Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PELABUHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN YANG


BERKELANJUTAN (ECOPORT)

OLEH :

NURUL PUSPITASARI

NIM. 2023105075016

MATA KULIAH EKOLOGI TERAPAN

DOSEN PENGAMPUH : Dr. BASA T. RUMAHORBO, M.Si

PROGAM STUDI PASCA SARJANA FAKULTAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA


ALAM DAN LINGKUNGAN

UNIVERSITAS CENDRAWASIH

2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia yang terdiri
dari ribuan pulau dari Sabang sampai Merauke. Tujuh puluh persen wilayah indonesia
merupakan wilayah perairan sehingga transportasi laut memegang peranan penting
dalam sistem transportasi nasional untuk membangun konektivitas antar pulau di
Indonesia baik domestik maupun internasional sehingga sangat berpengaruh pada
perekonomian Indonesia.

Meningkatnya kegiatan ekonomi yang terjadi di Pelabuhan memberikan


dampak positif bagi perekonomian serta dampak negatif berupa kerusakan
lingkungan. Peningkatan emisi gas rumah kaca, pencemaran perairan hingga
rusaknya biota laut adalah berbagai efek negatif yang timbul akibat tingginya aktivitas
pelabuhan (Moura &Andrade, 2018). Untuk itu perlu dikembangkan konsep
perencanaan pembangunan pengoperasian dan pengelolaan Pelabuhan
berkelanjutan berwawasan lingkungan yang disebut Ecoport.

Ecoport adalah sebuah konsep yang menawarkan keseimbangan antara


dampak lingkungan dan peningkatan nilai ekonomi (Perawati et al., 2017). Ecoport
adalah bentuk komitmen pelabuhan-pelabuhan di seluruh dunia dalam mendukung
kelestarian lingkungan, demikian juga di indonesia sesuai dengan yang diamanatkan
dalam peraturan menteri perhubungan nomor 51 tahun 2015. Oleh karena itu, pada
makalah ini penulis bermaksud untuk mengkaji lebih dalam tentang implementasi
ecoport di Indonesia dan seperti apa pengelolaan pelabuhan yang berwawasan
lingkungan.

I.2. Rumusan Masalah

1. Apa saja aktivitas pelabuhan yang dapat merusak lingkungan?


2. Apa yang dimaksud dengan Ecoport?
3. Bagaimana kebijakan dan pengembang teknis ecoport di Indonesia?
4. Apa manfaat keberhasilan program ecoport ecoport?

I.3. Tujuan
1. Menjelaskan aktivitas pelabuhan yang dapat merusak lingkungan

2
2. Menjelaskan konsep ecoport
3. Menjelaskan kebijakan,pedoman dan pengembangan teknis ecoport di Indonesia
4. Menjelaskan manfaat keberhasilan program ecoport ecoport

3
BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Permasalahan Lingkungan di Pelabuhan

Penurunan kualitas lingkungan di sekitar pelabuhan disebabkan oleh sejumlah


faktor seperti limbah cair, sampah, polusi udara, dan limbah domestik lainnya.
Perubahan kualitas air laut terlihat dari perubahan warna air, peningkatan kekeruhan,
dan peningkatan pencemaran. Terkadang, kita juga melihat banyak ikan mati yang
mengapung di permukaan air laut serta banyak sampah yang tersebar di laut. Kegiatan
operasional memiliki dampak pada kualitas air laut melalui peningkatan pencemaran
yang disebabkan oleh pembuangan limbah domestik dan non-domestik seperti air
balas, pembersihan tangki, dan penggunaan berbagai bahan kimia untuk perawatan
kapal (Basuki et al., 2018). Jenis pencemar pada umumnya berbeda-beda pada setiap
kawasan pelabuhan, tergantung dari jenis kegiatan yang berlangsung dan juga
lingkungan di sekitar pelabuhan, seperti limbah sampah, limbah cair, industri, minyak
dan oli, curah padat, sedimentasi dan sanitasi. Sumber pencemaran yang biasa
terdapat di kawasan pelabuhan terbagi menjadi 2 (dua) :

1) Land Based Activities : limbah pemukiman, limbah pertanian dan limbah


industri.
2) Sea Based Activities : kegiatan industri perkapalan, pertambangan, minyak
lepas pantai dan pelayaran (kapal-kapal).

II.1.1. Penurunan Kualitas Air

Dalam aktivitas operasional kapal sehari-hari, terdapat produksi limbah seperti


plastik, kertas, besi, kaca, sisa makanan, dan sampah lainnya. Selama proses
operasional, terjadi pembuangan air balas dalam jumlah besar. Air balas meruapakan
air laut yang diambil masuk dan dibuang dari kapal ketika berada di pelabuhan untuk
mempertahankan stabilitas kapal. Pembuangan air balas yang berlebihan dapat
menyebabkan kerusakan ekosistem lingkungan yang semakin parah.

Pembuangan air balas ini memiliki banyak dampak yang sangat berbahaya bagi
lingkungan karena dapat mengancam kehidupan makhluk hidup yang ada di laut
(Dany D.P et al, 2020). Selain itu, air balas yang dibuang ke laut juga mengandung
timbal yang berbahaya bagi lingkungan. Bahan pencemar yang masuk terus menerus
dalam jangka waktu yang panjang akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi

4
bahan pencemar tersebut di perairan dan sedimen. Berdasarkan hasil penelitian di
Tanjung Emas, pembuangan air balas yang mengandung timbal secara tidak terkontrol
menjadi faktor potensial yang meningkatkan konsentrasi timbal pada sedimen (Azmi
et al., 2016). Selain itu, pembuangan air balas juga dapat membawa organisme invasif
yang dapat memiliki dampak negatif. Organisme invasive atau organisme air
berbahaya dan patogen dapat terbawa ke daerah lain melalui air balas (El Husna et
al., 2022). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 Mengenai
Perlindungan Maritim menjelaskan bahwa kapal harus memiliki manajemen air balas
atau memiliki pengolahan air balas sebelum dibuang. Namun, ketentuan pengelolaan
air balas tidak diterapkan pada kapal yang melakukan pembuangan air balas ke dalam
fasilitas penampungan (Dany D.P et al, 2020). Sampai saat ini, masih banyak kapal
yang belum menerapkan pengolahan air balas dan hal ini tentunya akan sangat
berbahaya jika tidak segera mendapat perhatian.

Selain itu, pedampak juga disebabkan oleh kegiatan bongkar muat di pelabuhan
dan korosi pada kapal. Limbah dan zat pencemar harus dikelola dengan baik dan
mendapat perhatian dari semua pihak. Jika tidak ditangani dan dibiarkan
terusmenerus, dampaknya akan sangat merugikan baik bagi lingkungan sekitar
maupun manusia (Bagus, 2023).

Material berbahaya di pelabuhan berasal dari cargo yang berbahaya, minyak,


bahan bakar, dan substansi berbahaya lainnya yang ada selama aktifitas pelabuhan,
yaitu aktifitas di darat maupun di lautnya. Tumpahan dari material – material berbahaya
tersebut dapat menyebabkan kecelakaan, kegagalan peralatan, atau kesalahan
prosedur pengoperasian pada saat pemindahan cargo, pengisian bahan bakar dan
lain sebagainya.

II.1.2. Penurunan Kualitas Udara

Salah satu penyumbang polutan konvensional dan gas rumah kaca adalah
kegiatan yang terjadi di pelabuhan. Kegiatan pelabuhan telah berkontribusi sebesar
3% terhadap emisi gas rumah kaca (Helfre et al., 2013). Bahkan, saat kapal sedang
berlabuh di pelabuhan, emisi yang dihasilkan dapat mencapai 10 kali lipat dari emisi
yang dihasilkan oleh operasi pelabuhan itu sendiri. Dampaknya adalah pencemaran
udara yang sangat merugikan lingkungan. Kapal menjadi sumber polusi udara melalui
emisi gas buang seperti NOx, CO2, dan SOx. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, pasal 111 menyatakan bahwa
kapal dilarang melebihi batas emisi gas buang yang ditetapkan. Secara umum, setiap
liter bahan bakar minyak diesel yang terbakar akan menghasilkan emisi CO2 dan NOx.

5
Emisi gas buang dari mesin diesel dapat menyebabkan masalah lingkungan seperti
hujan asam, efek rumah kaca, dan berdampak pada kesehatan manusia seperti
gangguan sistem pernapasa, terancamnya Kesehatan janin, menurunkan kesuburan,
kematian dan kanker (Kumar et al., 2019). Selain itu, semua gas tersebut juga menjadi
penyebab pemanasan global yang memicu perubahan iklim.

II.1.3. Perubahan Fungsi dan Tata Guna Lahan

Kawasan pesisir berupa kawasan lahan basah berhutan mangrove, pantai


berpasir, atau pantai berbatu. Adanya pembangunan pelabuhan dikawasan tersebut,
akan terjadi perubahan fungsi dan tata guna lahan tersebut yang mengakibatkan
perubahan bentang alam. Pada awalnya, kawasan tersebut berfungsi sebagai
cathmen area baik untuk air hujan maupun air pasang, namun setelah ada proses
pembangunan pelabuhan, seperti kegiatan pembukaan lahan, pemotongan dan
pengurugan tanah pada tahap konstruksi, serta pemadatan tanah, akan mengubah
lahan fungsi tersebut. Air hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah, sehingga
meningkatkan volume air limpasan (run off) dan meningkatkan terjadinya potensi
genangan dan mengubah pola genangan.

Dampak – dampak turunan dari perubahan fungsi dan tata guna lahan adalah
terjadinya perubahan mata pencaharian dan pendapatan penduduk, peningkatan
kesempatan kerja dan berusaha, timbulnya keresahan dan persepsi negatif
masyarakat, gangguan terhadap aktivitas nelayan, peningkatan kepadatan lalu lintas
pelayaran, serta bangkitan lalu lintas.

II.1.4. Perubahan Pola Arus Laut, Gelombang dan Garis Pantai

Kegiatan pembangunan pelabuhan beserta fasilitasnya akan memengaruhi


terjadinya perubahan batimetri, pola arus laut dan gelombang dan secara simultan
mengakibatkan dampak turunan yaitu adanya perubahan pola sedimentasi yang dapat
mengakibatkan abrasi dan akresi (perubahan garis pantai). Jika bagian struktur
pelabuhan menonjol ke arah laut, maka mungkin terjadi erosi pada garis pantai
disekitarnya akibat transpor sediment sejajar pantai yang terganggu. Dampak ini
merupakan isu yang paling penting dalam setiap pembangunan di wilayah pesisir,
sehingga dalam rencana pengelolaan dan rencana pemantauan harus dilakukan
secara berkesinambungan.

II.1.5. Gangguan Terhadap Biota Perairan

Kegitan pembangunan pelabuhan akan memberikan dampak yang sangat


penting terhadap biota perairan yang berada disekitar wilayah pelabuhan. Kegiatan

6
pembukaan lahan, pemancangan tiang pondasi dan pembangunan struktur fisik
fasilitas pelabuhan dapat mengganggu habitat, biota yang ada di wetland/lahan basah
seperti mangrove, bangsa krustase, larva-larva ikan dan biota perairan lainnya seperti
terumbu karang dan padang lamun.

Gangguan terhadap biota perairan dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung disebabkan oleh kegiatan pengerukan dan pembangunan,
sedangkan secara tidak langsung merupakan dampak lanjutan dari penurunan
kualitas air laut akibat operasional pelabuhan.

II.2. Konsep Ecoport

Konsep ecoport merupakan salah satu konsep yang dicanangkan oleh


Kementrian Perhubungan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang
bekerjasama dengan Kementrian Lingkungan Hidup, sebagai respon atas Peraturan
Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran dan/atau
perusakan laut. Konsep ini dicanangkan sebagai Upaya meminimalkan tingkat
pencemaran dan perusakan laut atas akibat yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas
pelabuhan.

Meningkatnya gelombang kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap


lingkungan di berbagai pelosok dunia sejak dua puluh lima (25) tahun terakhir, tanpa
terkecuali juga telah melanda wilayah kawasan pelabuhan. Keinginan untuk
mewujudkan pelabuhan yang berwawasan lingkungan itu telah membangkitkan
perhatian dan kepedulian berbagai pihak antara lain Administratur Pelabuhan,
Pemerintah Daerah dan Pengelola Bisnis Pelabuhan. Pada saat penulisan, beberapa
pengelola pelabuhan di dunia sedang gencar-gencarnya mengenalkan pelabuhan
berwawasan lingkungan (ecoport), dengan berbagai istilah seperti environmental
friendly port enviromental policy, coastal zone port management, a clean sustainable
port, dan mega floating port. Kegiatan program ecoport di Eropa didukung oleh ESPO
(Environmental Committee of The European Sea Port Organisation) dan Komisi
Eropa.ESPO adalah salah satu perusahaan internasional yang menangani
manajemen pelabuhan yang berwawasan lingkungan. Kegiatan terkait ecoport
diawali dengan penyelenggaraan riset bersama oleh enam (6) pelabuhan. Harapan
yang ingin dikaji dari skim (scheme) ecoport di Eropa ini adalah bahwa masing-
masing pelabuhan dapat melakukan pembenahan, penataan dan perbaikan kondisi
lingkungan hidup secara otonom dan secara kerjasama. Berdasarkan isu lingkungan
yang dihadapi di setiap pelabuhan, setiap pelabuhan selanjutnya secara sistematis

7
melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencegah dan mengendalikan isu-isu
lingkungan yang timbul di wilayahnya.

Sejak 1994, tema “ecoport” memang menginovasikan berbagai ilmu dan


pengalaman di antara para profesional terkait untuk membuat jejaring antar
pelabuhan. Bekerjasama dengan berbagai sektor seperti universitas, ESPO
menciptakan pula manajeman pelabuhan yang berwawasan lingkungan dengan
suatu program yang disebut eco-program dengan unsur :

1) Piranti ecoports yang mapan yang terkait dengan ketersediaan akses


internet dan website sebagai media komunikasi
2) Self Diagnosis Method (SDM) yaitu metodologi untuk mengindentifikasi
risiko lingkungan dan penetapan aksi untuk memperkecil risiko tersebut.
3) Port Environmental Review System (PERS) secara khusus dirancang
untuk membantu pelabuhan melalui organisasi fungsional yang
diperlukan untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Di dalam kerangka kerja untuk administrasi pelabuhan yang berwawasan


lingkungan, ESPO memberikan rekomendasi pedoman:

1) Pengembangan pelabuhan. Di dalam rencana administrasi pelabuhan,


perlu adanya sosialisasi dan penerimaan opini bagi publik terkait Amdal.
Pelabuhan juga harus menetapkan area lindung untuk mengurangi beban
pencemaran yang ditimbulkan.
2) Pengerukan dan pembuangan bahan kerukan. Tiap pelabuhan harus
meminimalkan dampak dari kegiatan pengerukan dan harus memahami
kondisi tanah yang digunakan sebagai pelabuhan.
3) Pencemaran tanah. Penyusunan kebijakan tanah yang jelas dan konsisten
mampu mencegah risiko terkait lingkungan dan pembiayaan. Selain itu
identifikasi pula sejak awal sumber-sumber yang dapat menyebabkan
pencemaran tanah di dalam pelabuhan.
4) Pengelolaan kebisingan. Untuk mengurangi dampak kebisingan yang
perlu dbuat peta kebisingan dan rencana aksi.
5) Pengelolaan limbah pelabuhan. Menurut Pengelolaan limbah dapat
dilakukan dengan cara pencegahan limbah, pemulihan limbah, dan
pembuangan limbah.
6) Pengolahan dan kualitas air. Penentuan batas badan air yang ada di
kawasan pelabuhan penting untuk perlindungan lingkungan dan
pemenuhan kebutuhan air bagi kegiatan-kegiatan yang ada. Selain itu

8
rencana pengelolaan daerah aliran sungai perlu dibuat sehingga dapat
mengontrol kualitas air yang masuk ke laut.
7) Pengolahan dan kualitas udara. Untuk menjaga kualitas udara, perlu
diambil langkah yang tepat dalam rangka memenuhi nilai-nilai batas emisi
yang berlaku untuk tiap instalasi yang terpasang di dalam pelabuhan.
Selain itu perlu ada dialog dnegan warga lokal untuk memperoleh
pemahaman dari mereka atas dampak kebisingan yang dihasilkan oleh
pelabuhan.
8) Pemantauan lingkungan pelabuhan dan pelaporannya. Pemantauan
dilakukan dengan mengidentifikasi indikator kinerja terkait isu lingkungan
di kawasan pelabuhan. Berdasarkan hasil identifikasi lalu disusun laporan
tahunan kondisi lingkungan pelabuhan.
9) Kesiapan pelabuhan dan potensi perencanaan. Rencana disusun
berdasarkan koordinasi dengan pemerintah kota dan nasional serta
potensi Pelabuhan (Environmental Code of Practise-European Sea Port
Organisation, 2003)

Masalah-masalah polusi dan perubahan iklim di kawasan pelabuhan telah


dibahas pada konferensi “The First Harbours and Air Quality” Genoa, Italia tahun
2005 dan pada “The 2nd Harbours and Air Quality” di Rotterdam Belanda, Mei 2008.
Pada konferensi lanjutan yaitu pada “The C40 World Ports Climate Conference” di
Rotterdam pada Juli 2008 (yang dihadiri penulis) telah dipublikasikan deklarasi
bersama untuk mengurangi gas emisi CO2 di dalam pengoperasian pelabuhan yang
ditandatangani oleh Otorita Pengelola Kota dan Pelabuhan-Pelabuhan besar di 40
(empat puluh) negara. Selanjutnya “The International Association of Port and
Harbours (IAPH) telah mendeklarasikan “IAPH Tool Box for Port Clean Air Programs”.
Tool Box menyampaikan informasi dan isu-isu tentang kualitas udara dan fokus
terhadap kegiatan-kegiatan kemaritiman dan strategi mengurangi gas emisi. Sarana
untuk menerapkan pengetahuan tentang proses clean air progres dan strategi-
strategi untuk udara bersih melalui pengawetan kembali mesin-mesin tua, teknologi
yang efektif mengurangi gas emisi, pemakaian energi alternatif yang lebih bersih
untuk kegiatan operasional kemaritiman, seperti untuk truk-truk kontainer, kapal-
kapal besar dengan peralatan penanganan kargo atau cargo handling.

Tindak lanjut dari Deklarasi tersebut adalah dengan dibentuknya sebuah


asosiasi yaitu “Board Harbord Home Comicioners” yang beranggotakan lebih dari 50
perusahaan pelayaran dan telah berpartisipasi dalam mengurangi polusi udara, di
mana pada tahun 2007 telah berhasil menurunkan 620 ton polusi udara

9
(Mongelluzzo, 2008). Selain mengenai pengurangan gas emisi CO2, maka tidak
kalah pentingnya adalah pengelolaan limbah di kawasan pelabuhan (reception
facilities).

Salah satu usaha dan kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup di kawasan pelabuhan adalah kegiatan rutin operasional
kapal dan kegiatan penunjang pelabuhan yang menghasilkan limbah. Sesuai dengan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2009 tentang
Pengelolaan Limbah di Pelabuhan, maka untuk mencegah terjadinya pencemaran
dan / atau kerusakan lingkungan hidup, maka limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rutin operasionil kapal dan kegiatan penunjang pelabuhan perlu dikelola.
Berdasarkan hasil penelitian studi dari Deputi Bidang Pengelolaan B3 dan Limbah
B3 Kementerian Negara Lingkungan Hidup, masih terdapat adanya pengeloaan
limbah B3 yang illegal di pelabuhan. Tujuan pengelolan limbah di pelabuhan ini
adalah untuk meminimalisasi terkontaminasinya media lingkungan pesisir, pantai dan
perairan oleh limbah B3, memudahkan pengawasan transboundary movement
limbah di pelabuhan, serta pendataan dan legalitas pengeloaan limbah di kawasan
pelabuhan di Indonesia (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009).

Pengaturan mengenai laut secara umum diatur dalam UNCLOS (United


Nations Convention on The Law of Sea 1982/UNCLOS, 1982) yang diratifikasi dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 dan dikenal dengan Hukum Laut (Law of The
Sea-1982). Secara umum negara-negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan
melestarikan lingkungan ekologi laut, serta harus mengambil semua tindakan untuk
mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran laut dari sumber apapun.
Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, termasuk di dalamnya pengembangan
pelabuhan, akan terjadi benturan kepentingan antara pembangunan dari sisi ekonomi
disatu sisi, dengan pelestarian lingkungan disisi lain. Benturan dari dua kepentingan
tersebut menimbulkan dampak positif maupun negatif. Pengembangan pelabuhan
berwawasan lingkungan (ecoport) diharapkan akan memberi solusi untuk mengatasi
dampak negatif dari pembangunan pesat di kawasan pelabuhan. Pelabuhan
berwawasan lingkungan merupakan salah bentuk komitmen Pemerintah Indonesia
mendukung kesepakatan internasional pada Deklarasi Johannesburg Summit dan
Deklarasi World Ocean Converence di Manado tahun 2009 tentang pembangunan
berkelanjutan di bidang kelautan. Indonesia telah memiliki program dan strategi
pembangunan berkelanjutan di bidang kelautan yang dituangkan ke dalam Agenda 21
Nasional. Di dalam program tersebut termasuk pengelolaan terpadu wilayah pesisir

10
dan lautan, di antaranya kegiatan pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian
pelabuhan dan kegiatan terkait lainnya.

II.3. Kebijakan, Program dan Pedoman Teknis Pengembangan Ecoport di Indonesia

Dalam rangka menindaklanjuti komitmen Pemerintah Republik Indonesia atas


hasil-hasil Johannesburg Summit tentang Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development), maka Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut tahun 2004 telah menerapkan kebijakan pengelolaan pelabuhan
yang berwawasan lingkungan (ecoport), dengan menerbitkan Pedoman Teknis
Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (ecoport). Di dalam suatu pelabuhan
berwawasan lingkungan(ecoport), semua pihak yang berkecimpung di dalamnya dan
berkepentingan dengan kegiatan kepelabuhanan didorong dan diajak untuk terlibat
secara sukarela (voluntary) untuk menciptakan pelabuhan yang ramah lingkungan.

Melalui ecoport berbagai masalah atau isu lingkungan hidup di pelabuhan,


seperti misalnya rendahnya mutu udara dan kebisingan, rusaknya keanekaragaman
hayati, cagar budaya, serta tingginya resiko terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja karyawan pelabuhan, secara sistematis dirancang untuk diatasi,
diimplementasikan, dipantau, dikaji ulang, dan kemudian diimplementasikan kembali
oleh manajemen pelabuhan. Demikian seterusnya dilakukan secara berulang-ulang
sehingga terbangun siklus kegiatan yang bersifat tanpa henti (never ending process)
untuk perbaikan mutu lingkungan hidup pelabuhan. Itulah sebenarnya yang menjadi
esensi penerapan ecoport, yaitu agar berbagai masalah atau isu lingkungan di
pelabuhan secara sistemik dirancang, diimplementasikan, dan dipantau oleh
pengelola pelabuhan termasuk stakeholder tanpa henti. Apabila tercapai kelestarian
fungsi lingkungan pelabuhan, maka terjadi hubungan yang serasi, seimbang, dan
selaras antara manusia dan lingkungannya di dalam kawasan pelabuhan serta akan
mendukung pembangunan berkelanjutan.

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan


mengemukakan bahwa untuk pembangunan pelabuhan baru, dan penataan
pelabuhan lama, harus mengakomodasi aspek lingkungan, mulai dari tahap
perencanaan, perancangan, pembangunan dan pengoperasian. Tujuan dari
mengakomodasi aspek lingkungan tersebut adalah :

1) Membangun kebersamaan dan keterpaduan seluruh stakeholder dalam


pengelolaan pelabuhan berwawasan lingkungan.

11
2) Menerapkan prinsip good environmental governance (tata praja
lingkungan) secara konsisten dengan memperhatikan tata ruang,
kemampuan sumberdaya manusia serta sarana dan prasarana dan
kapasitas kelembagaan.
3) Mencegah dan mengendalikan sumber pencemaran lingkungan
sehingga lingkungan pelabuhan bebas dari sampah, minyak dan jenis
limbah lainnya.
4) Meningkatkan koordinasi antara instansi terkait dan semua stakeholder,
sehingga terwujud hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara
manusia dan lingkungannya, mendukung pembangunan berkelanjutan di
lingkungan kawasan pelabuhan atau daerah lingkungan kerja pelabuhan.

Pelabuhan berwawasan lingkungan sebagai bagian komitmen deklarasi


pembangunan berkelanjutan sudah menjadi kebutuhan nyata setiap negara maritim.
Hal ini diakibatkan tingginya pencemaran laut yang salah satunya diakibatkan aktivitas
pelabuhan laut, yang menimbulkan dampak negatif secara spesifik terhadap
keselamatan pelayaran dan pencemaran laut. Sebagai dasar penilaian terhadap
adanya pengaruh atau dampak lingkungan berupa pencemaran laut yang telah terjadi
di perairan pelabuhan dapat dilihat dari hasil pemantauan lingkungan dengan
menggunakan Nilai Ambang Batas (NAB), yang merupakan kriteria baku mutu air
untuk biota laut (sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup Nomor Kep-02/MENLH/1998).

Pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan tidak terlepas dari


pengoperasian pelabuhan yang ramah lingkungan. Aspek teknologi dari
pembangunan berkelanjutan dicerminkan oleh seberapa jauh pengembangan dan
pengoperasian kegiatan utama di kawasan pelabuhan dapat meningkatkan pelayanan
dan kualitas lingkungan pelabuhan, sehingga dapat meminimumkan dampak negatif
akibat dari kegiatan kepelabuhanan tersebut. Teknologi ramah lingkungan diterapkan
dalam pengurangan gas emisi CO2 dan pengelolaan limbah dalam kegiatan
pelabuhan, pemeliharaan infrastruktur, penghijauan lingkungan.

Terdapat dua elemen utama pelabuhan, yaitu (i) elemen sarana pelabuhan
atau kapal laut dan (ii) elemen prasarana dan fasilitas pelabuhan atau terminal laut.
Antara sarana dan prasarana pelabuhan memiliki keterkaitan yang sangat erat, di
mana perkembangan teknologi sarana angkutan laut sedapat mungkin diimbangi
dengan perkembangan teknologi prasarana pelabuhan. Hal ini merupakan
konsekuensi dari timbulnya dimensi kecepatan dan keamanan dalam transportasi laut.

12
Pesatnya pertumbuhan sarana dan prasarana pelabuhan, termasuk alat transportasi
laut (perkapalan) dan transportasi darat (angkutan kontainer) serta peralatan angkutan
bongkar-muat barang menyebabkan penggunaan energi dalam volume yang tinggi
dan akan mengeluarkan gas emisi CO2 yang mencemari udara kawasan pelabuhan.
Hal tersebut di atas disadari menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim
(climate change). Oleh sebab itu para pengelola pelabuhan di dunia menyepakati
untuk mempersyaratkan pengoperasian pelabuhan dengan menggunakan teknologi
ramah lingkungan (environmentally port).

Program pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan merupakan


salah satu program dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian
Perhubungan yangdi namai Program Bandar Indah (Ecoport). Program Bandar Indah
(Ecoport) adalah dalam rangka mengatasi berbagai masalah atau isu lingkungan
hidup di pelabuhan (misalnya penurunan kualitas air laut, pencemaran udara dan
kebisingan, penurunan keanekaragaman hayati, penurunan kesehatan dan
keselamatan kerja). Program Bandar Indah secara sistemik dirancang dan
diimplementasikan oleh penyelenggara dan pengelola pelabuhan termasuk
stakeholder. Sasaran Program Bandar Indah(Ecoport)adalah terwujudnya kompetensi
di bidang lingkungan bagi para pengelola dan penyelenggara pelabuhan, sehingga
mampu melakukan pengelolaan lingkungan pelabuhan, diantaranya :

1) Peningkatan kualitas kebersihan daratan dan perairan kolam


daerah lingkungan pelabuhan dengan cara menurunkan
pencemaran yang masuk ke pelabuhan, terutama limbah cair,
sampah, sedimen, sanitary, dan limbah B3 (termasuk minyak).
2) Peningkatan tingkat kebersihan, keteduhan, dan keasrian
lingkungan dalam kawasan pelabuhan.
3) Peningkatan sarana pelayanan, keamanan, ketertiban, dan
keselamatan umum.
4) Peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia
pengelolalingkungan di kawasan pelabuhan.
5) Peningkatan kinerja pelayanan dan keselamatan kerja di
pelabuhan.
6) Mengimplementasikan Peraturan dan Pedoman Teknis yang
mendukung pengelolaan lingkungan pelabuhan untuk terwujudnya
kepastian hukum.

13
7) Meningkatkan peran aktif stakeholders dalam mewujudkan
pelabuhan yang berwawasan lingkungan.

Dalam perwujudan pelabuhan berwawasan lingkungan, Ditjen Perhubungan Laut


melakukan penilaian terhadap pengelolaan Pelabuhan Umum dan Pelabuhan. Berikut
ini adalah pedoman Teknis Pelabuhan Berwawasan Lingkungan dari Ditejen
Perhubungan Laut tahun 2004 yang disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Pedoman Teknis Pelabuhan Berwawasan Lingkungan

(Sumber: Diolah dari Pedoman Teknis Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport),Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, 2004. (2011)

Komponen Lokasi Kriteria


a. Kondisi fisik air a. Muara sungai 1. Tingkat kekeruhan
b. Kolam pelabuhan 2. Lapisan minyak
3. Biotis perairan
4. Gulma air
5. Baku mutu kualitas perairan

b. Sampah 1. Volume
2. Jenis
c. Aktivitas di pinggiran 1. Tempat buangan limbah
(industri/pemukiman) domestik
2. Penataan baku mutu limbah
(industri/domestik)

d. Prasarana pelayanan Pelabuhan/terminal penumpang a.l: 1. Jumlah tempat sampah


umum antara lain: tempat jual tiket, ruang tunggu, 2. Jenis, volume
1. Tempat sampah ruang tunggu antar jemput, 3. Kondisi kebersihan
2. Selokan perkantoran, restoran, toko, toilet, 4. Kondisi drainase
3. Penataan dan prasarana umum pembuangan
kios/toko/sarana publik
4. toilet
e. Prasarana kegiatan Tempat parkir, garasi/pool 1. Jenis pencemar
pelabuhan meliputi: kendaraan, pencucian kendaraan dan 2. Jumlah pencemar
1. Tempat sampah peralatan pengisian BBM, bengkel, 3. Tingkat kelancaran aliran
2. Peralatan pencegahan bongkar muat, gudang dan prasarana drainase
pencemaran pembantu kegiatan pelabuhan 4. Ketersediaan peralatan
3. Selokan pencegahan pencemaran

f. Aktivitas pengerukan dan Lokasi pengerukan 1. Dokumen lingkungan


penempatan bahan/hasil Lokasi penempatan hasil keruk 2. Dokumen risiko lingkungan
pengerukan (reklamasi) 3. Penataan peraturan

g. Aktivitas penghancuran Lokasi penanganan penyimpanan Tipe/jumlah bahan pencemar,


kapal tua, penyimpanan dan penghancuran kapal tua/besi tua misal cat pelarut, logam berat,
logam bekas, perbaikan dan asbestos, minyak, sedimen,
pemeliharaan kapal BBM, atau bahan padat lainnya.

h. Aktivitas pengisian Lokasi pompa pengisian untuk 1. Kebocoran/rembesan


BBM untuk kapal, kapal, kendaraan bermotor, dan 2. Jenis bahan pencemar
kendaraan bermotor, peralatan bongkar muat 3. Volume kebocoran
peralatan bongkar muat 4. Frekuensi/aktivitas pengisian
BBM

i. Aktivitas perawatan Lokasi tempat perawatan dan 1. Frekuansi perawatan kapal


kapal dan peralatan kapal peralatan yang berkatan perawatan 2. Dokumen perawatan kapal
kapal

14
3. Tersedianya SOP baku atau
penataan peraturan terkait

j. Aktivitas pembangunan Lokasi pembangunan fasilitas 1. Dokumen pembangunan


dermaga, gudang, lapangan pelabuhan fasilitas
penumpukan dan galangan 2. Pola garis kedalaman
3. Besaran pendangkalan
4. Penataan peraturan terkait

k. Aktivitas operasional Emisi udara dari kapal dan udara di 1. Baku mutu kualitas udara di
fasilitas pelabuhan kawasan pelabuhan kawasan pelabuhan
2. Penataan peraturan terkait

l. Aktivitas operasional 1. Dermaga bongkar muat 1. Jumlah sampah/bahan


fasilitas pelabuhan 2. Gudang pencemar lainnya
3. Lapangan penumpukan 2. Penataan baku mutu udara &
kebisingan

m. Fasilitas pengendalian 1. Lokasi Reception Facilities (RF) 1. Kondisi dan penanganan RF


pencemaran 2. Lokasi fasilitas penanggulangan 2. Pemanfaatan RF
tumpahan minyak yang sifatnya 3. Pemeliharaan RF
darurat 4. Ketersediaan tempat
3. Lokasi peralatan pengelolaan air pengumpulan limbah padat dan
ballast cair
5. Ketersediaan oil boom
dispresent, oil skimmer pompa
6. Adanya tumpahan minyak ke
perairan, atau pembuangan air
ballast kapal yang mengandung
minyak cukup banyak, serta
adanya organism tertentu yang
dapat menganggu perairan
setempat

n. Fasilitas limbah tinja dan Lokasi limbah tinja dan IPAL 1. Kondisi
IPAL 2. Pemanfaatan
3. Pemeliharaan

o. Kawasan perkantoran Lokasi gedung kantor, halaman 1. Volume sampah lingkungan


yang berada di daerah kantor, jalan, selokan, ruang terbuka 2. Tersedianya tempat sampah
lingkungan kerja pelabuhan hijau/taman pelabuhan 3. Jumlah pohon peneduh
4. Luas areal penghijauan

p. Estetika pelabuhan Lokasi penempatan penunjang 1. Tata letak


secara umum, antara lain keindangan dan keamanan kawasan 2. Bentuk tampilan
papan nama, reklame, pelabuhan 3. Pemeliharaan
poster, lampu penerangan,
marka jalan, ruang terbuka
hjau, tampilan ciri khas

q. Sarana dan prasarana Lokasi pos keamanan, fasilitas 1. Kondisi terawat atau tidak
keamanan dan keselamatan informasi keselamatan, rambu, dan terawat
umum marka jalan 2. Dimanfaatkan atau tidak

r. Sarana dan prasarana Lokasi jalan utama, jalan 1. Jumlah sampah


jalan penghubung, dan jalan lokal 2. Penanganan sampah
3. Tanaman penghijauan
4. Ketersediaan drainase

s. Sistem drainase meliputi Semua lokasi fasilitas pelabuhan 1. Tingkat kebersihan


kondisi fisik, air, sampah, yang menggunakan sistem drainase 2. Kondisi drainase
dan fasilitas umum yang
menggunakan drainase

15
t. Kawasan industri yang Lokasi masing-masing industri 1. Volume/jenis limbah industri
berada di daerah dalam kawasan pelabuhan 2. Tingkat kelancaran drainase
lingkungan pelabuhan 3. Penataan peraturan terkait
baku mutu limbah cair, padat,
atau B3

u. Perlindungan mamalia Lokasi olah gerak kapal 1. Dokumentasi/laporan adanya


lat dan habitat laut yang dampak pelayaran terhadap
peka mamalia/habitat yang peka
2. Jumlah personil yang
mengikuti training
3. Aktivitas kegiatan konservasi
laut yang terkait dampak
pelayaran

Agar siklus ini tetap dapat berjalan dengan baik, manajemen pelabuhan memilih pola
manajemen yang efektif untuk menangani isu lingkungan hidup seperti Sistem Manajemen
Lingkungan ISO 14001 atau Eco Management and Adult Scheme (EMAS) atas Audit
Lingkungan.Sistem Manajemen Lingkungan. ISO 14001 adalah alat pengelolaan yang
memungkinkan tiap organisasi untuk:

1) Identifikasi dan mengendalikan dampak lingkungan dari tiap kegiatan,


hasil, dan pelayanan dari setiap unit organisasi.
2) Meningkatkan kinerja bagian lingkungan secara berkelanjutan.
3) Implementasi pendekatan secara sistematis untuk mengatur tujuan dan
target dari organisasi.

Fasilitas pengelolaan lingkungan di kawasan pelabuhan dalam pelaksanaan program


ecoport adalah:

1) Fasilitas pencegahan pencemaran : Alur/kanal untuk membersihkan air


yang terkontaminasi, zona pembatas (buffer zone) untuk pencegahan
polusi, dan fasilitas lain untuk pencegahan polusi di pelabuhan.
2) Fasilitas pembuangan limbah : kanal di areal pembuangan, fasilitas
pembungan limbah (padat dan cair), incinerator/carbonizer limbah,
penghancur limbah padat, fasilitas pembuangan limbah cair (minyak,
limbah sanitasi, dll), juga fasilitas lain untuk limbah-limbah lainnya.
3) Fasilitas perlindungan lingkungan : pantai yang bersih, tempat terbuka,
daerah hijau, landskap, ruang / tempat buang air, serta fasilitas
lingkungan lainnya.

16
4) Fasilitas kenyamanan : toilet, tempat singgah sementara, klinik
kesehatan, fasilitas rekreasi dan fasilitas lain untuk anak buah kapal dan
pekerja pelabuhan.
5) Fasilitas perkantoran pelabuhan : kantor pelabuhan, kantor untuk
pengguna jasa, fasilitas perkantoran lainnya.

Untuk pengelolaan lingkungan pelabuhan ecoport,maka Direktorat Jenderal


Perhubungan Laut menetapkan standar program pengelolaan lingkungan pelabuhan
terlihat pada Bagan Alir yang disajikan pada Gambar 1.

Program
Pengelolaan
Pelabuhan

Program
Pengelolaan
Lingkungan
Pelabuhan

Program
Ecoport

Sarana dan Aspek


Tolok Ukur Program

Berkurangnya
Peningkatan Peningkatan Hukum Pembiayaan Terkait
Dampak Peningkatan Kelembagaan
Kapasitas Partisipasi Ketentuan Kegiatan dengan
Lingkungan di Kebersihan, dan Personil
Kelembagaan Stakeholder Pelaksanaan Lingkungan Operasional
Pelabuhan Kenyamana,
Bidang yang terlibat
dalam Kesehatan,
Lingkungan Keselamatan,
Pengelolaan
Lingkungan di pelabuhan

Gambar 1. Bagan Alir Standar Pengelolaan Lingkungan Pelabuhan (Sumber : Direktorat


Jenderal Perhubungan Laut, Pedoman Teknis Ecoport di Indonesia, 2004)

II.4. Manfaat Keberhasilan Ecoport

Aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam pelaksanaan Program Ecoport yang


diusulkan Ditjen Perhubungan Laut dengan istilah Bandar Indah, terbagi atas aspek
kelembagaan, aspek hukum, aspek pembiayaan dan aspek teknis operasional. Keberhasilan
program ecoport di kawasan pelabuhan dapat melalui tolok ukur penurunan beban
pencemaran akibat limbah sampah, sanitary, dan B3 (termasuk minyak) dan terbentuknya
kelembagaan yang kuat bagi pengendalian pencemaran di lingkungan pelabuhan. Manfaat
positif yang dapat dirasakan dari keberhasilan program ecoport adalah:

17
1) Manfaat ekonomi,
2) Perbaikan estetika,
3) Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),
4) Konservasi ekologi
5) Integrasi dengan masyarakat lokal
6) Tercapainya keseimbangan ekonomi, sosial dan ekologi.

Manfaat keberhasilan program ecoport secara nyata dirasakan pada Implementasi


Ecoport di Tanjung Perak (Ramadhan, 2016). Hasil uji kualitas udara dari BBTKLPP
menunjukan bahwa parameter udara sekitar terminal Gapura Surya Nusantara memenuhi baku
mutu Pergub Jatim No. 10 Tahun 2009, karena dari pengujian tersebut tidak ada hasil yang
melebihi baku mutu yang dianjurkan. Dan hasil uji kualitas air dari BBTKLPP menunjukan
bahwa parameter – parameter yang diuji memenuhi baku mutu perairan Pelabuhan.

Terminal modern Gapura Surya Nusantara merupakan hasil revitalisasi terminal lama
yang berada di Pelabuhan Tanjung Perak yang diperuntukan melayani penumpang kapal laut
sejak 1975 silam. Terminal ini dibangung menggunakan tiga konsep parsial yang terpadu yaitu
Environmental Concepts, Connectivity Concepts dan Form Concepts. Environmental Concepts
sengaja dibuat agar terminal modern Gapura Surya Nusantara mampu menjadi sebuah
kawasan publik atau public park. Selain mampu menampung sekitar 4 ribu penumpang,
terminal modern Gapura Surya Nusantara ini diharapkan bisa menjadi kawasan public park dari
seluruh kawasan pelabuhan Tanjung Perak. Sebagai public park, terminal modern Gapura
Surya Nusantara dilengkapi dengan fasilitas shopping mall dan fasilitas komersial dalam
Kawasan dengan konsep roof garden yang dapat diakses oleh masyarakat sebagai bagian dari
public park. Selain itu, terminal Tanjung Perak diharapkan juga menjadi pilot project bagi
pengembangan sisi laut yang mempertimbangkan lingkungan. Terminal Penumpang Modern
Gapura Surya Nusantara merupakan terminal penumpang kapal laut pertama di Indonesia yang
berkonsep bangunan modern, arsitektur hijau ramah lingkungan, dan hemat energi. Sejumlah
fitur yang efisien energi di antaranya ialah penggunaan lampu LED dengan sistem
pemadamannya diatur oleh sensor yang membaca ada tidaknya kegiatan manusia di sekitar
lampu. Untuk mesin pendingin menggunakan VRF (variable refrigerant flow) yang secara
otomatis menghemat energi dengan menyesuaikan kebutuhan pendinginan. Gedung terminal
juga menggunakan sistem Sewage Treatment Plant (STP) yaitu sistem air yang dapat mendaur
ulang air buangan dari gedung itu sendiri menjadi air untuk pembersihan toilet. Dua unit
garbarata atau boarding bridge yang menghubungkan terminal penumpang dengan kapal
melalui fasilitas berupa lorong yang dapat bergerak secara horisontal dan vertikal disesuaikan
dengan posisi pintu pada dek kapal yang dilengkapi dengan pendingin udara. Jadi penumpang

18
sudah dimanjakan dengan kenyamanan mulai dari masuk terminal dan cek in kemudian naik
ke ruang tunggu hingga pada saat masuk ke dalam kapal laut.

Sementara itu Connectivity Concepts dapat dilihat dari keterpaduan antara fasilitas
dalam kawasan terminal, baik massa bangunan, maupun konektifitas didesain dengan
pertimbangan iklim tropis dan efisiensi penggunaan energi. Pertimbangan iklim tropis
diwujudkan dalam fasade bangunan terminal dan service apartement yang memaksimalkan
bukaan bukaan dan penggunaan pencahayaan alami. Atap datar yang cukup luas pada
bangunan terminal difungsikan sebagai area solar cell, yang secara desain telah dipersiapkan
ruang utilitasnya dengan kapasitas energi cukup memadai untuk bangunan terminal, apabila
pemanfaatan teknologi solar cell digunakan. Efesiensi Energy ini tidak hanya diwujudkan dalam
pemanfaatan atap terminal sebagai area solar cell saja, melainkan berkaitan dengan
konektifitas alur sirkulasi yang menghubungkan setiap fasilitas dalam kawasan terminal yang
mempertimbangkan kemudahan dan kecepatan pencapaian. Connectivity Concepts ini
disesuaikan dengan kebutuhan penumpang sebuah terminal kapal laut modern. Jalur
konektifitas Connectivity Concepts dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya jalur bis/angkutan
umum, jalur kendaraan pribadi dan jalur pejalan kaki. Ketiganya memiliki jalur yang terpisah,
sehingga tidak terjadi crossing. Melalui Connectivity Concepts ini, jalur bis/angkutan umum
didesain sedekat mungkin dengan terminal penumpang. Terminal bis dibagi menjadi dua, yaitu
terminal bis satelit yang berada di basement dan terminal bis utama yang melayani seluruh
kawasan pelabuhan Tanjung Perak. Terminal bis satelit hanya menampung bis yang
diperuntukan bagi angkutan penumpang, pengantar, dan karyawan di kawasan terminal
penumpang. Sehingga tidak diperlukan waktu tunggu lama seperti halnya pada terminal bis
utama. Gambar 2. dibawah ini merupakan tampak atas Terminal Gapura Surya Nusantara.

Gambar 2. Tampak atas Terminal Gapura Surya Nusantara

19
Untuk jalur kendaraan pribadi, mulai mobil maupun motor didesain bisa
melayani pencapaian ke masing - masing fasilitas dalam kawasan. Area parkir
kendaraan dibagi menjadi tiga area, yaitu area parkir barat yang berdekatan dengan
terminal penumpang, area parkir basement yang melayani terminal penumpang,
shopping mall dan terminal bis. Area parkir timur bedekatan dengan service apartment,
marine business center dan dermaga. Sedangkan, jalur pejalan kaki berada di level
1, berupa jembatan penghubung antara fasilitas dalam kawasan.

20
BAB III
PENUTUP

III. Kesimpulan
1. Aktivitas Pelabuhan dapat memberikan dampak negatif pada lingkungan
diantaranya penurunan kualitas air maupun udara, abrasi, dan kerusakan
habitat di pesisir.
2. Ecoport adalah sebuah konsep yang menawarkan keseimbangan antara
dampak lingkungan dan peningkatan nilai ekonomi (Perawati et al., 2017).
Ecoport adalah bentuk komitmen pelabuhan-pelabuhan di seluruh dunia dalam
mendukung kelestarian lingkungan, demikian juga di indonesia sesuai dengan
yang diamanatkan dalam peraturan menteri perhubungan nomor 51 tahun
2015.
3. Terdapat 20 indicator pada pedoman teknis konsep ecoport di Indonesia yang
ditetapkan oleh Dirjen Perhubungan Laut Tahun 2014
4. Manfaat positif yang dapat dirasakan dari keberhasilan program ecoport
diantaranya adalah manfaat ekonomi, perbaikan estetika, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3), konservasi ekologi, Integrasi dengan masyarakat
local, tercapainya keseimbangan ekonomi, sosial dan ekologi.

21
Daftar Pustaka

Azmi Umi Anisyah, Tri Joko, Nurjazuli. 2016. Studi Kandungan dan Beban Pencemaran
Logam Timbal (pb) Pada Air Balas Kapal Barang dan Penumpang di Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang. Vol. 4 No. 4

Dany Djaya Prakaatmaja, Minto Basuki, Erifive Pranata. 2020. Penilaian Risiko Lingkungan
Akibat Air Pembuangan Air Balas di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Vol. 2, No.1
2020.

Basuki, M, Lukmandono, dan Margareta, M.Z.B. 2018. Ballast Water Management Berbasis
Environmental Risk Assessment di Perairan Indonesia. Simposium Nasional
Kelautanan Perikanan V UNHAS. Makasar.

El Husna, Iksiroh , Anggoro Sutrisno, Sunoko, Henna, Subagiyo. 2022. Biokonsentrasi Dan
Sebaran Mikroba Patogen Sebagai Landasan Pengelolaan Lingkungan Tercemar Air
Ballast di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Doctoral thesis, School of
PostgraduateStudies. M.

Bagus, 2023. Dampak Aktivitas Pelabuhan Surabaya Terhadap Lingkungan dan Strategi
Penanganannya. Jurnal Wilayah Kota dan Lingkungan Berkelanjutan (JWIKAL) Vol. 2
No.1 Juni 2023 Hal 13-23

Hutagalung, Boby Reynold. 2004. Dampak Aktivitas Pelabuhan Dan Sebaran Pencemaran
Lingkungan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang Dan Kawasan Sekitarnya.
Universitas Diponegoro: Tugas Akhir Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota.
Semarang

Kumar, J., Kumpulainen, L., & Kauhaniemi, K. (2019). Technical design aspects of harbour
area grid for shore to ship power: State of the art and future solutions. International
Journal of Electrical Power & Energy Systems, 840-852.

Siahaan, Eddy Ihut. 2012. Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok Berwawasan


Lingkungan (Ecoport) Dalam Rangka Pengelolaan Pesisir Terpadu (Studi Kasus
Pelabuhan Tanjung Priok). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

22
Ramadhan Adrian , 2016 . Aplikasi Konsep Ecoport di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya,
Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Moura, D.A. & Andrade, D.G. 2018. Concepts of Green Port Operation-One Kind Of Self
Diagnosis Method To The Port Of Santos Brazil. Independent Journal of Management
& Production Volume 9 No 3: 785-809.

Perawati, D., Nabila, P.A., Edi, D.W. 2017. Faktor Penghambat Konsep Green Port di PT
Terminal Teluk Lamong Pelabuhan Surabaya. Jurnal Manajemen Bisnis Trasnportasi
dan Logistik Volume 3 Nomor 2: 267-274

Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran


dan/atau perusakan laut

European Sea Port Organisation. 2003. Environmental Code of Practise.

Kementerian Perhubungan RI, 2009. Peraturan Pemerintah No. 61/2009 tentang


Kepelabuhanan, Jakarta.

Kementerian Lingkungan Hidup R I, 2004.Keputusan. MenLH No. 51/2004 tentang Bahan


Mutu Air Laut, Jakarta.

Kementerian Lingkungan Hidup R I, 2009. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup


Nomor 5 tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah di Pelabuhan, Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai