Anda di halaman 1dari 8

ASSIGNMENT 2 : COASTAL AND OCEAN MANAGEMENT ISSUES

TEKANAN KUALITAS AIR DARI SUMBER INDUSTRI DAN URBAN DI WILAYAH


PESISIR DAN LAUT (STUDI KASUS: JAKARTA)

Mata Kuliah:
Manajemen Wilayah Pesisir dan Laut (B)

Dosen Pengampu:
Dr. Ir. Wahyudi Citrosiswoyo, M. Sc.

Dibuat Oleh:
Farah Ghasani Putri (03311940000103)

Institut Teknologi Sepuluh Nopember


Surabaya
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kualitas air merupakan uraian karakteristik mutu yang diperlukan dalam proses
pemanfaatan atau pengelolaan sumber daya perairan. Kualitas air juga dapat diartikan sebagai
sifat-sifat air yang mengandung makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain di badan air
(Effendi, 2003). Kualitas air dapat diketahui dengan jelas melalui serangkaian pengukuran
terhadap parameter lingkungan perairan, karena kegiatan tersebut akan memberikan gambaran
terhadap unsur-unsur yang terkandung di dalam air. Aktivitas industri skala besar dan
urbanisasi telah menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari peradaban manusia di era ini.
Dampak positif dari fenomena ini sangat terasa, sebagai contoh adalah terjadinya peningkatan
taraf hidup manusia dari segi ekonomi, sosial, pendidikan hingga infrastruktur. Namun tidak
dipungkiri dampak lingkungan kemudian mulai terasa. Hingga pada tahun 1992 Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) melalui Framework Conventions on Climate Change and Biodiversity
membuat satu aturan sebagai upaya menjaga keseimbangan antara kepentingan eksplorasi-
eksploitasi sumber daya dengan ekosistem dialam raya ini. Konvensi ini memiliki tujuan
besar yaitu adanya integrasi dalam wujud komunikasi dan koordinasi antara pelaku usaha
pemanfaatan sumber daya dengan mempertimbangkan keseimbangan ekosistem alam, baik
darat, laut maupun udara.
Hasil dari Framework Conventions on Climate Change and Biodiversity ini kemudian
diratifikasi oleh negara-negara di dunia yang tergabung dalam PBB. Hasil konvensi ini memberi
dampak besar bagi perjalanan ICOZM (Integrated Coastal and Ocean Zone Management)
untuk bisa diterapkan di negara-negara pelaku revolusi industri dan urbanisasi, termasuk
Indonesia. Dan pada dekade ini telah terasa dampak lingkungan diberbagai area atau wilayah,
salah satunya pada area atau wilayah pesisir dan laut di Indonesia. Oleh karenanya secara
khusus dalam analisis ini akan membahas terkait tekanan kualitas air dari aktivitas industri dan
urban untuk wilayah pesisir dan laut DKI Jakarta, yang berlokasi di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penyusunan makalah ini antara lain adalah:
1. Bagaimana potensi pesisir dan laut di DKI Jakarta?
2. Apa saja permasalahan pesisir dan laut di DKI Jakarta terkait dengan kualitas air akibat
dari aktivitas industri dan urban?
3. Apa penyebab terjadinya masalah kualitas air akibat dari sumber industri dan urban?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain adalah:
1. Mengidentifikasi potensi pesisir dan laut di DKI Jakarta.
2. Mengidentifikasi permasalahan pesisir dan laut di DKI Jakarta terkait dengan kualitas
air akibat dari aktivitas industri dan urban.
3. Menemukan penyebab terjadinya masalah kualitas air akibat dari sumber industri dan
urban.
BAB II

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

2.1 Potensi Pesisir dan Laut DKI Jakarta


Provinsi DKI Jakarta yang merupakan Ibu Kota Negara Republik Indonesia terletak
pada 6°12’ Lintang Selatan dan 106°48’ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di
atas permukaan laut. Provinsi DKI Jakarta dengan luas wilayah 372.92 km2 terbagi menjadi 5
wilayah Kota Administrasi, yaitu Kota Administrasi Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta
Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara yang masing-masing memiliki luas 141.27 km2, 188.03
km2, 48.13 km2, 129.54 km2, 146.66 km2 serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu
dengan luas 8,07 km2.

Provinsi DKI Jakarta memiliki banyak potensi daerah yang bisa dikembangkan, namun
pada kali ini akan disampaikan tentang potensi pesisir dan lautnya saja yang diantaranya
meliputi:
1. Banyaknya Aktivitas Transportasi Laut di Lokasi Pelabuhan Laut Tanjung Priok.
Statistik Transportasi Laut DKI Jakarta, menjelaskan bahwa jumlah penumpang kapal
laut melalui Pelabuhan Laut Tanjung Priok tahun 2017 sebanyak 206,346 penumpang
dan total jumlah barang yang diangkut dengan rute antar pulau dan antar negara adalah
sebanyak 45,430,931 ton. Dari data ini menunjukkan kepada kita bahwa Pelabuhan Laut
Tanjung Priok DKI Jakarta merupakan Pelabuhan yang aktif sebagai tempat transportasi
baik itu untuk kapal penumpang maupun kapal angkut barang atau muatan.

Gambar 1. Transportasi Laut di Lokasi Pelabuhan Tanjung Priok

2. Penanaman Mangrove
Penanaman mangrove memiliki banyak manfaat, antara lain: menjaga stabilitas pantai,
Membantu pengendapan, membantu menjaga ekosistem pesisir dan keseimbangan
alam, menjadi sumber oksigen bagi makhluk hidup lainnya, mengurangi pencemaran,
menyerap logam berbahaya dan meningkatkan kualitas air. Penanaman mangrove di
kawasan pesisir Jakarta sebenarnya sudah dilakukan, bahkan saat ini sudah dijadikan
tempat wisata dan edukasi, seperti: Kawasan Elang Laut, Pantai Indah Kapuk dan
Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk dan Wisata Edukasi Penanaman
Mangrove di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

Gambar 2. Penanaman Mangrove di Angke Kapuk


3. Perikanan Tangkap Sebagai Komoditi Ekspor
Berdasarkan data Statistik Perikanan DKI Jakarta, produksi ikan yang dilelang di TPI
(Tempat Pelelangan Ikan) DKI Jakarta mencapai 18,458 ton sekaligus merupakan
produksi ikan tertinggi yang dilelang dalam kurun waktu 2007-2009, meningkat sebesar
62.56 % dibandingkan produksi tahun 2008 (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2010).
Sedangkan produksi ikan di TPI Muara Angke mencapai 10,771 ton dan di TPI Muara
Baru mencapai 7,688 ton. Secara keseluruhan, produksi ikan yang dilelang di TPI
Muara Angke lebih besar dibanding TPI Muara Baru. Peningkatan produksi ikanyang
dilelang tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 66.61 persen, yaitu dari 6,465
ton menjadi 10,771 ton. Sedangkan penurunan produksi terjadi di TPI Muara Angke
pada tahun 2008 yaitu sebesar 39.26 persen dari tahun 2007.
Produksi ikan yang tidak dilelang (dijual langsung) meningkat dari tahun 2007 sampai
dengan 2009. Produksi tertinggi di tahun 2009 sebesar 14,718 ton. Sedangkan
peningkatan produksi terbesar terjadi pada tahun 2008 yaitu mencapai 29.12 persen.Jika
dilihat menurut TPI, pada kurun waktu 2007 sampai dengan 2009, maka TPI Muara
Angke selalu memiliki produksi ikan dijual paling banyak dibanding TPI yang lain.
TPI Pasar Ikan terus menerus mengalami penurunan produksi ikan dijual, sedangkan
TPI Muara Baru selalu mengalami peningkatan. TPI Kalibaru turun 17.58 persen pada
tahun 2008, sedangkan TPI Kamal turun 14.29 pada tahun 2009. Adapun untuk nilai
produksi ikan baik melalui proses dijual langsung maupun lelang dapat dilihat pada
Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. Nilai ikan yang dilelang di TPI DKI Jakarta pada tahun 2007-2009
(rupiah)
Adapun untuk data penjualan ikan dan nilainya pada periode berikutnya yaitu pada tahun
2009-2013 dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.

Gambar 6. Nilai ikan yang dilelang pada tahun 2009-2013(Milyar Rupiah)

Dari penjelasan diatas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa potensi perikanan di pesisir dan laut DKI
Jakarta cukup menjanjikan, sehingga upaya untuk melestarikan dan pemanfaatan yang ramah
terhadap ekosistem perikanan perlu dilakukan.
2.2 Permasalahan Pesisir DKI Jakarta Terkait dengan Kualitas Air akibat Aktivitas Industri
dan Urban
Kondisi pesisir erat kaitannya dengan sistem sungai, muara, dan laut pada wilayah tersebut.
Pesatnya kegiatan industri dan manusia jika tidak dilakukan dengan cara yang benar maka akan
berdampak pada menurunnya kualitas perairan lingkungan pantai. Pada daerah DKI Jakarta
misalnya yang merupakan kota metropolitan, tentunya merupakan tempat tumbuh dan
berkembangnya industri dan padatnya pemukiman penduduk. Banyaknya pembuangan limbah
tentunya sangat berpengaruh terhadap kualitas air didaerah pesisir dan lautnya. Berikut ini akan
disampaikan terkait dengan permasalahan kualitas air akibat dari industri dan urban didaerah pesisir
dan laut DKI Jakarta.
1. Tercemarnya Kualitas Air Laut DKI Jakarta
Tercemarnya kualitas air di laut DKI Jakarta dengan Indeks Pencemaran berkisar antara
2.29-4.25 yang artinya adalah tercemar ringan. Pembuangan limbah domestik
mengakibatkan nilai konsentrasi parameter DO, BOD, dan COD pada perairan Laut
Jakarta menyimpang dari baku mutu. Tabel 1 dibawah ini merupakan parameter yang
menurunkan kualitas perairan laut DKI Jakarta
Tabel 1. Parameter yang Menurunkan Kualitas Perairan Laut Jakarta
Station
Baku
Parameter L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 Kontrol
Mutu
Kekeruhan
1 8,7 8,0 0 0 0,6 0 1,4 0 0 ≤ 30
(NTU)
DO (mg/L) 6,0 5,4 4,1 5,8 4,5 4,1 5,5 3,0 3,8 3,2 ≥4
BOD (mg/L) 102, 189 126 150 173, 157, 205 150 205 157,5 ≤ 45
4 5 5
(mg/L) 213 205 244 268 323 275, 315 197 748 189 ≤ 80
5
Keterangan: angka dicetak tebal menunjukkan penyimpangan

2. Terganggunya Kegiatan Budidaya Perikanan dan Biota Laut


Akibat dari besarnya konsentrasi COD di perairan pantai DKI Jakarta yang mencapai 80.0
mg/L maka hal ini membuat kualitas air menurun dan mengganggu kegiatan budidaya
perikanan dan biota laut di perairan pantai DKI Jakarta sehingga konsentrasinya harus
dikendalikan sampai dibawah baku mutu.
3. Terdapat Konsentrasi Faecal Steroid Coprosantol pada Laut DKI Jakarta
Konsentrasi faecal steroid coprosantol yang menunjukkan tercemarnya perairan laut
DKI Jakarta akibat pembuangan limbah dan kotoran manusia sebesar 0.3-400 µg g -1
yang mana ini akan mengganggu kehidupan ekosistem di pesisir.
4. Pencemaran Sumur Dangkal DKI Jakarta (Ground Water) dengan Skala Besar Pada tahun
2001, dilakukan survey sumur dangkal Jakarta dan menunjukkan bahwasanya setidaknya
84% air pada sumur dangkal DKI Jakarta terkontaminasi oleh fecal coliforms.
BAB III

KESIMPULAN

Daerah pesisir DKI Jakarta merupakan daerah yang memiliki potensi besar untuk bisa
dikembangkan. Dengan berbagai kekayaan alam yang ada di dalamnya, maka akan sangat rugi
jika aktivitas industri dan penduduk disekitarnya justru menjadi penghambat dalam
penegelolaan daerah pesisir dan laut DKI Jakarta. Dalam hal permasalahan kualitas air yang
merupakan sumber daya primer (kebutuhan pokok) khususnya sebagai sektor perikanan laut,
jika tidak benar-benar diperhatikan maka dapat merusak kehidupan dan ekosistem pesisir dan
laut DKI Jakarta. Terlebih lagi, ketika kualitas air di daerah pesisir DKI Jakarta buruk maka hal
ini berdampak langsung kepada pemukiman penduduk yang ada disekitarnya.
Penyebab terjadinya tekanan terhadap kualitas air di DKI Jakarta antara lain adalah karena;
1. Aliran sungai di DKI Jakarta kerap menjadi tempat pembuangan limbah cair maupun
limbah padat dari kegiatan pabrik maupun rumah tangga,
2. Padatnya pemukiman dan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk serta buangan industri
yang langsung dibuang ke badan air tanpa proses pengolahan telah menyebabkan
pencemaran sungai-sungai yang ada di Jakarta, dan air tanah dangkal di sebagian besar
daerah di wilayah DKI Jakarta, bahkan kualitas air di perairan teluk Jakarta sudah
menjadi semakin buruk.
3. Serta, dengan semakin besarnya laju perkembangan penduduk dan industrialisasi di
Jakarta, telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, “Statistik Transportasi DKI Jakarta 2018,” 2018.
Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, “Potensi Perikanan DKI Jakarta 2009,” 2010.
Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, “Statistik Perikanan DKI Jakarta 2015,” 2015.
E. Suhartono and P. N. Semarang, “Identifikasi Kualitas Perairan Pantai Akibat Limbah Domestik
Pada Monsun Timur Dengan Metode Indeks Pencemaran (Studi Kasus Di Jakarta,
Semarang, Dan Jepara),” Wahana Tek. SIPIL, vol. 14, no. 1, pp. 51-62–62, 2009.
E. D. Sadono, “Desentralisasi Dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Di Indonesia Studi Pada Desa
Kohod Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang,” J. Kawistara, vol. 7, no. 3, p. 249,
2018, doi: 10.22146/kawistara.23591.
GMAPS, “DKI Jakarta - Google Maps,” 2021. https://www.google.co.id/maps/place/Jakarta
(accessed Jan. 17, 2021).
L. Dsikowitzky, L. Schäfer, Dwiyitno, F. Ariyani, H. E. Irianto, and J. Schwarzbauer,
“Evidence of massive river pollution in the tropical megacity Jakarta as indicated by faecal
steroid occurrence and the seasonal flushing out into the coastal ecosystem,” Environ. Chem.
Lett., vol. 15, no. 4, pp. 703–708, 2017, doi: 10.1007/s10311-017-0641-3.
R. Fathy, “Kerentanan Air, Pembangunan Inklusif Berkelanjutan Dan
Gerakan Sosial Lingkungan Ciliwung Institute,” vol. 1, pp. 1–18, 2019.
S. Yudo and N. I. Said, “Status Kualitas Air Sungai Ciliwung di Wilayah DKI Jakarta Studi
Kasus : Pemasangan Stasiun Online Monitoring Kualitas Air di Segmen Kelapa Dua –
Masjid Istiqlal,” J. Teknol. Lingkung., vol. 19, no. 1, p. 13, 2018, doi:
10.29122/jtl.v19i1.2243.

Anda mungkin juga menyukai