisional (Murdjijo 1997). Hasil penelitian Sunarya (1996)
menunjukkan bahwa hanya 60% saja hasil perikanan di Jawa dan Sumatera
yang dimanfaatkan dalam keadaan baik tanpa pelayanan PPSNZ Jakarta.
Demikian pula Clucas dan Basmal (1995) yang dikutip Sunarya (1996)
menunjukkan bahwa kurangnya sarana pendukung pemasaran berupa tempat
pelelangan ikan dan cold storage maupun pabrik es, serta pasokan air ternyata
akan mempersulit mendapatkan bahan baku ikan untuk industri perikanan
sehingga mempengaruhi kinerja industri dan akan menghambat kemampuan
daya saing industri perikanan. Dengan demikian pelayanan PPSNZ Jakarta
dengan indikator pelayanan logistik dan fasilitas pendukung industri berpengaruh
terhadap daya saing global (DSG).
4.3.2 Lingkungan industri Perikanan (LIP)
Lingkungan industri perikanan (LIP) dipengaruhi oleh faktor internal
industri (II); eksternal industri (EI); dan lingkungan ekonomi (LE) ternyata
signifikan. Model persamaan regresi yang dibangun dari Gambar 25 dapat
disajikan sebagai berikut:


LIP = 1 II + 2 EI + 3 LE + d1

Dimana: LIP = lingkungan industri perikanan; II = internal industri; EI= eksternal
industri; LE =lingkungan ekonomi;

Dengan diterimanya hasil uji ini berarti lingkungan industri perikanan (LIP)
akan dipengaruhi positif oleh kondisi internal industri (II), eksternal industri (EI)
dan lingkungan ekonomi (LE).




97
4.3.2.1 Pengaruh faktor internal industri terhadap lingkungan industri
perikanan (LIP)
Pengaruh internal industri terhadap LIP dengan nilai 3,23 = 1,96-2,00
berarti signifikan. Untuk mengukur pengaruh faktor internal industri (II) terhadap
lingkungan industri perikanan (LIP) (Tabel 12 dan 13 serta Gambar 26)
digunakan faktor, mengingat faktor (II) tidak dapat diukur secara langsung. Jenis
variabel yang digunakan untuk mengukur (II) dalam penelitian ini adalah
sumberdaya manusia (SDM) (X
1
); inovasi teknologi (X
2
); keuangan dan asset
perusahaan (X
3
). Ukuran yang digunakan untuk melihat pengaruh variabel
terhadap faktor adalah skala Likert (1-5). Berdasarkan teori, (II) merupakan
determinasi dari (LIP), artinya semakin tinggi nilai (II) akan dapat mempengaruhi
kondisi (LIP). Hal ini dapat dilihat dari variabel yang digunakan untuk mengukur
(II) yaitu sumberdaya manusia (SDM) (X
1
) jika kemampuan dan tingkat
pendidikan sumber daya manusia perusahaan semakin baik akan dinilai semakin
tinggi ternyata menyebabkan semakin memperbaiki kondisi (LIP) karena akan
mendukung persaingan antar perusahaan. Demikian pula dengan semakin tinggi
nilai inovasi teknologi (X
2
) sebagai variabel (II) juga berpengaruh terhadap (LIP).
Hal ini disebabkan akan mempengaruhi pengembangan dan teknologi industri
pemasok (X
7
) seperti mesin, peralatan, bahan baku; karena dengan semakin
tinggi inovasi teknologi, bagi industri pemasok harus dapat menyesuaikan
kebutuhan teknologi yang digunakan perusahaan.
Pengaruh (II) dengan variabel inovasi teknologi (X
2
) terhadap kondisi
(LIP). Teknologi disamping digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan
efisiensi dalam menghadapi pesaing bagi industri perikanan yang memiliki
inovasi teknologi (X
2
) harus mempertimbangkan keserasian mesin yang
digunakan artinya tidak menimbulkan kerusakan (efisien), hemat energi dan
tersedia suku cadang, praktis dan mudah dioperasionalkan.
Said et al (2001) menyebutkan bahwa perusahaan skala kecil dan
menengah cenderung melakukan investasi yang rendah terhadap inovasi
teknologi, karena perusahaan kurang cukup dana dan tenaga kerja yang ahli dan
terampil. Dengan demikian inovasi teknologi merupakan variabel yang dapat
mempengaruhi (LIP) untuk pengembangan industri perikanan terutama untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam menghadapi persaingan antar
perusahaan.


98
Pengaruh (II) dengan variabel kemampuan keuangan (X
2
) dan asset
perusahaan (X
3
) terbukti menyebabkan pengaruh terhadap (LIP) hal ini
dikarenakan keuangan dan asset perusahaan dalam kaitannya dengan rencana
pengembangan dimasa mendatang. Keterbatasan modal dan asset sangat
mempengaruhi kemampuan industri untuk bersaing dalam berbagai kondisi
ekonomi (Putro 2002). Kesimpulan hasil analisis dan uji dengan SEM adalah
variabel dari faktor ini ternyata saling mempengaruhi secara positif.
4.3.2.2 Pengaruh faktor eksternal industri terhadap lingkungan industri
perikanan (LIP)
Eksternal industri (EI) berpengaruh terhadap lingkungan industri
perikanan (LIP) (Gambar 26) diperoleh hasil uji dengan nilai 2,26 = 2,00. Jenis
variabel yang digunakan untuk mengukur eksternal industri (EI) adalah teknologi
(X
4
); jasa pelatihan (X
5
) dan infrastruktur (X
6
), kondisi industri pemasok (X
7
), dan
persaingan antar perusahaan (X
12
).
Demikian pula (EI) sebagai determinasi dari (LIP), jika hipotesis ini
terbukti berarti semakin tinggi nilai eksternal industri (EI) dengan berbagai
variabelnya akan semakin berpengaruh terhadap (LIP). Hal ini dapat dilihat dari
variabel teknologi (X
4
) dan variabel industri pemasok (X
7
) menyebabkan
perusahaan harus menyesuaikan perkembangan teknologi karena kelengkapan
teknologi sangat diperlukan dalam proses produksi. Dampak teknologi dalam
proses produksi adalah tingkat produktivitas dan efisiensi, sehingga pilihan
perusahaan dalam menghadapi persaingan antar perusahaan sejenis adalah
melalui penggunaan dan perkembangan teknologi. Dibidang teknologi ini
menyebabkan industri pemasok akan dipacu untuk menyediakan kebutuhan
perusahaan dalam menghadapi pesaingnya, karena tanpa dukungan teknologi
yang disiapkan oleh industri pemasok sulit bagi industri untuk memiliki
kemampuan bersaing.
Pengaruh faktor eksternal industri (EI) dengan variabelnya eksternal
industri menurut Madecor Group (2001), adalah lembaga-lembaga training yang
menyediakan jasa-jasa pelatihan, jasa pelayanan bank, Research dan
Development, jasa transport, pelayanan ekspor (X
5
) dan variabel kondisi
ekonomi (X
8
). Sebagai eksternal industri, maka lembaga ini menyebabkan
perusahaan memperoleh kemudahan dalam upaya meningkatkan kemampuan
sumberdaya manusia, karena dengan perkembangan dan pemilihan penggunaan
teknologi ini mendorong perusahaan untuk meningkatkan kemampuan


99
sumberdaya manusianya dan daya saing perusahaan, sehingga tanpa dukungan
lembaga jasa pelatihan yang memadai akan menimbulkan kesulitan bagi
perusahaan untuk menyediakan sumberdaya manusia yang memiliki
kemampuan sesuai dengan tingkat perkembangan teknologi yang akan
digunakan oleh perusahaan.
Pengaruh eksternal industri (EI) dengan infrastruktur (X
6
) berpengaruh
terhadap (LIP) artinya semakin lengkap ketersediaan infrastruktur akan semakin
mendukung kondisi (LIP). Ketersediaan infrastruktur sebagai eksternal industri
selain berpengaruh terhadap efisiensi, menurut Murdiyanto (2004) akan
mempengaruhi kondisi (LIP) dan ini menyebabkan perusahaan akan tertarik
melakukan investasi. Untuk menciptakan kondisi (LIP) yang dapat menarik minat
investor inilah kebijakan pemerintah membangun pelabuhan perikanan samudera
Jakarta yang tidak lain untuk memberikan pelayanan dan mendukung
pengembangan industri perikanan (Putro 2002).
4.3.2.3 Pengaruh faktor lingkungan ekonomi terhadap lingkungan industri
perikanan (LIP)
Lingkungan ekonomi (LE) atau lingkungan eksternal jauh dapat
mempengaruhi secara positif lingkungan industri perikanan (LIP) (Gambar 26)
setelah dilakukan uji hipotesis diperoleh nilai 2,97 = 2,00 yang berarti signifikan.
Jenis variabel untuk mengukur lingkungan ekonomi (LE) adalah lingkungan
teknologi (X
9
); situasi perdagangan global (X
10
) dan ketersediaan sumberdaya
alam dan energi (X
11
), (X
12
). Secara teori (LE) merupakan determinasi dari (LIP)
berarti semakin baik kondisi lingkungan ekonomi akan mempengaruhi semakin
baik kondisi (LIP). Pernyataan Porter (1990) ini menjelaskan variabel yang
digunakan untuk mengukur (LE) Kondisi perkembangan teknologi, sosial
ekonomi situasi perdagangan global dan persediaan sumberdaya alam dan
energi. Semakin baik variabel lingkungan teknologi (X
9
) dengan indikasi semakin
tinggi nilainya akan menyebabkan (LIP) semakin baik karena setelah diuji semua
variabelnya akan terpengaruh oleh kondisi lingkungan ekonomi (LE). Demikian
pula sebaliknya jika kondisi lingkungan teknologi kurang mendukung juga
berakibat terhadap kondisi lingkungan industri perikanan (LIP) kurang
mendukung industri perikanan. Kemajuan teknologi baik informasi maupun
transportasi akan mendorong kearah produktivitas dan efisiensi, sehingga sangat
strategis dalam era persaingan karena dengan munculnya teknologi baru
kemungkinan akan mengancam teknologi yang sudah ada. Dengan demikian


100
perusahaan melalui riset dan pengembangan (R dan D) harus selalu memonitor
lingkungan teknologi agar dapat diambil langkah-langkah perbaikan terus-
menerus.
Pengaruh faktor (LE) dengan variabel situasi perdagangan global (X
10
)
terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) ternyata berpengaruh nyata karena
variabel ini dapat memberikan informasi dan gambaran serta berbagai tantangan
yang harus diantisipasi oleh berbagai pengaturan kebijakan pemerintah untuk
memperbaiki kondisi (LIP) dalam menghadapi persaingan pasar. Perubahan
budaya dari makan daging ke ikan dapat mempengaruhi persaingan produk
makanan yang berasal dari bahan baku ikan, dilain pihak situasi perdagangan
dunia ini dapat pula menyebabkan kondisi industri pemasok harus menyesuaikan
dengan berbagai aturan yang diberlakukan, baik buruknya situasi dan kondisi
ekonomi akan terpengaruh, demikian pula dengan persaingan antar perusahaan
akan semakin ketat karena menghadapi kenyataan bersaing secara terbuka
dalam merebut pasar dalam perdagangan global dan yang pasti akan timbul
berbagai aturan maupun ketentuan yang akan diberlakukannya (Eriyatno dan
Winarno 1999).
Pengaruh faktor (LE) dengan variabel ketersediaan sumberdaya alam
dan energi (X
11
) dan variabel tingkat persaingan antar perusahaan (X
12
) terhadap
lingkungan industri perikanan (LIP) dengan beberapa variabelnya ternyata
signifikan. Kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam
dan energi yang dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri mendorong
industri untuk dapat memanfaatkan agar mempunyai nilai tambah sehingga
harga produk bersaing (Gardjito 1996). Lebih lanjut dikatakan bahwa dengan
kemampuan pemanfaatan ketersediaan sumberdaya alam dan energi akan
mendukung kemampuan ekonomi demikian pula sebaliknya. Pengaruh lainnya
adalah bagi industri yang memiliki kemampuan memanfaatkan sumberdaya alam
dan energi akan memiliki kemampuan komperatif dan memperkuat keunggulan
bersaing.
4.3.2.4 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap lingkungan industri
perikanan (LIP)
Kebijakan pemerintah (KB) berpengaruh positif lingkungan industri
perikanan (LIP) (Tabel 12 dan 13 serta Gambar 26) setelah dilakukan uji
hipotesis diperoleh nilai 4,63 = 1,96 2,00 yang berarti signifikan. Jenis variabel
yang digunakan untuk mengukur kebijakan pemerintah adalah pembangunan


101
pelabuhan perikanan samudera (X
25
), pembentukan BUMN (X
26
) dan pengaturan
pemanfaatan tanah (X
27
). Jika (KB) merupakan determinasi dari (LIP) maka
kebijakan pemerintah yang kondusif akan mendorong kondisi (LIP) artinya hasil
uji yang signifikan menunjukkan bahwa (KB) berpengaruh positif terhadap (LIP).
Pengaruh (KB) dengan variabel pembangunan pelabuhan perikanan (X
25
)
ini merupakan kebijakan pemerintah dalam upaya mengurangi overhead cost
industri perikanan. Diharapkan melalui pelabuhan perikanan tersebut industri
perikanan akan mendapat pelayanan dan kemudahan untuk berusaha sehingga
produk yang dihasilkan dapat bersaing. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh
pembangunan pelabuhan perikanan telah dapat mendorong tumbuh dan
berkembangnya industri pemasok dalam melayani kebutuhan industri perikanan
seperti mesin, alat bahan industri (air, BBM, bahan pengepakan ikan, kaleng ).
Disini menunjukkan bahwa (KB) dapat mempengaruhi dan menciptakan kondisi
(LIP) yang dapat mendorong berkembangnya industri perikanan (Madecor group
2001 dan Putro 2002).
Pengaruh faktor (KB) dengan variabel pembentukan BUMN (X
26
) dapat
meningkatkan kondisi (LIP) artinya pelayanan yang kurang fleksibel melalui
birokrasi yang dapat menghambat kinerja industri harus dihilangkan (Putro 2002).
Untuk itu dibentuk manajemen pengelola badan usaha milik negara (BUMN)
berbentuk PPPS. Pembentukan PPPS dimaksudkan agar dalam pelayanan
industri dapat lebih professional dan bersifat pelayanan umum dengan tujuan
agar dapat menghindari pelayanan yang birokrasi. Dimaksudkan birokrasi disini
adalah dalam pelayanan harus mengikuti aturan anggaran ICW (Indonesiche
Comptabilitet Wet) artinya pendapatan yang diperoleh sepenuhnya disetorkan ke
kas negara. Kelemahan manajemen ini adalah jika manajemen kekurangan dana
operasional tidak dapat menggunakan secara langsung anggaran yang
diperoleh, akan tetapi harus mengajukan terlebih dahulu ke Negara melalui
APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) pada tahun berikutnya. Lain
halnya dengan BUMN, tugas yang diemban adalah disamping memberikan
pelayanan umum dan sekaligus memupuk keuntungan dalam mengelola
pelabuhan perikanan system manajemen lebih fleksibel karena pendapatan yang
diperoleh dapat digunakan kembali secara langsung tanpa harus menunggu
tahun berikutnya. Dari hasil penelitian ini menunjukkan dengan (KB) membentuk
BUMN ini berpengaruh positif terhadap kondisi lingkungan industri perikanan
(LIP) karena dapat menarik minat industri untuk investasi.


102
Pengaruh faktor (KB) dengan variabel pengaturan pemanfaatan tanah
(X
27
) dapat berpengaruh terhadap (LIP) adalah mengantisipasi keterbatasan
kemampuan permodalan perusahaan dan investor tertarik melakukan investasi
maka diatur suatu pengaturan pemanfaatan fasilitas tanah guna dijadikan
agunan kepada pemberi pinjaman (bank) untuk mendapatkan modal investasi
dan modal kerja. Sehubungan dengan hal ini tujuan (KB) adalah agar PPPS
sebagai pelaksana kebijakan pemerintah mengimplementasikan dalam
pengaturan pemanfaatan tanah agar tercipta (LIP) pada saat kondisi ekonomi
yang serba sulit sekarang ini masih dapat mendorong tumbuh dan
berkembangnya industri perikanan dikawasan PPSNZ Jakarta.
4.3.3 Kinerja industri perikanan (KIP)
Kinerja industri perikanan (KIP) secara nyata dipengaruhi oleh faktor
lingkungan industri perikanan (LIP); kebijakan pemerintah (KB); dan pelayanan
PPSNZ Jakarta. Model persamaan regresi yang dibangun dari Gambar 25 dapat
disajikan sebagai berikut:

KIP = 1 LIP + 2 KB + 3 PEL + d1

Dimana: KIP = kinerja industri perikanan; LIP = lingkungan industri perikanan;
KB = kebijakan pemerintah; PEL = pelayanan pelabuhan perikanan;

Dengan diterimanya hasil uji ini berarti kinerja industri perikanan (KIP)
akan dipengaruhi positif oleh kondisi lingkungan industri perikanan (LIP).
Demikian pula halnya dengan pengaruh kebijakan pemerintah (KB) dan
pelayanan PPSNZ Jakarta dengan diterimanya uji hipotesis ini menunjukkan
bahwa kebijakan terbukti dapat berpengaruh positif baik langsung maupun tidak
langsung terhadap kinerja industri perikanan (KIP) demikian sebaliknya
4.3.3.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap kinerja industri
perikanan (KIP)
Kinerja industri perikanan (KIP) dipengaruhi secara nyata oleh kebijakan
pemerintah (KB) (Gambar 26), setelah hipotesis diuji menunjukkan nilai signifikan
yaitu 2,51 = 1,96 2,00 sehingga hipotesis dapat diterima. Jenis variabel untuk
mengukur (KB) adalah pembangunan pelabuhan perikanan (X
25
) pembentukan
BUMN (X
26
) dan pengaturan pemanfaatan tanah (X
27
). Sedangkan variabel untuk
mengukur kinerja industri perikanan (KIP) adalah aspek keuangan berupa laba


103
(rugi) perusahaan (X
13
); ROI (X
14
), ROE (X
15
), kemudian aspek pemasaran
berupa volume penjualan (X
16
), pertumbuhan penjualan (X
17
) pertumbuhan
pelanggan (X
18
) kemampuan pengembangan produk (X
19
) kemampuan harga
bersaing (X
20
) mutu produk (X
21
) serta aspek sumberdaya manusia berupa
produktivitas kerja (X
22
), penyerapan tenaga kerja (X
23
).
Secara teori (KB) merupakan determinasi dari (KIP) karena semakin
kondusif dikeluarkannya (KB) akan semakin meningkatkan (KIP) berarti dengan
diterimanya hipotesis ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah (KB)
memberikan pengaruh positif terhadap kinerja industri perikanan (KIP).
Pengaruh (KB) dengan variabel pembangunan pelabuhan perikanan
samudera Jakarta, ternyata berpengaruh terhadap (KIP) berupa pertumbuhan
industri perikanan. Pada mulanya perikanan di Indonesia masih didominasi
perikanan rakyat sehingga diperlukan industri pioneer sebagai agent of
development untuk merangsang tumbuh dan berkembangnya industri swasta
untuk investasi dibidang perikanan. Disamping itu (KB) membangun PPSNZ
Jakarta diarahkan sebagai pusat industri perikanan dari hulu sampai hilir serta
sebagai pusat pembinaan nelayan. Dengan demikian keberadaan pelabuhan
perikanan samudera akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi perikanan
dimana industri dan jasa-jasa terkait dengan usaha perikanan di pelabuhan
perikanan samudera, termasuk upaya mendukung pengembangan industri
perikanan terutama pemasaran ikan melalui rantai dingin agar dapat tumbuh dan
berkembangnya industri perikanan dapat meningkatkan dan menumbuhkan
kinerja industri perikanan (KIP).
Bukti tumbuh dan berkembangnya industri perikanan dengan dibentuknya
BUMN (PPPS) adalah kemampuan merealisasi permintaan investor untuk
menanamkan investasi didalam kawasan pelabuhan perikanan. Sampai tahun
2005 tercatat sekitar 139 unit usaha dari berbagai bidang usaha menanamkan
investasi dikawasan PPSNZ Jakarta. Disamping itu dengan (KB) ini ada sekitar
11 investor yang mendapat modal investasi dan modal kerja melalui pengaturan
tanah industri. Data modal kerja dan ivestasi yang diperoleh investor sampai
dengan tahun 2005 tercatat dana pinjaman investasi dan modal kerja dalam
mendukung kinerjanya sudah lebih dari Rp 300 milyar dan US $ 54 juta yang
diperoleh 11 investor tersebut untuk mendorong kinerjanya. Jenis industri bukan
hanya terbatas pemasaran ikan segar utuh, akan tetapi sudah mampu


104
mengembangkan produk dan memberikan nilai tambah produk untuk bersaing
dipasaran internasional.
Pengaruh (KB) dengan berbagai variabel telah berpengaruh terhadap
(KIP) dari aspek sumberdaya manusia. Elemen (KB) ini dikeluarkan karena
disamping untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan pendapatan
nelayan juga untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan serta upaya
meningkatkan nilai tambah hasil-hasil perikanan (Murdjijo 1997). Lebih lanjut
dikatakan bahwa selain meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui
peningkatan gizi masyarakat diupayakan untuk mendorong dan meningkatkan
kesempatan kerja serta berusaha yang produktif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dengan pertumbuhan industri perikanan ini ternyata telah menyerap
tenaga kerja untuk industri dan berbagai kegiatan lainnya sekitar 40.000 orang
setiap hari melakukan aktivitas didalam kawasan PPSNZ Jakarta.
4.3.3.2 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap kinerja
industri perikanan (KIP)
Kinerja industri perikanan (KIP) dipengaruhi positif oleh kondisi
lingkungan industri perikanan (LIP) (Tabel 12 dan 13 serta Gambar 26). Jenis
faktor yang mengukur (LIP) adalah (II), (EI) dan (LE). Variabel untuk mengukur
kinerja industri perikanan (KIP) adalah aspek keuangan berupa laba (rugi)
perusahaan (X
13
); ROI (X
14
), ROE (X
15
), kemudian aspek pemasaran berupa
volume penjualan (X
16
), pertumbuhan penjualan (X
17
) pertumbuhan pelanggan
(X
18
) kemampuan pengembangan produk (X
19
) kemampuan harga bersaing (X
20
)
mutu produk (X
21
) serta aspek sumberdaya manusia berupa produktivitas kerja
(X
22
), penyerapan tenaga kerja (X
23
). Jika (LIP) merupakan determinasi dari
(KIP) maka semakin baik kondisi (LIP) akan semakin mendorong untuk tumbuh
dan berkembangnya (KIP). Teori ini dapat dijelaskan dengan hasil penelitian
sebagai berikut.
Pengaruh (LIP) dengan faktor LE, EI, II dan pengaruhnya terhadap (KIP)
terutama variabel pemasaran. Dari aspek pemasaran bagi industri perikanan
akan memiliki kinerja tinggi apabila mampu mengelola proses usaha inti seperti
pengembangan produk, perolehan penjualan, volume penjualan, pertumbuhan
penjualan ,mutu produk, harga produk (Kotler 1997). Lebih lanjut dikatakan
bahwa untuk merealisasikan dari pada proses diatas tidak terlepas dari
kebutuhan aspek sumberdaya manusia (tenaga kerja, tingkat kemampuan) dan


105
aspek sumberdaya lingkungan industri (industri pemasok mesin, peralatan,
bahan baku, teknologi), jika kedua faktor diatas saling digabungkan akan saling
berpengaruh dan akan menghasilkan kinerja tinggi yang pada gilirannya
pemasaran produk akan mendapatkan laba. Jika hasil uji signifikan berarti
pengaruh perbaikan (LIP) dengan variabel industri pemasok (mesin, peralatan
produksi seperti mesin kapal, peralatan penangkapan ikan dan peralatan industri
perikanan seperti bahan untuk kaleng, karton, dan industri jasa seperti bank,
pelatihan, jasa transport) akan semakin meningkatkan (KIP).
Pengaruh (LIP) dengan faktor II, EI, dan LE terhadap (KIP) dengan
variabel yang digunakan untuk mengukur kinerja industri perikanan yaitu pertama
kinerja keuangan; kedua kinerja pemasaran dan ketiga kinerja sumberdaya
manusia. Jika program pengembangan pelabuhan perikanan samudera
diarahkan sebagai pusat pengembangan industri hulu sampai hilir serta sebagai
pusat pembinaan nelayan, maka harapan keberadaan PPNZ Jakarta sebagai
pusat pertumbuhan ekonomi perikanan masih mampu mengatasi dampak
negatip kondisi ekonomi sehingga masih dapat mendukung (KIP). Bukti bahwa
kondisi (LIP) dapat mendorong (KIP) menghadapi situasi dan kondisi berbagai
ketentuan perdagangan dunia. Dikarenakan hambatan perdagangan
internasional dalam memberlakukan produk dari Indonesia masih diskriminatif
terutama mengenai tariff dan persyaratan mutu produk. Disamping itu dengan
banyaknya produk perikanan yang ditolak oleh Negara tujuan eksport diperlukan
ikut campur dan dukungan pemerintah melalui (KB) sehingga industri perikanan
memiliki kemampuan bersaing untuk menghadapi dan memasuki era
perdagangan global.
4.3.3.3 Pengaruh faktor pelayanan terhadap kinerja industri perikanan (KIP)
Kinerja industri perikanan (KIP) dipengaruhi pelayanan PPSNZ Jakarta
(Tabel 12 dan 13 serta Gambar 26). Jenis variabel yang digunakan untuk
mengukur tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta adalah pelayanan produksi (X
28
)
pelayanan industri processing (X
29
), pelayanan pemasaran (X
30
) pelayanan
logistik (X
31
) dan pelayanan fasilitas pendukung (X
32
). Variabel untuk mengukur
tingkat (KIP) adalah aspek keuangan (laba (rugi) (X
13
), ROI (X
14
) ROE (X
15
) );
aspek pemasaran (volume penjualan (X
16
); pertumbuhan penjualan (X
17
);
pertumbuhan pelanggan (X
18
); kemampuan pengembangan produk (X
19
);
kemampuan harga bersaing (X
20
); mutu produk (X
21
) ) dan aspek sumberdaya
manusia (produktivitas kerja (X
22
) dan penyerapan tenaga kerja (X
23
). Jika secara


106
teori pelayanan PPSNZ Jakarta merupakan determinasi dari (KIP) maka semakin
bagus kinerja PPSNZ Jakarta akan semakin meningkatkan (KIP).
Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan produksi
(X
28
) terhadap (KIP) terkait dengan aspek pemasaran terutama kelangsungan
suplai dan mutu produk (X
21
) serta kemampuan mengembangkan produk (X
19
).
Untuk mengukur pelayanan PPSNZ Jakarta, maka variabel pelayanan produksi
(X
28
) di PPSNZ Jakarta dalam penelitian ini adalah penyediaan fasilitas dermaga
untuk tambat kapal, menurunkan hasil produksi dan menaikkan logistik kapal,
fasilitas kolam pelabuhan untuk olah gerak kapal didalam pelabuhan perikanan,
serta fasilitas penahan gelombang untuk keamanan kapal dari pengaruh
gelombang, fasilitas perbaikan kapal berupa docking, bengkel, maupun
pertokoan suku cadang kapal. Kondisi demikian menurut Elfandi (2000) PPS
merupakan lingkungan kerja untuk melayani kegiatan perikanan dan memiliki
fungsi cukup luas dan majemuk dengan tatanan yang kondusif, sehingga
pengelola dalam menjalankan kewajiban harus dapat memberikan pelayanan
terbaik agar dapat berfungsi secara optimal untuk melayani industri perikanan.
Dengan pelayanan ini menyebabkan industri perikanan mendapat
kemudahan untuk melakukan penangkapan ikan sebagai bahan baku industri
secara berkelanjutan, mutu bahan baku ikan lebih terjamin. Akibat yang
dirasakan adalah mendorong (KIP) dan industri perikanan memiliki kemampuan
untuk mengembangkan produk processing. Jika didalam implementasinya dapat
berjalan seperti direncanakan, berarti akan berpengaruh terhadap kegiatan
berproduksi yang pada akhirnya akan mendukung (KIP) demikian pula
sebaliknya. Hasil penelitian setelah diuji menunjukkan hasil signifikan, sehingga
memperkuat pernyataan hipotesis bahwa semakin kondusif tingkat pelayanan
PPSNZ Jakarta akan semakin tinggi tingkat (KIP).
Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan industri
processing (X
29
) terhadap (KIP), fasilitas yang disediakan untuk mendukung
kinerja industri terdiri dari gedung processing, air bersih, listrik. Tingkat
pelayanan PPSNZ Jakarta ini menyebabkan (KIP) mampu mengembangkan
kegiatan processing berupa pengembangan produk, mutu produk berkualitas dan
harga bersaing, akibatnya akan mendorong kinerja pemasaran yang pada
gilirannya meningkatkan aspek keuangan (laba, ROI dan ROE). Kemampuan
fasilitas (jenis dan kapasitas) untuk melayani kegiatan industri perikanan
dikaitkan dengan jenis dan jumlah produksi ikan yang didaratkan. Hampir 60%


107
dari sejumlah ikan yang masuk ke PPSNZ Jakarta selain digunakan untuk bahan
baku industri processing untuk diolah menjadi produk olahan juga dipasarkan
keluar negeri (eksport) dalam bentuk utuh (bulk fish). Berdasarkan hasil
penelitian ini setelah diuji menunjukkan bahwa tingkat (PEL) sangat berpengaruh
terhadap (KIP)
Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan kegiatan
pemasaran (X
30
) terhadap (KIP) dengan menyediakan fasilitas berupa gedung
pelelangan ikan, pusat pemasaran ikan, cold storage, pabrik es, alat transportasi,
listrik, air. Kinerja PPSNZ Jakarta dengan variabel pemasaran ini menyebabkan
(KIP) memiliki kemampuan bersaing dipasar global. Hal ini dibuktikan dengan
kemampuan ekspor khusus ikan tuna segar selama 5 tahun rata-rata sebesar
7.705 ton per tahun. Data eksport ikan dari industri perikanan melalui pelabuhan
perikanan samudera Jakarta selama 5 tahun (1999-2003) menunjukkan jumlah
126.413 ton atau rata-rata per tahun sekitar 24.633 ton per tahun. Pasar sasaran
yang menjadi tujuan ekspor adalah Amerika serikat, negara yang tergabung
dalam Uni Eropa, Jepang, Korea, Cina. Ketiga pasar dunia merupakan pasar
yang paling sulit ditembus dan memiliki berbagai macam aturan dan ketentuan
yang harus diikuti.
Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan logistik
kapal (X
31
) dengan fasilitas es, air, BBM solar, umpan ikan hidup, alat tangkap,
pengelola pelabuhan perikanan samudera Jakarta harus mampu melayani
kegiatan industri perikanan untuk meningkatkan (KIP) dalam penyediaan bahan
baku ikan dan pemasaran dengan mengoperasikan kapal perikanan berukuran
mulai 10 GT sampai di atas 500 GT dimana 60% diantaranya kapal penangkap
ikan tuna berukuran 60 GT sampai 500 GT. Demikian pula halnya jenis dan
kapasitas fasilitas yang disediakan harus disesuaikan untuk melayani semua
kebutuhan logistik sekitar 4.382 unit kapal ikan per tahun yang melakukan
kegiatan di PPSNZ Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pelayanan
logistik yang disalurkan ke kapal ikan adalah pelayanan es balok 51.795 ton;
pelayanan air 231.286 ton, dan pelayanan BBM solar 12.000 ton.
Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan fasilitas
pendukung industri (X
32
) terhadap (KIP) dengan fasilitas lahan industri, jalan
kompleks industri. Jenis dan kapasitas fasilitas disesuaikan dengan kebutuhan
industri baik sekarang maupun proyeksi pengembangan selama 5 tahun yang
akan datang. Hasil penelitian menunjukkan dengan tingkat pelayanan PPSNZ


108
Jakarta yang sekarang dilakukan ternyata berpengaruh terhadap perkembangan
industri perikanan.
Berdasarkan hasil kajian di atas menunjukkan bukti bahwa dengan
semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta akan semakin meningkatkan
kinerja industri perikanan (KIP) yang dilayani. Menurut Murdiyanto (2004),
mekanisme pelayanan yang dilaksanakan sehingga diperoleh hasil untuk
mendukung kinerja industri perikanan (KIP) dinamakan pelayanan prima. Hasil
analisis kajian terhadap pengaruh variabel lingkungan industri perikanan (LIP);
kebijakan pemerintah (KB); dan pelayanan PPSNZ Jakarta di atas terbukti bahwa
terjadi pertumbuhan kinerja keuangan, kinerja pemasaran dan kinerja
sumberdaya manusia. Dengan demikian model ini dapat digunakan untuk
meramalkan dan merencanakan oleh pengambil kebijakan untuk pengembangan
industri perikanan dalam perdagangan global.
4.3.4 Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG)
Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG)
dipengaruhi oleh lingkungan industri perikanan (LIP), kebijakan pemerintah (KB);
pelayanan PPSNZ Jakarta dan kinerja industri perikanan (KIP) digambarkan
melalui model persamaan regresi yang dibangun dari Gambar 26 dan dapat
disajikan sebagai berikut:

DSG = 1 LIP + 2 KB + 3 PEL + 4 KIP + d1

Dimana: DSG = Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global; LIP=
lingkungan industri perikanan; KB = kebijakan pemerintah; PEL= pelayanan
PPSNZ Jakarta; KIP= kinerja industri perikanan

4.3.4.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap daya saing global
(DSG) industri perikanan
Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG)
dipengaruhi positif oleh kebijakan pemerintah (KB) (Gambar 26). Jenis variabel
untuk mengukur (KB) adalah pembangunan pelabuhan perikanan (X
25
)
pembentukan BUMN (X
26
) sebagai pengelola pelabuhan perikanan dan
pengaturan pemanfaatan tanah (X
27
). Daya saing global (DSG) diukur dengan
menggunakan variabel kemampuan teknologi (X
33
) jaminan mutu produk (X
34
)
kemampuan imitabilitas (X
35
) harga produk kompetitip (X
36
) ketersediaan bahan


109
baku (X
37
) kemampuan durabilitas (X
38
). Jika secara teori (KB) sebagai
determinasi dari (DSG) berarti semakin kondusif (KB) akan memperkuat
kemampuan (DSG).
Pengaruh (KB) dengan variabel pembangunan PPSNZ Jakarta (X
25
)
terhadap (DSG). Dalam hal (KB) pembangunan pelabuhan perikanan samudera
adalah merupakan salah satu bentuk ikut campur tangan pemerintah dalam
upaya mendukung industri perikanan dalam memasuki perdagangan global.
Memasuki era globalisasi diramalkan akan terjadi persaingan perdagangan yang
semakin tajam, sehingga akan mendorong setiap negara untuk mempertahankan
keunggulan (Kotler 1997 dan Soepanto 2001). Menghadapi tantangan diatas
industri perikanan akan dihadapkan pada kemampuan memanfaatkan peluang
dan potensi sumberdaya alam perikanan yang dimiliki sebagai penyedia bahan
baku industri. Disamping itu industri perikanan harus mampu memanfaatkan
sumberdaya sehingga mempunyai nilai tambah, memiliki produk bernilai dan
bermutu tinggi, harga produk bersaing (Gardjito 1996). Tantangan yang masih
dihadapi adalah keunggulan kompetitip artinya industri perikanan harus dapat
melakukan peningkatan efisiensi dan mutlak diperlukan terutama dari internal
industri perikanan. Untuk menghadapi dan mengantisipasi berbagai tantangan
diatas, industri perikanan masih memiliki peluang karena potensi sumberdaya
ikan sebagai bahan baku industri sekitar 6,7 ton per tahun. Untuk mendukung
pengembangan industri perikanan memasuki perdagangan global melalui (KB)
dibangun PPSNZ Jakarta. Hasil penelitian setelah diuji menunjukkan signifikan
sehingga pengaruh (KB) akan mampu meningkatkan (DSG).
Pengaruh (KB) dengan variabel pembentukan BUMN (X
26
) terhadap
(DSG) menunjukkan hasil signifikan. Dilatar belakangi manajemen pengelolaan
pelabuhan perikanan sebelum dibentuk BUMN, PPSNZ Jakarta pada mulanya
untuk melayani masyarakat perikanan dibentuk project management unit (PMU)
ternyata mengalami hambatan operasional terutama masalah aturan keuangan
negara. Untuk mendukung industri perikanan dan mengantisipasi menghadapi
perdagangan global perlu dibentuk badan usaha milik negara (BUMN) berupa
PPPS melalui peraturan pemerintah no. 2 tahun 1990 yang kemudian
disempurnakan menjadi no. 23 tahun 2000. Maksud pembentukan PPPS ini tidak
lain untuk dapat meningkatkan pelayanan melalui prinsip pengusahaan secara
ekonomis. Adapun tugas PPPS adalah menyelenggarakan usaha pelayanan
barang dan jasa bermutu tinggi kepada pengguna jasa di pelabuhan perikanan


110
serta usaha lain yang terkait dengan perikanan melalui penyediaan sarana dan
prasarana, barang dan jasa serta sekaligus memupuk keuntungan untuk
pembiayaan operasional guna kelangsungan perusahaan dan kontribusi
pendapatan negara. Sebagai BUMN maka PPPS didalam pengelolaannya
berdasarkan prinsip perusahaan yaitu menggunakan system Indonesische
Bedrijven Wet (IBW). Melalui (KB) ini pengaruh terhadap (DSG) cukup signifikan
karena kondisi pelayanan yang diciptakan mampu mendukung (DSG) sehingga
industri perikanan yang melakukan investasi dikawasan PPSNZ Jakarta akan
memiliki (DSG).
Pengaruh (KB) dengan variabel pengaturan pemanfaatan tanah (X
27
)
terhadap (DSG) mampu memberikan dukungan industri perikanan dalam
memasuki perdagangan global. Dinyatakan mampu mendukung (DSG) karena
dengan kebijakan ini sasaran pemeritah adalah akan mendukung industri
perikanan mendapatkan modal investasi dan modal kerja. Caranya adalah
dengan (KB) ini pemerintah memberi kesempatan kepada industri perikanan
yang menyewa tanah industri dengan status hak guna bangunan (HGB) diatas
hak pengelolaan (HPL) dapat dijaminkan kepada jasa perbankkan untuk
mendapatkan modal investasi dan modal kerja. Harapannya adalah dengan
kemampuan modal dapats menggunakan teknologi yang lebih efisien sehingga
dapat menciptakan dan meningkatkan mutu produk sesuai standar pasar
internasional, produk harga bersaing dan mampu menyediakan produk secara
berkelanjutan serta memperbaiki kondisi lingkungan.
Hasil penelitian Madecor Group (2001), untuk pengembangan industri
pengalengan perikanan di Indonesia timur selain diperlukan infrastruktur berupa
pelabuhan perikanan, dalam mengembangkan industri pasti diperlukan modal
usaha maupun modal investasi. Untuk mengatasi kendala ini diperlukan
kebijakan pemerintah. Dalam penelitian ini kebijakan pemerintah (KB) yang
ditempuh adalah pemberian kemudahan kepada investor untuk mendapatkan
modal melalui pengaturan pemanfaatan tanah industri guna dijadikan agunan
mendapatkan modal usaha, ternyata kebijakan pemerintah ini setelah diuji
berpengaruh positif terhadap pengembangan industri perikanan dan daya saing
industri (DSG).




111
4.3.4.2 Pengaruh faktor kinerja industri perikanan (KIP) terhadap daya saing
global (DSG) industri perikanan
Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG)
dipengaruhi kinerja industri perikanan (KIP) (Gambar 26), menunjukkan nilai 2.36
= 1.96 - 2.00 berarti sangat signifikan. Jenis variabel yang digunakan untuk
mengukur (KIP) adalah aspek keuangan (laba /rugi) (X
13
)), ROI (X
14
), ROE (X
15
),
aspek pemasaran ( volume penjualan (X
16
), pertumbuhan penjualan (X
17
),
pertumbuhan pelanggan (X
18
), kemampuan pengembangan produk (X
19
),
kemampuan harga bersaing (X
20
), mutu produk (X
21
), dan aspek sumberdaya
manusia (produktivitas kerja) (X
22
) dan penyerapan tenaga kerja (X
23
). Kemudian
variabel yang digunakan untuk mengukur daya saing global (DSG) adalah
kemampuan teknologi (X
33
), jaminan mutu produk (X
34
), kemampuan imitabilitas
(X
35
), harga produk kompetitif (X
36
), ketersediaan bahan baku (X
37
), kemampuan
durabilitas (X
38
). Jika secara teori (KIP) merupakan determinasi dari (DSG)
berarti semakin tinggi (KIP) akan semakin tinggi (DSG). Pengaruh (KIP) dengan
variabel aspek keuangan (laba /rugi) (X
13
); ROI (X
14
) dan ROE (X
15
) terhadap
(DSG) menunjukkan hasil yang signifikan ini membuktikan bahwa industri
perikanan mempunyai keunggulan bersaing.
Menurut Kotler (1997) jika suatu industri memiliki kemampuan laba yang
semakin meningkat berarti akan semakin kuat industri untuk dapat meningkatkan
kinerja; hal ini disebabkan mendapatkan laba adalah salah satu tujuan dan harus
ditingkatkan karena dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya industri.
Tingginya kemampu labaan ini akan mendorong nilai return on investment (ROI)
dan return on equity (ROE) suatu industri. Dilain pihak menghadapi perdagangan
global, suatu industri akan menghadapi suatu tantangan untuk memiliki daya
saing global (DSG).
Menurut Aaker (1989) yang diacu dalam Aditya (2004), keunggulan
bersaing adalah jantung kinerja industri atau perusahaan dalam pasar bersaing.
Dikatakan keunggulan bersaing pada dasarnya tumbuh dari nilai atau manfaat
yang dapat diciptakan perusahaan bagi para pembelinya. Hal-hal yang
mengindikasikan variabel keunggulan bersaing adalah kemampuan imitabilitas,
kemampuan durabilitas dan kemudahan menyamai. Jika Porter (1980),
mengindikasikan keunggulan bersaing adalah keunggulan biaya, diferensiasi,
mutu, dan harga maka menurut pendapat Aaker (1989), jika perusahaan mampu
menerapkan salah satu strategi bersaing diatas maka akan didapatkan


112
keunggulan bersaing. Dengan demikian kinerja industri perikanan (KIP) yang
memiliki kemampu labaan akan berpengaruh terhadap daya saing global (DSG).
Pengaruh (KIP) dengan variabel aspek pemasaran (volume penjualan
(X
16
); pertumbuhan penjualan (X
17
); pertumbuhan pelanggan (X
18
); kemampuan
pengembangan produk (X
19
); kemampuan harga bersaing (X
20
); Mutu produk
(X
21
)) terhadap (DSG) menunjukkan hasil signifikan berarti bahwa industri
mampu mengembangkan pasar dan memiliki daya saing dalam perdagangan
global (DSG).
Peningkatan kinerja industri perikanan (KIP) dibidang pemasaran,
ternyata dalam menghadapi persaingan saat ini bukan sekedar mendapatkan
besarnya margin usaha akan tetapi industri harus mampu menciptakan kepuasan
pelanggan. Bagi produk hasil industri perikanan lebih diutamakan bagaimana
mempertahankan pengembangan produk selama mungkin untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan (Kotler 1997). Berdasarkan teori ini industri yang ada
di`dalam PPSNZ Jakarta masih mampu mengembangkan produk untuk
mensuplai secara kontinyu konsumen dipasar internasional, sehingga memiliki
kemampuan daya saing memasuki pasar global.
Salah satu variabel daya saing industri perikanan dalam perdagangan
global adalah adanya jaminan mutu produk. Variabel ini mengantisipasi
pelanggan saat ini yang semakin memiliki tuntutan atas kualitas produk yang
lebih baik dan aman dikonsumsi, disamping memiliki respon yang lebih cepat
(tepat waktu) ternyata juga menuntut adanya nilai lebih yang diberikan oleh
perusahaan. Sehubungan dengan hal ini maka kinerja industri perikanan dalam
memasarkan produk harus mampu menetapkan jaminan mutu dan ketepatan
waktu untuk memenangkan persaingan (Schonberger 1996) yang diacu dalam
Tercia (2004). Konsep ini mengisyaratkan bahwa industri perikanan jika ingin
meningkatkan volume penjualan harus mampu memberikan kepuasan kepada
pelanggan, sehingga Kotler (1997) memberikan konsep pemasaran modern yaitu
suatu produsen harus mampu mengetahui dan memahami apa kebutuhan
konsumen. Dengan demikian industri perikanan selain mampu meningkatkan
volume penjualan juga dituntut memiliki kemampuan memenuhi permintaan
konsumen untuk meningkatkan pertumbuhan pelanggan, dan bagi industri yang
berhasil mengikuti konsep ini diharapkan akan memiliki daya saing dalam
perdagangan global.


113
Lain halnya dengan konsep Gardjito (1996), bahwa kinerja industri
perikanan (KIP) selain memiliki kemampuan diversifikasi produk dan teknologi
yang efisien juga memiliki kemampuan harga produk yang kompetitif jika ingin
memasuki perdagangan global. Untuk memiliki kemampuan harga bersaing
menurut Bruce Hendersen (1983) yang diacu dalam Aditya (2004) industri harus
mampu mengembangkan keunggulan uniknya. Kemampuan kinerja industri
perikanan (KIP) inilah ternyata yang berpengaruh terhadap daya saing global
(DSG) industri perikanan.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa (KIP) dengan variabel aspek
pemasaran berpengaruh terhadap daya saing industri perikanan dalam
perdagangan global (DSG) artinya semakin tinggi kinerja industri perikanan (KIP)
akan semakin meningkatkan kemampuan daya saing industri perikanan dalam
perdagangan global (DSG).
Pengaruh (KIP) dengan variabel sumberdaya manusia (Produktivitas
kerja (X
22
) dan Penyerapan tenaga kerja (X
23
) ) terhadap (DSG) menunjukkan
hasil signifikan. Menurut Kotler (1997), memasuki perdagangan global akan
terjadi perubahan dengan kecepatan luar biasa seperti merek makanan, mutu
serta harga barang sehingga industri harus mampu merubah keunggulan
komperatip menjadi keunggulan kompetitip dengan cara efisiensi. Untuk
meningkatkan efisiensi diperlukan suatu teknologi yang sesuai dengan
kemampuan dan ketersediaan sumberdaya manusia. Jika sumberdaya manusia
memiliki pendidikan dan ketrampilan yang rendah, industri perikanan harus
menyesuaikan dengan teknologi yang digunakan. Akibatnya mutu bahan baku
yang disuplai dan produk yang dihasilkan tidak dapat bersaing dipasaran
terutama pasar global (Wahyuni 2002).
Dilain pihak dengan semakin meningkat industri perikanan dituntut pula
penyerapan tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja relatif murah dengan tingkat
kemampuan relatif rendah perlu disesuaikan dengan teknologi yang digunakan
(Putro 2002).
Dengan demikian tingkat produktivitas dan penyerapan tenaga kerja yang
merupakan variabel dari kinedrja industri perikanan (KIP) berpengaruh terhadap
daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG).




114
4.3.4.3 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap daya
saing global (DSG) industri perikanan
Lingkungan industri perikanan (LIP) berpengaruh nyata terhadap daya
saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) (Gambar 26)
menunjukkan nilai 1,96 - 1,96. Jenis variabel yang digunakan untuk mengukur
(LIP) adalah faktor II, EI dan LE Sedangkan variabel yang digunakan untuk
mengukur (DSG) adalah kemampuan teknologi (X
33
), jaminan mutu produk (X
34
),
kemampuan imitabilitas (X
35
) harga produk kompetitip (X
36
) ketersediaan bahan
baku (X
37
) kemampuan durabilitas (X
38
).
Jika secara teori (LIP) merupakan determinasi dari (DSG) maka semakin
kondusif kondisi (LIP) akan semakin meningkatkan kemampuan (DSG). Dengan
diterimanya uji ini berarti pengaruh faktor lingkungan industri (LIP) dapat
meningkatkan daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG).
Menurut Porter (1990), lingkungan industri (LIP) dapat didekati dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri dan dibagi menjadi 3
(tiga) penentu keberhasilan industri yaitu internal industri, eksternal industri dan
lingkungan ekonomi. Lingkungan internal dapat didekati dengan melihat potensi
sumberdaya manusia, teknologi dan keuangan serta asset perusahaan.
Eksternal industri yang mempengaruhi lingkungan industri didekati dengan
melihat kondisi ketersediaan pemasok infrastruktur berupa mesin dan teknologi,
ketersediaan jasa pelatihan, jasa perbankkan. Kemudian lingkungan ekonomi
diidentifikasi dengan perkembangan teknologi, situasi perdagangan dunia,
sumberdaya alam, dan kondisi ekonomi. Teknologi adalah perangkat penting
yang merubah sumber daya alam yang tersedia menjadi produk barang dan jasa
yang diinginkan. Untuk itu cara yang memungkinkan untuk meningkatkan daya
saing produk adalah dengan meningkatkan kadar teknologi dalam kegiatan
operasional perusahaan (Said, Rahmayanti dan Muttaqin 2001)
Pendapat Pearce and Robinson (1991) yang diacu dalam Sandjojo
(2004), lingkungan industri disebut juga dengan lingkungan usaha memegang
peranan penting dan menentukan terhadap seluruh aspek bisnis, maupun
kemampuan daya saing industri perikanan. Semakin baik kondisi lingkungan
industri atau lingkungan usaha akan semakin meningkatkan daya saing industri.
Karena dengan kondisi lingkungan industri yang kondusif akan memberikan
berbagai peluang usaha dan upaya-upaya untuk mengembangkan industrinya.


115
Lain halnya dengan pendapat Kotler (1997), bahwa suatu industri
perikanan untuk memenangkan persaingan didalam perdagangan global (DSG)
harus mampu memanfaatkan tantangan dan peluang lingkungan industri (LIP).
Kemampuan memanfaatkan peluang ini akan dapat menciptakan produk sesuai
selera konsumen baik dari sisi harga, mutu, bentuk, tepat waktu dibutuhkan
sehingga akan memiliki produk yang berdaya saing. Untuk menciptakan produk
yang memiliki (DSG) ternyata setiap industri membutuhkan dukungan industri
pemasok seperti mesin, teknologi, bahan pengemas, bahan baku, peralatan.
Atas dasar teori ini berarti (LIP) akan berpengaruh terhadap (DSG) terutama
kemampuan industri dalam memanfaatkan peluang untuk menciptakan produk
yang memiliki daya saing dalam perdagangan global (DSG).
Dari hasil uji menunjukkan bahwa lingkungan industri perikanan (LIP)
berpengaruh terhadap daya saing industri perikanan (DSG) dapat diterima.
Dengan demikian hasil penelitian membuktikan bahwa lingkungan industri
perikanan akan mampu mempengaruhi daya saing global (DSG).
4.3.4.4 Pengaruh faktor pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap daya
saing global (DSG) industri perikanan
Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG)
dipengaruhi pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) (Gambar 26) menunjukkan nilai
2,16 = 1,96 - 2,00 berarti signifikan. Jenis variabel yang digunakan untuk
mengukur PPSNZ Jakarta adalah pelayanan produksi (X
28
) pelayanan industri
processing (X
29
), pelayanan pemasaran (X
30
) pelayanan logistik (X
31
) dan
pelayanan fasilitas pendukung (X
32
). Variabel yang digunakan untuk mengukur
(DSG) adalah kemampuan teknologi (X
33
), jaminan mutu produk (X
34
),
kemampuan imitabilitas (X
35
) harga produk kompetitip (X
36
) ketersediaan bahan
baku (X
37
) kemampuan durabilitas (X
38
). Jika secara teori PPSNZ Jakarta
merupakan determinasi dari (DSG) berarti dengan diterimanya hasil uji ini
membuktikan bahwa semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta
memberikan pengaruh kuat untuk menciptakan daya saing industri perikanan
dalam perdagangan global.
Berdasarkan hasil uji ini pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel
pelayanan produksi (X
28
) terhadap (DSG) dapat diterima, dengan demikian
PPSNZ Jakarta memberikan pengaruh positif kepada (DSG) karena diketahui
dari meningkatnya variabel ketersediaan bahan baku (X
37
), dan jaminan mutu
produk (X
34
). Menurut Porter (1990) jika daya tarik produk merupakan


116
perwujudan dari mutu produk berarti mutu produk akan menentukan keadaan
dan keberadaan suatu produk artinya mutu produk yang jelek akan mengurangi
minat konsumen untuk menggunakan produk; dengan demikian akan
menentukan posisi daya saing dari pada produk tersebut. Demikian pula halnya
dengan Arifin (2004), bahwa mutu produk adalah variabel produk yang
digunakan untuk menarik minat konsumen artinya semakin tinggi mutu produk
akan semakin tinggi minat konsumen terhadap produk.
Dari hasil kajian ini menunjukkan bahwa PPSNZ Jakarta dengan variabel
pelayanan produksi (X
28
) akan mempengaruhi kemampuan daya saing global
(DSG) dengan variabel ketersediaan bahan baku dan jaminan mutu produk.
Pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan industri processing (X
29
)
terhadap (DSG) terkait dengan jenis dan kapasitas fasilitas yang disediakan oleh
pelabuhan perikanan harus mampu memberikan dukungan sesuai dengan
kebutuhan industri perikanan. Didalam melaksanakan pelayanan bahkan diatur
melalui intruksi Presiden nomor 1 tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan
mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat. Dengan demikian
pelayanan PPSNZ Jakarta dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan
kebijakan yang telah ditetapkan yaitu memberikan pelayanan optimal kepada
industri perikanan. Dilain pihak menurut pendapat Gardjito W (1996) jika industri
akan bersaing dalam perdagangan global harus memiliki kemampuan
diversifikasi produk yang terkait dengan variabel daya saing global industri
perikanan yaitu memiliki kemampuan teknologi (X
33
) kemampuan imitabilitas
(X
35
), harga produk kompetitip (X
36
) dan kemampuan durabilitas (X
37
). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel PPSNZ Jakarta berupa pelayanan
industri processing ternyata berpengaruh terhadap kemampuan daya saing
industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) baik dari segi kemampuan
teknologi, imitabilitas, durabilitas, maupun harga produk kompetitif.
Pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan pemasaran (X
30
)
terhadap (DSG) terkait dengan ketersediaan jenis dan kapasitas pelayanan
pemasaran yang dapat mendukung terhadap (DSG) dengan variabel
kemampuan teknologi, jaminan mutu produk, kemampuan imitabilitas, harga
produk kompetitif, ketersediaan bahan baku, dan kemampuan durabilitas. Secara
faktual kemampuan industri perikanan dikawasan PPSNZ Jakarta tidak
diragukan lagi dalam mengembangkan dan melakukan diversifikasi produk. Oleh
karena itu menurut Porter (1990) diversifikasi produk merupakan salah satu


117
persyaratan industri perikanan akan memiliki kemampuan bersaing dalam
perdagangan global berarti dengan luasnya wilayah pemasaran produk
perikanan dari Indonesia termasuk negara yang paling sulit ditembus pasarnya
seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat yang memiliki persyaratan mutu paling
ketat maupun negara pesaing yang harus dihadapi berarti ketersediaan fasilitas
pelayanan pemasaran di PPSNZ Jakarta berpengaruh dalam mendukung produk
perikanan dalam perdagangan global (DSG).
Jika dikaitkan dengan kebijakan pembangunan PPSNZ Jakarta yang
dilengkapi dengan segenap fasilitasnya, maka upaya meningkatkan optimalisasi
PPSNZ Jakarta ini bertujuan untuk mendukung industri perikanan melalui
penangkapan ikan dalam rangka penyediaan bahan baku industri berupa ikan,
mengingat perikanan di Indonesia sebelum dibangun pelabuhan perikanan
samudera masih didominasi oleh perikanan tradisional (Murdjijo 1997). Hasil
penelitian Sunarya (1996) menunjukkan bahwa hanya 60% saja hasil perikanan
di Jawa dan Sumatera yang dimanfaatkan dalam keadaan segar tanpa
pelayanan pelabuhan perikanan PPSNZ Jakarta. Demikian pula Clucas dan
Basmal (1995) yang dikutip Sunarya (1996) menunjukkan bahwa kurangnya
sarana pendukung pemasaran berupa tempat pelelangan ikan dan cold storage
maupun pabrik es, pasokan air ternyata akan mempersulit mendapatkan bahan
baku ikan untuk industri perikanan sehingga mempengaruhi kinerja industri dan
akan menghambat kemampuan daya saing industri perikanan. Dengan demikian
pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan logistik dan fasilitas
pendukung industri berpengaruh terhadap daya saing global (DSG).
4.4 Strategi Pengembangan Industri Perikanan Berbasis PPS
Strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPS memasuki era
globalisasi antara lain perlu langkah-langkah optimalisasi terhadap kedelapan
faktor yang membentuk model industri perikanan berbasis PPS memasuki era
globalisasi, karena setiap faktor saling berpengaruh secara signifikan. Sebagai
dasar pemikiran strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPS
memasuki era globalisasi antara lain:
(1) Keberadaan PPS akan menjamin kegiatan produksi penangkapan dalam
kelangsungan penyediaan bahan baku industri perikanan. Hal ini cukup
beralasan karena tanpa kesediaan bahan baku (ikan) cukup dan kontinyu
sulit bagi kelangsungan kinerja industri perikanan terutama menghadapi
pesaing dipasaran global.


118
(2) Penyerapan dan pengembangan tenaga kerja perikanan. Dilatar belakangi
masyarakat perikanan didominasi oleh pengusaha tradisional, maka
dengan berkembangnya industri perikanan akan lebih mengenalkan dan
mendorong masyarakat perikanan untuk berkembang (transfer pengetahuan
usaha dan kemampuan serta ketrampilan)
(3) Untuk menciptakan lingkungan industri perikanan yang kondusif, kebijakan
pemerintah adalah penyediaan infrastruktur, insentif usaha berupa
kemudahan-kemudahan seperti perijinan, mendapatkan modal usaha,
menghilangkan berbagai pungutan yang membebani kegiatan usaha.
Menghilangkan berbagai aturan dan ketentuan yang berdampak
menghambat terhadap upaya tumbuh dan berkembangnya usaha. Menurut
Departemen Kelautan dan Perikanan (2001) kebijakan pemerintah
mengenai pembebasan pajak untuk komoditi ekspor sebaiknya juga dikaji
kembali, karena pihak manapun yang menanggung investasi lebih besar
untuk menyumbang pedapatan devisa nasional atau penciptaan
kesempatan kerja yang signifikan sebaiknya didorong dengan insentif yang
sesuai, misalnya tunjangan ekstra yang seimbang dengan investasi yang
dilakukan pada aset modal.
(4) Guna mendukung kinerja industri perikanan, pada saat ini masih diperlukan
dukungan pemerintah, mengingat industri perikanan mempunyai
karakteristik yang spesifik dibandingkan produk agribisnis lainnya (sifat
penanganan produk lebih spesifik) sehingga membutuhkan perlakuan
khusus karena akan berdampak terhadap biaya operasional dan resiko
kerugian tinggi),
(5) Penetapan kebijakan pemerintah perlu kehati-hatian dan
mempertimbangkan dampak kepada industri perikanan (kenaikkan harga
BBM, listrik, air, telepon). Secara faktual kebijakan pemerintah yang telah
ditetapkan ternyata secara langsung masih ada yang menghambat kinerja
industri skala besar sampai usaha perikanan tradisional.
(6) Keberadaan PPPS di dalam pengelolaan pelabuhan perikanan perlu
didukung untuk lebih meningkatkan kemampuan KIP dan membuat suasana
LIP yang kondusif. Kaitan antara PPPS dan UPT pelabuhan perikanan
perlu ditingkatkan kerja sama dan kesinambungan kerja terhadap
tatahubungan kerja sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing secara


119
seimbang, sehingga dapat bersinergi dalam memberikan pelayanan kepada
pengguna jasa PPS.
(7) PPS dirancang untuk memberikan dukungan terhadap berkembangnya
industri perikanan yang modern sehingga jenis dan kapasitas serta kualitas
fasilitas harus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan konsumen dan dalam
pengelolaan fasilitas dipersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas
baik.
(8) Dalam rangka upaya memberikan pelayanan terhadap industri perikanan
agar mampu menghadapi persaingan global, pengelola PPS benar-benar
konsisten dalam menerapkan pelayanan prima. Menghilangkan segala
macam dan bentuk pungutan yang dapat menghambat kemampuan daya
saing industri perikanan.
(9) Perlunya dukungan dari pemerintah dalam menghadapi pasar global
terutama perlakuan yang tidak seimbang dari negara pesaing serta berbagai
aturan yang tidak mampu diakomodir oleh industri perikanan terkait dengan
berbagai aturan dan ketentuan internasional yang pada akhirnya dapat
menghambat kinerja industri perikanan terutama dalam hal pemasaran luar
negeri (ekspor).
120
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian tentang pemodelan industri perikanan berbasis pelabuhan
perikanan samudera ini dengan menerapkan pendekatan structural equation
modelling (SEM) dan analisis dengan bantuan piranti lunak LISREL 8.72
menyimpulkan bahwa:
(1) Model industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi dengan
delapan faktor dapat digunakan untuk merencanakan dan meramalkan
pengembangan industri perikanan dalam perdagangan global. Model
dengan faktor internal industri, eksternal industri, lingkungan ekonomi,
lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah, pelayanan PPS,
kinerja industri perikanan, daya saing Industri perikanan dalam
perdagangan global ini adalah fit atau dapat diterima setelah diuji dengan
mempertimbangkan kriteria goodness of fit yang dipakai.
(2) Ke 8 (delapan) faktor yaitu: II, EI, LE, LIP, KB, PEL, KIP, DSG saling
berhubungan dan mempengaruhi secara positip. Hal ini berarti setiap
perubahan yang semakin positif atau negatif dari salah satu faktor di atas
akan mempengaruhi kinerja faktor berikutnya dan besar kecilnya
pengaruh tergantung dari besaran signifikansi.
(3) Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan industri perikanan, kinerja industri
perikanan, kebijakan pemerintah dan pelayanan PPS.
(4) Faktor internal industri, eksternal industri, lingkungan ekonomi sangat
berpengaruh terhadap lingkungan industri dan dapat menentukan
keberhasilan kinerja industri perikanan dalam perdagangan global.
Namun demikian dampak negatif yang ditimbulkan terutama lingkungan
ekonomi (disebut juga lingkungan jauh) dapat dipengaruhi dan
dikendalikan melalui kebijakan pemerintah maupun pelayanan pelabuhan
perikanan samudera.
(5) Kinerja industri perikanan sangat dipengaruhi secara positip oleh
lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah dan pelayanan
pelabuhan perikanan samudera dalam memasuki perdagangan global.
Pengaruh paling signifikan adalah kebijakan pemerintah melalui
pelayanan PPSNZ Jakarta, oleh karenanya untuk mendukung kinerja


121
industri perikanan dalam perdagangan global diupayakan agar pelayanan
PPS ditingkatkan melalui pelayanan prima.
(6) Pendugaan implikasi dan perumusan strategi model pengembangan
industri perikanan dalam perdagangan global, termasuk kebijakan
pemerintah serta pelayanan pelabuhan perikanan, dapat dilakukan
melalui simulasi model dengan merubah variabel dari faktor kebijakan
maupun pelayanan pelabuhan perikanan serta kinerja industri.
(7) Model pengembangan industri perikanan dapat digunakan untuk
merumuskan strategi pengembangan industri perikanan memasuki pasar
global pada beberapa lokasi pelabuhan perikanan samudera lainnya
dengan menambah variabel pembentuk faktor pada kondisi lingkungan
industri, pengambilan kebijakan, langkah-langkah pelayanan PPS, kinerja
industri serta bagaimana antisipasi dalam perdagangan global. Namun
penambahan variable harus tetap didasarkan pada telaahan pustaka
yang intensif mengingat penelitian ini bersifat eksplorasi.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian terhadap analisis model industri perikanan berbasis
PPS, dapat direkomendasikan beberapa saran :
(1) Model industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan samudera
memasuki era globalisasi dapat digunakan untuk pedoman implementasi
kebijakan dalam perencanaan dan peramalan pengembangan industri
perikanan berbasis PPS lainnya karena masih ada 4 PPS (yaitu: PPS
Kendari, PPS Cilacap, PPS Belawan, PPS Bungus) dan beberapa
pelabuhan perikanan lainnya yang dapat diteliti melalui suatu simulasi.
(2) Mengingat situasi dan kondisi pelabuhan perikanan samudera lainnya
berbeda dengan lokasi Jakarta, maka perlu diketahui dengan pasti
indikator yang berpengaruh dan membentuk variabel dalam model.
Alasan pengembangan variabel karena dalam menyusun model ini
diutamakan adalah telahan pustaka.
(3) Analisis model industri perikanan untuk pelabuhan dilokasi lain dengan
menggunakan alat analisis structural equation model (SEM) perlu diawali
dengan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaahan pustaka yang
intensif untuk mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang
dikembangkan. Tanpa landasan teori yang kuat maka SEM tidak


122
bermanfaat, karena SEM tidak digunakan untuk menghasilkan sebuah
model akan tetapi untuk mengkonfirmasi model melalui data empirik.
(4) Mengingat situasi dan kondisi termasuk perdagangan era globalisasi
yang cepat berubah dan sangat mempengaruhi lingkungan industri, serta
adanya beberapa kebijakan pemerintah yang belum dimasukkan sebagai
indikator dalam model tersebut, penelitian lebih lanjut disarankan
mencakup simulasi untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
dan menghindari kesalahan pengambilan kebijakan pemerintah.
(5) Sesuai dengan anjuran para peneliti terdahulu, guna mendorong tumbuh
dan berkembangnya industri perikanan yang berdaya saing tinggi,
pengelola pelabuhan perikanan perlu menyiapkan, melengkapi dan
meningkatan mutu fasilitas, dan menerapkan ketentuan pelayanan prima
kepada pengguna jasa secara konsisten.
(6) Untuk menghindari timbulnya KKN, tindakan pengawasan yang
konsisten perlu dilakukan terhadap pelayanan yang menghambat dan
pungutan yang tidak resmi terhadap pengguna jasa.



123
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David. 1989. Competitive Advantage of the Firm. Journal of Strategic
Research, New York.
Achmadi 2003. Analiisis Pengaruh Orientasi Pengawasan Terhadap Efektivitas
Perusahaan Melalui Orientasi Kinerja Penjualan dan Kinerja Tenaga
Penjualan (Studi Kasus pada Manajemen tenaga penjualan industri
jasa pelayaran di Kota Semarang). Thesis. Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro. Semarang.
Aditya. 2004. Analisis Pengaruh Merek, Orientasi Stratejik dan Inovasi Terhadap
Keunggulan Bersaing. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia. Volumen III,
Nomor 3 Desember 2004.
Agustedi. 2000. Rancang Bangun Model Perencanaan dan Pembinaan
Agroindustri Hasil Laut Orientasi Ekspor dengan Pendekatan Wilayah.
Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Anonim. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003
Tentang Badan Usaha Milik Negara. BUMN Executive Club. Jakarta.
Arifin. 2004. Pengaruh Bentuk Rantai Nilai Pasokan dan Kualitas Hubungan
Perusahaan Pemasok Dalam Mewujudkan Kinerja Pemasaran Melalui
Peningkatan Kinerja Rantai Pasokan. Jurnal Sains Pemasaran
Indonesia. Vol.III Nomor 2 Sept. 2004.
Bandalos DL. 1983. Factors Influencing cross-validation of Confirmatory factor
analysis Models. Multivariate Behavioural Research, 28; 351-374.
Bappenas. 2005. Strategi Penguatan Daya Saing Produk-produk Lokal terhadap
Produk Impor di Pasar Domestik dalam Pengembangan Kawasan
Andalan, Strategis, Cepat Tumbuh. Laporan Temu Diskusi. Bappenas
Jakarta: 106
Barker T.A. 1999. Benchmark of Successful Salesforce Performance. Canadian
Journal of Administrative Science, 1999.
Bentler PM 1990. Comparative fit Indexes in structural models, Psychological
Bulletin, 107; 238-246.
Bentler PM, Bonnetts DG. 1980.Significance tests and Goodness of Fit in The
Analysis of Covariance Structure. Psychological Bulletin, 88; 588-606.
Byrne BM. 1998. Structural Equotion Modeling with LISREL, PRELIS and
SIMPLIS. Basic concepts, applications and Programming. New Jersey;
Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Clucas IJ, Basmal.J 1995. Pengolahan, Distribusi dan Pemasaran ikan Pelagis
Kecil dari tiga tempat pendaratan ikan di Jawa Tengah, Indonesia.
Makalah disampaikan dalam seminar on socio-economic, innovation en
management of the Small Pelagic Fishery of the Java Sea. Bandungan
124
Cooper. DR. and Emory, C.W. 1998. Metode Penelitian Bisnis. Jilid I. Edisi
Kelima. Penerbit Erlangga.
Dahuri. R. 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia Melalui Sektor
Perikanan dan Kelautan. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan
Indonesia (LISPI). Jakarta.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2001. Studi Perumusan Kebijakan
Pembangunan Perikanan. Pacigic Consultants International. Tokyo-
Jepang.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Membangun Perekonomian
Nasional Untuk Mewujudkan Indonesia Yang Maju, Makmur, dan
Berkeadilan Melalui Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Jakarta :
Departemen Kelautan dan Perikanan
Diamantopoulus. A. dan Siguaw. JA . 2000. Introducing LISREL: A guide for the
United. Sage Publications.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2002. Kebijakan , Strategi dan Program
Kerja Pengembangan Sentra-sentra Perikanan. Departemen Kelautan
dan Perikanan. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2005. Revitalisasi Pelabuhan Perikanan
Menunjang Pengembangan Perikanan Nasional. Departemen Kelautan
dan Perikanan. Jakarta
Dunn WN. 2000. Pengantar Analysis Kebijakan Publik Edisi kedua Gajahmada
University Press.
Elfandi S. 2000. Administrasi Pelabuhan Perikanan . Seminar pada Fakultas
Perikanan Institut Pertanian Bogor tahun 2000. IPB Bogor.
Eriyatno, Winarno. 1999 . Pemodelan Sistem Pengendalian Mutu Produk
Kualitas Ekspor Agroindustri Periakanan Rakyat. Jurnal Teknologi
Industri Pertanian. Volume VI Nomor 1 Hal. 1 50
Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen.
Penerbit Institut Pertanian Bogor Press. Hal. 147
Fandy T. 1995. Strategi Pemasaran. Penerbit Andi Offset Yogyakarta.
Fauzi A. 2002. Peluang Pengembangan Industri Fishmeal di Indonesia:
Perspektif Sumberdaya Perikanan. Disampaikan pada Nasional Policy
Dialogue Percepatan Sinergi Usaha Melalui Reformasi Kebijakan,
Jakarta 8-10 Oktober 2002.
Fauzi. A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan (Isu, Sintesis, dan Gagasan).
Gramedia. Jakarta
Ferdinand. 2002. Structural Equation Modeling (SEM) Dalam penelitian
Manajemen. Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
125
Gardjito, W. 1996. Marketing management. Analysis, Planning Implementation,
Control. Jakarta.
Gasperz. 2002. Manajemen Produktifitas Total Strategi Peningkatan
Produktivitas Bisnis Global. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gasperz. V. 2001. Production Planning and Inventory control. Berdasarkan
pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufakturing
21. Vincent Foundation dengan PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Ghozali I. 2004. Model Persamaan Struktural. Konsep dan Aplikasi dengan
Program AMOS Ver. 5.0 Program Magistster Manajemen. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Ghozali, Fuad SET. 2005. Structural Equation Modeling. Teori, Konsep, &
Aplikasi dengan Program LISREL 8.54. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang
Giyatmi. 2005. Sistem Pengembangan Agroindustri Perikanan Laut : Suatu
Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan di Provinsi Jawa
Tengah. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.Bogor.
Hair JF. JR . Anderson R.E. Tatham R.L and Black W.C 1998. Multivariate Data
Analysis. Fifth Edition. Prentice Hall-International . INC. Printed in The
United States Of America Pag 577 Chapter 11 Structural Equation
Modeling.
Hogwood B W and Gunn L A. 1984. Policy Analysis for the Real World. Oxford
Universiy Press.
Indriantoro N, B Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntasi &
Manajemen. Edisi Pertama, Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta.
Joreskog KG & Sorbom Dag. 2005. LISREL 8.72. Scientific Software
International , Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100. Lincolnwood, IL
60712, USA.
Kamaludin, 2002. Pembangunan Ekonomi Maritim di Indonesia. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
Kotler, 1997. Manajemen Produktifitas. Terjemahan Marketing Management.
Ninth Edition. Prentice hall Inc.
Kusumastanto, 2002. Reposisi Ocean Policy dalam Pembangunan Ekonomi
Indonesia di Era Otonomi Daerah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kusyanto. D, 2006. Kebijakan dan Pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera
Terhadap Daya Saing Industri Perikanan pada Perdagangan Global di
Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta. Jurnal Penelitian Perikanan.
Universitas Brawijaya. Malang.
126
Lianto. 2005. Peningkatan Daya Kompetisi Perusahaan Melalui Maksimalisasi
Nilai Guna Teknologi. Prosiding Seminar Nasional XII-FTI. Institut
Teknologi Surabaya. Surabaya
Lubis. 2002. Perencanaan Pembangunan Pelabuhan Perikanan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Machfud. 1999. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jurusan Teknologi
Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
Madecor Group.2001. Study on Restructuring the Agro=Based Industry. Policy
Advisory Unit (PAU)-ITDP/IBRD Loan No.3972-IND. Volume III.
Processed and Canned Fish Cluster in Eastern Indonesia, Ministry of
Industry and Trade.
Manurung TV. 1995. Urgensi Pelabuhan dalam Pengembangan Agribisnis
Perikanan Rakyat (Kasus Jawa Tengah). Prosiding Agribisnis. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Teknik dan Aplikasi.
Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Masud F. 2004. Survai Diagnosis Organisasional. Konsep dan Aplikasi . Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Maureen M (2004). Studi Mengenai Loyalitas Pelanggan pada Divisi Asuransi
Kumpulan AJB Bumiputra 1912 (Studi Kasus di Jawa Tengah). Jurnal
Sains Pemasaran Indonesia Vol. III No 7. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Mulyadi D. 2001 Rancang Bangun Strategi Terpadu Agroindustri Rotan.
Disertasi Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, 2001.
Murdiyanto B. 2004. Pelabuhan Perikanan Fungsi, Fasilitas, Panduan
Operasional, Antrian Kapal. Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan-FPIK IPB.
Murdjijo. 1997. Keragaan dan Kebijaksanaan Pembangunan Perikanan Pelita VI
dan Tinjauan Menghadapi Era Globalisasi. Direktorat Jenderal
Perikanan Tahun 1997. Simposium Perikanan Indonesia II. Jakarta.
Mustofa H. 2004. Faktor-Faktor Pendorong Kreativitas Program Pemasaran dan
Kinerja pemasaran. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia. Volume III,
Nomor 2 September 2004.
Nikijuluw, VPH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat
Pengembangan dan Pembangunan Regional. Jakarta.
Pearce JA, Robinson RB Jr. 1991.Formulation, Implementation, and Control of
Comparative Strategy. Boston. Irwin.
127
Porter M E. 1980. Competitive Strategy, Techniques for Analysing industries and
Competitor. With a New introduction. The Free Press.
Porter M E. 1985. Competitive Advantage. Creating and Sustaining Superior
Performance With a New Introduction. The Free Press New York,
London, Toronto, Sydney, Singapura.
Porter M E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Macmillan Press Ltd.
London
Putro S. 2001. Perdagangan Produk Perikanan Dalam Era Globalisasi. Direktur
Jenderal Peningkatan kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Putro S. 2002. Pengelolaan Hasil Perikanan Menghadapi Pasar Global-Peluang
dan Tantangan. Seminar Perdagangan Internasional dan Pasca
Panen, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta 2002. Atase
Pertanian, Perutusan Republik Indonesia untuk Uni Eropa. Brussels
Said GE, Rahmayanti, dan Mutaaqin ZM. 2001. Manajemen Teknologi Agribisnis
Kunci Menuju Daya Saing Global Produk Agribisnis. PT Ghalia
Indonusa dengan MMA-IPB. Jakarta.
Salvatore D. 2001. Managerial Economics in a Global Economy. Fourth Edition.
Harcourt College Publishe.
Sandjojo I. 2004. Pengaruh Lingkungan Usaha, Sifat Wirausaha dan Motivasi
Usaha Terhadap Pembelajaran Wirausaha, Kompetensi Wirausaha
dan Pertumbuhan Usaha Kecil di Jawa Timur. Program Studi Ilmu
Ekonomi Kekhususan Manajemen. Universitas Brawijaya. Program
Pasca Sarjana. Malang
Schonberger JR. 1992. World Class Manufacturing; The Next Decade. Book
Except, March 1992. p. 21-24
Solimun 2002a. Multivariate Analysis. Structural Equotion Modeling (SEM)
LISREL dan AMOS. Aplikasi dibidang Manajemen, Ekonomi
Pembangunan, Psykologi, Sosial, Kedokteran, Agrokompleks. Fak.
MIPA Universitas Brawijaya. Malang
Solimun 2002b. Structural Equation Modeling Lisrel dan Amos. Fakultas MIPA
Universitas Brawijaya. Malang.
Solimun 2005. Structural Equotion Modeling (SEM) Aplikasi Software Amos.
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang..
Suherman A, Murdiyanto B, Marimin, dan Wisudo SH. 2006. Analisis
Pengembangan Fasilitas Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap.
Jurnal Penelitian Perikanan Volume 9 Nomor 1 Hal. 101 107.
Sunarya. 1996. Prospek Pengembangan Pasca Panen Perikanan di Indonesia.
Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat
Jenderal Perikanan.1996.
128
Supanto 2001c. Strategi dan Teknologi Pilihan Akuakultur Untuk Meningkatkan
Ekspor dan Konsumsi Ikan . J. Agritek. Edisi Khusus : 90-94.
Supanto. 2001a. Model Ekonometrika Perikanan Indonesia Analisis dan Simulasi
Kebijakan Pada Era Liberalisasi Perdagangan. Penerbit Agritek.
Malang.
Supanto. 2001b. Arah Kebijakan Industri Bahari J. Agritek. Edisi Khusus: 208-
214
Sutandinata H. 2002. Kendala Pengembangan Industri Pengolahan Ikan di
Indonesia. Diskusi Nasional : Sarana dan Prasarana Penunjang
Industri Perikanan. 26 Juli 2002 di Jakarta.
Tercia RYC. 2004. Analisis Sikap Kewirausahaan dan Orientasi Pelanggan
Serta Implikasinya Terhadap Kinerja Tenaga Penjualan (Studi Empiris
Pada Tenaga Penjualan Motor Pada Dealer PT. ASTRA HONDA DI
Kota Semarang). Jurnal Sains Pemasaran Indonesia. Volume III,
Nomor, 3 Desember 2004.
Vicere RA and Fulmer R M. 1996. Crafting Competitiveness, Developing Leaders
in the Shadow Pyramid Capstone Publishing Limited. Oxford, Centre
for Innovation Mill Street Osford OX 2 Ojx United Kingdom.
Wahab SA. 1989. Pengantar Analysis Kebijakan Negara. Penerbit Bhineka Cipta.
Wahyuni M. 2002. Perencanaan Industri Hasil Perikanan. Jurusan Teknologi
Kelautan Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor
129
Lampiran 1. Peta Lokasi PPSNZ Jakarta

































Sumber : Pemerintah Kotamadya Jakarta Utara


SUNDA KELAPA
M.ANGKE
MUARA BARU
TOL KE BANDARA
LAUT J AWA
PROP.DKI JAKARTA
N
S


130
Lampiran 2. Data sampel industri perikanan

No Nama Perusahaan Tahun investasi di PPSNZ
Jakarta
1 PT. ALAM JAYA 2002
2 PT. ANUGERAH SECO JAYA

2002
3 PT. ASROBEN 1988
4 PT. BANGKIT LAUTAN MAS 1990
5 PT. BINA WIMA TRACO 1992
6 PT. BALI SUMBER HAYATI 1992
7 PT. BONECOM 1986
8 PT. BONECOM/ BOSCO 1991
9 PT. BUMI AGRO BAHARI LESTARI

2000
10 PT. CHARLY WIJAYA TUNA 1986
11 PT. CENTRA JAYA ABADI 1986
12 PT. CHENHONG FISHERINDO

2003
13 PT. DANAU MATANO P.R 1986
14 PT. DAYA MULUR KARENTINDO

1999
15 PT. DURIAN SARI WANGI 2001
16 PT. DWISANDHA SENJAYA 1986
17 PT. FIRST MARINE 1997
18 PT. GABUNGAN ERA MANDIRI

1995
19 PT. GABION INTI 1994
20 PT. HALIMAS SAKTI SEJATI 1985
21 PT. HANINDO 1995
22 PT. HASLINDO 1986
23 PT. HOTANJAYA GRAHA 1988
24 PT. INDOMINA BANGUN P. 1990
25 PT. INTIMAS SURYA 2000
26 PT. JAKARTA SERVISTAMA CT.

2000
27 PT. KARSA CIPTA BAYU M .P 1999
28 PT. KBA 1990
29 PT. KHOM FOOD 1989
30 PT. KEDAMAIAN 1985
31 PT. KENCANA JAYA ABADI 1986
32 PT. KURNIA MINA SEJAHTERA

2001
33 PT. LAUTAN NIAGA JAYA 2000
34 PT. LAUTAN MURNI 2000




131
No Nama Perusahaan Tahun investasi di PPSNZ
Jakarta
35 PT. LOLA MINA 1987
36 PT. LUKY REJEKI JAYADI 1999
37 PT. LUCKY SAMUDERA 1991
38 PT. LUXE UTAMA INDONESIA

1988
39 PT. MEGA JAYA FISHINDO 2000
40 PT. MERIN IND. 1987
41 PT. MINA DWI SAMPORNA 1994
42 PT. MINA SAKTI 1994
43 PT. MINA SAKTI KICITEMINDO 1993
44 PT. MITRA MINA SEGARA 2000
45 PT. MITRA MANGGALINDO 1989
46 PT. MULTI WAHANA. M 1999
47 PT. PANGGUNG ENT. LTD 1988
48 PT. PANUTAN MINA 1987
49 PT. PERTUNI 2001
50 PT. PUSKOPOL MAR 1992
51 PT. RED RIBON 1999
52 PT. SAFRITINDO 1988
53 PT. SAMUDERA MINA P 1995
54 PT. SANDIMAS AQUATEX 1988
55 PT. SEGARINDO MINA 1995
56 PT. SEKAR LAUT 1987
57 PT. SETIA KAWAN 1997
58 PT. SINAR SAMUDERA MAKMUR

1999
59 PT. SUMBINDO PERINTIS 1988
60 PT. TIMUR JAYA COLDSTORAGE

2003
61 PT. TRIDAYA ERAMINA BAHARI

1998
62 PT. TUNA MINA INDONESIA 2002
63 PT. TUNA PERMATA REJEKI

1999
64 PT. UNGGUL MINA LESTARI

2002
65 PT. VICTORINDO ADI PERDANA

2002
66 PT. VIRYA PERKASA EXPRES

2002
Sumber : Hasil studi lapangan tahun 2005.





132
Lampiran 3 : Output analisis data penelitian menggunakan LISREL 8.72

DATE : 12/17/2005
TIME : 6 : 51

L I S R E L 8.72

BY

Karl G. Joreskog & Dag Sorbom
This program is published exclusively by
Scientific Software Internasional, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Phone : (800) 247-6113, (847) 675- 0720, Fax : (847) 675-2140
Copyright by scientific Software International, Inc. , 1981-2005
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website : www. Ssicentral.com

The following lines were read from file C : \Documents and
Settings\User\My
Documents\DATA\DATA X38 200. spj :
Raw Data from file C : \Documents and Settings\User\My
Documents\DATA\DATA
X38 200.psf
Latent Variables LIP KIP KB PEL DSG
X1-X12 = LIP
X13-X24 = KIP
X25-X27 = KB
X28-X32 = PEL
X33-X38 = DSG
KIP = KB LIP PEL
LIP = PEL
DSG = KIP LIP KB
Path Diagram
End of Problem

Sample Size = 200

Covariance Matrix

X1 X2 X3 X4 X5 X6

X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
0.33
0.88
0.06
0.00
0.04
0.03
0.00
-0.02
0.07
0.07
0.11
0.07
0.08
0.07
0.02

0.43
0.11
0.05
0.14
0.08
0.06
0.14
0.10
0.04
0.08
0.12
0.05
0.05
0.07


0.29
0.05
0.03
0.03
0.03
0.08
0.00
0.02
0.05
0.02
0.03
-0.02
0.03



0.36
0.09
0.06
0.06
0.09
0.04
0.06
-0.01
0.04
-0.03
-0.02
0.00




0.38
0.08
0.08
0.10
0.15
0.01
0.09
0.16
0.01
0.00
0.00





0.37
0.06
0.09
0.08
0.09
-0.01
0.03
0.00
0.03
0.04


133
Covariance Matrix

X1 X2 X3 X4 X5 X6

X16
X17
X18
X19
X20
X21
X22
X23
X24
X33
X34
X35
X36
X37
X38
X25
X26
X27
X28
X29
X30
X31
X32
-0.02
0.00
0.04
0.02
-0.05
0.02
0.04
0.05
0.05
0.05
0.05
0.10
0.06
0.05
0.04
0.05
0.04
0.01
0.05
-0.02
0.01
-0.01
0.07

0.07
0.04
0.04
0.01
0.01
0.01
0.04
0.03
0.06
0.06
0.06
0.06
0.07
-0.01
-0.05
0.04
0.00
0.05
0.02
0.03
-0.04
0.03


0.04
0.02
0.01
0.04
0.07
0.02
0.01
0.04
0.04
0.05
0.00
0.05
0.01
-0.01
0.08
0.07
0.04
-0.02
-0.02
-0.10
0.03



-0.04
-0.03
0.01
0.03
-0.02
-0.02
0.01
-0.06
0.01
-0.05
-0.01
-0.06
-0.03
-0.01
0.01
-0.01
0.00
-0.01
-0.08
0.00




0.07
0.02
0.02
0.02
0.07
-0.03
0.04
0.02
0.03
0.02
-0.02
-0.03
-0.01
-0.03
0.03
0.00
-0.05
-0.06
-0.01





-0.01
0.02
0.04
-0.02
0.04
0.04
0.01
-0.01
0.02
0.06
0.00
0.05
-0.02
0.03
-0.05
-0.02
-0.01
0.01


Covariance Matrix

X7 X8 X9 X10 X11 X12

X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X18
X19
X20
X21
X22
X23
X24
X33
X34
X35
X36
X37
X38
X25
0.39
0.09
0.06
-0.01
0.06
0.03
0.01
0.03
0.01
-0.04
0.03
0.01
0.08
0.03
-0.05
-0.02
0.04
-0.03
-0.04
0.01
0.04
0.00
0.03
0.00
-0.03

0.37
0.07
0.06
0.04
0.12
-0.03
0.00
0.01
-0.01
0.05
0.00
0.00
0.07
-0.01
0.00
0.00
0.02
0.02
-0.01
0.01
0.03
0.10
0.04
-0.02


0.37
0.02
0.06
0.12
0.07
0.05
0.04
0.00
0.02
0.02
-0.02
0.02
0.01
0.04
0.03
0.01
0.02
0.04
0.04
0.02
0.01
0.01
0.02



0.34
0.07
0.05
-0.04
0.01
0.00
0.00
0.02
0.04
-0.05
-0.01
0.06
-0.01
-0.02
0.00
-0.01
0.07
0.03
0.06
0.00
0.05
-0.02




0.39
0.08
0.01
0.00
-0.03
-0.08
-0.01
0.02
0.08
0.00
0.03
-0.01
0.04
-0.01
-0.07
0.04
-0.02
0.03
0.05
0.00
0.01





0.48
0.01
0.02
0.01
-0.04
0.07
0.00
0.01
0.07
0.06
0.03
0.09
0.11
0.06
0.02
0.07
0.06
0.04
0.02
-0.01


134
X26
X27
X28
X29
X30
X31
X32
0.02
0.03
0.02
0.02
0.01
-0.04
-0.06
-0.01
0.02
0.01
0.00
-0.05
-0.07
0.04
-0.05
0.00
0.01
0.04
-0.02
-0.07
0.01
0.00
-0.04
0.03
0.01
0.00
0.00
0.04
0.04
0.01
0.06
-0.03
-0.07
-0.09
0.00
-0.02
-0.04
0.04
0.03
-0.02
-0.05
0.04


Covariance Matrix

X13 X14 X15 X16 X17 X18

X13
X14
X15
X16
X17
X18
X19
X20
X21
X22
X23
X24
X33
X34
X35
X36
X37
X38
X25
X26
X27
X28
X29
X30
X31
X32
0.33
0.05
0.07
-0.03
0.01
0.06
0.00
0.00
0.05
0.10
0.12
0.08
0.01
0.03
0.08
-0.01
0.00
-0.01
-0.04
-0.01
-0.01
0.01
0.00
0.05
0.04
0.03

0.45
0.07
0.05
0.14
0.09
0.05
0.12
0.09
0.03
0.08
0.10
0.03
-0.01
0.00
0.05
-0.05
0.00
0.02
-0.07
-0.04
0.01
-0.06
0.10
-0.13
-0.03


0.29
0.05
0.03
0.07
0.04
0.09
0.02
0.06
0.06
0.03
-0.01
-0.02
0.02
-0.02
-0.06
-0.04
0.00
-0.03
-0.03
-0.02
0.01
0.08
0.06
0.02



0.35
0.04
0.03
0.05
0.08
0.03
0.04
-0.03
0.02
0.10
0.00
-0.01
0.02
-0.04
-0.01
-0.03
-0.04
-0.03
-0.02
0.02
0.03
0.09
0.00




0.36
0.05
0.08
0.11
0.15
0.00
0.10
0.12
0.02
-0.05
0.02
0.09
-0.03
-0.01
0.02
-0.02
-0.02
0.01
0.04
0.06
0.03
0.01





0.39
0.09
0.10
0.07
0.10
0.02
0.04
0.02
0.00
0.01
0.00
-0.05
-0.02
0.01
-0.02
-0.03
0.00
0.01
0.05
0.04
0.00



Covariance Matrix

X19 X20 X21 X22 X23 X24

X19
X20
X21
X22
X23
X24
X33
X34
X35
X36
X37
X38
0.40
0.09
0.08
0.00
0.06
0.06
-0.01
0.04
0.02
0.01
-0.04
0.00

0.40
0.09
0.03
0.05
0.12
-0.02
-0.04
-0.03
-0.01
-0.09
-0.03


0.40
0.02
0.09
0.16
-0.02
-0.03
0.00
0.00
-0.05
-0.04



0.35
0.08
0.07
- -
-0.02
0.00
-0.06
-0.02
-0.03




0.46
0.11
0.01
0.00
-0.01
0.03
-0.03
0.00





0.49
0.02
0.01
0.08
0.03
-0.04
-0.04


135
X25
X26
X27
X28
X29
X30
X31
X32
0.02
0.01
-0.04
0.02
0.03
-0.01
0.00
0.00
-0.03
-0.07
-0.06
-0.01
0.07
0.05
0.07
0.03
0.01
-0.04
-0.07
0.03
0.07
0.05
0.04
0.05
0.01
0.00
-0.02
0.00
0.04
0.06
0.04
0.02
-0.03
0.01
-0.02
0.04
0.04
0.02
0.05
0.06
0.00
-0.04
-0.04
0.04
0.03
0.07
0.07
0.07

Covariance Matrix

X33 X34 X35 X36 X37 X38

X33
X34
X35
X36
X37
X38
X25
X26
X27
X28
X29
X30
X31
X32
0.36
0.08
0.06
0.08
0.11
0.06
-0.01
0.06
0.05
0.08
-0.02
0.01
0.01
0.07

0.36
0.07
0.09
0.12
0.16
0.05
0.12
0.01
0.09
0.01
-0.01
-0.04
0.08



0.36
0.05
0.10
0.09
0.03
0.07
0.04
0.06
-0.02
0.06
-0.05
0.07




0.39
0.09
0.06
0.00
0.05
0.02
0.06
0.01
0.01
0.06
0.03





0.39
0.10
0.00
0.13
0.11
0.11
-0.03
-0.04
-0.10
0.07






0.37
0.08
0.08
0.02
0.05
0.01
0.00
-0.02
0.09


Covariance Matrix

X25 X26 X27

X25
X26
X27
X28
X29
X30
X31
X32



0.02
0.04
0.01
-0.02
0.05





-0.08
-0.07
-0.09
0.05






-0.03
-0.07
0.00


Covariance Matrix

X28 X29 X30 X31 X32

X28
X29
X30
X31
X32
0.44
0.01
0.02
-0.06
0.09


0.47
0.14
0.17
0.05



0.51
0.23
0.08




0.61
0.03





0.43



Number of Iterations = 87


136

LISREL Estimates (Maximum Likelihood)

Measurement Equations


X1 = 0.17*LIP, Errovar.= 0.30 , R = 0.091
(0.031)
9.65

X2 = 0.38*LIP, Errovar.= 0.29 , R = 0.33
(0.11) (0.034)
3.48 8.32

X3 = 0.17*LIP, Errovar.= 0.26 , R = 0.100
(0.061) (0.027)
2.78 9.61

X4 = 0.17*LIP, Errovar.= 0.33 , R = 0.079
(0.64) (0.034)
2.61 9.70

X5 = 0.37*LIP, Errovar.= 0.24 , R = 0.36
(0.10) (0.030)
3.50 8.15

X6 = 0.21*LIP, Errovar.= 0.33 , R = 0.12
(0.072) (0.034)
2.91 9.53

X7 = 0.19*LIP, Errovar.= 0.36 , R = 0.090
(0.069) (0.037)
2.71 9.65

X8 = 0.32*LIP, Errovar.= 0.27 , R = 0.27
(0.094) (0.031)
3.39 8.75

X9 = 0.30*LIP, Errovar.= 0.28 , R = 0.24
(0.090) (0.032)
3.34 8.91

X10 = 0.14*LIP, Errovar.= 0.32 , R = 0.057
(0.059) (0.033)
2.36 9.78

X11 = 0.21*LIP, Errovar.= 0.35 , R = 0.12
(0.074) (0.036)
2.89 9.54
X12 = 0.36*LIP, Errovar.= 0.35 , R = 0.27
(0.11) (0.040)
3.39 8.76

X13 = 0.16*KIP, Errovar.= 0.30 , R = 0.076
(0.031)
9.70

X14 = 0.35*KIP, Errovar.= 0.32 , R = 0.28
(0.11) (0.037)


137
3.13 8.66

X15 = 0.20*KIP, Errovar.= 0.25 , R = 0.14
(0.072) (0.027)
2.83 9.42

X16 = 0.13*KIP, Errovar.= 0.33 , R = 0.046
(0.059) (0.034)
2.11 9.82

X17 = 0.32*KIP, Errovar.= 0.26 , R = 0.28
(0.10) (0.030)
3.14 8.65

X18 = 0.24*KIP, Errovar.= 0.33 , R = 0.15
(0.085) (0.035)
2.86 9.38

X19 = 0.20*KIP, Errovar.= 0.36 , R = 0.11
(0.077) (0.037)
2.66 9.58

X20 = 0.34*KIP, Errovar.= 0.29 , R = 0.28
(0.11) (0.033)
3.13 8.66

X21 = 0.32*KIP, Errovar.= 0.29 , R = 0.26
(0.10) (0.033)
3.11 8.77

X22 = 0.16*KIP, Errovar.= 0.32 , R = 0.075
(0.066) (0.033)
2.44 9.71

X23 = 0.26*KIP, Errovar.= 0.39 , R = 0.15
(0.92) (0.042)
2.86 9.39

X24 = 0.34*KIP, Errovar.= 0.37 , R = 0.24
(0.11) (0.041)
3.08 8.91

X33 = 0.22*DSG, Errovar.= 0.31 , R = 0.13
(0.033)
9.48

X34 = 0.36*DSG, Errovar.= 0.22 , R = 0.37
(0.087) (0.028)
4.18 8.05

X35 = 0.23*DSG, Errovar.= 0.31 , R = 0.15
(0.067) (0.033)
3.45 9.42

X36 = 0.21*DSG, Errovar.= 0.34 , R = 0.11
(0.065) (0.036)
3.19 9.57

X37 = 0.38*DSG, Errovar.= 0.24 , R = 0.37


138
(0.091) (0.030)
4.18 8.04

X38 = 0.32*DSG, Errovar.= 0.27 , R = 0.28
(0.081) (0.031)
4.00 8.70

X25 = 0.19*KB, Errovar.= 0.28 , R = 0.11
(0.048) (0.030)
3.89 9.34

X26 = 0.46*KB, Errovar.= 0.18 , R = 0.53
(0.061) (0.047)
7.48 3.84

X27 = 0.22*KB, Errovar.= 0.23 , R = 0.18
(0.045) (0.026)
4.94 9.84

X28 = 0.054*PEL, Errovar.= 0.44 , R = 0.0065
(0.057) (0.044)
-0.94 9.94

X29 = 0.30*PEL, Errovar.= 0.38 , R = 0.19
(0.057) (0.043)
5.22 8.83

X30 = 0.42*PEL, Errovar.= 0.34 , R = 0.34
(0.061) (0.047)
6.91 7.16

X31 = 0.57*PEL, Errovar.= 0.29 , R = 0.53
(0.069) (0.064)
8.17 4.52

X32 = 0.080*PEL, Errovar.= 0.42 , R = 0.015
(0.056) (0.042)
1.43 9.90





Structural Equations


LIP = - 0.23*PEL, Errovar,= 0.95 , R = 0.053
(0.12) (0.50)
2.78 1.89

KIP = 0.39*LIP 0.18*KB + 0.45*PEL, Errovar.= 0.66 , R = 0.34
(0.18) (0.12) (0.17) (0.39)
2.19 2.51 2.78 1.67

DSG = 0.24*LIP 0.028*KIP + 0.64*KB, Errovar.= 0.50 , R = 0.50
(0.12) (0.11) (0.18) (0.24)
1.96 2.36 3.64 2.07

Reduced Form Equations


139


LIP = 0.0*KB 0.23*PEL, Errovar.= 0.95, R = 0.053
(0.12)
2.78

KIP = - 0.18*KB + 0.36*PEL, Errovar.= 0.80, R = 0.20
(0.12) (0.15)
2.51 2.78

DSG = 0.65*KB 0.066*PEL, Errovar.= 0.55, R = 0.45
(0.17) (0.059)
3.64 2.16


Correlation Matrix of Independent Variables


KB PEL
-------- --------

KB 1.00

PEL -0.29 1.00
(0.11)
2.95


Covariance Matrix of Latent Variables

LIP KIP DSG KB PEL
--------- -------- -------- -------- ---------

LIP 1.00
KIP 0.27 1.00
DSG 0.28 -0.14 1.00
KB 0.07 -0.28 0.67 1.00
PEL -0.23 0.41 -0.25 -0.29 1.0

Goodness of Fit Statistics

Degrees of Freedom = 771
Minimum Fit Fucntion Chi-Square = 1418.57 (P = 0.0)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 1334.85 (P = 0.0)
Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 563.85
90 Percent Confidence Interval for NCP = (466.38 ; 669.16)

Minimum Fit Function Value = 7.13
Population Discrepancy Function Value (FO) = 2.83
90 Percent Confidence Interval for FO = (2.34 ; 3.36)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.061
90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.055 ; 0.066)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00091

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 7.61
90 Percent Confidence Interval for ECVI = (7.12 ; 8.14)
ECVI for Saturated Model = 8.65
ECVI for Independence Model = 14.83


140
Chi-Square for Independence Model with 820 Degrees of Freedom =
2869.23
Independence AIC = 2951.23
Model AIC = 1514.85
Saturated AIC = 1722.00
Independence CAIC = 3127.46
Model CAIC = 1901.70
Saturated CAIC = 5422.85

Normed Fit Index (NFI) = 0.91
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.96
Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.77
Comparative Fit Index (CFI) = 0.95
Incremental Fit Index (IFI) = 0.94
Relative Fit Index (RFI) = 0.90

Critical N (CN) = 122.38


Root Mean Square Residual (RMR) = 0.032
Standardized RMR = 0.084
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.95
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.67


The Modification Indices Suggest to Add the
Path to from Decrease in Chi-Square New Estimate
X4 DSG 8.1 -0.14
X37 KIP 8.4 -0.14
X28 KB 9.1 0.19
X32 KB 12.2 0.21



The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance
Between and Decrease in Chi-Square New Estimate
X8 X1 15.5 -0.09
X10 X6 8.4 0.07
X11 X1 10.2 0.08
X13 X1 9.1 0.07
X16 X4 8.8 0.07
X16 X11 9.2 -0.07
X18 X6 11.5 0.08
X19 X7 8.3 0.07
X19 X11 10.6 0.08
X20 X1 15.5 -0.09
X20 X8 8.0 0.06
X21 X7 7.9 -0.07
X21 X17 8.4 0.07
X22 X3 10.0 0.07
X22 X13 10.4 0.07
X23 X13 12.0 0.09
X33 X11 14.5 -0.09
X33 X16 20.7 0.11
X34 X17 8.0 -0.05
X35 X1 9.3 0.07
X36 X17 11.8 0.08
X37 X8 14.3 0.08


141
X38 X34 8.4 0.06
X25 X37 13.1 -0.08
X26 X9 11.5 -0.07
X27 X3 9.0 0.06
X27 X37 13.3 0.07
X30 X35 8.1 0.07
X32 X28 10.0 0.10



Time used: 1.492 Seconds

Anda mungkin juga menyukai