DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
1. RESTIANI 11.14076.18.035
2. SAPNA 11.14076.18.036
3. SEPTI MAULIDA 11.14076.18.037
4. SILPIANTI 11.14076.18.039
5. SUCI MARGAHAYU 11.14076.18.041
PALANGKA RAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu kebidanan adalah ilmu yang mempelajari tentang kehamilan,
persalinan, dan kala nifas serta kembalinya alat reproduksi ke keadaan normal.
Tujuan ilmu kebidanan adalah untuk mengantarkan kehamilan, persalinan, dan
kala nifas serta pemberian ASI dengan selamat dengan kerusakan akibat
persalinan sekecil-kecilnya dan kembalinya alat reproduksi kekeadaan normal.
Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan
tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Dikemukakan
bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan suatu negara
untuk memberikan pelayanan kesehatan. Indonesia, di lingkungan ASEAN,
merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal tertinggi, yang berarti
kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan segara untuk memberikan
pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan
lebih bermutu.
Memperhatikan angka kematian ibu dan bayi, dapat dikemukakan bahwa:
1. Sebagian besar kematian ibu dan perinatal terjadi saat pertolongan pertama
sangat dibutuhkan.
2. Pengawasan antenatal masih belum memadai sehingga penyulit hamil dan
hamil dengan risiko tinggi tidak atau terlambat diketahui.
3. Masih banyak dijumpai ibu dengan jarak hamil pendek, terlalu banyak
anak, terlalu muda, dan terlalu tua untuk hamil.
4. Gerakan keluarga berencana masih dapat digalakkan untuk meningkatkan
sumber daya manusia melalui norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera
(NKKBS).
5. Jumlah anemia pada ibu hamil cukup tinggi.
6. Pendidikan masyarakat yang rendah cendrung memilih pemeliharaan
kesehatan secara tradisional, dan belum siap menerima pelaksanaan
kesehatan modern.
Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami
sebagian besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha
yang sangat penting untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang
menyeluruh dan bermutu yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence
based. Dimana bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan dapat digunakan sebagai
dasar praktek terbaru yang lebih aman dan diharapkan dapat mengendalikan
asuhan kebidanan sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih bermutu
dan menyeluruh dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan angka
kematian perinatal.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui informasi tentang evidence based kebidanan
2. Untuk mengetahui informasi evidence based pada asuhan persalinan
terkini
C. Manfaat
1. Untuk meningkatkan pengetahuan pada mahasiswa tentang evidence based
kebidanan
2. Untuk meningkatkan pengetahuan pada mahasiswa tentang evidence based
pada asuhan persalinan terkini
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Laserasi/episiotomi
Dengan paradigma pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan
secara rutin karena dengan perasat khusus, penolong persalinan akan
mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah
laserasi atau hanya terjadi robekan minimal pada perineum.
Perineum adalah jaringan antara vestibulum vulva dan anus dan
panjang kira-kira 4 cm (Maimunah, r005). Sedangkan menurut kamus
Dorland perineum adalah daerah antara kedua belah paha, antara vulva dan
anus. Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya ratarata 4 cm
(Saifuddin, r007). Laserasi perineum adalah robekan yang terjadi pada
perineum sewaktu persalinan (Mochtar, 1998).
a. Penyebab
1) Faktor Maternal
a) Partus presipitatus Tetania uteri adalah his yang terlampau kuat
dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi rahim. Hal ini
dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus yang dapat
menyebabkan persalinan di atas kendaraan, di kamar mandi, dan
tidak sempat dilakukan pertolongan. Akibatnya terjadilah
lukaluka jalan lahir yang luas pada serviks, vagina dan perineum,
dan pada bayi dapat terjadi perdarahan intrakranial. Pada
presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir
tiba-tiba dan cepat (Mochtar, 1998). Laserasi spontan pada
vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu
dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan
terlalu cepat dan tidak terkendali (JNPK-KR, r007). Akibat dari
partus presipitatus antara lain terjadinya robekan perineum
bahkan robekan serviks yang dapat mengakibatkan perdarahan
pasca persalinan, cedera kepala bayi dan depresi bayi
(Stenchever & Sorensen, 1995, Saifuddin, r008).
b) Mengejan terlalu kuat Pada saat persalinan diperlukan
tenaga/power dari ibu bentuk dorongan meneran. Dorongan
meneran tersebut muncul bersamaan dengan munculnya his atau
kontraksi rahim. His yang bagus dapat memebuka jalan lahir
dengan cepat, namun hal ini dipengaruhi cara ibu mengejan,
artinya jika hisnya bagus tetapi ibu menerannya tidak kuat maka
tidak akan terjadi pembukaan jalan lahir. Sedangkan jika ibu
mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala yang merupakan
diameter terbesar janin maka akan menyebabkan laserasi
perineum. Bila kepala telah mulai lahir, ibu diminta bernafas
panjang, untuk menghindarkan tenaga mengejan karena sinciput,
muka dan dagu yang mempunyai ukuran panjang akan
mempengaruhi perineum. Kepala lahir hendaknya pada akhir
kontraksi agar kekuatan tidak terlalu kuat (Ibrahim, 1996).
c) Perineum yang rapuh dan oedema Pada proses persalinan jika
terjadi oedema pada perineum maka perlu dihindarkan persalinan
pervaginam karena dapat dipastikan akan terjadi laserasi
perineum (Manuaba, 1998).
d) Primipara Bila kepala janin telah sampai didasar panggul, vulva
mulai membuka. Rambut kepala janin mulai tampak. Perineum
dan anus tampak mulai teregang. Perineum mulai lebih tinggi,
sedangkan anus mulai membuka. Anus yang pada mulanya
berbentuk bulat, kemudian berbentuk “D”. Yang tampak dalam
anus adalah dinding depan rektum. Perineum bila tidak ditahan,
akan robek (ruptura perinei), terutama pada primigravida.
Perineum ditahan dengan tangan kanan, sebaiknya dengan kain
kasa steril (Saifuddin, 2007). Robekan perineum terjadi pada
hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya (Saifuddin, r007).
e) Kesempitan pintu bawah panggul Pintu bawah panggul tidak
merupakan bidang yang datar, tetapi terdiri atas segi tiga depan
dan segi tiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni
distansia tuberum. Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil
daripada biasa, maka sudut arcus pubis mengecil (kurang dari
800 ). Agar supaya dalam hal ini kepala janin dapat lahir,
diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang pintu
bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup
panjang persalinan pervaginam dapat dilaksanakan, walaupun
dengan perlukaan luas pada perineum (Saifuddin, r007).
f) Varises Vulva Wanita hamil sering mengeluh tentang pelebaran
pembuluh darah, yang terjadi pada tungkai, vagina, vulva, dan
terjadi wasir. Selain kelihatan kurang baik, pelebaran pembuluh
darah ini dapat merupakan sumber perdarahan potensial pada
waktu hamil maupun saat persalinan. Kesulitan yang mungkin
dijumpai adalah saat persalinan dengan varises vulva yang besar
sehingga saat episiotomi dapat terjadi perdarahan (Manuaba,
1998).
g) Kelenturan jalan lahir Perineum, walaupun bukan alat kelamin,
namun selalu terlibat dalam proses persalinan. Apabila perineum
cukup lunak dan elastis, maka lahirnya kepala tidak mengalami
kesukaran. Biasanya perineum robek dan paling sering terjadi
ruptura perinei tingkat II dan tingkat III (Saifuddin, r007).
Perineum yang kaku menghambat persalinan kala II yang
meningkatkan risiko kematian bagi janin, dan menyebabkan
kerusakan-kerusakan jalan lahir yang luas. Keadaan demikian
dapat dijumpai pada primigravida yang umumnya lebih dari 35
tahun, yang lazim disebut primi tua (Saifuddin, r007). Jalan lahir
akan lentur pada perempuan yang rajin berolahraga atau rajin
bersenggama. Olahraga renang dianjurkan karena dapat
melenturkan jalan lahir dan otot-otot sekitarnya (Sinsin, r008).
Senam kegel yang dilakukan pada saat hamil memiliki manfaat
yaitu dapat membuat elastisitas perineum (Nursalam, r010).
Selain itu dapat memudahkan kelahiran bayi tanpa banya
merobek jalan lahir (tanpa atau sedikit “jahitan”) (Widianti &
Proverawati, r010).
2) Faktor Janin
a) Janin Besar Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari
4000 gram. Persalinan dengan berat badan janin besar dapat
menyebabkan terjadinya laserasi perineum (Mochtar, 1998).
Berat badan janin dapat mempengaruhi persalinan dan laserasi
perineum. Bayi yang mempunyai berat badan yang besar dapat
menimbulkan penyulit dalam persalinan diantaranya adalah
partus lama, partus macet dan distosia bahu (Jones, r001).
Sebelum bersalin hendaknya ibu diperiksa Tinggi Fundus Uteri
agar dapat diketahui Tafsiran Berat Badan Janin dan dapat
diantisipasi adanya persalinan patologis yang disebabkan bayi
besar seperti ruptura uteri, ruptura jalan lahir, partus lama,
distosia bahu, dan kematian janin akibat cedera persalinan
(Saifuddin, 2007).
b) Presentasi defleksi Presentasi defleksi yang dimaksud dalam hal
ini adalah presentasi puncak kepala dan presentasi dahi.
Presentasi puncak kepala bagian terbawah adalah puncak kepala,
pada pemeriksaan dalam teraba Ubun-ubun Besar (UUB) yang
paling rendah, dan UUB sudah berputar ke depan. Menurut
statistik hal ini terjadi pada 1% dari seluruh persalinan.
Komplikasi yang terjadi pada ibu adalah partus yang lama atau
robekan jalan lahir yang lebih luas (Mochtar, 1998). Presentasi
dahi adalah posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada
pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan
dahi, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak
muka atau letak belakang kepala. Mekanisme persalinan kepala
memasuki panggul biasanya dengan dahi melintang, atau miring.
Pada waktu putaran paksi, dahi memutar ke depan. Maxilla
(fossa canina) sebagai hipomoklion berada di bawah simpisis,
kemudian terjadi fleksi untuk melahirkan belakang kepala
melewati perineum, lalu defleksi, maka lahirlah mulut, dagu di
bawah simpisis. Hal ini mengakibatkan partus menjadi lama dan
lebih sulit, bisa terjadi robekan yang berat dan ruptura uteri
(Mochtar, 1998).
3. Retensio plasenta
Penatalaksanaan aktif kala tiga dilakukan untuk mencegah perdarahan,
mempercepat proses separasi dan melahirkan plasenta dengan pemberian
uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat
terkendali.
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau lebih dari menit setelah bayi lahir. hampir sebagian besar gangguan
pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio plasenta
adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada
tempat implantasi menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus
sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan.
(Manuaba, 2002).
retensio plasenta yaitu plasenta dianggap retensi bila belum dilahirkan
dalam batas waktu tertentu setelah bayi lahir (dalam waktu 8 menit setelah
penatalaksanaan aktif). retensio plasenta adalah tertahan atau belum lahirnya
palsenta hingga melebihi 8 menit setelah bayi lahir (Sarwanto,2002).
a) Jenis Retensio Plasenta
Plasenta adhesiva
Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan
kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
Plasenta akreta )
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
myometrium
Plasenta inkreta )
implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai :memasukimyometrium
Plasenta perkreta )
implantasi jonjot korion plasenta menembus lapisan otot hinggamencapai
lapisan serosa dinding uterus.
Plasenta inkarserata )
Tertahannya plasenta di cavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium
uteri.
b) Etiologi, Penyebab Retensio Plasenta
Sebab Fungsional.
Kontraksi uterus/His kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesive.
Plasenta sukar terlepas karena :
tempatnya : insersi di sudut tuba
bentuknya : plasenta membranacea, plasenta amularis
kurannya plasenta sangat kecil Plasenta yang sukar terlepas karna hal di atas
disebut plasenta adhesive
SEBAB PATOLOG ANATOMIS
1. Plasenta accrete
2. Plasenta increta
3. Plasenta percreta
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus
desidua sampai myometrium sampai di bawah peritoneum ( plasenta akreta-
percreta)
Jika plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III akibatnya terjadib lingkaran kontriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta )
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya
Plasenta adhesive : plasenta yang melekat pada desidua endometrium
(basalis) lebihdalam dan Nitabuch layer
Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desiduaendometrium sampai ke miometrium.
Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau
peritoneum dindingrahim atau perimetrium.
2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni
uteri atauadanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata).
3. Faktor maternal
Gravida berusia lanjut
Multiparitas
4. Faktor uterus
bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix
uterus
bekas pembedahan uterus
Anomali uterus
tidak efektif kontraksi uterus
Pembentukan contraction ring
bekas curetage uterus yang terutama dilakukan setelah abortus
bekas pengeluaran plasenta secara manual
bekas ondometritis
5. Faktor placenta
Plasenta previa
Implantasi corneal
Plasenta akreta
Kelainan bentuk plasenta.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan
indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar
karena kandung kemih atau rektum penuh. olehkarena itu keduanya
harus dikosongkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya yang berdasarkan evidence
based terkini, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering
terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya
penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Karena sebagian besar
persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar
dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas maka
paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat
tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan
upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi
yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu,
dan melakukan upaya rujukan yang optimal maka semua upaya tersebut dapat
secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru
lahir.
B. Saran
Diharapkan akan adanya peningkatan jumlah bidan terlibat dalam
penelitian,akan pengetahuan berdasar bukti mengenai asuhan kebidanan
khususnya dalam memberikan pelayanan kesehatan pada ibu dan anak dalam
upaya penurunan AKI dan AKB.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, r004, Asuhan Persalinan Normal. Edisi Baru Dengan Resusitasi,
Jakarta.