OLEH :
Nurul Puspitasari
NIM. 2023105075016
DOSEN PENGAMPU :
UNIVERSITAS CENDRAWASIH
2024
DAFTAR ISI
Daftar Isi……………………………………………………………………………... i
Kata Pengantar………………………………………………………………………. Ii
Bab I Pendahuluan……………………………………………………………… 1
I.1. Latar Belakang…………………………………………………………….. 1
I.2. Rumusan Masalah…………………………………………………………. 2
I.3. Tujuan…………………………………………………………………….... 3
Bab II Tinjauan Pustaka…………………………………………………………. 4
II.1. Pengertian Ekologi…………………………………………………………. 4
II.2. Hubungan Ekologi Dengan Pelestarian Lingkungan………………………. 5
II.3. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan…………………………………... 6
II.4 Pengerian Sumber Daya Alam dan Pengelolaannya……………………….. 7
II.5. Undang-Undang dan Peraturan Konservasi di Indonesia………………….. 8
Bab III Metodologi………………………………………………………………… 11
Bab IV Pembahasan………………………………………………………………... 12
IV.1. Analisis Spasial Alam di Papua……………………………………………. 12
IV.2. Pentingnya Keanekaragam Ekosistem Papua……………………................ 12
IV.3. Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam di Papua……………………….. 13
IV.4. Pendekatan Ekologi Berbasis Ekosistem Untuk Mendukung Pembangunan
Berkelanjutan & Kesejahteraan Masyarakat di Papua……………………… 17
Bab V Penutup…………………………………………………………………….. 22
Daftar Pustaka……………………………………………………………………… 24
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua anugerah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ‘Pentingnya Pendekatan Ekologis Berbasis Ekosistem
Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di Papua’ dengan tepat waktu.
Terima kasih diucapkan kepada Dosen Pengampu Bapak Dr. Alfred Antoh, S.Hut, M.Si
yang telah memberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini sehingga penulis dapat
menambah wawasan, pengetahuan yang lebih luas terkait manfaat ekologi dan ekosistem di
Papua.
Papua merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia yang karuniai kekyaan alam dan
keanekaragaman ekosistem yang luar biasa. Namun dalam perjalanannya telah mengalami
perubahan yang sangat cepat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Kekayaan alam yang
terkandung di dalam hutan, pesisir dan laut, serta mineral yang dikandung oleh tanah Papua
merupakan sumber daya yang sangat penting bagi pembangunan sosial dan ekonomi
penduduknya. Namun kekayaan alam yang menakjubkan ini menghadapi tekanan yang serius
akibat kemerosotan kualitas lingkungan dan kelangkaan keaneragaman hayati.
Makalah ini dibuat selain untuk memenuhi tugas terstruktrur pada mata kuliah Ekologi
Hutan juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran pentingnya menjaga
ekosistem dan sumber daya alam untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjuatan di
Papua.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan sehingga kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat diterima
dan menjadi sumber pengatahuan bagi siapapun yang membaca.
Nurul Puspitasari
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Papua adalah salah satu daerah yang memiliki keanekaragaman hayati yang
sangat beragam. Papua dikenal karena hutan hujan tropisnya yang luas, cadangan
mineral yang melimpah dan beragam, serta kehidupan laut yang kaya. Papua juga
merupakan rumah bagi berbagai kelompok masyarakat adat yang sangat bergantung
pada sumber daya alam untuk kehidupan mereka. Masyarakat Papua memiliki
hubungan yang dalam dengan alam dan sumber daya alam lokal, serta kearifan lokal
dalam pengelolaannya.
Meskipun kaya akan sumber daya alam, Papua juga menghadapi berbagai
ancaman terhadap lingkungan, termasuk deforestasi, pertambangan yang tidak
berkelanjutan, perburuan liar, dan degradasi lingkungan lainnya. Ancaman-ancaman
ini dapat mengganggu ekosistem alami dan mengancam keberlangsungan hidup
masyarakat Papua. Melihat pentingnya keanekaragaman hayati dan peran sumber daya
alam bagi kesejahteraan masyarakat Papua, konservasi menjadi suatu keharusan.
Pendekatan ekologi berbasis ekosistem memainkan peran penting dalam upaya
konservasi ini dengan memperhatikan interaksi kompleks antara berbagai komponen
ekosistem.
1
secara berkelanjutan. Beberapa strategi yang dilakukan antara lain identifikasi
ancaman-ancaman keanekaragaman hayati di Papua serta tantangan-tantangan ke
depan di dalam pengelolaan keanekaragaman hayati. Selain itu, perlu terus dan
meningkatkan komitmen dari publik untuk pengelolaan keanekaragaman hayati di
Papua, disusun rencana strategi pengelolaan keanekaragaman, dan disusun rencana
strategi dan instrumen-instrumen konservasi yang memperhitungkan keuntungan
ekonomi dan sosial. Masyarakat Papua juga ikut serta dalam menjaga ekosistem
dengan menggunakan tradisi Sasi, yaitu praktik konservasi tradisional yang
ditinggalkan oleh para leluhur mereka yang masih dilanjutkan hingga saat ini.
Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati tercantum dalam Undang Undang
Nomor Tahun 2008 tentang Pelestarian Lingkungan dan Undang Undang Nomor 21
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
2
I.3 Tujuan Penelitian
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi memiliki ruang lingkup yang sangat luas pada awal mulanya hanya
mempelajari makhluk hidup semata, yaitu dari makhluk hidup yang memiliki tingkat
organisasi paling sederhana (rendah) ke tingkat organisasi paling kompleks (tinggi).
Ekologi dikenal sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antar mahluk hidup
dengan sesamanya dan dengan benda-benda tidak hidup disekitarnya (Winanrno.
1992). Makhluk hidup dalam kasus pertanian adalah tanaman, sedangkan
lingkungannya dapat berupa air, tanah, unsur hara, dan lain-lain. Namun saat ini
ekologi lebih dikenal sebagai ”ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi dari alam”.
Bahkan ekologi dikenal sebagai ilmu yang mempelajari rumah tangga makhluk hidup.
Ekologi merupakan disiplin baru dari Biologi yang merupakan mata rantai fisik dan
proses biologi serta bentuk-bentuk yang menjembatani antara ilmu alam dan ilmu
sosial (Utomo dkk. 2014). Konsep dari ekologi sendiri merupakan hubungan
keterkaitan dan ketergantungan antara seluruh komponen ekosistem harus
dipertahankan dalam kondisi yang stabil dan seimbang (homeostatis). Homeostatis
adalah kecenderungan sistem biologi untuk menahan perubahan dan selalu berada
dalam keseimbangan. Ekosistem mampu memelihara dan mengatur diri sendiri
seperti halnya komponen penyusunnya yaitu organisme dan populasi. Dengan
demikian, ekosistem dapat dianggap suatu cibernetik dialam (Darwis dkk. 2017).
4
penyusunnya yaitu organisme dan populasi. Dengan demikian, ekosistem dapat
dianggap suatu cibernetik dialam (Darwis dkk. 2017).
5
konsep ekologi dan makin rendah etika lingkungan, semakin rendah pula partisipasi
seseorang dalam melestarikan lingkungan tersebut. Hasil penelitian sesuai dengan
pendapat Otto Soemarwoto bahwa pemahaman konsep ekologi adalah kelangsungan
hidup makluk hidup yang mengedepankan hubungan timbal balik antara manusia
dengan makluk hidup lainnya di muka bumi. Etika lingkungan adalah kepedulian
manusia terhadap lingkungan yang tidak berpusat pada diri individu dengan status
moral. Manusia tidak boleh merusak lingkungan karena mereka memiliki moral.
6
II.4. Pengertian Sumber Daya Alam dan Pengelolannya
Sumber Daya Alam (Natural Resources) adalah segala unsur lingkungan (biotik
maupun abiotik) yang bermanfaat dan digunakan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginannya, baik kebutuhan primer yang bersifat lahiriah (pangan,
sandang dan papan), kebutuhan sekunder yang bersifat batiniah (estetika) maupun
kebutuhan tersier dan seterusnya yang lebih bersifat hobi atau pengembangan bakat.
Sumber daya alam merupakan semua komponen yang ada alam sekitar yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar dapat
bertahan hidup dan lebih sejahtera. Sumber daya alam memiliki beberapa karakteristik
tertentu sehingga berdasarkan pada karakter tersebut sumber daya alam dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenis sumber daya alam, berdasarkan sifat
pembaharuan, dan juga berdasarkan penggunaannya. Sumber daya alam akan benar-
benar berguna apabila pemanfaatannya lebih menyangkut kebutuhan manusia.
Pengelolaan yang kurang menyangkut kebutuhan manusia di samping akan merusak
lingkungan sekitarnya juga akan menjadi bumerang bagi manusia sendiri. Untuk
sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan
ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka
panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep
"pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumber daya bumi itu sendiri
terbatas (Murti, W., Maya, S., 2021).
7
2. Menjaga kelestarian. Untuk memanfaatkan sumber daya alam diperlukan
teknologi maju dan canggih sehingga memungkinkan terpelihara kelestariannya.
3. Perlunya penghematan sumber daya alam atau mengurangi bahaya eksploitasi
besar-besaran terhadap pemakaian sumber daya alam agar tidak rusak dan punah.
4. Perlunya upaya pembaharuan sumber daya alam hayati seperti reboisasi,
mengembangbiakkan flora dan fauna secara modern, penanaman ladang secara
bergilir, dan pengolahan tanah pertanian lahan basah dan lahan kering.
8
kawasan perburuan, musim, peralatan, surat ijin, serta hak dan kewajiban
pemburu.
c. Peraturan Pemerintah No. 68/1998: Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Konservasi Alam
PP ini menyediakan panduan teknis untuk mengelola Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Konservasi Alam. Isinya menguraikan tipe Kawasan
lindung di Indonesia, berbagai persyaratannya, fungsi dan pengelolaan,
termasuk pelestarian dan pemanfaatannya.
d. Peraturan Pemerintah No. 6 /1999: Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil
Hutan di Hutan Produksi
PP ini ditetapkan sebelum UU No. 41/1999 disetujui dan ketika proses
desentralisasi dan reformasi di bidang pengelolaan hutan berlangsung sangat
cepat. PP ini memberikan wewenang kepada Gubernur dan Bupati untuk
mengeluarkan surat ijin untuk pengusahaan hutan skala kecil. Masyarakat adat
diberikan hak untuk menebang hutan milik masyarakat adat.
e. Peraturan Pemerintah No. 7/1999: Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
PP ini menetapkan jenis flora dan fauna yang dilindungi serta
habitatnya dan mengatur pelaksanaannya, termasuk usaha-usaha
pemeliharaannya, lembaga konservasi, peraturan pengiriman dan
pengangkutan jenis yang dilindungi dan pengawasan dan pemantauannya.
Pengawasan dan pemantauan dilakukan oleh badan penegak hukum yang
diberi wewenang penegakan hukum, baik melalui pencegahan/preventif
maupun penanggulangan/supresif. Tindakan pencegahan meliputi, tetapi tidak
terbatas pada, penyadartahuan, pelatihan staf lembaga penegak hukum dan
penerbitan panduan identi fikasi jenis--jenis yang dilindungi. Tindakan
penanggulangan meliputi tindakan penegakan hukum untuk menuntut
tersangka di pengadilan.
f. Undang-Undang No. 23/1997: Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU ini ditetapkan untuk menggantikan UU No. 4/1982. Intinya
menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup harus dilaksanakan oleh
negara untuk memastikan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan
di Indonesia. Isinya mencakup pengaturan partisipasi dan peran masyarakat,
kewajiban pengelolaan lingkungan hidup, penyelesaian konflik, hak
9
masyarakat dan organisasi untuk menggugat dan keterlibatan mereka dalam
penegakan hukum pengelolaan lingkungan hidup (class action).
g. Undang-Undang No. 41 /1999: Kehutanan
10
BAB III
METODOLOGI
11
BAB IV
PEMBAHASAN
Analisis spasial yang dilaksanakan oleh CIFOR (Mertens 2002a) mencakup tipe
vegetasi, klasikasi lahan, dampak infrastruktur dan ancaman penebangan hutan dan
kegiatan-kegiatan lainnya di Papua. Lima jenis hutan telah diidentikasi di Papua: hutan
pegunungan, hutan dataran rendah, hutan rawa, hutan mangrove/bakau dan hutan lain.
Hutan pegunungan umumnya berada di daerah pegunungan utama, sementara hutan
dataran rendah menutupi daerah sisanya, kecuali hutan mangrove yang terbatas di
daerah pesisir dan hutan rawa yang luas di pesisir Selatan.Penggunaan lahan dibagi
menjadi tiga klasifikasi besar: hutan produksi, hutan lindung dan lainnya. Hutan
produksi mencakup beberapa subklasikasi, seperti jenis kegiatan penebangan hutan
untuk jangka panjang dan juga hutan yang ditebang dan dialihfungsikan untuk tujuan
lain. Hutan suaka mencakup berbagai cagar alam dan hutan konservasi seperti taman
nasional dan juga hutan lindung untuk melindungi daerah aliran sungai (DAS).
Kategori lain-lain mencakup hutan tanaman produksi, perkebunan, daerah transmigrasi
dan jenis-jenis penggunaan lahan lainnya.
Lebih dari 60% hutan di Papua diklasifikasikan sebagai hutan dataran rendah,
sementara hutan rawa yang luas di bagian selatan mencakup 10% wilayah hutannya.
Setengah dari hutan dataran rendah di Papua dikategorikan sebagai hutan produksi dan
37% merupakan hutan lindung. Lebih dari 90% dari hutan pegunungan di Papua
dianggap sebagai hutan lindung. Sekitar 56% hutan di daerah selatan Papua merupakan
hutan mangrove, namun hanya 19% masuk zona konservasi (Marshall A, J. dkk, 2007).
Bentang alam yang memiliki beberapa tipe ekosistem kekayaan jenisnya lebih
tinggi daripada kawasan yang luasnya sama tetapi hanya memiliki satu tipe ekosistem.
Karena itu keanekaragaman ekosistem yang tinggi di Papua membantu menjelaskan
keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi. Karena itu, menjaga keseimbangan tipe
ekosistem di Papua secara utuh sangat penting, baik untuk melindungi keanekaragaman
hayatinya yang tinggi maupun menyediakan keperluan habitat untuk sejumlah
vertebrata yang terancam punah. Ekosistem menyediakan berbagai jasa lingkungan
12
yang penting bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia dan banyak di antaranya
diremehkan atau tidak dihargai sama sekali. Jasa lingkungan ini mencakup pemurnian
udara dan air minum, pengurangan tingkat keparahan musim kemarau dan banjir,
peremajaan dan pemeliharaan tanah serta kesuburan tanah, penyerbukan tanaman, daur
hara, stabilisasi cuaca, penyerapan karbon, kontrol penyakit menular dan perlindungan
erosi. Ekonomi sumber daya alam, bidang yang relatif baru telah membantu
meningkatkan kesadaran tentang nilai finansial jasa lingkungan yang sangat tinggi,
tetapi manfaat dan harga sebenarnya dari jasa ekosistem dan kehilangannya jarang
dimasukkan dalam keputusan pengelolaan sumber daya alam, terutama di negara
negara berkembang. Biaya finansial yang terkait dengan hilangnya jasa ekosistem yang
disebabkan oleh degradasi, jarang (atau tidak pernah) diganti kerugiannya oleh pihak
yang menyebabkan degradasi, sedangkan biaya sosial dan kesehatan, biasanya
ditanggung oleh Masyarakat miskin.
13
yang luas di Papua. Berdasarkan laporan kementrian lingkungan hidup dan
kehutanan Republik Indonesia tentang deforestasi di Tanah Papua pada areal
pelepasan Kawasan hutan tahun 2021, selama 2016-2019, luas deforestasi pada
areal total 17 SK PKH mencapai 2.202 hektar, atau terjadi penurunan luas hutan
alam pada kurun waktu tersebut sebesar 1,08%% dari total luas hutan alam di areal
total 17 SK PKH tersebut. Dari hutan alam yang tersebar pada areal total 17 SK
PKH seluas 203.879 hektar di tahun 2015 tersebut, pada tahun 2019 masih terdapat
201.677 hektar. Ini artinya, luas hutan alam pada areal total 17 SK PKH di Tanah
Papua selama 2016-2019 berkurang 1,08%, seperti ditunjukkan oleh grafik berikut.
Dengan demikian, hingga tahun 2019, masih terdapat 201.677 hektar hutan
alam, setara 98,82% dari 204.088 hektar yang merupakan luas total hutan alam pada
areal total 17 SK PKH. Secara kumulatif, maka total luas penurunan hutan alam
pada tahun 2015 hingga 2019, mencapai 2.411 hektar. Ini artinya, terjadi penurunan
luas hutan alam selama periode 2015-2019 tersebut sebesar 1,18% dari total luas
hutan alam pada areal total 17 SK PKH. Angka tersebut sekaligus mempertegas
bahwa hampir 100% deforestasi di Tanah Papua selama 2015-2019 terbukti sama
sekali bukan berasal dari areal total 17 SK PKH yang diterbitkan oleh Kepala
BPKM dan Menteri LHK Siti Nurbaya dalam periode pemerintahan Presiden Joko
Widodo.
14
pertambangan yang tidak berkelanjutan dapat menyebabkan degradasi lingkungan,
pencemaran air dan udara, serta konflik sosial dengan masyarakat lokal.
Limbah tambang (Tailing) Freeport yang dibuang ke sistem sungai, sejauh
ini telah menimbulkan sejumlah masalah bagi lingkungan. Diantaranya matinya
ekosistem di sekitar lokasi tambang, seperti pencemaran satwa liar sekitarnya yang
terpapar logam berat, matinya fungsi Sungai Ajkwa, Wanagon dan Otomona karena
badan sungai dipenuhhi dengan tumpukan limbah batuan dan tailing dari sisa
ekstraksi dari bahan kimia berbahaya yang digunakan mengakibatkan sebagia besar
kehidupan air tawar telah hancur. Selain itu dampak limbah tailings sejauh ini
diketahui sangat berbahaya bagi kehidupan Masyarakat sekitarnya seperti suku
Kamoro yang bergantung pada muara sungai Aijkwa sekitar 60% air digunakan
untuk minum dan 95% air untuk mencuci Dampak logam berat terhadap Kesehatan
suhu Kamoro diketahui menjadi penyebab radang selaput otak (meningitis), yang
mengakibatkan kematian bayi Kamoro. Kerusakan pada pencernaan, sistem saraf,
gangguan reproduksi, gangguan pada pernafasan, paru-paru, mata, katarak,
kemandulan hingga berkurangnya usia harapan hidup dan diare (Hamsky, 2014).
Tailings tersebut mengandung logam berat yang terdiri dari : selenium (Se),
arsenic (As), seng (Zn), mangan (Mn), tembaga (Cu), cadmium (Cd), timbal (pb),
merkuri (Hg), sianida (Cn) dan lainnya yang secara empiric kadarnya sudah
melebihi ambang batas ilmiah (Soehoed, 2005).
15
kondisi habitat dan keberadaan populasi mambruk polos (G. cristata) di lima daerah
sasaran penelitian yang disurvei, (Kilmaskossu, A., 2007).
Tabel.1. Gambaran umum kondisi habitat dan keberadaan populasi
mambruk polos (G. cristata) di lima daerah sasaran penelitian di Papua Barat
16
IV.4. Pendekatan Ekologi Berbasis Ekosistem Untuk Mendukung Pembangunan
Berkelanjutan dan Kesejahteraan Masyarakat di Papua
b. Pengembangan Ekowisata
17
Ekowisata adalah salah satu bentuk pengembangan ekonomi yang dapat
didasarkan pada kelestarian alam dan keanekaragaman hayati. Dengan pendekatan
ekologi berbasis ekosistem, potensi ekowisata di Papua dapat dieksplorasi dengan
memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan kebutuhan kesejahteraan
masyarakat lokal.
Pengelolaan destinasi ekowisata harus didasarkan pada prinsip-prinsip
konservasi sumber daya alam dan perlindungan lingkungan, serta memperhatikan
kearifan lokal dalam pengelolaannya. Hal ini tidak hanya mendukung
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, tetapi juga meningkatkan kesadaran
akan pentingnya konservasi sumber daya alam di kalangan wisatawan dan
masyarakat setempat.
c. Peningkatan Kesadaran dan Wawasan Masyarakat Lokal Terkait Pentingnya
Pelestarian Lingkungan
Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan hidup serta
pelestarian lingkungan pada setiap lapisan masyarakat merupakan langkah krusial
dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan. Berikut adalah beberapa cara
untuk meningkatkan kesadaran tersebut diantaranya melalui:
- Pendidikan lingkungan : Hal ini seharusnya menjadi bagian integral dari
kurikulum pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Materi tentang lingkungan, keanekaragaman hayati, konservasi, dan dampak
manusia terhadap lingkungan dapat diajarkan untuk meningkatkan kesadaran
sejak dini.
- Kampanye Edukasi: Kampanye edukasi yang melibatkan pemerintah, LSM,
organisasi lingkungan, dan masyarakat sipil dapat digunakan untuk
menyampaikan informasi tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup.
Kampanye ini dapat dilakukan melalui berbagai media, termasuk media sosial,
seminar, workshop, dan kegiatan komunitas.
- Contoh Teladan: Pemimpin masyarakat, tokoh agama, tokoh politik, dan tokoh-
tokoh lainnya dapat menjadi contoh teladan dalam menjaga lingkungan hidup.
Ketika tokoh-tokoh ini menunjukkan sikap dan tindakan yang ramah
lingkungan, hal ini dapat memengaruhi perilaku masyarakat secara positif.
- Penyuluhan dan Pelatihan: Penyuluhan dan pelatihan langsung kepada
masyarakat tentang praktik-praktik ramah lingkungan, seperti pengelolaan
sampah, penghematan energi, dan penggunaan sumber daya alam secara
18
bijaksana, dapat membantu meningkatkan kesadaran dan keterampilan mereka
dalam menjaga lingkungan.
- Program Insentif: Program insentif yang memberikan penghargaan atau
penghargaan kepada individu atau komunitas yang aktif dalam menjaga
lingkungan dapat mendorong lebih banyak orang untuk terlibat dalam praktik-
praktik yang berkelanjutan.
- Kemitraan dengan Sektor Swasta: Kerjasama dengan perusahaan-perusahaan
swasta dalam pengembangan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR)
yang berfokus pada lingkungan juga dapat membantu meningkatkan kesadaran
lingkungan di kalangan masyarakat.
20
pendekatan ekologi berbasis ekosistem juga dapat meningkatkan ketahanan lingkungan di
Papua. Hal ini penting mengingat perubahan iklim dan kerentanan lingkungan lainnya yang
dapat mempengaruhi keberlangsungan sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat.
21
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
22
yang lebih baik. Mempertahankan keseimbangan ekologis dan mengurangi tekanan
terhadap sumber daya alam, pendekatan ekologi berbasis ekosistem juga dapat
meningkatkan ketahanan lingkungan di Papua. Hal ini penting mengingat perubahan
iklim dan kerentanan lingkungan lainnya yang dapat mempengaruhi keberlangsungan
sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat.
23
Daftar Pustaka
Al Rabb, A.M., 2017, Kajian Fungsi Area Green Open Spase Sebagai Pengendali Daya Dukung
Ekosistem. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan, Universitas Muhammadiyah,
Palembang.
Alongi, D.M. 2002. Present state and future of the world’s mangrove forests. Environ. Conserv.
29: 331-349.
Undang Undang RI Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
24
Undang Undang RI No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
25