Anda di halaman 1dari 5

Kisah Jati Denok di Hutan Blora Dikeramatkan Warga, Ada

Legenda Putri Gumeng Tolak Lamaran Raja

Tingginya menjulang sampai sekitar 30 meter. Pangkalnya batangnya membesar


semacam benjolan. Sementara keliling batangnya mencapai sekitar 6,5 meter.

Begitulah perwujudan pohon jati yang dinamai Jati Denok. Daun Jati Denok
berguguran.

Sedangkan daun muda mulai tumbuh di pucuk dahan sang jati.

Ia memang tampak lebih besar dan perkasa. Lipatan pada batangnya seolah
menjadi pertanda bahwa ialah yang tertua dibanding pohon jati di sekelilingnya.

Pagar kayu menjadi tanda bahwa Jati Denok yang tumbuh di petak 62 B, Resort
Pemangkuan Hutan (RPH) Temetes, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)
Temanjang, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung menyimpan cerita
tersendiri.

Meski pagar kayu tersebut terlihat sudah rusak di beberapa bagian, sehingga tidak
genap mengelilingi sang pohon.

Untuk sampai ke Jati Denok dari arah Kota Blora ke selatan atau ke arah
Randublatung.

Sesampainya di kawasan Hutan Semanggi, ambil arah Desa Jatiklampok masuk ke


area hutan sekitar 4,2 kilometer dengan jalan batu yang cukup terjal.

Jati yang tumbuh ini memang berada di tengah hutan. Letaknya cukup jauh dari
permukiman warga.
Yamg terdekat yakni sekitar dua kilometer ke arah tenggara dari tumbuhnya Jati
Denok terdapat sebuah desa.Namanya Desa Jatisari, Kecamatan Banjarejo, Blora.

Penamaan Jati Denok ini karena pangkal batangnya membesar sehingga warga
menganggapnya menyerupai pinggul perempuan.

Denok sendiri nama yang begitu feminin, atau identik dengan perempuan jelita
dengan tubuh sintal nan berisi.

Kisah Putri Gumeng Tolak Lamaran Raja

Di balik itu semua, rupanya ada cerita antara seorang perempuan cantik jelita
bernama Citro Wati atau Putri Gumeng anak dari Raja Purwo Carito.

Penurutan Humas KPH Randublatung, Harmanto kisah antara Jonggrang dan Citro
Wati ini bermula dari sebuah tempat bernama Kedung Putri.

Konon tempat tersebut menjadi favorit untuk mandi bagi Putri Gumeng.

"Kedung Putri terletak di sebelah utara KPH Randublatung, kurang lebih 10


kilometer dari pusat Randublatung, tepatnya di petak 52 RPH Gumeng BKPH
Temanjang atau masuk Desa Tanggel Kecamatan Randubaltung" ujar Harmanto.

Harmanto menceritakan, kisah Kedung Putri dimulai pada zaman di mana terdapat
suatu daerah yang bernama Negara Purwocarito atau sekarang Desa Gumeng yang
dipimpin oleh seorang raja bernama Dian Gondo Kusumo dengan permaisuri Loro
Girah.

Pasangan ini dikaruniai tiga orang anak yaitu Citro Menggolo, Citro Kusumo, dan
Citro Wati. Masing-masing keturunan Dian Gondo Kusumo diberi kekuasaan
untuk memimpin tiga kerajaan.

Citro Menggolo didapuk memimpin wilayah Mlumpang sekarang wilayah


Mrembes, Citro Kusumo didapuk memimpin kerajaan di Balekambang sekarang
Desa Temetes, dan Citro Wati kerajaanya di Purwocarito sekarang Desa Gumeng.

Di sini, Citro Wati yang menonjol kerena memiliki paras yang cantik. Karena
kecantikannya itu maka banyak putra raja tertarik dan ingin meminangnya.

Sampai pada akhirnya Putri Citro Wati dilamar oleh dua raja yaitu Begede Katong
dari kerajaan Pandan dan Jonggrang Prayungan dari kerajaan Atas Angin.

Kedua raja itu akhirnya perang untuk merebutkan Citro Wati, namun keduanya
belum ada yang kalah dan menang dalam peperangan tersebut.

Akhirnya Citro Wati datang dan menolak lamaran baik dari Begede Katong
maupun Jonggrang Prayungan.
Karena merasa ditolak, Begede Katong marah dan mendatangkan angin ribut untuk
menghancurkan negara Purwo Carito.

Akibatnya negara Purwo carito luluh lantak rata dengan tanah.

Begede Katong tidak putus asa, dia tetap melamar Citro wati walapun cintanya
ditolak.Singkat cerita, saat melamar sang perempuan pujaan dia sampai di Gunung
Serangkang, Begede Katong bertemu dengan musuhnya, Jonggrang Prayungan.

Di sini keduanya saling berperang lagi. Keduanya berupaya membunuh satu sama
lain.

Pertengkaran hebat itu mengakibatkan barang bawaan untuk melamar dari Begede
Katong berserakan.

Di antara barang bawaan yang digunakan untuk melamar adalah tempat upeti atau
bokor kencono yang terlempar sampai ke Kedung Bokor atau sekarang Desa
Pengkol, Banjarejo.

Kemudian barang bawaan lain berupa sirih terlempar sampai ke Desa Banyuurip
yang kini disebut wilayah Suruhan, lantas untuk gemblong yang teriris-iris
terlempar di Desa Temetes dinamakan Tiris, air tapenya menetes di Desa Temetes
dinamakan banyu Tes.

Citro Wati tetap tidak mau menerima lamaran Begede Katong. Walaupun ditolak
cintanya, Begede Katong tidak mau kembali ke negaranya.

Perjuangan berdarah yang dilakukan oleh dua penguasa itu semakin membuat
Jonggrang Prayungan kian penasaran akan kecantikan Citro Wati akhirnya
memanjat pohon jati.

Karena kesaktiannya pohon jati tersebut tidak kuat menahan beban Jonggrang
sehingga menyebabkan pohon tersebut tertekan ke bawah.

Bagian pangkal batang pohon membesar yang sekarang di kenal dengan nama Jati
Denok.

Cerita akan adanya Putri Gumeng yang hendak dilamar raja itu dibenarkan oleh
seorang pemuda warga Desa Jatisari, Dwi Utomo.

Cerita tersebut sesuai dengan apa yang sampai saat ini dipercaya oleh warga
Jatisari.

Atas kisah itu, akhirnya Jati Denok menjadi tempat keramat. Tomo, begitu dia
disapa, tidak memungkiri adanya warga yang datang ke Jati Denok untuk sekadar
mencari wangsit atau keberkahan.

"Ada oknum tertentu yang minta hal negatif kayak nomor (togel)," kata Tomo.
“LEGENDA JATI DENOK ”
Memenuhi Tugas IPS
KELAS IX

Disusun Oleh :
Nama : Muhammad Rudiyanto
Kelas : IX D
No.abs : 18

SMP N 1 BANJAREJO
TAHUN AJARAN 2022/2023

Anda mungkin juga menyukai