Anda di halaman 1dari 42

BAB VI

ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN)

A. Deskripsi Singkat
Kelahiran merupakan sebuah keajaiban Tuhan yang terjadi setiap hari
dan sebuah kegembiraan bagi anggota keluarga. Bagi bidan, kelahiran
merupakan pelajaran yang tak pernah selesai dipelajari, karena
memiliki karakterisasi yang bervariasi dan terus berubah.. Pemilihan
fasilitas dan tenaga professional dilakukan oleh ibu dan keluarga
dengan harapan ibu dan anak lahir sehat dan selamat.

Sesi ini membahas tentang hal-hal yang wajib diperhatikan dalam


melakukan Asuhan Persalinan Normal. Membuat perempuan merasa
nyaman selama persalinan. Memfasilitasi perempuan melahirkan
dengan posisi sesuai dengan keinginannya. Meyakini kepala janin dapat
menyesuaikan diri dengan pelvic. Membuat keputusan klinis yang tepat
bila terjadi kelainan yang umum dan tidak berbahaya. Meyakini
kehadiran keluarga dan teman membawa manfaat pada proses
persalinan. Mendampingi perempuan dalam persalinan membutuhkan
kesabaran dan kerja keras.

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu memahami tentang hal -
hal yang harus diperhatikan dalam melakukan APN.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami paradigma dalam asuhan persalinan normal
b. Memahami lima aspek Lima aspek dasar yang penting dalam
asuhan persalinan yang bersih dan aman
c. Memahami Kala I Asuhan PersalinanNormal
d. Memahami pencatatan proses persalinan pada Partograf

Midwifery Update pg. 235


e. Memahami asuhan kala II persalinan
f. Memahami asuhan kala III dan kala IV persalinan
g. Memahami Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
h. Memahami penjahitan robekan perineum
i. Memahami pelayanan persalinan pada saat pandemi
j. Memahami langkah-langkah penuntun belajar persalinan
normal

C. Materi Pokok
1. Paradigma dalam asuhan persalinan normal
2. Lima aspek dasar yang penting dalam asuhan persalinan yang
bersih dan aman
3. Kala I Asuhan Persalinan Normal
4. Observasi persalinan dengan Partograf
5. Kala II persalinan
6. Kala III dan kala IV persalinan
7. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
8. Penjahitan robekan perineum
9. Pelayanan Persalinan pada masa pandemi covid-19
10.Langkah – langkah penuntun belajar persalinan normal

D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Paradigma dalam Asuhan Persalinan
Fokus asuhan persalinan bersih dan aman adalah kualitas pelayanan,
kepuasan pasien, mencegah terjadinya komplikasi dan keselamatan ibu
dan bayi (patient’s savety) Hal ini merupakan pergeseran paradigma
dari menunggu timbulnya penyulit dan penanganan komplikasi
menjadi proaktif dalam persiapan persalinan dan pencegahan
komplikasi. Hal ini terbukti mampu mengurangi kesakitan dan
kematian ibu dan bayi baru lahir.

Midwifery Update pg. 236


Beberapa contoh dibawah ini, menunjukkan adanya pergeseran
paradigma tersebut diatas :
a. Mencegah perdarahan pasca persalinan yang disebabkan atonia
uteri
Upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan dimulai dari tahap
yang paling dini. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan
upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan diantaranya
pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan partograf,
managemenaktif kala III dan pemantauan terhadap kontraksi uterus
pasca persalinan. Upaya rujukan obstetric dimulai dari pengenalan
dini kondisi patologis, penanganan awal dan menjaga kondisi ibu
dan bayi agar tetap optimal dan merujuk secara tepat waktu
b. Mencegah terjadinya laserasi/ episiotomi
Dengan paradigm pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan
secara rutin karena dengan perasat khusus, penolong persalinan
akan mengatur ekspulsi kepala, bahu dan seluruh tubuh bayi untuk
mencegah terjadinya laserasi atau minimalisasi robekan pada
perineum.
c. Mencegah terjadinya retensio plasenta
Management aktif kala III dilakukan untuk mencegah atonia uteri
atau perdarahan pasca persalinan, mempercepat proses pelepasan
plasenta dari dinding Rahim dan melahirkan plasenta dengan
pemberian utero tonika dalam 1 menit setelah bayi lahir dan
melakukan penegangan talipusat terkendali.
d. Mencegah terjadinya partus lama
Untuk mencegah partus lama, asuhan bersih dan aman
mengandalkan penggunaan partograf untuk memantau kondisi ibu
dan janin serta kemajuan proses persalinan. Dukungan suami atau
kerabat, diharapkan dapat memberikan rasa tenang, aman, dan
nyaman selama proses persalinan berlangsung. Pendampingan oleh
keluarga ini diharapkan dapat mendukung kelancaran proses
persalinan, menjalin kebersamaan, berbagi tanggung jawab
diantara penolong dan keluarga pasien.
e. Mencegah terjadinya asfiksia bayi baru lahir

Midwifery Update pg. 237


Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya
pengenalan/ penanganan penyulit sedini mungkin, misalnya dengan
memantau secara baik dan teratur denyut jantung janin selama
proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa
nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero plasenta
terhadap bayi, tehnik meneran dan bernafas yang menguntungkan
bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk
menjaga tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi
yang tepat, melakukan penghisapan lendir secara benar,
rangsangantaktil danmemberikanpernafasanbuatan (bilaperlu).
Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia,
memberikan pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi
asfiksia dan mencegah hipotermi.

Jika semua penolong persalinan kompeten melakukan upaya


pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi
yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan
tepat waktu, serta melakukan upaya rujukan segera dimana kondisi ibu
masih optimal maka semua upaya tersebut dapat secara signifikan
menurunkan jumlah kesakitan dan kematian ibu dan bayi barulahir di
Indonesia.

Tujuan Asuhan persalinan Bersih dan Aman adalah menjaga


kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi
bagi ibu dan bayinya, sehingga melalui upaya yang terintegrasi dan
lengkap tetapi dengan intervensi minimal maka prinsip keamanan dan
kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan.

Setiap intervensi yang akan di aplikasikan dalam asuhan


persalinan normal harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah
yang kuat, termasuk juga manfaat dari berbagai intervensi
yang ada, bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan

Midwifery Update pg. 238


Materi Pokok 2. Lima aspek dasar yang penting dalam asuhan
persalinan yang bersih dan aman
a. Membuat keputusan klinik yang cepat dan tepat
b. Melaksanakan asuhan sayng ibu dan saying bayi
c. Melaksanakan prinsip-prinsip pencegahan infeksi
d. Melakukan pendokumentasian atau pencatatan
e. Melakukan rujukan secara tepat waktu

a. Membuat keputusan klinik


Membuat keputusan klinik merupakan proses yang menentukan
untuk menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang
diperlukan oleh pasien. Keputusan harus akurat, komprehensif dan
aman, baik bagi pasien, keluarga maupun petugas yang memberikan
pertolongan. Keputusan klinik tersebut harus dihasilkan melalui
serangkaian proses dan metode yang sistematik, menggunakan
informasi yang dan hasil olah kognitif dan intuitif serta dipadukan
dengan kajian teoritis dan intervensi berdasarkan bukti (evidence
based), keterampilan dan pengalaman yang dikembangkan melalui
beberapa tahapan logis dan diperlukan dalam upaya untuk
menyelesaikan masalah dan berfokus pada pasien.

b. Melaksanakan asuhan sayang ibu dan sayang bayi


Asuhan saying ibu dan saying bayi adalah asuhan yang menghargai
budaya, kepercayaan dan keinginan ibu. Beberapa prinsip dasar
asuhan saying ibu dan bayi adalah dengan mengikut sertakan suami
dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Banyak
hasil penelitian menunjukkan bahwa jika ibu diperhatikan dan
diberikan dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi serta
mengetahui dengan baik mengenai proses persalinan dan asuhan
yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan rasa aman
dan hasil yang diperoleh akan lebih baik serta dapat mengurangi
persalinan dengan tindakan atau seksiosesaria, dan persalinan
berlangsung lebih cepat.
c. Melaksanakan prinsip-prinsip pencegahan infeksi
Tindakan pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen-
komponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi.
Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk
melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan
tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karena
bakteri, virus dan jamur serta melakukan upaya menurunkan
risiko penularan penyakit-penyakit berbahaya seperti hepatitis
dan HIV/AIDS. (Prinsip-prinsip pencegahan infeksi akan dibahas
lebih jelas pada materi tersendiri).

d. Melakukan pendokumentasian atau pencatatan


Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan
klinik karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus
menerus memperhatikan asuhan yang diberikan selama proses
persalinan dan kelahiranbayi. Pencatatan rutin yang perlu dibuat
dan dilengkapi adalah kondisi pasien, diagnosis dan tatalaksana,
asuhan neonatus, laporan persalinan atau tindakan medik yang
dilakukan, laporan kejadian yang tidak diinginkan, kohort pasien,
komplikasi yang terjadi, hasil pengobatan dan sebagainya.

e. Melakukan rujukan secara tepat waktu


Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu kefasilitas rujukan
atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap, diharapkan
mampu menyelamatkan jiwa ibu dan bayinya. Meskipun sebagian
besar ibu akan mengalami persalinan normal, namun sekitar 10 -15
% diantaranya akan mengalami masalah selama proses persalinan
dan kelahiran bayi sehingga perlu dirujuk kefasilitas kesehatan
rujukan. Sangat sulit untuk menduga kapan penyulit akan terjadi
sehingga kesiapan untuk merujuk ibu dan/ atau bayinya kefasilitas
kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu menjadi syarat
bagi keberhasilan upaya penyelamatan.

Midwifery Update pg. 240


Materi Pokok 3. Kala I Asuhan Persalinan Normal
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya
terjadi pada usia kehamilan 37-42 minggu tanpa disertai penyulit.
Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan
lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum dapat dikatakan inpartu
jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan atau pembukaan
pada serviks.

Tanda dan gejala inpartu


a. Adanya kontraksi uterus yang teratur dan makin meningkat
(frekuensi dan kekuatannya) minimal 2 x dalam 10 menit.
b. Adanya penipisan dan pembukaan serviks
c. Keluarnya lender bercampur darah (bukan tanda pasti)

Fase-fase dalam kala I persalinan : fase laten dan fase


aktif Fase laten pada kala I persalinan :
a. Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap
b. Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm
c. Pada umumnya berlangsung selama 6 – 8 jam

Fase aktif pada kala I persalinan :


a. Frekuensi dan lama kontraksi akan meningkat secara bertahap dan
dianggap adekuat jika terjadi 3 x atau lebih dalam waktu 10 menit
dan lamanya berlangsung selama 40 detik atau lebih
b. Pembukaan serviks 4 cm atau lebih.
c. Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

Midwifery Update pg. 241


Penolong persalinan harus selalu waspada terhadap kemungkinan
timbulnya masalah atau penyulit. Lakukan anamnesa dan pemeriksaan
untuk menseleksi adanya risiko kegawat daruratan dan penyulit antara
lain :
a. Riwayat bedah Caesar
b. Perdarahan pervaginam
c. Persalinan Kurang Bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
d. Ketuban Pecah dengan Mekonium Kental
e. Ketuban Pecah Lama (> 24 jam)
f. Ketuban Pecah pada Persalinan Kurang Bulan (usia kehamilan
kurang dari 37 minggu)
g. Ikterus
h. Anemia Berat
i. Tanda/ gejala Infeksi
j. Pre-eklampsi/ Hipertensi Dalam Kehamilan
k. Tinggi Fundus Uteri 40 cm atau lebih
l. Gawat Janin
m. Primipara dalam Fase Aktif Kala Satu Persalinan dengan palpasi
kepala masih 5/5
n. Presentasi bukan belakang kepala
o. Presentasi Majemuk
p. Kehamilan Gemeli
q. Tali pusat menumbung
r. Syok
s. Penyakit penyakit yang menyertai
t. Tinggi badan < 140 cm

Bidan harus dapat mengenali berbagai penyulit pada ibu bersalin, yang
mengharuskan ibu untuk dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih
lengkap, dimana jika salah satu hasil anamnesa dan pemeriksaan risiko
kegawat-daruratan terdapat jawaban “ya” ibu harus dirujuk kefasilitas
kesehatan rujukan yang lebih lengkap.

Midwifery Update pg. 242


Asuhan sayang ibu pada kala I :
a. Memberikan dukungan emosional
b. Membantu pengaturan posisi ibu
c. Memberikan cairan dan nutrisi
d. Keleluasaan melakukan mobilisasi
e. Pencegahan infeksi

Materi Pokok 4. Mencatat proses Persalinan dengan menggunakan


partograf
Observasi yang ketat harus dilakukan selama kala I persalinan untuk
keselamatan ibu, hasil observasi dicatat didalam partograf. Partograf
membantu bidan mengenali apakah ibu masih dalam kondisi normal
atau mulai ada penyulit. Dengan selalu menggunakan partograf, bidan
dapat mengambil keputusan klinik dengan cepat dan tepat sehingga
dapat terhindar dari keterlambatan dalam pengelolaan ibu bersalin.
Partograf dilengkapi halaman depan dan halaman belakang untuk
diketahui dengan lengkap proses persalinan kala I sd IV

Penggunaan Partograf
a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai
bagian penting asuhan persalinan. Partograf harus digunakan, baik
tanpa ataupun adanya penyulit.
b. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah,
puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dll).
c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan
asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran (Spesialis
Obgin, bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa kedokteran).

Partograf membantu penolong persalinan dalam memantau,


mengevaluasi dan membuat keputusan klinik baik persalinan normal
maupun yang disertai dengan penyulit. Pencatatan pada partograf
dimulai pada saat proses persalinan masuk dalam “ fase aktif “.

Midwifery Update pg. 243


Bila hasil pemeriksaan dalam menunjukkan pembukaan 4 cm, tetapi
kualitas kontraksi belum adekuat minimal 3 x dalam 10 menit dan/atau
lamanya masih kurang 40 menit, lakukan observasi selama 1 jam
kedepan. Jika masih sama, berarti pasien belum masuk fase aktif.

Bila pembukaan sudah mencapai > 4 cm tetapi kualitas kontraksi masih


kurang 3 x dalam 10 menit atau lamanya kurang dari 40 detik, pikirkan
diagnosa inertia uteri.

Komponen yang harus diobservasi :


a. Denyut jantung janin setiap 1/2 jam
b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap 1/2 jam
c. Nadi : setiap 1/2 jam
d. Pembukaan serviks setiap 4 jam
e. Penurunan kepala : setiap 4 jam
f. Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam
g. Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam

Lembar partograf halaman depan menyediakan lajur dan kolom untuk


mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan,
termasuk:
a. Informasi tentang Ibu dan Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1) Nama, umur.
2) Gravida, para, abortus (keguguran).
3) Nomor catatan medis/nomor puskesmas.
4) Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal
dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu).
5) Waktu pecahnya selaput ketuban.
b. Kondisi Janin:
1) DJJ;
2) Warna dan adanya air ketuban
3) Penyusupan (molase) kepala janin
c. Kemajuan Persalinan:
1) Pembukaan serviks

Midwifery Update pg. 244


2) Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin
3) Garis waspada dan garis bertindak
d. Jam dan waktu:
1) Waktu mulainya fase aktif persalinan
2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
h. Kontraksi Uterus:
Frekuensi dan lamanya
i. Obat-obatan dan cairan yang diberikan:
1) Oksitosin
2) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
j. Kondisi Ibu:
1) Nadi, tekanan darah dan temperature tubuh
2) Urin (volume, aseton atau protein)
3) Asupan cairan dan nutrisi serta tatalaksana dan keputusan
klinik
k. Garis Waspada, Garis Bertindak dan Lajur Pemberian Oksitosin
1) Jika grafik dilatasi melewati garis waspada maka penolong harus
mewaspadai bahwa persalinan yang sedang berlangsung telah
memasuki kondisi patologis
2) Partograf menyediakan lajur pemberian oksitosin untuk
persalinan patologis tetapi intervensi ini hanya dilakukan di
fasilitas yang memiliki sumber daya dan sarana yang lengkap
dan petugas memiliki kewenangan untuk melakukan prosedur
tersebut.

Materi Pokok 5. Kala II persalinan


Gejala dan tanda kala II
a. Ibu merasa adanya dorongan ingin meneran bersamaan dengan
adanya kontraksi
b. Ibu merasa adanya tekanan pada rectum/vagina.
c. Perineum menonjol
d. Vulva dan sfingter ani membuka

Midwifery Update pg. 245


Tanda pasti kala II jika:
a. Pembukaanlengkap
b. Terlihat bagian kepala janin pada introitus vagina

Asuhan sayang ibu dan bayi pada kala II


a. Anjurkan ibu selalu didampingi oleh keluarga selama proses
persalinan dan kelahiran bayi. Dukungan suami atau keluarga
sangat diperlukan dalam menjalani proses persalinan
b. Jelaskan tahapan dan proses kemajuan persalinan
c. Tentramkan hati ibu
d. Bantu ibu memilih posisi yang nyaman pada saat meneran. Posisi
terlentang tidak dianjurkan lebih dari 10 menit
e. Anjurkan ibu meneran pada kala II, hanya pada saat kontraksi atau
adanya dorongan ingin meneran. Jangan anjurkan ibu meneran
berkepanjangan sehingga upaya akan terhalang.
f. Anjurkan ibu beristirahat diantara kontraksi
g. Anjurkan untuk minum selama proses persalinan

Penatalaksanaan fisiologis kala II


Sebagian besar penolong akan meminta ibu untuk “menarik nafas
panjang dan meneran setelah terjadi pembukaan lengkap. Ibu dipimpin
meneran tanpa henti selama 10 detik atau lebih dengan tenggorokan
terkatup atau maneuver valsava, 3 sampai 4 kali perkontraksi. Hal ini
ternyata dapat menurunkan denyut jantung janin dan nilai apgar score
yang lebih rendah dari normal. Cara meneran seperti itu bukan
merupakan tatalaksana fisiologis persalinan kala II. Pada tatalaksana
fisiologis persalinan kala II, ibu mengendalikan dan mengatur saat
meneran dengan fasilitasi cara meneran yang efektif dan benar dari
penolong persalinan.

Harap diingat bahwa sebagian besar daya dorong untuk melahirkan


bayi, dihasilkan dari kontraksi uterus. Meneran hanya menambah
daya dorong dan kontraksi untuk mengeluarkan bayi.

Midwifery Update pg. 246


a. Jika ibu ingin meneran, tapi pembukaan belum lengkap, anjurkan
ibu bernapas cepat saat kontraksi. Upayakan tidak meneran sampai
pembukaan lengkap.
b. Pimpin ibu meneran pada kala II hanya jika ibu ada dorongan ingin
meneran.
c. Jika pembukaan lengkap, tetapi ibu belum ingin meneran,
anjurkan perubahan posisi (bila masih mampu, anjurkan untuk
berjalan-jalan), pantau kondisi ibu dan janin tiap 15 menit, lakukan
stimulasi puting susu, pastikan kandung kemih kosong, evaluasi
selama 60 menit.
d. Jika ibu masih belum ada dorongan ingin meneran setelah itu,
anjurkan meneran pada saat kontraksi puncak.
e. Jika setelah 60 menit, bayi tidak lahir rujuk ibu kefasilitas kesehatan
rujukan.

Posisi dan Bimbingan Meneran

Midwifery Update pg. 247


Posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman
bagi ibu dan member kemudahan baginya untuk beristirahat diantara
kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya gravitasi untuk
membantu ibu melahirkan bayinya. Posisi telungkup seringkali
membantu ibu mengurangi nyeri punggung saat persalinan. Posisi
berbaring miring memudahkan ibu untuk beristirahat diantara
kontraksi jika ibu mengalami kelelahan dan juga dapat mengurangi
risiko terjadinya laserasi. Posisi jongkok atau berdiri dapat
membantu mempercepat kemajuan kala II persalinan dan mengurangi
rasa nyeri.
Midwifery Update pg. 248
Cara meneran
a. Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya
selama kontraksi
b. Beritahu untuk tidak menahan nafas saat meneran
c. Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat diantara kontraksi
d. Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah
untuk meneran jika lutut ditarik kearah dada dan dagu ditempelkan
kedada
e. Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran
f. Tidak diperbolehkan mendorong fundus untuk membantu
kelahiran bayi. Dorongan pada fundus meningkatkan risiko distosia
bahu dan rupture uteri. Peringatkan anggota keluarga ibu untuk
tidak mendorong fundus bila mereka mencoba melakukannya

Upaya pencegahan robekan perineum


Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala
dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi
dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan
ibu dan gunakan perasat manual yang tepat, dapat mengatur kecepatan
kelahiran bayi dan mencegah laserasi. Kerjasama akan sangat
bermanfaat saat kepala bayi pada diameter 5-6 cm tengah membuka
vulva (crowning) karena pengendalian kecepatan dan pengaturan
diameter kepala saat melewati introitus vagina dan perineum dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Bimbing ibu untuk
meneran pendek dan beristirahat diantara kontraksi. Episiotomi
hanya dilakukan jika ada indikasi dan tidak dilakukan secara
rutin.

Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat


kelahiran bayi jika terjadi:
a. Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan pervaginam.
b. Penyulit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi
vakum, cunam atau forcep)
c. Adanya jaringan parut pada perineum atau vulva yang
memperlambat kemajuan persalinan.

Midwifery
Update
pg. 249
Penatalaksanaan distosia bahu
Pada proses persalinan normal setelah kelahiran kepala akan
terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada
sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan
berada pada sumbu miring (oblique) dibawah ospubis. Dorongan pada
saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu dengan (anterior) berada
dibawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring panggul, dan tetap berada
pada posisi antero posterior, pada bayi yang besar akan terjadi
benturan bahu depan dengan simfisis.

Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul,


kegagalan bahu untuk melipat kedalam panggul (mis. Pada
makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang
pendek pada multipara, sehingga penurunan kepada yang terlalu
cepat akan menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan
lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah
mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil melipat masuk
kedalam panggul.

Distosia bahu adalah suatu keadaan yang tidak dapat diduga


sebelumnya. Distosia bahu adalah kegawat-daruratan obstetri.
Kegagalan untuk melahirkan bahu secara spontan menempatkan ibu
dan bayi berisiko untuk terjadinya trauma. Insiden distosia bahu secara
keseluruhan berkisar antara 0.3-1 %, sedangkan pada berat badan bayi
diatas 4000 gram insiden meningkat menjadi 5-7 % dan pada berat
badan bayi lebih dari 4500 gram insidennya menjadi antara 8 - 10 %

Tanda yang harus diwaspadai terhadap adanya kemungkinan


distosia bahu ?
a. Kala II persalinan yang memanjang
b. Kepala bayi melekat pada perineum (recoil/ofhead perineum. Turle’s
sign)

Midwifery Update pg. 250


Masalah
Kepala bayi telah lahir tetapi bahu terlambat dan tidak dapat dilahirkan

Pengelolaan umum
Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu pada
setiap persalinan. Terutama sebagai antisipasi terhadap taksiran berat
bayi yang besar dan persalinan pada ibu dengan Diabetes Mellitus

Syarat Pertolongan Distosia Bahu


a. Kondisi vital ibu cukup memadai, sehingga dapat bekerja sama
untuk menyelesaian persalinan
b. Masih memiliki kemampuan untuk mengobati
c. Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi
tubuh bayi
d. Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup.
e. Bukan monstrum atau kelainan kongenital yang menghalangi
keluarnya bayi

Materi Pokok 6. Kala III dan kala IV persalinan


Fisiologi kala III persalinan
Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal
dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, (dengan adanya

Midwifery Update pg. 251


gaya gravitasi) plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke
dalam vagina

Manajemen aktif kala III


Tujuan manjemen aktif kala III adalah membuat uterus
berkontraksi lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu kala
III, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah selama
kala III persalinan jika dibandingkan dengan pelepasan plesenta
secara spontan. Sebagian besar (25-29 %) morbiditas dan mortalitas
ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan akibat
atonia uteri dan pelepasan plasenta sebagian/ retensio plasenta yang
dapat dicegah dengan manajemen aktif kala III.

Keuntungan manajemen aktif kalaIII


a. Persalinan kala III lebih singkat
b. Mengurangi jumlah kehilangan darah
c. Mengurangi angka kejadian retensio plasenta

Manajemen aktif kala III terdiri dari :


a. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit (pertama) setelah
bayi lahir
1) Letakkan bayi baru lahir diatas handuk/kain bersih yang telah
disiapkan di perut bawah ibu, selimuti bayi dan minta ibu atau
pendamping untuk membantu memegang bayi tersebut
2) Pastikan tidak ada bayi lain (undiagnosed twin) didalam uterus
3) Beritahu ibu akan disuntik
4) Segera suntikkan oksitosin 10 iu IM antara bawah dan tengah
lateral paha
5) Letakkan kembali alat suntik pada tempatnya, setelah bayi
dikeringkan, ganti dengan kain bersih dan kering, kemudian
lakukan penjepitan dan potong tali pusat (2-3 menit setelah bayi
lahir). Ikat erat tali pusat.
6) lakukan IMD kontak kulit ke-kulit dan selimuti ibu dan bayi.

Midwifery Update pg. 252


Oksitosin harus disimpan pada suhu 2-8 0 C baik selama dikamar
bersalin maupun pada saat disimpan di gudang penyimpanan obat.
Tersedia juga jenis oksitosin yang dapat disimpan pada temperatur
15-210 C (tergantung pembuatnya), tetapi jika disimpan pada
temperatur diatas batas toleransi temperatur tersebut, maka
oksitosin akan rusak dan menjadi tidak efektif. Menurut temuan
studi RS PONEK (Jakarta, 2011) suhu rata- rata kamar bersalin 25-
270 C.

b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali


1) Berdiri disamping ibu
2) Pindahkan klem (penjepit tali pusat) sekitar 5-10 cm dari vulva
3) Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain)
tepat diatas simpisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba
kontraksi uterus dan menekan uterus secara dorso cranial pada
saat terjadi kontraksi, tegangkan tali pusat. Lahirkan plasenta
yang sudah terlepas dari dinding rahim secara hati-hati untuk
mencegah terjadinya inversio uteri. Setelah plasenta terlepas
dari dinding uterus, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta
terdorong keluar melalui introitus vagina. Bantu kelahiran
plasenta dengan cara menegangkan dan mengarahkan tali pusat
sejajar dengan lantai (mengikuti poros jalan lahir)
4) Jika plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi
kembali (sekitar 2-3 menit) dan lakukan PTT kembali
5) Jika setelah 15 menit melakukan PTT dan dorongan dorso
cranial, plasenta belumlepas, ulangipemberianoksitosin 10 iu
IM. Tunggu kontraksi yangkuat kemudian ulangi PTT dan dorso
cranial hingga plasenta dapat dilahirkan.
”Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti tekanan
dorso cranial secara serentak pada bagian bawah uterus (diatas
simfisis)”.

Midwifery Update pg. 253


c. Melakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir
1) Letakkan telapak tangan pada fundus uteri
2) Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin
merasa agak sedikit tidak nyaman karena tindakan yang
diberikan. Anjurkan ibu untuk mengatur nafas serta rileks
3) Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah
memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika
uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan
penatalaksanaa natonia uteri
4) Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan lengkap dan
utuh
5) Periksa kembali uterus setelah 1-2 menit untuk memastikan
uterus berkontraksi dengan baik dan ajarkan ibu dan keluarga
cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk
mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik
6) Periksa kontraksi uterus tiap 15 menit selama 1 jam pertama
dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua.

Memperkirakan kehilangan darah


Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara
tepat, karena darah seringkali bercampur dengan cairan ketuban
atau urin, dan mungkin terserap handuk, kain atau sarung.
Meletakkan wadah atau pispot dibawah bokong ibu bukanlah cara
yang efektif untuk mengukur kehilangan darah juga tidak
mencerminkan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas wadah
atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk
memegang dan menyusui bayinya.

Cara tak langsung untuk mengukur kehilangan darah adalah


melalui penampakan gejala, dan mengukur tanda vital (nadi dan
tekanan darah). Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas,
pusing, tachicardi dan hipotensi (sistolik turun > 30 mmHg dari
kondisi sebelumnya) maka telah terjadi perdarahan 500 ml – 1000
ml. Bila ibu mengalami syok hipovolemik, maka ibu telah kehilangan

Midwifery Update pg. 254


darah 50 % (2000 -2500 ml). Penting sekali untuk selalu memantau
keadaan umum ibu dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama
kala IV melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan kontraksi
uterus.

Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat
berkontraksi dan jika ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas
tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan
dalam waktu kurang dari 1 jam. Atonia menjadi penyebab lebih dari
90 % perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam
setelah kelahiran bayi. Sebagian besar kematian ibu akibat
perdarahan pasca persalinan terjadi pada beberapa jam pertama
setelah kelahiran bayi.

Pemantauan melekat pada semua ibu pasca persalinan serta


mempersiapkan diri untuk menata-laksana atonia uteri pada setiap
kelahiran merupakan tindakan pencegahan yang sangat penting.
Meskipun beberapa factor-faktor telah diketahui dapat
meningkatkan risiko perdarahan pasca persalinan, 2/3 kasus
perdarahan pasca persalinan terjadi pada ibu tanpa risiko. Karena
alasan tersebut maka manajemen aktif kala III merupakan hal yang
sangat penting dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu akibat perdarahan pasca persalinan.

Midwifery Update pg. 255


Penatalaksanaan atonia uteri
Masase fundus uteri segera setelah plasenta
Ya Evaluasi rutin
lahir (maksimal 15 detik)

Uterus kontraksi

Tidak
Pertahankan KBI selama 1-2
Eksplorasi/bersihkanbekuandarah/s menit
elaputketuban Keluarkan tangan secara hati- hati
Pastikan kandung kemih kosong Lakukan pengawasan kala IV
Ya
KBI maksimal 5 menit

Uterus

Tidak
Ya Suntik ergometrin 0,2 mg IM atau
misoprostol 600 – 1000 mg
Pasang infus RL + 20 IU oksitosin 28 tts
Ya Pengawasan kala IV

Berikan kristaloid, guyur


Ulangi KBI

Uterus kontraksi

Tidak
RUJUK
Lanjutkan pemberian infus + 20 IU oksitosin minimal dan cairan infus 500 cc /jam hingga mencapai tempat
rujukan
Selama rujukan dapat dilakukan pemasangan kondom kateter atau kompresi aorta abdominalis

CATATAN:
- Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang
mengandung oksitosin
- Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi berat/
tidak terkontrol, penderita sakit jantung dan penyakit pembuluh
darah tepi

Midwifery Update pg. 256


Materi Pokok 7. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
a. Bayi harus mendapatkan kontak kulit kekulit dengan ibunya segera
setelah lahir selama paling sedikit 1 jam
b. Bayi harus dibiarkan untuk melakukan IMD dan ibu dapat
mengenali bahwa bayinya siap untuk menyusu serta memberikan
bantuan jika diperlukan
c. Menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada
BBL, hingga inisiasi menyusu selesai dilakukan. Prosedur tersebut
seperti pemberian vitamin K, menimbang, mengukur dan
sebagainya.

Keuntungan inisi menyusu dini bagi ibu dan bayi


a. Keuntungan IMD bagi bayi :
1) Mengurangi 22 % kematian bayi berusia kurang dari 28 hari
2) Menstabilkan pernafasan dan detakjantung
3) Mengendalikan temperature tubuh
4) Memperbaiki atau membuat pola tidur bayi lebih baik
5) Mendorong keterampilan bayi untuk menyusu lebih cepat dan
efektif
6) Meningkatkan kenaikan berat badan (bayi lebih cepat kembali
keberat badan lahirnya)
7) Meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan bayi
8) Mengurangi tangis bayi
9) Mengurangi infeksi bayi dikarenakan adanya kolonisasi kuman
di usus bayi akibat kontak kulit ibu dengan bayi dan bayi
menjilat kulit ibu
10) Mengeluarkan mekonium lebih cepat, sehingga menurunkan
kejadian ikterus bayi baru lahir
11) Memperbaiki kadar gula dan parameter biokimia lain selama
beberapa jam pertama hidupnya
12) Mengoptimalisasi keadaan hormonal bayi

Midwifery Update pg. 257


b. Keuntungan IMD bagi ibu
1) Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin pada ibu yang
dapat membantu kontraksi uterus sehingga menurunkan risiko
perdarahan post partum (pasca persalinan)
2) Merangsang pengeluaran kolostrum dan meningkatkan
produksi ASI
3) Membantu ibu mengatasi stress sehingga ibu merasa lebih
tenang dan tidak nyeri pada saat plasenta lahir dan prosedur
pasca persalinan lainnya
4) Menunda ovulasi

Materi Pokok 8. Penjahitan robekan perineum


Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi adalah :
a. Menyatukan kembali jaringan tubuh (aproximasi)
b. Mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (hemostasis)
Pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan benang
secukupnya dan gunakan sesedikit mungkin jahitan. Dianjurkan untuk
melakukan penjahitan dengan tehnik jelujur.

Keuntungan tehnik penjahitan jelujur :


a. Mudah dipelajari
b. Tidak terlalu nyeri bagi ibu
c. Menggunakan jahitan lebih sedikit

Derajat robekan
Derajat 1 : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum
Derajat 2 : derajat 1 ditambah otot perineum
Derajat 3 : derajat 2 ditambah otot sfingter ani
Derajat 4 : derajat 3 ditambah mukosa rektum
Penolong asuhan persalinan normal tidak dibekali keterampilan
menjahit derajat 3 dan 4. Segera rujuk ke fasilitas rujukan

Midwifery Update pg. 258


Penjahitan laserasi perineum
a. Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah
terkontaminasi, atau tertusuk jarum maupun peralatan tajam
lainnya
b. Pastikan semua peralatan sudah di proses secara benar.
c. Setelah memberikan anastesi lokal (lidokain 1% tanpa efineprin),
dan memastikan daerah tersebut sudah dianastesi, pastikan batas-
batas luka dan nilai kedalaman luka secara hati-hati.
d. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi
dibagian dalam vagina. Buat ikatan dan potong pendek benang yang
lebih pendek dari ikatan.
e. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit kebawah kearah
cincin himen.
f. Tepat sebelum lingkaran hymen, masukkan jarum kemukosa vagina
lalu kebawah dari lingkaran hymen sampai jarum ada dibawah alur
laserasi. Periksa bagian antara jarum di perineum dan bagian atas
laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum kepuncak luka.
g. Teruskan kearah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan
jelujur hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan jarak
setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Jika laserasi
meluas ke dalam otot, mungkin perlu untuk melakukan satu atau
dua lapis jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan
atau mendekatkan jaringan tubuh secara efektif.
h. Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum keatas dan
teruskan penjahitan, menggunakan jahitan jelujur untuk menutup
lapisan subkutikuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua.
Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm atau
kurang. Luka ini akan menutup dengan sendirinya pada saat
penyembuhan luka.
i. Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina,jarum
harus keluar dari belakang lingkaran hymen

Midwifery Update pg. 259


j. Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung
benang dan sisakan sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong
terlalu pendek, simpul akan longgar dan laserasi akan membuka
k. Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan
bahwa tidak ada kasa atau peralatan yang tertinggal didalam
l. Dengan lembut masukkan jari paling kecil kedalam anus. Raba
apakah ada jahitan pada rectum. Jika ada jahitan yang teraba,
ulangi pemeriksaan rectum 6 minggu pasca persalinan. Jika
penyembuhan belum sempuna, segera rujuk ibu kefasilitas
kesehatan rujukan
m. Cuci area genitalia secara lembut dengan sabun dan air DTT,
kemudian keringkan. Bantu ibu memilih posisi yang nyaman.

Nasehati ibu untuk :


a. Menjaga daerah perineum selalu bersih dan kering
b. Hindari penggunaan obat-obat tradisional pada perineum
c. Cuci daerah perineum dengan sabun dan air 3-4 x perhari
d. Kembali 1-2 minggu untuk memeriksa penyembuhan luka, dan
segera datang ke petugas bila mengalami demam atau
mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau
terasa sangat nyeri.

Midwifery Update pg. 260


Ingat :
Jangan meninggalkan ibu dalam 2 jam pertama pasca persalinan
Seorang ibu dapat meninggal akibat dari atonia uteri (perdarahan dan
syok hipovolemik). Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama
kala III dan IV persalinan dapat menghindari ibu dari komplikasi berat
dan kematian.

Midwifery Update pg. 261


Asuhan dan pemantauan kala IV
a. Lakukan masase uterus dan pantau kontraksi, tekanan darah, nadi,
tinggi fundus, kandung kemih dan darah yang keluar setiap 15
menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam
kedua. Jika ada temuan tidak normal, tingkatkan observasi
penilaian kondisi ibu.
b. Ajarkan ibu dan keluarga bagaimana menilai kontraksi uterus dan
jumlah darah yang keluar serta melakukan masase jika uterus
menjadi lembek.
c. Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu
ibu mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur
posisi agar nyaman. Anjurkan ibu untuk memberikan ASI pada bayi.
d. Jangan gunakan gurita atau bebat perut selama 2 (dua) jam pertama
pasca persalinan.
e. Jika kandung kemih penuh bantu ibu untuk mengosongkan
kandung kemihnya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu
dengan cara menyiram air hangat ke perineumnya. Jika setelah
berbagai upaya dilakukan, ibu tetap tidak dapat berkemih secara
spontan, mungkin perlu dilakukan kateterisasi dengan
menggunakan tehnik aseptik.
f. Dokumentasikan seluruh hasil pemeriksaan pada tabel pemantauan
kala IV di halaman belakang lembar patograf.

Midwifery Update pg. 262


Materi pokok 9. Pelayanan Persalinan di masa pandemic
Covid-19
a. Semua persalinan dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
b. Pemilihan tempat pertolongan persalinan ditentukan berdasarkan:
1) Kondisi ibu yang ditetapkan pada saat skrining risiko persalinan
2) Kondisi ibu saat inpartu
3) Status ibu dikaitkan dengan COVID-19.
 Persalinan di RS Rujukan COVID-19 untuk ibu dengan
status: suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID- 19
(penanganan tim multidisiplin).
 Persalinan di RS non rujukanCOVID-19 untuk ibu dengan
status: suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID-19, jika
terjadi kondisi RS rujukan COVID-19 penuh dan/atau terjadi
kondisi emergensi. Persalinan dilakukan dengan APD yang
sesuai.
 Persalinan di FKTP untuk ibu dengan status kontak erat
(skrining awal: anamnesis, pemeriksaan darah normal (NLR
< 5,8 dan limfosit normal, rapid testnon reaktif).
 Persalinan di FKTP menggunakan APD yang sesuai dan
dapat dan dapat menggunakan delivery chamber
(penggunaan delivery chamber belum terbukti dapat
mencegah transmisi COVID-19).
4) Pasien dengan kondisi inpartu atau emergensi harus diterima di
semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan walaupunbelumdiketahui
status COVID-19. Kecuali bila ada kondisi yang mengharuskan
dilakukan rujukan karena komplikasi obstetrik.
c. Rujukan terencana untuk ibu yang memiliki risiko pada persalinan
ibu hamil dengan status suspek dan terkonfirmasi COVID-19
d. Ibu hamil melakukan isolasi mandiri minimal 14 hari sebelum
taksiran persalinan atau sebelum tanda persalinan.
e. Pada zona merah (risiko tinggi), orange (risiko sedang), dan kuning
(risiko rendah), ibu hamil dengan atau tanpa tanda dan gejala
COVID-19 pada H-14 sebelum taksiran persalinan dilakukan
skrining untuk menentukan status COVID-19. Skrining dilakukan

Midwifery Update pg. 263


dengan anamnesa, pemeriksaan darah NLR atau rapid test (jika
tersedia fasilitas dan sumber daya). Untuk daerah yang mempunyai
kebijakan lokal dapat melakukan skrining lebih awal.
f. Pada zona hijau (tidak terdampak/tidak ada kasus), skrining
COVID- 19 pada ibu hamil jika ibu memiliki kontak erat dan atau
gejala.
g. Untuk ibu dengan status kontak erat tanpa penyulit obstetrik
(skrining awal: anamnesis, pemeriksaan darah normal (NLR < 5,8
dan limfosit normal), rapid test non reaktif), persalinan dapat
dilakukan di FKTP. Persalinan di FKTP dapat menggunakan delivery
chamber tanpa melonggarkan pemakaian APD (penggunaan
delivery chamber belum terbukti dapat mencegah transmisi
COVID-19).
h. Apabila ibu datang dalam keadaan inpartu dan belum dilakukan
skrining, Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus tetap melayani tanpa
menunggu hasil skrining dengan menggunakan APD sesuai standar.
i. Hasil skrining COVID-19 dicatat/dilampirkan di buku KIA dan
dikomunikasikan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat rencana
persalinan.
j. Pelayanan KB pasca persalinan tetap dilakukan sesuai prosedur,
diutamakan menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP).
Midwifery Update pg. 264
Materi Pokok 10. Langkah-langkah Penuntun Belajar Persalinan
Normal
PENUNTUN BELAJAR

PROSEDUR PERSALINAN NORMAL


Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai
berikut:
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan
yang seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan).
Masih membutuhkan bantuan pelatih untuk perbaikan langkah dan
cara mengerjakannya
2 Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan
urutannya (jika harus berurutan). Waktu kerja masih dalam batas rata-
rata waktu untuk prosedur terkait
3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu
kerja yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak
perlu diperagakan)

Nama Peserta : ……………………………………


Tanggal : ………………………….

KEGIATAN KASUS
I. MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA

1. Mendengar dan melihat tanda Kala Dua persalinan


Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran
Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum
dan vagina
 Perineum tampak menonjol
 Vulva dan sfingter ani membuka
II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN

2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial


untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi
segera pada ibu dan bayi baru lahir.
Untuk asuhan bayi baru lahir atau resusitasi  siapkan:
 Tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat,
 3 handuk/kain bersih dan kering (termasuk ganjal bahu bayi),
 Alat penghisap lendir,

Midwifery Update pg. 265


 Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
Untuk ibu:
 Menggelar kain di perut bawah ibu
 Menyiapkan oksitosin 10 unit
 Alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set
3. Pakai celemek plastik atau dari bahan yang tidak tembus cairan
4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci
tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih
dan kering
5. Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan
untuk periksa dalam
6. Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan
yang memakai sarung tangan DTT atau Steril dan pastikan tidak
terjadi kontaminasi pada alat suntik)
III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN JANIN

7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-


hati dari anterior (depan) ke posterior (belakang) menggunakan
kapas atau kasa yang dibasahi air DTT
 Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
 Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam
wadah yang tersedia
 Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan dan
rendam sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5% 
langkah # 9. Pakai sarung tangan DTT/Steril untuk
melaksanakan langkah lanjutan
8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.
 Bila selaput ketuban masih utuh saat pembukaan sudah
lengkap maka lakukan amniotomi
9. Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, lepaskan
sarung tangan dalam keadaan terbalik, dan rendam dalam klorin
0,5% selama 10 menit). Cuci kedua tangan setelah sarung tangan
dilepaskan. Tutup kembali partus set.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus
mereda (relaksasi) untuk memastikan DJJ masih dalam batas
normal (120 – 160x/ menit)
 Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
 Mendokumentasikan hasil-hasil periksa dalam, DJJ, semua
temuan pemeriksaan dan asuhan yang diberikan ke dalam
partograf
IV. MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU
PROSES MENERAN

11. Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan


keadaan janin cukup baik, kemudian bantu ibu menemukan
posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
 Tunggu hingga timbul kontraksi atau rasa ingin meneran,
lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin

Midwifery Update pg. 266


(ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan
dokumentasikan semua temuan yang ada
 Jelaskan pada anggota keluarga tentang peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu dan meneran
secara benar
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran jika ada
rasa ingin meneran atau kontraksi yang kuat. Pada kondisi itu,
ibu diposisikan setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan
dan pastikan ibu merasa nyaman
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ingin
meneran atau timbul kontraksi yang kuat:
 Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
 Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki
cara meneran apabila caranya tidak sesuai
 Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
 Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
 Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk
ibu
 Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
 Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir
setelah pembukaan lengkap dan dipimpin meneran ≥ 120 menit
(2 jam) pada primigravida atau ≥ 60 menit (1 jam) pada
multigravida
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk
meneran dalam selang waktu 60 menit
V. PERSIAPAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI

15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut


bawah ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan
diameter 5-6 cm
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas bokong
Ibu
17. Buka tutup partus set dan pastikan kembali kelengkapan
peralatan dan bahan
18. Pakai sarung tangan DTT/Steril pada kedua tangan
VI. PERTOLONGAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI

Lahirnya Kepala

19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka


vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi
dengan kain bersih dan kering, tangan yang lain menahan
belakang kepala untuk mempertahankan posisi fleksi dan
membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu meneran secara efektif
atau bernapas cepat dan dangkal
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat (ambil tindakan
yang sesuai jika hal itu terjadi), segera lanjutkan proses
kelahiran bayi. Perhatikan!

Midwifery Update pg. 267


 Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lilitan
lewat bagian atas kepala bayi
 Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua
tempat dan potong tali pusat di antara dua klem tersebut
21. Setelah kepala lahir, tunggu putaran paksi luar yang berlangsung
secara spontan
Lahirnya Bahu

22. Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara
biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan
lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul di bawah arkuspubis dan kemudian gerakkan ke
arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang
Lahirnya Badan dan Tungkai

23. Setelah kedua bahu lahir, satu tangan menyangga kepala dan
bahu belakang, tangan yang lain menelusuri dan memegang
lengan dan siku bayi bagian atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas
berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua
mata kaki (masukkan telunjuk diantara kedua kaki dan pegang
kedua kaki dengan melingkarkan ibu jari pada satu sisi dan jari-
jari lainnya pada sisi yang lain agar bertemu dengan jari telunjuk)
VII. ASUHAN BAYI BARU LAHIR

25. Lakukan penilaian (selintas):


 Apakah bayi cukup bulan?
 Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernapas tanpa
kesulitan?
 Apakah bayi bergerak dengan aktif ?
Bila salah satu jawaban adalah “TIDAK,” lanjut ke langkah
resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia (lihat
penatalaksanaanasfiksia)
Bila semua jawaban adalah “YA”, lanjut ke-26
26. Keringkan tubuh bayi
Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya (kecuali kedua tangan) tanpa membersihkan verniks.
Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Pastikan
bayi dalam posisi dan kondisi aman di perut bagian bawah ibu.
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang
lahir (hamil tunggal) dan bukan kehamilan ganda (gemelli).
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10
unit (intramuskuler) di 1/3 distal lateral paha (lakukan aspirasi
sebelum menyuntikkan oksitosin).
30. Dalam waktu dua menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat dengan
klem kira-kira 2-3 cm dari pusar bayi. Gunakan jari telunjuk dan
jari tengah tangan yang lain untuk mendorong isi tali pusat ke
arah ibu, dan klem tali pusat pada sekitar 2 cm distal dari klem
pertama.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat

Midwifery Update pg. 268


 Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di
antara 2 klem tersebut.
 Ikat tali pusat dengan benang DTT/Steril pada satu sisi
kemudian lingkarkan lagi benang tersebut dan ikat tali pusat
dengan simpul kunci pada sisi lainnya
 Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah
disediakan
32. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu- bayi.
Luruskan bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada
ibunya. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu
dengan posisi lebih rendah dari puting susu atau areola mame
ibu
 Selimuti ibu-bayi dengan kain kering dan hangat, pasang topi
di kepala bayi.
 Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu
paling sedikit 1 jam.
 Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu
dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu untuk pertama kali
akan berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu
dari satu payudara
 Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi
sudah berhasil menyusu
VIII. MANAJEMEN AKTIF KALA TIGA PERSALINAN(MAK III)

33. Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
34. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut bawah ibu (di atas
simfisis), untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang
klem untuk menegangkan tali pusat
35. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah
sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas
(dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversiouteri).
Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan
tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan
ulangi kembali prosedur di atas.
 Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau
anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan plasenta

36. Bila pada penekanan bagian bawah dinding depan uterus ke arah
dorsal ternyata diikuti dengan pergeseran tali pusat ke arah distal
maka lanjutkan dorongan ke arah kranial hingga plasenta dapat
dilahirkan.
 Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan (jangan
ditarik secara kuat terutama jika uterus tak berkontraksi)
sesuai dengan sumbu jalan lahir (ke arah bawah-sejajar lantai-
atas)
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali
pusat:
1. Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM

Midwifery Update pg. 269


2. Lakukan kateterisasi (gunakan teknik aseptik) jika kandung
kemih penuh
3. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4. Ulangi tekanan dorso-kranial dan penegangan tali pusat 15
menit berikutnya
5. Jika plasenta tak lahir dalam 30 menit sejak bayi lahir atau
terjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan plasenta
manual
37. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta
dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada
wadah yang telah disediakan.
 Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau
steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian
gunakan jari-jari tangan atau klem ovum DTT/Steril untuk
mengeluarkan selaput yang tertinggal
Rangsangan Taktil (Masase) Uterus

38. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan


masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan
masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus teraba keras)
 Lakukan tindakan yang diperlukan (Kompresi Bimanual
Internal, Kompresi Aorta Abdominalis, Tampon Kondom-
Kateter) jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
rangsangan taktil/masase
IX. MENILAI PERDARAHAN

39. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.


Lakukan penjahitan bila terjadi laserasi derajat 1 atau derajat 2
dan atau menimbulkan perdarahan.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera
lakukan penjahitan
40. Periksa kedua sisi plasenta (maternal-fetal) pastikan plasenta
telah dilahirkan lengkap.Masukkan plasenta ke dalam kantung
plastik atau tempat khusus
X. ASUHAN PASCA PERSALINAN

41. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi


perdarahan pervaginam
42. Pastikan kandungkemihkosong. Jika penuh, lakukan kateterisasi
Evaluasi

43. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam


larutan klorin 0,5 %,bersihkan noda darah dan cairan tubuh,
dan bilas diair DTT tanpa melepas sarung tangankemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
kering.
44. Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan
menilai kontraksi.
45. Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik.
46. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.

Midwifery Update pg. 270


47. Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan
baik (40-60 kali/ menit).
 Jika bayi sulit bernapas, merintih, atau retraksi, diresusitasi
dan segera merujuk kerumahsakit.
 Jika bayi napas terlalu cepat atau sesak napas, segera rujuk
ke RS Rujukan.
 Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lakukan
kembali kontak kulit ibu-bayi dan hangatkan ibu-bayi dalam
satu selimut.
Kebersihan dan Keamanan

48. Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan
menggunakan air DDT. Bersihkan cairan ketuban, lendir dan
darah di ranjang atau disekitar ibu berbaring. Bantu ibu memakai
pakaian yang bersih dan kering
49. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.
Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan
yang diinginkannya
50. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin
0,5% untuk dekontaminasi (10menit). Cuci dan bilas peralatan
setelah didekontaminasi
51. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai
52. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
53. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan dalam keadaan
terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.
54. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih
dan kering
55. Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk memberikan salep mata
profilaksis infeksi, vitamin K1 (1 mg ) intra muskuler dipaha kiri
bawah lateral dalam 1 jam pertama.
56. Lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir. Pastikan kondisi bayi
baik. (pernafasan normal 40 - 60 kali/ menit dan temperatur
tubuh normal 36.5 - 37.50C) setiap 15 menit.
57. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan
imunisasi Hepatitis B di paha
kanan bawah lateral. Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar
sewaktu-waktu dapat disusukan.
58. Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam
didalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
59. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
kering
Dokumentasi

60. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda


vital, lakukan asuhan dan pemantauan kala IV persalinan setiap
15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua.

Midwifery Update pg. 271


Referensi
- Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2017). JNPK-KR. JAKARTA
- Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney, H. (2010). Varney’s Midwifery,
Fourth Edition. Sudbury, Massachusetts: Jones and Bartlett.)
- Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Faskesdasar dan Rujukan,
Kemenkes 2013
- Buku Acuan Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Dasr (PONED). 2008. JNPK - KR. Jakarta
- Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir di
Era Adaptasi Kebiasaan Baru. Kemenkes 2020

Anda mungkin juga menyukai