Anda di halaman 1dari 125

METODE PENYUTRADARAAN

BAMBANG SUGIARTO
DALAM PERTUNJUKAN LAKON
SANG ADIPATI AGUNG SURAKARTA

SKRIPSI KARYA ILMIAH

Oleh

Faris Aprianto
NIM 16124122

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN


INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA
2022

1
METODE PENYUTRADARAAN
BAMBANG SUGIARTO
DALAM PERTUNJUKAN LAKON
SANG ADIPATI AGUNG SURAKARTA

SKRIPSI KARYA ILMIAH

Untuk memenuhi sebagian persyaratan


guna mencapai derajat Sarjana S-1
Program Studi Seni Teater
Jurusan Pedalangan

oleh

Faris Aprianto
NIM 16124122

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN


INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA
2022

2
PERSETUJUAN

Skripsi Karya Ilmiah

METODE PENYUTRADARAAN BAMBANG SUGIARTO


DALAM PERTUNJUKAN LAKON
SANG ADIPATI AGUNG SURAKARTA

yang disusun oleh

Faris Aprianto
NIM 16124122

telah disetujui untuk diajukan dalam ujian tugas akhir karya ilmiah

Surakarta, 09 Maret 2022

Pembimbing,

Akhyar Makaf, S.Sn.,M.Sn.

3
PENGESAHAN

Skripsi Karya Ilmiah


METODE PENYUTRADARAAN BAMBANG SUGIARTO
DALAM PERTUNJUKAN LAKON
SANG ADIPATI AGUNG SURAKARTA

Yang disusun oleh


Faris Aprianto
NIM 16124122
Telah dipertahankan di depan dewan penguji
Pada tanggal….......

Susunan Dewan Penguji

Ketua Penguji, Penguji Utama,

Dr. Dra. Tatik Harpawati, M.Sn. Dr. Bagong Pujiono, S.Sn.,


M.Sn.

Pembimbing,

Akhyar Makaf, S.Sn.,M.Sn.

Skripsi ini telah diterima


Sebagai salah satu syarat mencapai derajat Sarjana S-1
pada Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta
Surakarta,
Dekan Fakultas Seni Prtunjukan

Dr. Dra. Tatik Harpawati, M.Sn.

4
ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “Metode Penyutradaraan Bambang Sugiarto


dalam Pertunjukan Lakon Sang Adipati Agung Surakarta”, menganalisis tentang
metode penyutradaraan yang dilakukan Bambang Sugiarto. Permasalahan yang
dikemukakan sebagai berikut: (1) Bagaimana struktur dan tekstur lakon Sang
Adipati Agung Surakarta: dan (2) Bagaimana metode penyutradaraan Bambang
Sugiarto dalam pertunjukan lakon Sang Adipati Agung Surakarta.
Struktur dramatik dan artistik pertunjukan lakon Sang Adipati Agung
Surakarta dianalisis menggunakan teori struktur dan tekstur yang dikemukakan
oleh Kernodle dalam Dewojati. Metode penyutradaraan Bambang Sugiarto
dianalisis menggunakan konsep penyutradaraan yang dikemukakan oleh
Suyatna Anirun dalam buku Menjadi Sutradara. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif, dengan menghasilkan data deskriptif berupa kata–kata tertulis
maupun lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat diamati. Teknik
pengumpulan data melalui studi pustaka, wawancara, pengamatan secara
langsung dan pengamatan video rekaman pertunjukan.
Hasil penelitian struktur dan tekstur dalam pertunjukan lakon SAAS,
menunjukan bahwa bentuk pertunjukan tersebut memiliki bentuk tragedi
komedi. Metode penyutradaraan Bambang Sugiarto dalam pertunjukan lakon
Sang Adipati Agung Surakarta menghasilkan beberapa cara antara lain: wos, dril,
kelompok besar, kelompok kecil, teknis garapan pertunjukan menggunakan
gabungan antara teater tradisonal dengan teater modern. Bambang Sugiarto
memiliki beberapa cara dalam menguraikan tafsir naskah yaitu menganalisis
atau membaca naskah, mengenali tokoh, dan tafsir waktu.
Kata kunci: Sang Adipati Agung Surakarta, struktur dan tekstur, Bambang
Sugiarto, penyutradaraan, kethoprak.

5
v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Swt. Atas ridanya

saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Adapun judul skripsi

yang saya ajukan adalah “Metode Penyutradaraan Bambang Sugiarto

Dalam Pertunjukan Lakon Sang Adipati Agung Surakarta. Pengerjaan

skripsi ini menghabiskan banyak waktu, tenaga, pikiran, materi, dan

seluruh kemampuan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Tidak

dapat disangkal bahwa butuh usaha yang keras dalam penyelesaian


pengerjaan skripsi ini. Saya sebagai penulis menyadari bahwa masih

banyak kekurangan dalam penyusunannya. Dengan demikian saya

belajar untuk tetap rendah hati dan bersyukur atas segala yang telah

ditempuh selama ini.

Pada kesempatan ini, saya sebagai penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu selama proses

skripsi. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa orang-orang tercinta yang
selalu menyemangati. Kepada Bapak Bambang Sugiarto selaku

narasumber utama, dan Sanggar Seni Kemasan, terima kasih sudah

memberikan kesempatan untuk menimba ilmu. Dengan ketulusan dan

kerendahan hati, saya sampaikan untuk segala pengorbanannya dalam

meluangkan waktu. Semoga dengan melihat skripsi ini beliau bisa sedikit

tersenyum bahagia melihat pengorbanannya membantu saya. Terima

kasih kepada Bapak Akhyar Makaf, S.Sn., M.Sn, selaku dosen

pembimbing yang sejak awal bersabar membimbing proses penulisan ini.

Semoga dengan kesabaran beliau yang tidak memiliki rasa bosan dalam

membimbing saya, semoga beliau diberikan keberkahan dalam setiap

langkahnya. terima kasih saya ucapkan kepada Dr. Bagong Pujiono, S.Sn.,

vi
M.Sn. selaku penguji utama, dan Dr. Dra. Tatik Harpawati, M.Sn. selaku

ketua penguji.

Kepada Bapak Eko Wahyu Prihantoro, S.Sn., M.Sn. dosen

pembimbing akademik saya, terima kasih atas semua nasihat dan

dukungannya selama ini. Nasihat beliau membuat saya semakin

termotivasi untuk menyelesaikan skripsi. Terima kasih saya ucapkan

kepada Mas Gading, Mas Budi Bodot, Dr. Trisno Santoso, Bapak Lumbini,

dan Tarjo W Kusumo yang sudah meluangkan waktunya untuk saya

menggali informasi tentang penelitian ini.


Kepada teman-teman teater angkatan 2016 (Teater Wagu) yang

selalu memotivasi saya supaya bisa menyelesaikan tugas akhir. Terima

kasih saya ucapkan kepada teman-teman yang membantu saya

dibelakang. Rusa jantan, Wildan, Tia, Ikhwan, Rara, Ipan, Dyah Ayu, Ratri

Sinta, Riski, Sara, Nisa Argarini, Kastol, Kotrakan Jaten, Windi, Hasbi,

Kos Kostrad, Jurnal Risa dikala jenuh, serta teman-teman yang sudah

membantu saya dan tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Dari semua
rasa terima kasih ini, kuucapkan atas segala pengorbanan dan doa kedua

orang tua saya.

Surakarta, 9 Maret 2022

Faris Aprianto

vii
DAFTAR ISI

ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR x
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan dan Manfaat 5
D. Tinjauan Pustaka 6
E. Landasan Teori/Konsep 7
F. Metode Penelitian 8
1. Lokasi dan Waktu Penelitian 8
2. Jenis Data 9
3. Sumber Data 9
4. Tahap Pengumpulan Data 10
5. Analisis Data 12
G. Sistematika Penelitian 13
BAB II SEKILAS TENTANG BAMBANG SUGIARTO 14
1. Biografi Bambang Sugiarto 14
2. Karya dan Prestasi Bambang Sugiarto 18
BAB III STRUKTUR & TEKSTUR PERTUNJUKAN LAKON SANG
ADIPATI AGUNG SURAKARTA 23
A. Analisis Struktur Lakon 23
1. Alur (plot) 23
2. Penokohan 32
3. Latar (setting) 48
4. Tema 51
B. Analisis Tekstur Lakon 53
1. Dialog 54
2. Mood 55
3. Spectacle 57
BAB IV METODE PENYUTRADARAAN BAMBANG SUGIARTO
DALAM LAKON SANG ADIPATI AGUNG SURAKARTA 74
A. Unsur Tafsir Sutradara 74
B. Perencanaan atau Pra Produksi 77
1. Memilih Naskah 78
2. Mengkaji Naskah 78
3. Menentukan Versi dan Tipe Produksi 87
4. Pembuatan Floor-Plan 90
5. Penyiapan Promt Book 91

viii
6. Proses Desain Artistik 92
7. Pemilihan Pemain 94
C. Proses Produksi 95
1. Tahap Fondasi atau Dasar 96
2. Tahap Memberi Isi 100
3. Tahap Pengembangan 101
4. Tahap Pemantapan 103
5. Rehearshal 104
6. Tahap Pementasan 106
D. Metode Penyutradaraan Bambang Sugiarto 1
BAB V PENUTUP 124
A. Kesimpulan 124
B. Saran 125
KEPUSTAKAAN 126
NARASUMBER 127
DISKOGRAFI 128
GLOSARIUM 129
LAMPIRAN 1 Naskah SAAS
LAMPIRAN 2 Biodata Penulis

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Tokoh R.M. Said..................................................................34


Gambar 1.2 Tokoh Suradiwangsa..........................................................36
Gambar 1.3 Tokoh Sutawijaya................................................................37
Gambar 1.4 Tokoh Hohendorff...............................................................39
Gambar 1.5 Tokoh Danureja...................................................................40
Gambar 1.6 Tokoh PB II...........................................................................41
Gambar 1.7 Tokoh Matah Ati..................................................................42
Gambar 1.8 Tokoh Pangeran Mangkubumi..........................................43
Gambar 1.9 Tokoh Ki Ajar Adirasa........................................................45
Gambar 1.10 Tokoh Wira Widagdo..........................................................46
Gambar 1.11 Tokoh Kiai Nuriman...........................................................47
Gambar 1.12 Tokoh Eyang Sumonarso...................................................48
Gambar 1.13 Tata Rias dan Busana Tokoh R.M. Said….......................58
Gambar 1.14 Tata Rias dan BusanaTokoh Sutawijaya…......................59
Gambar 1.15 Tata Rias dan Busana Suradiwangsa…...........................60
Gambar 1.16 Tata Rias dan Busana Matah Ati pertama.......................61
Gambar 1.17 Tata Rias dan Busana Matah Ati kedua...........................62
Gambar 1.18 Tata Rias dan Busana Danureja….....................................62
Gambar 1.19 Tata Rias dan Busana PB II …............................................63
Gambar 1.20 Tata Rias dan Busana Hohendorff…................................64
Gambar 1.21 Tata Rias dan Busana Eyang Sumonarso…....................65
Gambar 1.22 Tata Rias dan Busana Ki Ajar Adirasa….........................65
Gambar 1.23 Tata Rias dan Busana Kiai Nuriman…............................66
Gambar 1.24 Tata Rias dan Busana Mangkubumi…............................67
Gambar 1.25 Tata Rias dan Busana Wira Widagdo…..........................68
Gambar 1.26 Tata Cahaya peristiwa geger pacinan….............................68
Gambar 1.27 Tata Cahaya adegan romansa............................................69
Gambar 1.28 Setting Visual Bergerak Perang Pertama..........................73
Gambar 1.29 Setting adegan pembacaan Perjanjian Salatiga................73

x
2
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kota Surakarta merupakan kota yang memiliki berbagai macam

kelompok kesenian, salah satunya di Sanggar Seni Kemasan yang

dipimpin oleh Bambang Sugiarto. Menurut Bambang Sugiarto Sanggar

Seni Kemasan merupakan ruang kreatif belajar seni teater tradisional atau
modern untuk masyarakat Kota Surakarta. Teater tradisional yang terdapat

di Sanggar Seni Kemasan yaitu seni kethoprak. Kethoprak adalah

pertunjukan teater tradisional yang sifatnya improvisasi, spontan, dan

menyatu dengan kehidupan masyarakat. Cerita-cerita yang disajikan

dalam pertunjukan ketoprak biasanya berasal dari cerita babad dan

sejarah (Waluyo, 2002:73).

Bambang Sugiarto merupakan seniman di Surakarta yang memulai


berkesenian sejak di Sekolah Dasar. Ia sudah mulai tertarik terhadap

pertunjukan seni kethoprak dan ludruk ketika di bangku Sekolah Dasar.

Ketertarikannya itu berawal ketika ia duduk di kelas empat Sekolah Dasar,

ia melihat pertunjukan kethoprak dan ludruk tobongan di alun-alun Utara.

Dari pertunjukan yang ia tonton setiap pulang sekolah itu, kemudian ia

mulai tertarik untuk mengajak teman-temanya membuat pementasan.

1
2

Pentas pertama diadakan di tengah halaman rumah bersama, dengan

memainkan sandiwara sederhana berbahasa Jawa.

Bambang Sugiarto tidak pernah puas untuk belajar kesenian,

keinginannya untuk mempelajari kesenian semakin lama semakin

meningkat. Pada saat di Sekolah Menengah Pertama Bambang Sugiarto

membentuk kelompok teater bersama teman-temannya. Berkat kelompok

teaternya itu, Bambang Sugiarto belajar banyak hal tentang teater

khususnya penyutradaraan. Ia juga banyak menulis naskah untuk

dipentaskan bersama kelompok teaternya. Setelah selesai dari SMP,


Bambang Sugiarto kemudian melanjutkan sekolah menengah atas di SMA

4 Surakarta. Semangat Bambang Sugiarto terhadap kesenian sangat besar,

maka dari itu ketika kelas 2 SMA Bambang Sugiarto membentuk teater

gidag-gidig.

Bambang Sugiarto termasuk sutradara yang bisa menyutradarai

segala hal, baik naskah secara lisan atau naskah tertulis. Akan tetapi

Bambang Sugiarto termasuk sutradara yang lebih banyak menyutradari


naskah secara lisan dibandingkan naskah tertulis. Bambang Sugiarto

termasuk sutradara yang luwes tanpa memaksakan kapasitas dari

pendukungnya. Tidak hanya itu, Bambang Sugiarto juga mau menerima

dan mengajari orang yang belum mengenal teater.

Kemampuan Bambang Sugiarto semakin meningkat, baik sebagai

sutradara ataupun penulis lakon. Banyak karya Bambang Sugiarto yang

sudah dipentaskan, baik dari karya secara lisan maupun karya tertulis.

Karyanya antara lain PB VI (Sinihun Banguntopo) tahun 2018, Kisah K.H.

A.R. Fachdrudin, Sejarah Berdirinya UMS tahun 2018, dan Kethoprak

Kolosal Bersama Rektor, Guru Besar UNS tahun 2018. Ia juga pernah

menyutradarai pelawak Indonesia seperti Yati Pesek, Bagio, dan penyanyi


3

campursari Dikin dalam lakon Labuh Tresna tahun 2015 di Gedung

Sriwedari Solo.

Tidak hanya sebagai sutradara dan penulis lakon, Bambang Sugiarto

juga mumpuni di bidang tata rias dan busana. Berkat keahlian tata rias

dan kostumnya, Bambang Sugiarto pernah menjadi penata busana dalam

drama series kolosal Ronggowarsito tahun 1995, menjadi salah satu

nominasi penata busana Festival Film Indonesia (FFI) dalam film Wage,

dan membantu mata kuliah Javanologi Program Pasca Sarjana UNS dalam

bidang tata rias dan kostum tahun 2015.


Segudang prestasi dan penghargaan telah diraih oleh Bambang

Sugiarto. Tahun 2018 Bambang Sugiarto mendapat penghargaan sebagai

salah satu tokoh teater di Surakarta, dalam acara Hari Teater Dunia yang

diadakan di Taman Budaya Jawa Tengah. Bambang Sugiarto sangat

mumpuni dalam menyutradari naskah teater modern maupun teater

tradisi. Menurutnya menjadi sutradara itu sangat mudah asalkan

memiliki sikap tegas, tetap berpegang pada idealis pribadi, dan bisa
memberikan banyak stimulan kepada pemain dan pendukungnya.

Pada tanggal 29 Februari 2020 menjadi hari istimewa untuk Sanggar

Seni Kemasan, pasalnya pada tanggal tersebut Sanggar Kemasan

diamanati langsung oleh F.X. Hadi Rudyatmo Wali Kota Surakarta untuk

mengisi pertunjukan dalam rangka Hari Jadi Kota Surakarta ke-275.

Lakon yang dibawakan adalah Sang Adipati Agung Surakarta (disingkat

SAAS) yang ditulis dan disutradarai oleh Bambang Sugiarto. SAAS

menjadi salah satu pertunjukan terbesar karena melibatkan banyak orang

di dalamnya.

Pertunjukan kethoprak SAAS menceritakan perjuangan Raden Mas

Said (disingkat R.M. Said) melawan kompeni. Peristiwa itu berawal ketika
4

Danureja telah memfitnah Pangeran Aryo Mangkunegara ayah dari R.M.

Said. Peristiwa itu mengakibatkan Pangeran Aryo Mangkunegara

dibunuh kompeni. Dari peristiwa tersebut R.M. Said berjanji untuk

melawan dan mengusir kompeni Belanda dari tanah Jawa.

Puncak dari pertunjukan lakon SAAS yakni kompeni melakukan

perpecahan. Pada tanggal 13 Februari 1755 kompeni membagi wilayah

Mataram menjadi dua. Wilayah pertama yaitu Keraton Yogyakarta yang

dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi dan mendapat gelar Sri Sultan

Hamengkubuwono. Wilayah kedua Keraton Surakarta yang dipimpin


oleh Pakubuwono. Peristiwa tersebut dikenal dengan Perjanjian Giyanti.

Penyelesaian lakon SAAS yaitu kompeni melakukan perpecahan

dengan memberikan wilayah di Surakarta untuk R.M. Said. Peristiwa

tersebut dikenal dengan perjanjian Salatiga. R.M. Said menjadi Pangeran

di Kadipaten Mangkunegara dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran

Adipati Arya Mangkunegara.

Pemaparan di atas memberikan ketertarikan untuk meneliti proses


penyutradaraan Bambang Sugiarto dalam menggarap pertunjukan lakon

SAAS. Penyutradaraan Bambang Sugiarto yang sangat unik, tampak

natural tanpa dibuat-buat oleh aktor. Selain gaya penyutradaraan yang

unik, Bambang Sugiarto juga memiliki sikap kepemimpinan dan prinsip

yang kuat dalam berkesenian. Bambang Sugiarto juga memiliki banyak

pengalaman menyutradarai lakon modern maupun tradisi. Ia juga

memiliki banyak prestasi dibidang penyutradaraan. Oleh sebab itu perlu

melakukan kajian lebih dalam tentang metode penyutradaraan Bambang

Sugiarto dalam penggarapan lakon SAAS.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, dapat dirumuskan

permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimana struktur dan tekstur pertunjukan lakon SAAS ?

2. Bagaimana metode penyutradaraan Bambang Sugiarto dalam

menggarap pertunjukan lakon SAAS ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan struktur dan tekstur pertunjukan lakon SAAS.

2. Mendeskripsikan metode penyutradaraan Bambang Sugiarto sebagai

sutradara Pertunjukan lakon SAAS.

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara personal penulis, diharapkan menambah pengalaman dan


pengetahuan mengenai proses mengkaji penyutradaraan teater.

2. Secara sosial, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi

serta memperkenalkan Bambang Sugiarto dan Sanggar Seni Kemasan

kepada masyarakat luas.

3. Secara keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan memberikan referensi

terhadap kajian–kajian penyutradaraan teater.


6

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka digunakan sebagai upaya untuk membuktikan

kemurnian penelitian ini, supaya tidak terjadi kesamaan dengan tulisan

yang sudah ada mengenai Bambang Sugiarto. Beberapa sumber penelitian

dan karya yang sudah dilakukan oleh orang lain sebagai berikut :

Laporan tugas akhir yang berjudul Pembuatan Feature Profil Sanggar

Seni Kemasan Sebagai Media Promosi oleh Indriani Dwi Halimah (2016).

Tulisan ini memuat tentang profil sanggar seni kemasan yang dijadikan

media promosi, guna meningkatkan kepedulian terhadap kesenian tradisi.

Tulisan ini membahas proses pembuatan video profil yang diperuntukkan

sanggar seni kemasan guna mempertahankan keberadaan kesenian

tradisi, sedangkan yang dilakukan penelitian ini membahas tentang

metode penyutradaraan Bambang Sugiarto.

Skripsi yang berjudul Pertunjukan Teater Anak ‘’Dalang Dan Wayang’’

Oleh Teater De Bocah Sanggar Seni Kemasan Surakarta Sebagai Media

Pembelajaran Nilai Moral Bagi Anak oleh Birgitta Ciptaning Sri Prasasti

(2016). Penelitiannya memuat tentang pembelajaran nilai–nilai moral

kepada anak melalui proses teater. Dalam penelitiannya dijelaskan

tentang pembelajaran moral melalui tokoh karakter dalam pertunjukan

dalang dan wayang. Ia juga menggunakan teori perkembangan kognitif

untuk menganalisis penelitiannya, sedangkan yang dilakukan penelitian

ini membahas metode Bambang Sugiarto dalam pertunjukan SAAS.

Deskripsi karya tugas akhir Didik Sugiyarto (2017) yang berjudul

Penyutradaraan Teater Realis Kumandhang Jroning Kumendheng Karya

Wiharto dan Bambang Sugiarto. Tulisannya sedikit memuat biografi


Bambang Sugiarto. Pembahasan biografi Bambang Sugiarto sebagai
7

penulis lakon Kumandhang Jroning Kumendheng menjadi rujukan biografi

dalam penelitian metode penyutradaraan Bambang Sugiarto.

Penelitian berjudul Pelatihan Seni Teater: Potensi, Perkembangan, Dan

Pengelolaan oleh Akhyar Makaf (2019). Penelitiannya memuat tentang

metode Bambang Sugiarto melatih anak–anak dalam proses teater.

Penelitiannya menggunakan pendekatan teori pembelajaran yang

digunakan untuk menganalisa metode pembelajaran dan materi pelatihan

yang diterapkan, serta menggunakan pendekatan teori kecerdasan

majemuk untuk menganalisa metode pelatihannya. Sedangkan yang


dilakukan penelitian ini membahas metode penyutradaraan Bambang

Sugiarto dalam menggarap pertunjukan lakon SAAS.

Artikel yang berjudul Ketoprak Kolosal Penggugah Kaum Milenial oleh

Jawa Pos Radar Solo (2020). Tulisan ini memuat tentang spektakel yang

dihadirkan Bambang Sugiarto sebagai sutradara berupa background visual

tiga dimensi dan kembang api sebagai visual efek senjata. Dalam

penelitian ini membahas metode Bambang Sugiarto dalam menggarap


pertunjukan lakon SAAS.

E. Landasan Teori/Konsep

Penelitian yang berjudul metode penyutradaraan Bambang Sugiarto

dalam pertunjukan lakon SAAS, menggunakan pendekatan struktur dan

tekstur. Menurut Kernodle setidaknya ada enam sarana yang dapat

menciptakan struktur dan tekstur. Keenam sarana tersebut adalah plot,

karakter, tema, dialog, mood, dan spectacle (dalam Dewojati, 2010:159).

Struktur menurut Kernodle adalah bentuk drama pada waktu


pementasan, sedangkan tekstur adalah apa yang secara
langsung dialami oleh pengamat (spectator), apa yang muncul
8

melalui indera, apa yang didengar telinga (dialog), apa yang


dilihat mata (spectacle), dan apa yang dirasakan (mood) melalui
seluruh alat visual serta pengalaman aural (Dewojati, 2012:164).

Analisis struktur digunakan untuk melihat kontruksi dramatik yang

terdapat pada teks pertunjukan lakon SAAS, sedangkan analisis tekstur

dilakukan terhadap pertunjukan lakon SAAS. Pendekatan kedua

mempelajari langkah-langkah proses produksi Bambang Sugiarto sebagai

sutradara dalam menyusun lakon SAAS dari awal sampai pementasan.

Suyatna Anirun (2002:88) tahap perancangan proses produksi teater dari

naskah sampai pertunjukan, meliputi: unsur tafsir sutradara, perencanaan

atau pra-produksi, dan tahapan produksi. Hal ini bertujuan untuk melihat

metode yang digunakan Bambang Sugiarto dalam proses menyutradarai

pertunjukan lakon SAAS.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu rangkaian atau langkah dalam

melakukan pemecahan masalah. Metode dianggap sebagai cara atau

strategi untuk menyederhanakan suatu masalah, sehingga lebih mudah

dipecahkan dan dipahami.

Beberapa metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat atau objek untuk diadakan suatu

penelitian. Lokasi penelitian ada di Sanggar Seni Kemasan yang terletak di

Jl. Mashella No. 07 RT 07, RW 02, Kepatihan Kulon, Jebres, Surakarta.

Penelitian ini mengambil lokasi tersebut karena objek utama dari


9

penelitian ini adalah Bambang Sugiarto selaku pimpinan dari Sanggar

Seni Kemasan. Penelitian ini ingin mencari informasi tentang cara

Bambang Sugiarto menyutradarai pertunjukan Sang Adipati Agung

Surakarta.

Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun,

yang dimulai sejak bulan Agustus 2020 sampai bulan Desember 2021.

2. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini akan menggunakan

pendekatan kualitatif. Bogda dan Taylor mendefinisikan penelitian

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata–kata tertulis maupun lisan dari orang – orang dan perilaku

yang dapat diamati (Sumaryanto, 2007:75).

3. Sumber Data

Dalam mendukung hasil penelitian, peneliti memerlukan beberapa

sumber data untuk menunjang penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti

akan membagi sumber data menjadi dua bentuk yakni sumber data

primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengukuran

atau pengamatan langsung di lapangan oleh peneliti (Nazir,

2010:153). Data langsung melakukan wawancara dengan Bambang

Sugiarto selaku narasumber utama, pemain yang terlibat dalam

pertunjukan lakon SAAS, dan orang yang mengenal dekat Bambang


Sugiarto.
10

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pengukuran

atau pengamatan langsung di lapangan oleh peneliti namun

diperlukan sebagai data penunjang demi tercapainya tujuan

penelitian (Nazir, 2010:154). Data dari hasil penelitian sekunder

sebagai contoh : buku-buku, jurnal, karya ilmiah dan video yang

dinilai relevan untuk memperkuat bahan analisis. Rujukan video

diambil dari Ekokapti Creative Production. 2020, 29 Februari. Closing

Ceremony Solo Great Sale 2020 & Ketoprak Sang Adipati Agung

Surakarta. Youtube https://youtu.be/g2BHmB5Ho7E.

4. Tahap Pengumpulan Data

Seluruh sumber data akan dikumpulkan mulai dari studi pustaka,

wawancara, dan video pementasan yang menunjang untuk dilakukan

proses pengolahan data. Pengolahan data menggunakan teknik sebagai

berikut.

a. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan berhadapan secara langsung dengan diwawancarai tetapi dapat

juga diberikan daftar pertanyaan dahulu untuk dijawab pada kesempatan

lain (Noor, 2011:138). Proses wawancara penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan informasi terkait pertunjukan lakon SAAS, serta

mendapatkan informasi tentang biografi Bambang Sugiarto. Dalam

wawancara penelitian ini, narasumber dibagi menjadi dua bagian yaitu:


11

1. Narasumber Langsung

Narasumber yang terlibat secara langsung dalam pertunjukan

lakon SAAS, antara lain: Bambang Sugiarto sebagai sutradara, untuk

mendapatkan informasi terkait proses produksi teater dari naskah

sampai pertunjukan. Selain itu wawancara terhadap Bambang

Sugiarto bertujuan untuk medapatkan informasi tentang biografi

Bambang Sugiarto dari masa kecil sampai masa sekarang. Trisno

Santoso untuk mendapatkan informasi terkait proses perjalanan

berkesenian Bambang Sugiarto dan juga terkait proses pertunjukan

lakon SAAS. Budi Bodot sebagai asisten sutradara, untuk

mendapatkan informasi tentang proses Bambang Sugiarto sebagai

sutradara dalam pertunjukan lakon SAAS. Gading sebagai pimpinan

produksi untuk mendapatkan informasi terkait proses keproduksian

dan juga biogrrafi Bambang Sugiarto, dan Lumbini sebagai penata

musik, untuk mendapatkan informasi tentang proses Bambang

Sugiarto sebagai sutradara dalam menggarap musik.

2. Narasumber Tidak Langsung

Narasumber tidak langsung dalam hal ini adalah orang-orang

yang telah lama mengenal dan berproses dengan Bambang Sugiarto.

Adapun maksud dari narasumber tidak langsung untuk

memperkuat penelitian ini dari sudut pandang lain terkait Bambang

Sugiarto. Adapun narasumber tidak langsung yaitu, Hanindawan

merupakan seniman Solo yang saat ini menjadi pimpinan teater

gidag-gidig dan murid Bambang Sugiarto. Proses wawancara


12

dengan Hanindawan untuk mendapatkan informasi tentang biografi

Bambang Sugiarto.

b. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan pengumpulan literatur dan data–

data tertulis berupa dokumen dan pustaka, seperti buku–buku, majalah,

dokumen, yang berkaitan dengan objek penelitian. Data tersebut

diperoleh dari koleksi perpustakaan kampus ISI Surakarta, perpustakaan

kampus Politeknik Indonusa Surakarta, dan koleksi pribadi.

c. Observasi

Observasi dilakukan dengan terlibat secara langsung sebagai penata

busana dalam pertunjukan lakon SAAS. Observasi dilakukan untuk

melihat proses garapan Bambang Sugiarto dalam menyutradarai

pertunjukan lakon SAAS.

5. Analisis Data

Analisis data menurut Patton dalam Moleong (1980:268) adalah

proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu

pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Data dari beberapa sumber di atas

sebelum dianalisis diolah terlebih dahulu oleh peneliti. Literatur dari studi

pustaka disaring dan dipilih sesuai dengan objek kajian yang diteliti. Data

wawancara juga ditranskip dan dipaparkan dalam tulisan sebagai

pembuktian kebenaran penelitian. Data video dianalisis dan diidentifikasi

unsur-unsur struktur dan tekstur meliputi: tema, alur, penokohan, latar,

dialog, spectakel, dan mood.


13

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan akan disusun dalam beberapa bab, adapun

sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah,

Tujuan dan Manfaat, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode

Penelitian, Sistematika Penulisan.

Bab II, Jejak Kesenimanan Bambang Sugiarto, pada bab ini

mendeskripsikan biografi singkat Bambang Sugiarto, serta Karya, dan

Prestasi Bambang Sugiarto.

Bab III Struktur & Tekstur Pertunjukan Lakon Sang Adipati Agung

Surakarta, akan memaparkan struktur dramtik dan konstruksi artistic

pertunjukan lakon SAAS.

Bab IV Metode Penyutradaraan Bambang Sugiarto dalam

Pertunjukan Lakon SAAS. Pada bab ini dideskripsikan bagaimana kerja

sutradara dalam mentransformasikan teks menjadi sebuah pertunjukan,

serta kesimpulan dari metode penyutradaraan Bambang Sugiarto.

Bab V PENUTUP, berisi simpulan dan saran.


BAB II
SEKILAS TENTANG BAMBANG SUGIARTO

1. Biografi Bambang Sugiarto

Bambang Sugiarto atau yang lebih kerap di panggil Dheba lahir di

Surakarta pada 5 Oktober 1957, merupakan anak ke tiga dari pasangan

Suharto dan Suwarni. Kedua saudara Bambang Sugiarto telah meninggal

sejak kecil. Bambang Sugiarto tumbuh dari lingkungan seorang pedagang.


Ayahnya merupakan seorang pedagang kain di pasar Klewer. Sejak taman

kanak-anak (TK) Bambang Sugiarto sudah membantu ayahnya berjualan

walaupun seharusnya masa-masa itu digunakan Bambang Sugiarto

bermain bersama teman-temnnya, akan tetapi ia gunakan untuk

membantu ayahnya berjualan. Sejak kecil Bambang Sugiarto lebih sering

tinggal bersama Bibinya, lantaran orang tuanya sudah bercerai saat ia

masih di bangku taman kanak-kanak. Pada tahun 1982 Bambang Sugiarto

menikah dengan Fatmawati yang merupakan anak dari pedagang pasar

Klewer. Dari pernikahannya Bambang Sugiarto dikaruniai satu anak

perempuan bernama Fitriah.

Bambang Sugiarto menyelesaikan pendidikan di Surakarta, lulus

sekolah dasar pada tahun 1971 di SD Kauman 27. Sekolah menengah

pertama tahun 1974 di SMP 6 Surakarta yang sekarang menjadi SMP 13,

sekolah menengah atas tahun 1977 di SMA 4 Surakarta. Setelah lulus

sekolah tingkatan atas tahun 1978, Bambang Sugiarto tanpa

sepengetahuan ayahnya melanjutkan ke perguruan tinggi. Ia mengambil

jurusan sosial politik di Universitas Gabungan Surakarta (UGS) atau yang


sekarang dikenal sebagai Universitas Sebelas Maret Surakarta. Akan tetapi

14
15

tidak berlangsung lama hanya satu semester, lantaran Bambang Sugiarto

memilih berkesenian dari pada melanjutkan pendidikannya.

Darah seni Bambang Sugiarto mengalir dari neneknya yang

merupakan seorang penari, pengrawit, pemain kethoprak, dan abdi dalem

keraton Surakarta. Keinginannya untuk belajar kesenian membuat

Bambang Sugiarto selalu meluangkan waktu sepulang sekolah untuk

menonton pertunjukan kethoprak tobongan dan ludruk yang diadakan

secara mendadak di Alun-alun Utara Surakarta. Dari menonton acara di

Alun-alun Utara setiap sepulang sekolah, ia mulai tertarik dengan dunia


panggung. Sejak saat itu Bambang Sugiarto mencoba mengajak teman-

teman sebayanya di kampung Pasar Kliwon untuk membuat pementasan

teater kecil-kecilan di depan halaman rumahnya.

Pada saat SMP rasa keingintahuan Bambang Sugiarto semakin

tinggi. Ia mulai mendalami dunia seni panggung khususnya seni teater.

Penyutradaan adalah salah satu hal yang menarik minat Bambang

Sugiarto untuk mendalaminya. Mulai dari menulis naskah, menganalisa


kostum, dan garis panggung menjadikan Bambang Sugiarto yakin jika

sutradara adalah mimpinya. Seiring berjalannya waktu dan berkat

keaktifannya dalam seni, Bambang Sugiarto diberi kepercayaan kepada

gurunya untuk melatih ekstrakulikuler bidang kesenian di sekolahnya.

Lulus dari SMP 6 pada tahun 1974, Bambang Sugiarto melanjutkan

di SMA 4 Surakarta. Walaupun sudah lulus dari sekolah tingkat

pertamannya, Bambang Sugiarto masih melatih ekstrakulikuler kesenian

di SMP 6 Surakarta. Ketika Bambang Sugiarto menempuh kelas dua

sekolah menengah atas tahun 1976. Bambang Sugiarto dan teman-

temannya membentuk teater Gidag-Gidig. Berkat Gidag-Gidig Bambang


16

Sugiarto dapat berekspresi sesuai kreatifitas dan keinginannya tanpa

adanya batasan dan paksaan.

Pertunjukan pertama teater gidag-gidig adalah Tersiksa karya dan

sutradara Bambang Sugiarto. Pertunjukan tersebut dalam acara kumpul

anggota Pramuka se-Solo Raya di Konservatori Karawitan Indonesia atau

dikenal dengan Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI). Namun

di masa ini, Bambang Sugiarto mendapatkan pertentangan keras dari

ayahnya. Menurut ayahnya berkesenian adalah tempat para orang urak-

urakan, serta tidak menjamin kehidupanya kelak. Ayahnya mengajarkan


kepada Bambang Sugiarto untuk menjadi seorang pedagang, karena

dengan berdagang hidup dapat terjamin. Akibat pertentangan dengan

ayahnya yang tidak menyetujui untuk berkesenian. Akhirnya pada saat

kelas satu SMA Bambang Sugiarto pergi dari rumah selama satu minggu.

Suharto merupakan sosok ayah yang keras, disiplin, dan otoriter.

Hal ini membuat Bambang Sugiarto tidak kuat untuk tinggal bersama

ayahnya dan memutuskan untuk pergi dari rumah. Setelah pergi untuk
yang ketiga kalinya selama 8 bulan yaitu tahun 1977 sampai 1978,

Bambang Sugiarto diberi pertimbangan oleh ayahnya yaitu melanjutkan

berkesenian atau pendidikanya. Akan tetapi kondisi pada saat itu

Bambang Sugiarto sudah masuk perguruan tinggi tanpa sepengetahuan

ayahnya. Tekadnya yang besar membuat ia yakin untuk melanjutkan

berkesenian. Semenjak saat itu ayahnya tidak lagi membiayai hidupnya

dan membuat Bambang Sugiarto harus berhenti dari perguruan tinggi

yang sudah ia impikan.

Pada tahun 1978 Bambang Sugiarto mulai menjalani hidupnya

sendiri tanpa biaya dari ayahnya. Ia bertekad untuk membuktikan kepada

ayahnya bahwa ia bisa sukses dengan memilih mempertahankan kesenian.


17

Bambang Sugiarto mulai bekerja menjadi kuli panggul di pasar Klewer,

akan tetapi ia juga tidak meninggalkan keseniannya. Ayahnya setiap hari

melihat Bambang Sugiarto menjadi seorang kuli panggul, ia hanya

melihat dan membiarkan saja. Pada tahun 1979 Bambang Sugiarto

berhasil membuka toko kainnya sendiri berkat usaha dan kerja kerasnya.

Pada saat itulah Bambang Sugiarto sudah mulai diterima kembali oleh

ayahnya. Tahun 1982 Bambang Sugiarto menikah dengan Fatmawati yang

merupakan seorang anak pedagang pasar Klewer dan dikaruniai seorang

anak bernama Fitriah.


Setelah perjuangan besar yang dialaminya, kemudian Bambang

Sugiarto melanjutkan berkesenian bersama kelompok teaternya yakni

gidag-gidig. Akan tetapi pada tahun 1998 Bambang Sugiarto harus rela

meninggalkan kesenian sementara selama dua tahun untuk berfokus

memikirkan perekonomianya di tengah krisis moneter. Pada masa itulah

Bambang Sugiarto mengalami hambatan yang sangat besar dalam

hidupnya. Ia harus menyerah dengan keadaan yakni dengan memilih


meninggalkan kelompok keseniannya. Setelah dua tahun berhenti

berkesenian, kemudian Bambang Sugiarto melanjutkan kembali dengan

gidag-gidig. Proses demi proses telah dilewati Bambang Sugiarto gidag-

gidig. Pada tahun 2010 Gidag-Gidig tidak melakukan pementasan kembali

atau vakum dan Bambang Sugiarto memasrahkan teater Gidag-Gidig ke

muridnya yakni Hanindawan.

Menurut Hanindawan sosok Bambang Sugiarto merupakan seorang

guru, sosok yang disiplin, otoriter, religius, dan detail. Hanindawan juga

mengatakan bahwa Bambang Sugiarto sangat piawai dalam menata

busana dan riasan. Tidak heran jika ia mengagumi sosok Bambang


18

Sugiarto. Hanindawan mulai mengenal Bambang Sugiarto sejak Ia tertarik

ikut bergabung di teater Gidag-Gidig.

Walaupun Bambang Sugiarto sudah tidak bergabung dengan gidag-

gidig, akan tetapi Bambang Sugiarto tidak berhenti untuk berkesenian.

Tahun 2012 Bambang Sugiarto mendirikan kelompok sendiri bernama

Sanggar Seni Kemasan yang terletak di Jl. Mashella/Kemasan No. 07 RT

07, RW 02, Kepatihan Kulon, Jebres, Surakarta. Sanggar Seni Kemasan

menjadi ruang ekspresi baru bagi Bambang Sugiarto dan masyarakat Solo

yang ingin berkesenian. Sanggar Seni Kemasan menjadi ruang baru untuk
Bambang Sugiarto berekspresi sesuai yang ia inginkan. Bambang Sugiarto

membuka ruang untuk masyarakat Solo yang ingin belajar berkesenian.

Berkat ketekunan, karya, dan kreatifitasnya di Sanggar Seni Kemasan,

Bambang Sugiarto semakin dikenal dan diakui oleh masyarakat Solo.

2. Karya dan Prestasi Bambang Sugiarto

Bambang Sugiarto sekarang bertransformasi dari seorang bocah

penikmat kesenian tradisi menjadi seorang yang piawai dan mahir dalam

mempraktekkan seni-seni tradisi. Gidag-Gidig dan Sanggar Seni Kemasan

adalah salah satu wujud kecintaannya terhadap kesenian. Walaupun ia

sudah tidak bergabung lagi dengan gidag-gidig sejak tahun 2010. Akan

tetapi semangat untuk mengembangkan kesenian masih tetap ia miliki.

Banyak karya yang sudah Bambang Sugiarto pentaskan bersama

Gidag-Gidig, antaranya Tersiksa tahun 1977, Tumenggung Wiroguno tahun

1978 di gedung Batari, Pangeran Seto tahun 1978, Ronggeng Arumsari tahun

1979 di gedung Sriwedari. Masa SMA adalah masa Bambang Sugiarto


mendapat penghargaan bersama gidag-gidig. Gidag-gidig mendapatkan
19

penghargaan tiga tahun berturut-turut dalam lomba drama remaja tingkat

SMA yang di adakan oleh Pelajar Islam Indonesia (PII) tahun 1978 sampai

1980.

Di usianya yang ke-64 tahun, Bambang Sugiarto masih aktif dalam

berkarya sebagai sutradara, penata rias, penata kostum, dan penulis

lakon. Banyak karya Bambang Sugiarto yang sudah dipentaskan, baik dari

karya tertuang secara lisan maupun karya sudah ditulis. Karyanya antara

lain Tersiksa tahun 1977, PB VI (Sinihun Banguntopo) tahun 2018, dan SAAS

tahun 2020. Bambang Sugiarto juga pernah menyutradarai pelawak


Indonesia, seperti Yati Pesek, Bagio, dan penyanyi campursari Dikin.

Karya yang dipentaskan adalah lakon Labuh Tresna tahun 2015 di Gedung

Sriwedari Solo.

Selain sebagai sutradara dan penulis lakon. Bambang Sugiarto juga

pernah menjadi pendamping sutradara muda dalam mengikuti sebuah

kompetisi Festival Teater Remaja. Acara tersebut diadakan di ISBI

Bandung tahun 2013. Kelompok yang ia dampingi mendapatkan juara


umum, baik nominasi aktor, aktris, naskah ataupun sutradara terbaik.

Tidak hanya di Bandung, kelompoknya juga mendapatkan juara umum

tahun 2015 dalam Festival Teater Anak di Taman Ismail Marzuki (TIM).

Tidak hanya sebagai pendamping sutradara muda, Bambang

Sugiarto juga mendirikan kelompok teater De’Bocah yang mana

kelompok tersebut dinaungi oleh Sanggar Seni Kemasan. Bambang

Sugiarto sebagai pimpinan dan pelatih, ia menerapkan pelatihannya

dengan kedisiplinan, kebersamaan, memasukan nilai-nilai moral, dan

bersikap sopan santun. Banyak karya Bambang Sugiarto yang

dipentaskan teater De’Bocah antara lain: Bulan dan Bintang yang Tersesat

dan Umar bin Khotob. Tahun 2015 teater De’Bocah mendapatkan penyaji
20

terbaik dalam festival teater anak tingkat nasional di TIM Jakarta dengan

mementaskan lakon Dalang dan Wayang karya Cucu S & Koko Sondari,

sutradara Bambang Sugiarto.

Bambang Sugiarto tidak hanya pandai sebagai sutradara dan penulis

lakon, Ia juga mumpuni di bidang make up dan kostum. Trisna Santoso

selaku teman sekaligus dosen di prodi Teater ISI Surakarta, mengakui

bahwa make up dan kostum Bambang Sugiarto memiliki karakter berbeda

dari orang lain. Selain itu ia juga sangat inofatif dalam membuat make up

dan kostum berdasarkan perkembangan zaman.


Berkat keahlian make up dan kostumnya. Bambang sugiarto pernah

menjadi penata busana dalam drama series kolosal Ronggowarsito tahun

1995, menjadi salah satu nominasi penata busana terbaik Festival Film

Indonesia (FFI) dalam film Wage, dan membantu mata kuliah Javanologi

Program Pasca Sarjana UNS dalam bidang make up dan kostum tahun

2015. Segudang prestasi dan penghargaan telah diraih oleh Bambang

Sugiarto. Sehingga tahun 2018 Bambang Sugiarto mendapat penghargaan


sebagai salah satu tokoh teater di Surakarta dalam acara Hari Teater

Dunia yang diadakan di Taman Budaya Jawa Tengah. Bambang Sugiarto

sangat mumpuni dalam menyutradari naskah teater modern ataupun

teater tradisi.

Bambang Sugiarto sampai sekarang masih produktif walaupun

kondisi pandemi seperti ini. Ia membuat kanal youtube Payung Bunder

sebagai media informasi supaya mengobati penontonnya yang rindu

terhadap Sanggar Seni Kemasan. Bambang Sugiarto selain menjadi

sutradara di sanggar seni kemasan, ia juga menjadi pimpinan dan pelatih

kelompok teater De’Bocah. Bagi Bambang Sugiarto menjelaskan bahwa

menjadi sutradara itu sangat mudah asalkan memiliki sikap tegas, tetap
21

berpegang pada idealis pribadi, dan bisa memberikan banyak stimulan

kepada pemainnya.

Judul Karya Tahun

Dhumadine Sukoharjo 2012

Prahara 3 Negri 2013

Laras Miring 2014

Ndoro Kliwon 2014, 2019

Kendil Gate Married 2015

Suminten Crazy Women 2015

Banjaran Penangsang (dalam tiga episode) 2016

Obah Mamah Owah 2016

Bulan dan Bintang yang Tersesat 2016

Kisah K.H. A.R. Fachdrudin 2016

Aku Menjawab 2016

Dhumadine Kampung Kemplayan 2017

Laboeh Tresna 2017

Bakhil al Kadzib 2017

Endang Roro Tompe 2017

Sampek Eng Thai 2017

Wage 2017

Cinde Laras 2017


22

Sejarah Berdirinya UMS 2018

Ketoprak Kolosal bersama Rektor dan Guru Besar 2018

UNS

Payung Bunder 2018

Sinuhun Banguntopo 2018

Juragan Bangkong 2018

Wedana Yuyu Rumpung 2018

Mbah Janggero 2018

Bilal bin Rabbah 2018

Ngenthit 2018

Johar Manik 2018

Wahyu Angedaton 2018

Suminten Koming 2018

Sri Joget 2019

Tumenggung Laras Miring 2019

Payung Bunder dalam series di channel youtube 2020

Sang Adipati Agung Surakarta 2020


BAB III
STRUKTUR DAN TEKSTUR
PERTUNJUKAN SANG ADIPATI AGUNG SURAKARTA

Drama merupakan seni sastra yang dikenal dengan sebutan naskah

drama. Istilah drama lebih memfokuskan pada drama sebagai genre sastra

termasuk naskah, sedangkan istilah teater teater lebih pada persoalan

pertunjukannya (Hasanuddin, 2009:8). Untuk mewujudkan naskah drama

menjadi pertunjukan teater membutuhkan panggung. Perwujudan dari

naskah drama ke bentuk pertunjukan disebut sebagai tekstur. Menurut

Kernodel dalam Dewojati (2010:159) setidaknya ada enam sarana yang

dapat menciptakan struktur dan tekstur. Keenam sarana tersebut adalah

plot, karakter, tema, dialog, mood, dan spectacle.

A. Analisis Struktur Lakon SAAS

Struktur dramatik merupakan satu kesatuan peristiwa yang di

dalamnya memuat unsur-unsur alur, penokohan, tema, dan latar. Unsur-

unsur tersebut saling menjalin membentuk kesatuan dan saling terkait

satu dengan yang lain (Waluyo, 2002:8). Struktur menurut Kernodle

adalah bentuk drama pada waktu pementasan (dalam Dewojati, 2010:159).

Struktur pertunjukan lakon SAAS dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Alur (plot)

Dewojati (2010:162) menjelaskan bahwa alur merupakan jalan cerita

atau urutan peristiwa pada sebuah drama yang di dalamnya terdapat


skema-skema action para tokoh yang berhubungan secara kausalitas

23
24

(hubungan sebab akibat). Pengertian yang hampir sama dikemukakan

oleh Waluyo (2002:8) plot dalam sebuah drama merupakan jalinan cerita

dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh

berlawanan. Jalinan dalam plot dapat digunakan untuk menentukan gaya,

karakter, dan bagian dramatik dari sebuah pertunjukan. Terdapat tiga

jalinan plot (Waluyo, 2002:12) yaitu sirkuler, linier, dan episodik.

Pertunjukan lakon SAAS terbagi menjadi duabelas adegan dan terbagi

menjadi tiga babak. Pada pertunjukan lakon SAAS, alur yang terjalin yaitu

alur linier.
Tahapan-tahapan analisis alur dalam pertunjukan lakon SAAS, akan

dipaparkan sebagai berikut.

a. Exposition

Exposition adalah tahap pengenalan atau eksposisi. Tahap ini

memberikan gambaran, penjelasan, dan keterangan kepada penonton

mengenai waktu, tempat, serta peristiwa yang sedang dialami oleh tokoh.

Lakon SAAS dibuka dengan narator yang menceritakan peristiwa geger

pacinan. Peristiwa tersebut menjadi awal perjuangan R.M. Said dalam

melawan kekejaman kompeni Belanda.

Adegan pembuka diawali dengan narator menceritakan tokoh R.M.

Said sedang memikirkan peristiwa fitnah dimasa lalu yang menimpah

ayahnya yaitu, Pangeran Arya Mangkunegara. Peristiwa itu digambarkan

dengan percakapan antara tokoh Danureja, PB II, dan Hohendorff. Dialog

diawali oleh tokoh Danureja yang mengatakan bahwa Pangeran Arya

Mangkunegara menentang perintah dari PB II. Dialog tokoh Danureja

dalam adegan pembuka tentang tuduhannya terhadap Pangeran Arya

Mangkunegara, menjadi penyebab permasalahan R.M. Said dalam


25

menegakkan keadilan. Tuduhan Danureja terhadap tokoh Pangeran Arya

Mangkunegara terlihat dalam dialog sebagai berikut.

Danureja : Sinuwun, mboten sowanipun Kanjeng Pangeran


Arya Mangkunegara, cetha menika badhe wantu
dawuh pangandika dalem.
(Sinuwun, tidak hadirnya Kanjeng Pangeran
Arya Mangkunegara dalam pisowanan, sebagai
bukti akan menentang perintah Sinuwun)

Adegan menceritakan masa kecil R.M. Said bersama Ambiya dan

Sabar. R.M. Said bersama kedua adiknya sedang bermain di depan

pelataran keraton Kartasura. Setelah selesai bermain, tiba-tiba Ambiya

mengajak R.M. Said untuk berenang di sungai. Hal ini sontak membuat

R.M. Said menolak ajakan kedua adiknya tersebut. Alasan R.M. Said

menolak ajakan adiknya, karena hari sudah sore dan ia tidak ingin kedua

adiknya mendapatkan hukuman dari penjaga. Di tengah pertikaian R.M.

Said dengan kedua adiknya, terdengar suara dari kejauhan memanggil

R.M. Said. Suara tersebut merupakan Suradiwangsa dan Sutawijaya,

kedatangan mereka bermaksud untuk menasihati R.M. Said supaya tidak

tidur di kandang kuda seperti biasanya. R.M. Said menolak ajakan dari

temannya itu, ia mengatakan bahwa rasa sakit yang dirasakannya

merupakan wujud dari menggapai kemuliaan.

Datanglah Eyang Sumonarso yang merupakan nenek R.M. Said.

Kedatangan Eyang Sumonarso merupakan peralihan dari masa kecil R.M.

Said, Suradiwangsa, dan Sutawijaya ke masa dewasa. Dialog diawali

tokoh Eyang Sumonarso memberikan nasihat kepada R.M. Said supaya

tidak berkecil hati dan berhenti untuk mengingat kenangan pahitnya.

Eyang Sumonarso juga berjanji akan selalu mendampingi R.M. Said


26

sampai menjadi seorang raja. Ia berpesan kepada Surodiwongso dan

Sutowijoyo agar mendampingi R.M. Said, serta tidak meninggalkannya

Adegan menceritakan tentang kebahagiaan dan ketentraman di Desa

Nglaroh. Adegan menceritakan anak-anak sedang bermain, dan

bernyanyi, serta orang tua melakukan aktifitas seperti biasa. Kiai Nuriman

yang merupakan seorang pemimpin di Desa Nglaroh sedang

memandangi prajuritnya berlatih. Tidak berselang lama, datang

Surodiwongso dan Sutowijoyo memberi kabar kiai Nuriman. Mereka

memberi kabar tentang kepergian Pangeran Mangkubumi dari keraton


Kartasura. Penyebab kepergian Pangeran Mangkubumi yakni tanah

pemberian PB I diminta kembali oleh PB II yang dihasut Danureja dan

Hohendorff.

Adegan romansa R.M. Said dengan Matah Ati, yang digambarkan

dengan tarian dan nyanyian. Adegan ini menceritakan tentang kesetiaan

seorang istri dalam mendukung suaminya untuk menegakkan keadilan.

Adegan diawali dengan dialog tokoh R.M. Said yang sedang menasihati
Matah Ati supaya tidak ikut berperang. Ia khawatir akan terjadi sesuatu

kepada istrinya. Matah Ati kemudian menolak nasihat dari suaminya

tersebut, menurutnya itu wujud pengorbanan dan kesetiaannya sebagai

seorang istri. Kesetiaan dan pengorbanan Matah Ati ini terlihat dalam

dialog R.M. Said berikut.

R.M. Said : Aku nelaking agunging panarima Matah Ati. Dene


tresna lan kasetyanmu marang aku semono gedhene.
Muga Gusti Allah paring rahmat anggonku bakal
njejekakke adil kanggo kamulyaning bangsa.

Surodiwongso dan Sutowijoyo kemudian datang menghampiri R.M.


Said yang sedang bersama Matah Ati. Mereka mengabarkan kepada R.M.
27

Said bahwa prajuritnya telah siap berperang. Suradiwangsa kemudian

mengutus Sutowijoyo untuk memanggil prajuritnya. Setelah prajurit

sudah berada di depan R.M. Said, kemudian R.M. Said memberi nasihat

kepada pengikutnya tentang tiga hal yang harus diingat pada saat perang.

Pertama harus saling memiliki, kedua berani mawas diri, dan terakhir

wajib menjaga satu dengan lainnya. Dalam adegan ini R.M. Said

mengangkat Suradiwangsa menjadi patih dengan gelar Kiai Kudanawarsa

dan Sutawijaya menjadi panglima perang yang bernama Tumenggung

Rangga Panambang. R.M. Said juga memberikan nama baru untuk


prajuritnya dengan sebutan Jaya serta pengikut diberi nama Bergada

Sekawandasa Jaya.

Adegan di atas terlihat bahwa permasalahan yang dihadirkan dalam

lakon ini adalah perlawanan untuk membebaskan penindasan dan

penjajahan yang dilakukan kompeni Belanda. Penindasan dan penjajahan

terlihat adanya peristiwa Geger Pacinan, dibuangnya Pangeran Arya

Mangkunegara ke Batavia, serta menghasut PB II untuk merebut paksa


tanah yang sudah menjadi milik Pangeran Mangkubumi.

b. Complication

Complication merupakan tahap perumitan, penggawatan, atau

komplikasi. Pada tahap ini permasalahan mulai muncul dan menjadi

kompleks. Awal perumitan atau permasalahan lakon SAAS mulai terjadi

pada saat pemerintahan keraton Kartasura mengalami kekacauan tidak

berjalan seperti biasanya. Hal ini disebabkan oleh kompeni melakukan

penindasan dengan mempekerjakan orang-orang kerajaan secara paksa.

Dari peristiwa kekacauan itu Pangeran Mangkubumi pergi meninggalkan

keraton Kartasura.
28

Adegan permasalahan lakon SAAS diawali dengan pelarian tokoh

Pangeran Mangkubumi dan prajuritnya ke Desa Sukowati. Di tengah

perjalanan tiba-tiba Pangeran Mangkubumi mengatakan bahwa ia

bertekad untuk merebut kembali tanah yang sudah dirampas oleh

kompeni. Wira Widagdo Sebagai panglima perang memberikan semangat

untuk rajanya. Adegan permasalahan lakon SAAS terlihat dalam narasi

berikut.

Narasi : Pemerintahan di Keraton Kartasura dari ke hari


semakin kacau. Pemerintahan tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Semuanya harus tunfuk
atas tekanan-tekanan kompeni Belanda. Begitu
juga dengan kerabat kerajaan. Tidak luput juga
dengan Pangeran Mangkubumi yang pergi
meninggalkan Keraton Kartasura.

Malam itu R.M. Said mendapat undangan untuk menemui Ki Ajar

Adirasa di Padepokan Ndruju. Tujuan Ki Ajar Adirasa mengundang R.M.

Said yaitu menyampaikan pesan dari neneknya yang disampaikan

melalui mimpi. Dialog Ki Ajar Adirasa diawali dengan mengatakan

bahwa cahaya kemuliaan yang berada di dalam diri R.M. Said mulai

terlihat. Ki Ajar Adirasa menjelaskan pesan yang disampaikan nenek R.M.

Said. Mimpi itu menggambarkan bulan jatuh yang kemuudian diambil

oleh Pangeran Mangkubumi dan ia makan sebagian. Bulan yang sebagian

itu terbang yang kemudian jatuh ditemukan R.M. Said dan dimakan bulan

sebagaian itu.

Adirasa menjelaskan arti mimpinya bahwa Pangeran Mangkubumi

akan menjadi raja dan R.M. Said menjadi senapati yang tidak terkalahkan.

Sebelum R.M. Said menemui Pangeran Mangkubumi di Desa Sukowati,


Ki Ajar Adirasa menyarankan R.M. Said supaya bertapa di Giri Bangun.
29

Puncak permasalahan lakon SAAS terjadi ketika adegan R.M. Said

sedang bertapa di Giri Bangun. Malam itu ketiga prajurit R.M. Said

mencoba untuk mundur dari perang, karena mereka lelah dengan perang

yang tidak selesai. Ketiga prajurit itu kemudian ingin bertemu R.M. Said,

di tengah perjalanan tiba-tiba mereka dicegat oleh parjurit lainnya. Ia

memberikan nasihat kepada temannya itu tentang janji tiji tibeh, mukti siji

mukti kabeh, akan tetapi ketiga prajurit itu berbalik menasihati temannya.

Perdebatan terjadi diantara kedua pihak prajurit R.M. Said tersebut,

sampai akhirnya terjadi pertikaian. Awal puncak permasalahan lakon


SAAS terlihat dalam dialog berikut.

Penderek 4 : Lho aku kuwi ora ngalang-ngalangi. Sakarepmu yen


kowe milih dalan kuwi. Ning coba dieling-eling ta
kepiye dawuhe Demnas Said. Tetepa bisa manunggal
mggayuh kamulyaning urip ing tembe. Apa sesanti
tiji tibeh ora mbok gigit ana sajroning atimu? tiji
tibeh-mati siji mati kabeh, mukti siji mukti kabeh.
Penderek 2 : Wis orasah kakehan rembug. Cethane kowe bakal
ngalang-ngalangi anggonku nemtokakke uripku
dhewe.

Tidak berselang lama datanglah Surodiwongso dan Sutowijoyo

menghentikan pertikaian mereka. Surodiwongso memberikan nasihat

mereka tentang penyelesaian masalah dengan cara baik bukan kekerasan.

Sedangkan Sutowijoyo sebagai seorang panglima perang, mengetahui

alasan dari ketiga prajuritnya dengan keras menghalangi kepergiannya.

c. Climax

Climax adalah puncak permasalahan, pada tahap ini seluruh konflik

mencapai titik utama. Puncak permasalahan lakon SAAS terjadi ketika


30

R.M. Said sudah selesai bertapa di Giri Bangun. R.M. Said mendapatkan

bendera dan selongsong tambur untuk dijadikan pegangan saat

berperang. Saat suasana hening, tiba-tiba dikejutkan dengan suara

teriakan dari kejauhan memanggil R.M. Said ‘’Denmas, denmas, kompeni

Walanda wangsul ngepung malih wonten ing alas menika’’ (Raden Mas,

kompeni Belanda kembali mengepung di hutan sana). Seketika R.M.

Said mengatakan kepada prajuritnya untuk bersiap menghadapi

peperangan.

Pada malam itu R.M. Said beserta prajuritnya bergegas ke Desa


Sukowati. Setelah R.M. Said bertemu Pangeran Mangkubumi di Desa

Sukowati, kemudian peperangan terjadi antara Pangeran Mangkubumi

dan R.M. Said melawan pasukan kompeni Belanda. Peperangan besar itu

menyebabkan banyak korban berjatuhan dari kedua pihak. Salah satu

korban yang gugur dari pihak Pangeran Mangkubumi yaitu Tumenggung

Wiro Widagdo, ia gugur akibat tertembak oleh pasukan kompeni. Adegan

tersebut terlihat dalam narasi berikut.

Narasi : Setelah bertemunya RM Said dengan Pangeran


Mangkubumi di Sukowati, peperangan terjadi antara
prajurit Surakarta yang dibantu pasukan Belanda
dengan pasukan Pangeran Mangkubumi dan RM
Said.
Wira widagda berperang melawan Kompeni
(Palaran), dan akhirnya dia mati tertembak. Datang
pangeran Mangkubumi. Kemudian disusul RM Said
dan Matah Ati berperang melawan Kompeni.
Kompeni kalah.

Peristiwa perang itu membuat pihak kompeni menyadari bahwa

posisinya untuk menguasai wilayah Mataram mulai terancam. Oleh

karena itu pada tanggal 13 Februari 1755 kompeni melancarkan aksinya


31

dengan membuat startegi pecah belah yang disebut perjanjian Giyanti.

Peristiwa itu merupakan awal mula perpecahan kerajaan di tanah Jawa.

Kompeni membagi wilayah Mataram menjadi dua bagian, bagian pertama

wilayah Surakarta dipimpin oleh Paku Buwana dan bagian kedua

Yogyakarta dipimpin Pangeran Mangkubumi yang kemudian mendapat

gelar Sultan Hamengkubuwana. Selain melancarkan aksi pecah belah

terhadap wilayah Mataram. Pasukan kompeni juga menyerang,

membakar rumah, dan membunuh orang-orang tidak bersalah yang

berada di Desa Nglaroh.

d. Resolution

Resolution merupakan tahap penurunan emosi. Penurunan ini tidak

hanya sebagai menurunkan emosi aktor, akan tetapi jugan menurunkan

emosi penonton.

Penurun emosi pertunjukan lakon SAAS terjadi diadegan R.M. Said

bersembunyi dari kejaran kompeni. Adegan diawali dengan tokoh R.M.

Said mulai mengalami kebingungan lantaran kompeni Belanda telah

menguasai dan melakukan perpecahan terhadap kerajaan Mataram.

Tokoh R.M. Said kemudian dinasihati oleh Suradiwangsa dan Sutowijoyo

tentang niat awal perjuangan mereka yakni, menegakkan keadilan.

Adegan tersebut terlihat dalam dialog berikut.

RM Said : Kumpeni Walanda wis bisa kasil mecah kekuwatan


ing Tanah Jawa. Kawula dadi bingung merga ora bisa
nemtokakke pilihane. Kawula cilik sing babar pisan
ora ngerti apa-apa dadi korban panindesing Kumpeni
Walanda.
Suradiwangsa: Kanjeng Pangeran. Nanging sedaya menika sampun
ndadosaken mendha anggenipun njejekakken adil.
32

Sutawijaya : Mangga, kita sami-sami ngeplengaken tekad amrih


kuncaraning bangsa ing bumi Tanah Jawi menika
Kanjeng.

Setelah mendengar nasihat tersebut, akhirnya R.M. Said bangkit dan

mengatur siasat ulang dengan menyerang markas kompeni yang berada

di Benteng Vredeburg Yogyakarta.

e. Conclution

Peristiwa di dalam lakon SAAS berakhir dengan bahagia yaitu,

ketika kompeni Belanda kembali melakukan aksi pecah belahnya. Tanggal

17 Maret 1757 terjadilah peristiwa yang disebut Perjanjian Salatiga. R.M.

Said mendapatkan wilayah di Surakarta, menjadi Pangeran di Kadipaten

Mangkunegara, serta mendapat gelar Kanjeng Gusti Arya Mangkunegara.

Kebahagiaan juga dirasakan oleh pihak kompeni, karena telah berhasil

melakukan perpecahan terhadap wilayah Mataram menjadi tiga bagian.

Adegan tersebut terlihat dalam narasi berikut.

Narasi : Tekad sudah bulat, ketetapan sudah diputuskan.


RM Said menyusuri jalan takdirnya. Benteng
Vredenburg yang terletak di Yogyakarta diserbunya.
Tindakan RM Said tersebut membuat gusar dan
khawatir kraton Surakarta dan Yogyakarta. Kompeni
Belanda kembali melancarkan aksi pecah belahnya,
hingga akhirnya pada tanggal 17 Maret 1757
terjadilah perjanjian yang mahsyur disebut
perjanjian Salatiga. Perjanjian tersebut
ditandatangani oleh Sultan Hamengku Buwana I,
Paku Buwana III, RM Said dan VOC diwakili oleh
Nicholaas Hartingh.

2. Penokohan

Penokohan adalah bahan yang paling aktif untuk menggerakkan

alur dan tokoh dalam jiwa aktor. Pada dasarnya pengkarakteran tokoh
33

juga mengandung maksud untuk menghidupkan aktor dalam peran dan

fungsinya di dalam sebuah lakon sebagaimana dalam drama pada

umumnya (Satoto,1985:44). Menurut Kernodle karakter biasanya

diciptakan dengan sifat dan kualitas yang khusus. Karakter tidak hanya

berupa pengenalan tokoh, tetapi juga sikap batin para tokohnya (dalam

Dewojati, 2010:170).

Lakon SAAS terdapat lebih dari 12 tokoh di dalamnya, akan tetapi

yang jelas karakternya ada 12 tokoh. Masing-masing tokoh memiliki

karakter yang berbeda satu sama lain, sehingga dibutuhkan analisis


terhadap tokoh tersebut. Berikut adalah tokoh dan karakter pada lakon

SAAS.

1) R.M. Said

R.M. Said merupakan anak Pangeran Arya Mangkunegara, cucu dari

Eyang Sumonarso, suami Matah Ati, keponakan dari Pangeran

Mangkubumi, serta menantu Kiai Nuriman. Dalam lakon SAAS R.M. Said

merupakan tokoh yang menjadi peran utama. Ia memiliki sifat penyayang

dan patuh kepada orang tua. Sifat penyayang R.M. Said ditunjukan pada

adegan masa kecil ketika ia tidak ingin kedua adiknya mendapatkan

hukuman dari pengawal keraton Kartasura. Selain itu sifat penyayang

R.M. Said juga terlihat ketika ia tidak ingin istrinya ikut andil berperang

karena khawatir terjadi hal buruk menimpanya. Sifat tersebut terlihat

pada dialog berikut.

Said kecil : Becike ora wae. Mergo iki wis kesoren. Mengko
awake dhewe ora bisa mlebu amarga prajurit sing
jaga regol galak-galak.
34

RM Said : Diajeng, mestine ora perlu ndadak ndherek ana ing


palagan perang. Cukupa diajeng lenggah ana ing
nglaroh wae. Ngiras pantes momong lan ngawat-
awati putra-putramu.

Sifat penyayang dan patuh terhadap neneknya, tergambarkan ketika

R.M. Said menerima dan mendengaran nasihat Eyang Sumonarso. Eyang

Sumonarso mengatakan bahwa R.M. Said harus bersabar dan kuat dalam

menerima kenyataan hidupnya. R.M. Said juga memiliki sifat pemberani

untuk melakukan perlawanan terhadap penindasan kompeni Belanda.

Ambisinya begitu besar terhadap keadilan dan bercita-cita untuk

membebaskan masyarakat dari penindasan kompeni Belanda.

Gambar 1. 1 Tokoh R.M. Said


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)

2) Suradiwongso

Suradiwangsa merupakan teman kecil R.M. Said, yang memiliki

karakter cerdas dan piawai dalam memainkan strategi. Oleh karena itu ia

diangkat menjadi patih dan akhirnya berganti nama kiai Kudanawarsa


35

karena siasat R.M. Said. Ia memiliki karakter yang baik, bijaksana, patuh

terhadap orang tua, tegas dan pemberani. Sifat baik dan bijaksananya

tergambarkan pada adegan masa kecil ketika ia menyarankan R.M. Said

untuk tidak tinggal di kandang kuda. Sifat bijaksana selanjutnya adalah

pada adegan ketika Suradiwangsa memberikan nasihat kepada

Sutawijaya karena, ia akan membunuh beberapa prajuritnya yang ingin

meninggalkan peperangan. Sifat bijaksana tersebut terlihat pada dialog

berikut.

Suradiwangsa : Lho, Aja kaya ngono kuwi dimas Tumenggung.


Pancen swasana peprangan iki wis sawetara suwe
lawase. Mesti wae ndadekakke keseling raga lan mbok
menawa uga keseling pikir. Ning mbok ya padha
ngertiya kabeh. Kanggo nggayuh jejeking adil lan
kamulyaning urip pancen ora enteng sanggane. Yen
kowe kabeh padha wasumelang, menawa ora bakal
nampa unduh-unduhan kuwi jeneng kleru mesti wae
Denmas Said menggalihake sakabehing
sumbangsihmu nyengkuyung lekasing Denmas Said.
Panjenengane kuwi ora mligi kanggo mulyaning
pribadi, ning ancas lan tujuane kanggonge ntasake
bumi tanah Jawa iki saka panindesing Bangsa Manca.
Ing mengkone bakal bisa dirasakakke sakabehing
kawula ana ing tanah jawa iki.

Selain itu sifat bijaksana selanjutnya adalah adegan ketika R.M. Said

yang mulai tidak memiliki harapan lantaran kompeni sudah berhasil

membuat perpecahan terhadap kerajaan Mataram. Suradiwangsa

memberikan semangat dan nasihat kepada R.M. Said dengan mengatakan

tentang janji mereka yaitu menegakkan keadilan.

Suradiwangsa selain memiliki sifat yang baik dan bijaksana, ia juga

memiliki sifat hormat terhadap orang tua. Sifat itu terlihat pada dialog

ketika Eyang Sumonarso memberikan nasihat kepada R.M. Said. Tokoh


36

Eyang Sumonarso mengatakan kepada Suradiwangsa supaya selalu

mendampingi dan menjaga R.M. Said. Suradiwangsa kemudian

menjawab dialog dari tokoh Eyang Sumonarso dengan mengatakan

bahwa ia akan selalu menjaga dan melindungi R.M. Said hingga

mengorbankan nyawanya. Suradiwangsa sudah menganggap Eyang

Sumonarso seperti orang tuanya.

Gambar 1.2 Tokoh Suradiwangsa


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)

3) Sutawijaya

Sutawijaya merupakan teman masa kecil R.M. Said, yang kemudian

menjadi pengikut setia dan diangkat menjadi seorang panglima perang

dengan nama Tumenggung Rangga Panambang. Ia juga merupakan cucu

dari tokoh Danureja yang memiliki sifat licik dan kejam. Sifat tersebut

terlihat pada dialog berikut.

Sutawijaya : Awit paringan dalem pasiten pesisir ler ingkang


sampun kanthi sah dipuntampi Kanjeng Pangeran
37

Mangkubumi, dipunpundhut wangsul malih. Lan


menika ingkang ndadosaken goreh manahipun
Kanjeng Pangeran Mangkubumi
Suradiwangsa : Sinten malih menawi mboten Patih Danureja saha
Kumpeni Walandi ingkang damel pitenah saha
ngojoki Kanjeng Sunan Paku Buwana.

Sutawijaya tidak ikut dengan kakeknya karena ia sadar bahwa yang

dilakukan kakeknya itu salah. Oleh karena itu ia lebih memilih untuk ikut

bersama R.M. Said menegakkan kebenaran, dari pada bersama kakeknya

membela kejahatan.

Suradiwangsa memiliki sifat bertanggung jawab, tergambarkan pada

adegan ketika ia akan membunuh beberapa prajuritnya yang didapati

ingin meninggalkan R.M. Said sebelum perang. Sebagai seorang panglima

perang ia bertanggung jawab atas kepergian prajuritnya. Selain memiliki

sifat bertanggung jawab, ia juga memiliki sifat yang baik, berani, jujur,

dan hormat terhadap orang tua.

Gambar 1.3 Tokoh Sutawijaya


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)
38

4) Hohendorff

Hohendorff merupakan jendral Belanda yang bekerja sama dengan

PB II. Ia memiliki sifat jahat, licik, dan kejam untuk mendapatkan semua

yang ia inginkan. Sifat itu tergambarkan pada adegan ketika ia memiliki

rencana untuk membuang Pangeran Arya Mangkunegara ke Batavia

dengan mengatakan kepada PB II bahwa ia akan menghalangi semua

penghalang kemajuan kerajaan Mataram. Sifat selanjutnya licik dan kejam

selanjutnya digambarkan pada adegan ketika pemerintahan keraton

Kartasura tidak berjalan seperti biasanya. Tokoh Hohendorff melakukan

penindasan dengan mempekerjakan orang-orang secara paksa. Hal itu

terlihat dalam dialog berikut.

Hohendorff : Tuan Sunan, Apa yaang telah dikatakan Danureja


ich sudah lama mendengar, en ich tunggu apa yang
akan tuan Sunan lakukan. Ich kira ini waktu yang
tepat untuk menyingkirkan itu penghalang-
penghalang kemajuan Kartasura. Kalau tuan Sunan
ijinkan ich akan tangkap Pangeran Arya
Mangkunegara.

Tokoh Hohendorff memiliki ambisi begitu besar untuk menguasai

wilayah Mataram, oleh karena itu ia rela bertindak apapun terhadap siapa

saja yang memberontak terhadapnya. Sifat ambisius Hohendorff

tergambarkan pada adegan ketika ia melakukan perpecahan dengan

membagi wilayah Mataram menjadi dua bagian. Perpecahan itu sontak

membuat R.M. Said putus asa, karena sudah berhasil memeca belah

kerajaan Mataram.
39

Gambar 1.4 Tokoh Hohendorff


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)

5) Danureja

Danureja merupakan kakek Sutawijaya dan orang kepercayaan dari

PB II. Ia memiliki karakter licik, jahat, pandai bersandiwara, dan piawai

dalam memainkan strateginya. Karakternya tergambarkan pada adegan

awal ketika Danureja menuduh Pangeran Arya Mangkunegara melawan

perintah dari PB II, sehingga membuat Pangeran Arya Mangkunegara

dibuang ke Batavia. Tokoh Danureja menjadi salah satu penyebab konflik

lakon SAAS, karena membuat Pangeran Arya Mangkunegara dibuang ke

Batavia. Hal itu ditunjukan pada dialog berikut.

Danureja : Kula menika menapa nate matur dora ta Sinuwun.


Lha menika rak cetha badhe ngimpun kekiyatan
kangge njongkeng kalenggahan dalem. Lan malih
Kanjeng Pangeran Mangkunegara menika rak goreh
manahipun lan ketingal mboten trimah menawi
Penjenengan Dalem ingkang nglintir kalenggahan
Rama.
40

Sifat licik, jahat, dan ambisius selanjutnya adalah pada adegan

ketika ia menghasut PB II untuk merebut kembali tanah yang sudah

menjadi milik Pangeran Mangkubumi.

Gambar 1.5 Tokoh Danureja


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)

6) Paku Buwana II

PB II merupakan seorang raja dari keraton Surakarta yang tidak

mempunyai rasa percaya diri. Sifatnya yang tidak memiliki rasa percaya

diri, membuat ia mudah terhasut oleh Danureja dan Hohendorff. Hasutan

dari Danureja dan Hohendorff tergambarkan pada adegan ketika

Danureja mengatakan bahwa Pangeran Arya Mangkunegara menentang

perintah PB II. Seketika ia langsung percaya dan menerima saran dari

Hohendorff untuk membuang Pangeran Arya Mangkunegara ke Batavia.

Sifat tersebut terlihat dalam dialog berikut.

Danureja : Menika perkawis gampil sinuwun. Kula kinten


Kapten Hohendorf sampun anggadahi cara ingkang
sae.
41

Paku Buwana : Tuan Kapten, Kowe wis krungu dewe ature patih
Danureja. Kepriye mungguh Tuan Kapten?

Hasutan selanjutnya terjadi pada adegan ketika ia merebut paksa

tanah yang sudah menjadi milik Pangeran Mangkubumi. Terlihat dalam

dialog berikut.

Sutawijaya : Awit paringan dalem pasiten pesisir ler ingkang sampun


kanthi sah dipuntampi Kanjeng Pangeran Mangkubumi,
dipunpundhut wangsul malih. Lan menika ingkang
ndadosaken goreh manahipun Kanjeng Pangeran
Mangkubumi.

Gambar 1.6 Tokoh PB II


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)

7) Matah Ati

Matah Ati merupakan istri R.M. Said dan anak dari kiai Nuriman. Ia

digambarkan sebagai seorang istri yang sangat mencintai suami dan

penyayang terhadap anak-anaknya. Rasa cinta terhadap suami

tergambarkan pada adegan ketika ia ingin ikut andil berperang untuk


42

membantu suaminya menegakkan keadilan. Sifat tersebut ditunjukan

pada dialog berikut.

Matah Ati : Pengeran, ngendikanipun para winasis, garwa


menika tegesipun sigaraning nyawa. Pramila kados
menapa kemawon rekaos penjenengan kula kedah
ndherek ngraosaken ugi. Gegayuhan kamas Pengeran
menika mboten namung gegayuhan pribadi, nanging
menika gegayuhan luhur. Njejekaken adil lan
kamulyaning bangsa.

Bentuk cinta selanjutnya tergambarkan pada dialog R.M. Said yang

mengatakan bahwa ia sangat berterima kasih karena Matah Ati sudah

setia menemaninya. Matah Ati juga memiliki sifat yang kuat dan berjiwa

kesatria, karena ia rela berkorban nyawa untuk ikut perang melawan

kompeni Belanda.

Gambar 1.7 Tokoh Matah Ati


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)
43

8) Pangeran Mangkubumi

Pangeran Mangkubumi merupakan raja dari keraton Kartasura dan

paman R.M. Said. Ia merupakan sosok pemimpin yang disegani oleh

Tumenggung Wira Widagdo dan prajuritnya. Ia disegani oleh prajurit dan

Tumenggung Wira Widagdo karena memiliki sifat baik dan bijaksana.

Sifat baiknya tergambarkan pada adegan ketika ia melihat prajuritnya

kelelahan karena perjalanan jauh, kemudian ia memerintahkan

prajuritnya supaya beristirahat. Hal itu ditunjukan pada dialog berikut.

Mangkubumi : Oh ngono. Yen mangkono sing ngati-ati aja ngati


konangan. Wurung tan wurunga para Kompeni bakal
nggrubyuk ana ing papan kene.

Selain itu Pangeran Mangkubumi juga memiliki sifat penyayang.

Sifat penyayang tergambarkan pada adegan perang, Pangeran

Mangkubumi menangis karena melihat Tumenggung Wira Widagdo

sekarat akibat tertembak oleh pasukan Belanda.

Gambar 1.8 Tokoh Pangeran Mangkubumi


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)
44

9) Ki Ajar Adirasa

Ki Ajar Adirasa merupakan seorang ulama dan seorang pemimpin

di Pedepokan Druju. Ia merupakan orang kepercayaan dari istri Sunan

Amangkurat yakni nenek dari R.M. Said. Hal ini dibuktikan dengan pesan

yang disampaikan istri Sunan Amangkurat melalui mimpi Ki Ajar

Adirasa. Ia juga memiliki kemampuan melihat masa depan yang

tergambarkan ketika ia mengatakan bahwa cahaya kemuliaan yang ada

pada diri R.M. Said sudah mulai terlihat. Sifat itu dilihat pada dialog

berikut.

Adirasa : Inggih nakmas. Kula namung badhe matur bilih


sawingking penjenengan sampun trontong-trontong
sulaking teja kamulyan. Awit menika wonten
sambetipun pasumpenan Eyang dalem inggih Ratu
Ageng Garwanipun Sunan Amangkurat, kaleresan
menika Eyang Panjenengan piyambak. Wonten ing
salebeting pasumpenan menika rembulan dawah,
tumangsang wonten ing wit randu. Lajeng kasenggek
Pengeran Mangkubumi, kadhahar telas sepalih.
Rembulan ingkang sesigar menika ngantariksa,
lajeng dhawah malih panjenengan dhahar sekedhik.
Kadadak Kanjeng Ratu Ageng wungu.

Selain itu ia juga memiliki sifat yang baik dan bijaksana dengan

memberi bantuan R.M. Said untuk menenangkan hatinya bertapa di Giri

Bangun. Ia merupakan tokoh yang mengantarkan R.M. Said bertemu

dengan Pangeran Mangkubumi di Desa Sukowati.


45

Gambar 1.9 Tokoh Ki Ajar Adirasa


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)

10) Wiro Widagdo

Wiro Widagdo merupakan panglima perang dan orang kepercayaan

Pangeran Mangkubumi. Wira Widagdo merupakan tokoh yang memiliki

sifat baik, jujur, dan pemberani. Sifat tersebut tergambarkan pada adegan

pelarian Pangeran Mangkubumi ke Desa Sukowati, ia mengatakan kepada

Pangeran Mangkubumi bahwa ia harus bersabar dan berjuang membela

kebenaran dengan merebut kembali tanah yang sudah menjadi miliknya.

Hal itu ditunjukan pada dialog berikut.

Wiro Widagdo : Menika sampun sakmestinipun kanjeng


Pangeran. Awit menika sampun dados
kagungan penjenengan. Lha wong menika
sampun dipunparingaken. Pramila inggih
kedah wangsul dhumateng Panjenengan
malih.
46

Sifat pemberani tokoh Wira Widagdo tergambarkan pada adegan

perang ketika ia melindungi Pangeran Mangkubumi dari kepungan

pasukan Belanda, Sehingga ia tertembak dan mati.

Gambar 1.10 Tokoh Wira Widagdo


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)

11) Kiai Nuriman

Kiai Nuriman merupakan bapak dari Matah Ati, mertua R.M. Said,

seorang ulama dan pemimpin di Pedepokan Desa Nglaroh. Ia mempunyai

sifat baik dan bijaksana, tergambarkan sifat baik dan bijaksananya pada

adegan kedua ketika ia memeritah prajuritnya yang sedang berlatih untuk

beristirahat dan selalu menjaga satu sama lain. Sifat baik tokoh Kiai

Nuriman selanjutnya tergambarkan pada adegan ketika ia merasa kasihan

mendengar berita kepergian Pangeran Mangkubumi dari keraton

Kartasura. Sifat tersebut terlihat dalam dialog berikut.

Nuriman : Ndak jaluk kowe kabeh tansah siyaga awit


lumakuning gegayuhan isih dawa. Lan methi wae
mbutuhake kekuatan lair lan batin. Pasrahna
sakabehing kuwi mau ana ngersaning Gusti Kang
47

Gawe Urip. Mula sakabehing para penderek, kudu


tetep nyawiji. Manunggalake tekad dimen bisa
nggayuh karaharjan.

Gambar 1.11 Tokoh Kiai Nuriman


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)

12) Eyang Sumonarso

Eyang Sumonarso merupakan istri PB II dan nenek R.M. Said. Eyang


Sumonarso memiliki sifat baik, penyayang dan bertanggung jawab

kepada cucunya. Sifat tokoh Eyang Sumonarso tergambarkan pada dialog

adegan masa dewasa, ia mengatakan bahwa R.M. Said harus kuat

menghadapi kenyataan dalam hidupnya. Sifat tersebut ditunjukan pada

dialog berikut.

Sumonarso : Wayah, eyang priksa apa sing lagi mbok galih.


Menggalihake kedadeyan dek rumuhun kudu ora
handadekakke ciliking atimu.
RM Said : Inggih eyang. Mugi wayah tetep saged jejek lan
kenceng anggenipun nglampahi menapa ingkang
dados tekdiripun Gusti.
Sumonarso : Iya wayah. Eyang tetep bakal ngamping-ngampingi
wayah ana ing ngendi papan. Muga-muga eyang bisa
48

menangi anggone wayah Jumeneng Nata. Eyang ya


ora priksa apa sing wis tinulis lan tinekdir marang
keng slira wayah. (marang Suradiwangsa lan
Sutawijaya) Suradiwangsa lan kowe Sutawijaya.
Aja pedhot anggonmu tansah ngamping-ngampingi
wayahku.

Selain itu Eyang Sumonarso juga berjanji akan selalu mendampingi

R.M. Said sampai menjadi raja. Sifatnya yang baik dan penyayang

membuatnya disegani oleh Suradiwangsa dan Sutawijaya.

Gambar 1.12 Tokoh Eyang Sumonarso


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)

3. Latar (Setting)

Istilah latar (Setting) dalam arti yang lengkap meliputi aspek ruang

dan waktu terjadinya peristiwa, ada perbedaan yang tidak mudah dilihat

antara setting bagian dari teks dan hubungan yang mendasari suatu

lakuan (action) terhadap keadaan sekeliling. Setting mencangkup dua

aspek penting yaitu aspek ruang dan aspek waktu. Di samping dua aspek
49

tersebut, terdapat satu aspek lagi yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek

suasana (Satoto, 1985:26).

a. Aspek Ruang

Aspek tempat merupakan gambaran setting untuk menguatkan

imajinasi penonton. Aspek ruang ialah tempat penggambaran peristiwa

yang senyatanya dalam realita atau kenyataan (Satoto,1985:27). Tempat-

tempat terjadinya peristiwa dalam naskah SAAS adalah sebagai berikut.

(1) keraton Kartasura, (2) Desa Nglaroh, (3) keraton Surakarta, (4) Dusun

Sukowati, (5) Padepokan Druju, (6) Desa Giyanti, (7) Benteng Vredeburg,

(8) Salatiga, dan (9) Kadipaten Mangkunegara. Selain tempat-tempat yang

disebutkan di atas, ada satu tempat yang tidak disebutkan dengan jelas,

akan tetapi menjadi tempat persembunyian R.M. Said ketika dikejar

pasukan Belanda. Tempat tersebut dapat dilihat dalam narasi berikut.

Narator : Di sebuah tempat, RM Said dan para


pendherek sedang beristirahat. Tampat RM
Said gusar.

Selain itu ruang juga dijelaskan pada dialog berikut.

Wira Widagdo : Menawi mboten klintu menika wonten Dusun


Sukowati. Menawi eneripun sak ler wetan saking
Surakarta.

RM Said : Wonten wigatos menapa Ki dene panjenengan


ndawuhi kula kampir wonten ing padhepokan
Ndruju menika?

b. Aspek Waktu

Aspek waktu merupakan keterangan kapan terjadinya peristiwa

dalam sebuah pertunjukan. Satoto (1985:27) mengatakan bahwa aspek


50

waktu ialah waktu yang terjadi dalam seluruh cerita atau episode dalam

lakon, serta cara menghitung waktu penceritaan dengan menghitung

jumlah adegan dalam keseluruhan lakon. Terdapat dua Keterangan waktu

yang menjadi penunjuk di dalam naskah SAAS, sebagai berikut. (1) 30

Juni 1741, (2) 13 Februari 1755, (3) 17 Maret 1757, sedangkan waktu siang,

malam, sore, dan pagi digambarkan pada beberapa dialog berikut.

Waktu sore.

Said kecil : Becike ora wae. Mergo iki wis kesoren. Mengko
awake dhewe ora bisa mlebu amarga prajurit sing
jaga regol galak-galak.

c. Aspek Suasana

Selain aspek ruang dan waktu terdapat juga aspek suasana. Aspek

suasana adalah cara pengarang memberikan warna dan kesan agar cerita

menjadi hidup, sehingga mampu mengantarkan penghayat pada

pengalaman subjektif si pencerita (Sumarjo, 1979:10). Aspek suasana yang

terdapat dalam naskah SAAS adalah sebagai berikut. (1) tegang, (2)

genting, (3) sedih, (3) marah, (4) kalut, (5) sunyi, (6) tenteram, (7) cemas,

(8) ketenangan, (9) syukur, dan (10) penyesalan. Suasana ketegangan,

genting, sedih, digambarkan dalam bentuk narasi pada adegan awal

peperangan.

Narasi : Pada tanggal 30 Juni tahun 1741, pecahlah


pemberontakan di Keraton Kartasura yang
dipimpin oleh Mas Garendi. Peristiwa ini
mahsyur disebut Geger Pacinan. Disitulah awal
perjuangan RM Said, putra Pangeran Arya
Mangkunegara dikarenakan resah terhadap
ketidakadilan dan dominasi kompeni Belanda di
Kartasura. Sehingga terjadilah pemberontakan
dimana-mana.
51

Selain suasana ketegangan, genting, dan sedih. Suasana ketenangan

dan kebahagiaan juga terlihat dalam adegan berikut.

Narasi : Suasana tenang, damain, dan tentram di Desa


Nglaroh. Digambarkan dengan Anak-anak
sedang menari dan bernyayi. Di panggung
bawah (Dasar) anak-anak yang lain sedang
bermain, sedangkan di sisi yang lain para
prajurit sedang berlatih perang. Kiai Nuriman
memandang dengan senang.

Suasana kesedihan terjadi ketika Wira Widagdo mati tertembak,

peristiwa itu terlihat dalam dialog berikut.

Wira Widagdo : Duh Kanjeng Pengeran (menahan sakit). Kula


mboten saged nglajengaken paprangan malih.
Mangkubumi : Dikuwat-kuwatake kakang Tumenggung.
Dikuwat-kuwatake.

4. Tema

Tema merupakan bagian struktur penting yang ada di dalam

pertunjukan drama yang harus diinterpretasi dalam sebuah analisis.

Untuk dapat mengetahui tema yang terkandung dalam cerita, terlebih

dahulu harus dipahami unsur-unsur yang membangun cerita meliputi

alur, penokohan, dan latar (Satoto, 1985:100).

Dalam drama selalu terdapat tema yang mendasari pemikiran

penciptanya. Dewojati (2010:172) mengatakan bahwa tema disebut sebagai

‘’pemikiran’’. Akan tetapi yang dimaksud “pemikiran” adalah argumen

dari simpulan karakter tertentu, yang bisa jadi merupakan tema secara

keseluruhan lakon dan bisa pula hanya tema sebagai lakon tersebut.

Pertunjukan lakon SAAS merupakan gambaran dari peristiwa sejarah


perjuangan R.M. Said melawan kompeni Belanda. Tokoh R.M. Said
52

Bersama Suradiwangsa, Sutawijaya, dan prajuritnya berjuang untuk

melawan penindasan yang dilakukan kompeni Belanda.

Konflik dasar dalam lakon SAAS berupa kompeni Belanda telah

menjajah dan menguasai wilayah tanah Jawa serta melakukan kerjasama

dengan PB II. Konflik tersebut menjadi runyam ketika kompeni Belanda

berhasil merebut paksa keraton Kartasura dan membuat Pangeran

Mangkubumi meninggalkan keraton. Belanda telah menguasai keraton

Kartasura dan mempekerjakan orang-orang di dalamnya secara kejam.

Permasalahan di atas kemudian membuat R.M. Said bergabung


dengan Pangeran Mangkubumi untuk melawan kompeni. Pemberontakan

yang dilakukan R.M. Said bersama Pangeran Mangkubumi menyebabkan

korban berjatuhan dari kedua pihak. Hal ini membuat kompeni merasa

gusar dan melakukan tindakan apapun terhadap siapa saja yang

melawannya. Tindakan yang dilakukan kompeni terhadap peristiwa

pemberontakan tersebut adalah melakukan perpecahan dengan membagi

wilayah Mataram menjadi dua bagian. Hal itu membuat R.M. Said merasa
cemas karena kompeni telah menguasai separuh wilayah Mataram.

Selain itu R.M. Said juga sudah mulai kehilangan harapan untuk

menegakkan keadilan dan mengusir kompeni dari wilayah tanah Jawa.

R.M. Said yang merasa cemas, kemudian ditenangkan oleh Suradiwangsa

dan Sutawijaya. Mereka mengingatkan kepada R.M. Said tentang sumpah

janjinya menegakkan keadilan untuk rakyatnya dari penindasan yang

dilakukan kompeni.

Mendengar nasihat dari Suradiwangsa dan Sutawijaya, R.M. Said

kemudian bangkit dan merencanakan penyerangan terhadap kompeni

Belanda. Penyerangan kedua dilakukan R.M. Said dengan menyerang

markas Belanda yang berada di Benteng Vredenburg. Pemberontakan itu


53

membuat pihak kompeni menjadi cemas, karena separuh pasukannya

dibunuh oleh pasukan R.M. Said.

Peristiwa itu membuat kompeni melancarkan aksi perpecahan kedua

kalinya. Perpecahan itu dikenal sebagai perjanjian Salatiga, peristiwa itu

membagi wilayah Surakarta menjadi dua bagian. R.M. Said merasa

senang dan bersyukur karena perjuangannya bersama Suradiwangsa,

Sutawijaya, prajurit, dan pengikutnya membuahkan hasil. Walaupun R.M.

Said tidak bisa mengusir kompeni dari tanah Jawa, akan tetapi ia bisa

membuat rakyatnya merasa bahagia tanpa adanya rasa takut dari


ancaman kompeni. Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa tema naskah

Sang Adipati Agung Surakarta adalah “memperjuangkan keadilan untuk

rakyat terhadap penindasan yang dilakukan kompeni Belanda”.

B. Analisis Tekstur Lakon

Tekstur pertunjukan merupakan apa yang secara langsung dialami

oleh pengamat (spectator), apa yang muncul melalui indera, apa yang

didengar telinga (dialog), apa yang dilihat oleh mata (spectacle), apa yang

dirasakan (mood) melalui seluruh alat visual serta pengalaman aural

(Dewojati, 2010:159). Dalam sebuah pertunjukan, tekstur diciptakan oleh

suara, imajinasi bahasa, mood (suasana) panggung yang kuat, properti

atau materi cerita, warna, gerakan, setting, dan kostum (Dewojati,

2010:174). Tekstur pertunjukan SAAS sebagai berikut.


54

1. Dialog

Dialog merupakan salah satu komponen penting dalam pertunjukan

teater, karena dialog membantu pengkarya menyampaikan keinginannya

kepada penonton. Dewojati (2012:176) mengemukakan bahwa secara

universal, dialog dalam drama berfungsi sebagai wadah bagi pengarang

untuk menyampaikan informasi-informasi, menjelaskan fakta, atau ide-

ide utama. Selain itu dialog juga sangat mempengaruhi struktur drama,

sebab dialog merupakan penggerak alur melalui dialog antar tokoh.

Alur cerita pertunjukan SAAS tergambarkan dengan adanya dialog

yang intens dari awal pertunjukan hingga akhir. Dialog juga membantu

memperkuat pesan sutradara melalui plot yang dibangun oleh aktor.

Dialog yang disusun Bambang Sugiarto dalam pertunjukan lakon SAAS

berangkat dari tatanan bahasa Jawa dan sedikit bahasa Indonesia.

Penggunaan dialog bahasa Jawa berdasarkan tingkatan ketika berbicara

atau bertutur. Tingkatan ini bertujuan untuk menunjukan relasi antar

pihak yang bertutur, baik tentang tingkat derajat, usia, maupun

kedudukan mereka di dalam masyarakat. Selain itu, tingkat tutur ini juga

menunjukan etika saat berbicara serta menunjukan nilai kesopanan dan

keramah-tamahan. Dialog bahasa Indonesia digunakan untuk

membedakan identitas tokoh dengan tokoh lainnya.

Penggunaan bahasa Jawa berdasarkan tingkatan ketika berbicara

atau bertutur, terlihat dalam penggalan dialog berikut.

Dialog antara nenek dan cucu.

Sumonarso : Wayah, eyang priksa apa sing lagi mbok


galih. Menggalihake kedadeyan dek rumuhun
kudu ora handadekakke ciliking atimu.
55

R.M. Said : Inggih eyang. Mugi wayah tetep saged jejek


lan kenceng anggenipun nglampahi menapa
ingkang dados tekdiripun Gusti.

Dialog berdasarkan kedekatan antara raja dengan panglima perangnya.

Mangkubumi : Sajake aku durung tau ngerti papan kene


kakang Tumenggung. Iki ana ning Desa
ngendi kakang Tumenggung?
Wiro Widagdo : Menawi mboten klintu menika wonten
Dusun Sukowati. Menawi eneripun sak ler
wetan saking Surakarta.

Dialog berdasarkan penghormatan antara yang muda kepada


orang lebih tua.

R.M. Said : Wonten wigatos menapa Ki, dene


panjenengan ndawuhi kula kampir wonten
ing padhepokan Ndruju menika?

2. Mood

Mood merupakan unsur tekstur yang merujuk suasana. Terciptanya

mood dalam drama dipengaruhi banyak unsur misalnya, spectacle, dialog,

dan irama permainan. Oleh sebab itu mood akan tercipta dan dirasakan

ketika unsur-unsur tersebut dikomunikasikan langsung penonton,

misalnya ketika aktor bergerak dalam irama permainan dan merasakan

perubahan ritmis dalam intensitas pencahayaan. Dalam drama, mood

dapat diteliti dalam nebentex (Dewojati, 2010:182)

Aristoteles dalam Dewojati (2012:182) menyebut bahwa mood adalah

salah satu pengganti musik yang membangun suasana dalam setiap

adegan. Melalui gerak dan lakuan aktor, penonton dapat merasakan

irama disetiap gerakannya, merasakan irama melalui dialog yang

dibicarakan, serta penonton dapat merasakan perubahan irama


permainan melalui intensitas cahaya dan spectacle yang dihadirkan dalam
56

pertunjukan. Secara tidak langsung disampaikan bahwa suasana yang

terbangun dalam sebuah pertunjukan drama dimunculkan oleh

pemainnya pada saat memerankan tokoh yang ada dalam pertunjukan.

Pada pertunjukan lakon SAAS, Bambang Sugiarto membebaskan para

pemain untuk berfikir kreatif mentafsirkan tokoh yang mereka perankan.

Hal ini bertujuan agar para pemain dapat lebur secara maksimal ke dalam

suasana pada naskah dan karakter yang diperankan.

Pada pertunjukan lakon SAAS suasana telah dibangun sejak awal

pertunjukan menampilkan suasana perang yang mencekam. Suasana


tersebut ditunjukan pada narasi berikut.

Narasi : Pada tanggal 30 Juni tahun 1741, pecahlah


pemberontakan di Keraton Kartasura yang
dipimpin oleh Mas Garendi. Peristiwa ini
mahsyur disebut Geger Pecinan. Disitulah awal
perjuangan RM Said, putra Pangeran Arya
Mangkunegara dikarenakan resah terhadap
ketidakadilan dan dominasi kompeni Belanda di
Kartasura. Sehingga terjadilah pemberontakan
di mana-mana.

Adegan pertama menceritakan R.M. Said melamun membayangkan

ayahnya yang difitnah oleh Danureja. Peristiwa itu memunculkan suasana

sedih, kehilangan, dan marah. Selanjutnya adegan yang menceritakan

ketentraman dan kebahagiaan di Desa Nglaroh. Adegan perang R.M. Said

dan Pangeran Mangkubumi melawan kompeni Belanda memunculkan

suasana mencekam dan kesedihan. Suasana kesedihan karena kehilangan

banyak korban dari R.M. Said dan Pangeran Mangkubumi. Peristiwa

perang itu membuat R.M. Said merasa sedih dan putus asa karena

Belanda berhasil membuat perpecahan, serta menyerang padepokan


57

Nglaroh. Adegan penutup pertunjukan lakon SAAS yaitu peristiwa

perjanjian Salatiga yang menampilkan suasana kebahagiaan.

3. Spectacle

Spectacle merupakan aspek-aspek visual sebuah lakon, terutama

action fisik para tokoh di atas panggung (Dewojati, 2012:182). Spectacle

sangat menghidupkan dan menjadi bagian penting dalam pementasan

teater. Kehadiran spectacle dalam drama akan membuat tokoh terlihat

“terlibat” dalam “dunia” yang lebih besar yang tercipta di atas panggung.

“Dunia” yang dimaksud dalam drama bisa berupa dunia alam, budaya,

sejarah, atau sistem sosial nmasyarakat (Dewojati, 2010:183). Spectacle

yang terdapat dalam pertunjukan SAAS adalah sebagai berikut.

Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa, spectacle menjadi bagian

terpenting dalam sebuah pertunjukan teater untuk mendukung para aktor

mencari perhatian kepada penonton ketika mereka action di atas

panggung. Pertunjukan SAAS terdapat beberapa spectacle yang mencuri

perhatian penonton. Beberapa spectacle tersebut adalah sebagai berikut.

a. Tata Busana dan Tata Rias

Tata busana adalah segala sandangan dan perlengkapan (accessories)

yang dikenakan di dalam pentas, sedangkan tata rias adalah seni

menggunakan bahan-bahan kosmetika untuk mewujudkan wajah peranan

(Harymawan, 1988:127&134). Kedua bagian itu melekat pada tubuh aktor,

yang berfungsi untuk mendukung nilai keindahan selama pertunjukan

berlangsung. Tata rias dapat menggambarkan sifat dan watak tokoh

sedangkan tata kostum adalah penggambaran dan pelukisan peran yang


58

lebih melukiskan status dan sifat peran (Satoso, 2012:16-17). Tata busana

dan tata rias yang terdapat pada pertunjukan SAAS adalah sebagai

berikut.

1) R.M. Said

Gambar.1.13 Tata Rias dan Busana Tokoh R.M. Said


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)

Kostum dan aksesoris tokoh R.M. Said adalah beskap (perpaduan

antara sorjan dan beskap, hal itu terlihat dari bentuk ujung depan

pakaiannya yang lancip atau lurus dan bentuk belakang yang krowok atau

berlubang), jarik parang loreng gordo, blangkon, sabuk, epek timang, boro

samir, keris ladrang, dan kalung ulur. Tata rias yang digunakan R.M. Said

merupakan jenis rias bagusan. Rias tersebut memiliki ciri blash on yang

tidak mencolok, terdapat aksen kumis tipis, penegasan pada alis, dan

sedikit jambang di area bawah telinga.


59

2) Sutawijaya

Gambar.1.14 Tata Rias dan Busana Tokoh Suradiwangsa


(Dokumentasi Sanggar Seni Kemasan)

Kostum dan aksesoris tokoh Sutawijaya adalah beskap, jarik ceplok

Jogja, blangkon, sabuk, kalung ulur, keris ladrang, dan epek timang. Tata

rias tokoh Sutawijaya yaitu rias bagusan. Rias bagusan memiliki ciri-ciri

yaitu mempertegas garis wajah seperti kumis, area mata, pipi, dan alis.
60

3) Suradiwangsa

Gambar.1.15 Tata Rias dan Busana Tokoh Suradiwangsa


(Dokumentasi Sanggar Seni Kemasan)

Kostum dan aksesoris yang dikenakan tokoh Suradiwangsa adalah

beskap, jarik ceplok Jogja, blangkon, sabuk, kalung ulur, keris ladrang,

dan epek timang. Tata rias yang digunakan tokoh Suradiwangsa yaitu

riasan bagusan. Rias bagusan memiliki ciri-ciri yaitu mempertegas garis-

garis wajah seperti kumis, area mata, pipi, dan alis.


61

4) Matah Ati

Gambar 1.16 Tata Rias dan Kostum Matah Ati adegan percintaan
(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)

Tokoh Matah Ati mengenakan dua pakaian, yang pertama saat

adegan percintaan bersama R.M. Said. Kostum dan aksesoris pertama

yang dipakai adalah jarik lereng gordo, kebaya bludru seret emas, konde

ageng, slepe, dan slop. Kostum dan aksesoris saat menjadi Prajurit perang

yaiu jarik prajuritan, kebaya pendek, cepol urai, cundrik, dan slepe. Tata

rias yang digunakan pada tokoh Matah Ati merupakan rias cantik. Ketika

menggunakan kostum prajurit, riasan Matah Ati diberikan penajaman

pada area pipi dan bibir.


62

Gambar.1.17 Tokoh Matah Ati Tata Rias dan Kostum Prajurit


(Dokumentasi Sanggar Seni Kemasan)

5) Danureja

Gambar.1.18 Tata Rias dan Busana tokoh Danureja


(Dokumentasi Sanggar Seni Kemasan)
63

Kostum dan aksesoris yang dipakai tokoh Danureja adalah beskap

teni, jarik lereng seling, stagen atau sabuk, iket, kulot, sorjan, dan keris

ladrang. Tata rias tokoh Danureja yaitu rias bagusan dengan mempertegas

garis-garis wajah seperti kumis, mata, pipi, dan alis.

6) PB II

Gambar.1.19 Tata Rias dan Tata Busana Tokoh PB II


(Dokumentasi Sanggar Seni Kemasan)

Kostum dan aksesoris yang digunakan tokoh PB II adalah kain

panjang cinde (dodot alit), beskap teni (bordir emas), kuluk songkok,

kalung ulur, sumping kuduk, jarik parang barong gordo, rompi, slop,

boro Samir, dan sabuk. Tata rias tokoh PB II yaitu rias bagusan. Rias

bagusan memiliki ciri-ciri yaitu mempertegas garis wajah seperti kumis,

area mata, pipi, dan alis.


64

7) Hohendorff

Gambar.1.20 Tata Rias dan Tata Busana Tokoh Hohendorff


(Dokumentasi Sanggar Seni Kemasan)

Kostum dan aksesoris yang digunakan tokoh Hohendorff adalah

jas berekor (kancing depan), celana panjang bahan, sepatu lais panjang,

pistol, pedang, dan lencana pangkat. Tata rias tokoh Hohendorff yaitu rias

karakter Bangsa. Mempertegas garis-garis wajah serta memberikan

tambahan seperti kumis, janggut, dan rambut palsu.

8) Eyang Sumonarso

Busana dan aksesoris yang dipakai tokoh Eyang Sumonarso adalah

kebaya tutup lengan panjang, jarik batik Jogja, bros, giwang, dan konde.

Tata rias Eyang Sumonarso yaitu riasan karakter tua. Memberikan efek

kerutan dibagian wajah, serta memberi warna putih pada rambut agar

tampak seperti uban.


65

Gambar.1.21 Tokoh Eyang Sumonarso dalam adegan masa dewasa


(Dokumentasi Sanggar Seni Kemasan)

9) Ki Ajar Adirasa

Gambar.1.22 Tokoh Ki Ajar Adirasa


(Dokumentasi Sanggar Seni Kemasan)
66

Pakaian dan aksesoris yang dipakai Ki Ajar Adirasa adalah sorjan

lurik, jarik truntum, jubah, kain ikat, keris gayaman, dan sabuk. Tata rias

yang digunakan tokoh Ki Ajar Adirasa yaitu rias karakter tua.

Penambahan ornamen tambahan seperti janggut panjang berwarna putih,

kumis tebal berwarna putih, serta memberikan efek kerutan diarea wajah.

10) Kiai Nuriman

Kostum yang dipakai Kiai Nuriman adalah jarik ceplok Jogja,

sorjan lurik, iket, dan jubah. Aksesoris yang digunakan yaitu keris

gayaman, epek timang, dan sabuk. Tata rias yang digunakan tokoh Kiai

Nuriman adalah rias karakter tua, terlihat dari ornamen tambahan seperti

janggut yang berwarna putih, kumis tebal berwarna putih, serta

penegasan diarea wajah.

Gambar.1.23 Tokoh Kiai Nuriman


(Dokumentasi Sanggar Seni Kemasan)
67

11) Pangeran Mangkubumi

Gambar.1.24 Tokoh Pangeran Mangkubumi


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)

Kostum yang dipakai Pangeran Mangkubumi adalah jarik lereng

gordo, beskap, dan blangkon. Sedangkan aksesoris yang dikenakan

adalah keris ladrang, kalung ulur, sabuk, epek timang. Tata rias yang

digunakan tokoh Pageran Mangkubumi adalah rias bagusan. Rias

bagusan digunakan untuk mempertegas garis-garis wajah seperti kumis,

area mata, pipi dan alis.

12) Wira Widagdo

Pakaian dan aksesoris yang dipakai tokoh Wira Widagdo adalah

beskap bludru lengan panjang, jarik ceplok Jogja, blangkon, keris ladrang,

sabuk dan epek timang. Tata rias Wira Widagdo yaitu bagusan, dengan
mempertegas garis-garis wajah seperti kumis, area mata, pipi dan alis.
68

Gambar.1.25 Tokoh Wira Widagdo


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)

b) Tata cahaya atau lighting

Gambar.1.26 Tata cahaya dalam adegan perang Geger Pacinan


(Dokumentasi Sanggar Seni Kemasan)
69

Tata cahaya atau lighting pada pementasan teater berfungsi untuk

membuat jelas atau terang sebuah panggung agar tampak sebagai

ruangan (Sahid, 2004:112). Tata cahaya dalam pertunjukan SAAS sangat

berperan penting untuk membangun suasana aktor ketika action di atas

panggung.

Gambar di atas merupakan perang geger pacinan. Permainan warna

lampu seperti merah, kuning, biru, dan ditambah lampu yang tidak

terlalu terang membuat suasana terlihat mencekam seperti perang.

Gambar 1.27 Tata Cahaya adegan romasa R.M. Said dan Matah Ati
(Dokumentasi Sanggar Seni Kemasan)

Adegan percintaan antara R.M. Said dan Matah Ati juga

melakukan permainan warna dalam tata cahaya. Permainan warna yang

dilakukan yaitu merah muda, merah, biru, dan hijau. Warna-warna

tersebut membuat suasana yang terjadi menjadi hidup dan penonton


dapat merasakan adegan percintaan.
70

c) Musik

Selain kostum, make up, dan lighting. Musik menjadi salah satu peran

penting dalam membangun suasana aktor. Musik yang diciptakan pada

pertunjukan lakon SAAS adalah musik campuran antara nada pentatonis

dan nada diatonis. Musik pentatonis dihasilkan oleh alat musik gamelan,

sedangkan musik diatonis dihasilkan oleh alat musik seperti Saksofon,

beduk, simbal, terompet, dan biola. Musik dalam pertunjukan lakon SAAS

memiliki fungsi sebagai pengantar dan penutup, pengiring suasana, dan

ilustrasi.

Pertunjukan lakon SAAS, dibuka dengan suara kentongan sebagai

tanda dimulainya pertunjukan. Adegan pembuka pertunjukan lakon

SAAS menggambarkan suasana tegang dan genting, lantaran peristiwa

yang terjadi yaitu peristiwa perang Geger pacnan. Pada adegan pembuka

seluruh alat musik dimainkan untuk menunjang suasana perang pada

adegan pembuka. Musik riuh menggambarkan peperangan kemudian

senyap kecuali alat musik saksofon dan biola, alat musik tersebut sebagai

pengantar adegan pertama yang menggambarkan suasana sedih. Adegan

pertama menceritakan R.M. Said sedang termenung membanyangkan

fitnah yang dilakukan Danureja terhadap ayahnya yakni Pangeran Arya

Mangkunegara.

Pada alur eksposisi terdapat adegan menggambarkan percintaan

antara R.M. Said dan istrinya Matah Ati. Adegan diawali dengan

penggambaran siluet wayang yang kemudian muncullah R.M. Said dan

Matah Ati yang sedang memaduh kasih dengan diungkapkan lewat

nyanyian dan tarian. Lirik yang dinyanyikan tokoh R.M. Said dan Matah

Ati sebagai berikut.


71

Matah Ati, garwa ningsun


Mustikane wong sak bumi
Sun nembang sun lelo-lelo
Tambanana brotomami
Duh kakang, prasetya hamba
Yen wurung sun, nadya laleh

Tembang tersebut sebagai ungkapan R.M. Said sebagai seorang

suami yang akan pamit melakukan perang. Tembang tersebut

menciptakan suasana ketenangan dan bentuk kasih sayang seorang suami

kepada istrinya.

Musik pertunjukan lakon SAAS sebagai tanda prajurit sedang

melakukan baris-berbaris. Hal itu ditunjukan pada alur komplikasi saat

adegan pelarian Pangeran Mangkubumi ke Dusun Sukowati. Pasukan

kompeni mengejar Pangeran Mangkubumi yang berada di Dusun

Sukowati, suara alat musik terompet memperkuat suasana pada adegan

pengejaran tersebut.

d) Properti

Properti adalah semua benda tidak bergerak yang digunakan di atas

panggung, yang berguna untuk membentuk latar cerita. Properti yang

digunakan dalam pertunjukan SAAS adalah sebagai berikut.

Adegan awal peperangan Geger Pecinan properti yang digunakan

adalah kain merah, kain putih, gunungan, gunungan kecil yang dihias

lampu, dan pedang yang dibawa oleh aktor. Adegan selanjutnya adalah

adegan PB II, Danureja, dan Hohendorff berkumpul. Properti yang

digunakan adalah Dampar Kencana. Adegan kegembiraan di desa Nglaroh,


72

properti yang digunakan adalah tempat sampah terbuat dari anyaman

bambu, anyaman Kepek, Cangkul, Cepon, dan Tampah. Properti tersebut

dibawa oleh masyarkat desa Nglaroh. Sedangkan properti yang dibawa

prjurit putra dan putri adalah pedang, panah, dan busur.

Adegan R.M. Said dan Matah Ati, properti yang digunakan yaitu

kain putih berjumlah empat. Pada adegan pengejaran kompeni ke Dusun

Sukowati properti yang digunakan adalah pistol laras panjang. Sedangkan

pada adegan di padepokan Ndruju, properti yang digunakan yaitu kayu

berbentuk segitiga yang dicat warna abu-abu. Kayu tersebut sebagai

simbol perbukitan.

Adegan perang properti yang digunakan yaitu tombak, tameng,

pedang, panah, busur, golok, keris, dan pistol. Pada adegan perjanjian

Giyanti, properti yang digunakan yaitu meja, gulungan kertas, pena, dan

tinta. Sedangkan pada adegan terakhir yaitu perjanjian Salatiga dan

perayaan kemenangan R.M,. Said. Properti yang digunakan yaitu

gulungan kertas, Payung Songsong Agung, bendera, dan umbul-umbul.

e) Setting

Setting yang digunakan dalam pertunjukan lakon SAAS yaitu

berbentuk visual gambar dan visual bergerak. Setting yang menggunakan

visual gambar yaitu rumah Eyang Sumonarso, Desa Nglaroh, Hutan Desa
Sukowati, padepokan Ndruju, dan Kadipaten Mangkunegara. Sedangkan
73

visual bergerak yaitu adegan awal, percintaan, perang pertama, perang

kedua di benteng Vredenburg, perjanjian Giyanti, dan perjanjian Salatiga.

Gambar 1.28 Setting visual bergerak adegan perang pertama


(Dokumentasi Sanggar Seni Kemasan)

Gambar 1.29 Setting adegan pembacaan teks perjanjian Salatiga


(Hasil tangkapan layar dari saluran youtube Ekokapti Creative Production)
BAB IV
METODE PENYUTRADARAAN BAMBANG SUGIARTO
DALAM LAKON SANG ADIPATI AGUNG SURAKARTA

Sutradara menurut Anirun (2001:10) adalah para penterjemah, para

guru, dan seniman kreatif. Harymawan (1998:63) mendefinisikan

sutradara adalah karyawan yang mengkordinasi segala unsur teater

dengan paham, kecakapan, serta dengan daya khayal yang intelegen

sehingga mencapai pertunjukan yang berhasil. Sementara Riantiarno

(2011:24) menyatakan bahwa sutradara sebagai pemimpin tunggal yang

merencanakan, memutuskan, mengarahkan, mewujudkan, dan

bertanggung jawab terhadap sebuah pertunjukan teater.

Berdasarkan pemaparan beberapa tokoh teater di atas, dapat

disimpulkan bahwa sutaradara merupakan pemeran utama yang

memegang seluruh aspek pertunjukan dari awal proses hingga tahap

pementasan, dan mengarahkan seluruh kemampuan yang ia miliki.

A. Unsur Tafsir Sutradara

Unsur tafsir sutradara berisi tentang gagasan sebelum menjadi

kenyataan teater. Sutradara berproses secara bersangkutan dengan

gagasan dasar atau teknis, untuk menguraikan tafsirannya supaya

menjadi jelasartinya (Anirun, 2002:89). Dalam hal ini sutradara memiliki

hak penuh untuk mentafsirkan naskah. Akan tetapi, sutradara harus

mempunyai pengetahuan yang memadai baik persoalan setting, tokoh,

serta elemen lain yang menyangkut pertunjukan.

74
75

Bambang Sugiarto memiliki beberapa cara dalam menguraikan

tafsiran naskah. Cara yang pertama adalah dengan menganalisis atau

membaca naskah. Cara kedua mengenali tokoh dan ketiga tafsir waktu.

Pada tahap membaca dan menganalisis naskah, Bambang Sugiarto

melihat terlebih dahulu naskahnya, apakah naskah tersebut merupakan

cerita fiktif, sejarah, atau adaptasi. Setelah mengenali isi cerita naskahnya,

Bambang Sugiarto kemudian mencari data dari buku, majalah, koran,

ataupun data wawancara yang menyangkut persoalan naskah tersebut.

Cara kedua mengenali tokoh, Bambang Sugiarto melihat cara ini


sangat penting bagi sutradara sebelum masuk ke dalam proses lainnya.

Jika sutradara mampu mengenali dan memahami tokoh tersebut, maka

tokoh itu akan hidup di dalam tubuh aktornya. Bambang Sugiarto

mengatakan bahwa dengan mengenali tokoh, jiwa sutradara akan masuk

ke dalam tokoh tersebut.

Tafsir Bambang Sugiarto dalam menguraikan nakah SAAS

berdasarkan kemampuan dan pengalaman yang ia miliki, serta dilandasi


dengan sumber data yang jelas. Menurut Bambang Sugiarto ide dasar

naskah SAAS diperoleh saat tahun 2018, Sanggar Seni Kemasan di undang

untuk mengisi acara Festival Kampung Kemlayan. Judul naskah asli

SAAS yaitu Sinuhun Banguntopo, kemudian Bambang mengganti judul

tersebut dengan Sang Adipati Agung Surakarta. Bambang Sugiarto

menafsirkan judul tersebut dengan melihat pesan yang disampaikan

dalam naskah SAAS.

Bambang Sugiarto membutuhkan waktu dua bulan lebih untuk

membuat naskah tersebut. Bambang Sugiarto harus mencari referensi

terlebih dahulu, baik teks naskah, data tertulis, ataupun mendengarkan

rekaman-rekaman pertunjukan kethoprak tentang R.M. Said. Setelah


76

semua data didapatkan, Bambang Sugiarto kemudian menafsirkan ulang

referensi yang ia dapatkan dan mengambil inti permasalahannya. Tafsir

Bambang Sugiarto terhadap lakon SAAS berbeda dengan tafsir sutradara

lain. Menurut Bambang Sugiarto yang membedakan pertunjukannya

dengan sutradara lain yaitu, jalan cerita lakon SAAS dibuat lebih panjang,

menghadirkan peristiwa geger pacinan, dan menceritakan masa kecil R.M.

Said bersama adiknya. Memberi dialog pada tokoh Eyang Sumonarso,

serta dialog R.M. Said yang menginginkan untuk dikuburkan di Giri

Bangun.
Naskah lakon SAAS menggambarkan perjuangan R.M. Said

melawan ketidakadilan Belanda. R.M. Said memperjuangkan hak orang

banyak yang telah ditindas oleh kompeni. R.M. Said dianggap sebagai

pemberontak bagi kompeni Belanda, PB II, dan Danureja. Akan tetapi,

dipihak Kiai Nuriman, Sutawijaya, Suradiwangsa, prajurit, dan

pengitunya R.M. Said dianggap sebagai pahlawan.

Bukan hanya persoalan perjuangan R.M. Said saja yang ingin


disampaikan Bambang Sugiarto, melainkan ia ingin berbicara tentang

perempuan. Bambang Sugiarto menggambarkan bahwa perempuan itu

bukan mahluk yang lemah, tetapi perempuan adalah mahluk yang kuat.

Hal itu ia gambarkan dengan tokoh Eyang Sumonarso. Eyang Sumonarso

merawat, mendidik, dan membesarkan R.M. Said untuk menjadi pribadi

yang kuat dalam menghadapi situasi apapun. Tafsiran Bambang Sugiarto

terhadap tokoh Eyang Sumonarso diperkuat dialog yang menyatakan

bahwa akan selalu melindungi dan mendampingi R.M. Said sampai

menjadi pemimpin. Walaupun pada akhirnya Bambang Sugiarto tidak

menghadirkan Eyang Sumonarso ketika R.M. Said diangkat menjadi

pangeran.
77

Kedua tafsir tersebut ingin Bambang Sugiarto sampaikan dalam

naskah SAAS yakni, perjuangan melawan ketidakadilan dan sosok

perempuan. Bambang Sugiarto menuturkan bahwa di balik perjuangan

R.M. Said yang begitu kuat, ada sosok perempuan di belakangnya yaitu

Eyang Sumonarso.

B. Perencanaan atau Praproduksi

Tahap perencanaan atau praproduksi, merupakan serangkaian

pekerjaan yang dilakukan sutradara sebelum turun ke lapangan. Tahapan

ini banyak menyita waktu dan tenaga, akan tetapi tidak semua sutradara

membuat perencanaan secara rinci seperti ini. Padahal jika seorang

sutradara menyiapkan dengan membuat catatan-catatan secara rinci

sebelum melakukan garapan, akan membuat proses latihan berjalan

dengan lancar dan tepat, dibandingkan dengan mengandalkan daya ingat

dan hanya menulis catatan-catatan kecil saja, dan lebih mengutamakan

improvisasi pada saat latihan (Anirun, 2002:93).

Anirun membagi tahap perencanaan menjadi beberapa tahapan

seperti: memilih naskah garapan, mengkaji naskah, penentuan versi dan

tipe produksi, pembuatan floor plan, penyiapan prompt book, proses desain

artistik, dan pemilihan pemain. Pembuatan perencanaan yang matang

sebelum melakukan garapan, akan mempermudah cara kerja sutradara

dan memperjelas pada saat proses produksi berjalan. Dengan

perencanaan yang matang maka daya tahan dalam menghadapi berbagai

kendalapun akan sangat kuat. Pemaparan tahapan perencanaan atau

praproduksi di atas, maka akan terbagi menjadi beberapa bagian.


78

1. Memilih Naskah Garapan

Proses memilih naskah garapan bagaikan sebuah perjalanan

memasuki kehidupan nyata, yang mana pemilihan itu harus cocok dan

sesuai yang kita sukai layaknya mencari istri idaman (Anirun,2002:95).

Naskah SAAS dipilih langsung oleh Wali Kota Surakarta yaitu F.X. Hadi

Rudyatmo. Pertemuan itu terjadi pada tahun 2018, F.X. Hadi Rudyatmo

Wali Kota Surakarta menghadiri undangan masyarakat untuk memberi

sambutan dalam acara festival kampung Kemlayan.

F.X. Hadi Rudyatmo mendatangi Bambang Sugiarto ketika acara

telah selesai. F.X. Hadi Rudyatmo kemudian mengatakan jatuh cinta

dengan pertunjukan dari Sanggar Seni Kemasan. Selain itu ia juga

mengatakan kekagumannya dengan sosok R.M. Said, walaupun hanya

melihat dari pertunjukan. Pertemuan singkat itu F.X. Hadi Rudyatmo

memilih Sanggar Seni Kemasan sebagai pengisi acara HUT Kota Surakarta

ke-275, memainkan naskah lakon SAAS. Bambang Sugiarto merasa

bahagia dan bersyukur karyannya dinikmati dan dihargai. Perjuangannya

tidak sia-sia dalam menulis dan menggarap cerita perjuangan R.M. Said.

2. Mengkaji Naskah

Naskah merupakan bahan pokok yang harus dikaji paling awal,

sebelum sutradara melakukan pilihan terhadap garapan. Naskah memuat

berbagai hal yang perlu dikaji dan ditelusuri perkembangannya dengan

melihat adegan demi adegan setelah dibaca secara menyeluruh (Anirun,

2002:95). Tujuan dari mengkaji naskah yaitu mengatahui isi atau misi

yang terkandung dalam naskah. Oleh karena itu pengkajian naskah ini
79

akan meliputi: pengkajian adegan, penokohan, hubungan antar tokoh,

alur, dan tujuan naskah.

A. Pengkajian Adegan

Naskah SAAS memiliki tiga babak dengan dua belas adegan di

dalamnya. Pada setiap adegan memiliki tujuan yang berbeda. Pembagian

adegan tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

1) Babak pertama

Babak pertama merupakan babak pengenalan, yang mana memiliki

tujuh adegan berbeda. Adegan pertama merupakan adegan pembuka atau

pengantar. Adegan diawali dengan menceritakan tentang peristiwa geger

pacinan. Peristiwa tersebut merupakan awal perjuangan R.M. Said

melawan Belanda.

Adegan pertama menceritakan konflik besar yang ada dalam lakon

SAAS. Konflik besar lakon SAAS digambarkan dengan pertemuan antara

PB II, Danureja, dan Hohendorf. Danureja dengan sengaja memfitnah


untuk Pangeran Arya Mangkunegara dihadapan PB II. Ia mengatakan

bahwa Arya Mangkunegara menolak perintah PB II. Peristiwa

kebohongan itu membuat Arya Mangkunegara disingkirkan dari keraton

Kartasura. Adegan masa lalu ini memiliki tujan untuk memberikan

gambaran kepada penonton tentang konflik yang dialami R.M. Said.

Adegan kedua dalam babak pertama lakon SAAS, terdapat dua

peristiwa yang berbeda. Peristiwa pertama dalam adegan kedua yaitu

R.M. Said tersadar dari renungannya. Ia teringat peristiwa kebohongan

yang dilakukan Danureja terhadap ayahnya. Peristiwa kedua


menceritakan masa kecil R.M. Said bersama kedua adiknya yakni Ambiya
80

dan Sabar di keraton Kartasura. Selain menceritakan masa kecil bersama

adiknya, adegan ini menjadi pengantar kedekatan Suradiwangsa dan

Sutawijaya dengan R.M. Said.

Adegan ketiga lakon SAAS menceritakan masa dewasa R.M. Said.

Adegan ini masih terkait dengan adegan sebelumnya. Adegan ini

menceritakan tokoh Eyang Sumonarso memberi nasihat kepada R.M. Said

untuk selalu bersabar dan kuat dalam menjalani cobaan dalam hidupnya.

Ia berpesan kepada Suradiwangsa dan Sutawijaya supaya mendampingi

R.M. Said. R.M.


Adegan keempat menceritakan suasana di Desa Nglaroh yang

tenang, damai, dan sejahtera. Suasana tersebut digambarkan dengan

anak-anak yang sedang bermain, serta prajurit sedang berlatih. Kiai

Nuriman memberikan nasihat kepada prajuritnya supaya waspada dan

siaga. Kemudian datang Suradiwangsa dan Sutawijaya memberi kabar

tentang Pangeran Mangkubumi meninggalkan keraton Kartasura. Alasan

Pangeran Mangkubumi pergi dari keraton Kartasura yakni, tanah yang


telah diberikan kepada Pangeran Mangkubumi direbut kembali oleh PB II.

Adegan kelima naskah SAAS, menceritakan R.M. Said sedang

bermadu kasih dengan istrinya yakni Matah Ati. R.M. Said merasa

bahagia karena Matah Ati selalu mendampinginya. Pada adegan ini

Matah Ati menginginkan untuk ikut mendamping R.M. Said di medan

perang. R.M. Said merasa cemas dengan keputusan istrinya tersebut.

Matah Ati mengatakan alasannya ikut perang yaitu sebagai bentuk bakti

seorang istri kepada suami yang berjuang menegakkan keadilan.

Kemudian datang Suradiwangsa dan Sutwaijaya. Mereka mengabarkan

terkait prajuritnya yang telah berlatih dan siap untuk perang. R.M. Said

merasa senang mendengar hal itu dan menyampaikan pesan kepada


81

prajuritnya. Pesan pertama yaitu harus saling memiliki, kedua harus

berani mawas diri, dan yang terakhir wajib menjaga satu sama lain.

Adegan keenam naskah lakon SAAS, menggambarkan kondisi

pemerintahan keraton Kartasura semakin kacau karena dikuasi Belanda.

Selain menceritakan kekacauan keraton Kartasura. Adegan ini juga

menceritakan pelarian Pangeran Mangkubumi ke Dusun Sukowati.

Dalam pelariannya Pangeran Mangkubumi menyayangkan sikap dari PB

II yang kurang tegas atas kepemimpinannya. Pangeran Mangkubumi juga

berjanji untuk merebut tanah yang telah dirampas oleh PB II.


Adegan ketujuh naskah lakon SAAS menceritakan Ki Ajar Adirasa

mengundang R.M. Said ke Padepokan Druju. Ki Ajar Adirasa ingin

menyampaikan pesan dari nenek R.M. Said. Pesan itu berisi tentang bulan

jatuh, kemudian diambil oleh Pangeran Mangkubumi dan ia memakan

sesisih. Bulan sesisih itu kemudian terbang, lalu jatuh ditemukan R.M.

Said yang kemudian Ia makan bulan itu. Maksud dari mimpi tersebut

yaitu, Pangeran Mangkubumi akan menjadi raja dan R.M. Said menjadi
senopati.

2) Babak Kedua

Babak kedua merupakan puncak permasalah naskah lakon SAAS.

Adegan di awali dengan R.M. Said yang telah selesai bertapa. Ia merasa

bahagia lantaran mendapat kepercayaan dengan diberikan dua pusaka

yaitu bendera dan selongsong tambur. R.M. Said mendapat semangat

baru ketika bertapa di Giri Bangun, ia kemudian memberi wasiat kepada

pengikutnya untuk dimakamkan di Giri Bangun. Tidak lama berselang,

terdengar suara dari kejauhan mengatakan bahwa kompeni Belanda

sudah mengepung Dusun Sukowati.


82

Adegan di atas merupakan puncak awal dari permasalahan SAAS.

Puncak akhir dari adegan ini yaitu bertemunya R.M. Said dengan

Pangeran Mangkunegara di Dusun Sukowati. Terjadilah perang antara

Pangeran Mangkubumi yang dibantu R.M. Said dengan pasukan Belanda.

Puncak akhir peristiwa lakon SAAS menelan banyak korban dari pihak

Pangeran Mangkubumi dan R.M. Said. Tumenggung setia Pangeran

Mangkubumi yakni Wira Widagdo menjadi korban dalam peristiwa

tersebut.

Adegan kedua menceritakan peristiwa perjanjian Giyanti. Adegan


ini menceritakan tentang pihak kompeni memecah wilayah Mataram

menjadi dua bagian. Bagian pertama Pangeran Mangkubumi mendapat

wilayah Yogyakarta sebagai pusat pemerintahannya, yang kemudian ia

mendapatkan gelar Sultan Hamengku Buwana. Sedangkan bagian kedua

wilayah Surakarta yang dipimpin oleh Paku Buwana. Akan tetapi di sisi

lain pasukan Belanda menyerang tempat kediaman R.M. Said di Desa

Nglaroh. Pasukan Belanda secara kejam membunuh, membakar dan


menjarah masyarakat Desa Nglaroh yang tidak bersalah.

3) Babak Ketiga

Babak ketiga naskah lakon SAAS merupakan babak penyelesaian.

Adegan diawali dengan menceritakan R.M. Said beserta pengikutnya

sedang beristirahat di sebuah tempat yang jauh dari jangkauan pasukan

Belanda. Dalam adegan ini R.M. Said mulai putus asa, karena pihak

Belanda sudah berhasil memecah wilayah Mataram. Suradiwangsa dan

Sutawijaya kemudian menasihati R.M. Said yang sedang putus asa.

Mereka meyakinkan R.M. Said tentang tujuan utamanya yaitu

menegakkan keadilan. Mendengarkan nasihat dari Suradiwangsa dan


83

Sutawijaya, R.M. Said kemudian bangkit dan memberi semangat

pengikutnya. Kemudian R.M. Said mengatur siasat ulang dengan

merencanakan strategi penyerangan ke markas Belanda yang berada di

Yogyakarta.

Babak penyelesaian naskah lakon SAAS digambarkan dengan

penyerangan R.M. Said ke Benteng Vredenburg dan membunuh semua

pasukan Belanda. Tindakan tersebut membuat khawatir pihak Belanda,

keraton Surakarta, dan Yogyakarta. Akibat peritiwa tersebut pihak

Belanda melancarkan kembali aksi pecah belahnya. Belanda kembali


mengadakan sebuah perjanjian yang disebut perjanjian Salatiga.

Adegan terakhir dari babak penyelesaian naskah lakon SAAS

menceritakan isi dari perjanjian Salatiga. Penyelesaian naskah lakon SAAS

berakhir dengan kebahagiaan. R.M. Said mendapat wilayah di Surakarta.

Wilayah itu disebut Kadipaten Mangkunegara, R.M. Said diangkat

menjadi pangeran dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara.

B. Penokohan

Penokohan adalah bahan yang paling aktif untuk menggerakkan

alur dan tokoh dalam jiwa aktor (Satoto,1985:44). Sedangkan tokoh

merupakan pelaku atau pemegang peran dalam sebuah cerita, yang

bertugas menjalin peristiwa agar terjadi sebuah cerita (Satoto,2002:40).

Naskah lakon SAAS yang ditulis dan disutradarai oleh Bambang Sugiarto,

memiliki dua belas tokoh yang masing-masing tokoh memiliki karakter

berbeda. Kedua belas tokoh tersebut yaitu R.M. Said, Suradiwangsa, dan

Sutawijaya sebagai tokoh utama atau tokoh protagonis dalam lakon

SAAS. Tokoh penentang atau antagonis adalah PB II, Danureja, dan

Hohendorff. Tokoh penengah atau tritagonis yaitu Matah Ati, Pangeran


84

Mangkubumi, Ki Ajar Adirasa, dan Wira Widagdo. Sedangkan tokoh

peran pembantu yaitu Kiai Nuriman dan Eyang Sumonarso.

Ke duabelas tokoh tersebut memiliki karakter yang jelas dan

memiliki hubungan dari masing-masing tokohnya. Bambang Sugiarto

juga memunculkan beberapa tokoh tambahan dalam naskah SAAS seperti

tokoh prajurit, anak-anak, pasukan Belanda, dan masyarakat. Bambang

Sugiarto memunculkan duabelas tokoh tersebut berdasarkan riset yang ia

dapatkan di lapangan, baik membaca, wawancara, ataupun menonton

dokumentasi. Dari pencarian risetnya, Bambang Sugiarto juga


memunculkan tokoh R.M. Said saat kecil bersama adiknya yaitu Ambiya

dan Sabar. Bambang Sugiarto juga memunculkan tokoh Suradiwangsa

dan Sutawijaya pada masa kecil. Menurut Bambang Sugiarto,

memunculkan tokoh masa kecil Suradiwangsa dan Sutawijaya sebagai

pengantar kedekatan mereka sehingga menjadi pengikut setia R.M. Said.

C. Hubungan Antar Tokoh

Hubungan ke duabelas tokoh lakon SAAS tentunya memiliki

hubungan kedekatan yang berbeda, baik hubungan secara keluarga,

maupun hubungan persahabatan. R.M. Said yang menjadi tokoh utama

dalam lakon SAAS memiliki hubungan yang sangat banyak kepada

sebelas tokoh SAAS. R.M. Said merupakan cucu Eyang Sumonarso, suami

Matah Ati, keponakan Pangeran Mangkubumi, menantu Kiai Nuriman,

kakak dari Sabar, Ambiya, serta sahabat Suradiwangsa dan Sutawijaya.

Tokoh PB II, merupakan pemimpin keraton Surakarta dan raja dari

Danureja. Tokoh Danureja merupakan patih dari PB II, serta kakek dari

tokoh Sutawijaya. Tokoh Hohendorff merupakan penasihat dan orang

kepercayaan PB II serta pemimpin pasukan Belanda.


85

Tokoh Suradiwangsa merupakan penasihat R.M. Said dan sahabat

dari Sutawijaya. Suradiwangsa juga sudah dianggap sebagai cucu oleh

Eyang Sumonarso. Tokoh Sutawijaya memiliki hubungan keluarga

dengan Daruneja. Sutawijaya merupakan cucu dari tokoh Danureja. Selain

itu Sutwaijaya juga seorang panglima perang dari R.M. Said. Tokoh Matah

Ati merupakan istri R.M. Said dan anak dari Kiai Nuriman. Pangeran

Mangkubumi merupakan paman R.M. Said. Pangeran Mangkubumi juga

raja dari Wira Widagdo. Tokoh Wira Widagdo memiliki hubungan

dengan tokoh Pangeran Mangkubumi, ia merupakan Tumenggung setia


Pangeran Mangkubumi.

Hubungan antar tokoh juga terjadi pada tokoh peran pembantu.

Tokoh Kiai Nuriman merupakan ayah dari Matah Ati, serta guru, dan

mertua R.M. Said. Tokoh Eyang Sumonarso merupakan nenek R.M. Said,

istri Sunan Amangkurat, serta memiliki hubungan dengan Pangeran

Mangkubumi dan PB II. Tokoh terakhir yaitu Ki Ajar Adirasa, ia

merupakan orang kepercayaan istri Sunan Amangkurat yaitu nenek dari


R.M. Said.

D. Alur

Alur merupakan rangkaian jalan cerita atau urutan adegan dalam

sebuah cerita drama, yang di dalamnya saling berkaitan berdasarkan

sebab akibat. Secara umum alur atau plot terbagi menjadi tiga jenis, jenis

pertama yaitu alur maju, kedua alur mundur, dan yang terakhir alur

campuran. Dalam naskah lakon SAAS, Bambang Sugiarto tidak

menjelaskan persoalan alur yang ia gunakan. Akan tetapi jika dilihat

berdasarkan struktur dramatik, lakon SAAS menggunakan alur

campuran. Alur campuran tersebut dilihat dari beberapa adegan seperti:


86

menghadirkan peristiwa geger pacinan, adegan masa kecil R.M. Said, dan

menceritakan ulang peristiwa fitnah yang dilakukan Danureja terhadap

Pangeran Arya Mangkunegara. Bambang Sugiarto juga menghadirkan

peristiwa masa sekarang R.M ketika bersama Eyang Sumonarso,

Suradiwangsa, dan Sutawijaya.

Bambang Sugiarto ketika menulis naskah lebih tertarik dan senang

untuk menggabungkan alur cerita masa lalu dengan masa sekarang. Hal

itu didasari karena Bambang Sugiarto menginginkan pertunjukan yang

berbeda dari sutradara lain. Selain itu Bambang Sugiarto juga ingin
penonton paham tentang cerita yang ia sajikan. Menurut Bambang

Sugiarto sutrdara yang baik adalah sutradara yang mampu dan bisa

memahamkan pertunjukan yang ia sajikan kepada penonton.

E. Tujuan Naskah

Tujuan Bambang Sugiarto sebagai sutradara dalam menyampaikan

pesan naskah lakon SAAS yakni untuk mengenalkan sosok R.M. Said

kepada penonton sebagai sosok pejuang. Pesan utama yang ingin

disampaikan dalam naskah lakon SAAS yaitu bagaimana sosok R.M. Said

yang dianggap pemberontak oleh pihak Belanda, akan tetapi dipihak

pengikutnya R.M. Said sebagai pahlawan karena memperjuangkan

keadilan untuk masyarakat. Pada intinya Bambang Sugiarto ingin

menyampaikan pesan dalam naskah SAAS yakni tentang perjuangan R.M.

Said melawan penindasan yang dilakukan kompeni.

Pesan kedua yang ingin disampaikan Bambang Sugiarto melalui

naskah SAAS yaitu sosok perempuan. Bambang menuturkan bahwa

perempuan adalah makhluk yang kuat dan bukan makhluk yang lemah.

Sosok tersebut Bambang Sugiarto gambaran dalam karakter tokoh Eyang


87

Sumonarso. Bambang Sugiarto menjelaskan bahwa karakter Eyang

Sumonarso yang merupakan perempuan kuat. Ia mampu membesarkan

R.M. Said yang memiliki karakter yang baik, bijaksana, dan kuat

menerima keadaannya.

3. Menentukan Versi dan Tipe Produksi

Sutradara bertanggung jawab secara penuh untuk menentukan

sikap dan pilihan dalam rangkah mentransformasikan sebuah naskah

kedalam bentuk pertunjukan. Beberapa pertanyaan terkait keputusan

yang harus diambil sutradara yaitu, apakah naskah akan dibawakan

secara utuh atau ada pemotongan, apakah cerita akan dibawakan dalam

bentuk saduran, dan pemilihan gaya produksi (Anirun, 2002;95-96).

Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan pertanyaan untuk sutradara

sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas pertunjukannya.

Naskah lakon SAAS merupakan naskah yang ditulis dan

disutradarai oleh Bambang Sugiarto. Naskah lakon SAAS merupakan

naskah yang pernah Bambang Sugiarto pentaskan dengan judul yang

berbeda yaitu Sinuhun Banguntopo. Kemudian Wali Kota Surakarta yakni

F.X. Hadi Rudyatmo memberi amanat kepada Bambang Sugiarto untuk

mementaskan pertunjukan tersebut dalam acara HUT Kota Surakarta.

Bambang Sugiarto menjelaskan bahwa ia menggarap secara utuh naskah

SAAS tanpa adanya perubahan di dalam adegennya. Namun sebelum

memasuki proses latihan, Bambang Sugiarto harus membedah kembali

naskah tersebut.

Dalam proses penggarapan naskah lakon SAAS, Bambang Sugiarto

memberikan perubahan dalam segi teknis seperti artistik dan menambah

beberapa pemain. Perubahan tersebut dilakukan Bambang Sugiarto agar


88

pertunjukannya tidak kalah dengan besarnya tempat pertunjukan. Pada

saat proses latihan awal yaitu reading, Bambang Sugiarto juga mengganti

beberapa kata dan kalimat untuk memudahkan aktor dalam memahami

karakter yang mereka mainkan. Perubahan tersebut dilakukan Bambang

Sugiarto tanpa merubah isi dari dialog. Bambang Sugiarto menjelaskan

perubahan yang terjadi pada saat proses latihan bisa dianggap sebagai ke

wajaran, akan tetapi proses perubahan tersebut harus mengacu pada versi

naskah aslinya tanpa merubah isi di dalamnya.

Proses perubahan lain yang dilakukan Bambang Sugiarto dalam


penggarapan naskah lakon SAAS yaitu mengganti judul naskah.

Pencarian yang dilakukan Bambang Sugiarto dalam mengganti judul yang

awalnya Sinuhun Banguntopo menjadi SASS. Penggantian tersebut

membutuhkan waktu satu bulan sebelum proses latihan berlangsung.

Pergantian judul tersebut dilakukan lantaran Bambang Sugiarto ingin

menguatkan pesan di dalamnya melalui tokoh R.M. Said yang berjuang

melawan ketidakadilan. Perubahan lain yang dilakukan Bambang


Sugiarto yaitu menambah durasi pertunjukan menjadi panjang tanpa

merubah isi dari naskah dan tetap mengacu pada versi naskah asli. Dalam

proses penambahan durasi, Bambang Sugiarto menambahkan unsur tari

dan nyanyian di dalamnya. Perubahan tersebut dilakukan untuk

mensiasati ruangan yang berbeda dengan pertunjukan sebelumnya.

Pemilihan tipe produksi yang dilakukan Bambang Sugiarto pada

lakon SAAS yaitu dengan menggunakan naskah dan cerita asli sesuai

dengan naskah SAAS, tanpa adanya adaptasi ataupun saduran. Proses

penggarapan naskah SAAS, Bambang Sugiarto tidak melakukan

pemotongan ataupun penyuntingan di dalamnya. Walaupun Bambang

Sugiarto tidak melakukan pemotongan ataupun penyutingan pada


89

naskahnya, akan tetapi Bambang Sugiarto memberikan beberapa

perubahan teknis menyangkut artistik. Hal tersebut dilakukan Bambang

Sugiarto sebagai sutradara agar penonton bisa menikmati pertunjukan

yang ia sajikan. Bambang Sugiarto menjelaskan bahwa sutradara yang

baik adalah sutradara yang dekat dengan penonton.

Pemilihan tipe produksi terakhir yaitu pemilihan gaya produksi.

Bambang Sugiarto menjelaskan gaya yang dipilih dalam penggarapan

lakon SAAS yaitu gaya campuran antara teater modern dengan teater

tradisional. Gaya tersebut biasa diterapkan Bambang Sugiarto dalam


menggarap pementasannya. Kedua tipe gaya tersebut diterapkan

Bambang Sugiarto untuk mempermudah penonton dalam memahami

pertunjukan. Penerapan gaya tersebut juga bertujuan untuk membuat

pertunjukan Bambang Sugiarto berbeda dengan pertunjukan sutradara

lain.

Gaya modern yang dimaksud Bambang Sugiarto yaitu gaya

konvensional dengan menggunakan kaidah-kaidah seni pertunjukan yang


biasa diterapkan dalam pementasan teater modern. Kaidah-kaidah

tersebut dijelaskan Bambang Sugiarto seperti adanya teks naskah, adanya

pembatas antara pemain dan penonton, serta peristiwa yang terjadi ada

sebab akibat yang jelas di dalamnya. Sedangkan gaya teater tradisonal

yang dimaksud Bambang Sugiarto yaitu unsur-unsur yang biasa

digunakan pertunjukan kethoprak. Unsur tersebut menyangkut plot yang

menggunakan campuran, unsur dialog yang masih menggunakan bahasa

Jawa, serta peristiwa yang terjadi tidak menggunakan sebab akibat yang

jelas.
90

4. Pembuatan Floor-Plan

Pembuatan floor-plan merupakan perencanaan ruang permainan

yang diuraikan dari naskah, berdasarkan kebutuhan suasana atau setting

panggung. Pembuatan floor-plan perlu dilakukan, karena akan menjadi

landasan kerja sutradara beserta tim pelaksana lain (Anirun, 2002:96-97).

Pembuatan floor-plan menurut Bambang Sugiarto sangat penting

dilakukan, karena hal tersebut untuk mengurangi dan mensiasati

kejadian-kejadian di luar dugaan Bambang Sugiarto sebagai sutradara.

Bambang Sugiarto juga menjelaskan pentingnya pembuatan floor-plan

karena proses penggarapan naskah lakon SAAS merupakan proses yang

melibatkan banyak orang dengan berbagai macam pemikiran. Maka dari

itu perlu persiapan yang matang untuk menyatukan gagasan tersebut.

Pembuatan floor-plan untuk proses lakon SAAS, Bambang Sugiarto

yang dibantu asisten sutradaranya membutuhkan waktu kurang lebih

satu bulan untuk pembuatannya. Bambang Sugiarto dalam pembuatan

floor-plan untuk lakon SAAS, tidak asal-asalan dan instan dalam

pembuatannya. Perencanaan untuk lakon SAAS menyangkut

pembedahan naskah, mengenai setting panggung ataupun latar peristiwa,

penataan cahaya, kostum, make up, serta iringan.

Menurut Bambang Sugiarto pembuatan floor-plan tersebut nantinya

akan berguna sebagai acuan bagi dirinya sebagai sutradara dan semua tim

yang terlibat pertunjukan. Bambang Sugiarto juga menambahkan bahwa

floor-plan yang ia buat tidaklah kaku. Jika pada saat proses latihan pemain

ataupun tim yang terlibat memberikan kretivitas yang inovatif maka

perubahan bisa terjadi. Keterangan pembuatan floor-plan untuk lakon

SAAS, Bambang Sugiarto hanya menggambarkan secara garis besar yang


91

ingin ia sampaikan sebagai sutradara. Gambaran-gambaran tersebut

menjadi acuan untuk semua tim yang terlibat dalam berkretivitas

membuat sesuai gambaran yang diinginkan Bambang Sugiarto sebagai

sutradara. Dalam hal ini Bambang Sugiarto membebaskan semua timnya,

baik pemain ataupun tim artistik untuk berkreativitas berdasarkan floor-

plan yang ia buat.

5. Penyiapan Prompt Book

Prompt book merupakan catatan khusus yang dipegang sutradara,

untuk memudahkan kerjanya dalam mengatur pemain ataupun tim yang

terlibat. Catatan-catatan yang sutradara tulis pada umumnya memakai

teks naskah yang sedang dimainkan.

Prompt book adalah catatan khusus untuk pegangan sutradara,


didalamnya terdapat catatan teknis mengenai berbagai hal
antara lain: teknik penekanan, tempo, blocking, properti yang
digunakan, penataan suara, penataan cahaya dan sebagainya.
Prompt book diisi sutradara sebelum dan selama
berlangsungnya latihan, semakin dekat hari pertunjukan maka
semakin banyak catatan-catatan sesuai dengan perkembangan
konsep dan ide-ide pertunjukan yang perlu dibakukan
(Anirun,2002:97).

Seperti halnya pembuatan floor-plan, dalam proses lakon SAAS

Bambang Sugiarto juga menyiapkan catatan-catatan khusus untuk dirinya

sebagai sutradara. Bambang Sugiarto menjelaskan bahwa pembuatan

prompt book atau catatan sutradara sangat penting. Hal itu sebagai tanda

dan pengingat sutradara pada saat proses sedang berjalan. Bambang

Sugiarto membuat catatan khususnya itu di buku kecil. Catatan tersebut

berisi tentang gambaran-gambaran umum terkait teknis pertunjukan.


Bambang Sugiarto tidak menuliskan secara detail terkait teknis
92

pertunjukan. Menurutnya catatan terkait teknis pertunjukan memang

tidak ia buat secara detail, lantaran ketika proses sudah berjalan pasti

akan ada perubahan dan pengembangan dari dirinya sebagai sutradara,

pemain, maupun pendukung yang terlibat. Oleh sebab itu catatan yang

dibuat Bambang Sugiarto merupakan catatan yang memberikan

gambaran umum terkait teknis pertunjukan, sebagai patokan dirinya dan

tim pada saat proses berjalan.

Tidak hanya Bambang Sugiarto sebagai sutradara yang memiliki

catatan khusus untuk menunjang kerjanya. Dalam tahapan ini Bambang


Sugiarto juga menekankan kepada aktor beserta timnya untuk membuat

catatan khusus sebagai penunjang kebutuhan mereka. Selain sebagai

penunjang, Bambang Sugiarto juga membiasakan proses yang mereka

lakukan bisa terjalin secara bersama dengan adanya diskusi dari ide dan

pemikiran aktor maupun pendukung. Walaupun pada akhirnya Bambang

Sugiarto yang akan menentukan apakah pemikiran tersebut terpakai atau

tidaknya. Setidaknya dalam proses tersebut terjadi kerjasama antara


sutradara, aktor, dan pendukung lainnya.

6. Proses Desain Artistik

Proses desain artistik merupakan proses perencanaan atau

pembuatan kerangka berdasarkan ide dasar gagasan sutradara. Aspek

artistik tersebut mencangkup aspek peralatan panggung, perlengkapan

yang dibawa pemain, kostum, penataan cahaya, serta efek-efek khusus

yang berhubungan dengan kepentingan artistik (Anirun,2002:97).

Bambang Sugiarto sebagai sutradara membebaskan penata artistik untuk

berkreativitas sesuai dengan ide dan gagasan mereka. Akan tetapi

kebebasan tersebut sesuai dengan dasar dari ide pemikirannya. Tim


93

artistik hanya sebagai tim yang merealisasikan ide dan gagasan dari

sutradara sesuai dengan tafsiran mereka. Bambang Sugiarto juga selalu

memantau proses pembuatan desain artistik. Jika ia merasa tidak cocok

dengan konsep yang ditawarkan oleh timnya, maka Bambang Sugiarto

akan mencari solusi lain dengan memecahkan masalah bersama dengan

tim.

Artistik yang digunakan dalam pertunjukan lakon SAAS memiliki

banyak aspek didalamnya, antara lain: set yang berbentuk media visual,

peralatan panggung, perlengkapan panggung, kostum, pencahayaan, dan


musik. Proses desain latar visual menurut Budi Riyanto sebagai asisten

sutradara, membutuhkan waktu kurang lebih dua bulan pengerjaan.

Proses pengerjaan desain visual mengalami enam kali perbaikan karena

hal tersebut belum sesuai dengan keinginan Bambang Sugiarto sebagai

sutradara. Sampai pada proses desain yang ketujuh, akhirnya Bambang

Sugiarto menyepakati konsep yang diberikan tim desain visual.

Proses desain kostum dilakukan sendiri oleh Bambang Sugiarto


sebagai sutradara yang dibantu oleh Tarjo W Kusumo sebagai

penanggung jawab. Proses desain tersebut dilakukan Bambang Sugiarto

selama dua bulan. Ia melakukan banyak riset dengan mencari referensi

tentang kostum sebagai identitas tokoh. Proses pencarian tersebut juga

berlangsung selama proses latihan berjalan. Sampai pada akhirnya hari

keempat sebelum pertunjukan dimulai, Bambang Sugiarto dapat

menemukan kecocokan kostum untuk masing-masing tokoh. Proses

desain kostum yang dilakukan Bambang Sugiarto bukanlah proses yang

berbentuk sebuah gambaran pakaian, melainkan berbentuk tulisan yang

telah dipikirkan Bambang Sugiarto berdasarkan risetnya.


94

Proses desain pencahayaan membutuhkan waktu dua minggu

dalam proses pembuatan kerangkanya. Menurut Hengky sebagai penata

cahaya, Bambang Sugiarto membebaskan dirinya untuk berkreativitas

sesuai dengan gambaran yang telah diberikan sutradara. Dalam proses

pembuatan desain pencahayaan tidak ada kendala yang berarti lantaran

terjadi diskusi yang cukup intens di antara keduanya.

Proses desain yang terakhir yaitu desain musik. Menurut Lumbini

sebagai penanggung jawab musik, proses desain musik membutuhkan

waktu dua minggu untuk proses pengerjaannya. Bambang Sugiarto


sebagai sutradara mempercayakan iringan musik kepada Lumbini. Akan

tetapi hal tersebut juga berdasarkan ide awal dari Bambang Sugiarto, yang

kemudian direalisasikan oleh Lumbini berdasarkan tafsirannya.

7. Pemilihan Pemain

Pemilihan pemain merupakan saat-saat terpenting dari seluruh

perjalanan produksi, karena hasil dari proses pemilihan itu akan

menentukan berhasil tidaknya pergelaran yang kita tuju (Anirun,2002:97).

Bambang Sugiarto merupakan tipe sutradara yang memang sudah

memikirkan terlebih dahulu aktornya pada saat proses penulisan naskah.

Cara itu dilakukan Bambang Sugiarto untuk mensiasati proses yang

membutuhkan waktu singkat. Beberapa tokoh yang memang sudah

dipikirkan terlebih dahulu aktornya, antara lain: R.M. Said, Suradiwangsa,

Sutawijaya, Mangkubumi, Wira Widagdo, dan Ki Ajar Adirasa.

Selain beberapa tokoh di atas yang memang sudah dipikirkan oleh

Bambang Sugiarto pada saat penulisan naskah, ia juga melakukan proses

pemilihan aktor. Proses pemilihan itu dengan cara mengumpulkan

beberapa orang yang terbiasa ikut kegiatan Sanggar Seni Kemasan,


95

kemudian menunjuk satu per-satu untuk membaca dialog dari tokoh yang

belum terpilih. Proses pemilihan pemain tersebut membutuhkan waktu

satu minggu untuk memilih aktor memerankan tokoh lakon SAAS.

Pertunjukan naskah lakon SAAS merupakan pertunjukan yang

berbeda dari pertunjukan sebelumnya. Dalam pertunjukan ini Bambang

Sugiarto membutuhkan banyak pemain tambahan untuk mensiasati

kekosongan ruang pertunjukan yang cukup luas. Peran tambahan yang

dibutuhkan antara lain, warga (dewasa, anak-anak, dan orang tua),

prajurit, pasukan Belanda, dan penari. Proses pemilihan itu dilakukan


Bambang Sugiarto dengan memanfaatkan anggota Sanggar Seni Kemasan

baik anak-anak maupun orang tuanya, untuk ikut andil dalam peran.

Setelah semua anggota Sanggar Seni Kemasan sudah ikut andil, barulah

Bambang Sugiarto mengajak beberapa kelompok, sanggar, dan instansi

seperti kampus ISI Surakarta, serta pejabat pemerintah di Desa Kepatihan.

Tujuan dari Bambang Sugiarto yakni supaya terjalin komunikasi yang

baik antara sanggar dan instansi pemerintah, serta bisa merasakan


kebahagiaan yang sama seperti yang dirasakan anggota-anggota Sanggar

Seni Kemasan.

C. Proses Produksi

Proses produksi merupakan tahap dimulainya proses latihan

sampai pada pementasan. Pada tahap ini seluruh unsur produksi

pementasan mulai bekerja secara efektif, baik bidang artistik maupun non

artistik. Semua unsur yang turut mendukung terlaksananya sebuah

pertunjukan mulai melakukan kegiatan sesuai jadwal yang telah


disiapkan sebelumnya (Anirun,2002:115). Pada proses produksi ini,
96

Anirun membagi tahapan produksi menjadi beberapa bagian yang

meliputi: tahap fondasi atau dasar, tahap memberi isi, tahap

pengembangan, tahap pemantapan, rehearshal, dan tahap pementasan.

1. Tahap Fondasi atau Dasar

Tahap fondasi atau dasar merupakan tahap yang terpenting dari

bangunan lakon yang sedang diproses. Tahap ini terdiri dari beberapa

tahapan, antara lain: tahapan pengenalan, pemahaman, penjajagan

meliputi: latihan membaca, dan blocking (Anirun,2002:115).

Tahap pertama yang dilakukan Bambang Sugiarto pada proses

produksi lakon SAAS setelah melakukan seleksi pemain adalah

pengenalan naskah. Metode Bambang Sugiarto dalam mengenalkan dan

memahamkan isi naskahnya adalah dengan cara wos. Wos merupakan

pengenalan terhadap naskah dengan cara bercerita. Istilah wos yang

digunakan Bambang Sugiarto berasal dari istilah teater tradisi yakni

kethoprak. Proses wos yang dilakukan Bambang Sugiarto berdasarkan

penelitian yang ia lakukan, serta pembedahan secara internal bersama

asisten sutradara dan pimpinan produksi. Metode tersebut sudah terbiasa

dilakukan Bambang Sugiarto, dan sangat efektif untuk mempersingkat

waktu. Dalam hal ini sutradara harus memiliki pengetahuan yang penuh

terkait aspek dan kecenderungan yang berkembang di sekitarnya, serta

sutradara harus benar-benar memahami isi dari naskah.


97

Tahapan pengenalan yang dilakukan Bambang Sugiarto terhadap

naskah SAAS yaitu mengumpulkan terlebih dahulu semua

pendukungnya, baik pemain, artistik, ataupun keproduksian. Sebelum

bercerita Bambang Sugiarto menekankan kepada pendukungnya untuk

membuat catatan terkait cerita yang ia sampaikan, karena semua tim yang

terlibat dalam pertunjukan lakon ini harus paham apa isi dari naskah.

Walaupun konsep artistik sudah Bambang Sugiarto sampaikan kepada

setiap divisinya, akan tetapi ia juga menginginkan semua tim untuk ikut

dalam pengenalan dan pemahaman terhadap naskah.

Bambang Sugiarto menceritakan isi dari lakon SAAS, meliputi: asal

muasal cerita, adegan, silsilah tokoh, hubungan antar tokoh, serta pesan

yang ingin disampaikan. Gading Suryadmaja selaku pimpinan produksi

dan pemain menjelaskan bahwa Bambang Sugiarto dalam bercerita atau

wos sangatlah rinci dan mendalam. Sehingga ia bisa merasakan benar-

benar mengalami peritiwa tersebut. Gading Suryadmaja menjelaskan

bahwa cerita yang disampaikan Bambang Sugiarto tidak hanya pada

naskah lakon SAAS saja. Cara itu juga sering kali digunakan pada

pertunjukan Bambang Sugiarto sebelumnya.

Proses pengenalan naskah lakon SAAS membutuhkan waktu dua

hari. Hari pertama Bambang Sugiarto menceritakan tentang naskah, dan

pada kedua untuk berdiskusi antara pemain, tim artistik, dan sutradara.

Pada dasarnya diskusi yang dilakukan Bambang Sugiarto bertujuan untuk


98

memberikan rasa kepercayaan antara sutarada, aktor, dan timnya,

lantaran terlibat dalam menyampaikan ide dan gagasannya. Dengan

begitu pertunjukan akan berjalan secara baik dengan misi dan tujuan yang

sama.

Proses kedua setelah proses pengenalan dan pemahaman naskah

yakni proses latihan membaca atau proses reading. Bambang Sugiarto

memiliki dua metode berbeda dalam proses reading naskah lakon SAAS.

Metode yang pertama dengan membaca bersama seluruh pemain, atau

Bambang Sugiarto sebut kelompok besar. Metode yang kedua yakni

membaca dengan lawan main, atau disebut kelompok kecil. Metode

kedua ini memang dikhususkan untuk aktor yang belum bisa menguasai

atau mendalami adegan dari tokoh yang ia perankan. Selain kedua

metode tersebut, Bambang Sugiarto juga memiliki metode lain yakni

metode dril. Metode dril digunakan Bambang Sugiarto dalam mengajari

aktor yang merasa kesuliatan dalam memahami karakter yang ia

mainkan. Metode dril juga biasa digunakan Bambang Sugiarto dalam

proses pertunjukannya yang lain.

Bambang Sugiarto menjelaskan bahwa proses reading merupakan

proses penting untuk aktor, karena dalam proses tersebut aktor mulai

meraba karakter yang akan mereka perankan. Dalam proses reading, aktor

dapat menemukan tempo dari dialog yang diucapkan dan merasakan

suasana dalam karakter yang diperankan. Walaupun pada kenyataannya


99

pada proses sebelumnya Bambang Sugiato tidak menggunakan reading

pada tahap latihan, karena ia merupakan sutradara yang masih

menggunkan metode wos sebagai cara menyampaikan cerita kepada aktor.

Proses ketiga dari proses latihan ini adalah menentukan blocking.

Blocking merupakan teknik pengaturan langkah-langakah para pemain

pada area panggung. Penerapan blocking yang dibuat sutradara sebagai

upaya untuk menghidupkan laku dan gerak pemain. Pada tahap latihan

blocking pertunjukan lakon SAAS, Bambang Sugiarto menjelaskan bahwa

proses blocking digunakan untuk menghidupkan aktor di atas panggung,

serta indah dipandangan mata penonton. Proses latihan blocking dalam

pertunjukan SAAS dilakukan selama proses latihan berjalan sampai

pemantapan di hari keempat menjelang pementasan.

Bambang Sugiarto menerapkan gaya penggabungan antara teater

modern dan teater tradisional pada pertunjukan lakon SAAS. Oleh karena

itu metode yang digunakan dalam pembuatan blocking didasari hukum

sebab dan akibat, serta motivasi pemain. Bambang Sugiarto menggunakan

landasan tersebut lantaran ia menginginkan pertunjukannya berbeda

dengan pertunjukan kethoprak lain. Bambang Sugiarto juga

membebaskan pemainya untuk mencari bloking sesuai kemaunya. Akan

tetapi harus didasari sebab akibat ketika melakukan perpindahan.


100

2. Tahap Memberi Isi

Tahap memberi isi merupakan tahap untuk memberi bobot sesuai

takaran kepada seluruh aspek pemeranan yang terdiri dari penampilan

fisik, penampilan emosi dan intelektual, dialog dan kata-kata yang

diucapkan sesuai naskah, gerakan tubuh yang diisyaratkan oleh naskah,

serta ruang tempat pertunjukan ditampilkan (Anirun,2002:116). Dalam

tahap pengisian ini Bambang Sugiarto tidak terlalu banyak memberikan

tekanan kepada pemainnya, lantaran ia membebaskan semua untuk

menafsirkan setiap tokoh yang mereka perankan. Pengisian yang

dilakukan Bambang Sugiarto kepada para pemain hanya mengenai

motivasi di setiap dialog, serta pesan yang disampaikan oleh tokoh dalam

dialog yang diucapkan bisa tersampaikan kepada pononton.

Bambang Sugiarto menjelaskan bahwa dalam tahapan memberi isi,

ia sebagai sutradara juga melakukan pengulangan dialog dalam setiap

adegan yang telah dilakukan pada proses sebelumnya. Hal tersebut

bertujuan untuk menjadikan gerak, gestur, dan dialog yang dilakukan

pemain atau aktor mempunyai isi tidak hanya sekedar berdialog atau

bergerak saja. Pada tahapan ini juga memiliki tujuan agar pemain dapat

mencermati hal-hal kecil yang ada pada dialog yang mereka ucapkan.

Selain melakukan pengulangan pada dialog, Bambang Sugiarto juga

memberikan motivasi kepada tim artistik untuk percaya dengan apa yang

mereka lakukan. Dalam proses ini Bambang Sugiarto sebagai sutradara

membebaskan tim artistiknya untuk berinovasi sesuai gambaran yang ia

berikan. Menurut Bambang Sugiarto cara tersebut merupakan tahapan

memberi isi.
101

Selain memberikan isi pada pemain dan artistik, Bambang Sugiarto

juga memberikan isi pada tempat pertunjukan. Hal itu bertujuan untuk

membantu motivasi pemain dalam melakukan interaksi di atas panggung.

Selain itu alasan Bambang Sugiarto memberikan isi pada pertunjukannya

yaitu karena tempat pertunjukannya lebih luas dari tempat pertunjukan

sebelumnya. Tahap pengisian pertama yang dilakukan Bambang Sugiarto

terhadap tempat pertunjukan antara lain: memanfaatkan ruang yang

besar dengan menambahkan kain yang bergelatungan pada sisi tiangnya,

sehingga dapat digunakan sebagai media permainan untuk pemain. Kain


yang digantung juga memiliki makna dalam pertunjukan SAAS. Bambang

Sugiarto menjelaskan bahwa kain yang ia gunakan sebagai gambaran

kelambu kamar, karena kain itu muncul di adegan R.M. Said bersama

Matah Ati sedang bercinta yang digambarkan dengan tari dan nyanyian.

Tahap pengisan kedua yakni menutup lantai tempat pertunjukan,

alasan Bambang Sugiarto menutup lantai tempat pertunjukan agar

suasana pada saat pementasan menjadi nyata, dan sesuai dengan latar
ceritanya, sehingga pesan yang disampaikan aktor dapat dipahami oleh

penonton. Proses pengisian terhadap ruang pertunjukan yang dilakukan

Bambang Sugiarto memerlukan waktu seminggu sebelum pementasan.

Akan tetapi proses pencarian Bambang Sugiarto memerlukan waktu

sebulan sebelum proses latihan.

3. Tahap Pengembangan

Bambang Sugiarto sebagai sutradara dalam proses pertunjukan

lakon SAAS memberikan keleluasaan ruang dan kebebasan untuk aktor

dalam mengembangkan kreativitasnya. Bambang Sugiarto juga tidak

memberikan tekanan ataupun tuntutan untuk pemain dan pendukungnya


102

agar mengikuti rancangan konsep yang ia buat. Akan tetapi konsep

rancangan tersebut sebagai pijakan awal berpikir mereka dalam sebuah

proses pertunjukan. Dalam proses tahapan pengembangan ini tentu aktor

akan menemukan unsur-unsur baru untuk mendukung permainannya

dalam menjadi tokoh yang mereka perankan. Proses pengembangan yang

dilakukan oleh aktor dalam pencarian tokohnya, berkemungkinan untuk

dapat merubah blocking, motivasi, serta emosi yang mungkin tidak terbesit

dalam pikiran Bambang Sugiarto sebagai sutradara. Maka dari itu dalam

proses ini Bambang Sugiarto menginginkan seluruh aktor maupun


pendukungnya untuk memaksimalkan kemampuannya dalam berpikir

kreatif mengembangkan ide dan gagasannya.

Bambang Sugiarto menjelaskan bahwa tahapan pengembangan ini

merupakan tahap yang ia sukai, karena dalam proses ini kreativitas dan

inovasi dari pemain dapat terlihat. Bagi Bambang Sugiarto sebagai

sutradara, ia tidak ingin melihat aktornya dijadikan sebuah boneka dalam

memainkan peran di atas panggung. Akan tetapi ia mengingkan seorang


aktor dapat berjalan beriringan bersama dengan sutradara.

Dalam tahap ini Bambang Sugiarto menekankan kepada aktor

untuk benar-benar memaksimal kemampuanya dalam mengembangkan

kreativitas dan inovasi terhadap peran yang mereka mainkan. Jika

memang merasa kemampuannya sudah mencapai batas maksimal dan

tidak menemukan jawaban, maka Bambang Sugiarto sebagai sutradara

akan masuk untuk memecahkan permasalahan tersebut. Bambang

Sugiarto menjelaskan bahwa ia mengibaratkan seorang sutradara adalah

koki yang sedang meramu masakan. Jika masakannya kurang asin atau

kurang manis, ia hanya memberi sedikit sentuhan bumbu untuk

menyempurnakan masakannya.
103

Bambang Sugiarto juga menekankan kepada pendukung lainnya

supaya memaksimalkan kemampuanya untuk berpikir kreatif dalam

mengembangkan ide dan gagasan sesuai tugasnya. Dalam proses ide

pengembangan, Bambang Sugiarto sebagai sutradara hanya bertugas

sebagai pengawas. Hal ini disebabkan karena Bambang Sugiarto ingin

melihat pendukung artistik supaya menjadi tim cerdas dan kreatif dalam

memecahkan sebuah masalah.

4. Tahap Pemantapan

Tahap pemantapan pertunjukan lakon SAAS, dilakukan Bambang

Sugiarto setelah melewati beberapa kali latihan, dan melewati tahap

pengembangan. Proses Pemantapan terhadap lakoon SAAS dilakukan

seminggu sebelum pementasan, pemantapan yang dilakukan Bambang

Sugiarto antara lain, memastikan dialog, gestur, irama, tempo, serta olah

rasa yang dilakukan aktor, lain itu juga memastikan unsur-unsur artistik

yang terlibat dalam pertunjukan apakah sudah sesuai dengan harapan

sutradara.

Proses pemantapan yang dilakukan Bambang Sugiarto memiliki

tujuan untuk melihat seperti apakah pertunjukan yang akan ia tampilkan

kepada penontonnya. Proses tersebut sebagai proses uji coba Bambang

Sugiarto sebagai sutradara. Proses uji coba dilakukan Bambang Sugiarto

dua hari sebelum pementasan atau gladi kotor dan satu hari sebelum

pementasan atau gladi bersih. Proses gladi kotor yang dilakukan

Bambang Sugiarto hanyalah sebagai pembatasan saat sudah menemukan

ketepatan, baik pada aktor, maupun kepada tim artistik. Sedangkan

proses gladi bersih yang dilakukan Bambang Sugiarto berguna untuk

melihat kemasan pertunjukan yang akan ia sajikan kepada apresiator.


104

Tahap pemantapan lakon SAAS ini, Bambang Sugiarto menjelaskan

bahwa tahapan ini dapat dipahami sebagai tahap kesepakatan dari proses

pencarian aktor ataupun tim artistik sebelumnya tanpa mengubah

penemuan-penemuan yang telah disetujui atau diputuskan sutradara.

Bambang Sugiarto juga menjelaskan bahwa tahap pemantapan ini sebagai

tahapan evaluasi, karena dalam tahapan ini Bambang Sugiarto sebagai

sutradara memberikan nasihat untuk menguatkan batin aktor beserta

pendukungnya. Selain itu Bambang Sugiarto juga memasrahkan tugasnya

sebagai sutrdara kepada aktor dan tim pendukungnya, karena proses


tahapan pemantapan ini sutradara sudah tidak boleh melakukan

perubahan. Dalam proses ini telah terjadi kesepakatan antara sutradara,

aktor, dan pendukung panggung.

5. Rehearshal

Rehearshal merupakan latihan umum menyangkut seluruh aspek

yang sudah dilatihkan dan dipersiapkan untuk ditampilkan dalam sebuah

pertunjukan. Tahapan ini dilakukan pada saat mendekati hari

pementasan. Saat inilah para pemain dan seluruh pendukung artistik akan

bekerja sesuai tugas yang sudah dibebankan kepada mereka berdasarkan

porsi masing-masing. Ada beberapa jenis rehearshal yang biasa dilakukan,

antara lain technical rehearshal, meliputi: penataan dan pergantian set

adegan, pembagian tugas kru panggung, efek pencahayaan, efek suara,

dan musik, serta hal-hal yang terkait kelancaran teknis panggung (Anirun,

2002:117).

Tahap rehearshal atau latihan umum yang dilakukan Bambang

Sugiarto dalam lakon SAAS ini berbeda dengan proses yang dilakukan

oleh Anirun dalam bukunya yakni Menjadi Sutradara. Anirun


105

menjelaskan bahwa rehearshal atau latihan umum merupakan proses

pemantapan yang dilakukan menjelang pementasan dengan memakai

gedung pertunjukan. Proses pemantapan tersebut terkait dengan teknis

kelancaran, latihan mengenakan atau mengganti kostum, serta mengukur

hasil dari proses latihan. Menurut Bambang Sugiarto proses latihan

umum yang ia lakukan merupakan proses sejak dari awal reading, blocking,

sampai pada tahap pemantapan. Dalam proses ini Bambang Sugiarto

sudah mendesain tempat latihannya menjadi sama seperti gedung

pertunjukan yang akan ia gunakan. Ia menjelaskan bahwa proses


pemindahan tersebut memudahkan pemain beradaptasi dengan gedung

pertunjukan, serta tidak memakan waktu untuk menata setting pada saat

menempati gedung pertunjukan.

Pertunjukan lakon SAAS juga menjalankan proses teknis menjelang

pementasan, atau disebut gladi kotor dan gladi bersih. Gladi kotor yang

dilakukan Bambang Sugiarto hanya sebatas pemindahan tempat latihan

ke gedung pertunjukan, menggunakan tata lampu, musik, artistik,


panggung, dan lainnya, serta penyesuaian aktor terkait blocking di atas

panggung. Selain itu gladih kotor juga digunakan untuk membantu

ingatan aktor dan pendukung panggung, sehingga dapat melatih proses

kelancaran ketika pertunjukan. Gladi kotor dilakukan dua hari sebelum

pentas. Tujuan dari gladi kotor yakni untuk memantapkan masing-masing

tim pendukung yang terlibat agar berjalan sesuai harapan.

Lakon SAAS melakukan gladi bersih pada saat satu hari sebelum

pentas. Gladi bersih yang dilaksanakan Bambang Sugiarto bertujuan

untuk meninjau kembali hasil dari pemindahan proses gladi kotor, serta

untuk melihat secara keseluruhan apakah persiapan yang ia lakukan

berjalan sesuai dengan harapan. Dalam proses gladi bersih, Bambang


106

Sugiarto melakukan simulasi pertunjukan dengan melibatkan semua

elemen artistik, aktor, ataupun kru panggung untuk mengibaratkan

seperti sedang melakukan pementasan di depan penonton. Hal ini

berguna bagi Bambang Sugiarto untuk melihat seperti apakah kemasan

yang akan ia pertunjukan kepada penonton, lantaran ia sebagai sutradara

sudah tidak bisa ikut andil merubah ataupun menambahkan garapan

yang sudah disepakati.

6. Tahap Pementasan

Pementasan drama merupakan sebuah persinggahan besar, yang

akan menguji sejauh mana ketangguhan, disiplin dan kerja keras seluruh

aspek pendukungnya (Anirun, 2002:118). Pementasan meskipun bukan

tujuan mutlak dalam sebuah proses berkesenian, akan tetapi pementasan

merupakan hal yang ditunggu dan dinanti oleh semua tim, terutama bagi

para pemain yang akan memainkan cerita pertunjukan.

Pementasan lakon SAAS dilaksanakan pada tanggal 29 Februari

2020 di Balai Kota Surakarta. Dalam proses lakon SAAS Bambang Sugiarto

mengungkapkan bahwa ia merasa senang dengan prosesnya walaupun

hanya memiliki waktu satu bulan untuk berproses, lantaran pada proses

kali ini merupakan proses spesial karena dipilih langsung oleh Wali Kota

Surakarta. Selain itu Bambang Sugiarto juga menjelaskan bahwa ia merasa

senang karena dapat mengajak beberapa sanggar tari dan beberapa

elemen masyarakat serta perangkat Desa Kepatihan untuk ikut bermain

dalam pertunjukan lakon SAAS. Bambang Sugiarto juga mengungkapkan

bahwa dalam setiap prosesnya pasti ada rasa ketidakpuasan. Akan tetapi

ia merasa puas dengan kerja keras timnya serta dapat mengenalkan

Sanggar Seni Kemasan kepada masyarakat umum.


107

Baginya kesempurnaan dalam pertunjukan adalah membuat

penonton tertawa, bersenang hati, dan sekaligus menikmati pertunjukan

yang Bambang Sugiarto suguhkan.

Proses pertunjukan lakon SAAS ditandai dengan suara kentongan

yang menandakan pertunjukan telah dimulai. Penonton tampak begitu

menikmati pertunjukannya. Hal ini terlihat jelas dari antusias penonton

yang memenuhi Pendhopo Balai Kota Surakarta sampai di depan

halaman. Walaupun pertunjukan SAAS merupakan pertunjukan penutup

dari rangkaian acara HUT Kota Surakarta, akan tetapi penonton masih
tetap antusias menonton pertunjukan sampai selesai.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan bahasan yang disampaikan pada bab-bab sebelumnya

dan dengan memperhatikan rumusan masalah yang telah diajukan. Dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut: Bambang Sugiarto merupakan

seorang seniman yang produktif dalam dunia seni panggung yakni seni

teater ataupun seni kethoprak. Ia juga mahir dalam tata rias dan kostum,

serta menjadi seorang penulis lakon. Oleh sebab itu karya Bambang

Sugiarto memiliki daya ungkap yang kuat tidak hanya pada kekuatan

dramatik saja, melainkan ia mampu mengungkapkan teks secara detail ke

dalam pertunjukan.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka diperoleh

simpulan bahwa metode penyutradaraan yang digunakan Bambang

Sugiarto dalam pertunjukan lakon SAAS, menggunakan metode

demokratis. Cara tersebut dilihat dari Bambang Sugiarto membebaskan

pemain dan pendukungnya untuk berpikir kreatif mengekspresikan

kemampuannya. Dalam teknis garapan Bambang Sugiarto menggunakan

cara gabungan dengan menambahkan beberapa unsur teater tradisonal

dan teater modern.

Selain itu Bambang Sugiarto juga merupakan sutradara yang

mampu mengikuti dan menerima perkembangan zaman. Hal ini dapat

dilihat dari penggabungan unsur artistik, serta memanfaatkan media

visual gambar ataupun visual bergerak sebagai pengganti kelir di

panggung tobong.

115
116

B. Saran

Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan dan memberikan

pemahaman terhadap metode penyutradaraan Bambang Sugiarto. Saya

sebagai peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu dipenelitian berikutnya diharapkan dapat

melakukan analisis jauh lebih baik terhadap pertunjukan Sanggar Seni

Kemasan. Penelitian tersebut bukan hanya dari segi penyutradaraan saja,

melainkan semua aspek yang ada dalam sebuah pertunjukan. Dengan

munculnya banyak kajian tentang kajian Sanggar Seni Kemasan, sehingga

referensi tentang kajian Sanggar Seni Kemasan semakin bemunculan dan

mudah didapatkan.
KEPUSTAKAAN

Anirun, Suyatna. 2002. Menjadi Sutradara. Bandung: STSI Pers Bandung.

Argarini, Nissa. 2017. Kelas Sosial Masyarakat Jawa Analisis Pertunjukan Leng

Naskah/Sutradara Bambang Widoyo SP. Skripsi S1 Jurusan Pedalangan

Prodi Teater Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia

Surakarta.

Arikunto,Sutarsimi. 2002. Metodologi Penelitian.Jakarta: Rineka Cipta.

Cahyati, Novita. 2017. Teknik Penyutradaraan Iswadi Pratama Dalam Lakon

Orang-Orang Setia Teater Satu Lampung. Skripsi S1 Prodi Teater

Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Surakarta.

Dewojati, Cahyaningrum. 2010. DRAMA, Sejarah, Teori, dan

Penerapannya.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Dewojati, Cahyaningrum. 2012. DRAMA, Sejarah, Teori, dan

Penerapannya.Yogyakarta: Javakarsa Media.

Dwi, Halimah. 2016. Pembuatan Feature Profil Sanggar Seni Kemasan sebagai

Media Promosi. Laporan Tugas Akhir Politeknik Indonusa.

Harymawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Herman, J, Waluyo. 2006. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi.

Surakarta:Universitas Sebelas Maret.

Jawa Pos Radar Solo. 2020. Ketoptak Kolosal Penggugah Kaum Milenial.

Artikel.

Makaf, Akhyar. 2019. Pelatihan Seni Teater Di Surakarta: Potensi,

Perkembangan, dan Pengelolaan. Laporan Penelitian Pemula ISI

Surakarta.

Nazi, Moh. 2010. “Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

117
118

Noor, Juliansyah. 2011. Metode Penelitian Skripsi, Tesisi, Disertasi, dan Karya

Ilmiah. Jakarta: Prenadamedia Group.

Prasasti, Birgitaa Ciptaning Sri. 2014. Pementasan Dalang dan Wayang.

Skripsi S1 Prodi Seni Teater ISI Surakarta.

Satoto, Soediro. 1985. Wayang Kulit Purwa makna dan Struktur Dramatiknya.

Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara

(Javanologi). Yogyakarta.

Sugiyarto, Didik. 2017. Penyutradaraan Teater Realis Kumandhang Jroning

Kumendheng Karya Wiharto dan Bambang Sugiarto. Deskripsi Karya


Tugas Akhir Prodi Teater ISI Surakarta.

Sumaryanto, Totok. 2007. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Dalam

Penelitian Pendidikan Seni. Semarang: Unnes Press.

Tim Penyusun Fakultas Seni Pertunjukan. 2019. Panduan Tugas Akhir

Fakultas Seni Pertunjukan. Surakarta: ISI Press.

Yudiaryani. 2002. Panggung Teater Dunia-Perkembangan dan Perubahan

Konvensi. Yogyakarta: Pustaka Gundho Suli.


Narasumber

1. Bambang Sugiarto (65 tahun), seniman. Baluwarti, Pasar Kliwon,


Surakarta.
2. Trisno Santoso, S.Kar., M.Hum (64 tahun), dalang dan dosen ISI
Surakarta. Jln. Pattimura F 41 B, Josroyo Indah, Jaten, Karanganyar.
3. Budi Riyanto (47 tahun), seniman. Surakarta.
4. Gading Suryadmaja (32 tahun), seniman. Surakarta.
5. Lumbini (53 tahun), seniman. Surakarta.

119
DISKOGRAFI

Sanggar Seni Kemasan. 2020. dokumentasi foto “Sang Adipati Agung


Surakarta”, pertunjukan kethoprak kolosal dalam rangka HUT Kota
Surakarta, tanggal 29 Februari 2020 di Balai Kota Surakarta.
Rujukan video diambil dari Ekokapti Creative Production. 2020, 29
Feberuari. Closing Ceremony Solo Great Sale 2020 & Ketoprak Sang
Adipati Agung Surakarta https://youtu.be/g2BHmB5Ho7E.

120
GLOSARIUM

Blocking : Penempatan posisi-posisi aktor di panggung.

Background : Sesuatu yang dapat berupa warna, corak, maupun

media yang menjadi latar belakang suatu hal.

Casting : Salah satu tahapan dalam proses pemilihan pemain

sesuai dengan peran yang akan dimainkan.

Climax : Puncak, keadaan memuncak.

Complication : Tahap perumitan, penggawatan, atau komplikasi.

Conclution : Tahap penyelesaian.

Dialog : Percakapan yang diucapkan pemain di atas

panggung.

Dramatik : Peristiwa yang mengandung kekuatan drama

Dril : Latihan yang diulang-ulang dalam waktu singkat.

Exspotition : Pengenalan awal dalam drama

Follow Spot : Lampu yang diguanakan untuk memberikan efek

ukuran besar kepada pemain di atas panggung.

Gesture : Gerak-gerak besar, yaitu gerakan tangan, kaki,

kepala, dan tubuh pada umumnya dilakukan oleh


pemain.

Kelir : tirai kain putih untuk menangkap bayangan wayang

kuliy, layar putih (untuk gambar hidup).

Mood : Suasana.

Plot : Rangkaian peristiwa yang terjadi dalam naskah

drama.

Reading : Proses membaca untuk memahami isi teks.

121
122

Rehearshal : Latihan umum menyangkut seluruh aspek yang

sudah dilatihkan, dipersiapkan untuk ditampilkan

dalam sebuah pertunjukan.

Resolution : Tahap penurunan emosi.

Setting : Merupakan tempat, waktu, dan suasana terjadinya

sebuah adegan.

Spectacle : Aspek visual yang dihadirkan dalam sebuah

pertunjukan teater.

Tobong : Tempat (pertunjukan) yang sifatnya darurat,


biasanya dibuat dari bambu.

Wos : Cara untuk menceritakan runtutan peristiwa dari

awal sampai akhir

Anda mungkin juga menyukai