Anda di halaman 1dari 3

Menghitung amal

َُّ‫ِيَّلَه‬ََّ ‫ِلَّفَلَََّّهَاد‬
َّْ ‫ضل‬
ْ ُ‫نَّي‬ َّْ ‫ضلََّّلَهَُّ َو َم‬
ِ ‫نَّيَ ْه ِد ِهََّّللاََُّّفَلََّ َّ ُم‬ َّْ ‫ َّ َم‬،‫تَّأَ ْع َما ِلنَا‬
َِّ ‫سيِِّئَا‬ َّْ ‫ِنَّش ُُر ْو َِّرَّأَنْفُ ِسنَاَّ َوم‬
َ َّ ‫ِن‬ ِ ِ َّ ‫إِنََّّالْ َح ْم ََّد‬
َّْ ‫َّ َونَعُوذََُّّبِاهللَِّم‬،ُ‫َلِلَّنَ ْح َمدُهََُّّ َونَ ْستَ ِعيْنُهَُّ َونَ ْستَغْف ُِره‬
َُّ‫ َّأَماَّ َب ْعد‬،.ُ‫عبْدَُُّهَّ َو َرس ُْولُه‬ َ َّ ‫َّ َوأَ ْش َهدَُّأَنَّ َّ ُم َحمدًا‬،ُ‫ْكَّلَه‬ ََّ ‫للاَّ َو ْح َدَُّهَّلَش َِري‬ َُّ ََّّ‫َّأَ ْش َهدَُّأَ ْنََّّلَََّّ ِإلَهَََّّ ِإل‬

Hadirin Rahimakumullah

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya segala puji bagi
Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari
kejahatan diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang diberikan petunjuk oleh Allah,
maka tidak ada yang (dapat) menyesatkannya. Dan siapa yang (Allah) sesatkan, maka tidak ada yang (dapat)
memberikan petunjuk kepadanya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan (yang berhak untuk
disembah) selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad saw adalah hamba
dan utusan-Nya. Setelah itu;

Hadirin rohimakumulloh

Menghitung-hitung amalan mungkin bagi sebagian orang adalah hal yang tak perlu dilakukan namun bagi
sebagian yang lain hal ini sudah menjadi sebuah kebiasaan. Dan itu nyata, ada disekitar kita. Entah sadar
ataupun tidak.

Tak jarang terbesit dari dalam hati kita “hari ini saya telah melakukan banyak ibadah, pasti pahala saya
banyak” atau “setiap hari saya beribadah, tidak mungkinlah aku memiliki dosa” atau mungkin sering juga
kita membanding-bandingkan pahala kita dengan orang lain “pahalaku pastilah lebih banyak dari si Fulan”.
Jika ini ada pada diri kita, beristighfarlah, kita perlu bermuhasabah!

Menghitung-hitung amalan dapat melalaikan seseorang dari mengingat dosa. Imam Al-Ghazali pernah
mengingatkan “meremehkan dosa dan terlalu percaya diri dengan amal perbuatan adalah sangat
berbahaya, orang yang sibuk menghitung-hitung amalan akan lupa pada banyaknya dosa”. Jika seseorang
telah melupakan dosanya maka akan sedikit sekali kalimat istighfar keluar dari ucapan orang tersebut.

Kebiasaan menghitung amalan juga akan menimbulkan rasa berbangga diri yang kemudian akan bermuara
pada sikap riya’ dan sum’ah. Tentu sikap ini sangat merugikan karena berakibat pada dihapuskannya pahala
amalan yang telah kita lakukan. Disebutkan dalam Al-Qur’an:

َ َّ ‫ص َلتِ ِه َّْم‬
َّ‫ساه ُْو َن‬ َّْ ‫ع‬
َ َّ ‫ن‬ َ َّ‫ْنَّهُ َّْم‬ َ ‫ف ََويْلََّّ ِلِّلْ ُم‬
ََّ ‫ص ِلِّي‬

ََّ ‫ْنَّهُ َّْمَّي َُر ۤا ُء ْو‬


‫ن‬ ََّ ‫ال ِذي‬

َّ‫نَّالْ َماع ُْو َن‬


ََّ ‫َو َي ْمنَ ُع ْو‬
“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang
yang berbuat riya’ dan mencegah (menolong dengan) barang berguna” (QS: Al-Maun).

Perlu digaris bawahi bahwa ganjaran dari amalan yang kita lakukan merupakan hak perogeratif dari Allah
SWT. Pernah suatu ketika dua orang sahabat berselisih pendapat saat berada dalam sebuah perjalanan.
Apakah shalat harus didirikan ulang jika sebelumnya tak didapati air untuk berwudhu lalu digantikan
dengan tayammum, akan tetapi setelah beberapa saat melanjutkan perjalanan setelah shalat, didapati
sumber air yang cukup untuk berwudhu. Salah seorang diantara mereka berpendapat harus didirikan ulang,
dan seorang yang lain berpendapat tidak perlu.

Permasalahan yang dihadapi oleh sahabat diatas kemudian diajukan kepada Rasulullah SAW, beliau
kemudian bersabda kepada sahabat yang setuju mendirikan ulang shalat dengan jawaban laka ajrani
(bagimu dua pahala) dan ashobtassunnah (kamu telah memenuhi sunnah) kepada sahabat yang tak
mengulang shalatnya. Ini menunjukkan bahwa tidak ada yang tahu pasti sebesar apa wujud pahala yang
Allah ganjarkan kepada kita. Tak ada yang menjamin dua pahala lebih banyak dari pahala ashobtassunnah
tadi.

Adapun Allah SWT memerintahkan manusia untuk melakukan ahsanu amala (amal yang terbaik) bukan
aktsaru amala (amal yang terbanyak). Sebagaimana Allah berfirman:

ُ ‫يزَّالْغَ ُف‬
َّ‫ور‬ َُّ ‫ع َم ًلََََّّّّۚ َوه ََُّوَّالْ َع ِز‬ َ ‫تَّ َوالْ َح َياَّةََّ ِل َيبْلُ َوكُ َّْمَّأَيُّكُ َّْمَّأَ ْح‬
َُّ ‫س‬
َ َّ ‫ن‬ ََّ ‫قَّالْ َم ْو‬
ََّ َ‫الذِيَّ َخل‬

“yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya,
dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun” (QS: Al-Mulk:2).

Ayat diatas dengan sangat jelas dan tersurat menyebutkan bahwa yang diinginkan oleh Allah adalah amalan
yang terbaik bukanlah amalan yang terbanyak. Namun untuk mencapai amalan yang terbaik, maka kita
harus senantiasa beramal baik karena kita tak pernah tau dimana dan kapan amalan kita terhitung sebagai
amalan terbaik disisiNya. Sebagaimana dalam teori peluang, semakin banyak berluang maka semakin besar
juga peluang yang ada. Begitu pun dengan konsep ahsanu amala.

Lantas apakah kita akan tetap menghitung-hitung amalan yang telah kita lakukan?

Di awal bulan ini marilah kita senantiasa melakukan amal shaleh dimana kita berharap ganjaran yang
diberikan Allah pada bulan ini di lipat gandakan. Tentu dengan tidak menghitung-hitung amalan karena
sebagaimana teori dalam matematika nol dikalikan dengan berapapun akan sama dengan nol, sebesar
apapun kelipatan ganjaran yang Allah berikan akan sama dengan nol jika yang akan dilipat gandakan
(pahala yang dihapus karena riya’ dan sum’ah) adalah nol.

“Mudah-mudahan Allah memberikan hidayah (petunjuk) kepada kita dan kepada kalian semua. Dan
semoga keselamatan. kesejahteraan serta keberkahan tetap tercurahkan kepada kita
semua. Wassalamu'alaikum Wr.Wb

Anda mungkin juga menyukai