Anda di halaman 1dari 7

Implementasi Akuntansi Istishna 

Di Era Digital Terutama Dalam Jual Beli


Online Di E Commerce
Maulidia Fitri1, Rangga Aditya2
12
Fakultas Syariah dan Hukum, Unversitas Islam Negeri SUSKA RIAU

Email: 1 12120522140@students.uin-suska.ac.id
2
12120514024@students.uin-suska.ac.id

Kata kunci : akuntansi istishna, jual beli online, jual beli


Pendahuluan
Hakikat manusia sebagai makhluk sosial diciptakan untuk bersosialisasi atau dengan kata lain
berhubungan dan bergantung pada makhluk lain. Sejak awal manusia lahir ke dunia sebagai bayi
yang tidak dapat hidup sendiri, mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk bertahan hidup
seperti makanan dan minuman karena kebutuhan yang mereka butuhkan lebih dari yang tersedia
pada kemampuan berdiri mereka.

Saat ini, peran internet dan media sosial dalam bermuamalah di kehidupan sosial, ekonomi, dan
politik menjadi semakin penting dalam dunia yang mengglobal. Internet semakin memengaruhi
kehidupan manusia setiap tahun. Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi ini dengan cepat
mengubah peradaban dunia. Internet sudah menjadi kebutuhan pokok bagi setiap orang. Hampir
semua kebutuhan manusia dapat dipenuhi melalui Internet, sehingga biaya untuk terus
menggunakan Internet biasanya lebih tinggi.

Salah satu pertanyaan mendasar Muamalah adalah keabsahan perjanjian. Oleh karena itu, jual
beli terdiri dari ijab dan qabul, jika rukun dan syaratnya tidak terpenuhi, maka jelas jual beli
tersebut tidak dapat disebut sah. Menurut sebagian besar ulama jual beli, jual beli memiliki
empat rukun yaitu penjual, pembeli, qabul mufakat dan barang yang diperjualbelikan. Istilah
yang terkandung di dalamnya mengikuti kolom. Syarat-syarat yang terkandung di dalamnya
mengarah pada sahnya pelaksanaan akad, seperti salah satu syarat ijab qabul harus dilakukan di
satu tempat dan orang yang membuat perjanjian hadir dalam pertemuan tersebut.

Di zaman serba digital ini, berkat teknologi yang semakin maju, aktivitas jual beli lambat laun
memiliki berbagai kemungkinan berupa event atau tempat dimana barang dapat diperjualbelikan.
Banyak persoalan baru bahkan aneh di masyarakat, bagaimana Islam menyikapi fenomena yang
muncul. Ibnu Taimiyah adalah seorang ulama yang banyak membahas tentang transaksi akad
pada zaman klasik, sehingga pemikirannya dapat diterapkan pada zaman modern.

Komunitas sangat dekat dengan aktivitas jual beli online, berbagai platform atau media sosial,
jelas fokus pada tampilannya, bukan untuk jual beli, tetapi bahkan menyediakan penggunanya
sendiri untuk bertransaksi, seperti Aplikasi tiktok asli. Sumber hiburan berupa video, kini
memudahkan penjual dan pembeli berbisnis di sana, bahkan dengan opsi pembayaran dan
pengiriman. Belanja online sebenarnya menjadi alternatif selain mengunjungi pasar tradisional
karena seperti cara lama untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan, kebutuhan kecil maupun
besar bisa didapatkan dengan jarak dekat, bahkan dari luar negeri.

Al-Istishna adalah akad pembiayaan barang berupa perintah untuk memproduksi barang tertentu
dengan kriteria dan syarat tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli ( mustashni )
dan penjual atau produsen ( shani ). Produk Istishna mirip dengan produk salami, namun pada
Istishna bank dapat melakukan pembayaran dengan beberapa terms of payment (kondisi). Sistem
istishna bank syariah umumnya diterapkan pada pembiayaan produksi dan konstruksi. Dasar
Istishna Syariah adalah Fatwa DSN MUI No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna.

Menurut fatwa DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia). No. 06/DSN-
MUI/IV/2000 Istishna adalah akad jual beli berupa pesanan atau pembuatan barang yang
disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni') dan penjual. Produser (Petani, Shani'). Akad
istishna dalam transaksi jual beli online lebih dikenal dengan istilah PO (Pre Order). Susiawati
(2017) berpendapat bahwa persetujuan diperlukan dalam proses jual beli karena jual beli online
memungkinkan persetujuan bersifat non-verbal.

Masalah bisnis online dari perspektif Syariah sebelumnya dipelajari dari perspektif hukum,
ekonomi Islam dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Beberapa penelitian tersebut
antara lain Pekerti, Susilowati dan Herwiyanti (2019) yang mengkaji transaksi elektronik dengan
menganalisis perspektif akad Wakalah dan Salam serta PSAK Syariah 103 dalam proses
transaksi. Studi tambahan terkait e-commerce telah dilakukan untuk meneliti dampak kepuasan
konsumen dan kepercayaan konsumen ketika berhadapan dengan e-commerce (Sidharta &
Suzanto, 2015).

Tujuan Penelitian

Secara umum penulis menghimpun Ada 3 tujuan syariat islam mengatur transaksi jual beli online
dalam kegiatan ekonomi syariah, yaitu:
1) Untuk Mewujudkan Keadilan Dan Mencegah Kedzaliman dalam aturan-aturan ekonomi
syariah (yang di didalamnya juga temasuk aturan jual beli online).
2) Untuk Menjaga Kesungguhan, Kejujuran, Dan Tranparansi
3) Untuk Menjaga kebersamaan dan Kerja sama serta Menciptakan kemudahan

Jadi intinya tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi rukun dan syarat dalam
melakukan transaksi jual beli online serta pelaksanaan akad Istishna yang mengacu pada
Penyataan Standar transaksi secara online di berbagai E –commerce agar transaksi jual beli
yang dilakukan sah serta produk yang diperjualbelikan pun halal lagi baik, bagi pembeli maupun
untung yang didapatkan olen penjual.

Landasan Teori

Jual Beli

Menurut Kalbuadi (2015) terminologi jual beli yaitu proses tukar menukar barang dengan alat
tukar yang dilakukan secara dua pihak yang bersifat sukarela dan melakukan perjanjian sesuai
yang telah disepakati dan sesuai dengan syar’a. Pendapat lainnya yang dikatakan Syekh
Muhammad ibn Qâsim al-Ghazzi dalam Susiawati (2017) mengenai jual beli yaitu memiliki
suatu harta baik uang maupun barang dengan menggantinya dengan suatu hal atas dasar izin
syara. buku Kiffayatul al-Akhyar, karya Imam Taqiyuddin isinya mengungkapkan bahwa jual
beli adalah saling tukar menukar harta, saling mendapatkan, bisa dikelola (tasharruf) dengan ijab
qobul, dengan cara yang sinkron menggunakan syara (Taqiyuddin, 1995).

Pendapat lain terkait jual beli dikemukakan Syeikh Zakaria al Anshari pada kitabnya fath Al-
Wahab bahwa jual beli ialah proses pertukaran benda menggunakan cara yang spesifik
(dibolehkan) (Zakaria, n.d.). Penukaran benda menggunakan benda lain, dengan cara saling
memindahkan hak milik dan mendapatkan penggantinya, dengan cara yang diperbolehkan
disebut jual beli (Sabiq, 1996).

Imam Hanafi mengatakan bahwa yang menjadi rukun dari jual beli adalah adanya kerelaan dari
kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli. Mazhab Malikiyah berpendapat bahwa ada tiga
rukun jual beli yaitu:

1) Aqidain atau dua orang yang melakukan akad,


2) Ma’qud ‘alaih yaitu adanya barang yang ditukar atau diperjual belikan, dan
3) Shighat terjadinya ijab dan qabul.

Pendapat dari Mazhab Syafi’i sama dengan Mazhab Malikiyah, sedangkan ulama dari Mazhab
Hanabilah berpendapat sama dengan ulama dari Mazhab Hanafi. Simpulan pendapat dari seluruh
mazhab yaitu bahwa sighat merupakan rukun yang harus ada dalam jual beli, karena ijab dan
qabul merupakan inti atau hakikat dari jual beli itu sendiri.

Jual Beli Online

Jual beli online adalah kesepakatan jual beli melalui internet antara pihak yang menjual barang
dengan pihak yang membeli barang yang dijual sesuai harga yang ditawarkan. Jual beli secara
online menerapkan sistem jual beli dengan hanya memperlihatkan gambar dan barang di internet.
Tidak ada kontak secara langsung antara penjual dan pembeli. Jual beli dilakukan melalui suatu
jaringan yang terkoneksi dengan menggunakan alat-alat elektronik seperti handphone dan
komputer. Dibutuhkan kepercayaan dan kejujuran yang sangat tinggi karena barang tidak dilihat
langsung oleh pembeli.

Penjual (merchant) dan pembeli (consumer) sebagai pihak-pihak yang melakukan transaksi
merupakan komponen dasar terjadinya sebuah transaksi. Penjual adalah pelaku transaksi yang
melalukan transaksi dagang terhadap barang dagangannya dan dipasarkan melalui jaringan
intenet. Dalam transaksi online, pembeli dapat melihat barang atau jasa yang ditawarkan pada
layar monitor, namun objek tersebut tidak bisa seketika diperoleh karena harus menunggu
dikirim oleh pihak penjual. Lamanya masa pengiriman tergantung dari lokasi pembeli dan
pemilihan jasa kurir dalam pengiriman. Disamping itu penjual tidak dapat langsung memeriksa
kondisi barang yang akan ia beli, apakah sesuai dengan spesifikasi yang telah dicantumkan di
toko online nya, apakah ada cacatnya atau tidak.(retno, 2018)

Akad Istishna

Akad Istishna menurut DSN MUI (2000) merupakan akad jual beli berjenis pesanan pembuatan
barang dengan persyaratan dan kriteria tertentu yang telah disepkati oleh shani’ (penjual) dan
mustashni’ (pembeli). Menurut DSAS IAI (2016) Istishna paralel merupakan akad istishna yang
dilakukan oleh penjual dan pembeli, dan untuk memenuhi kewajiban pesanan tersebut diperlukan
orang ketiga dalam pembuatan pesanannya.

Harga dan spesifikasi barang dalam akad istishna harus dilakukan dan disepakati oleh penjual
maupun pembeli pada awal akad. Selama jangka waktu akad, harga barang tidak dapat diubah
kecuali melakukan kesepakatan oleh kedua pihak yaitu penjual maupun pembeli. Karakteristik
barang yang di pesan harus diketahui dengan jelas, seperti kualitas, kuantitas, jenis dan juga
macamnya. Apabila barang pesanan tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau terdapat
cacat, maka penjual wajib untuk bertanggungjawab atas kelalaiannya. Akad istishna paralel
dapat terjadi jika konsumen atau pembeli tidak mewajibkan penjualnya untuk membuat barang
sendiri, maka pihak penjual dapat melakukan akad istishna dengan pihak ketiga.

Dalam transaksi jual beli online akad istishna ini sering digunakan oleh para penjual yang
melakukan metode dengan istilah pre order atau penjualan secara custom, dimana penjual
membuka kloter pesanan untuk membuat suatu barang dengan kriteria yang sudah ditentukan di
awal dan pembayaran dilakukan dimuka (DSAS IAI, 2016). Saat pre order dibuka, pembeli harus
menunggu hingga pesanan tersebut selesai dibuat. Kewajiban penjual adalah memberikan produk
yang sesuai dengan deskripsi yang sudah dijelaskan kepada pembeli, sedangkan kewajiban
pembeli adalah membayar dan menunggu hingga pesanan tersebut selesai dikerjakan. Dalam
akuntansi konvensional, istilah preorder atau akad istishna ini bisa disebut juga dengan just in
time.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan bersifat Kualitatif (Qualitative), merupakan penelitian yang
berupaya menganalisis kehidupan sosial dengan menggambarkan dunia sosial dari sudut pandang
dalam latar alamiah. Dengan kata lain, penelitian kualitatif berupaya memahami bagaimana
seorang individu melihat, memaknai atau menggambarkan dunia sosial.

Penelitian yang digunakan adalah penelitian kajian pustaka (literature review) penelitian ini
dilakukan dalam kehidupan nyata. Penelitian kajian pustaka (literature review) bertujuan untuk
mendapatkan landasan teori yang bisa mendukung pemecahan masalah yang sedang diteliti
terutama terkait dengan jual beli online dengan akad Istishna’. Data diperoleh dengan
menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan kajian yang diteliti serta dokumentasi. Teknik
analisis data tulisan ini dengan menggunakan analisis isi (content analysis).

Anda mungkin juga menyukai