Anda di halaman 1dari 22

JURNAL KESEJAHTERAAN DAN PELAYANAN SOSIAL

DEWAN REDAKSI

Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik


Koordinator Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial

Penanggung Jawab :
Kepala Laboratorium Sosiologi

Pemimpin Redaksi :
Dr. Aryuni Salpiana Jabar, S.P.,M.Si

Wakil Pemimpin Redaksi :


Amin Tunda, S.Pd.,MA

Penyunting Ahli :
Dr. Bahtiar, M.Si
Prof. Dr. Jamaluddin, S.Sos.,M.Si
Dr. Peribadi, M.Si

Penyunting Pelaksana :
Dr. Muh. Arsyad, M.Si
Dra. Hj Ratna Supiyah, M.Si
Bakri Yusuf, S.Sos.,M.Si
Sarmadan, S.Sos, M.Si
Aryuni Salpiana Jabar, S.P.,M.Si

Redaktur Pelaksana :
Fariaus, S.Sos.,M.Hum
Iwan Patta, S.Sos.,M.Si
Rety Reka Merlins, S.Sos.,M.Si

Tata Usaha
Arfa, S.Sos

Alamat Redaksi :
Alamat Kampus Hijau Bumi Tridharma Andounohu Kendari 932332
Tlp/Fax. (0401) 3192511, email : ojs.uho.ac.id

JKPS Terbit 2 kali setahun. Diterbitkan atas kerja sama Prodi Kesejahteraan
Sosial FISIP Universitas Halu Oleo dengan Laboratorium Sosiologi FISIP
Universitas Halu Oleo. Publikasi ilmiah ini diperuntukan sebagai media
publikasi hasil-hasil penelitian mahasiswa dan dosen khususnya yang terkait
dengan bidang kesejahteraan sosial.
SURAT PERMOHONAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Endri Kusniawati
Stambuk : C1B3 16 093
Program studi : Ilmu Kesejahteraan Sosial
Nomor Hp : 0822 9051 6329

Dengan ini permohonan kepada dewan reduksi E-Journal kesejahteraan dan


pelayanan sosial Program Studi Ilmu Kesejahteraan Soial Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo, untuk sekiranya mempublikasikan karya
tulis ilmiah yang saya ajukan dengan judul “Resiliensi Janda Lansia yang
Ditinggal Mati Pasangan Hidup Dalam Menjalani Kehidupan (Studi di Desa
Lambale, Kecamatan Kulisusu Barat)’

Demikian surat permohonan ini saya ajukan untuk dapat di proses lebih lanjut.

Kendari, Maret 2023


Yang mengajukan permohonan

Endri Kusniawati
C1B3 16 093
SURAT PERSETUJUAN PENGELOLA JURNAL

Kepala Laboratorium Sosiaologi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik Universitas Haluoleo dengan ini menyetujui untuk memproses lebilh lanjut
naskah sebagai berikut :
Penulis : Endri Kusniawati
Judul Karya Ilmiah :
“Resiliensi Janda Lansia yang Ditinggal Mati Pasangan Hidup Dalam
Menjalani Kehidupan (Studi di Desa Lambale, Kecamatan Kulisusu Barat)’
Pada salah satu jurnal yang dikelola oleh laboratorium sosiologi fakultas ilmu
sosial dan ilmu politik berikut ini.
Gemeinschaft
http://ojs.uho.ac.id/index.php/gemeinschaft
Jurnal Societal
http://ojs.uho.ac.id/index.php./Societal
Neo Societal
http://ojs.uho.ac.id/index.php/NeoSocietal
Jurnal Welbeing
http://ojs.uho.ac.id/index.php/Welbeing
Jurnal Weelvart
http://ojs.uho.ac.id/index.php/weelvart

Kendari, Maret 2023


Kepala Laboratorium Sosiologi

Drs. Syaifudin S. Kasim, M.Si


NIP. 19670123 199203 1 002
BERITA ACARA
PENILAIAN VALIDASI KARYA ILMIAH

Telah di laksanakan penelitian terhadap keaslian dan kelayakan karya ilmiah


Jenis Karya Ilmiah : Ringkasan Karya Ilmiah

Judul Karya : “Resiliensi Janda Lansia yang Ditinggal Mati Pasangan


Ilmiah Hidup Dalam Menjalani Kehidupan (Studi di Desa
Lambale, Kecamatan Kulisusu Barat)’
Pada Hari Tanggal : ……………………………

Nama : Endri Kusniawati

Stambuk : C1B3 16 093

Program Studi : Ilmu Kesejahteraan Sosial

Pembimbing I : Dra. Hj. Suharty Roslan, M. Si ………………………..

Pembimbing II : Sarpin, Sos., M. Si.……………………….

Hasil Penilaian Keaslian Karya Ilmiah:

Valid Tidak Valid Diperlukan Klarifikasi Lebih Lanjut

Hasil Penilaiaan Kelayakan Karya Ilmiah:

Layak Tidak Layak

Kendari, Maret 2023


Koordinator
Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial

Dr. Darmin Tuwu, S.Sos.,MA


NIP. 19720202 200501 1 003
SURAT PERSETUJUAN DEWAN REDAKSI

Dewan redaksi E-Journal kesejahteraan dan pelayanan sosial Program Studi Ilmu
Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Halu
Oleo dengan ini meyetujui untuk mempublikasiakan dalam E-Journal
kesejahteraan dan pelayanan sosial karya tulis dibawah ini:

Nama : Endri Kusniawati

Judul Karya Ilmiah :

“Resiliensi Janda Lansia yang Ditinggal Mati Pasangan Hidup Dalam


Menjalani Kehidupan (Studi di Desa Lambale, Kecamatan Kulisusu Barat)’

Mengetahui, Kendari, Maret 2023


Kepala Laboratorium Jurusan Sosiologi Pimpinan Redaksi

Drs. Syaifuddin S. Kasim, M.Si Dr. Aryuni Salpiana Jabar, S.P.,M.Si


NIP. 19670123 199203 1 002 NIP. 19840719 201504 2 004

RESILIENSI JANDA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUP


DALAM MENJALANI KEHIDUPAN
( Studi di Desa Lambale Kecamatan Kulisusu Barat)

Endri Kusniawti
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unversitas Halu oleo
liasminendri@gmail.com

Dra. Hj. Suharty Roslan, M. Si


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unversitas Halu oleo
suhartyroslan1967@gmail.com

Sarpin, Sos., M. Si
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unversitas Halu oleo
sarpinezhar1969@gmail.com

ABSTRAK
Endri kusniawati (C1B3 16 093). Resiliensi Janda Lansia Yang Ditinggal Mati
Pasangan Hidup Dalam Menjalani Kehidupan (Studi di Desa Lambale Kecamatan
Kulisusu Barat). Dibawah bimbingan Ibu Dra. Hj. Suharty Roslan, M. Si selaku
pembimbing I dan Bapak Sarpin, Sos., M. Si selaku pembimbing II
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang di gunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian kualitataif pada umumnya menggunakan teknik
observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Tujuan Penelitian untuk mengetahui
bentuk resiliensi pada janda lansia yang ditinggal mati pasangan hidup dalam menjalani
kehidupan dan untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat bentuk resiliensi
pada janda lansia yang ditinggal mati pasangan hidup dalam menjalani kehidupan.
Hasil penelitian Bentuk resiliensi pada janda lansia ditinggal mati pasangan
hidupnya dalam menjalani kehidupan di Desa Lambale, Kecamatan Kulisusu Barat
adalah Regulasi emosi kurang mampu mengatur emosi sehingga mengalami kesulitan
dalam membangun dan menjaga hubungan dengan orang lain; Optimisme menunjukan
percaya bahwa Tuhan akan menolong terhadap segala sesuatu yang terjadi pada dirinya,
hal ini akan memunculkan kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang terjadi di masa
depan; Empati menunjukan kemampuan untuk peka terhadap lingkungan sekitarnya
sehingga mampu menempatkan dirinya pada posisi orang lain; Efikasi diri menunjukan
mampu memecahkan masalah yang dialami dan mencapai kesuksesan; Kontrol terhadap
impuls menunjukan tidak tahu cara untuk mengendalikan keinginan; Kemampuan dalam
menyelesaikan masalah menunjukan cenderung meminta bantuan terhadap orang lain
ketika mengalami sebuah permasalahan; Pencapaian menunjukan kemampuan
mengembangkan aspek-aspek positif dalam diri.
Faktor pendukung internal, janda lansia memiliki IQ tinggi, efikasi diri,
religiusitas serta optimis; Faktor pendukung eksternal, janda lansia memiliki dukungan
sosial dari keluarga dan lingkungan sekitar serta ekonomi yang cukup untuk kebutuhan
sehari-hari; Faktor penghambat internal, adanya janda lansia yang memiliki IQ rendah
serta koping stres yang negatif; Faktor penghambat eksternal adalah masalah ekonomi
yang hanya mengandalkan bantuan dari program keluarga harapan.

Kata Kunci: Resiliensi, Bentuk resiliensi, Faktor-Faktor yang mempengaruhi


resiliensi.
ABSTRACT
Endri kusniawati (C1B3 16 093). Resilience of Widows Left Behind by
Spouses in Living Life (Study in Lambale Village, West Kulisusu District). Under
the guidance of Mrs. Dra. Hj. Suharty Roslan, M.Si as supervisor I and Mr.
Sarpin, Sos., M.Si as supervisor II
The type of research used in this study is a descriptive research type with a
qualitative approach. Data collection techniques used to collect data in qualitative
research generally use observation techniques, in-depth interviews, and
documentation. The purpose of this research is to find out the form of resilience in
the elderly whose spouse has died and to find out the supporting and inhibiting
factors for the form of resilience in the elderly whose spouse has died in living
their life.
The results of the research form of resilience in elderly widows who have
lost their spouses in living their lives in Lambale Village, West Kulisusu District
are emotional regulation, less able to regulate emotions so they experience
difficulties in building and maintaining relationships with other people; Optimism
shows believing that God will help with everything that happens to him, this will
bring up the ability to overcome misfortune that occurs in the future; Empathy
shows the ability to be sensitive to the surrounding environment so as to be able to
put himself in the position of others; Self-efficacy shows being able to solve
problems experienced and achieve success; Impulse control shows not knowing
how to control desires; The ability to solve problems shows a tendency to ask for
help from others when experiencing a problem; Achievement shows the ability to
develop positive aspects within.
Internal supporting factors, the elderly have high IQ, self-efficacy,
religiosity and optimism; External supporting factors, the elderly have social
support from the family and the surrounding environment and the economy is
sufficient for their daily needs; Internal inhibiting factors, there are elderly
widows who have low IQ and negative stress coping; The external inhibiting
factor is the economic problem which only relies on assistance from the Family
Hope Program.

Keywords: Resilience, Forms of resilience, Factors that influence resilience.

A. Pendahuluan
Menjadi lansia adalah suatu hal yang akan dialami oleh semua orang.
BPS (Badan Pusat Statistik) memproyeksikan bahwa pada tahun 2045, Indonesia
akan memiliki sekitar 63,31 juta penduduk lanjut usia (lansia) atau hampir
mencapai 20 persen populasi. Proyeksi BPS juga menyebutkan bahwa persentase
lansia Indonesia akan mencapai 25 persen pada tahun 2050 atau sekitar 74 juta
lansia. Peningkatan yang begitu pesat ini membawa konsekuensi tersendiri
terhadap pembangunan nasional. Populasi lansia yang sedemikian besar
membawa dampak positif apabila lansia hidup dengan mandiri, sehat, aktif, dan
produktif, namun bisa membawa dampak negatif apabila lansia hidup dalam
kondisi ketergantungan penuh pada orang lain atau keluarga, sakit dan tidak
produktif.
Salah satu masalah yang cukup penting yang harus dihadapi lansia adalah
kehilangan pasangan hidup. Kehilangan seseorang yang berharga dalam hidup
lansia memerlukan suatu kesiapan dan penyesuaian diri guna menjalani kehidupan
ke depan tanpa pasangan yang selama ini selalu menemani dan bersama. Proses
penyesuaian diri pada setiap lansia pun juga berlangsung secara berbeda-beda
dalam menghadapi berbagai kemunduran diri serta masalah yang muncul dalam
sehari-hari.
Desa Lambale merupakan desa yang terletak di Kecamatan Kulisusu
Barat, Kabupaten Buton Utara. Di desa ini terdapat lansia (berusia 60 tahun
keatas) yang telah ditinggal mati pasangannya. Berdasarkan data dari kantor desa
Lambale pada tahun 2020 terdapat 15 orang janda lansia yang ditinggal mati
pasangan. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah janda lansia yang telah
ditinggal mati oleh pasangan hidupnya. Janda lansia ini tinggal di rumah yang
telah ditinggalkan oleh pasangannya dan ada yang tinggal bersama anak dan
keluarga. Kehilangan pasangan hidup yang dirasakan oleh janda lansia
mempengaruhi kesehatan fisik dan mentalnya, karena ketiadaan pasangan maka
diperlukan penyesuaian diri dalam menjalani kehidupan mereka baik itu dalam
lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya.
Berdasarkan Pada hal tersebut maka penulis mengambil judul penelitian
“Resiliensi Janda Lansia yang Ditinggal Mati Pasangan Hidup dalam Menjalani
Kehidupan Studi di Desa Lambale Kecamatan Kulisusu Barat”
B. Metodelogi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tipe penelitian ini berdasarkan pendapat
dari Bogdan dan Taylor (dalam Moleong 2013), berupaya menggambarkan
kejadian atau fenomena sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, di mana data
yang dihasilkan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.
Teknik yang digunakan adalah teknik purposive sampling merupakan
informan yang dipilih dengan tujuan dan pertimbangan tertentu. Menurut
Moleong (2013) informan adalah orang yang di manfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi informan dipilih secara
sengaja dan berdasarkan pertimbangan tertentu yakni mereka yang di anggap
berkompeten memenuhi persyaratan atau kriteria untuk dijadikan informan.
Adapun yang menjadi informan penelitian adalah Janda lansia berumur 60 tahun
ke atas dengan jumlah informan sebanyak 10 orang yang tersebar di Dusun I dan
Dusun II
Adapun sumber data penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu: Data primer,
yaitu data yang diperoleh secara langsung dari peneliti dengan cara observasi dan
wawancara dengan informan selama penelitian berlangsung. Data sekunder, yaitu
data penunjang yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis berupa teori-teori
yang relevan, hasil penelitian, gambaran umum lokasi penelitian, data monografi
desa.
Teknik pengumpulan data yang di gunakan untuk mengumpulkan data
dalam penelitian kualitataif pada umumnya menggunakan teknik observasi,
wawancara mendalam, dan dokumentasi atas dasar konsep tersebut maka
kegiatan teknik pengumpulan data di atas di gunakan dalam penelitian ini.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut: Reduksi data merupakan proses pengumpulan data penelitian, seorang
peneliti dapat menemukan kapan saja waktu untuk mendapatkan data yang
banyak, apabila peneliti mampu menerapkan metode observasi, wawancara atau
dari berbagai dokumen yang berhubungan dengan subjek yang di teliti. Maknanya
pada tahap ini, si peneliti harus mampu merekam data lapangan dalam bentuk
catatan-catatan lapangan (fieldone), harus ditafsirkan atau diseleksi masing-
masing data yang relevan dengan fokus masalah yang di teliti. Selanjutnya
Penyajian data kepada yang telah diperoleh ke dalam sejumlah matriks atau daftar
kategori setiap data yang di dapat, penyajian data biasanya di gunakan berbentuk
teks naratif. Biasanya dalam penelitian, kita mendapatkan data yang banyak. Data
yang kita dapati tidak mungkin kita paparkan secara keseluruhan untuk itu dalam
penyajian data peneliti dapat di analisis oleh peneliti untuk di susun secara
sistematis, sehingga data yang di peroleh dapat menjelaskan atau menjawab
masalah yang di teliti. Selanjutnya Pengambil keputusan merupakan analisis
lanjutan dari reduksi data dan display data sehingga data dapat di simpulkan, dan
peneliti masih berpeluang untuk menerima masukan. Penarikan kesimpulan
sementara, masih dapat di uji kembali dengan data di lapangan, dengan cara
merefleksikan kembali, peneliti dapat bertukar pikiran dengan teman sejawat,
triangulasi, sehingga kebenaran ilmiah dapat tercapai. Selanjutnya bila proses
interaktif ini berjalan dengan berkelanjutan dan baik, maka keilmiahannya hasil
penelitian dapat di terima. Setelah hasil penelitian telah di uji kebenarannya, maka
peneliti dapat menarik kesimpulan dalam bentuk deskriptif sebagai laporan
penelitian.
C. Bentuk Resiliensi Pada Janda Lansia
Konsep ahli yang dipakai dalam penelitian ini merujuk pada Wiwin
Hendriani (2018) yang memaparkan tujuh kemampuan yang membentuk resiliensi
yang dimiliki setiap individu dengan tingkatan yang berbeda-beda.
1. Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang dibawah kondisi yang
menekan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ibu Wa Ina diketahui
bahwa informan tidak mampu mengontrol emosi negatif dalam dirinya.
Informan ini memiliki penyakit darah tinggi dan menyebabkan
ketidaksadaran diri. Cara yang dilakukan untuk mengobati emosi yang timbul
adalah dengan berobat ke puskesmas, namun hasilnya masih belum dapat
dirasakan. Hipertensi akan menimbulkan reaksi psikologis bagi penderitanya
seperti kebingungan, kecemasan, putus asa, dan kesedihan yang mendalam
menyangkut keadaan dirinya.
Berbeda dengan tanggapan Ibu Nursin mengatakan bahwa emosi yang
sering timbul adalah rasa marah. Emosi yang timbul dari dalam dirinya
diakibatkan oleh cucunya yang sering menghambur alat-alat permainannya
didalam rumah. Cara yang dilakukan untuk mengontrol emosi negatif adalah
dengan beristirahat. Istirahat yang cukup nyatanya juga memberikan manfaat
bagi kesehatan mental. Tidur yang cukup dapat membangun suasana hati
yang baik, berpikir positif, dan terhindar dari risiko gangguan kecemasan
dalam jangka panjang.
Lain halnya dengan Ibu Wa ode Zaira, emosi negatifnya ditunjukkan
dengan cara marah dan mengomel. Hal ini diakibatkan oleh anak
menantunya yang tidak sejalan denganmya. Cara informan dalam mengontrol
emosinya adalah mengeluarkan isi hati dan pikirannya kepada anak kandung
laki-laki bahwa dirinya sering diskomunikasi dengan menantunya sendiri.
Fungsi komunikasi antara lain fungsi instrumental: pertukaran informasi,
untuk menyampaikan tujuan dan problem sloving serta fungsi Affective:
mengekspresikan perasaan.
2. Optimisme adalah kemampuan individu untuk meyakini dirinya bahwa dia
mampu bangkit dari keadaan yang tidak nyaman dan memandang masa depan
dengan semangat, namun tetap realistis.
Hasil wawancara peneliti dengan Ibu Wa Ina menunjukan kurangnya
sikap optimis, hal ini terlihat dengan mengikhlaskan terhadap segala yang
terjadi pada dirinya tanpa berusaha untuk perbaikan hidup ke depannya.
Kurangnya semangat hidup setelah ditinggal pasangan membuat memandang
masa depan tidak realistis. Ibu Wa Ina sering sakit nyeri sendi-sendi. Menurut
Seligman, (2008) menyatakan optimisme bermanfaat akan mempengaruhi
kesehatan seseorang selama hidupnya dengan mencegah ketidakberdayaan,
sehingga kekebalan tubuh akan berfungsi dengan baik. Selain itu, memiliki
sikap optimis juga akan mempengaruhi seseorang dalam berpegang teguh
terhadap gaya hidup sehat.
Berbeda dengan Ibu Sapiati, informan menunjukan sikap optimis, hal
ini terlihat ketika informan menjawab pertanyaan dengan wajah yang
semangat. Diketahui informan memiliki aktifitas sehari-hari sebagai penjual
sayur mayur di pasar. Dengan beraktifitas maka informan akan terus
meningkatkan Harapan dan tujuan hidup yang baik juga tetap optimis ketika
dilanda kebosanan, akan mendorong informan yakin dapat melewati hari-
harinya dengan berbaik sangka atas kejadian yang akan terjadi padanya.
Tidak menjadikan masalah menjadi beban dengan tetap berusaha mencukupi
kebutuhan dengan berkebun, dan menjadi penjual sayur mayur. Hal tersebut
didukung dengan pendapat Seligman (2008), bahwa individu yang optimis
akan menghasilkan energi positif (dorongan), orang optimis akan cenderung
menghindarkan diri dari kondisi yang buruk, hanyut dan terpuruk. Sebuah
studi menyatakan bahwa menjadi orang yang optimis akan menjauhkan dari
penyakit stress ataupun depresi.
Hasil wawancara dengan ibu Asimaa menunjukan sikap optimis yang
rendah, hal ini terlihat ketika peneliti bertanya tentang harapan hidup ke
depan dan informan menjawab tidak memiliki harapan hidup ke depan.
Informan tidak memiliki aktifitas lain selain membersihkan rumah sehingga
informan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam perspektif
islam orang yang dikatakan optimis maka akan mempunyai harapan yang
baik dalam segala hal dan tentunya akan memiliki harapan bahwa hasil yang
dicapai adalah menyenangkan. orang yang optimis dapat pula diartikan
sebagai orang yang berfikir positif. Sebuah optimis akan melahirkan sebuah
keyakinan yang akan memunculkan kesadaran, sedangkan dari kesadaran
tersebut akan lahir amaliah yang akan tercapai hasil-hasil. Namun informan
mendapat support yang positif dari tetangga dan masyarakat seperti tetangga
yang selalu memberikan bantuan seperti beras dan lauk pauk.
3. Empati adalah kemampuan individu untuk memposisikan diri terhadap apa
yang dirasakan oleh orang lain. Hasil wawancara peneliti dengan informan
Ibu Wa Ona tentang respon dan sikap ketika orang terdekat mengalami
musibah yang serupa adalah langsung ke rumah orang yang terkena musibah
dan turut memberikan bantuan tenaga. Berbeda dengan Ibu Wa Hani, hasil
wawancara peneliti dengan informan tentang respon dan sikap ketika orang
terdekat mengalami musibah yang serupa adalah langsung memberikan
bantuan berupa sedikit uang untuk disumbangkan kepada tetangga yang
terkena musibah. Ibu Wa Ode Zaira hasil wawancara peneliti tentang respon
dan sikap ketika ada orang terdekat mengalami musibah serupa adalah berdoa
dan kalau dalam keadaan sehat dia akan segera ke rumah yang terkena
musibah, dikarenakan informan sudah sulit untuk berjalan jauh.
4. Efikasi diri diartikan sebuah keyakinan bahwa individu mampu memecahkan
masalah yang dialami dan mencapai kesuksesan. Hasil wawancara peneliti
dengan informan Waode Zaira, informan sering berbeda pendapat dengan
menantunya di rumah, pertengkarangan ini sering dialaminya sehingga untuk
memecahkan masalah, informan hanya meminta agar dimengerti karena
sudah semakin tua. Berbeda dengan Ibu Haysa tentang masalah yang dihadapi
dan cara memecahkan masalah adalah informan beraktifitas sebagai pembuat
atap nipah, masyarakat sekitar sudah jarang menggunakan atap daun nipah,
namun informan masih memiliki keyakinan bahwa atap yang dibuatnya masih
ada yang mau membeli dengan harga Rp.5000,00 sangat terjangkau jika
dibandingkan dengan jenis atap lain. Ibu Asimaa, hasil wawancara peneliti
tentang masalah yang dihadapi informan dan cara memecahkannya adalah
kebutuhan sehari-harinya yang hanya mengandalkan dari bantuan pemerintah
pusat yaitu program keluarga harapan dan bantuan dari tetangga. Dirinya
tidak tahu cara meningkatkan ekonominya, minimal untuk kebutuhan
hidupnya.
5. Kontrol terhadap implus adalah kemampuan individu untuk mengendalikan
keinginan, dorongan, kesukaan serta tekanan yang muncul dari dalam diri.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ibu Wa Hani menunjukan
adanya keinginan dimasa tua seperti Naik Haji, namun pengendalian
keinginan tersebut dilakukan dengan banyak berdoa kepada tuhan agar
keinginan tersebut dapat dikabulkan dan selalu rajin menabung. Doa yang
dimaksud di sini suatu aktivitas ruhaniah yang mengandung permohonan
kepada Allah Swt. informan Ibu Wa Ona, menunjukan adanya keinginan
untuk mencari orang yang membantu menjual kasoami, cara yang dilakukan
agar dapat mengontrol keinginan yang belum terwujud adalah dengan tetap
berusaha mencari keluarga atau tetangga yang mau membantunya berjualan
kasoami. Namun walaupun masih sendiri dalam membuat kasoami informan
tetap semangat menjalankan usaha tersebut. Berbeda dengan Ibu Sanaha,
memiliki keinginan agar cucunya yang berusia tiga tahun dapat segera
sembuh, diketahui bahwa informan memiliki cucu yang sering sakit-sakitan.
Cara yang dilakukan agar dapat mengendalikan keinginan tersebut adalah
tetap tabah dan sabar dalam merawat cucunya dengan membawanya ke
puskesmas sehingga bisa diobati, keinginan untuk cucunya sehat selalu
diusahakan. Implikasi dari cucu yang sehat akan memberikan gambaran
kesejahteraan psikologis khususnya lansia yang merawat cucu agar menjadi
pertimbangan untuk orang tua yang ingin menitipkan anaknya diasuh oleh
nenek/kakeknya.
6. Analisis kausal adalah kemampuan individu untuk mengidentifikasi secara
akurat penyebab permasalahan yang sedang dihadapi. Berdasarkan hasil
wawancara peneliti dengan Ibu Nursin ketika menghadapi masalah pasca
kematian suami adalah dengan berkomunikasi dengan anak-anaknya untuk
mencari jalan keluar dari permasalahan hidup, informan tidak bisa
menghadapi masalahnya sendirian. Terkadang untuk masalah-masalah yang
tidak terlalu sulit informan meminta bantuan terhadap tetangganya. Faktor
kognitif merupakan faktor untuk mengukur kemampuan seseorang dalam
berfikir, mengingat, belajar, dan memecahkan masalah (Trihayati &
Salmiyati, 2016). Lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif akan
mengakibatkan gangguan terhadap aktivitas sehari-hari dan dapat
menyebabkan ketergantungan lansia pada orang lain. Lain halnya dengan Ibu
Wa Ina ketika menghadapi permasalahan pasca kematian suami informan
hanya bisa meminta tolong terhadap tetangganya dikarenakan anak-anaknya
sudah berkeluarga dan hidup diluar kota. Terkadang Informan juga
mengalami gangguan kesehatan ringan seperti nyeri sendi-sendi. Dapat
dikatakan informan ini tidak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dia
membutuhkan bantuan orang lain untuk menolong dirinya keluar dari
masalah hidupnya. Kondisi kesehatan merupakan faktor yang memiliki
hubungan signifikan dengan kemandirian lansia dalam aktivitas sehari-hari
(Laan et al., 2013). Dalam penelitian (Wijayanti, 2019), orang yang mandiri
dalam aktivitas sehari-hari memilki kondisi fisik dan psikis yang sehat. Hal
ini berbeda dengan Ibu Teete yang menghadapi dan menyelesaikan
masalahnya sendiri, dikarenakan tidak ingin mengganggu anak-anaknya yang
sudah berkeluarga dan ketika meminta pertolongan dengan tetangga informan
tidak enak hati. Informan ini akan memandang masalah secara dinamis,
artinya setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya, dan
kegagalan/kemalangan tidak selalu untuk dirinya.
7. Pencapaian atau reaching out adalah kemampuan individu untuk
meningkatkan aspek-aspek positif didalam dirinya sehingga dapat mengatasi
ketakutan yang mengancam dalam kehidupannya. Adapun hasil wawancara
peneliti dengan informan Ibu Wa Ode Zaira, diketahui bahwa informan dapat
meningkatkan aspek-aspek positif dalam dirinya, aspek positif pertama
percaya tuhan memberikan ujian sesuai dengan kemampuan manusia. Aspek
positif kedua rasa sayang kepada anak adalah cara agar tetap semangat
menjalani hidup. Berbeda dengan informan Ibu Asimaa, diketahui informan
dapat meningkatkan aspek positif dalam dirinya dengan selalu bersyukur,
tidak takut dan bersemangat dalam menjalani kesehariannya walaupun
aktifitasnya hanya bersih-bersih rumahnya sendiri. Namun kurangnya
aktifitas diluar rumah akan menurunkan imunitas serta kesehatan jiwa. Lain
halnya dengan Ibu Wa Ina hasil wawancara peneliti diketahui, aspek positif
itu berupa masih bisa berkumpul dengan cucu dan lebih memperbaiki diri dari
kesalahan-kesalahan dimasa lalu dan lebih bersemangat lagi dalam menjalani
sisa hidup. Dengan berkumpul dengan keluarga maka informan akan
meningkatkan kualitas lansia serta meningkatkan harapan hidup mereka,
imunitas lansia, mental, dan kesehatan otak.
D. Faktor pendukung internal
Faktor pendukung internal merupakan hal potensial yang digunakan sebagai
alat untuk merancang pencegahan dan penanggulangan berbagai hambatan,
persoalan, dan kesulitan yang terdapat dari dalam diri. Berikut adalah hasil
wawancara peneliti dengan informan tentang faktor pendukung yang terdapat
pada tiga orang informan.
1. IQ tinggi
Adapun hasil wawancara peneliti dengan Ibu Haysa bahwa informan sering
bersosialisasi dengan tetangga sekitar. Cara untuk mengukur IQ tinggi terhadap
seseorang adalah dengan melihat sosialisasi yang dilakukan lingkungan
masyarakat. Menurut ilmu psikologi bahwa jika seseorang jarang bersosialisasi,
maka dapat dikategorikan orang tersebut ber IQ tinggi. Berbeda dengan Ibu Wa
Ona yang memiliki IQ tinggi cara bersosialisasinya dilihat dari rasa empati yang
dimilikinya ketika ada tetangga yang mengalami musibah. Lain halnya dengan Ibu
Nursin, informan memiliki kecerdasaan emosi yang baik. Kecerdasan emosi
mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi
dengan kecerdasan akademik (academic intelegence), yaitu kemampuan
kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Jadi dapat disimpulkan
informan tersebut memiliki IQ tinggi.
2. Pendidikan Yang baik
Ibu Haysa juga memiliki pendidikan yang baik, dari data monografi desa
subjek ini memiliki pendidikan tamat Sekolah Dasar. Ibu Wa Ona tidak memiliki
pendidikan formal atau dikatakan tidak tamat Sekolah Dasar. Ibu Nursin juga
memiliki pendidikan yang baik dengan tamat sekolah dasar.
3. Efikasi Diri
Ibu Haysa, Masalah yang dihadapi dan cara memecahkan masalah adalah
dengan beraktifitas seperti biasa sebagai pembuat atap nipah, masyarakat sekitar
sudah jarang menggunakan atap daun nipah, namun informan masih memiliki
keyakinan bahwa atap yang dibuatnya masih laku untuk dijualnya. Berbeda
dengan ibu wa ona memiliki efikasi diri yang baik hal ini terlihat dengan memiliki
keyakinan bahwa dirinya mampu memecahakan masalah yang datang di hidupnya
seperti masalah ekonomi dengan usaha menjual kasoami dipasar, informan
berharap dirinya mampu memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Informan memiliki
efikasi diri yang baik, hal ini terlihat dari aktifitas yang dilakukan yaitu sebagai
pedagang nasi bungkus. Hal ini adalah salah satu cara yang dilakukan informan
untuk melupakan pasangan hidupnya dan terus berjuang hidup.
4. Religiusitas dan spiritualitas yang tinggi
Ibu Haysa Aspek religiusitas yang tinggi juga dimiliki terlihat ketika
menghadapi masalah selalu berdoa dan mengiklaskan segalanya. Berbeda dengan
Ibu Wa Ona juga percaya dengan masalah yang dihadapi merupakan cobaan dari
Tuhan walaupun informan jarang melakukan ibadah wajib seperti sholat. Lain
halnya dengan ibu Nursin memiliki spritualitas yang baik dengan adanya aspek
tersebut dalam diri, maka informan akan tabah dalam menjalani hari-harinya
pasca ditinggal pasangan hidupnya.
5. Optimisme
Ibu Haysa Informan juga memiliki sikap optimisme dengan bersandar kepada
Allah agar selalu dimudahkan kehidupannya. Ibu Wa Ona juga memiliki jiwa
optimis dengan hanya mengingat sang pencipta. Lain halnya dengan ibu Nursin
memiliki rasa optimisme yang tinggi, hal ini terlihat dari cara mengatasi rasa
putus asa dan melewati ujian yaitu dengan menjual nasi bungkus dan selalu
bersyukur kepada allah.
E. Faktor pendukung eksternal

Faktor pendukung eksternal merupakan hal potensial yang berasal dari luar
individu digunakan sebagai alat untuk merancang pencegahan dan
penanggulangan berbagai hambatan, persoalan, dan kesulitan. Berikut hasil
wawancara peneliti dengan informan tentang faktor pendukung eksternal terdiri
dari
1. Dukungan sosial yang baik
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Haysa, informan mendapat
dukungan sosial yang baik dari lingkungannya. Hal ini dapat dilihat saat
informan memiliki masalah selalu ada yang membantunya. Berbeda dengan
Ibu Teete hasil wawancara peneliti, ketika menghadapi permasalahan informan
selalu menghadapi dan menyelesaikan masalahnya sendiri, hal ini dikarenakan
informan tidak ingin mempersulit anak-anaknya yang sudah berkeluarga dan
ketika meminta pertolongan dengan tetangga informan tidak enak hati. Berbeda
halnya dengan informan Wa Hani, hasil wawancara peneliti dengan informan
menunjukan bahwa dukungan sosial yang didapatkannya paling utama adalah
dari lingkungan keluarganya berupa rasa perhatian ketika mengalami sakit.
2. Ekonomi yang sejahtera.
Ibu Haysa memiliki pendapatan sehari-hari dengan usaha membuat atap
daun nipah untuk dijual dengan harga Rp.5000,00 per lembar dan juga
informan juga mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat berupa 25kg beras
dan 30 butir telur yang diterima dengan jangka waktu dua bulan sekali. Jadi
dapat dikatakan bahwa informan memiliki ekonomi yang sejahtera. Berbeda
Ibu Teete memiliki pendapatan sehari-harinya berasal dari menjual hasil kebun
berupa sayur mayur seperti tomat, cabai, serei dan lain-lain di pasar Lambale.
Informan juga mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat berupa 25kg beras
dan 30 butir telur yang diterima dengan jangka waktu dua bulan sekali.
Sehingga dapat dikatakan secara ekonomi informan sejahtera. Wa Hani
memiliki pendapatan sehari-hari informan membuka warung sayur mayur di
rumahnya. Informan membeli sayur di pasar untuk menjualnya kembali, selain
itu Informan juga mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat berupa 25kg
beras dan 30 butir telur yang diterima dengan jangka waktu dua bulan sekali.
F. Faktor penghambat internal
Faktor penghambat internal adalah prediktor awal dari sesuatu yang
membuat orang semakin rentan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan yang
berasal dari dalam diri individu. Faktor penghambat internal yang terdapat pada
tiga orang informan. Berikut hasil wawancaranya.
1. Koping stres yang negatif
Adapun hasil wawancara peneliti dengan Ibu Wa Ina ditemukan bahwa
informan memiliki gangguan emosi yang mengakibatkan meningkatnya darah
tinggi hingga tidak sadarkan diri. Hal ini sesuai dengan pendapat Adhar Arifuddin
dan A. Fahira Nur (2018) tentang faktor gangguan psikologis berupa kecemasan,
stres, dan depresi sangat berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah, kondisi
emosional yang tidak stabil juga dapat memicu tekanan darah tinggi atau
hipertensi.
Berbeda dengan Ibu Asimaa hasil wawancara informan dengan peneliti
ditemukan tidak memiliki upaya yang dilakukan untuk mengurangi stres, hal ini
terlihat ketika informan tidak memiliki aktiftas diluar rumah selain melakukan
bersih-bersih halaman dan rumahnya. Rasa kesepian selalu menemani setiap hari.
Lain halnya dengan Ibu Wa Ode Zaira, hasil wawancara peneliti dengan
informan menunjukan upaya yang dilakukan dengan anak menantunya hanya
berharap agar masalahnya diselesaikan oleh anak kandung laki-laki. Tidak ada
upaya dengan membangun komunikasi yang baik dengan menantunya. Perbedaan
pendapat antara informan dengan menantunya sering terjadi sehingga
membuatnya sering marah, informan sangat berharap pengertian dari anak
menantunya tersebut. Marah memberikan sinyal peringatan kepada otak bahwa
ada sesuatu yang salah dan memberikan energi pada tubuh untuk memperbaiki
keadaan. Marah memberikan manfaat berupa pergerakan energi untuk melakukan
aksi. Cara orang mengekspresikan marah dapat memberikan efek yang positif
maupun negatif pada orang lain.
2. IQ Rendah
Ibu Wa Ina mengalami gangguan psikologi yang mengakibatkan pada
kecerdasan emosional yang rendah. Menurut Alfitrah (2018) kecerdasan emosi
mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi
dengan kecerdasan akademik (academic intelegence), yaitu kemampuan
kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Jadi dapat disimpulkan bahwa
informan mempunyai IQ Rendah.
Berbeda dengan Ibu Asimaa jarangnya bersosialisasi yang dilakukan
merupakan tolak ukur bahwa IQ rendah. Dapat dikatakan bahwa Kesepian tidak
sama dengan isolasi diri (Burger, 2008). Sebagian orang kesepian berada
disekeliling orang lain sepanjang hari. Kesepian terkait dengan persepsi individu
tentang seberapa banyak interaksi sosial yang ia miliki dan seberapa baik
kualitasnya. Kesepian terjadi ketika jaringan hubungan sosial seseorang
menyempit atau kurang memuaskan dari yang ia harapkan. Orang mungkin
memiliki sedikit kontak dengan orang lain, namun ia merasa puas dengan
hubungan tersebut, maka orang ini terhindar dari kesepian.
Lain halnya dengan ibu Wa Ode Zairah Informan juga tidak memiliki
pendidikan formal hal ini akan berpengaruh pada IQ rendah sehingga informan
tidak mampu memecahkan masalahnya sendiri.
3. Kepercayaan diri dan tingkat religius yang rendah
Upaya yang dilakukan Ibu Wa Ina untuk mengobati penyakit hipertensinya
adalah dengan berobat ke puskesmas, namun belum terlihat hasilnya kepercayaan
diri juga sangat mempengaruhi, hal ini terlihat dengan mengikhlaskan terhadap
segala yang terjadi pada dirinya tanpa berusaha untuk perbaikan hidup ke
depannya. Informan beragama islam namun jarang melakukan sholat lima waktu,
yang dilakukannya hanya sebatas berdoa dan rasa pasrah terhadap keadaan.
Berbeda dengan Ibu Asimaa, Informan ini jarang beribadah seperti sholat
lima waktu. Lain halnya dengan Ibu Wa Ode Zairah Ibadah yang dilakukan juga
sangat jarang.
G. Faktor penghambat eksternal
Faktor penghambat eksternal adalah segala sesuatu yang berpengaruh dan
turut menentukan kerentanan seseorang terhadap lingkungan. Faktor penghambat
eksternal terdiri dari masalah ekonomi dan sosial budaya. Berikut hasil
wawancara peneliti dengan informan yang memiliki faktor penghambat eksternal.
1. Masalah Ekonomi
Adapun hasil wawancara peneliti dengan Ibu Asimaa menunjukan tidak
ada usaha yang lakukan untuk meningkatkan ekonomi agar kebutuhan sehari-
harinya tercukupi, informan hanya penerima bantuan program keluarga harapan,
bantuan tersebut diterima dua bulan sekali berupa telur sebanyak 30 butir dan
beras sebanyak 25kg serta informan berharap bantuan dari tetangga.
Berbeda dengan Ibu Sanaha, hasil wawancara peneliti menunjukkan
masalah ekonomi yang dihadapi adalah untuk kebutuhan sehari-harinya hanya
berasal dari anaknya serta mengandalkan bantuan program keluarga harapan dari
pemerintah pusat. Faktor ekonomi adalah salah satu kendala yang di hadapi oleh
informan, informan tersebut masih bisa bekerja secara fisik, namun hal itu tidak
dilakukan karena tuntutan anaknya yang menharuskannya menjaga cucu, sehingga
pemenuhan kebutuhannya selain dari PKH juga dari penghasilan yang didapat
oleh anaknya.
Lain hanya dengan ibu Wa Ina, hasil wawancara peneliti menunjukkan
penghasilan yang diharapkan hanya berasal dari pemberian anak-anaknya,
informan ini tidak memiliki aktifitas untuk menghasilkan pendapatan ekonomi,
dikarenakan kondisi kesehatan yang sering mengalami nyeri persendian olehnya
itu anak-anaknya melarang untuk bekerja dan kegiatan sehari-hari hanya menjaga
cucunya. Informan ini juga hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah pusat
berupa 25kg beras dan 30 butir telur yang diterima dengan jangka waktu dua
bulan sekali.
2. Sosial Budaya
Ibu Asimaa juga kurang bersosialisasi dengan lingkungannya. Informan
hidup sendirian sehingga sangat rentan terhadap stres. Berbeda dengan Ibu Sanaha
untuk diketahui aktifitas sehari-harinya hanya menjaga cucunya. Sosialisasi yang
dilakukan juga hanya dilingkungan sekitar. Lain halnya dengan Ibu Wa Ina
sosialisasi yang dilakukan hanya sebatas lingkungan rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Adhar Arifuddin, A.Fahira Nur. Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 4 No. 3, Oktober
2018 : 1-78 Healthy Tadulako Journal.

Al Fitrah. 2018. Pengembangan Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient)


Daniel Goleman Pada Anak Usia Dini Dalam Tinjauan Pendidikan
Islam Journal of Early Childhood Islamic Education ISSN: 2599-2287
Vol.1 No.2 Januari 2018.

Burger, Jerry M. 2008. Personality, Seventh Edition. Thompson, United State

Hendriani, Wiwin. 2018. Resiliensi Psikologis sebuah pengantar. Kencana.


Jakarta.

Moleong, Dkk. 2013 Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Seligman, M. (2008). The Optimistic Child. Bandung: PT. Mizan.

Anda mungkin juga menyukai