Anda di halaman 1dari 17

BAB VI

ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN)

A. Deskripsi Singkat
Kelahiran merupakan sebuah keajaiban Tuhan yang terjadi setiap hari
dan sebuah kegembiraan bagi anggota keluarga. Bagi bidan, kelahiran
merupakan pelajaran yang tak pernah selesai dipelajari, karena
memiliki karakterisasi yang bervariasi dan terus berubah.. Pemilihan
fasilitas dan tenaga professional dilakukan oleh ibu dan keluarga
dengan harapan ibu dan anak lahir sehat dan selamat.
Sesi ini membahas tentang hal-hal yang wajib diperhatikan dalam
melakukan Asuhan Persalinan Normal. Membuat perempuan merasa
nyaman selama persalinan. Memfasilitasi perempuan melahirkan
dengan posisi sesuai dengan keinginannya. Meyakini kepala janin dapat
menyesuaikan diri dengan pelvic. Membuat keputusan klinis yang tepat
bila terjadi kelainan yang umum dan tidak berbahaya. Meyakini
kehadiran keluarga dan teman membawa manfaat pada proses
persalinan. Mendampingi perempuan dalam persalinan membutuhkan
kesabaran dan kerja keras.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu memahami tentang hal -
hal yang harus diperhatikan dalam melakukan APN.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami paradigma dalam asuhan persalinan normal
b. Memahami lima aspek Lima aspek dasar yang penting dalam
asuhan persalinan yang bersih dan aman
c. Memahami Kala I Asuhan PersalinanNormal
d. Memahami pencatatan proses persalinan pada Partograf

e. Memahami asuhan kala II persalinan


f. Memahami asuhan kala III dan kala IV persalinan
g. Memahami Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
h. Memahami penjahitan robekan perineum
i. Memahami pelayanan persalinan pada saat pandemi
j. Memahami langkah-langkah penuntun belajar persalinan
normal
C. Materi Pokok
1. Paradigma dalam asuhan persalinan normal
2. Lima aspek dasar yang penting dalam asuhan persalinan yang bersih
dan aman
3. Kala I Asuhan Persalinan Normal
4. Observasi persalinan dengan Partograf
5. Kala II persalinan
6. Kala III dan kala IV persalinan
7. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
8. Penjahitan robekan perineum
9. Pelayanan Persalinan pada masa pandemi covid-19
10.Langkah – langkah penuntun belajar persalinan normal
D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Paradigma dalam Asuhan Persalinan
Fokus asuhan persalinan bersih dan aman adalah kualitas pelayanan,
kepuasan pasien, mencegah terjadinya komplikasi dan keselamatan ibu
dan bayi (patient’s savety) Hal ini merupakan pergeseran paradigma dari
menunggu timbulnya penyulit dan penanganan komplikasi menjadi
proaktif dalam persiapan persalinan dan pencegahan komplikasi. Hal ini
terbukti mampu mengurangi kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru
lahir.

Beberapa contoh dibawah ini, menunjukkan adanya pergeseran


paradigma tersebut diatas :
a. Mencegah perdarahan pasca persalinan yang disebabkan atonia
uteri
Upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan dimulai dari tahap
yang paling dini. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan
upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan diantaranya
pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan partograf,
managemenaktif kala III dan pemantauan terhadap kontraksi uterus
pasca persalinan. Upaya rujukan obstetric dimulai dari pengenalan
dini kondisi patologis, penanganan awal dan menjaga kondisi ibu
dan bayi agar tetap optimal dan merujuk secara tepat waktu
b. Mencegah terjadinya laserasi/ episiotomi
Dengan paradigm pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan
secara rutin karena dengan perasat khusus, penolong persalinan
akan mengatur ekspulsi kepala, bahu dan seluruh tubuh bayi untuk
mencegah terjadinya laserasi atau minimalisasi robekan pada
perineum.
c. Mencegah terjadinya retensio plasenta
Management aktif kala III dilakukan untuk mencegah atonia uteri
atau perdarahan pasca persalinan, mempercepat proses pelepasan
plasenta dari dinding Rahim dan melahirkan plasenta dengan
pemberian utero tonika dalam 1 menit setelah bayi lahir dan
melakukan penegangan talipusat terkendali.
d. Mencegah terjadinya partus lama
Untuk mencegah partus lama, asuhan bersih dan aman
mengandalkan penggunaan partograf untuk memantau kondisi ibu
dan janin serta kemajuan proses persalinan. Dukungan suami atau
kerabat, diharapkan dapat memberikan rasa tenang, aman, dan
nyaman selama proses persalinan berlangsung. Pendampingan oleh
keluarga ini diharapkan dapat mendukung kelancaran proses
persalinan, menjalin kebersamaan, berbagi tanggung jawab diantara
penolong dan keluarga pasien.
e. Mencegah terjadinya asfiksia bayi baru lahir

Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya


pengenalan/ penanganan penyulit sedini mungkin, misalnya dengan
memantau secara baik dan teratur denyut jantung janin selama
proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa
nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero plasenta
terhadap bayi, tehnik meneran dan bernafas yang menguntungkan
bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk
menjaga tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi
yang tepat, melakukan penghisapan lendir secara benar,
rangsangantaktil danmemberikanpernafasanbuatan (bilaperlu).
Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia,
memberikan pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi
asfiksia dan mencegah hipotermi.
Jika semua penolong persalinan kompeten melakukan upaya
pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi
yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan
tepat waktu, serta melakukan upaya rujukan segera dimana kondisi ibu
masih optimal maka semua upaya tersebut dapat secara signifikan
menurunkan jumlah kesakitan dan kematian ibu dan bayi barulahir di
Indonesia.
Tujuan Asuhan persalinan Bersih dan Aman adalah menjaga
kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi
ibu dan bayinya, sehingga melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap
tetapi dengan intervensi minimal maka prinsip keamanan dan kualitas
pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan.

Setiap intervensi yang akan di aplikasikan dalam asuhan


persalinan normal harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah
yang kuat, termasuk juga manfaat dari berbagai intervensi
yang ada, bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan

Pokok 2. Lima aspek dasar yang penting dalam asuhan


persalinan yang bersih dan aman
a. Membuat keputusan klinik yang cepat dan tepat
b. Melaksanakan asuhan sayng ibu dan saying bayi
c. Melaksanakan prinsip-prinsip pencegahan infeksi
d. Melakukan pendokumentasian atau pencatatan
e. Melakukan rujukan secara tepat waktu
a. Membuat keputusan klinik
Membuat keputusan klinik merupakan proses yang menentukan
untuk menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang
diperlukan oleh pasien. Keputusan harus akurat, komprehensif dan
aman, baik bagi pasien, keluarga maupun petugas yang memberikan
pertolongan. Keputusan klinik tersebut harus dihasilkan melalui
serangkaian proses dan metode yang sistematik, menggunakan
informasi yang dan hasil olah kognitif dan intuitif serta dipadukan
dengan kajian teoritis dan intervensi berdasarkan bukti (evidence
based), keterampilan dan pengalaman yang dikembangkan melalui
beberapa tahapan logis dan diperlukan dalam upaya untuk
menyelesaikan masalah dan berfokus pada pasien.
b. Melaksanakan asuhan sayang ibu dan sayang bayi
Asuhan saying ibu dan saying bayi adalah asuhan yang menghargai
budaya, kepercayaan dan keinginan ibu. Beberapa prinsip dasar
asuhan saying ibu dan bayi adalah dengan mengikut sertakan suami
dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Banyak
hasil penelitian menunjukkan bahwa jika ibu diperhatikan dan
diberikan dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi serta
mengetahui dengan baik mengenai proses persalinan dan asuhan
yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan rasa aman
dan hasil yang diperoleh akan lebih baik serta dapat mengurangi
persalinan dengan tindakan atau seksiosesaria, dan persalinan
berlangsung lebih cept.
c. Melaksanakan prinsip-prinsip pencegahan infeksi
Tindakan pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponenkomponen lain dalam asuhan selama persalinan dan
kelahiran bayi.
Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk
melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan
tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karena bakteri,
virus dan jamur serta melakukan upaya menurunkan risiko
penularan penyakit-penyakit berbahaya seperti hepatitis dan
HIV/AIDS. (Prinsip-prinsip pencegahan infeksi akan dibahas lebih
jelas pada materi tersendiri).
d. Melakukan pendokumentasian atau pencatatan
Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan
klinik karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus
menerus memperhatikan asuhan yang diberikan selama proses
persalinan dan kelahiranbayi. Pencatatan rutin yang perlu dibuat
dan dilengkapi adalah kondisi pasien, diagnosis dan tatalaksana,
asuhan neonatus, laporan persalinan atau tindakan medik yang
dilakukan, laporan kejadian yang tidak diinginkan, kohort pasien,
komplikasi yang terjadi, hasil pengobatan dan sebagainya.
e. Melakukan rujukan secara tepat waktu
Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu kefasilitas rujukan
atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap, diharapkan
mampu menyelamatkan jiwa ibu dan bayinya. Meskipun sebagian
besar ibu akan mengalami persalinan normal, namun sekitar 10 -15
% diantaranya akan mengalami masalah selama proses persalinan
dan kelahiran bayi sehingga perlu dirujuk kefasilitas kesehatan
rujukan. Sangat sulit untuk menduga kapan penyulit akan terjadi
sehingga kesiapan untuk merujuk ibu dan/ atau bayinya kefasilitas
kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu menjadi syarat
bagi keberhasilan upaya penyelamatan.
Materi Pokok 3. Kala I Asuhan Persalinan Normal
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya
terjadi pada usia kehamilan 37-42 minggu tanpa disertai penyulit.
Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan
lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum dapat dikatakan inpartu
jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan atau pembukaan
pada serviks.
Tanda dan gejala inpartu
a. Adanya kontraksi uterus yang teratur dan makin meningkat
(frekuensi dan kekuatannya) minimal 2 x dalam 10 menit.
b. Adanya penipisan dan pembukaan serviks
c. Keluarnya lender bercampur darah (bukan tanda pasti)
Fase-fase dalam kala I persalinan : fase laten dan fase aktif
Fase laten pada kala I persalinan :
a. Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap
b. Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm
c. Pada umumnya berlangsung selama 6 – 8 jam
Fase aktif pada kala I persalinan :
a. Frekuensi dan lama kontraksi akan meningkat secara bertahap dan
dianggap adekuat jika terjadi 3 x atau lebih dalam waktu 10 menit
dan lamanya berlangsung selama 40 detik atau lebih
b. Pembukaan serviks 4 cm atau lebih.
c. Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
Penolong persalinan harus selalu waspada terhadap kemungkinan
timbulnya masalah atau penyulit. Lakukan anamnesa dan pemeriksaan
untuk menseleksi adanya risiko kegawat daruratan dan penyulit antara
lain :
a. Riwayat bedah Caesar
b. Perdarahan pervaginam
c. Persalinan Kurang Bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
d. Ketuban Pecah dengan Mekonium Kental
e. Ketuban Pecah Lama (> 24 jam)
f. Ketuban Pecah pada Persalinan Kurang Bulan (usia kehamilan
kurang dari 37 minggu)
g. Ikterus
h. Anemia Berat
i. Tanda/ gejala Infeksi
j. Pre-eklampsi/ Hipertensi Dalam Kehamilan
k. Tinggi Fundus Uteri 40 cm atau lebih
l. Gawat Janin
m. Primipara dalam Fase Aktif Kala Satu Persalinan dengan palpasi
kepala masih 5/5
n. Presentasi bukan belakang kepala
o. Presentasi Majemuk
p. Kehamilan Gemeli
q. Tali pusat menumbung
r. Syok
s. Penyakit penyakit yang menyertai
t. Tinggi badan < 140 cm
Bidan harus dapat mengenali berbagai penyulit pada ibu bersalin, yang
mengharuskan ibu untuk dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih
lengkap, dimana jika salah satu hasil anamnesa dan pemeriksaan risiko
kegawat-daruratan terdapat jawaban “ya” ibu harus dirujuk kefasilitas
kesehatan rujukan yang lebih lengkap.
Asuhan sayang ibu pada kala I :
a. Memberikan dukungan emosional
b. Membantu pengaturan posisi ibu
c. Memberikan cairan dan nutrisi
d. Keleluasaan melakukan mobilisasi
e. Pencegahan infeksi
Materi Pokok 4. Mencatat proses Persalinan dengan menggunakan
partograf
Observasi yang ketat harus dilakukan selama kala I persalinan untuk
keselamatan ibu, hasil observasi dicatat didalam partograf. Partograf
membantu bidan mengenali apakah ibu masih dalam kondisi normal
atau mulai ada penyulit. Dengan selalu menggunakan partograf, bidan
dapat mengambil keputusan klinik dengan cepat dan tepat sehingga
dapat terhindar dari keterlambatan dalam pengelolaan ibu bersalin.
Partograf dilengkapi halaman depan dan halaman belakang untuk
diketahui dengan lengkap proses persalinan kala I sd IV
Penggunaan Partograf
a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai
bagian penting asuhan persalinan. Partograf harus digunakan, baik
tanpa ataupun adanya penyulit.
b. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah,
puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dll).
c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan
asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran (Spesialis
Obgin, bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa kedokteran).
Partograf membantu penolong persalinan dalam memantau,
mengevaluasi dan membuat keputusan klinik baik persalinan normal
maupun yang disertai dengan penyulit. Pencatatan pada partograf
dimulai pada saat proses persalinan masuk dalam “ fase aktif “.
Bila hasil pemeriksaan dalam menunjukkan pembukaan 4 cm, tetapi
kualitas kontraksi belum adekuat minimal 3 x dalam 10 menit dan/atau
lamanya masih kurang 40 menit, lakukan observasi selama 1 jam
kedepan. Jika masih sama, berarti pasien belum masuk fase aktif.
Bila pembukaan sudah mencapai > 4 cm tetapi kualitas kontraksi masih
kurang 3 x dalam 10 menit atau lamanya kurang dari 40 detik, pikirkan
diagnosa inertia uteri.
Komponen yang harus diobservasi :
a. Denyut jantung janin setiap 1/2 jam
b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap 1/2 jam
c. Nadi : setiap 1/2 jam
d. Pembukaan serviks setiap 4 jam
e. Penurunan kepala : setiap 4 jam
f. Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam
g. Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam
Lembar partograf halaman depan menyediakan lajur dan kolom untuk
mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan,
termasuk:
a. Informasi tentang Ibu dan Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1) Nama, umur.
2) Gravida, para, abortus (keguguran).
3) Nomor catatan medis/nomor puskesmas.
4) Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal
dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu).
5) Waktu pecahnya selaput ketuban.
b. Kondisi Janin:
1) DJJ;
2) Warna dan adanya air ketuban
3) Penyusupan (molase) kepala janin
c. Kemajuan Persalinan:
1) Pembukaan serviks

2) Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin


3) Garis waspada dan garis bertindak
d. Jam dan waktu:
1) Waktu mulainya fase aktif persalinan
2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
h. Kontraksi Uterus:
Frekuensi dan lamanya
i. Obat-obatan dan cairan yang diberikan:
1) Oksitosin
2) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
j. Kondisi Ibu:
1) Nadi, tekanan darah dan temperature tubuh
2) Urin (volume, aseton atau protein)
3) Asupan cairan dan nutrisi serta tatalaksana dan keputusan
klinik
k. Garis Waspada, Garis Bertindak dan Lajur Pemberian Oksitosin
1) Jika grafik dilatasi melewati garis waspada maka penolong harus
mewaspadai bahwa persalinan yang sedang berlangsung telah
memasuki kondisi patologis
2) Partograf menyediakan lajur pemberian oksitosin untuk
persalinan patologis tetapi intervensi ini hanya dilakukan di
fasilitas yang memiliki sumber daya dan sarana yang lengkap
dan petugas memiliki kewenangan untuk melakukan prosedur
tersebut.
Materi Pokok 5. Kala II persalinan
Gejala dan tanda kala II
a. Ibu merasa adanya dorongan ingin meneran bersamaan dengan
adanya kontraksi
b. Ibu merasa adanya tekanan pada rectum/vagina.
c. Perineum menonjol
d. Vulva dan sfingter ani membuka
Tanda pasti kala II jika:
a. Pembukaanlengkap
b. Terlihat bagian kepala janin pada introitus vagina
Asuhan sayang ibu dan bayi pada kala II
a. Anjurkan ibu selalu didampingi oleh keluarga selama proses
persalinan dan kelahiran bayi. Dukungan suami atau keluarga
sangat diperlukan dalam menjalani proses persalinan
b. Jelaskan tahapan dan proses kemajuan persalinan
c. Tentramkan hati ibu
d. Bantu ibu memilih posisi yang nyaman pada saat meneran. Posisi
terlentang tidak dianjurkan lebih dari 10 menit
e. Anjurkan ibu meneran pada kala II, hanya pada saat kontraksi atau
adanya dorongan ingin meneran. Jangan anjurkan ibu meneran
berkepanjangan sehingga upaya akan terhalang.
f. Anjurkan ibu beristirahat diantara kontraksi
g. Anjurkan untuk minum selama proses persalinan
Penatalaksanaan fisiologis kala II
Sebagian besar penolong akan meminta ibu untuk “menarik nafas
panjang dan meneran setelah terjadi pembukaan lengkap. Ibu dipimpin
meneran tanpa henti selama 10 detik atau lebih dengan tenggorokan
terkatup atau maneuver valsava, 3 sampai 4 kali perkontraksi. Hal ini
ternyata dapat menurunkan denyut jantung janin dan nilai apgar score
yang lebih rendah dari normal. Cara meneran seperti itu bukan
merupakan tatalaksana fisiologis persalinan kala II. Pada tatalaksana
fisiologis persalinan kala II, ibu mengendalikan dan mengatur saat
meneran dengan fasilitasi cara meneran yang efektif dan benar dari
penolong persalinan.
Harap diingat bahwa sebagian besar daya dorong untuk melahirkan
bayi, dihasilkan dari kontraksi uterus. Meneran hanya menambah
daya dorong dan kontraksi untuk mengeluarkan bayi.

a. Jika ibu ingin meneran, tapi pembukaan belum lengkap, anjurkan


ibu bernapas cepat saat kontraksi. Upayakan tidak meneran sampai
pembukaan lengkap.
b. Pimpin ibu meneran pada kala II hanya jika ibu ada dorongan ingin
meneran.
c. Jika pembukaan lengkap, tetapi ibu belum ingin meneran,
anjurkan perubahan posisi (bila masih mampu, anjurkan untuk
berjalan-jalan), pantau kondisi ibu dan janin tiap 15 menit, lakukan
stimulasi puting susu, pastikan kandung kemih kosong, evaluasi
selama 60 menit.
d. Jika ibu masih belum ada dorongan ingin meneran setelah itu,
anjurkan meneran pada saat kontraksi puncak.
e. Jika setelah 60 menit, bayi tidak lahir rujuk ibu kefasilitas kesehatan
rujukan.

i ibu dan member kemudahan baginya untuk beristirahat diantara


kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya gravitasi untuk
membantu ibu melahirkan bayinya. Posisi telungkup seringkali
membantu ibu mengurangi nyeri punggung saat persalinan. Posisi
berbaring miring memudahkan ibu untuk beristirahat diantara
kontraksi jika ibu mengalami kelelahan dan juga dapat mengurangi
risiko terjadinya laserasi. Posisi jongkok atau berdiri dapat membantu
mempercepat kemajuan kala II persalinan dan mengurangi rasa nyeri.
Cara meneran
a. Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya
selama kontraksi
b. Beritahu untuk tidak menahan nafas saat meneran
c. Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat diantara kontraksi
d. Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah
untuk meneran jika lutut ditarik kearah dada dan dagu ditempelkan
kedada
e. Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran
f. Tidak diperbolehkan mendorong fundus untuk membantu kelahiran
bayi. Dorongan pada fundus meningkatkan risiko distosia bahu dan
rupture uteri. Peringatkan anggota keluarga ibu untuk tidak
mendorong fundus bila mereka mencoba melakukannya
Upaya pencegahan robekan perineum
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala
dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi
dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan
ibu dan gunakan perasat manual yang tepat, dapat mengatur kecepatan
kelahiran bayi dan mencegah laserasi. Kerjasama akan sangat
bermanfaat saat kepala bayi pada diameter 5-6 cm tengah membuka
vulva (crowning) karena pengendalian kecepatan dan pengaturan
diameter kepala saat melewati introitus vagina dan perineum dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Bimbing ibu untuk
meneran pendek dan beristirahat diantara kontraksi. Episiotomi hanya
dilakukan jika ada indikasi dan tidak dilakukan secara rutin.
Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat
kelahiran bayi jika terjadi:
a. Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan pervaginam.
b. Penyulit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi
vakum, cunam atau forcep)
c. Adanya jaringan parut pada perineum atau vulva yang
memperlambat kemajuan persalinan.

Penatalaksanaan distosia bahu


Pada proses persalinan normal setelah kelahiran kepala akan terjadi
putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu
normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada
pada sumbu miring (oblique) dibawah ospubis. Dorongan pada saat ibu
mengedan akan menyebabkan bahu dengan (anterior) berada dibawah
pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan
dengan sumbu miring panggul, dan tetap berada pada posisi antero
posterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan
dengan simfisis.
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul,
kegagalan bahu untuk melipat kedalam panggul (mis. Pada makrosomia)
disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada
multipara, sehingga penurunan kepada yang terlalu cepat akan
menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau
kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami
pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil melipat masuk kedalam
panggul.
Distosia bahu adalah suatu keadaan yang tidak dapat diduga
sebelumnya. Distosia bahu adalah kegawat-daruratan obstetri.
Kegagalan untuk melahirkan bahu secara spontan menempatkan ibu
dan bayi berisiko untuk terjadinya trauma. Insiden distosia bahu secara
keseluruhan berkisar antara 0.3-1 %, sedangkan pada berat badan bayi
diatas 4000 gram insiden meningkat menjadi 5-7 % dan pada berat
badan bayi lebih dari 4500 gram insidennya menjadi antara 8 - 10 %
Tanda yang harus diwaspadai terhadap adanya kemungkinan
distosia bahu ?
a. Kala II persalinan yang memanjang
b. Kepala bayi melekat pada perineum (recoil/ofhead perineum. Turle’s
sign)

Masalah
Kepala bayi telah lahir tetapi bahu terlambat dan tidak dapat dilahirkan
Pengelolaan umum
Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu pada
setiap persalinan. Terutama sebagai antisipasi terhadap taksiran berat
bayi yang besar dan persalinan pada ibu dengan Diabetes Mellitus
Syarat Pertolongan Distosia Bahu
a. Kondisi vital ibu cukup memadai, sehingga dapat bekerja sama
untuk menyelesaian persalinan
b. Masih memiliki kemampuan untuk mengobati
c. Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi
tubuh bayi
d. Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup.
e. Bukan monstrum atau kelainan kongenital yang menghalangi
keluarnya bayi
Materi Pokok 6. Kala III dan kala IV persalinan
Fisiologi kala III persalinan
Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal
dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, (dengan adanya
gaya gravitasi) plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke
dalam vagina
Manajemen aktif kala III
Tujuan manjemen aktif kala III adalah membuat uterus berkontraksi
lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu kala III, mencegah
perdarahan dan mengurangi kehilangan darah selama kala III
persalinan jika dibandingkan dengan pelepasan plesenta secara
spontan. Sebagian besar (25-29 %) morbiditas dan mortalitas ibu di
Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan akibat atonia
uteri dan pelepasan plasenta sebagian/ retensio plasenta yang dapat
dicegah dengan manajemen aktif kala III.
Keuntungan manajemen aktif kalaIII
a. Persalinan kala III lebih singkat
b. Mengurangi jumlah kehilangan darah
c. Mengurangi angka kejadian retensio plasenta
Manajemen aktif kala III terdiri dari :
a. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit (pertama) setelah
bayi lahir
1) Letakkan bayi baru lahir diatas handuk/kain bersih yang telah
disiapkan di perut bawah ibu, selimuti bayi dan minta ibu atau
pendamping untuk membantu memegang bayi tersebut
2) Pastikan tidak ada bayi lain (undiagnosed twin) didalam uterus
3) Beritahu ibu akan disuntik
4) Segera suntikkan oksitosin 10 iu IM antara bawah dan tengah
lateral paha
5) Letakkan kembali alat suntik pada tempatnya, setelah bayi
dikeringkan, ganti dengan kain bersih dan kering, kemudian
lakukan penjepitan dan potong tali pusat (2-3 menit setelah bayi
lahir). Ikat erat tali pusat.
6) lakukan IMD kontak kulit ke-kulit dan selimuti ibu dan bayi.

Oksitosin harus disimpan pada suhu 2-80 C baik selama dikamar


bersalin maupun pada saat disimpan di gudang penyimpanan obat.
Tersedia juga jenis oksitosin yang dapat disimpan pada temperatur
15-210 C (tergantung pembuatnya), tetapi jika disimpan pada
temperatur diatas batas toleransi temperatur tersebut, maka
oksitosin akan rusak dan menjadi tidak efektif. Menurut temuan
studi RS PONEK (Jakarta, 2011) suhu rata- rata kamar bersalin 25-
270 C.
b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali
1) Berdiri disamping ibu
2) Pindahkan klem (penjepit tali pusat) sekitar 5-10 cm dari vulva
3) Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain)
tepat diatas simpisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba
kontraksi uterus dan menekan uterus secara dorso cranial pada
saat terjadi kontraksi, tegangkan tali pusat. Lahirkan plasenta
yang sudah terlepas dari dinding rahim secara hati-hati untuk
mencegah terjadinya inversio uteri. Setelah plasenta terlepas dari
dinding uterus, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta
terdorong keluar melalui introitus vagina. Bantu kelahiran
plasenta dengan cara menegangkan dan mengarahkan tali pusat
sejajar dengan lantai (mengikuti poros jalan lahir)
4) Jika plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi
kembali (sekitar 2-3 menit) dan lakukan PTT kembali
5) Jika setelah 15 menit melakukan PTT dan dorongan dorso
cranial, plasenta belumlepas, ulangipemberianoksitosin 10 iu IM.
Tunggu kontraksi yangkuat kemudian ulangi PTT dan dorso
cranial hingga plasenta dapat dilahirkan.
”Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti tekanan
dorso cranial secara serentak pada bagian bawah uterus (diatas
simfisis)”.

c. Melakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir


1) Letakkan telapak tangan pada fundus uteri
2) Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin
merasa agak sedikit tidak nyaman karena tindakan yang
diberikan. Anjurkan ibu untuk mengatur nafas serta rileks
3) Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah
memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika
uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan
penatalaksanaa natonia uteri
4) Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan lengkap dan
utuh
5) Periksa kembali uterus setelah 1-2 menit untuk memastikan
uterus berkontraksi dengan baik dan ajarkan ibu dan keluarga
cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk
mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik
6) Periksa kontraksi uterus tiap 15 menit selama 1 jam pertama dan
setiap 30 menit selama 1 jam kedua.
Memperkirakan kehilangan darah
Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara
tepat, karena darah seringkali bercampur dengan cairan ketuban
atau urin, dan mungkin terserap handuk, kain atau sarung.
Meletakkan wadah atau pispot dibawah bokong ibu bukanlah cara
yang efektif untuk mengukur kehilangan darah juga tidak
mencerminkan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas wadah
atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk
memegang dan menyusui bayinya.
Cara tak langsung untuk mengukur kehilangan darah adalah
melalui penampakan gejala, dan mengukur tanda vital (nadi dan
tekanan darah). Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas,
pusing, tachicardi dan hipotensi (sistolik turun > 30 mmHg dari
kondisi sebelumnya) maka telah terjadi perdarahan 500 ml – 1000
ml. Bila ibu mengalami syok hipovolemik, maka ibu telah kehilangan
darah 50 % (2000 -2500 ml). Penting sekali untuk selalu memantau
keadaan umum ibu dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama
kala IV melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan kontraksi
uterus.
Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat
berkontraksi dan jika ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas
tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan
dalam waktu kurang dari 1 jam. Atonia menjadi penyebab lebih dari
90 % perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah
kelahiran bayi. Sebagian besar kematian ibu akibat perdarahan
pasca persalinan terjadi pada beberapa jam pertama setelah
kelahiran bayi.
Pemantauan melekat pada semua ibu pasca persalinan serta
mempersiapkan diri untuk menata-laksana atonia uteri pada setiap
kelahiran merupakan tindakan pencegahan yang sangat penting.
Meskipun beberapa factor-faktor telah diketahui dapat
meningkatkan risiko perdarahan pasca persalinan, 2/3 kasus
perdarahan pasca persalinan terjadi pada ibu tanpa risiko. Karena
alasan tersebut maka manajemen aktif kala III merupakan hal yang
sangat penting dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan

Penatalaksanaan atonia uteri

Masase fundus uteri segera setelah


Ya
plasenta lahir (maksimal 15 detik)
Tidak
1. Eksplorasi/bersihkanbekuandarah/s
elaputketuban
Ya
2. Pastikan kandung kemih kosong
3. KBI maksimal 5 menit
Tidak
Ya
- Suntik ergometrin 0,2 mg IM atau
misoprostol 600 – 1000 mg
Ya - Pasang infus RL + 20 IU oksitosin 28 tts
- Berikan kristaloid, guyur
- Ulangi KBI
Tidak
Uterus kontraksi
?
Uterus
kontraksi ?
Uterus kontraksi
?
- RUJUK
- Lanjutkan pemberian infus + 20 IU oksitosin minimal dan cairan infus 500 cc /jam
hingga mencapai tempat rujukan
- Selama rujukan dapat dilakukan pemasangan kondom kateter atau kompresi aorta
abdominalis
Evaluasi rutin
- Pertahankan KBI selama 1-2
menit
- Keluarkan tangan secara hatihati
- Lakukan pengawasan kala IV
Pengawasan kala IV
CATATAN:
- Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang
mengandung oksitosin
- Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi berat/
tidak terkontrol, penderita sakit jantung dan penyakit pembuluh
darah tepi
Materi Pokok 7. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
a. Bayi harus mendapatkan kontak kulit kekulit dengan ibunya segera
setelah lahir selama paling sedikit 1 jam
b. Bayi harus dibiarkan untuk melakukan IMD dan ibu dapat
mengenali bahwa bayinya siap untuk menyusu serta memberikan
bantuan jika diperlukan
c. Menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada
BBL, hingga inisiasi menyusu selesai dilakukan. Prosedur tersebut
seperti pemberian vitamin K, menimbang, mengukur dan
sebagainya.
Keuntungan inisi menyusu dini bagi ibu dan bayi
a. Keuntungan IMD bagi bayi :
1) Mengurangi 22 % kematian bayi berusia kurang dari 28 hari
2) Menstabilkan pernafasan dan detakjantung
3) Mengendalikan temperature tubuh
4) Memperbaiki atau membuat pola tidur bayi lebih baik
5) Mendorong keterampilan bayi untuk menyusu lebih cepat dan
efektif
6) Meningkatkan kenaikan berat badan (bayi lebih cepat kembali
keberat badan lahirnya)
7) Meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan bayi
8) Mengurangi tangis bayi
9) Mengurangi infeksi bayi dikarenakan adanya kolonisasi kuman
di usus bayi akibat kontak kulit ibu dengan bayi dan bayi
menjilat kulit ibu
10) Mengeluarkan mekonium lebih cepat, sehingga menurunkan
kejadian ikterus bayi baru lahir
11) Memperbaiki kadar gula dan parameter biokimia lain selama
beberapa jam pertama hidupnya
12) Mengoptimalisasi keadaan hormonal bayi

b. Keuntungan IMD bagi ibu


1) Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin pada ibu yang
dapat membantu kontraksi uterus sehingga menurunkan risiko
perdarahan post partum (pasca persalinan)
2) Merangsang pengeluaran kolostrum dan meningkatkan produksi
ASI
3) Membantu ibu mengatasi stress sehingga ibu merasa lebih
tenang dan tidak nyeri pada saat plasenta lahir dan prosedur
pasca persalinan lainnya
4) Menunda ovulasi
Materi Pokok 8. Penjahitan robekan perineum
Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi adalah :
a. Menyatukan kembali jaringan tubuh (aproximasi)
b. Mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (hemostasis)
Pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan benang
secukupnya dan gunakan sesedikit mungkin jahitan. Dianjurkan untuk
melakukan penjahitan dengan tehnik jelujur.
Keuntungan tehnik penjahitan jelujur :
a. Mudah dipelajari
b. Tidak terlalu nyeri bagi ibu
c. Menggunakan jahitan lebih sedikit
Derajat robekan
Derajat 1 : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum
Derajat 2 : derajat 1 ditambah otot perineum
Derajat 3 : derajat 2 ditambah otot sfingter ani
Derajat 4 : derajat 3 ditambah mukosa rektum
Penolong asuhan persalinan normal tidak dibekali keterampilan
menjahit derajat 3 dan 4. Segera rujuk ke fasilitas rujukan

Penjahitan laserasi perineum


a. Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah
terkontaminasi, atau tertusuk jarum maupun peralatan tajam
lainnya
b. Pastikan semua peralatan sudah di proses secara benar.
c. Setelah memberikan anastesi lokal (lidokain 1% tanpa efineprin),
dan memastikan daerah tersebut sudah dianastesi, pastikan batasbatas luka dan nilai kedalaman luka secara hati-hati.
d. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi
dibagian dalam vagina. Buat ikatan dan potong pendek benang yang
lebih pendek dari ikatan.
e. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit kebawah kearah
cincin himen.
f. Tepat sebelum lingkaran hymen, masukkan jarum kemukosa vagina
lalu kebawah dari lingkaran hymen sampai jarum ada dibawah alur
laserasi. Periksa bagian antara jarum di perineum dan bagian atas
laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum kepuncak luka.
g. Teruskan kearah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan
jelujur hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan jarak setiap
jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas
ke dalam otot, mungkin perlu untuk melakukan satu atau dua lapis
jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan atau
mendekatkan jaringan tubuh secara efektif.
h. Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum keatas dan
teruskan penjahitan, menggunakan jahitan jelujur untuk menutup
lapisan subkutikuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua.
Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm atau
kurang. Luka ini akan menutup dengan sendirinya pada saat
penyembuhan luka.
i. Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina,jarum
harus keluar dari belakang lingkaran hymen
j. Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung
benang dan sisakan sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong
terlalu pendek, simpul akan longgar dan laserasi akan membuka
k. Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan
bahwa tidak ada kasa atau peralatan yang tertinggal didalam
l. Dengan lembut masukkan jari paling kecil kedalam anus. Raba
apakah ada jahitan pada rectum. Jika ada jahitan yang teraba,
ulangi pemeriksaan rectum 6 minggu pasca persalinan. Jika
penyembuhan belum sempuna, segera rujuk ibu kefasilitas
kesehatan rujukan
m. Cuci area genitalia secara lembut dengan sabun dan air DTT,
kemudian keringkan. Bantu ibu memilih posisi yang nyaman.
Nasehati ibu untuk :
a. Menjaga daerah perineum selalu bersih dan kering
b. Hindari penggunaan obat-obat tradisional pada perineum
c. Cuci daerah perineum dengan sabun dan air 3-4 x perhari
d. Kembali 1-2 minggu untuk memeriksa penyembuhan luka, dan
segera datang ke petugas bila mengalami demam atau mengeluarkan
cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau terasa sangat
nyeri.

Ingat :
Jangan meninggalkan ibu dalam 2 jam pertama pasca persalinan
Seorang ibu dapat meninggal akibat dari atonia uteri (perdarahan dan
syok hipovolemik). Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama
kala III dan IV persalinan dapat menghindari ibu dari komplikasi berat
dan kematian.

Asuhan dan pemantauan kala IV


a. Lakukan masase uterus dan pantau kontraksi, tekanan darah, nadi,
tinggi fundus, kandung kemih dan darah yang keluar setiap 15
menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam
kedua. Jika ada temuan tidak normal, tingkatkan observasi
penilaian kondisi ibu.
b. Ajarkan ibu dan keluarga bagaimana menilai kontraksi uterus dan
jumlah darah yang keluar serta melakukan masase jika uterus
menjadi lembek.
c. Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu
ibu mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur
posisi agar nyaman. Anjurkan ibu untuk memberikan ASI pada bayi.
d. Jangan gunakan gurita atau bebat perut selama 2 (dua) jam pertama
pasca persalinan.
e. Jika kandung kemih penuh bantu ibu untuk mengosongkan
kandung kemihnya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu
dengan cara menyiram air hangat ke perineumnya. Jika setelah
berbagai upaya dilakukan, ibu tetap tidak dapat berkemih secara
spontan, mungkin perlu dilakukan kateterisasi dengan
menggunakan tehnik aseptik.
f. Dokumentasikan seluruh hasil pemeriksaan pada tabel pemantauan
kala IV di halaman belakang lembar patograf.

Materi pokok 9. Pelayanan Persalinan di masa pandemic


Covid-19
a. Semua persalinan dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
b. Pemilihan tempat pertolongan persalinan ditentukan berdasarkan:
1) Kondisi ibu yang ditetapkan pada saat skrining risiko persalinan
2) Kondisi ibu saat inpartu
3) Status ibu dikaitkan dengan COVID-19.
§ Persalinan di RS Rujukan COVID-19 untuk ibu dengan
status: suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID- 19
(penanganan tim multidisiplin).
§ Persalinan di RS non rujukanCOVID-19 untuk ibu dengan
status: suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID-19, jika
terjadi kondisi RS rujukan COVID-19 penuh dan/atau terjadi
kondisi emergensi. Persalinan dilakukan dengan APD yang
sesuai.
§ Persalinan di FKTP untuk ibu dengan status kontak erat
(skrining awal: anamnesis, pemeriksaan darah normal (NLR
< 5,8 dan limfosit normal, rapid testnon reaktif).
§ Persalinan di FKTP menggunakan APD yang sesuai dan dapat
dan dapat menggunakan delivery chamber (penggunaan
delivery chamber belum terbukti dapat mencegah transmisi
COVID-19).
4) Pasien dengan kondisi inpartu atau emergensi harus diterima di
semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan walaupunbelumdiketahui
status COVID-19. Kecuali bila ada kondisi yang mengharuskan
dilakukan rujukan karena komplikasi obstetrik.
c. Rujukan terencana untuk ibu yang memiliki risiko pada persalinan
ibu hamil dengan status suspek dan terkonfirmasi COVID-19
d. Ibu hamil melakukan isolasi mandiri minimal 14 hari sebelum
taksiran persalinan atau sebelum tanda persalinan.
e. Pada zona merah (risiko tinggi), orange (risiko sedang), dan kuning
(risiko rendah), ibu hamil dengan atau tanpa tanda dan gejala
COVID-19 pada H-14 sebelum taksiran persalinan dilakukan
skrining untuk menentukan status COVID-19. Skrining dilakukan
dengan anamnesa, pemeriksaan darah NLR atau rapid test (jika
tersedia fasilitas dan sumber daya). Untuk daerah yang mempunyai
kebijakan lokal dapat melakukan skrining lebih awal.
f. Pada zona hijau (tidak terdampak/tidak ada kasus), skrining COVID-
19 pada ibu hamil jika ibu memiliki kontak erat dan atau gejala.
g. Untuk ibu dengan status kontak erat tanpa penyulit obstetrik
(skrining awal: anamnesis, pemeriksaan darah normal (NLR < 5,8
dan limfosit normal), rapid test non reaktif), persalinan dapat
dilakukan di FKTP. Persalinan di FKTP dapat menggunakan delivery
chamber tanpa melonggarkan pemakaian APD (penggunaan delivery
chamber belum terbukti dapat mencegah transmisi COVID-19).
h. Apabila ibu datang dalam keadaan inpartu dan belum dilakukan
skrining, Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus tetap melayani tanpa
menunggu hasil skrining dengan menggunakan APD sesuai standar.
i. Hasil skrining COVID-19 dicatat/dilampirkan di buku KIA dan
dikomunikasikan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat rencana
persalinan.
j. Pelayanan KB pasca persalinan tetap dilakukan sesuai prosedur,
diutamakan menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP)

Anda mungkin juga menyukai