Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PENTINGNYA PENDEKATAN EKOLOGIS BERBASIS EKOSISTEM


DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PAPUA

OLEH :

Nurul Puspitasari

NIM. 2023105075016

MK. EKOLOGI HUTAN

DOSEN PENGAMPU :

Dr Alfred Antoh, S.Hut, M.Si

PROGAM STUDI PASCA SARJANA FAKULTAS PENGELOLAAN


SUMBER DAYA AIR DAN LINGKUNGAN

UNIVERSITAS CENDRAWASIH

2024
DAFTAR ISI

Daftar Isi……………………………………………………………………………... i
Kata Pengantar………………………………………………………………………. Ii
Bab I Pendahuluan……………………………………………………………… 1
I.1. Latar Belakang…………………………………………………………….. 1
I.2. Rumusan Masalah…………………………………………………………. 2
I.3. Tujuan…………………………………………………………………….... 3
Bab II Tinjauan Pustaka…………………………………………………………. 4
II.1. Pengertian Ekologi…………………………………………………………. 4
II.2. Hubungan Ekologi Dengan Pelestarian Lingkungan………………………. 5
II.3. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan…………………………………... 6
II.4 Pengerian Sumber Daya Alam dan Pengelolaannya……………………….. 7
II.5. Undang-Undang dan Peraturan Konservasi di Indonesia………………….. 8
Bab III Metodologi………………………………………………………………… 11
Bab IV Pembahasan………………………………………………………………... 12
IV.1. Analisis Spasial Alam di Papua……………………………………………. 12
IV.2. Pentingnya Keanekaragam Ekosistem Papua……………………................ 12
IV.3. Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam di Papua……………………….. 13
IV.4. Pendekatan Ekologi Berbasis Ekosistem Untuk Mendukung Pembangunan
Berkelanjutan & Kesejahteraan Masyarakat di Papua……………………… 17
Bab V Penutup…………………………………………………………………….. 22
Daftar Pustaka……………………………………………………………………… 24

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua anugerah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ‘Pentingnya Pendekatan Ekologis Berbasis Ekosistem
Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di Papua’ dengan tepat waktu.

Terima kasih diucapkan kepada Dosen Pengampu Bapak Dr. Alfred Antoh, S.Hut, M.Si
yang telah memberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini sehingga penulis dapat
menambah wawasan, pengetahuan yang lebih luas terkait manfaat ekologi dan ekosistem di
Papua.

Papua merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia yang karuniai kekyaan alam dan
keanekaragaman ekosistem yang luar biasa. Namun dalam perjalanannya telah mengalami
perubahan yang sangat cepat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Kekayaan alam yang
terkandung di dalam hutan, pesisir dan laut, serta mineral yang dikandung oleh tanah Papua
merupakan sumber daya yang sangat penting bagi pembangunan sosial dan ekonomi
penduduknya. Namun kekayaan alam yang menakjubkan ini menghadapi tekanan yang serius
akibat kemerosotan kualitas lingkungan dan kelangkaan keaneragaman hayati.

Makalah ini dibuat selain untuk memenuhi tugas terstruktrur pada mata kuliah Ekologi
Hutan juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran pentingnya menjaga
ekosistem dan sumber daya alam untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjuatan di
Papua.

Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan sehingga kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat diterima
dan menjadi sumber pengatahuan bagi siapapun yang membaca.

Jayapura, 28 Februari 2024

Nurul Puspitasari

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Papua adalah salah satu daerah yang memiliki keanekaragaman hayati yang
sangat beragam. Papua dikenal karena hutan hujan tropisnya yang luas, cadangan
mineral yang melimpah dan beragam, serta kehidupan laut yang kaya. Papua juga
merupakan rumah bagi berbagai kelompok masyarakat adat yang sangat bergantung
pada sumber daya alam untuk kehidupan mereka. Masyarakat Papua memiliki
hubungan yang dalam dengan alam dan sumber daya alam lokal, serta kearifan lokal
dalam pengelolaannya.

Meskipun kaya akan sumber daya alam, Papua juga menghadapi berbagai
ancaman terhadap lingkungan, termasuk deforestasi, pertambangan yang tidak
berkelanjutan, perburuan liar, dan degradasi lingkungan lainnya. Ancaman-ancaman
ini dapat mengganggu ekosistem alami dan mengancam keberlangsungan hidup
masyarakat Papua. Melihat pentingnya keanekaragaman hayati dan peran sumber daya
alam bagi kesejahteraan masyarakat Papua, konservasi menjadi suatu keharusan.
Pendekatan ekologi berbasis ekosistem memainkan peran penting dalam upaya
konservasi ini dengan memperhatikan interaksi kompleks antara berbagai komponen
ekosistem.

Ekosistem adalah hubungan timbal balik (interaksi) antara makhluk hidup


dengan lingkungan. Ekosistem terdiri dari dua komponen, yaitu lingkungan fisik atau
makhluk tidak hidup (komponen abiotik) contohnya air, tanah, udara dan (komponen
abiotik) berbagai jenis makhluk hidup (Al Rabb, 2017). Manusia merupakan bagian
dari alam yang harus menjaga keseimbangan ekosistem untuk kelangsungan hidupnya.
Sumber daya alam merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu suatu
sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara
makhluk hidup dengan lingkungannya. Eksploitasi secara besar-besaran terhadap SDA
yang ada tanpa memikirkan efek jangka panjang mengakibatkan rusaknya lingkungan
(Sari, 2020).

Pemerintah Provinsi Papua telah mengambil tindakan dan berkomitmen untuk


melestarikan keanekaragaman hayati di Papua dan mengelola sumber daya alam

1
secara berkelanjutan. Beberapa strategi yang dilakukan antara lain identifikasi
ancaman-ancaman keanekaragaman hayati di Papua serta tantangan-tantangan ke
depan di dalam pengelolaan keanekaragaman hayati. Selain itu, perlu terus dan
meningkatkan komitmen dari publik untuk pengelolaan keanekaragaman hayati di
Papua, disusun rencana strategi pengelolaan keanekaragaman, dan disusun rencana
strategi dan instrumen-instrumen konservasi yang memperhitungkan keuntungan
ekonomi dan sosial. Masyarakat Papua juga ikut serta dalam menjaga ekosistem
dengan menggunakan tradisi Sasi, yaitu praktik konservasi tradisional yang
ditinggalkan oleh para leluhur mereka yang masih dilanjutkan hingga saat ini.
Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati tercantum dalam Undang Undang
Nomor Tahun 2008 tentang Pelestarian Lingkungan dan Undang Undang Nomor 21
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Implementasi kebijakan umum nasional dengan sistem pembangunan


berkelanjutan di Papua nampaknya belum dapat berjalan dengan optimal, karena
keanekaragaman hayati cenderung terus menurun sementara pemanfaatannya bagi
kesejahteraan masyarakat belum meningkat secara signifikan. Hal ini diduga karena
adanya kendala dalam komunikasi, koordinasi, dan sinkronisasi dalam pengendalian
eksploitasi Sumber Daya Alam di Papua. Perlunya menumbuhkan kesadaran akan
pentingnya menjaga lingkungan hidup serta pelestarian lingkungan pada setiap lapisan
Masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan menanamkan pemahaman konsep
ekologi dan etika lingkungan. Dengan demikian makin tinggi seseorang memahami
konsep ekologi dan makin tinggi pemahaman etika lingkungan, maka makin tinggi
pula partisipasi seseorang dalam melestarikan lingkungan. Sebaliknya semakin rendah
pemahaman konsep ekologi seseorang dan makin rendah pemahaman etika
lingkungan, semakin rendah pula partisipasi seseorang dalam melestarikan
lingkungan.

I.2. Rumusan Masalah

• Seberapa pentingnya menjaga Ekosistem di Papua?


• Apa saja masalah pengelolaan sumber daya alam di Papua?
• Bagaimana pendekatan ekologi bebasis ekosistem untuk mendukung
Pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan Masyarakat di Papua?

2
I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

• Mampu menjelaskan pentingnya menjaga ekosistem di Papua


• Mampu menjelastakan masalah pengelolaan sumber daya alam di Papua
• Mampu menjelaskan bagaimana pendekatan ekologi bebasis ekosistem untuk
mendukung Pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan Masyarakat di
Papua

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Ekologi

Ekologi memiliki ruang lingkup yang sangat luas pada awal mulanya hanya
mempelajari makhluk hidup semata, yaitu dari makhluk hidup yang memiliki tingkat
organisasi paling sederhana (rendah) ke tingkat organisasi paling kompleks (tinggi).
Ekologi dikenal sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antar mahluk hidup
dengan sesamanya dan dengan benda-benda tidak hidup disekitarnya (Winanrno.
1992). Makhluk hidup dalam kasus pertanian adalah tanaman, sedangkan
lingkungannya dapat berupa air, tanah, unsur hara, dan lain-lain. Namun saat ini
ekologi lebih dikenal sebagai ”ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi dari alam”.
Bahkan ekologi dikenal sebagai ilmu yang mempelajari rumah tangga makhluk hidup.
Ekologi merupakan disiplin baru dari Biologi yang merupakan mata rantai fisik dan
proses biologi serta bentuk-bentuk yang menjembatani antara ilmu alam dan ilmu
sosial (Utomo dkk. 2014). Konsep dari ekologi sendiri merupakan hubungan
keterkaitan dan ketergantungan antara seluruh komponen ekosistem harus
dipertahankan dalam kondisi yang stabil dan seimbang (homeostatis). Homeostatis
adalah kecenderungan sistem biologi untuk menahan perubahan dan selalu berada
dalam keseimbangan. Ekosistem mampu memelihara dan mengatur diri sendiri
seperti halnya komponen penyusunnya yaitu organisme dan populasi. Dengan
demikian, ekosistem dapat dianggap suatu cibernetik dialam (Darwis dkk. 2017).

Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam mempelajari ekologi


tumbuhan, yaitu autekologi dan sinekologi. Autekologi (ekologi spesies) adalah kajian
tentang sejarah hidup suatu spesies tumbuhan, perilaku, dan adaptasinya terhadap
lingkungan; sedangkan sinekologi (ekologi komunitas) adalah kajian tentang
kelompok organisme tumbuhan yang tergabung dalam satu kesatuan dan saling
berinteraksi dalam Konsep dari ekologi sendiri merupakan hubungan keterkaitan dan
ketergantungan antara seluruh komponen ekosistem harus dipertahankan dalam
kondisi yang stabil dan seimbang (homeostatis). Homeostatis adalah kecenderungan
sistem biologi untuk menahan perubahan dan selalu berada dalam keseimbangan.
Ekosistem mampu memelihara dan mengatur diri sendiri seperti halnya komponen

4
penyusunnya yaitu organisme dan populasi. Dengan demikian, ekosistem dapat
dianggap suatu cibernetik dialam (Darwis dkk. 2017).

Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam mempelajari ekologi


tumbuhan, yaitu autekologi dan sinekologi. Autekologi (ekologi spesies) adalah kajian
tentang sejarah hidup suatu spesies tumbuhan, perilaku, dan adaptasinya terhadap
lingkungan; sedangkan sinekologi (ekologi komunitas) adalah kajian tentang
kelompok organisme tumbuhan yang tergabung dalam satu kesatuan dan saling
berinteraksi dalam daerah tertentu (Jayadi. 2015)

II. 2. Hubungan Ekologi Dengan Pelestarian Lingkungan

Munculnya ekologi ini tentunya sangat membantu proses pelestarian


lingkungan, karena pada awal kemunculan ekologi atau sebelum terkenalnya ekologi,
jarang orang memperhatikan lingkungan. Sebagian besar naturalis tidak menganggap
menembak hewan untuk mempelajarinya bahwa hal itu salah. Selain itu pada abad ke-
19, tradisi memperlakukan hidupan liar sebagai sumber daya alam yang dapat
diperbarui terus berlanjut.

Hingga abad ke- 20 dimulai, peristiwa-peristiwa semacam itu membantu


berkembangnya cara pandang baru pada alam. Salah satu pandangan murni pragmatik:
untuk mengeksploitasi berbagai sumber daya alam, sumber-sumber itu terkadang
harus dilestarikan. Pandangan kedua atau yang disebut preservasionisme melibatkan
perubahan cara berpikir yang lebih fundamental dimana gagasan bahwa alam
memiliki nilai intrinsik dan harus dilindungi demi alam itu sendiri. Kedua pandangan
itu merupakan bagian penting dari environmentalisme saat ini. Berdasarkan
pemaparan diatas dapat kita simpulkan kehadiran ekologi sangat mempengaruhi
pemikiran manusia dalam hal pelestarian lingkungan. Setelah munculnya ekologi,
manusia tidak lagi melakukan perburuan liar dan tentunya hal tersebut berimbas pada
populasi hewan tersebut. Hal tersebut juga membuktikan bahwa ekologi memiliki
hubungan erat dengan pelestarian lingkungan.

Adapula terdapat hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa Partisipasi


sesorang dalam melestarikan lingkungan dapat dipengaruhi oleh pemahaman konsep
ekologi dan etika lingkungan. Dengan demikian berarti makin tinggi pemahaman
konsep ekologi dan makin tinggi etika lingkungan, makin tinggi pula Partisipasi
seseorang dalam melestarikan lingkungan. Sebaliknya semakin rendah pemahaman

5
konsep ekologi dan makin rendah etika lingkungan, semakin rendah pula partisipasi
seseorang dalam melestarikan lingkungan tersebut. Hasil penelitian sesuai dengan
pendapat Otto Soemarwoto bahwa pemahaman konsep ekologi adalah kelangsungan
hidup makluk hidup yang mengedepankan hubungan timbal balik antara manusia
dengan makluk hidup lainnya di muka bumi. Etika lingkungan adalah kepedulian
manusia terhadap lingkungan yang tidak berpusat pada diri individu dengan status
moral. Manusia tidak boleh merusak lingkungan karena mereka memiliki moral.

Seperti yang dikemukakan oleh Otto Sumarwoto perilaku berwawasan


lingkungan adalah tindakan atau perbuatan manusia dalam menjaga lingkungan agar
terjaga kelestariannya. Partisipasi dapat dilakukan dengan cara usaha sadar diri untuk
memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kelangsungan hidup dapat
terjaga. Perubahan partisipasi terhadap lingkungan dapat menggunakan alam sesuai
dengan kebutuhan tanpa merusak lingkungannya. Dari pembahasan teori di atas
menyebutkan bahwa Pemahaman Konsep Ekologi dan etika lingkungan yang dimiliki
oleh manusia akan berhubungan dengan Partisipasi manusia dalam Melestarikan
Lingkungan.

II.3. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan


yang berguna untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan saat ini tanpa perlu
merusak atau menurunkan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya konsep ini merupakan strategi pembangunan
yang memberikan batasan pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah dan sumber daya
yang ada di dalamnya. Ambang batas ini tidak absolut (mutlak) tetapi merupakan batas
yang luwes (flexible) yang bergantung pada teknologi dan sosial ekonomi tentang
pemanfaatan sumber daya alam, serta kemampuan biosfer dalam menerima akibat
yang ditimbulkan dari kegiatan manusia. Pembangunan yang berwawasan lingkungan
adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara
bijaksana dalam pembangunan yang terencana. dan berkesinambungan untuk
meningkatkan mutu hidup. Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan
terkendalinya pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana merupakan tujuan
utama pengelolaan lingkungan hidup (Murti, W., Maya, S., 2021)

6
II.4. Pengertian Sumber Daya Alam dan Pengelolannya

Sumber Daya Alam (Natural Resources) adalah segala unsur lingkungan (biotik
maupun abiotik) yang bermanfaat dan digunakan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginannya, baik kebutuhan primer yang bersifat lahiriah (pangan,
sandang dan papan), kebutuhan sekunder yang bersifat batiniah (estetika) maupun
kebutuhan tersier dan seterusnya yang lebih bersifat hobi atau pengembangan bakat.
Sumber daya alam merupakan semua komponen yang ada alam sekitar yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar dapat
bertahan hidup dan lebih sejahtera. Sumber daya alam memiliki beberapa karakteristik
tertentu sehingga berdasarkan pada karakter tersebut sumber daya alam dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenis sumber daya alam, berdasarkan sifat
pembaharuan, dan juga berdasarkan penggunaannya. Sumber daya alam akan benar-
benar berguna apabila pemanfaatannya lebih menyangkut kebutuhan manusia.
Pengelolaan yang kurang menyangkut kebutuhan manusia di samping akan merusak
lingkungan sekitarnya juga akan menjadi bumerang bagi manusia sendiri. Untuk
sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan
ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka
panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep
"pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumber daya bumi itu sendiri
terbatas (Murti, W., Maya, S., 2021).

Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai dengan melaksanakan


pembangunan di segala bidang. Pembangunan merupakan proses pengolahan sumber
daya alam dan pendayagunaan sumber daya manusia dengan memanfaatkan
teknologi. Dalam pola pembangunan tersebut, perlu memperhatikan fungsi sumber
daya alam dan sumber daya manusia, agar dapat terus-menerus menunjang kegiatan
atau proses pembangunan yang berkelanjutan. Pengertian pembangunan
berkelanjutan itu sendiri adalah perubahan positif sosial ekonomi yang tidak
mengabaikan sistem ekologi dan sosial dimana masyarakat bergantung padanya. Cara
penggunaan sumber daya alam oleh manusia yang dapat dipertanggungjawabkan
dengan cara sebagai berikut:

1. Selektif, yaitu memilih, menggunakan, dan mengusahakan sumber daya alam


dengan sungguh-sungguh untuk kepentingan keberlangsungan kehidupan

7
2. Menjaga kelestarian. Untuk memanfaatkan sumber daya alam diperlukan
teknologi maju dan canggih sehingga memungkinkan terpelihara kelestariannya.
3. Perlunya penghematan sumber daya alam atau mengurangi bahaya eksploitasi
besar-besaran terhadap pemakaian sumber daya alam agar tidak rusak dan punah.
4. Perlunya upaya pembaharuan sumber daya alam hayati seperti reboisasi,
mengembangbiakkan flora dan fauna secara modern, penanaman ladang secara
bergilir, dan pengolahan tanah pertanian lahan basah dan lahan kering.

II.5. Undang-Undang dan Peraturan Konservasi di Indonesia

Banyak undang-undang yang mengatur konservasi, kehutanan, pemanfaatan


keanekaragaman hayati secara spesifik, seperti pembalakan atau perburuan hidupan
liar, pengumpulan dan perdagangan sumber daya hutan. Namun hanya sedikit yang
menyebutkan ancaman berupa masa tahanan atau denda dan sebagian besar pada
tingkat Peraturan Pemerintah (PP). Sembiring dkk. (2003) bahkan menyimpulkan
bahwa tidak ada satu pun peraturan yang secara spesifik mendefinisikan pembalakan
liar atau perdagangan ilegal hidupan liar. Peraturan pokok terkini yang mengatur
konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia dan peraturan pelaksananya diringkas
sebagai berikut :

a. Undang-Undang No. 5/1990: Konservasi Sumber Daya AlamHayati dan


Ekosistemnya
Prinsip utama UU ini adalah pemanfaatan sumber daya alam secara
berkelanjutan untuk mendukung kesejahteraan manusia dan kualitas hidup.
UU ini mengatur pelestarian dan perlindungan flora dan fauna, ekosistem,
kawasan konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan
dan menguraikan proses penyidikan, hukuman dan sanksi untuk tindak
kriminal yang dilakukan. UU ini membutuhkan peraturan pelaksanaannya
berupa Peraturan Pemerintah. Sampai Februari 2001, hanya 8 dari 13 PP yang
ditetapkan. Penegakan UU ini menghadapi kendala karena tidak ada prosedur
terinci di sektor konservasi dan kehutanan.
b. Peraturan Pemerintah No. 13 /1994: Perburuan Satwa Buru
PP ini mengatur perburuan hidupan liar yang tidak dilindungi yang
menjadi sasaran perburuan. Isinya menguraikan perburuan hidupan liar,

8
kawasan perburuan, musim, peralatan, surat ijin, serta hak dan kewajiban
pemburu.
c. Peraturan Pemerintah No. 68/1998: Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Konservasi Alam
PP ini menyediakan panduan teknis untuk mengelola Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Konservasi Alam. Isinya menguraikan tipe Kawasan
lindung di Indonesia, berbagai persyaratannya, fungsi dan pengelolaan,
termasuk pelestarian dan pemanfaatannya.
d. Peraturan Pemerintah No. 6 /1999: Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil
Hutan di Hutan Produksi
PP ini ditetapkan sebelum UU No. 41/1999 disetujui dan ketika proses
desentralisasi dan reformasi di bidang pengelolaan hutan berlangsung sangat
cepat. PP ini memberikan wewenang kepada Gubernur dan Bupati untuk
mengeluarkan surat ijin untuk pengusahaan hutan skala kecil. Masyarakat adat
diberikan hak untuk menebang hutan milik masyarakat adat.
e. Peraturan Pemerintah No. 7/1999: Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
PP ini menetapkan jenis flora dan fauna yang dilindungi serta
habitatnya dan mengatur pelaksanaannya, termasuk usaha-usaha
pemeliharaannya, lembaga konservasi, peraturan pengiriman dan
pengangkutan jenis yang dilindungi dan pengawasan dan pemantauannya.
Pengawasan dan pemantauan dilakukan oleh badan penegak hukum yang
diberi wewenang penegakan hukum, baik melalui pencegahan/preventif
maupun penanggulangan/supresif. Tindakan pencegahan meliputi, tetapi tidak
terbatas pada, penyadartahuan, pelatihan staf lembaga penegak hukum dan
penerbitan panduan identi fikasi jenis--jenis yang dilindungi. Tindakan
penanggulangan meliputi tindakan penegakan hukum untuk menuntut
tersangka di pengadilan.
f. Undang-Undang No. 23/1997: Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU ini ditetapkan untuk menggantikan UU No. 4/1982. Intinya
menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup harus dilaksanakan oleh
negara untuk memastikan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan
di Indonesia. Isinya mencakup pengaturan partisipasi dan peran masyarakat,
kewajiban pengelolaan lingkungan hidup, penyelesaian konflik, hak

9
masyarakat dan organisasi untuk menggugat dan keterlibatan mereka dalam
penegakan hukum pengelolaan lingkungan hidup (class action).
g. Undang-Undang No. 41 /1999: Kehutanan

UU ini ditetapkan untuk menggantikan UU No. 5/1967 tentang Pokok


Pokok Kehutanan. Prinsip utamanya adalah untuk melaksanakan tata kelola
hutan yang baik dengan memertimbangkan dan menggabungkan pemanfaatan
dan konservasi, memperhitungkan kebutuhan Masyarakat lokal, memperjelas
proses penyidikan serta hukuman dan sanksi dan mendorong transparansi.
Wewenang operasionalnya dialihkan ke pemerintah provinsi dan kabupaten,
sementara wewenang pemerintah pusat dipusatkan pada isu-isu makro yang
lebih strategis.

h. Peraturan Pemerintah No. 45/2004: Perlindungan Hutan


PP ini menggantikan PP No. 28/1985 sebagai peraturan pelaksana UU
No. 41/1999 untuk melindungi hutan dari berbagai kegiatan manusia dan
eksploitasi hutan. Peraturan ini memberikan mandat khusus kepada
Departemen Kehutanan untuk memelihara berbagai fungsi ekologis hutan. PP
ini menekankan pada peran dan tanggung jawab Polisi Hutan dan Penyidik
Sipil Hutan untuk meningkatkan penegakan hukum dan peran masyarakat dan
sektor swasta dalam perlindungan hutan.
i. Peraturan Pemerintah No. 45/2004: Perlindungan Hutan Peraturan Pemerintah
No. 34/ 2002: Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan
PP ini menggantikan PP 6/1999, yang mengatur pemanfaatan hutan dan
berbagai prosedur untuk mendapatkan ijin dari pemerintah provinsi
dan pusat. Secara umum hutan dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu
Kawasan Konservasi Alam, Kawasan Suaka Alam dan Hutan Produksi.
Berbagai kegiatan yang terkait dengan hutan diatur di bawah PP ini,
walaupun beberapa kegiatan membutuhkan peraturan lebih lanjut yang
ditetapkan oleh Departemen Kehutanan.

10
BAB III

METODOLOGI

Penulisan makalah ini menggunakan metode eksplorasi dan deskriptif. Metode


eksploratif digunakan untuk menggali dan mengumpulkan informasi terkait sumber daya alam
Papua dari berbagai sumber literasi. Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan
fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia
yang bisa mencakup aktivitas, karakteristik, dan perubahan lingkungan.

11
BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1. Analisis Spasial Alam di Papua

Analisis spasial yang dilaksanakan oleh CIFOR (Mertens 2002a) mencakup tipe
vegetasi, klasikasi lahan, dampak infrastruktur dan ancaman penebangan hutan dan
kegiatan-kegiatan lainnya di Papua. Lima jenis hutan telah diidentikasi di Papua: hutan
pegunungan, hutan dataran rendah, hutan rawa, hutan mangrove/bakau dan hutan lain.
Hutan pegunungan umumnya berada di daerah pegunungan utama, sementara hutan
dataran rendah menutupi daerah sisanya, kecuali hutan mangrove yang terbatas di
daerah pesisir dan hutan rawa yang luas di pesisir Selatan.Penggunaan lahan dibagi
menjadi tiga klasifikasi besar: hutan produksi, hutan lindung dan lainnya. Hutan
produksi mencakup beberapa subklasikasi, seperti jenis kegiatan penebangan hutan
untuk jangka panjang dan juga hutan yang ditebang dan dialihfungsikan untuk tujuan
lain. Hutan suaka mencakup berbagai cagar alam dan hutan konservasi seperti taman
nasional dan juga hutan lindung untuk melindungi daerah aliran sungai (DAS).
Kategori lain-lain mencakup hutan tanaman produksi, perkebunan, daerah transmigrasi
dan jenis-jenis penggunaan lahan lainnya.

Lebih dari 60% hutan di Papua diklasifikasikan sebagai hutan dataran rendah,
sementara hutan rawa yang luas di bagian selatan mencakup 10% wilayah hutannya.
Setengah dari hutan dataran rendah di Papua dikategorikan sebagai hutan produksi dan
37% merupakan hutan lindung. Lebih dari 90% dari hutan pegunungan di Papua
dianggap sebagai hutan lindung. Sekitar 56% hutan di daerah selatan Papua merupakan
hutan mangrove, namun hanya 19% masuk zona konservasi (Marshall A, J. dkk, 2007).

IV.2. Pentingnya Keanekaragam Ekosistem untuk Flora dan Fauna Papua

Bentang alam yang memiliki beberapa tipe ekosistem kekayaan jenisnya lebih
tinggi daripada kawasan yang luasnya sama tetapi hanya memiliki satu tipe ekosistem.
Karena itu keanekaragaman ekosistem yang tinggi di Papua membantu menjelaskan
keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi. Karena itu, menjaga keseimbangan tipe
ekosistem di Papua secara utuh sangat penting, baik untuk melindungi keanekaragaman
hayatinya yang tinggi maupun menyediakan keperluan habitat untuk sejumlah
vertebrata yang terancam punah. Ekosistem menyediakan berbagai jasa lingkungan

12
yang penting bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia dan banyak di antaranya
diremehkan atau tidak dihargai sama sekali. Jasa lingkungan ini mencakup pemurnian
udara dan air minum, pengurangan tingkat keparahan musim kemarau dan banjir,
peremajaan dan pemeliharaan tanah serta kesuburan tanah, penyerbukan tanaman, daur
hara, stabilisasi cuaca, penyerapan karbon, kontrol penyakit menular dan perlindungan
erosi. Ekonomi sumber daya alam, bidang yang relatif baru telah membantu
meningkatkan kesadaran tentang nilai finansial jasa lingkungan yang sangat tinggi,
tetapi manfaat dan harga sebenarnya dari jasa ekosistem dan kehilangannya jarang
dimasukkan dalam keputusan pengelolaan sumber daya alam, terutama di negara
negara berkembang. Biaya finansial yang terkait dengan hilangnya jasa ekosistem yang
disebabkan oleh degradasi, jarang (atau tidak pernah) diganti kerugiannya oleh pihak
yang menyebabkan degradasi, sedangkan biaya sosial dan kesehatan, biasanya
ditanggung oleh Masyarakat miskin.

Ekosistem Papua menyediakan berbagai jasa lingkungan untuk kepentingan


lokal, regional dan global. Misalnya, hutan memelihara kualitas air dan mencegah erosi
tanah untuk banyak masyarakatlokal, mangrove menyediakan tempat berkembangbiak
penting untuk vertebrata terancam punah dan avertebrata laut yang penting secara
komersial, menyerap pencemar dan kontaminasi lingkungan, melindungi dari erosi
pantai dan bahkan menyediakan sebagai penghalang fisik yang melindungi manusia
dari tsunami (Alongi 2002). Di tingkat global, ekosistem hutan dan padang lamun yang
luas menyerap karbon yang membantu untuk mengatasi perubahan iklim global. Karena
itu, pengelolaan dan konservasi ekosistem Papua yang kokoh akan memastikan
berbagai jasa lingkungan berharga yang tersedia tersebut terjaga untuk meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan manusia untuk generasi mendatang.

IV.3. Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam di Papua

Pengelolaan sumber daya alam di Papua menghadapi sejumlah tantangan yang


kompleks dan unik. Berikut adalah beberapa tantangan utama dalam pengelolaan
sumber daya alam di Papua:

1) Deforestasi dan Degradasi Hutan


Deforestasi adalah salah satu masalah utama di Papua, terutama disebabkan
oleh pembukaan lahan untuk perkebunan, pertanian, dan pertambangan. Kegiatan
illegal logging juga menjadi ancaman serius bagi kelestarian hutan hujan tropis

13
yang luas di Papua. Berdasarkan laporan kementrian lingkungan hidup dan
kehutanan Republik Indonesia tentang deforestasi di Tanah Papua pada areal
pelepasan Kawasan hutan tahun 2021, selama 2016-2019, luas deforestasi pada
areal total 17 SK PKH mencapai 2.202 hektar, atau terjadi penurunan luas hutan
alam pada kurun waktu tersebut sebesar 1,08%% dari total luas hutan alam di areal
total 17 SK PKH tersebut. Dari hutan alam yang tersebar pada areal total 17 SK
PKH seluas 203.879 hektar di tahun 2015 tersebut, pada tahun 2019 masih terdapat
201.677 hektar. Ini artinya, luas hutan alam pada areal total 17 SK PKH di Tanah
Papua selama 2016-2019 berkurang 1,08%, seperti ditunjukkan oleh grafik berikut.

Dengan demikian, hingga tahun 2019, masih terdapat 201.677 hektar hutan
alam, setara 98,82% dari 204.088 hektar yang merupakan luas total hutan alam pada
areal total 17 SK PKH. Secara kumulatif, maka total luas penurunan hutan alam
pada tahun 2015 hingga 2019, mencapai 2.411 hektar. Ini artinya, terjadi penurunan
luas hutan alam selama periode 2015-2019 tersebut sebesar 1,18% dari total luas
hutan alam pada areal total 17 SK PKH. Angka tersebut sekaligus mempertegas
bahwa hampir 100% deforestasi di Tanah Papua selama 2015-2019 terbukti sama
sekali bukan berasal dari areal total 17 SK PKH yang diterbitkan oleh Kepala
BPKM dan Menteri LHK Siti Nurbaya dalam periode pemerintahan Presiden Joko
Widodo.

2) Pertambangan yang Tidak Berkelanjutan


Papua memiliki cadangan mineral yang melimpah, dan industri
pertambangan telah berkembang pesat di wilayah ini. Namun, pengelolaan

14
pertambangan yang tidak berkelanjutan dapat menyebabkan degradasi lingkungan,
pencemaran air dan udara, serta konflik sosial dengan masyarakat lokal.
Limbah tambang (Tailing) Freeport yang dibuang ke sistem sungai, sejauh
ini telah menimbulkan sejumlah masalah bagi lingkungan. Diantaranya matinya
ekosistem di sekitar lokasi tambang, seperti pencemaran satwa liar sekitarnya yang
terpapar logam berat, matinya fungsi Sungai Ajkwa, Wanagon dan Otomona karena
badan sungai dipenuhhi dengan tumpukan limbah batuan dan tailing dari sisa
ekstraksi dari bahan kimia berbahaya yang digunakan mengakibatkan sebagia besar
kehidupan air tawar telah hancur. Selain itu dampak limbah tailings sejauh ini
diketahui sangat berbahaya bagi kehidupan Masyarakat sekitarnya seperti suku
Kamoro yang bergantung pada muara sungai Aijkwa sekitar 60% air digunakan
untuk minum dan 95% air untuk mencuci Dampak logam berat terhadap Kesehatan
suhu Kamoro diketahui menjadi penyebab radang selaput otak (meningitis), yang
mengakibatkan kematian bayi Kamoro. Kerusakan pada pencernaan, sistem saraf,
gangguan reproduksi, gangguan pada pernafasan, paru-paru, mata, katarak,
kemandulan hingga berkurangnya usia harapan hidup dan diare (Hamsky, 2014).
Tailings tersebut mengandung logam berat yang terdiri dari : selenium (Se),
arsenic (As), seng (Zn), mangan (Mn), tembaga (Cu), cadmium (Cd), timbal (pb),
merkuri (Hg), sianida (Cn) dan lainnya yang secara empiric kadarnya sudah
melebihi ambang batas ilmiah (Soehoed, 2005).

3) Perburuan Liar dan Perdagangan Satwa Liar:


Perburuan liar dan perdagangan satwa liar merupakan masalah serius di
Papua, dengan beberapa spesies terancam punah akibat perburuan ilegal dan
perdagangan satwa liar yang terorganisir. Perkembangan dan pembangunan daerah
di wilayah timur kepala burung mengakibatkan banyak daerah hutan dibuka untuk
keperluan pemukiman transmigran dan penduduk lokal, jalan, dll. Kegiatan
pembangunan tersebut mengakibatkan banyak habitat satwa rusak dan selanjutnya
mengancam keberadaan satwa-satwa tersebut, termasuk burung mambruk yang
merupakan hewan endemik di daerah tersebut. Burung mambruk di bagian Timur
Kepala Burung Irian Jaya Barat terancam punah akibat telah terjadi konversi habitat
untuk pemukiman penduduk, terbukanya isolasi daerah melalui pembuatan jalan,
pengambilan hasil hutan dan perburuan oleh masyarakat local. Gambaran umum

15
kondisi habitat dan keberadaan populasi mambruk polos (G. cristata) di lima daerah
sasaran penelitian yang disurvei, (Kilmaskossu, A., 2007).
Tabel.1. Gambaran umum kondisi habitat dan keberadaan populasi
mambruk polos (G. cristata) di lima daerah sasaran penelitian di Papua Barat

4) Konflik Antara Konservasi dan Pembangunan:


Upaya untuk menjaga keanekaragaman hayati dan melindungi ekosistem
seringkali bertentangan dengan kepentingan pembangunan ekonomi, seperti
pembangunan infrastruktur, perkebunan, dan pertambangan. Konflik antara
konservasi dan pembangunan sering kali muncul, memperumit upaya pengelolaan
sumber daya alam di Papua.
Kehadiran perusahaan multinasional dalam industri pertambangan,
perkebunan kelapa sawit, dan industri lainnya di Papua telah memberikan dampak
signifikan terhadap lingkungan dan masyarakat lokal. Pengaruh ekonomi dan
politik perusahaan-perusahaan ini seringkali mendominasi kebijakan dan praktik
pengelolaan sumber daya alam di wilayah tersebut.

16
IV.4. Pendekatan Ekologi Berbasis Ekosistem Untuk Mendukung Pembangunan
Berkelanjutan dan Kesejahteraan Masyarakat di Papua

Pembangunan berkelanjutan menurut UU RI No 11 Tahun 2020 adalah upaya


sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke
dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan. Sedangkan menurut Hadi (2012) Pembangunan berkelanjutan
adalah pembangunan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang
tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi
kebutuhan mereka sendiri. Disini terdapat dua konsep yang penting yaitu kebutuhan
dan keterbatasan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan baik pada masa sekarang
maupun yang akan datang. Sumber daya lingkungan termasuk di dalamnya adalah
sumber daya air merupakan komponen penting yang perlu dikelola dengan bijak untuk
memenuhi kebutuhan baik di masa sekarang atau masa depan.

Pendekatan ekologi berbasis ekosistem dapat memberikan kontribusi yang


signifikan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan
masyarakat Papua melalui berbagai cara, termasuk melalui upaya konservasi sumber
daya alam, pengembangan ekowisata, dan pendekatan pembangunan yang berpusat
pada masyarakat lokal. Berikut adalah beberapa cara di mana pendekatan tersebut dapat
diimplementasikan:

a. Konservasi Sumber Daya Alam


Pendekatan ekologi berbasis ekosistem memungkinkan identifikasi dan
pemahaman yang lebih baik tentang interaksi kompleks antara berbagai komponen
dalam ekosistem Papua. Ini memungkinkan pengelolaan sumber daya alam yang
lebih efektif dan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan kebutuhan ekologis
dari spesies-spesies yang hidup di dalamnya. Melalui pendekatan ini, praktik-
praktik pengelolaan yang merugikan seperti deforestasi ilegal, pertambangan yang
tidak berkelanjutan, dan perburuan liar dapat diminimalisir atau dicegah, sehingga
membantu menjaga kelestarian sumber daya alam Papua untuk generasi masa
depan.

b. Pengembangan Ekowisata

17
Ekowisata adalah salah satu bentuk pengembangan ekonomi yang dapat
didasarkan pada kelestarian alam dan keanekaragaman hayati. Dengan pendekatan
ekologi berbasis ekosistem, potensi ekowisata di Papua dapat dieksplorasi dengan
memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan kebutuhan kesejahteraan
masyarakat lokal.
Pengelolaan destinasi ekowisata harus didasarkan pada prinsip-prinsip
konservasi sumber daya alam dan perlindungan lingkungan, serta memperhatikan
kearifan lokal dalam pengelolaannya. Hal ini tidak hanya mendukung
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, tetapi juga meningkatkan kesadaran
akan pentingnya konservasi sumber daya alam di kalangan wisatawan dan
masyarakat setempat.
c. Peningkatan Kesadaran dan Wawasan Masyarakat Lokal Terkait Pentingnya
Pelestarian Lingkungan
Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan hidup serta
pelestarian lingkungan pada setiap lapisan masyarakat merupakan langkah krusial
dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan. Berikut adalah beberapa cara
untuk meningkatkan kesadaran tersebut diantaranya melalui:
- Pendidikan lingkungan : Hal ini seharusnya menjadi bagian integral dari
kurikulum pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Materi tentang lingkungan, keanekaragaman hayati, konservasi, dan dampak
manusia terhadap lingkungan dapat diajarkan untuk meningkatkan kesadaran
sejak dini.
- Kampanye Edukasi: Kampanye edukasi yang melibatkan pemerintah, LSM,
organisasi lingkungan, dan masyarakat sipil dapat digunakan untuk
menyampaikan informasi tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup.
Kampanye ini dapat dilakukan melalui berbagai media, termasuk media sosial,
seminar, workshop, dan kegiatan komunitas.
- Contoh Teladan: Pemimpin masyarakat, tokoh agama, tokoh politik, dan tokoh-
tokoh lainnya dapat menjadi contoh teladan dalam menjaga lingkungan hidup.
Ketika tokoh-tokoh ini menunjukkan sikap dan tindakan yang ramah
lingkungan, hal ini dapat memengaruhi perilaku masyarakat secara positif.
- Penyuluhan dan Pelatihan: Penyuluhan dan pelatihan langsung kepada
masyarakat tentang praktik-praktik ramah lingkungan, seperti pengelolaan
sampah, penghematan energi, dan penggunaan sumber daya alam secara
18
bijaksana, dapat membantu meningkatkan kesadaran dan keterampilan mereka
dalam menjaga lingkungan.
- Program Insentif: Program insentif yang memberikan penghargaan atau
penghargaan kepada individu atau komunitas yang aktif dalam menjaga
lingkungan dapat mendorong lebih banyak orang untuk terlibat dalam praktik-
praktik yang berkelanjutan.
- Kemitraan dengan Sektor Swasta: Kerjasama dengan perusahaan-perusahaan
swasta dalam pengembangan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR)
yang berfokus pada lingkungan juga dapat membantu meningkatkan kesadaran
lingkungan di kalangan masyarakat.

d. Pendekatan Pembangunan Berpusat pada Masyarakat Lokal


Pendekatan ekologi berbasis ekosistem menekankan pentingnya
memperhatikan kebutuhan dan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam. Ini
berarti melibatkan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan dan
implementasi program-program pembangunan. Dengan melibatkan masyarakat lokal,
pembangunan dapat diarahkan sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai lokal, sehingga
lebih berkelanjutan dan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat.
Hal ini juga dapat membantu mengatasi konflik antara kepentingan konservasi dan
pembangunan ekonomi dengan membangun kemitraan yang kuat antara pemerintah,
masyarakat, dan pihak-pihak terkait lainnya.

e. Peningkatan Sinergitas Pengendalian Lingkungan


Peningkatan sinergitas pengendalian lingkungan dapat mengatasi kendala
dalam komunikasi, koordinasi, dan sinkronisasi dalam pengendalian eksploitasi
Sumber Daya Alam di Papua. Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
- Peningkatan Infrastruktur Komunikasi: Investasi dalam infrastruktur
komunikasi, seperti jaringan internet yang cepat dan luas, serta layanan
telekomunikasi yang dapat diakses di seluruh wilayah Papua, dapat membantu
meningkatkan aksesibilitas dan kecepatan komunikasi antara pihak-pihak
terkait.
- Pelatihan dan Penguatan Kapasitas: Memberikan pelatihan dan penguatan
kapasitas kepada personel yang terlibat dalam pengendalian eksploitasi sumber
daya alam, termasuk petugas penegak hukum, pejabat pemerintah, dan anggota
19
masyarakat, untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi,
berkoordinasi, dan melakukan tindakan sinkronisasi.
- Pembentukan Forum dan Jaringan Kolaboratif: Membentuk forum dan jaringan
kolaboratif antara pemerintah, lembaga non-pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat, perusahaan, dan masyarakat lokal untuk memfasilitasi komunikasi,
koordinasi, dan pertukaran informasi mengenai pengendalian eksploitasi
sumber daya alam di Papua.
- Penyederhanaan Peraturan dan Prosedur: Menyederhanakan peraturan dan
prosedur terkait pengendalian eksploitasi sumber daya alam untuk mempercepat
proses komunikasi, koordinasi, dan sinkronisasi antara berbagai pihak terkait.
- Penggunaan Teknologi Informasi: Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK), seperti sistem informasi geografis (SIG) dan platform
berbasis web, untuk memfasilitasi pertukaran data, informasi, dan pemantauan
terkait pengendalian eksploitasi sumber daya alam di Papua.
- Pembentukan Tim Gabungan: Membentuk tim gabungan yang terdiri dari
berbagai pihak terkait, termasuk petugas penegak hukum, perwakilan
pemerintah, dan masyarakat lokal, untuk bekerja sama dalam melakukan
pengawasan, penegakan hukum, dan tindakan pengendalian terhadap
eksploitasi sumber daya alam yang tidak sah.
- Pelaksanaan Kegiatan Sosialisasi dan Advokasi: Melakukan kegiatan sosialisasi
dan advokasi kepada masyarakat Papua tentang pentingnya pengendalian
eksploitasi sumber daya alam, termasuk dampak negatif dari eksploitasi yang
tidak berkelanjutan, untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan masyarakat
terhadap upaya pengendalian tersebut.
- Pengembangan Sistem Pelaporan dan Pemantauan: Mengembangkan sistem
pelaporan dan pemantauan yang efektif untuk mengumpulkan, menganalisis,
dan menyebarkan informasi terkait eksploitasi sumber daya alam di Papua,
sehingga memudahkan koordinasi dan tindakan responsif dari berbagai pihak
terkait.

Dengan mengadopsi pendekatan ekologi berbasis ekosistem dalam pengelolaan sumber


daya alam, Papua dapat memperoleh manfaat jangka panjang berupa kelestarian lingkungan,
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
Mempertahankan keseimbangan ekologis dan mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam,

20
pendekatan ekologi berbasis ekosistem juga dapat meningkatkan ketahanan lingkungan di
Papua. Hal ini penting mengingat perubahan iklim dan kerentanan lingkungan lainnya yang
dapat mempengaruhi keberlangsungan sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat.

21
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Konsep dari ekologi merupakan hubungan keterkaitan dan ketergantungan antara


seluruh komponen ekosistem harus dipertahankan dalam kondisi yang stabil dan
seimbang (homeostatis).
2. Partisipasi sesorang dalam melestarikan lingkungan dapat dipengaruhi oleh
pemahaman konsep ekologi dan etika lingkungan. Dengan demikian berarti makin
tinggi pemahaman konsep ekologi dan makin tinggi etika lingkungan, makin tinggi pula
Partisipasi seseorang dalam melestarikan lingkungan. Sebaliknya semakin rendah
pemahaman konsep ekologi dan makin rendah etika lingkungan, semakin rendah pula
partisipasi seseorang dalam melestarikan lingkungan tersebut.
3. Ekosistem Papua menyediakan berbagai jasa lingkungan untuk kepentingan lokal,
regional dan global. Pengeloaan dan konservasi ekosistem Papua yang kokoh akan
memastikan berbagai jasa lingkungan berharga yang tersedia tersebut terjaga untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan manusia untuk generasi mendatang.
4. Masalah pengelolaan sumber daya alam di Papua diantaranya :
- Degradasi hutan atas kepentingan tertentu
- Pertambangan yang tidak berkelanjutan
- Pemburuan dan perdagangan satwa liar
- Konflik antara konservasi dan Pembangunan
5. Pendekatan Ekologi Berbasis Ekosistem Untuk Mendukung Pembangunan
Berkelanjutan dan Kesejahteraan Masyarakat di Papua meliputi :
- Konservasi sumber daya alam
- Pengembangan Ekowisata
- Peningkatan Kesadaran dan Wawasan Masyarakat Lokal Terkait Pentingnya
Pelestarian Lingkungan
- Pendekatan Pembangunan berpusat pada Masyarakat lokal
- Peningkatan Sinergitas Pengendalian Lingkungan
6. Dengan mengadopsi pendekatan ekologi berbasis ekosistem dalam pengelolaan sumber
daya alam, Papua dapat memperoleh manfaat jangka panjang berupa kelestarian
lingkungan, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, dan kesejahteraan masyarakat

22
yang lebih baik. Mempertahankan keseimbangan ekologis dan mengurangi tekanan
terhadap sumber daya alam, pendekatan ekologi berbasis ekosistem juga dapat
meningkatkan ketahanan lingkungan di Papua. Hal ini penting mengingat perubahan
iklim dan kerentanan lingkungan lainnya yang dapat mempengaruhi keberlangsungan
sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat.

23
Daftar Pustaka

Al Rabb, A.M., 2017, Kajian Fungsi Area Green Open Spase Sebagai Pengendali Daya Dukung
Ekosistem. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan, Universitas Muhammadiyah,
Palembang.

Alongi, D.M. 2002. Present state and future of the world’s mangrove forests. Environ. Conserv.
29: 331-349.

Darwis, H & Mas’ud, H. 2017. Kesehatan Masyarakat dalam Perspektif Sosioantropologi.


Makassar: SAH MEDIA.
Hadi Wahyono. 2012 Artikel “Sustainable Development (Pengembangan
Berkelanjutan”)diakseshttps://damarlanhadi.Wordpress.com/2012/12/14/sustainable
development. (diakses 26 Feb 2024).
Hamsky, R, 2014. Dampak Operasional PT. Freeport Pada Kehidupan Suku Kamoro. eJournal
Ilmu Hubungan International
Jayadi, E.M., 2015. Ekologi Tumbuhan. Mataram: Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Mataram.
Kilmaskossu, A., 2007. Ancaman Kepunahan Burung Mambruk Polos (Goura Cristata) di
Bagian Timur Kepala Burung (Vagelkop) Irian Jaya Barat.
Marshall A, J., Beehler, B,M, Kartikasari, S., 2007, The Ecologi of Papua Part One & Part Two.
Murti, W., Maya, S., 2021. Pengelolaan Sumber Daya Alam. Widina Bhakti Persada Bandung

Sari, A.I, 2020. Hubungan Ekologi Dengan Pelestarian Lingkungan

Soehoed, 2005. Tambang dan Pengelolaan Lingkungan. Sejarah Pengembangan Pertambangan


PT. Freeport Indonesia di Provinsi Papua. Aksara Karunia Jakarta.

Utomo, S.W., 2014, Pengertian, Ruang Lingkup Ekologi dan Ekosistem.


http://repository.ut.ac.id/4305/1/BIOL4215-M1.pdf. Diakses 26 Feb 2024.
Winarno, R., 1992, Ekologi sebagai dasar untuk memahami tatanan dalam lingkungan hidup.
29 Desember 1992, Malang, Indonesia.
Laporan kementrian lingkungan hidup dan kehutanan Republik Indonesia tentang deforestasi
di Tanah Papua pada areal pelepasan Kawasan hutan tahun 2021
Undang Undang RI Nomor Tahun 2008 tentang Pelestarian Lingkungan

Undang Undang RI Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

24
Undang Undang RI No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

25

Anda mungkin juga menyukai