Anda di halaman 1dari 6

Penyusun: Muhammad Fariz Khaerul Fazri

Hadits ke-11
(Tinggalkan Setiap Perkara yang Meragukan)

‫صلَّى هللاح َعلَْي يه َو َسلَّ َم َوَرْْيَانَتي يه َر يض َي هللاح َعْن حه َما‬ ‫عن أيَِب حُم َّم ٍد احلس ين ب ين علي ٍي ب ين أيَِب طَالي ٍ ي ي ي ي‬
َ ‫ب سْبط َر حس ْول هللا‬ ْ ٍّ َ ْ َ َ َ َْ
،‫َّسائي ُّي‬
َ ‫ي َوالن‬ُّ ‫الِتيم يذ‬
‫ي‬
ٍّْ ‫ َرَواهح‬. ‫ك‬ َ ‫ك إي ََل َما الَ يَيريْبح‬ َ ‫صلَّى هللاح َعلَْي يه َو َسلَّ َم َد ْع َما يَيريْبح‬
‫ي ي‬ ‫ ح يفظْ ي‬:‫ال‬
َ ‫ت م ْن َر حس ْول هللا‬
‫قَ َ َ ح‬
.‫ح‬ ‫ث حسن ي‬ ‫الِتيم يذ ُّ ي‬
‫ي‬
ٌ ‫صحْي‬َ ٌ َ َ ٌ ْ‫ َحدي‬:‫ي‬ ٍّْ ‫َوقاَ َل‬
Dari Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan kesayangannya radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku hafal
(sebuah hadits) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tinggalkanlah yang
meragukanmu lalu ambillah yang tidak meragukanmu.’” (HR. Tirmidzi, An-Nasa’i.
Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Penjelasan Hadits:
(Dari Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam…..) Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
‘anhuma adalah cucu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari jalur anak
perempuan, karenanya disebut sibth. Sedangkan cucu dari anak laki-laki disebut
hafiid.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyifati Al-Hasan bin ‘Ali dengan as-
sayyid, beliau bersabda:
‫ و َلع َّل هللاَ أن يحصليح به بني فيئتَ ْ ي‬،‫ني يمن أ َّحميت‬
‫ني يمن‬ ‫وإِن ألرجو أ ْن يحصليح هللاح به بني فيئتَ ْ ي‬
ٍّ‫ ي‬،‫إن ابين هذا َسيٍّ ٌد‬
َّ
َ َ
‫ني عظيمتَ ْ ي‬
‫ني‬ ‫يي‬
َ ‫املحسلم‬
“Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid (pemimpin), dengannya Allah akan
mendamaikan dua kelompok yang bertikai dari umatku. Semoga Allah memperbaiki
lewatnya dua kelompok besar yang bertikai.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi)
Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan benar-benar terjadi, di mana
setelah ‘Ali bin Abi Thalib wafat, Al-Hasan dibai’at untuk menjadi khalifah
setelahnya. Akan tetapi, ia mengalah dan khilafah diberikannya kepada Mu’awiyah
radhiyallahu ‘anhu. Dengan sikap beliau yang mulia ini, Allah mendamaikan antara
pengikut ‘Ali dan pengikut Mu’awiyah. Dengan sebab ini kaum muslimin
memperoleh kebaikan yang banyak.
Adapun istilah Raihanah adalah bunga wangi nan indah. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah menyifati kedua cucu beliau, Al-Hasan dan Al-Husain
dengan sebutan itu.
(Tinggalkanlah yang meragukanmu lalu ambillah yang tidak meragukanmu). Kata
“‫”د ْع‬ َ ‫”ما يَيريْبح‬
َ artinya tinggalkanlah. Sedangkan “‫ك‬ َ adalah sesuatu yang meragukanmu.
َ ‫ ”إي ََل َما الَ يَيريْبح‬adalah kepada sesuatu yang tidak meragukanmu. Kalimat ini
Adapun “‫ك‬
termasuk jawami’ul kalim, maksudnya adalah kalimat yang singkat namun padat.
Dan para ulama menjadikan kalimat ini sebagai kaidah dalam fiqih.

Kandungan dan Fiqih Hadits


1. Meninggalkan Syubhat
Tepatnya pada hadits keenam yang pernah kita bahas, Rasulullah bersabda:
‫ي‬ ‫ات الَ يَ ْعلَ حم حه َّن َكثيريٌ يم َن الن ي‬ ْ ‫ني َوإي َّن‬ ْ ‫إي َّن‬
ْ ‫َّاس فَ َم ين اتَّ َقى الشُّبح َهات‬
َ‫استَ ْ َْبأ‬ ٌ ٍّ‫احلََر َام بَي‬
ٌ ‫ني َوبَْي نَ حه َما حم ْشتَبي َه‬ ٌ ٍّ‫احلَالَ َل بَي‬
‫احلََريام‬
ْ ‫ات َوقَ َع يِف‬ ‫لي يديني يه و يعر يض يه ومن وقَع يِف الشُّب ه ي‬
َ‫ح‬ َ َ ْ ََ ْ َ
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara
keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh
kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat,
maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang
terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Kita mendapatkan keteladanan generasi terbaik meninggalkan syubhat dari para
sahabat Nabi dan tabi’in. Misalnya perkataan Abu Dzar al Ghifari radhiyallahu
‘anhu: “Kesempurnaan taqwa adalah meninggalkan beberapa hal yang halal
karena takut hal itu haram.”
Dalam bentuk keteladanan praktis, Ibrahim bin Adham pernah tidak mau meminum
air zamzam. Pasalnya, timba yang saat itu digunakan untuk mengambil air zamzam
adalah milik penguasa.
Yazid bin Zurai’ tidak mau mengambil warisan ayahnya karena sang ayah adalah
pegawai pemerintah. Ia khawatir kalau dalam harta ayahnya ada yang tidak halal.
2. Meninggalkan Syubhat Dimulai dengan Meninggalkan yang Haram
Untuk bisa meninggalkan yang syubhat, seorang muslim harus meninggalkan yang
haram terlebih dahulu. Orang yang meninggalkan syubhat adalah orang yang telah
istiqomah melaksanakan yang halal dan meninggalkan semua yang haram.
3. Meninggalkan Syubhat, Mendatangkan Ketenangan
Jika ingin hidup tentang dan damai, tinggalkanlah syubhat dan hal-hal yang
meragukan. Kerjakan hal-hal yang engkau yakini, hal-hal yang tidak meragukan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
‫ي‬ ‫ي‬ ‫ي‬
َ ‫الص ْد َق طح َمأْنينَةٌ َوإي َّن الْ َكذ‬
ٌ‫ب يريبَة‬ ٍّ ‫ك فَيإ َّن‬
َ ‫ك إي ََل َما الَ يَيريبح‬
َ ‫َد ْع َما يَيريبح‬
“Tinggalkan apa yang meragukanmu dan kerjakan apa yang tidak meragukanmu.
Karena sesungguhnya kejujuran mendatangkan ketenangan dan sesungguhnya
kebohongan mendatangkan kegelisahan.” (HR. Tirmidzi)
Dalam hadits ini, Rasulullah mengisyaratkan bahwa kejujuran adalah hal yang tidak
meragukan. Dan ia mendatangkan ketenangan hati. Sebaliknya, kebohongan adalah
hal yang meragukan dan membuat hati gelisah.
4. Keyakinan Tak Bisa Dikalahkan dengan Keraguan
Dari hadits arbain nawawi ke-11 ini, muncul kaidah fiqih:

ٍّ‫ني َال يَحزْو حل يِبلَّ ي‬


‫شك‬ ‫ي‬
‫اليَق ْ ح‬
“Keyakinan tak bisa dikalahkan keraguan.”
Pernah seseorang bertanya kepada Rasulullah, bagaimana seseorang yang
merasakan sesuatu saat shalat. Ia ragu-ragu apakah ia buang angin hingga shalatnya
batal atau tidak. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫ص ْواًت أ َْو َيَي َد يرْياا‬ ْ ‫ص ير‬


َ ‫ف َح ََّّت يَ ْس َم َع‬ َ ‫الَ يَْن‬
“Jangan hiraukan hingga ia mendengar suara buang angin atau mendapati
baunya.” (HR. Bukhari)
Ini berlaku pada banyak hal. Misalnya seseorang yang telah berwudhu lalu ia ragu
apakah sudah buang angin atau belum. Maka hukumnya ia suci sebab itu yang yakin.
Sedangkan batal atau tidak, itu meragukan. Sehingga tidak perlu wudhu lagi.
Contoh lain, seseorang yang shalat Dzuhur. Di tengah-tengah shalat ia ragu apakah
ia sedang berada pada rakaat ketiga atau keempat. Maka yang yakin pasti adalah
rakaat ketiga. Karenanya ia menambah satu rakaat lagi kemudian sujud sahwi
sebelum salam. Jika shalatnya benar empat rakaat, maka sujud sahwi itu menjadi
penyempurna. Jika shalatnya ternyata lima rakaat, maka yang satu rakaat menjadi
tambahan pahala baginya.
5. Jangan Jadi Orang yang Ragu
Islam mengajarkan umatnya agar jangan menjadi peragu. Maka kerjakan hal-hal
yang diyakini. Yakni kebenaran, sesuatu yang halal, yang jelas dan jujur. Jauhi
kebohongan, sesuatu yang haram, serta sesuatu yang samar dan tidak jelas.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 60:

‫ين‬‫ي‬ ‫ي‬ َ ٍّ‫احلَ ُّق يم ْن َربي‬


َ ‫ك فَ َال تَ حك ْن م َن الْ حم ْم َِت‬ ْ
“Perkara yang benar adalah yang datang dari Tuhan-mu. Maka jangan sekali-
kali engkau menjadi dari orang-orang yang ragu-ragu.”
Maka, ketika kita menjadi seorang pemimpin dan pengambil kebijakan, mulai dari
kepala keluarga, kepala daerah hingga kepala negara, jangan menjadi pribadi yang
plin plan. Termasuk juga ketika kita menjadi seorang hakim ataupun pembuat
undang-undang (legislatif). Putuskan hal yang benar, berdasarkan kebenaran dan
kejujuran.

Faedah Hadits
1. Agama Islam tidak menghendaki umatnya memiliki perasaan ragu dan bimbang.
2. Jika kita menginginkan ketenangan dan ketentraman, tinggalkanlah keraguan.
3. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyampaikan sesuatu dengan singkat,
namun begitu luas maknanya.
4. Syari’at Islam itu membawa kemudahan.
5. Hadits ini mengandung pelajaran agar kita diam terhadap perkara syubhat dan
meninggalkannya. Sesuatu yang halal tentu akan mendatangkan ketenangan,
sedangkan sesuatu yang syubhat mendatangkan keragu-raguan.
6. Bentuk wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang ragu-ragu lalu mengambil yang
tidak meragukan.
7. Dari sekelompok sahabat seperti Umar, Ibnu ‘Umar, Abu Ad-Darda’, dan Ibnu
Mas’ud mengatakan, “Apa yang engkau inginkan dari hal yang masih meragukan
padahal di sekelilingmu ada 4.000 hal yang tidak meragukan.” (Jami’ Al-‘Ulum
wa Al-Hikam, 1:280)

Asrama Madinah, Darunnajah 2 Cipining


Rabu, 29 Desember 2021
Muhammad Fariz Khaerul Fazri
Latihan
1. Siapakah Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib? Jelaskan perbedaan antara sibth dan
hafiid!
2. Jelaskan makna dari kutipan hadits berikut!
َ ‫ك إي ََل َما الَ يَيريْبح‬
‫ك‬ َ ‫َد ْع َما يَيريْبح‬
Mengapa kalimat tersebut disebut dengan jawami’ul kalim?
3. Jelaskan makna dari kaidah fiqih berikut!
ٍّ‫ني َال يَحزْو حل يِبلَّ ي‬
‫شك‬ ‫ي‬
‫اليَق ْ ح‬
Berikan contoh dari kaidah fiqih tersebut!
4. Apa yang dimaksud dengan term/istilah bahwa syari’at islam itu membawa
kemudahan? (berikan alasan sesuai dengan kandungan hadits)
5. Berikan pendapatmu terhadap dua permasalahan berikut ini!
- Seseorang telah berbuka puasa menjelang matahari tenggelam padahal ia
masih ragu akan tenggelamnya matahari. Bagaimana hukum puasanya?
Mengapa?
- Seseorang membeli air dan mengklaim setelah itu bahwa air tersebut najis.
Lalu si penjual mengingkarinya. Pendapat mana yang lebih diyakini,
perkataan penjual atau pembeli? Mengapa?

Anda mungkin juga menyukai