Anda di halaman 1dari 84

PEMODELAN GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR)

PADA DATA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) 5 IBUKOTA


PROVINSI DI PULAU KALIMANTAN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata–1 Statistika

Oleh
Muhammad Aldi Relawanto
NIM. 1811017210011

PROGRAM STUDI STATISTIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2023
Pemodelan Generalized Space Time Autoregressive (GSTAR) Pada Data
Indeks Harga Konsumen (IHK) 5 Ibukota Provinsi Di Pulau
Kalimantan

SKRIPSI

Untuk memenuhi persyaratan


Dalam menyelesaikan program sarjana Strata–1 Statistika

Oleh:
Muhammad Aldi Relawanto
NIM. 1811017210011

PROGRAM STUDI STATISTIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022

i
SKRIPSI

PEMODELAN GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR)


PADA DATA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) 5 IBUKOTA PROVINSI
DI PULAU KALIMANTAN

Oleh:
Muhammad Aldi Relawanto
NIM. 1811017210011

Telah dipertahankan di depan Dosen Penguji pada 13 April 2023


Susunan Dosen Penguji:
Pembimbing I Dosen Penguji:
1. Fuad Muhajirin Farid, S.Pd., M.Si
2. Diyang Gita Cendekia, S.ST., M.E.K.K
Yuana Sukmawaty, S.Si., M.Si
NIP. 198810152015042002

Pembimbing II

Dewi Sri Susanti, S.Si., M.Si


NIP. 197305161999032002
Banjarbaru, April 2023
Koordinator
Program Studi Statistika FMIPA ULM

Dewi Anggraini, S.Si., M.App.Sci., Ph.D


NIP. 198303282005012001

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.

Banjarbaru, 13 April 2023

Muhammad Aldi Relawanto


NIM. 1811017210011

i
ABSTRAK
PEMODELAN GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR) PADA DATA
INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) 5 IBU KOTA PROVINSI DI PULAU KALIMANTAN
(Oleh: Muhammad Aldi Relawanto; Pembimbing: Yuana Sukmawaty, S.Si., M.Si dan Dewi
Sri Susanti, S.Si., M.Si, 2023; 69 Halaman)
Model GSTAR merupakan model pengembangkan dari model STAR (Space Time
Autoregressive) yang tergenalisasi. Pada model GSTAR terdapat orde autoregressive
untuk melihat pengaruh unsur waktu dan matriks pembobot lokasi untuk melihat
pengaruh unsur lokasi. Berbeda dengan model STAR, model ini mengasumsikan lokasi-
lokasi penelitian memiliki karakteristik yang berbeda. Tujuan penelitian ini yaitu
menerapkan model Generalized Space Time Autoregressive (GSTAR) pada data Indeks
Harga Konsumen (IHK) di Pulau Kalimantan khususnya di Ibukota Setiap Provinsi untuk
mengetahui model dugaan terbaik dengan bobot lokasi terbaik yang dapat dihasilkan.
Bobot lokasi yang digunakan yaitu bobot lokasi invers jarak dan bobot lokasi normalisasi
korelasi silang dengan pengestimasian parameter model GSTAR menggunakan metode
Ordinary Least Square (OLS). Pemilihan model dugaan terbaik dilihat dari nilai RMSE
terkecil. Dari hasil penelitian, didapatkan model dugaan GSTAR terbaik untuk data Indeks
Harga Konsumen (IHK) 5 kota di Pulau kalimantan adalah model GSTAR(1,1)-I(1)
menggunakan bobot lokasi normalisasi korelasi silang dengan nilai RMSE. Hal ini
dikarenakan model GSTAR(1,1)-I(1) menggunakan bobot lokasi normalisasi korelasi
silang memiliki nilai RMSE lebih kecil dari model GSTAR(1,1)-I(1) menggunakan bobot
lokasi invers jarak dengan nilai RMSE sebesar 141.2075.

Kata Kunci: GSTAR, IHK, Bobot Lokasi, OLS, RMSE

ii
1 ABSTRACT
GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR) MODELING ON CONSUMER
PRICE INDEX (CPI) DATA OF 5 PROVINCIAL CAPITAL CITIES IN KALIMANTAN
ISLAND
(By: Muhammad Aldi Relawanto; Supervisor: Yuana Sukmawaty, S.Si., M.Si and Dewi Sri
Susanti, S.Si., M.Si, 2023; 69 Pages)
The GSTAR is a development model from the generalized STAR (Space Time
Autoregressive) model. GSTAR model have autoregressive order to see the effect of the
time element and location weighting matrix to see the effect of the location element.
Unlike the STAR model, it can assume that each location research has different
characteristics. The purpose of this research is to apply the Generalized Space Time
Autoregressive (GSTAR) model to the Consumer Price Index (CPI) data in Kalimantan
Island, especially in the capital city of each province in Kalimantan Island to find out the
best estimation model with the best location weight. The location weights used the
distance inverse location weights and the normalized cross-correlation location weights
by estimating the parameters of the GSTAR model using the Ordinary Least Square (OLS)
method. The best estimated model can be seen from the smallest RMSE value. From the
research results, it was found that the best GSTAR prediction model for Consumer Price
Index (CPI) data for 5 cities in Kalimantan Island was the GSTAR(1,1)-I(1) model using
location weights normalized cross-correlation with RMSE values. It happened because
the model using the normalized cross-correlation location weights has a smaller RMSE
value than the GSTAR(1,1)-I(1) model using the inverse distance location weights with
an RMSE value of 141.2075.

Keyword: GSTAR, IHK, location weights, OLS, RMSE

iii
2 PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat, karunia serta izin-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pemodelan Generalized Space Time Autoregressive (GSTAR)
Pada Data Indeks Harga Konsumen (IHK) 5 Ibukota Provinsi Di Pulau
Kalimantan”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan
dalam rangka menyelesaikan program sarjana strata-1 Statistika di Program
Studi Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lambung Mangkurat. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil;
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lambung Mangkurat;
3. Koordinator Program Studi dan seluruh dosen beserta segenap karyawan
Program Studi Strata-1 Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Lambung Mangkurat;
4. Yuana Sukmawaty, M.Si dan Dewi Sri Susanti, M.Si selaku dosen pembimbing
yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam
pelaksanaan penelitian serta penyusunan skripsi ini;
5. Fuad Muhajirin, M.Si dan Diyang Gita Cendekia, M.E.K.K selaku dosen penguji
yang telah memberikan masukan dalam rangka perbaikan skripsi ini;
6. Nur Salam, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan
bimbingan serta motivasi selama masa perkuliahan;
7. Sahabat setumat aja yaitu Icha, Adidah, dan Iki yang selalu memberikan doa
dan dukungan;
8. Sahabat Wagelaseh yaitu Dini, Alpi, Erien, Lalu, Nela, Kethy, Thasya, Geo,
Nawir, Tomi, Zainal dan Ardi yang selalu memberikan semangat;
9. Teman-teman S-1 Statistika khususnya angkatan tahun 2018 serta berbagai
pihak yang telah memberikan saran serta nasihat selama proses penulisan
skripsi ini.
Penulis sepenuhnya sadar dalam penulisan skripsi masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Namun demikian, penulis tetap
berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak.
Banjarbaru, 13 April 2023

Muhammad Aldi Relawanto


NIM. 1811017320005

iv
DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ............................................................................................................................. i
ABSTRAK .................................................................................................................................... ii
ABSTRACT ................................................................................................................................. iii
PRAKATA ................................................................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ x
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN..................................................................................... xi
BAB I............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 5
BAB II ........................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................... 6
2.1 Kajian Penelitian Terdahulu.......................................................................... 6
2.2 Kajian Teori ......................................................................................................... 9
2.2.1 Statistika Deskriptif .......................................................................................... 9
2.2.2 Data Deret Waktu ........................................................................................... 10
2.2.3 Stasioneritas Data ........................................................................................... 12
2.2.3.1 Stasioner Data dalam Rata-rata ................................................................. 12
2.2.3.2 Stasioner Data dalam Varian ...................................................................... 13
2.2.4 Data Berkala Multivariate ........................................................................... 14
2.2.4.1 Matrix Autocorrelation Function (MACF) ................................................ 15

v
2.2.4.2 Matrix Partial Autocorrelation Function (MPACF) ............................... 16
2.2.4.3 Uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) .......................................................... 16
2.2.5 Model GSTAR .................................................................................................... 17
2.2.5.1 Pemilihan Bobot Lokasi ................................................................................ 18
2.2.5.2 Estimasi Parameter ........................................................................................ 20
2.2.5.3 Uji Signifikansi Parameter ........................................................................... 21
2.2.5.4 Uji White Noise ................................................................................................. 23
2.2.6 Pemilihan Model Terbaik ............................................................................ 24
2.2.6.1 Akaikae’s Information Criterion (AIC) ...................................................... 24
2.2.6.2 Root Mean Square Error (RMSE) ................................................................ 24
2.2.7 Indeks Harga Konsumen (IHK) .................................................................. 25
BAB III....................................................................................................................................... 27
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................................... 27
3.1 Sumber Data ..................................................................................................... 27
3.2 Variabel Penelitian......................................................................................... 27
3.3 Prosedur Penelitian ....................................................................................... 28
3.4 Alur Penelitian ................................................................................................. 30
BAB IV ....................................................................................................................................... 31
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................. 31
4.1 Analisis Deskriptif .......................................................................................... 31
4.2 Estimasi Parameter Model GSTAR Pada IHK 5 Kota di Pulau
Kalimantan........................................................................................................ 33
4.2.1 Deteksi Stasioneritas Data .......................................................................... 33
4.2.2 Identifikasi Model........................................................................................... 36
4.2.3 Perhitungan Bobot Lokasi Pada Model GSTAR .................................... 38
4.2.4 Estimasi Parameter Model GSTAR Model .............................................. 41
4.3 Diagnostik Model Model Dugaan Terbaik.............................................. 43
4.3.1 Uji Signifikansi Parameter........................................................................... 43

vi
4.3.2 Uji White Noise ................................................................................................. 49
4.4 Model Dugaan GSTAR Terbaik Pada Data IHK 5 Kota Di Pulau
Kalimantan........................................................................................................ 50
4.4.1 Data Rata – Rata IHK 5 Kota Di Pulau Kalimantan Dengan Invers
Jarak Data .......................................................................................................... 50
4.4.2 Rata – Rata IHK 5 Kota Di Pulau Kalimantan Dengan Normalisasi
Korelasi Silang ................................................................................................. 51
BAB V ........................................................................................................................................ 53
PENUTUP ................................................................................................................................. 53
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 53
5.2 Saran ................................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 55
LAMPIRAN ...................................................................................................................... 58
RIWAYAT HIDUP................................................................................................................... 70

vii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2. 1 Kajian Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 6
Tabel 2. 2 Tranformasi Box-Cox ..................................................................................................... 14
Tabel 3. 1 Struktur Tabel Pengamatan ........................................................................................ 27
Tabel 3. 2 Variabel Penelitian ......................................................................................................... 28
Tabel 4. 1 Analisis Deskriptif IHK 5 Kota di Pulau Kalimantan ......................................... 31
Tabel 4. 2 Proses Deteksi Stasioner dalam Varian melalui Uji Box-cox untuk IHK 5
kota di Pulau Kalimantan .......................................................................................................... 34
Tabel 4. 3 Hasil Pengujian Kestasioneran dengan Uji ADF .................................................. 35
Tabel 4. 4 Hasil Pengujian Kestasioneran dengan Uji ADF setelah differencing ........ 36
Tabel 4. 5 Nilai AIC Untuk Pemilihan Orde Model .................................................................. 37
Tabel 4. 6 Jarak Antar Kota di Pulau Kalimantan .................................................................... 38
Tabel 4. 7 Hasil Perhitungan Bobot Inver Jarak....................................................................... 39
Tabel 4. 8 Hasil Pendugaan Jarak Korelasi Silang ................................................................... 40
Tabel 4. 9 Hasil Perhitungan Bobot Lokasi Normalisasi Korelasi Silang ....................... 40
Tabel 4. 10 Hasil Estimasi Parameter GSTAR (1,1)-I(1) Menggunakan Bobot Lokasi
Invers Jarak ..................................................................................................................................... 42
Tabel 4. 11 Hasil Estimasi Parameter GSTAR (1,1)-I(1) Menggunakan Bobot
Normalisasi Korelasi Silang ...................................................................................................... 43
Tabel 4. 12 Uji Signifikansi Parameter Model GSTAR(1,1)-I(1) menggunakan Uji t . 44
Tabel 4. 13 Uji Signifikansi Parameter Model GSTAR(1,1)-I(1) menggunakan Uji t . 46
Tabel 4. 14 Uji White noise Model GSTAR(1,1)-I(1) menggunakan Uji ljung-box...... 49

viii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. 1 Grafik IHK kota - kota di Pulau Kalimantan ........................................................ 3
Gambar 2. 1 Pola Horizontal............................................................................................................ 10
Gambar 2. 2 Pola Musiman .............................................................................................................. 11
Gambar 2. 3. Pola Siklik ..................................................................................................................... 11
Gambar 2. 4. Pola Trend .................................................................................................................... 11
Gambar 3. 1 Bagan Prosedur penelitian ..................................................................................... 30
Gambar 4. 1 Perkembangan IHK 5 Kota di Pulau Kalimantan ........................................... 32
Gambar 4. 2 Box-Cox Deteksi Stasioner dalam Varian untuk Kota Banjarmasin ....... 34
Gambar 4. 3 Skema MPACF data IHK ........................................................................................... 37

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Data Indeks Harga Konsumen 5 Kota di Pulau Kalimantan........................ 58
Lampiran 2 Grafik Uji Stasioner dalam Varian (Transformasi Box-Cox)........................ 60
Lampiran 3 Skrip dan Output untuk MACF, MPACF, dan AIC ........................................... 62
Lampiran 4 Input Dan Output Uji ADF Dan Estimasi Parameter ...................................... 63
Lampiran 5 Model GSTAR dari data IHK 5 Kota di Pulau Kalimantan ............................ 66
Lampiran 6 Data Prediksi Untuk Model GSTAR (1,1)-I(1) .................................................. 67
Lampiran 7 Nilai Taksiran Error Untuk Model GSTAR (1,1)-I(1) ..................................... 68

x
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Simbol Arti
𝑍(𝑡) : Vektor Pengamatan
𝑡 : Waktu
𝜆𝑘 : Lag spasial dari bentuk autoregressive orde k
𝑝 : Orde autoregressive
𝜙𝑘𝑙 : Parameter autoregressive pada orde autoregressive k dan lah spasial l
𝑊 (𝑙) : Matriks bobot pada lag spasial l
𝑍 ∗ (𝑡) : Vector pengamatan yang mengandung unsur differencing
𝑒 : error
𝐵 : Backshift operator
𝜌̂𝑖𝑗 (𝑘) : Korelasi silang sampel dari komponen deret ke-i dan ke-j
𝑆𝐸(𝜙̂) : Standar error dari parameter 𝜙̂
𝑑𝑓 : Derajat bebas
𝑟𝑖𝑗 : Jarak lokasi i ke j
KRR : Kuadrat Rata-Rata Regresi
KRS : Kuadrat Rata-Rata Sisaan
JKR : Jumlah Kuadrat Regresi
JKS Jumlah Kuadrat Sisaan

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Data deret waktu merupakan sekelompok nilai pengamatan yang diambil
dari suatu waktu yang berbeda dengan selang waktu yang sama. Model – model
yang sangat umum ditemui pada pemodelan data deret waktu seperti
Autoregressive (AR), Moving Average (MA), Autorgressive Moving Average
(ARMA), dan Autorgressive Integrated Moving Average (ARIMA). Dengan
berkembangnya penelitian analisis deret waktu, terdapat beberapa waktu
kejadian yang tidak hanya dipengaruhi oleh waktu sebelumnya, tetapi juga oleh
lokasi yang mengarah dari satu tempat ke tempat lain. Data dengan adanya
keterkaitan antara waktu – waktu sebelumnya dan lokasi disebut dengan data
space time (Ardianto, 2014). Salah satu model space time ini dalam memodelkan
dan peramalan data yaitu model Space Time Autoregressive (STAR).
Model ini diperkenalkan pertama kalinya oleh Pfeifer & Deutch (1980)
dengan mengasumsikan bahwa parameter Autoregressive dan parameter Space
Time bersifat homogen untuk semua lokasi. Dengan asumsi tersebut menjadikan
model STAR ini memiliki kelemahan pada fleksibilitas parameter saat dihadapkan
dengan data yang memiliki lokasi dan waktu berbeda pada suatu data deret waktu
(Irawati et al, 2015). Oleh karena itu, kelemahan model tersebut coba diatasi
dengan pengembangan oleh Borovkova dan Nurani dengan model yang dikenal
dengan nama Generalized Space Time Autoregressive (GSTAR). Model ini
mengakomodinir parameter – parameter bersifat heterogen terhadap masing –
masing waktu dan lokasi. Pada kondisi di lapangan, banyak model dengan
parameter model berbeda untuk lokasi yang berbeda.

1
Pada model GSTAR, pengaruh unsur waktu diperlihatkan dengan orde
autoregressive dan pengaruh unsur lokasi diperlihatkan dengan matriks
pembobot lokasi. Penentuan bobot lokasi menjadi salah satu faktor utama dalam
melakukan pemodelan GSTAR (Anggraeni et al, 2013). Bobot lokasi yang baik
adalah bobot yang memiliki tingkat kesalahan (error) terkecil dalam membentuk
model. Terdapat beberapa cara untuk menentukan bobot lokasi pada GSTAR
seperti bobot lokasi seragam, biner, invers jarak, semivariogram, dan normalisasi
korelasi silang. Dalam pendugaan dan mendapatkan model GSTAR, metode yang
dapat digunakan untuk mengestimasi parameter tersebut dengan metode
Ordinary Least Square (OLS).
Salah satu data yang dapat menggunakan pemodelan GSTAR dimana
terdapat faktor waktu dan lokasi adalah data dalam bentuk angka indeks. Angka
indeks adalah nilai perbandingan perubahan relatif yang dinyatakan dalam
bentuk persentase terhadap yang lain (Desvina & Desmita, 2015). Pada bidang
ilmu ekonomi, salah satu angka indeks yang digunakan yaitu indeks harga. Indeks
harga menjadi tolak ukur kondisi ekonomi secara umum. Salah satu indeks harga
yang ada di Indonesia yaitu Indeks Harga Konsumen (IHK). Menurut Badan Pusat
Statistik Provinsi Jawa tengah (2013), Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah
ukuran perubahan harga barang atau jasa pada periode waktu tertentu yang
digunakan sebagai salah satu indikator biaya hidup dan pertumbuhan ekonomi.
IHK memiliki keterhubungan yang erat satu sama lain dengan inflasi dan deflasi.
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menjelaskan kondisi inflasi dan deflasi dari
barang dan jasa secara umum. Inflasi adalah kenaikan harga berlangsung secara
terus menerus untuk sekelompok barang dan sebaliknya jika harga turun secara
terus menerus untuk sekelompok barang maka disebut deflasi (Digdowiseiso,
2018). Dengan adanya kenaikan dan penurunan harga barang maupun jasa
menjadikan pengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat.

2
Data IHK dirilis setiap bulannya oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 90
kota di Indonesia. Pada Pulau Kalimantan, terdapat 12 kota IHK yang tersebar di
5 provinsi. Pada IHK terdapat Survei Biaya Hidup (SBH) yang menjadi salah satu
bahan dasar yang penting dalam perhitungan nilai IHK. SBH sendiri menurut
Badan Pusat Statistik (2020) merupakan survey pengeluaran konsumsi rumah
tangga di daerah perkotaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan pola
konsumsi masyarakat sebagai bahan penyusunan diagram timbang dan paket
komoditas dalam perhitungan IHK. SBH telah dilaksanakan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) beberapa kali yang mana beberapa tahun terakhir terjadi yaitu
SBH pada tahun 2012 yang digunakan dalam penentuan IHK di tahun 2014
sampai dengan tahun 2019 dan SBH pada tahun 2018 yang digunakan dalam
penentuan IHK di tahun 2020 sampai dengan sekarang. Dengan adanya
perubahan SBH pada perhitungan IHK menyebabkan adanya perubahan nilai IHK
disetiap kota termasuk kota-kota IHK di Pulau Kalimantan. Adapun perubahan
nilai IHK yang terjadi disajikan pada grafik beberapa kota di Kalimantan sebagai
berikut:

3
(Sumber: Data IHK Badan Pusat Statistik)
Gambar 1. 1 Grafik IHK kota - kota di Pulau Kalimantan
Adanya perubahan tahun SBH menjadikan adanya penurunan nilai IHK yang
ekstrim dibandingkan IHK tahun sebelumnya. Selain itu terlihat bahwa nilai IHK
dengan SBH tahun 2012 memiliki nilai yang lebih besar dengan pola grafik yang
lebih tinggi dan pada beberapa daerah teradapat fluktuasi nilai yang lebar. Hal ini
menjadikan nilai IHK dengan SBH tahun 2012 menarik untuk dikaji. Sehubung
dengan hal tersebut, pada penulisan ini ingin mengetahui dan melakukan
pemodelan GSTAR nilai IHK di Pulau Kalimantan pada SBH tahun 2012 dan dari
beberapa kota di Pulau Kalimantan diambil ibukota setiap provinsi di Pulau
Kalimantan. Pengambilan ibukota setiap provinsi di Pulau Kalimantan sebagai
perwakilan dikarenakan ibukota adalah titik pusat perekonomian provinsi dan
diharapkan dapat mewakili daerahnya tersebut untuk mengetahui keterkaitan
perekonomian antar provinsi di Pulau Kalimantan. Penentuan bobot lokasi akan
menggunakan dua jenis pembobot yaitu bobot lokasi invers berjarak dan bobot
lokasi korelasi silang sebagai pembanding jenis bobot lokasi mana yang lebih
baik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan paparan pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pola time series yang terbentuk pada data IHK 5 ibu kota Provinsi
di Pulau Kalimantan?

4
2. Bagaimana membentuk model dugaan GSTAR untuk pola data IHK 5 ibu kota
Provinsi di Pulau Kalimantan menggunakan bobot lokasi invers jarak dan
bobot lokasi normalisasi korelasi silang?
3. Bagaimana menentukan model dugaan GSTAR terbaik diantara dua tipe
pembobot lokasi untuk pola data IHK di 5 ibu kota provinsi di Pulau
Kalimantan?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang dicapai dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pola time series yang terbentuk pada data IHK 5 ibu kota Provinsi
di Pulau Kalimantan.
2. Menentukan model dugaan GSTAR untuk pola data IHK 5 ibu kota Provinsi di
Pulau Kalimantan menggunakan bobot lokasi invers jarak dan bobot lokasi
normalisasi korelasi silang.
3. Melakukan proses model dugaan GSTAR terbaik diantara dua tipe pembobot
lokasi untuk pola data IHK di 5 ibu kota provinsi di Pulau Kalimantan.

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian maka manfaat yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis sendiri, dapat memperdalam lagi ilmu yang berkaitan tentang
analisis deret waktu GSTAR dan bagaimana pemodelannya
2. Bagi para pembaca, dapat menambah pengetahuan tentang penerapan ilmu
statistika menggunakan analisis deret waktu GSTAR untuk data yang
berkaitan dengan bidang ekonomi.
3. Bagi pihak pemerintahan, dapat menjadi referensi untuk menggunakan
permodelan GSTAR dalam prediksi data Indeks Harga Konsumen (IHK).

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Penelitian Terdahulu


Beberapa penelitian terdahulu tentang pemodelan Generalized Space Time Autoregressive (GSTAR) di berbagai
daerah telah dilakukan oleh sejumlah peneliti dengan menggunakan berbagai macam bobot lokasi, antara lain:
Tabel 2. 1 Kajian Penelitian Terdahulu

No Judul Lokasi Sumber Metode


Penulis Variabel Tahun Hasil
Penelitian Penelitian Data Analisis

Model GSTAR terbaik untuk


Peramalan
indeks harga konsumen 4
Indeks Harga Indeks Harga
kota di Jawa Tengah adalah
Konsumen 4 Konsumen Jawa
model GSTAR (11)I(1)
Lina I, Kota di Jawa Tengah di
Jawa Badan Pusat menggunakan bobot
1 Tarno, dan Tengah Purwokerto, Forecasting 2015
Tengah Statistik normalisasi korelasi silang.
Hasbi Y Menggunakan Surakarta,
Dari hasil model GSTAR
Model Semarang dan
terbaik dapat disimpulkan
Generalized Tegal
bahwa data IHK purwokerto
Space Time
hanya dipengaruhi oleh

6
Autoregressive waktu-waktu sebelumnya.
(GSTAR) Sedangkan IHK 3 kota
lainnya saling
mempengaruhi satu sama
lain
Model GSTAR terbaik untuk
Peramalan IHK empat kota di Provinsi
Menggunakan Sulawesi Selatan adalah
Indeks Harga
Model GSTAR model GSTARI (1;1;1)
Konsumen
M Alfikar untuk Indeks setelah di differencing 1
Sulawesi Sulawesi Selatan Badan Pusat
2. M, Nur’eni, Harga Foercasting 2018 dengan bobot lokasi
Selatan di Watampone, Statistik
dan Desy L Konsumen di seragam. Bobot lokasi
Makassar, Pare-
Empat Kota seragam ini terbaik karena
pare dan Palopo
Provinsi memenuhi asumsi white
Sulawesi Selatan noise dengan rata-rata nilai
RMSE sebesar 10.63

Perbandingan Model terbaik dan layak


model STAR dan Indeks Harga digunakan adalah GSTAR
GSTAR untuk Konsumen di Kota (1;1)-I(1) dengan matriks
M Zulki Al Badan Pusat
3. Peramalan Jambi Padang, Forecasting 2020 pembobot lokasi seragam.
Amri Statistik
Indeks Harga Pekanbaru, Jambi, Adapun untuk meramal IHK,
Konsumen di dan Palembang model terbaik yang dapat
Kota Padang, digunakan untuk

7
Pekanbaru, meramalkan IHK kota
Jambi, dan padang, pekanbaru, dan
Palembang Palembang adalah
GSTAR(1;1)-I(1) dengan
bobot seragam. Sedangkan
untuk meramalkan IHK kota
jambi adalah STAR(1;1)-I(1)
dengan bobot seragam

Model STAR terbaik dalam


Model Space-
meramalkan IHK umum di
Time
Kota Bogor, Depok, dan
Autoregressive
Bekasi adalah model STARI
Integrated Indeks Harga
(1,1,1) dengan menggunakan
Delvi R.P, (STARI) pada Konsumen Jawa
Badan Pusat bobot korelasi silang. Hasil
4. Tilas N, dan Peramalan Jawa Barat Barat di kota Forecasting 2022
Statistika peramalan menggunakan
Budi N.R Indeks Harga Bogor, Depok,
Model STARI (1,1,1) memuhi
Konsumen (IHK) dan Bekasi kriteria sangat akurat untuk
di Kota Bogor,
jaka pendek, ditunjukkan
Depok, dan
oleh nilai MAPE untuk setiap
Bekasi
kota < 10%

8
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian mengenai
pemodelan data deret waktu yang dipengaruhi waktu sebelumnya dan lokasi
pada data IHK masih sangat terbatas sehingga peneliti ingin melakukan penelitian
mengenai pemodelan Generalized Space Time Autoregressive (GSTAR) pada data
IHK beberapa kota di Pulau Kalimantan.

2.2 Kajian Teori


2.2.1 Statistika Deskriptif
Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan
pengumpulan dan penyajian suatu data sehingga memberikan informasi yang
berguna (Walpole, 1995). Statistik deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan
atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau
populasi (Sugiyono, 2016). Analisis statistik deskriptif bertujuan untuk
memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data variabel
yang diperoleh dan kelompok subjek yang diteliti.
Penelitian deskriptif pada umumnya bertujuan untuk menggambarkan
secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara
tepat. Penjelasan tentang objek yang diteliti didukung oleh banyak referensi agar
ruang lingkup, dugaan dan kedudukan terhadap variabel yang akan diteliti
menjadi lebih jelas dan terarah (Sugiyono, 2016). Penarikan kesimpulan pada
statistika desktiptif hanya ditujukan pada kumpulan data yang ada. Didasarkan
pada ruang lingkup bahasannya statistika deskriptif mencakup (Nasution, 2017):
1. Distribusi frekuensi beserta bagian – bagiannya seperti:
• Grafik distribusi (Histogram, Poligon dan Frekuensi)
• Ukuran nilai pusat (Rata – rata, Median, Modus, Kuartil dan sebagainya)
• Ukuran disperse (Jangkauan, Simpangan rata-rata, Varians, Simpangan
baku, dan sebagainya)

9
2. Angka Indeks
3. Time Series/Deret waktu atau berkala
4. Regresi dan Korelasi

2.2.2 Data Deret Waktu


Data deret waktu (time series) merupakan serangkaian data pengamatan
yang terjadi berturut – turut pada kurun waktu tertentu dengan interval yang
sama panjang. Deret waktu juga dapat didefinisikan oleh nilai – nilai 𝑍1 , 𝑍2 , … , 𝑍𝑛
dari variabel Z untuk titik – titik waktu 𝑡1 , 𝑡2 , … , 𝑡𝑛 (Wei, 2006). Ketika melakukan
peramalan data time series, hal yang perlu diperhatikan yaitu mengidentifikasi
jenis pola data untuk mengetahui unsur pola yang termuat pada data tersebut,
sehingga dapat disesuaikan dengan metode peramalan datanya. Menurut
Makridakis et al (1992) jenis – jenis pola data time series sebagai berikut:
• Pola Horizontal (H)
Pola ini ada ketika data berfluktuasi di sekitar nilai rata – rata yang konstan
(umumnya disebut deret stasioner dalam rata – rata).

Gambar 2. 1 Pola Horizontal

• Pola Musiman (S)


Pola ini terjadi ketika data deret terdapat pengaruh faktor musiman. Contoh
faktor musiman seperti kuartal tahun tertentu, bulan tertentu, atau minggu
tertentu.

10
Gambar 2. 2 Pola Musiman

• Pola Siklis (C)


Pola ini ada ketika data deret memiliki perubahan (kenaikan atau penurunan)
dalam kurun waktu yang Panjang. Contoh kasus pada data seperti ini yaitu data
bisnis yang dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka Panjang.

Gambar 2. 3. Pola Siklik

• Pola Trend (T)


Pola ini sama dengan pola siklis yang mana memiliki perubahan kenaikan atau
penurunan dalam kurun waktu yang Panjang. Perbedaannya terletak pada
intensitas kenaikan atau penurunan pada pola ini cenderung signifikan.

Gambar 2. 4. Pola Trend

11
2.2.3 Stasioneritas Data
Stasioner adalah kondisi dimana tidak terdapat penurunan ataupun kenaikan
secara drastis pada data. Umumnya data harus horizontal sepanjang sumbu
waktu. Deret waktu dapat dikatakan stasioner apabila tidak memiliki unsur tren
dalam data dan rata – rata serta variannya tetap. Selain pada plot data, stasioner
dapat kita ketahui dari plot Autocorrelation Function (ACF) data tersebut. Jika
terjadinya penurunan secara cepat mendekati nol (umumnya terjadi setelah lah
kedua atau ketiga) pada plot ACF, maka dapat dikatakan bahwa data telah
stasioner. Stasioner data terbagi menjadi 2 yaitu stasioner dalam rata – rata dan
stasioner dalam variansi.
2.2.3.1 Stasioner Data dalam Rata-rata
Data dapat dikatakan telah stasioner dalam rata – rata jika 𝐸(𝑌𝑡 ) = 𝜇 yang
artinya fluktuasinya berada di sekitar nilai rata – rata yang konstan. Stasioner
dalam rata – rata tidak bergantung pada waktu dan variansi dari fluktuasi
tersebut. Biasanya untuk mengetahui kestasioneran data dapat dilakukan dengan
cara melihat skema MACF. Jika skema MACF terlihat turun secara lambat maka
data belum dapat dikatakan stasioner terhadap rata – rata. Dalam hal ini, kita
perlu melakukan differencing (pembedaan). Differencing digunakan untuk
membentuk data baru yang mana diperoleh dari mengurangi nilai pengamatan
pada waktu t dengan nilai pengamatan pada waktu sebelumnya. Untuk
merumuskan differencing pertama adalah sebagai berikut:
𝑊𝑡 = 𝑍𝑡 − 𝑍𝑡−1 (2.1)

Untuk merumuskan differencing ke-d dapat dituliskan sebagai berikut:


𝑊𝑡 = (1 − 𝐵)𝑑 𝑍𝑡 (2.2)

12
dimana
d : 1,2,… (biasanya 1 dan 2)
B : Backshift operator (operator mundur)
𝑊𝑡 : Data setelah differencing ke-t
𝑍𝑡 : Data pengamatan pada waktu ke-t
𝑍𝑡−1 : Data pengamatan pada waktu ke-t – 1

2.2.3.2 Stasioner Data dalam Varian


Data dapat dikatakan stasioner dalam varian jika data mempunyai fluktuasi
data yang konstan dan tidak berubah – ubah dari waktu ke waktu. Biasanya
kestasioneran dalam variansi dilihat dari nilai rounded value-nya. Data dikatakan
stasioner dalam varian apabila rounded value-nya bernilai 1. Apabila terjadi data
tidak stasioner dalam varian, maka perlu dilakukannya transformasi agar nilai
varian menjadi konstan melalui uji Box-Cox. Transformasi Box-Cox merupakan
metode yang dikembangkan oleh Box-Cox yang mana melakukan transformasi
pangkat pada variabel respon. Transformasi ini mempertimbangkan kelas
transformasi yang mana berparameter tunggal yaitu 𝜆 yang dipangkatkan pada
variabel respon Z. Pada Wei (2006) dinyatakan fungsi transformasi Box-Cox
sebagai berikut:
𝑍𝑡 𝜆 −1
′ , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝜆 ≠ 0
𝑍𝑡 = { 𝜆 (2.3)
ln 𝑍𝑡 , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝜆 = 0
Dimana:
𝑍𝑡 ′ : Transformasi data ke-t
t : Indeks waktu
𝜆 : Nilai koefisien dari transformasi Box-Cox

13
Nilai 𝜆 dengan aturan transformasi Box-Cox dituliskan sebagai berikut:
Tabel 2. 2 Tranformasi Box-Cox

Nilai 𝜆 Transformasi
1
-2
𝑍𝑡2
1
-1
𝑍𝑡
1
-0,5
√𝑍𝑡
0 ln 𝑍𝑡
0,5 √𝑍𝑡
𝑍𝑡 (tidak ada
1
transformasi)
2 𝑍𝑡2

2.2.4 Data Berkala Multivariate


Pada model multivariate time series, kestasioneran data dapat terlihat
secara visual dari plot Matrix Autocorrelation Function (MACF) dan Matrix Partial
Autocorrelation Function (MPACF). Plot MACF sebagai penentuan kestasioneran
data dalam rata – rata. Plot MACF yang memiliki plot turun secara perlahan
menggambarkan bahwa data belum stasioner. Pada hal ini perlu dilakukannya
differencing untuk menstasionerkan data. Sedangkan plot MPACF sebagai
penentuan kestasioneran data dalam varians. Plot MPACF yang memiliki batas
atas dan batas bawah dari nilai lambda bernilai kurang dari satu, maka dapat
dikatakan data belum stasioner varians. Pada hal ini perlu dilakukannya
transformasi data untuk menstasionerkan data tersebut.

14
2.2.4.1 Matrix Autocorrelation Function (MACF)
MACF menjadi salah satu uji dalam melihat apakah data stasioner atau tidak
pada Moving Average. Menurut (Anggreni et al, 2013), apabila diberikan data time
series sebanyak n kali dari pengamatan 𝑍1 , 𝑍2 , … , 𝑍𝑛 maka bentuk matriks korelasi
sampelnya sebagai berikut:
𝜌̂(𝑘) = [𝜌̂𝑖𝑗 (𝑘)], (2.4)
Dimana 𝜌̂𝑖𝑗 (𝑘) adalah korelasi silang sampel dari deret ke-i dan ke-j yang mana
dapat dinyatakan sebagai berikut:

∑𝑛−𝑘 ̅𝑖 )(𝑍𝑗,𝑡+𝑘 −𝑍̅𝑗 )


𝑡=1 (𝑍𝑖,𝑡 −𝑍
𝜌̂𝑖𝑗 (𝑘) = 1 (2.5)
[∑𝑛 ̅ 2 𝑛 ̅ 2 2
𝑡=1(𝑍𝑖,𝑡 −𝑍𝑖 ) ∑𝑡=1(𝑍𝑗,𝑡 −𝑍𝑗 ) ]

Dengan:
𝜌̂𝑖𝑗 (𝑘) : Korelasi silang sampel dari deret waktu lokasi ke-i dan
ke-j pada lag ke-k
𝑍𝑖,𝑡 : Data pengamatan pada lokasi ke-i dan waktu ke-t
𝑍𝑗,𝑡 : Data pengamatan pada lokasi ke-j dan waktu ke-t
𝑍̅𝑖 : Rata-rata data pengamatan dari lokasi i
𝑍𝑗̅ : Rata-rata data pengamatan dari lokasi j

Dimana 𝑍𝑖̅ dan 𝑍𝑗̅ adalah rata – rata sampel yang berasal dari unsur deret yang
bersesuaian. Adapun simbol – simbol notasi yang biasa digunakan untuk
mempermudah dalam penggunaan metode ini seperti notasi (+), (-), dan (∙) pada
suatu matriks korelasi dengan sampel ke-(ij) (Wei, 2006). Notasi (+)
menunjukkan 𝜌̂𝑖𝑗 (𝑘) lebih besar dari 2 kali standar error yang berarti berkorelasi
positif, Notasi (-) menunjukkan 𝜌̂𝑖𝑗 (𝑘) lebih kecil dari -2 kali standar error yang
berarti berkorelasi negative, dan Notasi (∙) menunjukkan 𝜌̂𝑖𝑗 (𝑘) diantara ±2 kali
standar error yang berarti tidak berkolerasi. Adapun rumus standard error pada
𝜌̂𝑖𝑗 (𝑘) adalah sebagai berikut.

15
1 2 (1)
𝑆𝜌̂ 𝑖𝑗(𝑘) = √𝑇 (1 + 2𝜌̂𝑖𝑗 2 (2)
+ 1 + 2𝜌̂𝑖𝑗 2 (𝑘
+ ⋯ + 1 + 2𝜌̂𝑖𝑗 − 1)), (2.6)

Dimana T adalah banyaknya observasi.

2.2.4.2 Matrix Partial Autocorrelation Function (MPACF)


Menurut (Anggreni et al, 2013), MPACF sangat berpengaruh pada model
autoregressive (AR). Hubungan antara 𝑍𝑡 dan 𝑍𝑡−𝑘 dapat dilihat dari keterkaitan
dengan variabel 𝑍𝑡+1 , 𝑍𝑡+2 , … , 𝑍𝑡+𝑘−1 ditiadakan. Dehingga persamaan MPACF
dapat dituliskan sebagai berikut:

𝑐𝑜𝑣[(𝑍𝑡 −𝑍̂𝑡 ),(𝑍𝑡+𝑘 −𝑍̂𝑡+𝑘 )]


𝜙𝑘𝑘 = (2.7)
√𝑣𝑎𝑟(𝑍𝑡 −𝑍̂𝑡 )√(𝑍𝑡+𝑘 −𝑍̂𝑡+𝑘 )

Dimana 𝑍̂𝑡 dan 𝑍̂𝑡+𝑘 merupakan rata – rata kesalahan kuadrat minimum dalam
estimasi regresi linear dari 𝑍𝑡 dan 𝑍𝑡+𝑘 yang berdasarkan pada
𝑍𝑡+1 , 𝑍𝑡+2 , … , 𝑍𝑡+𝑘−1 . Menurut Box & Jenkins (1976) menyatakan jika data
digunakan untuk suatu proses vector autoregressive pada orde ke-s, maka dapat
dinyatakan sebagai koefisien matriks parsial pada lag ke-s (P(s)) terakhir.
Sehingga P(s)= 𝜙𝑠𝑠 pada regresi linier multivariat. MPACF memiliki sifat
terpotong setelah lag p pada model VAR(p) sama seperti PACF.

2.2.4.3 Uji Augmented Dickey-Fuller (ADF)


Penentuan kestasioneran data dengan analisis visual memiliki subjektivitas
tinggi sehingga dimungkinkan adanya perbedaan dalam mengambil keputusan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan uji untuk menentukan kestasioneran data yaitu
uji unit root test. Salah satu pengujian untuk metode tersebut adalah Augmented
Dickey-Fuller (ADF). Berikut ini pengujian unit root test dengan menggunakan uji
ADF sebagai berikut (Rizal & Akbar, 2015):

16
Hipotesis:
H0 : Terdapat unit root (data tidak stasioner)
H1 : Tidak terdapat unit root (data tidak stasioner)
Statistik Uji:
𝑦̂
|𝑡𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑠𝑡𝑖𝑘 | = | |
𝑆𝐸(𝑦̂)

Dengan:
𝑦̂ : Koefisien
𝑆𝐸(𝑦̂) : Standar Error
Kriteria Pengujian:
Jika |𝑡𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑠𝑡𝑖𝑘 | > |𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 | maka H0 ditolak yang berarti data stasioner

2.2.5 Model GSTAR


Model GSTAR adalah model yang dikembangkan dari model STAR (Space
Time Autoregressive) yang tergeneralisasi. Model ini sering digunakan untuk
memodelkan dan meramalkan data deret waktu dan lokasi. Berbeda dengan
model STAR yang mengasumsikan bahwa lokasi – lokasi penelitian bersifat
seragam, model GSTAR mengasumsikan bahwa lokasi – lokasi penelitian bersifat
heterogenya. Biasanya untuk menunjukkan perbedaan antar lokasi ini dalam
bentuk matriks pembobot. Menurut Wutsqa et al (2010), untuk menentukan orde
spasial mode GSTAR pada umumnya dibatasi pada orde 1, karena orde yang lebih
tinggi akan sulit untuk diinterpretasikan. Lag spasial sendiri diartikan sebagai
kedekatan antar lokasi. Pada model GSTAR, nilai parameter ∅𝑘𝑙 untuk spasial lag
yang sama antar lokasi diperbolehkan berlainan. Pada notasi matriks, model
GSTAR dengan orde auroregresif p dan orde spasial 𝜆1 𝜆2 , . . . , 𝜆𝑝 ,
GSTAR (𝑝𝜆1 𝜆2 , , . . . , 𝜆𝑝 ) bisa dituliskan dengan:

𝑍(𝑡) = ∑𝑝𝑘=1[𝜙𝑘0 𝑊 (0) 𝑍(𝑡 − 𝑘) + ∑𝜆𝑝 (𝑠)


𝑠=1 𝜙𝑘𝑠 𝑊 𝑍(𝑡 − 𝑘)] + 𝑒(𝑡) (2.8)

17
Dimana:
𝜆𝑝 : Orde spasial dari parameter autoregressive
𝜙𝑘0 : Matriks diagonal parameter space time lag spasial 0 dan parameter
autoregressive lag ke-k
𝜙𝑘𝑠 : Matriks diagonal parameter space time lag spasial s dan parameter
autoregressive lag ke-k
𝑊 (𝑠) : Matriks bobot berukuran NxN pada lag spasial s dengan
𝑊 (0) yang merupakan matriks identitas berukuran NxN
𝑒(𝑡) : Vektor galat berukuran Nx1
𝑍(𝑡) : Vektor acak berukuran Nx1 pada waktu t

Apabila model GSTAR dengan orde spasial 1 dan mengandung proses


differencing maka menjadi model Generalized Space Time Autoregressive
Integrated (GSTARI). Hal ini dikarenakan data deret waktu tidak stasioner dan
unsur integrated ikut dimasukkan ke dalam proses, sehingga dapat dituliskan
sebagai berikut (Min et al, 2010):

𝑍 ∗ (𝑡) = ∑𝑝𝑘=1[𝜙𝑘0 + 𝜙𝑘𝑠 𝑊 (1) ]𝑍 ∗ (𝑡 − 𝑘) + 𝑒(𝑡) (2.9)

Dengan 𝑍 ∗ (𝑡) = 𝑍(𝑡) − 𝑍(𝑡 − 𝑘) dan 𝑍 ∗ (𝑡 − 𝑘) = 𝑍(𝑡 − 𝑘) − 𝑍(𝑡 − 𝑘 − 1)

2.2.5.1 Pemilihan Bobot Lokasi


Penentuan bobot lokasi menjadi sektor penting untuk melakukan
pemodelan GSTAR. Terdapat beberapa jenis bobot lokasi yang dapat digunakan
seperti bobot lokasi seragam, biner, invers jarak, semivariogram, dan normalisasi
korelasi silang. Pada penelitian ini penulis menggunakan 2 pembobot yaitu invers
jarak dan normalisasi korelasi silang:

18
a. Bobot Lokasi Invers Jarak
Bobot ini menggunakan jarak perhitungan sebenarnya antar lokasi
dalam penentuan nilai perhitungannya. Semakin antar lokasi berdekatan
akan mendapatkan nilai bobot yang lebih besar. Perhitungan bobot dengan
metode invers jarak diperoleh dari hasil invers jarak sebenarnya yang
kemudian dinormalisasi (Irawati et al, 2015). Pembobot lokasi ini dinyatakan
dengan:

𝑤𝑖𝑗
𝑤𝑖𝑗 = ∑𝑛 ∗ (2.10)
𝑗=1 𝑤𝑖𝑗

Yang mana,
1
;𝑖≠𝑗
∗ 𝑑𝑖𝑗
𝑤𝑖𝑗 {0;𝑖=𝑗 (𝑖, 𝑗 = 1,2, … . , 𝑛) (2.11)

Dengan,
𝑟𝑖𝑗 = √(𝑢𝑖 − 𝑢𝑗 )2 + (𝑣𝑖 − 𝑣𝑗 )2 , 𝑖 ≠ 𝑗 (2.12)

Keterangan:
𝑟𝑖𝑗 = jarak lokasi i ke j
(𝑢𝑖 , 𝑢𝑗 ) = koordinat dari garis lintang
(𝑣𝑖 , 𝑣𝑗 ) = koordinat dari garis bujur

b. Bobot Lokasi Normalisasi Korelasi Silang


Pembobot ini dikenalkan oleh Suharto & Atok (2006) dimana metode
ini didasari pada normalisasi korelasi silang antar lokasi pada lag waktu yang
bersesuaian. Umumnya pembobot korelasi silang didefinisikan dengan:

𝛾𝑖𝑗 (𝑘)
𝜌𝑖𝑗 (𝑘) = , 𝑘 = 0, ±1, ±2, … .. (2.13)
𝜎𝑖 𝜎𝑗

19
Keterangan:
𝛾𝑖𝑗 = kovarian silang antar pengamatan pada lokasi ke-i dan ke-j pada lag
ke-k
𝜎𝑖 , 𝜎𝑗 = Standar deviasi pada lokasi ke-i dan lokasi ke-j

Untuk melakukan pendugaan korelasi silang pada data sampel dengan cara:

∑𝑛 ̅ ̅
𝑡=𝑘+1[𝑍𝑖 (𝑡)−𝑍𝐼 ][𝑍𝑗 (𝑡−𝑘)−𝑍𝐽 ]
𝑟𝑖𝑗 (𝑘) = (2.14)
√(∑𝑛 ̅ 2 𝑛 ̅ 2
𝑡=1[𝑍𝑖 (𝑡)−𝑍𝐼 ]) (∑𝑡=1[𝑍𝑗 (𝑡)−𝑍𝐽 ])

Penentuan pembobot lokasi dengan melakukan normalisasi korelasi


silang antar lokasi pada lag yang sesuai. Secara umum output pembobot lokasi
yang didapatkan sebagai berikut:
𝑟𝑖𝑗 (𝑘)
𝑤𝑖𝑗 = ∑1 , dengan 𝑗 ≠ 𝑖 dan ∑1𝑗≠𝑖 |𝑤𝑖𝑗 | = 1 (2.15)
𝑗≠𝑖 |𝑟𝑖𝑗 (𝑘)|

2.2.5.2 Estimasi Parameter


Menurut Ruchjana et al (2012), model GSTAR digambarkan seperti model
linear dan parameter – parameter autoregresif model yang dapat dilakukan
estimasi menggunakan metode kuadrat terkecil atau metode least square. Metode
Orndinary Least Square (OLS) adalah salah satu metode yang sering digunakan
dalam melakukan estimasi nilai parameter dengan cara meminimumkan jumlah
kuadrat error. Adapun bentuk linear dari model GSTAR (11) sebagai berikut:

𝒀 = 𝑿𝜷 + 𝒆 (2.16)

Dengan adanya modifikasi terhadap model GSTAR (11), model persamaan


1 1
pada lokasi ke-I ditulis dengan 𝑌𝑖 = 𝑋𝑖 𝛽𝑖 + 𝑒𝑖 dimana 𝛽𝑖 = [𝜙𝑖0 , 𝜙𝑖1 ]. Penjabaran
matriks dapat dilihat sebagai berikut:

20
𝑍𝑖 (1) 𝑍𝑖 (0) 𝑉𝑖 (0) 𝑒𝑖 (1)
1
𝑍 (2) 𝑍 (1) 𝑉𝑖 (1) 𝜙 𝑒 (2)
𝑌𝑖 = [ 𝑖 ] , 𝑋𝑖 = [ 𝑖 ] , 𝛽𝑖 = [ 𝑖0
1 ] , 𝑒𝑖 = [ 𝑖 ] (2.17)
⋮ ⋮ ⋮ 𝜙𝑖1 ⋮
𝑍𝑖 (𝑇) 𝑍𝑖 (𝑇 − 1) 𝑉𝑖 (𝑇 − 1) 𝑒𝑖 (𝑇)

Dengan 𝑍𝑖 (𝑡) adalah pengamatan ke-t untuk lokasi ke-I dan 𝑉𝑖 (𝑡) =
∑𝑗≠1 𝑊𝑖𝑗 𝑍𝑗 (𝑡). Untuk melakukan estimasi parameter 𝛽 menggunakan metode
least square dengan meminimumkan fungsi 𝒆′ 𝒆 = (𝒁 − 𝑿𝜷)′(𝒁 − 𝑿𝜷) seperti
berikut:
𝒆′ 𝒆 = (𝒁 − 𝑿𝜷)′ (𝒁 − 𝑿𝜷) (2.18)

𝒆′ 𝒆 = 𝒁′ 𝒁 − 𝜷′ 𝑿′ 𝒁 − 𝒁′ 𝑿𝜷 + 𝜷′ 𝑿′ 𝑿𝜷 (2.19)

𝒆′ 𝒆 = 𝒁′ 𝒁 − 𝟐𝜷′ 𝑿′ 𝒁 + 𝜷′ 𝑿′ 𝑿𝜷 (2.20)

Selanjutnya diturunkan terhadap 𝛽:


𝒅(𝒆′ 𝒆)
= 𝟐𝑿′ 𝑿𝜷 − 𝟐𝒁′𝑿 (2.21)
𝒅(𝜷)

Persamaan akan memiliki nilai minimum apabila disamadengankan 0, menjadi:


𝟐𝑿′ 𝑿𝜷 − 𝟐𝒁′ 𝑿 = 𝟎 (2.22)

Sehingga didapatkan estimator untuk 𝛽 adalah:


̂ = [𝑿′𝑿]−𝟏 𝑿′𝒁
𝜷 (2.23)

2.2.5.3 Uji Signifikansi Parameter


Uji signifikansi parameter adalah pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya kesignifikanan parameter terhadap model. Dalam uji
signifikan terdapat dua jenis yaitu dilakukan secara parsial menggunakan uji t dan
dilakukan secara serentak menggunakan uji F.

21
a. Uji t
Uji t adalah pengujian secara parsial untuk mengetahui variabel yang
mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen secara individual. Adapun
cara melakukan uji t sebagai berikut(srihardianti et al, 2010):
Hipotesis:
H0 : 𝜙 = 0 (parameter tidak signifikan)
H1 : 𝜙 ≠ 0 (parameter signifikan)
Statistik Uji:
̂
𝜙
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑆𝐸(𝜙) (2.24)

𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝑡(𝛼%,𝑛−𝑝−1) (2.25)


2

Kriteria Pengujian:
Dengan 𝛼 = 10%, jika |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 | > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka H0 ditolak yang artinya
parameter siginikan begitu sebaliknya.

b. Uji F
Uji F adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah
variabel independent besama-sama mempengaruhi variabel dependen.
Adapun cara melakukan uji F ini sebagai berikut(srihardianti et al, 2010):
Hipotesis:
H0 : ∀𝜙𝑘𝑙 = 0 , dengan k=1,2,… l=0,1,… (parameter tidak signifikan)
H1 : ∃𝜙𝑘𝑙 ≠ 0, dengan k=1,2,… l=0,1,… (parameter signifikan)
Statistik Uji:
𝐾𝑅𝑅
𝐹∗ = (2.26)
𝐾𝑅𝑆

Dengan
𝐾𝑅𝑅 = 𝐽𝐾𝑅 (2.27)
𝐽𝐾𝑆
𝐾𝑅𝑆 = 𝑛−2 (2.28)

22
Dimana:
KRR : Kuadrat rata – rata regresi
KRS : Kuadrat rata – rata sisaan
JKR : Jumlah kuadrat regresi
JKS : Jumlah kuadrat sisaan
n : Banyaknya data
Kriteria Pengujian:
Dengan 𝛼 = 10%, jika 𝐹 ∗ > 𝐹(𝛼;1,𝑛−2) atau 𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 > 𝛼 maka H0 ditolak
yang artinya parameter siginikan begitu sebaliknya.

2.2.5.4 Uji White Noise


Uji kelayakan model dapat diketahui dengan memeriksa asumsi residualnya
(white noise). Model GSTAR dikatakan memenuhi asumsi apabila error yang
terbentuk menyebar dengan sebaran normal ganda yang artinya model tidak
berkorelasi.uji kelayakan ini dapat dilakukan dengan uji Ljung Box Pearce sebagai
berikut (Wei, 2006):
Hipotesis:
H0 : 𝜌1 = 𝜌2 = ⋯ = 𝜌𝑘 = 0 (error memenuhi syarat white noise)
H1 : Terdapat 𝜌𝑘 ≠ 0, 𝑘 = 1,2, … , 𝑘 (error tidak memenuhi syarat white
noise)
Statistik Uji:
̂ 2
𝜌
𝐿𝐵 = 𝑛(𝑛 + 2) ∑𝐾 𝑘
𝑘=1 𝑛−𝑘 (2.29)

Dimana n merupakan banyaknya pengamatan, k merupakan banyaknya lah,


dan 𝜌̂𝑘 merupakan autokorelasi dugaan pada lag ke-k.
Kriteria Pengujian:
Dengan 𝛼 = 10%, jika 𝐿𝐵 > 𝑥1−𝛼,𝑘
2
tabel maka H0 ditolak yang artinya error white
noise begitu sebaliknya.

23
2.2.6 Pemilihan Model Terbaik
Untuk mendapatkan model terbaik, dapat dilihat dari kriteria in sample dan
out sample. Metode yang sering digunakan dalam penentuan kriteria in sample
yaitu metode Akaikae’s Information Criterion (AIC). Sedangkan Metode yang
sering digunakan dalam penentuan kriteria out sample yaitu dengan melihat nilai
Root Mean Square Error (RSME).
2.2.6.1 Akaikae’s Information Criterion (AIC)
AIC adalah salah satu kriteria untuk pemilihan model yang mana dalam
modelnya mempertimbangkan banyaknya parameter. Adapun AIC dapat
dirumuskan sebagai berikut:

𝐴𝐼𝐶 = 𝑛 ln | ∑.𝒑 | + 2𝑝𝑚2 (2.30)

Dimana:
n : Banyaknya observasi
m : Ukuran dari vector proses 𝑍𝑡

| ∑. | : Determinan dari matriks kovarians


𝒑

p : Orde dari proses AR (p=1)

2.2.6.2 Root Mean Square Error (RMSE)


RSME adalah salah satu ukuran yang berfungsi untuk mengukur perbedaan
antara nilai – nilai yang diramalkan dari suatu model dengan nilai sebenarnya dari
pengamatan. Dalam peramalan biasanya hasil suatu ramalan yang maksimal
dilihat dari nilai error yang terkecil (nilai RMSE yang minimum). Adapun RSME
dapat dirumuskan sebagai berikut (Irawati dkk, 2015):

1 𝑇𝑜
𝑅𝑀𝑆𝐸 = √𝑀𝑆𝐸 = √𝑇 ∑𝑗=1(𝑍𝑗 − 𝑍̂𝑗 )2 (2.31)
𝑜

24
Dengan:
𝑇𝑜 : Banyaknya ramalan yang dilakukan
𝑌𝑗 : Data out sample ke-j
𝑌̂𝑗 : Data hasil ramalan ke-j

2.2.7 Indeks Harga Konsumen (IHK)


Menurut Badan Pusat Statistik, Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah
ukuran perubahan harga barang atau jasa pada periode waktu tertentu yang
digunakan sebagai salah satu indikator biaya hidup dan pertumbuhan ekonomi.
Angka IHK yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu menunjukan adanya
tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari harga barang dan
jasa kebutuhan rumah tangga sehari – hari. Perubahan nilai IHK menjadi tolak
ukur adanya daya beli dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Semakin
tinggi tingkat inflasi barang atau jasa, semakin rendah nilai uang dan semakin
rendah daya belinya (Dardiri, 2018). Pengelompokkan IHK berdasarkan barang
dan jasa terbagi menjadi 7 kelompok yaitu (1) bahan makanan; (2) makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau; (3) perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar;
(4) sandang; (5) kesehatan; (6) pendidikan, rekreasi, dan olahraga; dan (7)
transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Ada beberapa rumus perhitungan
nilai IHK yang digunakan yaitu Indeks Laspeyres, Indeks Paasche, Indeks Fisher.
Di Indonesia, formula yang digunakan untuk perhitungan nilai IHK adalah indeks
laspeyres sebagai berikut (BPS, 2020):

𝑃𝑛𝑖
∑𝑘 𝑃 .𝑄
𝑖=1 𝑃(𝑛−1)𝑖 (𝑛−1)𝑖 𝑜𝑖
𝐼𝑛 = ∑𝑘
(2.32)
𝑖=1 𝑃𝑜𝑖 .𝑄𝑜𝑖

Dengan:
𝐼𝑛 : IHK pada bulan ke-n

25
𝑃𝑛𝑖 : Relatif harga komoditas i pada bulan ke-n
𝑃(𝑛−1)𝑖
𝑃𝑛𝑖 : Harga komoditas i pada bulan ke-n
𝑃(𝑛−1)𝑖 : Harga komoditas i pada bulan ke-(n-1)
𝑃(𝑛−1)𝑖 . 𝑄: 𝑜𝑖 Nilai konsumsi komoditas i pada bulan ke-n(n-1)
𝑃𝑜𝑖 . 𝑄𝑜𝑖 : Nilai komoditas i pada tahun dasar
𝑘 : Jumlah barang atau jasa yang masuk dalam paket komoditas

26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series
(data deretan waktu) Indeks Harga Konsumen pada 5 ibukota Provinsi di Pulau
Kalimantan perbulan selama periode Januari 2014 – Desember 2019 (72
periode). Data bersumber dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dengan
total data sebanyak 360 buah dengan struktur tabel pengamatan dapat
ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 3. 1 Struktur Tabel Pengamatan

Waktu
(j)
𝑥1;1 𝑥1;2 𝑥1;3 ⋯ 𝑥1;72
Lokasi
(i)

𝑥2;1 𝑥2;2 𝑥2;3 ⋯ 𝑥2;72

𝑥3;1 𝑥3;2 𝑥3;3 ⋯ 𝑥3;72

⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
𝑥5;1 𝑥5;2 𝑥5;3 ⋯ 𝑥5;72

3.2 Variabel Penelitian


Pada penelitian ini, variabel yang digunakan adalah indeks harga konsumen
ke 5 ibukota provinsi di Pulau Kalimantan. Data berjumlah 360 yang terbagi
menjadi dua data yaitu data in sample dan data out sample. Data in sample
berjumlah 320 (Januari 2014 – April 2019) berfungsi untuk membentuk model
dan data out sample berjumlah 40 (Mei 2019 – Desember 2019) berfungsi untuk

27
mengecek ketepatan model. Adapun variabel yang digunakan pada penelitian ini
adalah:

Tabel 3. 2 Variabel Penelitian

Nama Variabel Label


𝑍1 (𝑡) Indeks harga konsumen di Kalimantan Selatan (Banjarmasin)
𝑍2 (𝑡) Indeks harga konsumen di Kalimantan Timur (Samarinda)
𝑍3 (𝑡) Indeks harga konsumen di Kalimantan Barat (Pontianak)
𝑍4 (𝑡) Indeks harga konsumen di Kalimantan Tengah (Palangkaraya
𝑍5 (𝑡) Indeks harga konsumen di Kalimantan Utara (Tarakan)

3.3 Prosedur Penelitian


Langkah – Langkah yang dilakukan untuk melakukan analisis menggunakan
model GSTAR-OLS untuk mencari model ramalan yang sesuai dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan data Indeks Harga Konsumen pada 5 Provinsi di Pulau
Kalimantan
2. Membagi data menjadi data in sample dan data out sample. Data in sample
berjumlah 64 (Januari 2014 – April 2019) berfungsi untuk membentuk model
dan data out sample berjumlah 8 (April 2019 – Desember 2019) berfungsi
untuk mengecek ketepatan model.
3. Melakukan pengecekan kestasioneran data dalam varian dengan uji Box-Cox
dan kestasioneran data dalam rata – rata dengan melihat skema MACF
(Matrix Autocorrelation Function). Jika terjadi data yang tidak stasioner dalam
varian maka perlu dilakukan transformasi Box-Cox dan apabila terjadi data
yang tidak stasioner dalam rata – rata maka dapat dilakukan differencing.

28
4. Mendapatkan model GSTAR dengan dilakukan indentifikasi menggunakan
skema MPACF (Matrix Partial Autocorrelation Function) serta memilih nilai
AIC terkecil untuk menentukan orde autoregressive.
5. Menentukan bobot nilai pada bobot spasial menggunakan dua bobot lokasi
yaitu bobot lokasi invers jarak dan bobot lokasi normalisasi korelasi silang.
6. Melakukan estimasi parameter model GSTAR yang telah diidentifikasi
sebelumnya menggunakan metode OLS.
7. Melakukan uji kelayakan pada model GSTAR yang telah didapat dengan
melakukan uji signifikansi parameter yang dilakukan secara serentak
menggunakan uji F (simultan), secara individu menggunakan uji t (parsial),
dan menguji error yang bersifat white noise menggunakan uji Ljung-Box.
8. Menghitung nilai RSME dan memilih bobot lokasi terbaik yang digunakan
berdasarkan nilai RSME terkecil.
9. Menginterpretasikan model GSTAR.

29
3.4 Alur Penelitian

Gambar 3. 1 Bagan Prosedur penelitian

30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Deskriptif


Analisis deskriptif pada penelitian ini bertujuan untuk memberikan
gambaran yang lebih mendalam tentang bagaimana Indeks Harga Konsumen
(IHK) di Pulau Kalimantan, terkhususnya pada 5 ibu kota setiap provinsi. Analisis
deskriptif menunjukkan mengenai ukuran sampel yang diteliti seperti data
minimum, maksimum, rata-rata (mean), dan Standar Deviasi. dari masing-masing
variabel. Data IHK yang digunakan dalam penelitian ini adalah data IHK pada
periode waktu dari bulan Januari 2014 sampai dengan bulan Desember 2019
yang dilampirkan pada lampiran 1. Hasil analisis deskriptif dari data IHK 5 kota
di Pulau Kalimantan tersajikan pada Tabel 4.1 sebagai berikut.

Tabel 4. 1 Analisis Deskriptif IHK 5 Kota di Pulau Kalimantan

Standar
No Kota Minimum Maksimum Mean
Deviasi
1. Banjarmasin 108.22 140.15 125.62 9.24
2. Samarinda 113.78 140.25 128.70 8.38
3. Pontianak 111.78 149.42 134.38 10.77
4. Palangkaraya 109.63 135.43 123.47 7.31
5. Tarakan 113.64 150.66 135.46 10.12

Statistika deskriptif berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rata-rata


IHK masing – masing kota berbeda. Rata – rata IHK tertinggi terdapat di kota
Tarakan dengan nilai sebesar 135.46 dan rata – rata IHK terendah terapat di kota
Palangkaraya dengan nilai sebesar 123.47. Nilai terendah pada IHK 5 kota,

31
terdapat di kota Banjarmasin dengan nilai sebesar 108.22 bulan Maret dan
Oktober tahun 2014. Sedangkan nilai tertinggi pada IHK 5 kota, terdapat di kota
Tarakan sebesar 150.66 pada Juni tahun 2019. Pesebaran data terhadap rata-rata
untuk data IHK 5 kota di Pulau Kalimantan memiliki nilai tertinggi pada kota
Pontianak dengan nilai sebesar 10.77 dan nilai terendah pada kota Palangkaraya
dengan nilai sebesar 7.31. Berikut ini, perkembangan IHK 5 kota di Pulau
Kalimantan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

(Sumber: Data IHK Badan Pusat Statistik)


Gambar 4. 1 Perkembangan IHK 5 Kota di Pulau Kalimantan

32
Pada Gambar 4.1 menujukkan bahwa secara umum pola IHK 5 kota di Pulau
Kalimantan periode dari Januari 2014 sampai dengan Desember 2019 relatif
sama. Pola yang terlihat yaitu pola trend, yang mana adanya fluktuasi data setiap
bulannya. Pada plot tersebut terlihat adanya fluktuasi data dengan rentang yang
lebar pada lokasi dan waktu tertentu yaitu pada Kota Banjarmasin di tahun 2014
dan Kota Tarakan di tahun 2019.

4.2 Estimasi Parameter Model GSTAR Pada IHK 5 Kota di Pulau


Kalimantan
Untuk proses estimasi parameter model GSTAR, diharuskan telah
memenuhi asumsi stasioneritas data. Ada 2 asumsi stasioneritas data yang harus
dipenuhi yaitu stasioner dalam varian dan stasioner dalam rata – rata. Pada
penelitian ini, pendeteksian stasioner dalam varian menggunakan uji Box-Cox dan
untuk pendeteksian stasioneritas dalam rata – rata dapat dilihat dari uji
Augmented Dickey Fuller. Sebelum melakukan pengujian asumsi stasioneritas
data, diperlukannya pembagian data menjadi 2 yaitu data in sample dan out
sample. Kelompok data in sample dari periode bulan Januari 2014 sampai dengan
April 2019 yang digunakan untuk mendeteksi model dugaan. Sedangkan
kelompok data out sample dari periode Mei 2019 sampai dengan Desember 2019
yang digunakan untuk menguji apakah model dugaan yang diperoleh adalah
model terbaik.
4.2.1 Deteksi Stasioneritas Data
Data dapat dikatakan stasioner dalam varian apabila nilai rounded value dari
data bernilai 1. Apabila rounded value dari data tidak bernilai 1, maka harus
dilakukan transformasi sesuai yang disajikan pada tabel 2.2. sebagai ilustrasi,
digunakan data in sample kota Banjarmasin untuk deteksi stasioner dalam varian
menggunakan plot Box-Cox pada Gambar 4.2.

33
(a) (b)
Gambar 4. 2 Box-Cox Deteksi Stasioner dalam Varian untuk Kota Banjarmasin

Pada Gambar 4.2 bagian (a) terlihat nilai rounded value ≠ 1, sehingga perlu
dilakukan proses transformasi box-cox. Setelah dilakukan satu kali transformasi
box-cox didapatkan nilai rounded value = 1 pada bagian (b). Langkah yang sama
dilakukan pada IHK 5 kota di Pulau Kalimantan yang terjadi pada lampiran 2 dan
untuk hasil transformasi box-cox disajikan pada tabel 4.2 sebagai berikut.

Tabel 4. 2 Proses Deteksi Stasioner dalam Varian melalui Uji Box-cox untuk IHK
5 kota di Pulau Kalimantan

Transformasi Box-Cox
Kota Keterangan
1 2
Stasioner setelah ditransformasi
Banjarmasin 𝜆=4 𝜆=1
ke bentuk Z(t)’=Z(t)4
Stasioner setelah ditransformasi
Samarinda 𝜆=3 𝜆=1
ke bentuk Z(t)’=Z(t)3
Stasioner setelah ditransformasi
Pontianak 𝜆=4 𝜆=1
ke bentuk Z(t)’=Z(t)4
Stasioner setelah ditransformasi
Palangkaraya 𝜆=3 𝜆=1
ke bentuk Z(t)’=Z(t)3

34
Stasioner setelah ditransformasi
Tarakan 𝜆=4 𝜆=1
ke bentuk Z(t)’=Z(t)4

Setelah semua kota sudah stasioner dalam varian maka selajutnya


melakukan deteksi stasioneritas dalam rata – rata menggunakan uji Augmented
Dickey Fuller (ADF). Pengujian ini menggunakan unit root pada data untuk
mendeteksi kestasioneritas data dalam rata – rata. Pada penelitian ini, seluruh
pengujian hipotesis menggunakan taraf signifikansi (α) sebesar 10%. Berikut ini
pengujian hipotesis dan hasil stasioneritas data yang ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4. 3 Hasil Pengujian Kestasioneran dengan Uji ADF

Kota P-value Hasil Pengujian Kesimpulan


Banjarmasin 0.9894 H0 diterima Data tidak stasioner
Samarinda 0.318 H0 diterima Data tidak stasioner
Pontianak 0.4201 H0 diterima Data tidak stasioner
Palangkaraya 0.03437 H0 ditolak Data stasioner
Tarakan 0.6543 H0 diterima Data tidak stasioner

Tabel 4.3 menunjukkan hasil uji ADF untuk kestasioneritas dalam rata –
rata. Data dapat dikatakan stasioner dalam rata -rata (tidak terdapat unit root)
apabila nilai p-value < α=0.1. Pada Tabel 4.3 menunjukkan 4 dari 5 kota memiliki
nilai p-value > α=0.1 yang berarti data tidak stasioner. Maka diperlukan
differencing agar data stasioner. Perlakuan differencing diterapkan pada seluruh
lokasi agar jumlah data yang dihasilkan sama pada setiap lokasi. Berikut ini
pengujian hipotesis dan hasil stasionertitas data yang telah di differencing pada
Tabel 4.4.

35
Tabel 4. 4 Hasil Pengujian Kestasioneran dengan Uji ADF setelah differencing

Kota P-value Kriteria Pengujian Kesimpulan


Banjarmasin 0.04133 H0 ditolak Data Stasioner
Samarinda 0.01 H0 ditolak Data Stasioner
Pontianak 0.05685 H0 ditolak Data Stasioner
Palangkaraya 0.02463 H0 ditolak Data Stasioner
Tarakan 0.01 H0 ditolak Data Stasioner

Tabel 4.4 menunjukkan hasil uji ADF untuk kestasioneritas dalam rata – rata
pada data yang telah di differencing. Data dapat dikatakan stasioner dalam rata -
rata (tidak terdapat unit root) apabila nilai p-value < α=0.1. Pada Tabel 4.4
menunjukkan ke 5 kota memiliki nilai p-value < α=0.1 yang berarti data telah
stasioner dalam rata-rata. Sehingga data yang telah memenuhi asumsi stasioner
dalam varian dan stasioner dalam rata – rata adalah data yang telah di differencing
1 kali.

4.2.2 Identifikasi Model


Identifikasi model diperlukan untuk mencari orde autoregresif dari model
GSTAR. Orde autoregresif didapatkan dari melihat lag yang terpotong dari MPACF
kemudian dari beberapa lag tersebut dipilih salah satu menggunakan AIC. Lag
terbaik adalah lag yang memiliki nilai AIC terkecil.

Schematic Representation of Partial Autocorrelations

Name/Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Banjarmasin -..+. ..... -.... -.... ..... ..... ..... ..... ..... .....

Samarinda ...+. -.... -.... -.... ..... ..... ..... ..... ..... .....

Pontianak ...+. ..... ..... ..-.. .+... ..... ..... ..... ..... .....

36
Palangkaraya ...+. ..... ..... ..... .+... ...+. ..... ..... ..... .....

Tarakan ....- ....- ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....

+ is > 2*std error, - is < -2*std error, . is between

Gambar 4. 3 Skema MPACF data IHK

Berdasarkan Gambar 4.3 terlihat bahwa terdapat beberapa lag MPACF yang
terpotong pada lag 1 sampai 6. Lag yang terpotong dilihat dari lag yang memiliki
+ dan – pada skema MPACF. Dari beberapa lag yang terpotong tersebut kemudian
dipilih salah satu yang terbaik dengan melihat nilai AIC terkecil. Berikut ini dalah
hasil nilai AIC dari beberapa lag yang tersajikan pada Tabel 4.5.

Tabel 4. 5 Nilai AIC Untuk Pemilihan Orde Model

Model AIC
GSTAR (1) 8593.843
GSTAR (2) 8599.828
GSTAR (3) 8614.971
GSTAR (4) 8616.654
GSTAR (5) 8613.165
GSTAR (6) 8626.776

Berdasarkan Tabel 4.5 terlihat bahwa nilai AIC terkecil terdapat pada model
GSTAR orde 1 dengan nilai sebesar 8593.843. Data yang digunakan adalah data
yang telah di differencing 1 kali dan orde spasial yang digunakan adalah orde
spasial 1. Sehingga model GSTAR dugaan sementara yang terbaik untuk
digunakan pada data IHK 5 kota di Pulau Kalimantan adalah GSTAR (1,1)-I(1).

37
4.2.3 Perhitungan Bobot Lokasi Pada Model GSTAR
Pada penelitian ini, terdapat 2 perhitungan bobot lokasi yaitu bobot lokasi
invers jarak dan bobot lokasi normalisasi korelasi silang.
a. Perhitungan Bobot Lokasi Invers Jarak
Bobot invers jarak mengasumsikan bahwa nilai data suatu lokasi
dipengaruhi oleh jauh atau dekatnya jarak yang dimiliki dengan lokasi
lainnya. Jarak antar dua lokasi yang jauh memiliki bobot yang cenderung
lebih rendah dibandingkan dengan jarak antar dua lokasi yang berdekatan.
Hal ini dikarenakan lokasi dengan jarak yang jauh diduga memiliki
keterkaitan antar lokasi yang kecil begitu sebaliknya. Jarak sebenarnya antar
kota pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.6 yang diperoleh dari
website id.toponavi.com.

Tabel 4. 6 Jarak Antar Kota di Pulau Kalimantan

Jarak (km)
Kota
Banjarmasin Samarinda Pontianak Palangkaraya Tarakan
Banjarmasin 0 423 689 144 810
Samarinda 423 0 869 406 428
Pontianak 689 869 0 564 989
Palangkaraya 144 406 564 0 738
Tarakan 810 428 989 738 0

Setelah didapatkan jarak antar lokasi, selanjutnya dilakukan


perhitungan menggunakan persamaan (2.10). Berikut ini hasil dari
perhitungan yang disajikan pada Tabel 4.7.

38
Tabel 4. 7 Hasil Perhitungan Bobot Invers Jarak

Perhitungan Bobot Lokasi Invers Jarak


Lokasi
Z1(t) Z2(t) Z3(t) Z4(t) Z5(t)
Z1(t) 0 0.197 0.121 0.579 0.103
Z2(t) 0.284 0 0.138 0.296 0.281
Z3(t) 0.269 0.214 0 0.329 0.188
Z4(t) 0.554 0.196 0.141 0 0.181
Z5(t) 0.208 0.394 0.170 0.228 0

Dari hasil perhitungan tersebut terbentuk matriks bobot lokasi invers


jarak sebagai berikut:
0.000 0.197 0.121 0.579 0.103
0.284 0.000 0.138 0.296 0.281
𝑾 = 0.269 0.214 0.000 0.329 0.188
0.554 0.196 0.141 0.000 0.181
[0.208 0.394 0.170 0.228 0.000]

b. Perhitungan Bobot Lokasi Normalisasi Korelasi Silang


Bobot normalisasi korelasi silang merupakan bobot lokasi berdasarkan
korelasi silang antar lokasi pada lag waktu yang bersesuaian. Lag waktu disini
memiliki arti orde p dari model GSTAR penelitian ini yaitu 1. Maka lag waktu
yang bersesuaian adalah lag 1. Untuk melakukan pendugaan korelasi silang
antar lokasi dapat menggunakan persamaan (2.14) dan dilanjutkan
perhitungan pembobot lokasi dengan melakukan normalisasi korelasi silang
antar lokasi pada lag yang sesuai dengan persamaan (2.15). Hasil
perhitungan ditampilkan pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9.

39
Tabel 4. 8 Hasil Pendugaan Jarak Korelasi Silang

Pendugaan Jarak Korelasi Silang


Lokasi
Z1(t) Z2(t) Z3(t) Z4(t) Z5(t)
Z1(t) 0 0.057 -0.018 0.221 0.071
Z2(t) 0.305 0 0.282 0.540 0.251
Z3(t) 0.118 0.149 0 0.329 0.241
Z4(t) 0.031 0.076 0.014 0 0.132
Z5(t) -0.092 -0.161 -0.002 0.076 0

Tabel 4. 9 Hasil Perhitungan Bobot Lokasi Normalisasi Korelasi Silang

Perhitungan Bobot Lokasi Normalisasi Korelasi Silang


Lokasi
Z1(t) Z2(t) Z3(t) Z4(t) Z5(t)
Z1(t) 0 0.155 0.048 0.604 0.193
Z2(t) 0.221 0 0.205 0.392 0.182
Z3(t) 0.208 0.164 0 0.363 0.265
Z4(t) 0.124 0.298 0.057 0 0.522
Z5(t) 0.278 0.487 0.005 0.229 0

Dari hasil perhitungan tersebut terbentuk matriks bobot lokasi


normalisasi korelasi silang sebagai berikut:
0.000 0.155 0.048 0.604 0.193
0.221 0.000 0.205 0.392 0.182
𝑾 = 0.208 0.164 0.000 0.363 0.265
0.124 0.298 0.057 0.000 0.522
[0.278 0.487 0.005 0.229 0.000]

40
4.2.4 Estimasi Parameter Model GSTAR Model
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengestimasi
parameter adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Metode ini melakukan
estimasi parameternya dengan meminimumkan jumlah kuadrat residual. Pada
tahap indentifikasi model, didapatkan model yang terbentuk yaitu GSTAR (1,1)-
I(1). Pada penelitian ini, model dilakukan differencing 1 kali sehingga model
GSTAR menggunakan persamaan (2.9) untuk IHK 5 kota di Pulau Kalimantan yang
dapat dilihat pada persamaan 4.1.

𝑍𝑖 ∗ (𝑡) = 𝜙10 (𝑖) 𝑍𝑖 ∗ (𝑡 − 1) + 𝜙11 (𝑖) ∑𝑁


𝑗=1 𝑊𝑖𝑗
(1)
𝑍𝑗 ∗ (𝑡 − 1) + 𝑒𝑖 (𝑡) (4.1)

Dengan 𝑉𝑖 ∗ (𝑡 − 1) = ∑𝑁
𝑗=1 𝑊𝑖𝑗
(1)
𝑍𝑗 ∗ (𝑡 − 1) sehingga bentuk matriks model
GSTAR dapat dinyatakan dalam persamaan 4.2.

𝑍𝑖 ∗ (𝑡) = 𝜙10 (𝑖) 𝑍𝑖 ∗ (𝑡 − 1) + 𝜙11 (𝑖) 𝑉𝑖 ∗ (𝑡 − 1) + 𝑒𝑖 (𝑡) (4.2)

Estimasi model GSTAR (1,1)-I(1) menggunakan metode OLS dapat


direpresentasikan dengan model linier pada persamaan 4.3.

𝒁∗ = 𝑿∗ 𝝓 + 𝒆 (4.3)

𝑍1 ∗ (1) 𝑍1 ∗ (𝑡 − 1) 𝑉1 ∗ (𝑡 − 1) ⋯ 0 0 𝜙10 (1) 𝑒1 (1)


∗ ∗ ∗
𝑍1 (2) 𝑍1 (𝑡 − 1) 𝑉1 (𝑡 − 1) … 0 0 𝜙 (1) 𝑒1 (2)
… ⋮ ⋮
11
⋮ ⋮ ⋮ (2) ⋮
… 𝜙10
𝑍1 ∗ (𝑡) 𝑍1 ∗ (𝑡 − 1) 𝑉1 ∗ (𝑡 − 1) 0 0 𝑒1 (𝑡)
(2)
𝒁= ⋮ ,𝑿 = ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮ , 𝝓 = 𝜙11 ,𝒆 = ⋮
∗ ∗ ∗ ⋮
𝑍5 (1) 0 0 ⋯ 𝑍5 (𝑡 − 1) 𝑉5 (𝑡 − 1) 𝑒5 (1)
𝑍5 ∗ (2) 0 0 … 𝑍5 ∗ (𝑡 − 1) 𝑉5 ∗ (𝑡 − 1) ⋮ 𝑒5 (2)
⋮ ⋮ … 𝜙10 (5) ⋮
⋮ ⋮ ⋮

( 𝑍5 ∗ (𝑡)) ( 0 0 𝑍5 ∗ (𝑡 − 1) 𝑉5 ∗ (𝑡 − 1)) (𝜙11 (5) ) 𝑒5 (𝑡)

̂ (𝒊) sebagai nilai dugaan dari 𝜙 atau dapat dituliskan


Dengan mengasumsikan 𝝓
sebagai berikut:

41
𝜙10 (1)
𝜙11 (1)
̂ (𝒊)
𝝓 = ⋮ (4.4)
𝜙10 (5)
(𝜙11 (5) )

Sehingga nilai estimasi parameter model GSTAR (1,1)-I(1) dengan bobot lokasi
invers jarak dilakukan dengan metode OLS disajikan pada Tabel 4.10 dan nilai
estimasi parameter model GSTAR (1,1)-I(1) dengan bobot normalisasi korelasi
silang dilakukan dengan metode OLS disajikan pada Tabel 4.11.

Tabel 4. 10 Hasil Estimasi Parameter GSTAR (1,1)-I(1) Menggunakan Bobot


Lokasi Invers Jarak

Estimasi
Kota Parameter
Parameter
Banjarmasin 𝜙10 (1) -0.3054542

𝜙11 (1) 1.1343646


Samarinda 𝜙10 (2) -01298196

𝜙11 (2) 0.0018183


Pontianak 𝜙10 (3) -0.0009270

𝜙11 (3) 0.3899191


Palangkaraya 𝜙10 (4) -0.0711640

𝜙11 (4) 0.0006966


Tarakan 𝜙10 (5) -0.3713029

𝜙11 (5) 1.1897182

42
Tabel 4. 11 Hasil Estimasi Parameter GSTAR (1,1)-I(1) Menggunakan Bobot
Normalisasi Korelasi Silang

Estimasi
Kota Parameter
Parameter
Banjarmasin 𝜙10 (1) -0.1945329

𝜙11 (1) 0.6120764


Samarinda 𝜙10 (2) -0.1663009

𝜙11 (2) 0.0026655


Pontianak 𝜙10 (3) 0.0120113

𝜙11 (3) 0.3368274


Palangkaraya 𝜙10 (4) -0.0483543

𝜙11 (4) 0.0005318


Tarakan 𝜙10 (5) -0.3270037

𝜙11 (5) 1.3498253

4.3 Diagnostik Model Model Dugaan Terbaik


Setelah melakukan estimasi parameter, maka dilanjutkan yaitu melakukan
pemeriksaan diagnostik model. Pada penelitian ini pemeriksaan diagnostic model
dibagi menjadi dua tahap yaitu uji signifikansi parameter dan uji white noise.
4.3.1 Uji Signifikansi Parameter
Pengujian signifikansi parameter terbagi menjadi 2 yaitu uji t dan uji F. nilai
yang digunakan dalam pengujian ini menggunakan hasil pengestimasian
parameter yang telah didapatkan.
a. Bobot Lokasi Invers Jarak
Berikut ini adalah hasil dari pengujian signifikansi parameter secara
parsial menggunakan uji t pada data IHK 5 kota di Pulau Kalimantan yang
disajikan pada Tabel 4.12.

43
Tabel 4. 12 Uji Signifikansi Parameter Model GSTAR(1,1)-I(1) menggunakan
Uji t

Estimasi
Kota Parameter P-value Keputusan Kesimpulan
Parameter
Menolak
𝜙10 (1) -0.3054542 0.0334 Signifikan
H0
Banjarmasin
Menolak
𝜙11 (1) 1.1343646 0.0317 Signifikan
H0
Menerima Tidak
𝜙10 (2) -01298196 0.9936
H0 Signifikan
Samarinda
Menerima Tidak
𝜙11 (2) 0.0018183 0.9926
H0 Signifikan
Menerima Tidak
𝜙10 (3) -0.0009270 0.9939
H0 Signifikan
Pontianak
Menerima Tidak
𝜙11 (3) 0.3899191 0.1424
H0 Signifikan
Menerima Tidak
𝜙10 (4) -0.0711640 0.9974
H0 Signifikan
Palangkaraya
Menerima Tidak
𝜙11 (4) 0.0006966 0.9973
H0 Signifikan
Menolak
𝜙10 (5) -0.3713029 3.11e-07 Signifikan
H0
Tarakan
Menolak
𝜙11 (5) 1.1897182 6.84e-06 Signifikan
H0

Pada Tabel 4.12 menunjukkan hasil pengujian signifikansi parameter


secara parsial dari model GSTAR(1,1)-I(1) dengan matriks bobot lokasi
invers jarak. Nilai parameter dapat dikatakan signifikan terhadap model

44
GSTAR(1,1)-I(1) apabila mempunyai 𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 < 𝛼 = 0.1. Berdasarkan tabel
4.14, nilai estimasi parameter yang mempunyai hasil signifikan ditandai
dengan highlight kuning yaitu pada kota Banjarmasin dan Tarakan.
Sedangkan untuk nilai estimasi parameter yang mempunyai hasil tidak
signifikan terdapat pada kota Samarinda, Pontianak, dan Palangkaraya.
Setelah dilakukan pengujian parameter secara parsial, tahap
selanjutnya akan dilakukan pengujian signifikansi parameter secara serentak
menggunakan uji F. nilai F-statistic (F*) dapat dikatakan signifikan secara
simultan apabila F* > F(0.1,10,305). Hasil F-statistic (F*) yang didapatkan dari
output pengestimasian parameter pada Lampiran 4, yaitu sebesar 4.245 dan
F(0.1,10,305) = 1.6197. sehingga F* > F(0.1,10,305), maka H0 ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa model GSTAR(1,1)-I(1) sesuai untuk menggambarkan
IHK 5 kota di Pulau Kalimantan.
Hasil lengkap output dari estimasi parameter untuk model GSTAR(1,1)-
I(1) dengan bobot invers jarak disajikan pada lampiran 4 dan bentuk model
GSTAR(1,1)-I(1) untuk 5 kota di Pulau Kalimantan disajikan pada lampiran 5.
Berikut ini disajikan hasil interpretasi model GSTAR(1,1)-I(1) pada 5 lokasi
sebagai berikut:
• Banjarmasin

𝑍̂1 (𝑡) = −0.305454𝑍1 ∗ (𝑡 − 1) + [0.223470𝑍2 ∗ (𝑡 − 1) + 0.137258𝑍3 ∗ (𝑡 −
1) + 0.137258𝑍4 ∗ (𝑡 − 1) + 0.116840𝑍5 ∗ (𝑡 − 1)
• Samarinda

𝑍̂2 (𝑡) = 0
• Pontianak

𝑍̂3 (𝑡) = 0
• Palangkaraya

𝑍̂4 (𝑡) = 0

45
• Tarakan

𝑍̂5 (𝑡) = −0.371303 𝑍5 ∗ (𝑡 − 1) + [0.247461 𝑍1 ∗ (𝑡 − 1) + 0.468749 𝑍2 ∗ (𝑡 −
1) + 0.202252 𝑍3 ∗ (𝑡 − 1) + 0.271256𝑍4 ∗ (𝑡 − 1)

Dari 5 persamaan diatas, terdapat model data IHK 3 kota yaitu



Samarinda, Pontianak, dan Palangkaraya memiliki persamaan 𝑍̂𝑖 (𝑡) = 0. Hal
ini dikarenakan pada uji signifikansi parameter secara parsial didapatkan nilai
estimasi parameter tidak signifikan. Oleh karena itu, dengan model
GSTAR(1,1)-I(1) menggunakan bobot lokasi invers jarak pada 3 kota yaitu
Samarinda, Pontianak, dan Palangkaraya tidak dipengaruhi oleh IHK periode
sebelumnya dan IHK kota lainnya pada periode sebelumnya. Pada model data
IHK kota Banjarmasin pada waktu t di pengaruhi oleh IHK periode
sebelumnya dan dipengaruhi oleh data IHK kota Samarinda, Pontianak,
Palangkaraya dan Tarakan pada periode sebelumnya. Begitu juga pada pada
model data IHK kota Tarakan pada waktu t di pengaruhi oleh IHK periode
sebelumnya dan dipengaruhi oleh data IHK kota Samarinda, Pontianak,
Palangkaraya dan Banjarmasin pada periode sebelumnya.

b. Bobot Lokasi Normalisasi Korelasi Silang


Berikut ini adalah hasil dari pengujian signifikansi parameter secara
parsial menggunakan uji t pada data IHK 5 kota di Pulau Kalimantan yang
disajikan pada Tabel 4.13.
Tabel 4. 13 Uji Signifikansi Parameter Model GSTAR(1,1)-I(1) menggunakan
Uji t

Estimasi
Kota Parameter P-value Keputusan Kesimpulan
Parameter
Menolak
Banjarmasin 𝜙10 (1) -0.1945329 0.090705 Signifikan
H0

46
Menolak
𝜙11 (1) 0.6120764 0.082000 Signifikan
H0
Menerima Tidak
𝜙10 (2) -0.1663009 0.992786
H0 Signifikan
Samarinda
Menerima Tidak
𝜙11 (2) 0.0026655 0.991945
H0 Signifikan
Menerima Tidak
𝜙10 (3) 0.0120113 0.913938
H0 Signifikan
Pontianak
Menerima Tidak
𝜙11 (3) 0.3368274 0.128444
H0 Signifikan
Menerima Tidak
𝜙10 (4) -0.0483543 0.997197
H0 Signifikan
Palangkaraya
Menerima Tidak
𝜙11 (4) 0.0005318 0.996779
H0 Signifikan
Menolak
𝜙10 (5) -0.3270037 5.44e-06 Signifikan
H0
Tarakan
Menolak
𝜙11 (5) 1.3498253 0.000153 Signifikan
H0

Pada Tabel 4.13 menunjukkan hasil pengujian signifikansi parameter


secara parsial dari model GSTAR(1,1)-I(1) dengan matriks bobot lokasi
normalisasi korelasi silang. Nilai parameter dapat dikatakan signifikan
terhadap model GSTAR(1,1)-I(1) apabila mempunyai 𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 < 𝛼 = 0.1.
Berdasarkan tabel 4.14, nilai estimasi parameter yang mempunyai hasil
signifikan ditandai dengan highlight kuning yaitu pada kota Banjarmasin dan
Tarakan. Sedangkan untuk nilai estimasi parameter yang mempunyai hasil
tidak signifikan terdapat pada kota Samarinda, Pontianak, dan Palangkaraya.

47
Setelah dilakukan pengujian parameter secara parsial, tahap
selanjutnya akan dilakukan pengujian signifikansi parameter secara serentak
menggunakan uji F. nilai F-statistic (F*) dapat dikatakan signifikan secara
simultan apabila F* > F(0.1,10,305). Hasil F-statistic (F*) yang didapatkan dari
output pengestimasian parameter pada Lampiran 4, yaitu sebesar 3.439 dan
F(0.1,10,305) = 1.6197. sehingga F* > F(0.1,10,305), maka H0 ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa model GSTAR(1,1)-I(1) sesuai untuk menggambarkan
IHK 5 kota di Pulau Kalimantan.
Hasil lengkap output dari estimasi parameter untuk model GSTAR(1,1)-
I(1) dengan bobot normalisasi korelasi silang pada lampiran 4 dan bentuk
model GSTAR(1,1)-I(1) untuk 5 kota di Pulau Kalimantan disajikan pada
lampiran 5. Berikut ini disajikan hasil interpretasi model GSTAR(1,1)-I(1)
pada 5 lokasi sebagai berikut:
• Banjarmasin

𝑍̂1 (𝑡) = −0.194533 𝑍1 ∗ (𝑡 − 1) + [0.094802 𝑍2 ∗ (𝑡 − 1) + 0.029660 𝑍3 ∗ (𝑡 −
1) + 0.369487 𝑍4 ∗ (𝑡 − 1) + 0.1181270𝑍5 ∗ (𝑡 − 1)
• Samarinda

𝑍̂2 (𝑡) = 0
• Pontianak

𝑍̂3 (𝑡) = 0
• Palangkaraya

𝑍̂4 (𝑡) = 0
• Tarakan

𝑍̂5 (𝑡) = −0.327004 𝑍5 ∗ (𝑡 − 1) + [0.375756 𝑍1 ∗ (𝑡 − 1) + 0.657925 𝑍2 ∗ (𝑡 −
1) + 0.006712 𝑍3 ∗ (𝑡 − 1) + 0.309433𝑍4 ∗ (𝑡 − 1)

48
Dari 5 persamaan diatas, terdapat model data IHK 3 kota yaitu

Samarinda, Pontianak, dan Palangkaraya memiliki persamaan 𝑍̂𝑖 (𝑡) = 0. Hal
ini dikarenakan pada uji signifikansi parameter secara parsial didapatkan
nilai estimasi parameter tidak signifikan. Oleh karena itu, dengan model
GSTAR(1,1)-I(1) menggunakan bobot lokasi invers jarak pada 3 kota yaitu
Samarinda, Pontianak, dan Palangkaraya tidak dipengaruhi oleh IHK periode
sebelumnya dan IHK kota lainnya pada periode sebelumnya. Pada model data
IHK kota Banjarmasin pada waktu t di pengaruhi oleh IHK periode
sebelumnya dan dipengaruhi oleh data IHK kota Samarinda, Pontianak,
Palangkaraya dan Tarakan pada periode sebelumnya. Begitu juga pada pada
model data IHK kota Tarakan pada waktu t di pengaruhi oleh IHK periode
sebelumnya dan dipengaruhi oleh data IHK kota Samarinda, Pontianak,
Palangkaraya dan Banjarmasin pada periode sebelumnya.

4.3.2 Uji White Noise


Pada penelitian ini pengujian white noise dilakukan dengan menggunakan
uji ljung-box. Uji ini dilakukan untuk memastikan bahwa error dari model GSTAR
(1,1)-I(1) yang menggunakan data IHK 5 kota di Pulau Kalimantan memenuhi
asumsi white noise. Berikut ini adalah hasil dari pengujian white noise
menggunakan uji ljung-box pada data IHK 5 kota di Pulau Kalimantan yang
disajikan pada Tabel 4.14.

Tabel 4. 14 Uji White noise Model GSTAR(1,1)-I(1) menggunakan Uji ljung-box


2
No Kota Hasil LB 𝜒0.1,62 Keputusan
1 Banjarmasin 49.44 Menerima H0
2 Samarinda 25.98 76.63 Menerima H0
3 Pontianak 15.02 Menerima H0

49
4 Palangkaraya 11.00 Menerima H0
5 Tarakan 238.03 Menolak H0

Tabel 4.14 menampilkan hasil pengujian asumsi white noise pada nilai error
model GSTAR(1,1)-I(1) menggunakan uji ljung-box. Nilai error dari model
dikatakan tidak memenuhi asumsi white noise apabila 𝐿𝐵 < 𝜒0.1,62
2
. Berdasarkan
tabel 4.14 terdapat nilai error yang tidak memenuhi asumsi white noise yaitu pada
kota Tarakan dengan nilai 𝐿𝐵 = 238.03 > 𝜒0.1,62
2
= 76.63. Sedangkan untuk kota
lainnya yaitu Banjarmasin, Samarinda, Pontianak, dan Palangkaraya memiliki
nilai error yang memenuhi asumsi white noise dengan nilai 𝐿𝐵 < 𝜒0.1,62
2
.

4.4 Model Dugaan GSTAR Terbaik Pada Data IHK 5 Kota Di Pulau
Kalimantan
Model yang diduga pada penelitian ini yaitu model GSTAR(1,1)-I(1) dengan
bobot lokasi invers jarak dan model GSTAR(1,1)-I(1) dengan bobot lokasi
normalisasi korelasi silang. Dalam penentuan model dugaan tebaik, pada
penelitian ini menggunakan nilai RMSE. Model dugaan terbaik dilihat dari model
yang memiliki nilai RMSE terkecil. Proses perhitungan nilai RMSE ini
menggunakan data out sample, yaitu data dari bulan Mei 2019 sampai bulan
Desember 2019. Perhitungan data prediksi menggunakan persamaan (4.2)
dengan 𝜙10 (𝑖) dan 𝜙11 (𝑖) adalah nilai parameter setiap lokasi dan 𝑊𝑖𝑗 (1) adalah
Matriks pembobot lokasi inver jarak dan normalisasi korelasi silang dengan lag
spasial 1. Data prediksi yang digunakan pada perhitungan RMSE dan taksiran nilai
error dari model GSTAR (1,1)-I(1)disajikan pada lampiran 6.
4.4.1 Data Rata – Rata IHK 5 Kota Di Pulau Kalimantan Dengan Invers Jarak Data
Hasil Perhitungan RMSE pada model GSTAR(1,1)-I(1) yang terbentuk dari data
rata – rata IHK 5 kota di Pulau Kalimantan dengan menggunakan bobot lokasi
invers jarak yaitu sebagai berikut:

50
1 2
𝑅𝑀𝑆𝐸 = √𝑁𝑇−1 ∑𝑁 𝑇 ̂
𝑖=1 (∑𝑡=1 (𝑍𝑖 (𝑡) − 𝑍𝑖 (𝑡)) )

1 2 2 2
((𝑍1 (1) − 𝑍̂1 (1)) + (𝑍1 (2) − 𝑍̂1 (2)) + ⋯ + (𝑍1 (𝑇) − 𝑍̂1 (𝑇)) ) +
𝑁𝑇−1
2 2 2
𝑅𝑀𝑆𝐸 = ((𝑍2 (1) − 𝑍̂2 (1)) + (𝑍2 (2) − 𝑍̂2 (2)) + ⋯ + (𝑍2 (𝑇) − 𝑍̂2 (𝑇)) ) +
2 2 2
((𝑍𝑁 (1) − 𝑍̂𝑁 (1)) + (𝑍𝑁 (2) − 𝑍̂𝑁 (2)) + ⋯ + (𝑍𝑁 (𝑇) − 𝑍̂𝑁 (𝑇)) )

1
𝑅𝑀𝑆𝐸 = √(8)(5)−1 (778346.98)

𝑅𝑀𝑆𝐸 = 141.2714

4.4.2 Rata – Rata IHK 5 Kota Di Pulau Kalimantan Dengan Normalisasi Korelasi
Silang
Hasil Perhitungan RMSE pada model GSTAR(1,1)-I(1) yang terbentuk dari
data rata – rata IHK 5 kota di Pulau Kalimantan dengan menggunakan bobot
normalisasi korelasi silang yaitu sebagai berikut:
1 2
𝑅𝑀𝑆𝐸 = √𝑁𝑇−1 ∑𝑁 𝑇 ̂
𝑖=1 (∑𝑡=1 (𝑍𝑖 (𝑡) − 𝑍𝑖 (𝑡)) )

1 2 2 2
((𝑍1 (1) − 𝑍̂1 (1)) + (𝑍1 (2) − 𝑍̂1 (2)) + ⋯ + (𝑍1 (𝑇) − 𝑍̂1 (𝑇)) ) +
𝑁𝑇−1
2 2 2
𝑅𝑀𝑆𝐸 = ((𝑍2 (1) − 𝑍̂2 (1)) + (𝑍2 (2) − 𝑍̂2 (2)) + ⋯ + (𝑍2 (𝑇) − 𝑍̂2 (𝑇)) ) +
2 2 2
((𝑍𝑁 (1) − 𝑍̂𝑁 (1)) + (𝑍𝑁 (2) − 𝑍̂𝑁 (2)) + ⋯ + (𝑍𝑁 (𝑇) − 𝑍̂𝑁 (𝑇)) )

1
𝑅𝑀𝑆𝐸 = √(8)(5)−1 (777643.10)

𝑅𝑀𝑆𝐸 = 141.2075

51
Berdasarkan perhitungan nilai RMSE antara 2 model GSTAR diatas,
didapatkan hasil bahwa nilai RMSE model GSTAR (1,1)-I(1) menggunakan bobot
lokasi normalisasi korelasi silang lebih kecil dari model GSTAR (1,1)-I(1)
menggunakan bobot lokasi invers jarak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
model GSTAR (1,1)-I(1) menggunakan bobot lokasi normalisasi korelasi silang
adalah model terbaik yang bisa diterapkan pada data IHK 5 kota di Pulau
Kalimantan dengan nilai error sebesar 141.2075.

52
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada
tahap sebelumnya, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis menggunakan data IHK 5 kota di Pulau Kalimantan
terlihat bahwa pola IHK di setiap kota relatif sama. Dari plot time seris yang
terbentuk dapat diketahui bahwa pola yang terbentuk pada data IHK ke 5
kota ini yaitu pola trend dengan data yang berfluktuasi setiap bulannya.
2. Model GSTAR yang cocok digunakan untuk menginterpretasikan data IHK 5
kota di Pulau Kalimantan adalah model GSTAR (1,1)-I(1) yang didapatkan
dari nilai AIC terkecil.
3. Model dugaan GSTAR terbaik untuk data IHK 5 kota di Pulau Kalimantan
dengan menggunakan dua pembobot yaitu GSTAR (1,1)-I(1) dengan
menggunakan pembobot normalisasi korelasi silang. Hal ini dikarenakan
model GSTAR (1,1)-I(1) dengan menggunakan pembobot normalisasi
korelasi silang memiliki nilai RMSE yang lebih kecil yaitu sebesar 141.2075
dibandingkan model GSTAR (1,1)-I(1) dengan menggunakan pembobot
invers jarak yaitu sebesar 141.2714.

5.2 Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan ini adalah:
1. Menambahkan periode data pengamatan sehingga dapat lebih menjelaskan
nilai sebenarnya sehingga dapat digunakan untuk peramalan dimasa
mendatang.

53
2. Dapat mengaplikasikan pemodelan GSTAR ke data bidang lainnya dan
menggunakan bobot lokasi yang lebih beragam.
3. Melakukan pengembangan pemodelan GSTAR seperti pemodelan GSTARX

54
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, D., Prahutama, A., & Andari, S. (2013). Aplikasi Generalized Space Time
Autoregressive (GSTAR) Pada Pemodelan Volume Kendaraan Masuk Tol
Semarang. Media Statistika, 6, 71–80.

Ardianto, M. . (2014). PEMODELAN GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE


(GSTAR) PADA TIGA PERIODE WAKTU (Studi Kasus Inflasi di Lima Kota Besar
di Pulau Jawa). Universitas Brawijaya.

Box, G. E. ., Jenkins, G. ., Reinsel, G. ., & Ljung, G. . (2016). Time Series Analysis


Forecasting and Control Fifth Edition. John Wiley & Sons, Inc,. Hoboken, New
Jersey.

BPS. (2020). Survey Biaya Hidup (SBH) Tahun 2018. In BPS RI. BPS RI.

BPS Provinsi Jawa Tengah. (2013). INDEKS HARGA KONSUMEN & INFLASI JAWA
TENGAH 2013. In BPS Provinsi Jawa Tengah. BPS Provinsi Jawa Tengah.

Dardiri, A. (2018). Indeks Harga Konsumen 8 Kota di Provinsi Jawa Timur. Jawa
Timur:BPS Provinsi Jawa Timur.

Desvina, A, P., & Desmita, E. (2015). Penerapan Metode Box-Jenkins Dalam


Meramalkan Indeks Harga Konsumen Di Kota Pekanbaru. Jurnal Sains
Matematika Dan Statistika, 1(1), 39–47.

Digdowiseiso, K. (2018). Perekonomian Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi


Makro. In Suharyono (Ed.), Katalog dalam terbitan (KDT) (1st ed.). LPU-
UNAS.

Faizah, L. A., & Setiawan. (2013). Pemodelan Inflasi di Kota Semarang, Yogyakarta,
dan Surakarta dengan Pendekatan GSTAR. JURNAL SAINS DAN SENI POMITS,
2(2), 317–322.

Harris, R., & Sollis, R. (2003). Appled Time Series Modelling and Forcasting. John
Wiley & Sons, Ltd,. The Atrium, Southern Gate, Chichester.

Ingriela Toja Mario, M., Dwi Bekti, R., & Statistka, J. (2021). Pemodelan Generalized
Space Time Autoregressive (GSTAR) Untuk Peramalan Tingkat Inflasi Di Pulau
Jawa. Jurnal Statistika Industri Dan Komputasi, 06(02), 171–184.

Irawati, L., Tarno, & Yasin, H. (2015). Peramalan Indeks Harga Konsumen 4 Kota
Di Jawa Tengah Menggunakan Model Generalized Space Time Autoregressive

55
(GSTAR). Jurnal Gaussian, 4(3), 553–562.

Ispriyanti, D. (2004). Pemodelan Statistika Dengan Transformasi Box Cox. Jurnal


Matematika Dan Komputer, 7, 8–17.

Makridakis, S., Wheelwriht, S.C., & McGee, V.E. (1992). Metode dan Aplikasi
Peramalan. Jakarta: Erlangga.

Masdin, M. A., Nur’eni, & Lusiyanti, D. (2018). Peramalan Menggunakan Model


Generalized Space Time Autoregressive ( GSTAR ) untuk Indeks Harga
Konsumen di Empat Kota Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Matematika
Integratif, 14(1), 39–49.

Min, X., J. Hu & Z. Zhang. (2010). Urban Traffic Network Modelling and Short-term
Traffic Flow Forecasting Based on GSTARIMA Model. Presented at Annual
Conference on Intelligent Transportation System, Madeira Island, Portugal.

Montgomery, D. C., Jennings, C. L., & Kulahci, M. (2015). Introduction Time Series
Analysis and Forecasting (2nd ed.). John Wiley & Sons.

Nainggolan, N., & Titaley, J. (2017). Development of generalized space time


autoregressive (GSTAR) model. AIP Conference Proceedings.

Nasution, L. M. (2017). STATISTIK DESKRIPTIF. Jurnal Hikmah, 14.


Pfeifer, P.E, & Deutsch, S.J. (1980). A Three-Stage Iterative Procedure for Space
Time Modelling. Technometics. Vol.22(1), 35-47.

Prama, D. R., Notapiri, T., & Ruchjana, B. N. (2022). Model Space-Time


Autoregressive Integrated ( STARI ) pada Peramalan Indeks Harga Konsumen
( IHK ) di Kota Bogor , Depok , dan Bekasi. Teori Dan Aplikasi Statistika, 22(1),
65–76.

Rizal, J., & Akbar, S. (2015). Perbandingan Uji Stasioner Data Timeseries Antara
Metode : Control Chart , Correlogram , Akar Unit Dickey Fuller , dan Derajat
Integrasi. Jurnal Gradien, 11(1), 1040–1046.

Ruchjana, B. N., Borovkova, S. A., & Lopuhaa, H. P. (2012). Least Squares Estimation
of Generalized Space Time AutoRegressive (GSTAR) Model and Its Properties.
AIP Conference Proceedings, 61–64.

Septyaningrum, W. P. . (2017). Peramalan Jumlah Wisatawan Pada Tiga Lokasi


Wisata Di Kabupaten Pacitan Menggunakan Metode GSTAR-SUR. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.

56
Setiawan, S., & Prastuti, M. (2016). S-GSTAR-SUR Model for Seasonal Spatio
Temporal Data Forecasting. Malaysian Journal of Mathematical Sciences, 10,
53–65.

Srihardianti, M., Mustafid, & Prahutama, A. (2016). Metode Regresi Data Panel
Untuk Peramalan Konsumsi Energi di Indonesia. Jurnal Gaussian, 5, 475–485.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Cetakan ke-
24. Bandung: Alfabeta.

Suharto, & Atok. (2006). Pemilihan Bobot Lokasi yang Optimal pada Model GSTAR.
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XIII.

Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Wei, W.W.S. 2006. Time Series Analysis : Univariat and Multivariat Method Second
Edition. Pearson Addison Wesley, Boston.

Wutsqa, D.U, Suharto, & Sutijo, B. (2010). Generalized Space-Time Autoregressive


Modelling. Proceedings of the 6th IMT-GT Conference on Mathematics,
Statistics and its Application. Universitas Tuanku Abdul Rahman, Kuala
Lumpur, Malaysia.

Zulky, M., Amri, A., & Si, M. (2020). Perbandingan Model STAR dan GSTAR untuk
Peramalan Indeks Harga Konsumen di Kota Padang, Pekanbaru, Jambi, dan
Palembang. Media Edukasi Data Ilmiah Dan Analisis (MEDIAN), 3(01), 29–38.

57
LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Indeks Harga Konsumen 5 Kota di Pulau Kalimantan


Tahun Bulan Banjarmasin Samarinda Pontianak Palangkaraya Tarakan
Januari 108.91 114.14 111.78 110.26 113.64
Februari 108.61 113.78 114.83 109.63 114.31
Maret 108.22 113.97 113.94 109.76 115.44
April 108.81 113.98 114.03 110.44 115.66
Mei 109.97 114.15 114.85 111.39 115.95
Juni 110.84 114.42 115.88 112.40 116.58
2014
Juli 116.67 115.18 117.61 112.65 119.51
Agustus 111.63 115.17 117.57 112.25 120.18
September 111.83 115.22 117.72 112.82 121.03
Oktober 108.22 115.91 117.22 113.19 121.48
November 114.11 117.24 118.87 114.23 123.55
Desember 115.63 120.19 122.22 116.16 126.63
Januari 116.15 120.90 123.67 117.08 127.07
Februari 116.22 120.70 124.20 116.26 126.44
Maret 115.82 120.41 124.43 115.97 126.43
April 116.26 120.70 125.11 116.06 126.70
Mei 116.62 120.86 125.85 117.28 127.26
Juni 117.55 121.83 126.65 118.41 127.99
2015
Juli 118.89 123.08 129.89 119.52 129.78
Agustus 118.96 123.21 128.59 118.72 129.58
September 119.59 123.14 128.79 118.32 129.21
Oktober 119.78 123.36 128.70 118.97 129.64
November 120.27 123.68 128.52 119.98 129.70
Desember 121.80 125.29 129.76 121.04 130.96
Januari 122.40 125.92 130.23 121.24 132.04
Februari 122.62 125.98 130.66 120.74 132.27
Maret 122.79 126.54 130.56 120.69 132.39
April 122.84 126.16 129.89 120.34 132.98
Mei 123.21 126.22 132.06 120.37 133.74
2016
Juni 124.51 126.99 133.66 121.46 135.87
Juli 125.21 127.25 134.82 121.70 136.28
Agustus 125.30 127.74 135.37 121.84 135.70
September 125.44 127.49 133.94 121.98 135.10
Oktober 125.11 127.36 133.46 121.57 135.52

58
November 125.25 127.72 133.56 121.79 136.04
Desember 126.28 128.83 134.80 123.35 136.60
Januari 127.47 130.14 137.25 124.40 137.54
Februari 127.73 130.31 137.74 124.74 137.59
Maret 127.74 130.68 137.38 125.23 138.14
April 128.16 131.06 137.77 125.49 138.51
Mei 128.58 131.56 138.18 126.15 139.21
Juni 129.78 132.45 139.95 127.44 141.84
2017
Juli 130.40 133.25 139.61 126.94 141.45
Agustus 130.44 133.21 139.80 127.09 140.32
September 130.58 132.99 140.14 126.78 139.98
Oktober 130.06 132.77 139.66 126.20 139.42
November 130.13 132.61 139.31 126.34 139.17
Desember 131.11 133.58 140.00 127.19 140.38
Januari 131.49 134.15 140.40 127.59 141.07
Februari 131.30 134.57 140.77 127.64 141.19
Maret 131.72 134.41 141.67 128.11 141.15
April 131.82 134.81 141.89 128.48 141.56
Mei 132.01 135.32 142.40 128.81 142.27
Juni 133.31 135.94 144.45 130.28 146.13
2018
Juli 133.15 137.07 145.08 130.33 144.09
Agustus 133.30 137.46 144.15 130.16 144.99
September 133.24 137.45 143.76 130.19 143.93
Oktober 133.37 137.78 143.34 130.46 143.98
November 133.63 137.61 143.51 130.48 145.08
Desember 134.56 138.02 145.58 131.87 147.40
Januari 135.66 138.85 146.38 132.48 148.82
Februari 135.56 138.60 147.15 132.60 141.19
Maret 135.92 138.45 146.87 132.56 147.84
April 137.24 138.54 147.18 132.98 148.72
Mei 138.47 139.12 148.00 133.71 149.86
Juni 138.87 139.33 148.97 133.87 150.66
2019
Juli 138.75 140.15 148.82 133.55 149.70
Agustus 138.87 140.25 148.30 133.05 148.32
September 138.95 139.60 148.71 133.11 147.47
Oktober 139.11 139.43 148.93 133.96 147.03
November 139.35 139.80 148.83 134.58 147.95
Desember 140.15 140.07 149.42 135.43 149.56

59
Lampiran 2 Grafik Uji Stasioner dalam Varian (Transformasi Box-Cox)
• Kota Banjarmasin

• Kota Samarinda

• Kota Pontianak

60
• Kota Palangkaraya

• Kota Tarakan

61
Lampiran 3 Skrip dan Output untuk MACF, MPACF, dan AIC
Data Sheet1;
set "sheet1"n;
run;

proc statespace data="sheet1"n cancorr;


var Banjarmasinn(1) Samarindaa(1) Pontianakk(1) Palangkarayaa(1)
Tarakann(1);
Run;

Information Criterion for Autoregressive Models


Lag=0 Lag=1 Lag=2 Lag=3 Lag=4 Lag=5 Lag=6 Lag=7 Lag=8 Lag=9 Lag=10
8613.665 8593.843 8599.828 8614.971 8616.654 8613.165 8626.776 8640.836 8646.318 8666.588 8676.959

Schematic Representation of Correlations


Name/Lag 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Banjarmasinn +++++ -.... ..... -.... ..... ..... .+.+. ..... ..-.. ..... .....
Samarindaa +++++ ++++. -.-.. ----. ----. +.... ++++. ...+. ..... ----. --.-.
Pontianakk ++++. ...+. ..... ----. -.--. .+... .+++. ...+. ..... ----. ...-.
Palangkarayaa +++++ ..... .---. ----. ...-. .+... ++++. ..... .---. ----. ...-.
Tarakann ++.++ ....- ..-.. ..... ..... ..... ..... ..... ..--- ..... .....
+ is > 2*std error, - is < -2*std error, . is between

Schematic Representation of Partial Autocorrelations


Name/Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Banjarmasinn -..+. ..... -.... -.... ..... ..... ..... ..... ..... .....
Samarindaa ...+. -.... -.... -.... ..... ..... ..... ..... ..... .....
Pontianakk ...+. ..... ..... ..-.. .+... ..... ..... ..... ..... .....
Palangkarayaa ...+. ..... ..... ..... .+... ...+. ..... ..... ..... .....
Tarakann ....- ....- ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
+ is > 2*std error, - is < -2*std error, . is between

62
Lampiran 4 Input Dan Output Uji ADF Dan Estimasi Parameter
• Uji ADF
data.ts<-ts(data$Banjarmasinnn, start = c(2014, 1), end = c(2019, 2),
frequency = 12)
> adf.test(data.ts, k=10)
Augmented Dickey-Fuller Test
data: data.ts
Dickey-Fuller = -3.5915, Lag order = 10, p-value = 0.04133
alternative hypothesis: stationary
> data.ts<-ts(data$Samarindaaa, start = c(2014, 1), end = c(2019, 2),
frequency = 12)
> adf.test(data.ts, k=10)
Augmented Dickey-Fuller Test
data: data.ts
Dickey-Fuller = -5.2765, Lag order = 10, p-value = 0.01
alternative hypothesis: stationary
> data.ts<-ts(data$Pontianakkk, start = c(2014, 1), end = c(2019, 2),
frequency = 12)
> adf.test(data.ts, k=10)
Augmented Dickey-Fuller Test
data: data.ts
Dickey-Fuller = -3.4458, Lag order = 10, p-value = 0.05685
alternative hypothesis: stationary
> data.ts<-ts(data$Palangkarayaaa, start = c(2014, 1), end = c(2019, 2),
frequency = 12)
> adf.test(data.ts, k=10)

Augmented Dickey-Fuller Test


data: data.ts
Dickey-Fuller = -3.793, Lag order = 10, p-value = 0.02463
alternative hypothesis: stationary
> data.ts<-ts(data$Tarakannn, start = c(2014, 1), end = c(2019, 2), frequency
= 12)
> adf.test(data.ts, k=10)
Augmented Dickey-Fuller Test
data: data.ts

63
Dickey-Fuller = -4.3876, Lag order = 10, p-value = 0.01
alternative hypothesis: stationary

• Estimasi Parameter
> #estimasi OLS bobot Invers Jarak
> EOLSSBIJ=lm(Z.t.~-1 +
X1.t.1.+FX1.t.1.+X2.t.1.+FX2.t.1.+X3.t.1.+FX3.t.1.+X4.t.1.+FX4.t.1.+X5.t.1.+FX5.
t.1., data = EOLSBIJ)
> summary(EOLSSBIJ)
Call:
lm(formula = Z.t. ~ -1 + X1.t.1. + FX1.t.1. + X2.t.1. + FX2.t.1. + X3.t.1. + FX3.t.1.
+ X4.t.1. + FX4.t.1. + X5.t.1. + FX5.t.1., data = EOLSBIJ)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max
-90995669 -4074 44013 4157349 47683937
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
X1.t.1. -0.3054542 0.1429653 -2.137 0.0334 *
FX1.t.1. 1.1343646 0.5255829 2.158 0.0317 *
X2.t.1. -0.1298196 16.1514738 -0.008 0.9936
FX2.t.1. 0.0018183 0.1963239 0.009 0.9926
X3.t.1. -0.0009270 0.1213280 -0.008 0.9939
FX3.t.1. 0.3899191 0.2651276 1.471 0.1424
X4.t.1. -0.0711640 21.4700961 -0.003 0.9974
FX4.t.1. 0.0006966 0.2023879 0.003 0.9973
X5.t.1. -0.3713029 0.0709550 -5.233 3.11e-07 ***
FX5.t.1. 1.1897182 0.2598667 4.578 6.84e-06 ***
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

Residual standard error: 10130000 on 305 degrees of freedom


Multiple R-squared: 0.1222, Adjusted R-squared: 0.09338
F-statistic: 4.245 on 10 and 305 DF, p-value: 1.529e-05
> #estimasi OLS bobot Normalisasi Korelasi Silang

64
> EOLSSBNKS=lm(Z.t.~-1 +
X1.t.1.+FX1.t.1.+X2.t.1.+FX2.t.1.+X3.t.1.+FX3.t.1.+X4.t.1.+FX4.t.1.+X5.t.1.+FX5.
t.1., data = EOLSBNKS)
> summary(EOLSSBNKS)
Call:
lm(formula = Z.t. ~ -1 + X1.t.1. + FX1.t.1. + X2.t.1. + FX2.t.1. + X3.t.1. + FX3.t.1.
+ X4.t.1. + FX4.t.1. + X5.t.1. + FX5.t.1., data = EOLSBNKS)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max
-91269174 -1774 47888 4407684 50191984
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
X1.t.1. -0.1945329 0.1146290 -1.697 0.090705 .
FX1.t.1. 0.6120764 0.3507694 1.745 0.082000 .
X2.t.1. -0.1663009 18.3779977 -0.009 0.992786
FX2.t.1. 0.0026655 0.2638115 0.010 0.991945
X3.t.1. 0.0120113 0.1110487 0.108 0.913938
FX3.t.1. 0.3368274 0.2209570 1.524 0.128444
X4.t.1. -0.0483543 13.7542122 -0.004 0.997197
FX4.t.1. 0.0005318 0.1316492 0.004 0.996779
X5.t.1. -0.3270037 0.0706393 -4.629 5.44e-06 ***
FX5.t.1. 1.3498253 0.3521093 3.834 0.000153 ***
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

Residual standard error: 10250000 on 305 degrees of freedom


Multiple R-squared: 0.1013, Adjusted R-squared: 0.07186
F-statistic: 3.439 on 10 and 305 DF, p-value: 0.0002717

65
Lampiran 5 Model GSTAR dari data IHK 5 Kota di Pulau Kalimantan

• Model yang terbentuk dari data IHK 5 kota di Pulau Kalimantan menggunakan
bobot lokasi Invers jarak
𝑍1 ∗ (𝑡) −0.3055 0 0 0 −0.3013 𝑍1 ∗ (𝑡 − 1)
𝑍2 ∗ (𝑡) −0.3054 0 0 0 −0.3013 𝑍2 ∗ (𝑡 − 1)
𝑍3 ∗ (𝑡) = −0.3054 0 0 0 −0.3013 𝑍3 ∗ (𝑡 − 1) +
𝑍4 ∗ (𝑡) −0.3054 0 0 0 −0.3013 𝑍4 ∗ (𝑡 − 1)

(𝑍5 (𝑡)) (−0.3054 0 0 0 −0.3713) (𝑍5 ∗ (𝑡 − 1))
1.1344 0 0 0 0.3013 0.044 0.197 0.121 0.579 0.103 𝑍1 ∗ (𝑡 − 1) 𝑒1 (𝑡)

0.3054 0 0 0 0.3013 0.284 0.044 0.138 0.296 0.281 𝑍2 (𝑡 − 1) 𝑒2 (𝑡)
0.3054 0 0 0 0.3013 0.269 0.214 0.044 0.329 0.188 𝑍3 ∗ (𝑡 − 1) + 𝑒3 (𝑡)
0.3054 0 0 0 0.3013 0.554 0.196 0.141 0.044 0.181 𝑍4 ∗ (𝑡 − 1) 𝑒4 (𝑡)
(0.3054 0 0 0 1.1897) (0.208 0.394 0.170 0.228 0.044) (𝑍5 ∗ (𝑡 − 1)) (𝑒5 (𝑡))

• Model yang terbentuk dari data IHK 5 kota di Pulau Kalimantan menggunakan
bobot lokasi normalisasi korelasi silang
𝑍1 ∗ (𝑡) −0.1945 0 0 0 −0.3013 𝑍1 ∗ (𝑡 − 1)
𝑍2 ∗ (𝑡) −0.3054 0 0 0 −0.3013 𝑍2 ∗ (𝑡 − 1)
𝑍3 ∗ (𝑡) = −0.3054 0 0 0 −0.3013 𝑍3 ∗ (𝑡 − 1) +
𝑍4 ∗ (𝑡) −0.3054 0 0 0 −0.3013 𝑍4 ∗ (𝑡 − 1)

(𝑍5 (𝑡)) (−0.3054 0 0 0 −0.3270) (𝑍5 ∗ (𝑡 − 1))

0.6121 0 0 0 0.3013 0.044 0.155 0.048 0.604 0.193 𝑍1 ∗ (𝑡 − 1) 𝑒1 (𝑡)


0.3054 0 0 0 0.3013 0.221 0.044 0.205 0.392 0.182 𝑍2 ∗ (𝑡 − 1) 𝑒2 (𝑡)
0.3054 0 0 0 0.3013 0.208 0.164 0.044 0.363 0.265 𝑍3 ∗ (𝑡 − 1) + 𝑒3 (𝑡)
0.3054 0 0 0 0.3013 0.124 0.298 0.057 0.044 0.522 𝑍4 ∗ (𝑡 − 1) 𝑒4 (𝑡)
(0.3054 0 0 0 1.3498) (0.278 0.487 0.005 0.229 0.044) (𝑍5 ∗ (𝑡 − 1)) (𝑒5 (𝑡))

66
Lampiran 6 Data Prediksi Untuk Model GSTAR (1,1)-I(1)

• Data prediksi untuk model GSTAR (1,1)-I(1) menggunakan bobot lokasi


Invers jarak
Banjarmasin Samarinda Pontianak Palangkaraya Tarakan
t
𝑍̂1 (𝑡) 𝑍̂2 (𝑡) 𝑍̂3 (𝑡) 𝑍̂4 (𝑡) 𝑍̂5 (𝑡)
65 125.87 0 0 0 115.10
66 -24.998 0 0 0 -11.591
67 6.2814 0 0 0 -1.8823
68 -2.1386 0 0 0 2.2533
69 0.9165 0 0 0 -1.3659
70 -0.4395 0 0 0 0.7340
71 0.2200 0 0 0 -0.3813
72 -0.1118 0 0 0 0.1960

• Data prediksi untuk model GSTAR (1,1)-I(1) menggunakan bobot lokasi


normalisasi korelasi silang
Banjarmasin Samarinda Pontianak Palangkaraya Tarakan
t
𝑍̂1 (𝑡) 𝑍̂2 (𝑡) 𝑍̂3 (𝑡) 𝑍̂4 (𝑡) 𝑍̂5 (𝑡)
65 64.430 0 0 0 145.80
66 4.6893 0 0 0 -23.468
67 -3.6844 0 0 0 9.4360
68 1.8314 0 0 0 -4.4700
69 -0.8843 0 0 0 2.1499
70 0.4260 0 0 0 -1.0353
71 -0.2052 0 0 0 0.4986
72 0.0988 0 0 0 -0.2401

67
Lampiran 7 Nilai Taksiran Error Untuk Model GSTAR (1,1)-I(1)

• Nilai taksiran error model GSTAR (1,1)-I(1) menggunakan bobot lokasi Invers
jarak
𝒆̂(𝒕)
Banjarmasin Samarinda Pontianak Palangkaraya Tarakan
t
𝑍̂1 (𝑡) 𝑍̂2 (𝑡) 𝑍̂3 (𝑡) 𝑍̂4 (𝑡) 𝑍̂5 (𝑡)
65 12.604 139.12 148.00 133.71 34.757
66 163.87 139.33 148.97 133.87 162.25
67 132.47 140.15 148.82 133.55 151.58
68 141.01 140.25 148.30 133.05 146.07
69 138.03 139.60 148.71 133.11 148.84
70 139.55 139.43 148.93 133.96 146.30
71 139.13 139.80 148.83 134.58 148.33
72 140.26 140.07 149.42 135.43 149.36

• Nilai taksiran error kuadrat model GSTAR (1,1)-I(1) menggunakan bobot


lokasi Invers jarak
𝒆̂(𝒕)𝟐
Banjarmasin Samarinda Pontianak Palangkaraya Tarakan
t
𝑍̂1 (𝑡) 𝑍̂2 (𝑡) 𝑍̂3 (𝑡) 𝑍̂4 (𝑡) 𝑍̂5 (𝑡)
65 158.8497 19354.37 21904.00 17878.36 1208.066
66 26852.68 19412.85 22192.06 17921.18 26325.36
67 17547.92 19642.02 22147.39 17835.60 22977.19
68 19883.43 19670.06 21992.89 17702.30 21335.48
69 19053.24 19488.16 22114.66 17718.27 22152.12
70 19474.08 19440.72 22180.14 17945.28 21402.53
71 19357.15 19544.04 22150.37 18111.78 22002.17
72 19673.36 19619.60 22326.34 18341.28 22309.60
Jumlah 142000.71 156171.84 177007.86 143454.06 159712.51
Jumlah Keseluruhan 778346.98

68
• Nilai taksiran error model GSTAR (1,1)-I(1) menggunakan bobot lokasi
normalisasi korelasi silang
𝒆̂(𝒕)
Banjarmasin Samarinda Pontianak Palangkaraya Tarakan
t
𝑍̂1 (𝑡) 𝑍̂2 (𝑡) 𝑍̂3 (𝑡) 𝑍̂4 (𝑡) 𝑍̂5 (𝑡)
65 74.040 139.12 148.00 133.71 4.0592
66 134.18 139.33 148.97 133.87 174.13
67 142.43 140.15 148.82 133.55 140.26
68 137.04 140.25 148.30 133.05 152.79
69 139.83 139.60 148.71 133.11 145.32
70 138.68 139.43 148.93 133.96 148.07
71 139.56 139.80 148.83 134.58 147.45
72 140.05 140.07 149.42 135.43 149.80

• Nilai taksiran error kuadrat model GSTAR (1,1)-I(1) menggunakan bobot


lokasi normalisasi korelasi silang
𝒆̂(𝒕)𝟐
Banjarmasin Samarinda Pontianak Palangkaraya Tarakan
t
𝑍̂1 (𝑡) 𝑍̂2 (𝑡) 𝑍̂3 (𝑡) 𝑍̂4 (𝑡) 𝑍̂5 (𝑡)
65 5481.948 19354.37 21904.00 17878.36 16.47719
66 18004.46 19412.85 22192.06 17921.18 30320.40
67 20287.55 19642.02 22147.39 17835.60 19673.99
68 18779.58 19670.06 21992.89 17702.30 23344.80
69 19553.63 19488.16 22114.66 17718.27 21117.94
70 19233.26 19440.72 22180.14 17945.28 21923.33
71 19475.64 19544.04 22150.37 18111.78 21741.91
72 19614.34 19619.60 22326.34 18341.28 22440.08
Jumlah 140430.41 156171.84 177007.86 143454.06 160578.93
Jumlah Keseluruhan 777643.10

69
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Muhammad Aldi Relawanto lahir di


Guntung Payung, 14 Oktober 2000. Penulis merupakan
anak ke kedua dari Bapak Rahmat Dwi Warso dan Ibu Sri
Budi Lestariningdiah, Penulis memulai Pendidikan
formal di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pelaihari 4 (2006-
2012) lalu melanjutkan di Sekolah Menengah Pertama
Negeri (SMPN) 1 Pelaihari (2012-2015) dan Sekolah
Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Pelaihari (2015-2018). Setelah lulus SMK,
Penulis melanjutkan pendidikan sebagai Mahasiswa Program Studi S-1 Statistika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung
Mangkurat Banjarbaru dan menyelesaikan kuliah pada tahun 2023. Selama masa
perkuliahan, penulis turut aktif mengikuti organisasi himpunan Statistika
(HIMASTA) “INFINITE” sebagai anggota Divisi Kominfo pada Periode 2019.
Penulis juga pernah mengikuti organisasi Sains Goes to Opera (SGO) Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sebagai Anggota Pengembangan
Organisasi periode 2019 dan sebagai Kepala Bidang Pengembangan Organisasi
periode 2020. Selain itu, penulis pernah mengikuti komunitas/organisasi
dibawah Bank Indonesia yaitu Generasi Baru Indonesi (GENBI) Komisariat
Universitas Lambung Mangkurat sebagai Ketua periode 2021. Alamat penulis di
Jalan Pangeran Antasari Kota Pelaihari, Kalimantan Selatan. Penulis dapat
dihubungi melalui email aldirel049@gmail.com.

70

Anda mungkin juga menyukai