SAHLIN
NIM. P05120218114
SAHLIN
NIM. P05120218114 RPL
Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui untuk dipertahankan
dihadapan tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan
Bengkulu Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu
SAHLIN
NIM. P05120218114 RPL
Mengetahui,
Pembimbing
Dengan Judul
SAHLIN
NIM. P05120218114 RPL
Karya Tulis Ilmiah ini telah diuji dan dinilai oleh Panitia Penguji
Pada Program D III Keperawatan Bengkulu Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Panitia Penguji,
Mengetahui
Ka. Prodi DIII Keperawatan
Bengkulu JurusanKeperawatan
PoltekkesKemenkes Bengkulu,
Puji Syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
nikmat sehat, ilmu dan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gerontik
Dengan Gout di Panti Sosial Tresna Werdha Kota Bengkulu Tahun 2019”.
Pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dari berbagai pihak karya tulis ilmiah ini tidak dapat diselesaikan. Penulis
banyak mendapatkan bantuan baik berupa informasi atau data maupun dalam
bentuk lainnya. Untuk itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Bapak Darwis, S.Kp., M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Bengkulu.
2. Bapak Dahrizal, S.Kp., MPH, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Bengkulu.
3. Ibu Ns. Mardiani, S.Kep., MM, selaku Ketua Prodi DIII Keperawatan
Bengkulu Jurusan KeperawatanPoltekkes Kemenkes Bengkulu.
4. Bapak S.Pardosi,S.Kp,S.Sos,M.Si (Psi) selaku Pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam
penyusunankarya tulis ilmiah ini.
5. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam penyelesaian
karya tulis ilmiah ini.Semoga bimbingan dan bantuan serta nasihat yang
telah diberikan akan menjadi amal baik oleh Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini masih banyak terdapat kekeliruan dan kekhilafan baik dari segi
penulisan maupun penyusunan dan metodologi, oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan bimbingan dari berbagai pihak agar penulis dapat
berkarya lebih baik dan optimal lagi di masa yang akan datang.
Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah yang telah penulis susun ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak serta dapat membawa perubahan yang lebih
baik di bidang keperawatan terutama bagi penulis dan mahasiswa Prodi DIII
Keperawatan Bengkulu lainnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................... iv
DAFTAR ISI.......................................................................................... vi
DAFTAR BAGAN................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Batasan Masalah ..................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian.................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 6
BAB II TINJAUAN TEORITIS .......................................................... 7
A. Pendekatan/desain..................................................................... 41
B. Subyek penelitian...................................................................... 41
C. Batas istilah ............................................................................... 41
D. Lokasi dan waktu penelitian ..................................................... 42
E. Prosedur penelitian.................................................................... 42
F. Metode dan istrumen pengumpulan data .................................. 42
G. Keabsahan data ......................................................................... 42
H. Analisa data............................................................................... 43
BAB IV TINJAUAN KASUS ............................................................... 44
A. Pengkajian ................................................................................ 71
B. Diagnose Keperawatan ............................................................. 73
C. Perencanaan Keperawatan ........................................................ 73
D. Implementasi Keperawatan ...................................................... 75
E. Evaluasi .................................................................................... 76
BAB VI PENUTUP .............................................................................. 78
A. Kesimpulan ............................................................................... 78
B. Saran ......................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 81
LAMPIRAN
DAFTAR
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa
perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi
lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya
aktivitas fisik, dan meningkatkan pencemaran lingkungn. Perubahan tersebut
tanpa di sadari telah memberi konstribusi terhadap terjadinya transisi
epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak
menular seperti Gout Artritis (Bustan, 2009).
Peningkatan jumlah usia harapan hidup menyebabkan transisi
epidemiologi dari penyakit infeksi menuju penyakit degeratif. Salah satu
penyakit degenaratif pada lansia adalah penyakit Gout Artritis. Gout Artritis
sering menyerang pria yang telah lanjut usia, sedangkan pada perempuan
didapati hingga memasuki menopause. Perjalanan Penyakit biasanya mulai
dengan suatu serangan atau seseorang memiliki riwayat pernah
memeriksakan kadar asam uratnya yang nilai kadar asam urat darahnya
lebih dari 7 mg/dl, dan makin lama makin tinggi (Tamher,Noorkasiani, 2009).
Gout Artritis merupakan salah satu penyakit metabolik (metabolic
syndrom) yang terkait dengan pola makan diet tinggi purin dan minum
beralkohol. Penimbunan Kristal Mono Sodium Urat (MSU) pada sendi dan
jaringan lunak merupakan pemicu utama terjadinya peradangan sendi atau
infalmasi pada Gout Artritis (Nuklis dan Simkin, 2006).
Sebagian besar kasus Gout Artritis mempunyai latar belakang
penyebab primer, sehingga memerlukan pengendalian kadar asam urat jangka
panjang. Perlu komunikasi yang baik dengan penderita untuk mencapai
tujuan terapi, hal itu dapat diperoleh dengan edukasi dan diet rendah purin
yang baik. Pencegahan lainnya berupa penurunan konsumsi alkohol dan
penurunan berat badan (Hidayat, 2009).
Ada dua faktor risiko seseorang menderita Gout Artritis, yaitu faktor
yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia dan jenis kelamin.
Sedangkan, faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah terkait dengan
pengetahuan, sikap dan perilaku penderita mengenai Gout Artritis, kadar
asam urat, dan penyakit-penyakit penyerta lain seperti diabetes melitus (DM),
hipertensi, dan dislipidemia yang membuat individu tersebut memiliki risiko
lebih besar untuk terserang penyakit Gout Artritis (Festy, 2010).
Biasanya asam urat menyerang pada usia lanjut, karena penumpukan
bahan purin ini. Purin diolah tubuh menjadi asam urat, tetapi jika kadar asam
urat berlebihan, ginjal tidak mampu mengeluarkan sehingga kristal asam urat
menumpuk di persendian. Akibatnya sendi terasa nyeri, bengkak dan
meradang (Hiklen and Cheever, 2014). Menurut Prince dan Wilson, 2005
tanda dan gejala Asam urat adalah terjadinya peningkatan asam urat serum,
nyeri hebat yang datang tiba-tiba, pergerakan kaku, mudah merasa letih dan
lesu, kemerahan di kulit, sakit tenggorokan, nafsu makan berkurang, lidah
berwarna merah (gusi berdarah). Penyakit Gout Artritis yang berkaitan
dengan peninggian asam urat tidak begitu dikenal masyarakat, sebagian besar
masyarakat menyebutnya penyakit asam urat.
Dampak dari tingginya asam urat dalam tubuh bisa juga menimbulkan
multiple effect yaitu merusak organ-organ tubuh lainnya, terutama ginjal,
karena saringan akan tersumbat. Tersumbatanya saringan ginjal akan
berdampak munculnya batu ginjal, pada akhirnya dapat mengakibatkan gagal
ginjal. Asam urat juga merupakan faktor resiko untuk penyakit jantung
koroner. Diduga kristal asam urat akan merusak endotel (lapisan bagian
dalam pembuluh darah) koroner. Karena itu, siapapun yang kadar asam
uratnya tinggi harus berupaya untuk menurunkannya agar kerusakan tidak
merembet ke organ-organ tubuh lain (Indrawan, 2009).
Data World Health Organization (WHO) dalam Depkes RI (2013),
jumlah lansia yang terkena penyakit Gout Artritis 20% dari jumlah penduduk
dunia, jumlah populasi lansia yang terkena penyakit Gout Artritis di kawasan
Asia Tenggara sebesar (8%) atau sekitar 14,2 juta jiwa. Pada tahun 2010
jumlah lansia terkena penyakit Gout Artritis 24 juta (9.77%). Pada tahun 2020
diperkirakan jumlah lansia yang terkena penyakit Gout Artritis mencapai 28,8
juta jiwa (11,34%) dari total populasi. Pada tahun 2050 diperkirakan populasi
lansia terkena penyakit Gout Artritis meningkat tiga kali lipat.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) Indonesia tahun
2013, prevalensi penyakit sendi adalah 11,9% dan kecenderungan prevalensi
penyakit sendi/rematik/encok (24,7 %) lebih rendah disbanding tahun 2007
(30,3%). Kecenderungan penurunan prevalensi diasumsikan kemungkinan
perilaku penduduk yang sudah lebih baik, seperti berolahrga dan pola makan.
Prevalensi Gout Artritis berdasarkan diagnosis Dinas Kesehatan
Provinsi Bengkulu tahun 2014, angka kesakitan karena Gout Artritis adalah
27.104 dari total penduduk provinsi Bengkulu dan menurut dinas tenaga
kesehatan kota Bengkulu merupakan sepuluh penyakit terbesar dan jumlah
penderita Gout Artritis cenderung meningkat di kota Bengkulu. Pada tahun
2016 adalah 2.706 orang tahun 2017 menjadi 3.406 orang tahun 2018 adalah
3.915 orang (Dinkes Bengkulu, 2018). Berdasarkan data di Panti Sosial
Tresna Werdha Pagar Dewa Kota Bengkulu, pada tahun 2016 di dapatkan
jumlah pasien 28 orang dari 63 lansia. Pada tahun 2017 terdapat jumlah
pasien dengan Gout Artritis berjumlah 28 orang dari 61 orang lanjut usia,
pada tahun 2018 didapatkan jumlah pasien Gout Artritis 28 orang dari 60
orang lanjut usia.
Karena tindakan ini bersifat mendidik untuk mencegah timbulnya
penyakit yang sering muncul seperti Gout Artritis perlu melibatkan peran
serta keluarga dalam memberikan perawatan pada anggota keluarga yang
mempunyai penyakit Gout Artritis. Dalam konsep asuhan keperawatan
lansia, kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan,
pengawasan, perlindungan dan pertolongan pada lanjut usia secara induvidu
maupun secara kelompok, seperti di rumah atau di lingkungan keluarga, panti
werda atau pukesmas, yang diberikan perawat. Untuk asuhan keperawatan
yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang
bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan
langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di
rumah atau di panti (Nursalam, 2011).
Peran dan pungsi seorang perawat Gerontik terhadap pasien Gout
Artritis adalah sebagai care giver dengan cara memberiakan asuhan
keperawatan kepada lansia. Sebagai pendidik lansia dengan cara
memberiakan pendidikan kesehatan kepada lansia yang berisiko tinggi, kadar
kesehatan, dan lain sebagainya. Sebagai motivator dan inovator lansia dengan
cara memberiakan motivasi kepada lansia. Sebagai advocator lansia dengan
cara membantu memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang di
berikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional dan professional,
Dan sebagai konselor lansia dengan cara memberikan bimbingan kepada
lansia tentang masalah keperawatan sesuai prioritas (Yuli, 2014).
Berdasarkan latar belakang di atas penulisan tertarik untuk melakukan
penelitian bagaiman gambaran pemberian asuhan keperawatan lansia pada
pasien dengan Gout Artritis di Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa Kota
Bengkulu tahun 2019.
B. BATASAN MASALAH
Agar penelitian ini terarah, terfokus dan tidak meluas, peneliti
membatasi penelitian pada asuhan keperawatan pada pasien dengan Gout
Artritis meliputi tahap pengkajian, penegakan diagnosa, perecanaan,
implementasi, dan evaluasi. Penelitian ini difokuskan pada pasien dengan
Gout Artritis di di Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa Kota Bengkulu
pada tahun 2019.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Mendiskripsikan asuhan keperawatan pada klien dengan Gout Artritis di
Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa Kota Bengkulu tahun 2019.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan masalah Gout Artritis di
Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa Kota Bengkulu tahun 2019.
b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada klien dengan masalah
Gout Artritis di Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa Kota
Bengkulu tahun 2019.
c. Melakukan intervensi asuahan keperawatan pada klien dengan
masalah Gout Artritis di Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa
Kota Bengkulu tahun 2019.
d. Mendeskripsikan implementasi asuhan keperawatan pada klien
dengan masalah Gout Artritis di Panti Sosial Tresna Werdha Pagar
Dewa Kota Bengkulu tahun 2019.
e. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah Gout Artritis di Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa
Kota Bengkulu tahun 2019.
D. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi mahasiswa DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu
a. Dapat menjadi sumber bacaan bagi mahasiswa untuk mengetahui
lebih dalam tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Gout
Artritis.
b. Dapat dijadikan bahan belajar untuk peningkatan proses pembelajaran
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Gout Artritis.
2. Bagi Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa Kota Bengkulu
Dapat dijadikan sebagai bahan masukan, informasi dan sarana untuk
mengembangkan asuhan keperawatan yang meliputi diagnosa, rencana
keperawatan dan perawatan pada pasien dengan Gout Artritis.
3. Bagi klien dan keluarga
a. Bahan masukan bagi klien dalam menghadapi permasalahanya.
b. Diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan pada keluarga
tentang perawatan pada anggota keluarga yang mengalami Gout
Artritis.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Lansia
1. Pengertian
a. Proses Menua
Menurut Nugroho (2000), menua adalah proses yang terus
menerus berkelanjutan secara alamiah, dimulai sejak lahir, dan
umumnya dialami pada semua makluk hidup. Sementara itu, menurut
Tyson (1999), menua adalah suatu proses yang dimulai saat konsepsi
dan merupakan bagian normal dari masa pertumbuhan dan
perkembangan serta merupakan penurunan kemampuan dalam
mengganti sel- sel rusak.
b. Pengertian Lansia
Lanjut usia adalah fenomena biologi yang tidak dapat dihindari
oleh sitiap individu, UU No.IV.Tahun 1965 pasal 1, menyatakan bahwa
seseorang dapat dikatakan lanjut usia setelah mencapai umur 55 tahun,
tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia,
lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia di atas 60 tahun dan
tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari–hari.
Menurut WHO (2012) lansia merupakan seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia adalah kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.
Batasan-batasan usia lanjut batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke
waktu berbeda. Menurut World Health Organization (WHO) lansia
meliputi:
a) Usia Pertengah (middle Age) : 45-59 tahun
b) Lanjut usia (Aldery) : 60-74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun
d) Usia sangat tua (very old) : 90 tahun keatas
B. Konsep Gout Artritis
1. Pengertian
Asam urat adalah asam yang berbentuk Kristal - Kristal yang
merupakan hasil akhir dari metebolisme purin (bentuk turunan
nukleoprotein), yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terapat pada
inti sel tubuh. Secara alamiah, purin terdapat dalam tubuh kita dan
dijumpai pada semua makanan dari sel hidup yakni makanan dari tanaman
(sayur, buah, dan kacang-kacangan) ataupun hewan (daging, jeroan, ikan
sarden, dan lain sebagainnya), (Indriawan, 2009).
Asam urat atau dikenal juga istilah Gout Artritis merupakan hasil
metabolism suat zat yang bernama purin. Purin merupakan salah satu
unsur protein yang ada dalam struktur rantai DNA dan RNA. Jadi asam
urat merupakan hasil buangan zat purin yang ikut mengalir bersama darah
dalam pembuluh darah. Jika kadar asam urat dalam darah berlebih maka
dapat menjadi indikator adanya suatu penyakit, kondisi ketika terjadi
kelebihan asam urat dalam darah disebut hiperurisemia. Kondisi
hiperurisemia tidak langsung dapat menjadi penyakit asam urat, namun
jika hiperurisemia terjadi terus–menerus maka dapat menyebabkan
penyakit asam urat.
Gout Artritis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan
mendadak, berulang dan disertai dengan artritis yang terasa sangat nyeri
karena adanya endapan kristal monosodium urat atau asam urat yang
terkumpul di dalam sendi sebagai akibat tingginya kadar asam urat di
dalam darah (Junaidi, 2013).
Gout Artritis adalah suatu keadaan yang terjadi gangguan metabolise
purin didalam tubuh. Dimana akan peningkatan produksi asam urat dan
penurunan ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga menyebabkan
penumpukan kadar asam urat di sendi dan saluran ginjal. Gout adalah hasil
dari metabolism tubuh oleh salah satu protein (purin) dalam ginjal. Dalam
hal ini, ginjal berfungsi mengatur kestabilan kadar asam urat dalam tubuh
dimana sebagian sisa asam urat dibuang melalui air seni (urin), (Brunner
& Suddarth, 2009).
Gout Artritis adalah penyakit yang terjadi akibat adanya peningkatan
kronis konsentrasi asam urat di dalam plasma. Gout merupakan terjadinya
penumpukan asam urat dalam tubuh dan terjadi kelainan metabolisme
purin (Helmi Zairil. 2011).
2. Klasifikasi
a. Tahap asimtomatik
Tahap asimtomatik adalah tahap awal ketika terjadi peningkatan
kadar asam urat dalam darah (Hiperuresemia) tanpa disertai gejala lain,
bahkan hingga bertahun-tahun. Karena tanpa gejala, biasanya tahap ini
disadari oleh penderita ketika mereka melakukan pemeriksaan darah
untuk mengukur kadar asam urat. Pada tahap ini kelebihan asam urat
dapat diatasi tanpa bantuan obat, melaikan dengan menerapkan gaya
hidup sehat termasuk perubahan pola makan rendah purin.
b. Tahap akut
Tahap akut adalah tahap setelah asimtomatik. Artinya, pada tahap
ini tingginya kadar asam urat dalam darah telah mengalami
penumpukan dan pembentukan kristal dipersendian. Tahap ini disertai
dengan gejala seperti nyeri mendadak pada sendi. Gejala sistemik yang
meliputi malaise, demam, dan menggigil mungkin dapat terjadi pada
tahap ini. Hal tersebut merupakan dampak dari peradangan yang terjadi
pada sendi. Peradangan yang terjadi pada sendi mengakibatkan
persendian terasa panas dan kemerahan. Rasa nyeri biasanya dimulai
pada malam hari, kemunculan nyeri dapat bervariasi dan cenderung
akan hilang dalam hitungan hari. Namun, dapat timbul kembali dalam
rentang waktu yang tidak menentu, rasa nyeri pada tahap ini hamper
mirip dengan nyeri sendi lainya.
c. Tahap interkritikal
Tahap ini penderita dalam keadaan sehat selama jangka waktu
tertentu. Jangka waktu antara seseorang dan orang lainnya berbeda. Ada
yang hanya satu tahun, ada pula yang sampai 10 tahun, tetapi rata-rata
berkisar 1-2 tahun. Panjang jangka waktu ini menyebabkan seseorang
lupa bahwa dia pernah menderita serangan Gout Artritis atau menyangka
serangan pertama kali dahulu tak ada hubungannya dengan penyakit gout.
Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda akut namun pada
aspirasi sendi ditemukan kristal urat, hal ini menunjukan bahwa proses
peradangan tetap berlanjut, walaupun tanpa keluhan, dengan menajemen
yang tidak baik, maka keadaan interkristik akan berlanjut menjadi
stadium dengan pembentukan tofi.
d. Tahap kronik
Pada tahap ini merupakan tahap Gout Artritis kronik bertofus.
Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau
lebih, pada tahap ini akan terjadi benjolan-benjolan di sekitar sendi yang
sering meradang yang disebut sebagai tofus. Tofus ini berupa benjolan
keras berisi serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari Kristal
monosodium urat. Tofus ini akan mengakibatkan kerusakan pada sendi
dan tulang di sekitarnya, pada stadium ini kadang-kadang disertai batu
saluran kemih. pirai menahun dan berat, yang menyebabkan terjadinya
kelainan bentuk sendi. Pengendapan kristal urat di dalam sendi dan
tendon terus berlanjut dan menyebabkan kerusakan yang akan membatasi
pergerakan sendi. Benjolan keras dari kristal urat (tofi) diendapkan di
bawah kulit di sekitar sendi. Tofi juga bisa terbentuk di dalam ginjal dan
organ lainnya, dibawah kulit telinga atau di sekitar siku. Jika tidak
diobati, tofi pada tangan dan kaki bisa pecah dan mengeluarkan massa
kristal yang menyerupai kapur (Departemen Ilmu Penyakit Dalam, 2009).
3. Etiologi
Dalam dunia medis dikenal dengan istilah (Hiperurisme), yaitu
suatu kondisi ketika terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah
hingga melewati batas normal. Kadar asam urat normal dalam darah
manusia adalah 2,4-6,0 mg/dL untuk wanita dan 3,0-7,0 mg/dL untuk laki-
laki. Jika kadar asam urat dalam darah sudah lebih dari 7,0 mg/dL, maka
orang tersebut dikatakan hiperurismia. Kondisi hiperurisemia ini sangat
berpontensi menimbulkan terjadinya serangan penyakit asam urat atau
Gout Artritis. Faktor-faktor yang berpengaruh sebagai penyebab gout
adalah:
a. Usia
Pada laki-laki penyakit Gout Artritis lebih banyak terjadi pada
sebelum usia 30 tahun dibandingkan wanita. Namun angka kejadian
Gout Artritis menjadi sama antara laki-laki dan wanita setelah usia 60
tahun. Pertambahan usia merupakan faktor resiko penting pada laki-laki
dan wanita. Hal ini kemungkinan disebabkan banyak faktor, seperti
peningkatan kadar asam urat serum (penyebab yang paling sering
adalah karena adanya penurunan fungsi ginjal), peningkatan pemakaian
obat diuretik, dan obat lain yang dapat meningkatkan kadar asam urat
serum.
b. Jenis kelamin
Laki-laki mempunyai tingkat serum asam urat lebih tinggi dari pada
wanita, yang meningkatkan resiko mereka terserang Gout Artritis,
namun angka kejadian Gout Artritis menjadi sama antara kedua jenis
kelamin setelah usia 60 tahun. Wanita mengalami peningkatan resiko
Gout Artritis setelah menopause, kemudian resiko mulai meningkat
pada usia 45 tahun. Dengan penurunan level estrogen karena estrogen
memiliki efek urikosurik, hal ini menyebabkan Gout Artritis jarang
pada wanita muda (Roddy dan Doherty, 2010).
c. Riwayat medikasi
Obat diuretik adalah faktor resiko yang signifikan untuk
perkembangan Gout Artritis. Obat diuretik dapat menyebabkan
peningkatan reabsorpsi asam urat dalam ginjal, sehingga menyebabkan
hiperurisemia. Dosis rendah aspirin, umumnya diresepkan untuk
kardioprotektif, juga meningkatkan kadar asam urat sedikit pada pasien
usia lanjut. Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien yang memakai
Pirazinamid, Etambutol, dan Niasin (Weaver, 2008).
d. Obesitas
Obesitas dan indeks massa tubuh sangat berpengaruh secara
signifikan dengan resiko Gout Artritis. Resiko Gout Artritis sangat
rendah untuk laki-laki dengan indeks massa tubuh antara 21 dan 22
tetapi meningkat tiga kali lipat untuk laki-laki yang indeks massa tubuh
35 atau lebih besar (Weaver, 2008).
e. Konsumsi purin dan alkohol
Konsumsi tinggi alkohol, diet kaya daging dan makanan laut
(terutama kerang dan beberapa ikan laut lainnya) meningkatkan resiko
Gout Artritis. Sayuran yang banyak mengandung purin, yang
sebelumnya dieliminasi dalam diet rendah purin, tidak ditemukan
memiliki hubungan terjadinya hiperurisme dan tidak meningkatkan
resiko Gout Artritis (Weaver, 2008).
Alkohol dapat meningkatkan asam laktat pada darah yang
menghambat eksresi asam urat. Alasan lain yang menjelaskan hubungan
alkohol dengan Gout Artritis adalah alkohol memiliki kandungan purin
yang tinggi sehingga mengakibatkan over produksi asam urat dalam
tubuh (Doherty, 2009).
4. Patofisiologi
Penyakit ini harus melalui tahapan-tahapan tertentu yang menandai
perjalanan penyakit Gout Artritis ini. Gejala awal ditandai oleh
hiperurisemia kemudian berkembang menjadi gout dan komplikasi yang
ditimbulkannya. Prosesnya berjalan cukup lama tergantung kuat atau
lemahnya faktor resiko yang dialami oleh seorang penderita
hiperurisemia.
Hiperurisemia adalah hasil dari meningkatnya produksi asam urat
akibat metabolisme purin abnormal, menurunya ekresi asam urat atau
kombinasi keduanya, jika hiperurisemia tidak ditangani dengan baik,
cepat atau lambat penderita akan mengalami serangan gout akut. Jika
kadar asam urat tetap tinggi selama beberapa tahun, penderita tersebut
akan mengalami tahap interkritikal. Setelah memasuki fase ini, tidak
butuh waktu lama untuk menuju fase akhir yang dinamakan dengan
stadium gout kronis (Lingga, 2012).
Faktot- faktor yang berperan dalam mekanisme serangan Gout
Artritis. Salah satunya yang telah diketahui peranannya adalah konsentrasi
asam urat dalam darah. Mekanisme serangan gout akan berlangsung
melalui beberapa tahap secara berurutan, sebagai berikut :
a. Presipitasi Kristal monosodium urat, dapat terjadi dalam jaringan bila
konsentrasi dalam plasma lebih dari 7 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di
rawan, sonovium, jaringan para–artikuler misalnya bursa, tendon dan
selaputnya. Krista urat yang bermuatan negatip akan dibungkus
(Coate) oleh berbagai macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan
merangsang netropi untuk berespon terhadap pembentukan Kristal.
b. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN), pembentukan kristal faktor
kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya
akan terjadi fagositosis kristal oleh leukosit.
5. WOC
Makanan
Alkohol Obesitas Jenis Penyakit & Obat-
Penumpukkan
Gout
purin
Diluar cairan tubuh
Pelepasan kristal monosodium urat
7. Komplikasi
Komplikasi yang muncul akibat penyakit Gout Artritis menurut (Emir
Afif, 2013) yaitu:
c) Kristal-kristal
(1) Normal : tidak ditemukan kristal dalam
cairan sendi
(2) Gout Artritis : ditemukan kristal
monosodium urat (MSU) berbentuk jarum
memiliki sifat birefringen ketik disinari
cahaya polarisasi
(3) Artritis rematoid : ditemukan Kristal
kolestrol
4) Tes Kimia
a). Tes glukosa dan mikrobiologi
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Kolkisin
4) Analgesik
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri
ringan
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Biasanya keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan
muskuloskeletal tampak lemah, pembengkakkan pada sendi,
kekakuan pada oto-otot.
2) Kesadaran
Kesadaran klien lansia bisaanya composmentis atau apatis
3) Tanda-tanda vital:
a) Suhu meningkat (>370 C).
b) Nadi meningkat (N : 70-80x/menit).
c) Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal.
d) Pernafasan bisaanya mengalami normal atau meningkat.
4) Pemeriksaan Review Of System (ROS)
a) Sistem Pernafasan (B1: Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih
dalam batas normal.
b) Pola nutrisi
Yaitu menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan
elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan,
mual/muntah, dan makanan kesukaan.
c) Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defeksi, ada
tidaknya masalah defeksi, masalah nutrisi, dan penggunaan
kateter
e) Pola Aktifitas
Menjelaskan pola latihan, aktifitas, fungsi pernapasan,
sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan
kedalaman pernapasan pengkajian menggunakan indeks KATZ
atau Bethel Indeks
Gejala: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk
dengan stress pasa sendi, kekakuan pada pagi hari, bisaanya
terjadi secara bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang
berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan dan
keletihan.
(Terlampir)
(Terlampir)
(Terlampir)
(Terlampir)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola)
dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah.
(Nurarif, 2013).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Gout Artritis
berdasarkan respon klien yang disesuaikan dengan SDKI 2016, antara lain:
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi penyakit ditandai dengan :
1) Data Mayor :
a) Data Subjektif : mengeluh nyeri
b) Data Objektif : tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi
meningkat
2) Data Minor :
a) Data Subjektif :-
b) Data Objektif : tekanan darah meningkat, pola nafas berubah,
nafsu makan berubah, proses berpikir
terganggu, menarik diri, dan berfokus pada diri
sendiri
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan pada sendi
ditandai dengan :
1) Data Mayor :
a) Data Subjektif : mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
b) Data Objektif : kekuatan otot menurun, rentan gerak (ROM)
menurun
2) Data Minor :
a) Data Subjektif : nyeri saat bergerak, enggan melakukan
pergerakkan dan merasa cemas saat bergerak
b) Data Objektif : sendi kaku, gerakkan tidak terkoordunasi,
gerakkan terbatas, dan fisik lemah
c. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi
1) Data Mayor :
a) Data Subjektif : tidak mau mengungkapkaan kecatatan atau
kehilangan bagian tubuh dan perasaan
negative tentang tubuh
b) Data Objektif : kehilangan bagian tubuh, fungsi atau
struktur tubuh berubah, menghindari melihat
atau menyentuh tubuh dan menyembunyikan
bagian tubuh
2) Data Minor :
a) Data Subjektif : pandangan pada tubuh berubah (penampilan
struktur, fungsi), mengungkapkan perubahan
gaya hidup, merasa reaksi pada orang lain,
mengungkapkan perasaan tentang perubahan
tubuh, focus pada perubahan atau kehilangan
dan menolak mengakui perubahan bertemu
pemuka agama
c) Data Objektif : fokus berlebihan pada perubahan tubuh,
kemampuan tubuh beradaptasi dengan
lingkungan berubah, hubungan sosial
berubah, respon non verbal pada perubahan
dan presepsi tubuh, fokus pada penampilan
dan kekuatan masa lalu
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
1) Data Mayor :
a) Data Subjektif : mengeluh sulit tidur, mengeluh sering
terjaga, mengeluh tidak puas tidur,
mengeluh pola tidur berubah dan mengeluh
istirahat tidak cukup
b) Data Objektif : -
2) Data Minor :
a) Data Subjektif : mengeluh menurunnya kemampuan
beraktifitas
d) Data Objektif :-
3. Perencanaan Keperawatan
Setelah mengidentifikasi diagnosa keperawatan dan kekuatannya,
langkah berikutnya adalah rencana asuhan keperawatan. Pada langkah ini
perawat menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi pasien serta
mencapai tujuan dan kriteria hasil. Intervensi keperawatan adalah sesuatu
yang telah dipertimbangkan secara mendalam, tahap yang sistematis dari
proses keperawatan meliputi kegiatan pembuatan, keputusan dan
pemecahan masalah (Potter & Perry, 2005).
PERENCANAAN
DIAGNOSA
NO TUJUAN DAN RASIONAL
KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN
KRITERIA HASIL
1. Nyeri akut NOC NIC
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
dengan proses keperawatan selama 3x24 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui
inflamasi jam, diharapkan: secara komprehensif termasuk perkembangan nyeri dan
Kontrol Nyeri lokasi, karakteristik, durasi, tanda-tanda nyeri sehingga
Target Penilaian: frekuensi, kualitas, intensitas dapat menentukan
1. Tidak pernah atau keparahan nyeri, dan intervensi selanjutnya
ditunjukkan faktor pencetus
2. Jarang 2. Amati isyarat nonverbal dari 2. Mengetahui respon pasien
Menunjukkan ketidaknyamanan terhadap nyeri
3. Kadang-kadang 3. Gunakan teknik komunikasi 3. Membina kepercayaan
menunjukkan terapeutik untuk mengetahui kepada pasien dan
4. Sering pengalaman nyeri mempercepat
menunjukkan penyembuhan
5. Secara konsisten 4. Tentukan dampak dari 4. Gangguan depresi mayor
menunjukkan pengalaman nyeri terhadap didasarkan
Nilai yang diharapkan kualitas hidup (misalnya, pada pengalaman yang
4 sampai 5 tidur, nafsu makan, aktivitas, memberikan dampak pada
Peringkat keseluruhan: kognisi, suasana hati, kualitas hidup
1. Mengenali onset hubungan, kinerja pekerjaan,
nyeri, dan peran tanggung jawab)
2. Menjelaskan 5. Kaji faktor yang dapat 5. Membantu pasien dalam
faktor penyebab, meringankan / memperburuk identifikasi faktor yang
3. Menggunakan rasa nyeri pada pasien mempengaruhi
buku harian 6. Kontrol faktor lingkungan 6. Menurukan rasa nyeri
untuk memantau, yang dapat mempengaruhi pasien
4. Menggunakan respon pasien terhadap
langkah-langkah ketidaknyamanan (misalnya,
pencegahan, suhu kamar, pencahayaan,
5. Menggunakan non- kebisingan)
analgesik seperti 7. Kurangi atau menghilangkan 7. Dapat menurukan tingkat
yang dianjurkan, faktor-faktor yang memicu nyeri pasien
6. Laporan perubahan atau meningkatkan
gejala sakit untuk pengalaman nyeri (misalnya,
profesional takut, kelelahan, monoton,
kesehatan, dan kurangnya pengetahuan)
7. Laporan gejala 8. Pilih & menerapkan berbagai 8. Pasien mempunyai
yang tidak langkah-langkah (misalnya, kebebasan menentukan
terkontrol untuk farmakologi, nonfarmakologi, tindakan atau keputusa
profesional interpersonal) untuk
kesehatan, memfasilitasi penghilang rasa
8. Menggunakan nyeri sesuai prinsip pasien
sumber daya
yang tersedia, 9. Evaluasi efektivitas tindakan 9. Mengontrol perubahan
9. Mengakui gejala pengendalian nyeri yang status nyeri
terkait sakit, digunakan
10. Mengakui gejala 10. Tingkatkan istirahat / tidur 10. Istirahat yang cukup dapat
terkait sakit, untuk mengurangi nyeri mengurangi rasa nyeri
11. Informasikan kepada profesi 11. Pendelegasian agar tidak
Tingkat Nyeri perawat/tenaga kesehatan
Target Penilaian: lainnya/anggota keluarga terjadi kesalahan dalam
1. Parah tentang teknik melakukan tindakan
2. Berat nonfarmakologi yang keperaawatan
3. Sedang digunakan oleh pasien untuk
4. Ringan pencegahan nyeri
5. Tidak ada Pemberian analgetik
Nilai yang diharapkan 12. Periksa instruksi medis untuk
4 sampai 5 obat, dosis, dan frekuensi 12. Mengetahui bahwa
Peringkat analgesik yang diresepkan tindakan yang diberikan
keseluruhan: 13. Pantau tanda-tanda vital adalah benar
1. Nyeri dilaporkan, sebelum dan setelah 13. Pemberian analgesik akan
2. Panjang peristiwa pemberian analgesik mempengaruhi
nyeri, perubahan tanda-tanda
3. Menggosok daerah 14. Evaluasi efektivitas analgesik vital pada pasien
yang terkena, setelah pemberian, juga 14. Hampir
4. Ekspresi wajah mengamati untuk setiap semua analgesik memiliki
nyeri, tanda-tanda dan symtoms efek efek antipiretik dan
5. Gelisah, tak diinginkan (misalnya, antiinflamasi
6. Lekas marah, depresi pernapasan, mual dan
7. Otot ketegangan, muntah, mulut kering, dan
8. Kehilangan sembelit)
nafsu makan,
9. Intoleransi
makanan
Kriteria Hasil :
Tingkat kecemasan
Nafsu makan
Kepuasan klien:
manajemen nyeri
Kepuasan klien: kontrol
gejala
Kenyamanan status
Status kenyamanan:
fisik
Tingkat
ketidaknyamanan
Mobilitas
Tidur
Kontrol gejala
Gejala keparahan
Tanda vital
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tindakan dan hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup
melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan
sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang
berpusat pada klien dan mengevaluasi kerja anggota staf dan mencatat
serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan
kesehatan berkelanjutan dari klien. Implementasi meluangkan rencana
asuhan ke dalam tindakan. Setelah rencana di kembangkan, sesuai dengan
kebutuhan dan prioritas klien, perawat melakukan intervensi keperawatan
Pesifik, yang mencakup tindakan perawat . (Potter & Perry, 2005)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan.
Tahap akhir yang bertujuan untuk mencapai kemampuan klien dan tujuan
dengan melihat perkembangan klien. Evaluasi klien Gout Artritis
dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya pada
tujuan.
6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan
pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang
berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat
dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan/Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dalam bentuk studi kasus untuk
mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan lansia dengan gout di wilayah
kerja Panti Tresna Werdha Kota Bengkulu. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan asuhan keperawatan lansia/gerontik yang meliputi
pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah asuhan
keperawatan lansia dengan Tn.R yang mengalami penyakit gout rungan
mawar di wilayah kerja Panti Tresna Werdha Kota Bengkulu
41
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Panti Tresna Werdha Kota Bengkulu.
Studi kasus dilaksanakan dengan lama hari perawatan selama minimal 4 hari
dari tanggal 09 Agustus sampai dengan 16 Agustus 2019
E. Prosedur Penelitian
Penelitian diawali dengan penyusunan usulan penelitian atau proposal dengan
menggunakan metode studi kasus berupa laporan asuhan keperawatan lansia
yang berjudul asuhan keperawatan lansia dengan gout arthritis di Panti Tresna
Werdha Kota Bengkulu tahun 2019. Setelah disetujui oleh penguji proposal
maka penelitian dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan data. Data
penelitian berupa hasil pengukuran, observasi, dan wawancara terhadap
pasien yang dijadikan subyek penelitian.
G. Keabsahan Data
Keabasahan data dilakukan oleh peneliti dengan cara peneliti
mengumpulkan data secara langsung pada pasien dengan menggunakan
format pengkajian, pengumpulan data dilakukan pada pengkajian dengan
pasien langsung dan keluarga yang dilakukan selama minimal 3 hari dan
paling lama 6 hari.
Pengumpulan data dilakukan pada catatan medis klien yang ada pada
klien, dan langsung melakukan pengumpulan data kepada klien agar
mendapatkan data yang valid. Di samping itu, untuk menjaga validitas dan
keabsahan data peneliti melakukan observasi dan pengukuran ulang terhadap
data-data klien yang diragukan yang ditemukan melalui data sekunder.
H. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menyajikan hasil pengkajian yang
dilakukan dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik. Selanjutnya hasil
pengumpulan data pengkajian di analisis dengan membandingkan dengan
teori yang telah disusun pada bab sebelumnya (BAB II) untuk mendapatkan
masalah keperawatan yang digunakan untuk menyusun intervensi.
Selanjutnya intervensi dilaksanakan kepada pasien sesuai rencana-rencana
yang telah disusun (Implementasi). Hasil implementasi dianalisis untuk
mengevaluasi kondisi pasien setelah diberikan asuhan keperawatan lansia.
Hasil Pengkajian,penegakan diagnosa, intervensi, implementasi yang
dibandingkan dengan teori-teori yang sudah disusun sebelumnya untuk
menjawab tujuan penelitian.
Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti, dan studi
dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya di interpretasikan
oleh peneliti dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan
rekomendasi dalam intervensi tersebut.
BAB IV
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Kasus
1. Identitas klien
Pengkajian identitas klien melalui anamnesa pada hari Jum’at, 09
Agustus 2019 jam 10.00 WIB di Wisma Mawar Panti Sosial Tresna Werdha
Pagar Dewa Kota Bengkulu dari rekam medis hasil pengkajian didapat
Tn.R 74 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, pendidikan terakhir
SMP, berasal dari Lahat. Penanggung jawab Ny. T alamat di Lingkar Barat
yang merupakan keponaan klien, klien masuk ke panti sekitar 5 bulan yang
lalu.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa alasan Tn. R
masuk panti adalah keinginannya sendiri karena. Tn. R memiliki dua
orang anak, semua anaknya pergi ke rumah mertuanya..
b. Keluhan Saat Dikaji
Paisen mengatakan (Provoking Incident): nyeri pada lutut dan jari-
jari kaki kanan saat keadaan/cuaca dingin, nyeri akan berkurang jika
diberikan Balsam Otot Geliga pada sendi yang nyeri dan kaku,
(Quality/Quantity of Pain): nyeri pada sendinya terasa panas dan
berdeyut-deyut, (Region): nyeri pada lutut kanan dan jari-jari kaki kanan
(Severity/Scale of Pain): menggunakan Pain Numerical Rating Scale
(PNRS) pasien mengatakan skala nyeri pada lutut dan jari-jari kaki
kanan 5 dari skor 1-10, (Time): nyeri muncul pada cuaca dingin dan nyeri
dirasakan hilang timbul, Wajah pasien tampak meringis menahan nyeri.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan tubuhnya terasa lemas. Pasien menderita asam
urat sejak 3 bulan yang lalu.
d. Riwayat Penyakit yang lalu
Pasien mengatakan pernah mengalami hipertensi 3 tahun yang lalu.
Pasien mengatakan nyeri pada lutut dan jari-jari kaki kanan sejak 1
tahun. Pasien di diagnosa asam urat oleh klinik Panti Sosial Tresna
Werdha Pagar Dewa Kota Bengkulu 3 bulan yang lalu, riwayat
pengobatan pasien dapat dilihat dibawa ini.
Obat-obatan yang pernah didapatkan Tn.R :
1) Amlodipine 3 x 1 tablet (5mg)
2) Piroxicam 1 x 1 tablet (20mg)
3) Pct 3x1 tablet (500mg)
e. Genogram
Keterangan:
: Laki laki sudah meninggal
: Perempuan sudah meninggal
: Laki laki
: Perempuan
: Klien
: garis perkawinan
f. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Riwayat psikososial diketahui bahwa data pengkajian Inventaris
Depresi Beck pasien mengatakan menerima dirinya yang sakit. Pasien
mengatakan dapat melakukan kebutuhan secara mandiri terkecuali naik
dan turun tangga dengan bantuan tongkat untuk mengambil makan di
dapur umum Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa Provinsi Bengkulu
karena takut jatuh, Pasien mengatakan pernah hampir jatuh saat naik
tangga atau ke WC dan pasien merasa lemas dan nyeri. (Terlampir).
Riwayat spiritual diketahui bahwa pasien mengatakan dalam
beribadah sholat 5 waktu dimasjid. Ketika penyakit Asam Urat itu datang
yang membuat lutut dan jari-jari kaki kanan pasien nyeri dan kaku pasien
harus shalat dikamar dengan posisi duduk untuk menjalankan ibadah
shalat.
g. Pola Kebiasaan
1) Pola nutrisi
Klien mengatakan jenis makannya nasi dan lauk terdapat tahu dan
tempe dari dapur umum, frekuensinya 3x/ hari, porsi makan pasien ½
piring, kemampuan menelan pasien baik, dan pasien mengatakan
sudah lama tidak makan sayuran dan buahan. Pola minum, pasien
mengatakan frekuensinya 3-5 gelas/hari, jenis minuman air putih,
jumlah minuman perhari1/3 teko air 2200ml (±750ml/hari), masalah
pemenuhan cairan pasien tidak ada.
2) Pola Eliminasi
Klien mengatakan frekuensi BAK 5-6 x/hari, warna kuning kurang
jernih, bau khas urin, dan pasien mengatakan dapat mengontrol BAK.
Pasien mengatakan biasanya frekuensi BAB 1 x/hari, konsistensi BAB
terakhirnya padat, warna coklat, bau khas.
3) Pola istirahat dan tidur
Klien mengatakan jam tidur siang 2-3 jam/hari dan malam 4-5
jam/hari, klien mengatakan nyeri terjadi ketika suhu mulai dingin
pada area lutut kanan dan jari-jari kaki kanan.
4) Pola Aktivitas dan Istirahat
Total skor Modifikasi dari Indeks Barthel adalah 110
(Ketergantungan Sebagian) dari nilai 60-130 karena terjadi hambatan
dalam keluar masuk toilet, naik turun taangga, dan
rekreasi/pemanfaatan waktu luang. (Terlampir).
5) Pola Hubungan dan Peran
Klien tampak sesekali berinteraksi dengan teman wisma, pasien juga
tampak sering duduk di kamarnya dan tampak mengikuti kegiatan
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) yang dilakukan oleh mahasiswa
yang dinas seperti senam lansia. Total skor APGAR Keluarga adalah
4 (disfungsi keluarga sedang) dari nilai 0-10. Pasien mengalami
permasalahan pada fungsi adaptation, partnesip, growth, affection,
dan resolve. (Terlampir).
6) Pola Sensori dan Kognitif
Klien mengatakan fungsi penglihatan dan pendengaran menurun,
pasien mengatakan kesulitan melihat jika ruangan kurang
pencahayaan. Total skor salah pada Identifikasi Tingkat Kerusakan
Intelektual Dengan Menggunakan Short Portable Mental Status
Questioner (SPMSQ) yaitu 2 (fungsi intelektual utuh) dengan nilai
salah dari 0-10 dan total skor Identifikasi Aspek Kognitif dari Fungsi
Mental dengan Menggunakan MMSE (Mini Mental Status Exam)
adalah 24 (tidak ada gangguan kognitif). (Terlampir).
7) Pola Persepsi Sensori dan Konsep Diri
Klien mengatakan bahwa dia merasa telah gagal melebihi orang pada
umumnya, klien juga memerlukan upaya tambahan untuk memulai
melakukan sesuatu dan pasien merasa lelah dari pada sebelumnya,
nilai 0-30 dan total skor Inventaris Depresi Beck (untuk mengetahui
tingkat depresi lansia dari beck dan deck) yaitu 3 (depresi tidak
ada/minimal) dari nilai 0->16. (Terlampir).
8) Pola Seksual dan Reproduksi
Klien mengatakan tidak lagi memikirkan maupun terpikirkan lagi
mengenai kebutuhan seksual yang berarti.
9) Pola Mekanisme/ Penanggulangan Stress dan Koping
Klien mengatakan merasa terhibur bila ada mahasiswa yang dinas di
ruangan Wisma Bougenvil tersebut.
10) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Klien mengatakan dalam beribadah sholat 5 waktu dimasjid. Ketika
penyakit asam urat itu datang yang membuat lutut dan jari-jari kaki
kanan pasien nyeri dan kaku pasien harus shalat dikamar dengan
posisi duduk untuk menjalankan ibadah shalat.
3. Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan data keadaan umum tampak lemah,
tingkat kesadaran composmentis berat badan 43 Kg, tinggi badan 147
cm, Indeks Massa Tubuh= 19,9. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
menunjukkan tekanan darah 120/90 mmHg, Nadi 88 x/menit, Suhu 36,7 ºC,
dan RR 24 x/menit.
Pada pengkajian sistem pernafasan didapatkan frekuensi pernafasan 24
x/menit. Bentuk dada normo chest, tidak ada pernafasan cuping hidung,
gerakan dada simetris kiri dan kanan, irama nafas teratur. Ekspansi dada
simetris kiri dan kanan. Pengkajian sistem kardiovaskuler pada sirkulasi
perifer didapatkan frekuensi nadi 88 x/m, tekanan darah 170/90 mmHg,
tidak ada distensi vena jugularis. Temperatur kulit hangat, tidak ada edema,
capillary refill time kembali kurang dari 3 detik. Bunyi jantung tidak ada
bunyi tambahan, tidak ada nyeri dada. Pada sirkulasi jantung, kecepatan
denyut jantung teratur, irama teratur.
Pada pengkajian sistem syaraf fungsi serebral didapatkan status mental
pasien baik, tingkat kesadaran compos mentis, GCS 15, orientasi orang
baik, orientasi tempat dan waktu baik, fungsi intelektual baik (pasien
mampu mengingat dan membedakan sesuatu hal dengan baik), tidak ada
gangguan daya fikir, dan pasien mampu mengerti dan berkomunikasi
dengan baik.
Pada Test fungsi Nervus (Cranialis) didapatkan :
a) Nervus I (Olfaktorius)
Klien dapat mengenali bau kopi dan balsa
b) Nervus II (Optikus)
Penglihatan klien baik, bisa membaca dalam jarak 50 cm, yaitu
membaca tulisan nama perawat,klien membaca tidak
menggunakan alat bantu.
d) Nervus V ( Trigeminus)
Klien merasakan pilinan kapas pada kelopak mata, daerah maksila
dan mandibula, refleks kornea (++), pada saat mengunyah
kekuatan otot massester dan temporal kuat.
g) Nervus IX
Klien dapat merasakan rasa pahit pada obat
h) Nervus X (vagus)
Klien dapat menelan dengan baik tanpa merasa sakit pergerakan
uvula bebas.
i) Nervus XI (Assesorius)
Klien dapat melawan tahanan saat menoleh ke samping dan dapat
mengangkat bahu, kekuatan menahan lemah.
j) Nervus XII (Hipoglosus)
Klien dapat menjulurkan lidahnya dan dapat menggerakkan
lidahnya dengan bebas. Dengan posisi di tengah.
Pada pemeriksaan motorik didapatkan pasien kesukaran dalam berjalan
dan pasien tidak dapat seimbang ketika berdiri tanpa menggunakan tongkat.
Pada pemeriksaan sensorik didapatkan pasien mampu merasakan stimulus
sentuhan yang diberikan di bagian tubuh. Pada pemeriksaan reflek biceps
didapatkan respon fleksi lengan pada sendi siku, pada refleks triceps
didapatkan ekstensi lengan bawah pada sendi siku.
Pada sistem perkemihan didapatkan hasil tidak ada keluhan BAK, tidak
terdapat distensi kandung kemih, pola BAK ± 5-6 x/hari. Pada sistem
percernaan didapatkan keadaan mulut baik, pada gigi terdapat caries,
stomatitis tidak ada, lidah agak kotor, muntah tidak ada, nyeri di daerah
perut tidak ada. Bising usus terdengar 10 – 15 x/m, tidak ada konstipasi,
hepar tidak teraba, pola BAB pasien ± 1 x/hari. Abdomen tidak ada nyeri
tekan dan nyeri lepas.
Pada pengkajian sistem integumen didapatkan elastisitas kulit kurang
baik karena proses penuaan, warna kulit sawo matang, temperature 36,7° C.
Tidak ada luka biasa maupun luka bekas operasi, tidak ada kelainan kulit,
tidak ada tanda dehidrasi, kuku pendek dan bersih, bisa merasakan sensasi
panas dan dingin dengan baik, dekubitus tidak ada. Keadaan rambut tekstur
agak kasar, kebersihan bersih.
Sistem muskuloskletal diketahui bahwa pasien tampak penurunan
aktivitas dan kecepatan berjalan. Tampak kesulitan untuk memulai berjalan
dan langkah pasien kecil, klien berjalan dengan menggunakan alat bantu
tongkat, tampak keterbatasan rentang gerak sendi. Tonus otot terdapat
kelemahan dan kekakuan, skala kekuatan otot dapat dilihat pada berikut ini:
h. Data penunjang yang didapatkan dari hasil pemeriksaan asam urat pada
Tn. R tanggal 09 Agustus 2019 adalah:
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan asam urat
No Yang diperiksa Hasil Normal Satuan
1. Asam Urat 9,4 Laki-laki: 3,5 – 7,0 mg/dl mg/dl
4. Penatalaksanaan
Pasien mengatakan jika nyeri dan kaku muncul pasien memberikan
Balsem pada sendinya, namun pasien mengalami kesulitan jika balsemnya
habis dan belum ada yang memberikan sumbangan untuk membeli balsem.
5. Analisa data
Nama : Tn. R Umur : 74 tahun
Ruangan : Wisma Mawar
1. DS:
Proses peradangan Nyeri Akut
1. Klien mengatakan nyeri pada sendi
lutut dan jari jari kaki kanan
pada saat cuaca dingin
2. Klien mengatkan pernah
hampir jatuh saat naik tangga
atau ke wc
DO:
2. DS:
DO:
1. Klien tampak berjalan dengan
menggunakan tongkat
2. Klien tampak keterbatasan
rentang gerak sendi
3. Klien tampak berjalan dengan
perlahan
4. Lutut kaki dan jari-jari kanan
tampak kaku
5. Klien shalat dengan posisi
duduk ketika nyeri asam urat
datang
6. TTV : TD :170/90mmHg
N:88x/menit
P :24x/menit
S: 36,7oc
3. DS:
DO:
5 4 5 5 4 5
Superior Superior
dextra sinistra
5 4 4 5 4 5
Inferior Inferior
dextra sinistra
B. Diagnosa keperawatan
Nama : Tn. R Umur : 74 tahun
Ruangan : Wisma Mawar
Tabel 4.4 Diagnosa Keperawatan
C. Perencanaan Keperawatan
Kriteria Hasil :
Klien meningkat dalam
aktivitas fisik.
Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas.
Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan
kemampuan
berpindah.Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi
3. Resiko cedera Setelah dilakukan tindakan NIC
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam, Manajemen Lingkungan
dengan diharapkan: 1. Identifikasi factor yang 1. Mengidentifikasi bantuan dan dukungan
kelemahan mempengaruhi kebutuhan yang diperlukan
keamanan, misalnya perubahan
5
7. Memonitor tekanan darah, nadi, 7. Tekanan darah 120/90 mmHg, Nadi 88 mengikuti perintah dengan baik.
pernafasan, dan suhu x/menit, pernafasan 24 x/menit, Planning :
suhu 36,70C Perencanaan sesuai hasil analisa
di dapatkan bahwa lanjutkan
intervensi keperawatan nomor 2,
3,4,5,6 dan 8.
Analisis :
Kontrol resiko 4 (sering)
Planning :
6
Planning:
Perencanaan sesuai hasil analisa
didapatkan bahwa lanjutkan
intervensi keperawatan nomor
1,2,4,5 dan8
2. Membantu klien untuk 2. Klien tampak agak lemah dan kaku dalam didampingi, tanda tanda vital Sahlin
mobilisasi berjalan sebelum latihan Tekana Darah:
menggunakan tongkat saat berjalan
dan cegah terhadap cidera 130/90 mmHg, Pernafasan:
3. Mengkaji kemampuan pasien 3. Klien dapat ke kamar mandi tanpa 19x/mnt, Nadi 80x/mnt, dan
dalam mobilisasi. di dampingi. Suhu: 36.8oc . Setelah latihan
4. Melatih pasien dalam pemenuhan 4. Klien mengatakan sendi bahu dan
Tekanan Darah : 130/80 mmHg,
kebutuhan ADLs secara mandiri lututnya sedikit kaku
Pernafasan: 19 x/mnt, Nadi: 82
sesuai kemampuan x/mnt, Suhu: 36,8 0c
5. Mendampingi dan bantu pasien 5. Klien ingin latihan di teras wisma
saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien. Analisis :
6. Memberikan alat bantu jika pasien Pergerakan sendi aktif (joint
memerlukan. 6. Alat bantu (tongkat) tersedia di dekat klien movement active) 2 gerakan
7. Mengajarkan pasien bagaimana terbatas, tingkat mobilitas
merubah posisi dan berikan 7. Klien memegang tangan perawat saat (mobility level) 2 memerlukan
bantuan jika diperlukan. naik turun tangga karena takut jatuh.
6
Planning :
Perencanaan sesuai hasil analisa
didapatkan bahwa lanjutkan
intervensi keperawatan nomor 1,
4, 5, 6, 7, 8
Planning :
Intervensi dilanjutkan no.2,7,
dan 8
4. Menganjurkan klien untuk 4. Klien tampak mengerti makanan yang menunjukkan lokasi nyeri,
mengurangi konsumsi makanan boleh dimakan dan yang tidak boleh dapat mendeskripsikannya, dapat
yang tinggi purin dimakan mengikuti perintah dengan baik
5. Monitor tekanan darah, nadi, 5. Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 82
pernafasan, dan suhu x/menit, pernafasan 20x/menit, Planning :
suhu 36,60C Perencanaan sesuai hasil analisa
didapatkan bahwa lanjutka
intervensi 1, 2, 4,5, dan 8
2. Jum’at, DX. II Data Subjektif :
16 Agustus 1. Memonitoring vital sign 1. Sebelum latihan Klien menyebutkan sudah
2019 sebelum/sesudah latihan T: 150/80 mmHg melakukan olahraga ringan setiap
13.00-16.00 P: 18x/mnt pagi, klien menyebutkan masih
N: 79x/mnt
agak kaku dalam berjalan, klien
S: 36.6oc
- Setelah latihan mengatakan sudah tidak
T : 155/80 mmHg mengkonsumsi makanan yang
.
P : 18x/mnt tinggi purin
N : 80 x/mnt
S : 36, 80C Data Objektif :
Klien masih tampak kaku ketika
2. Mengkaji kemampuan pasien 2. Klien dapat ke kamar mandi tanpa di
dalam mobilisasi. berjalan, klien tampak
dampingi.
3. Melatih pasien dalam pemenuhan menggunakan tongkat dalam
3. Klien tampak kooperatif dan
kebutuhan ADLs secara mandiri memperhatikan perawat mobilisasi klien dapat ke kamar
sesuai kemampuan mandi tanpa didampingi.
4. Mendampingi dan bantu pasien 4. Klien merasa senang didampingi Berdasarkan pengukuran
saat mobilisasi dan bantu penuhi oleh perawat inventaris depresi beck di
kebutuhan ADLs pasien.
dapatkan total hasil 3 yaitu bahwa
5. Mengajarkan pasien bagaimana 5. Klien memegang tangan perawat saat
merubah posisi dan berikan klien tidak ada depresi atau
naik turun tangga karena takut jatuh.
bantuan jika diperlukan. depresi minimal
6
Analisis :
Pergerakan sendi aktif (joint
movement active) 3 gerakan
cukup, tingkat mobilitas
(mobility level) 3 memerlukan
bantuan, perawatan diri (self
care) 4 yaitu sedikit mandiri
dengan penjagaan Kinerja
transfer (transfer performance) 3
memerlukan bantuan
Planning :
Perencanaan sesuai hasil analisa
di dapatkan bahwa lanjtkan
intervensi nomor 4,6, dan 7
3. Jum’at, DX. 1. Mengidentifikasi faktor 1. Lingkungan terhindar dari lantai yang Data Subjektif :
16 Agustus III lingkungan yang memungkinkan licin, karpet yang sobek, dan anak Pasien menyebutkan sudah bisa
2019 resiko terjatuh ( lantai licin, tangga yang tanpa pengaman. mobilisasi dengan baik tanpa
13.00-16.00 anak tangga tanpa pengaman). hambatan dan rintangan
2. Mengatur lingkungan yang aman,
menghindari lampu yang terlalu 2. Lingkungan bebas dari cahaya Data Objektif :
redup/menyilaukan yang terlalu redup/menyilaukan 1. Pasien tampak melakukan
3. Memberikan pendidikan kesehatan mobilisasitanpa hambatan
tentang pencegahan dan injury 3. Pasien mengangguk dan mengerti dengan 2. Lingkungan terkontrolaman
dirumah penjelasan dari perawat Pasien tampak menggunakan
tongkatdalamberjalan
Analisis :
Kontrol resiko 3 (kadang-kadang)
6
Planning :
Intervensi dihentikan
6
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian melalui anamnesa pada hari Jum’at, 09 Agustus 2019 jam
10.00 WIB di Wisma Mawar Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa Kota
Bengkulu. Dari rekam medis hasil pengkajian didapat Tn. R 74 tahun, jenis
kelamin laki-laki, agama Islam, pendidikan terakhir tidak sekolah, berasal dari
Lahat. Penanggung jawab Ny. T alamat di Lingkar Barat yang merupakan
keponanan klien. Klien masuk ke panti sekitar 5 bulan yang lalu. Pada tahap
pengkajian awal, data penting yang harus di temukan pada klien dengan Gout
adalah keluhan utama. Gejala khas yang di temukan pada penderita Gout
adalah Klien menegeluh sakit pada lutut kanan dan jari jari kaki kanan pada
malam hari.
Nyeri terjadi ketika klien mengkonsumsi tahu dan tempe selama 3 hari
berturut turut. Sedangkan pada teori keluhan utama yang sering ditemukan
pada klien dengan penyakit muskuloskeletal seperti:, Gout, adalah klien
mengeluh nyeri pada persendian tulang yang terkena, adanya keterbatasan
gerak yang menyebabkan keterbatasan mobilitas. Berdasarkan pengkajian
karakteristik nyeri P (Provokative) : faktor yg mempengaruhi gawat dan
ringannya nyeri, Q (quality):seperti apa : tajam, tumpul, atau tersayat, R
(region): daerah perjalanan nyeri, S (severity/skala nyeri): keparahan /
intensitas nyeri, T (time): lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
(yuli,2014).
7
Pada riwayat keperawatan tidak ada perbedaan antara tinjauann teori dan
tinjauan kasus, keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan
penyakit ini adalah klien mengeluh nyeri pada persendian tulang yang terkena,
adanya keterbatasan gerak yang menyebabkan keterbatasan mobilitas (Yuli,
2014), dan pada tinjauan kasus pasien mengeluh P: Klien menyebutkan nyeri
pada bagian lutut dan jari jari kaki kanan Q: Nyeri terasa panas dan berdenyut
denyut R: Dilutut kanan dan menyebar ke jari jari kaki kanan, S: menggunakan
Pain Numerical Rating Scale (PNRS) klien mengatakan skala nyeri pada sendi
5 dari skor 1 sampai 10, T: hilang timbul pada cuaca dingin.
Pada penatalaksaan terdapat perbedaan. Tinjauan teori menjelaskan
beberapa jenis obat analgesik yang diberikan pada pasien Guot, namun pada
tinjauan kasus pasien diberikan Paracetamol pada 2 minggu lalu saat pasien
mengeluh nyeri pada sendi (riwayat berobat di klinik Panti Sosial Tresna
Werdha Pagar Dewa Kota Bengkulu). Pada beberapa pasien Gout artritis
lainnya di Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa Kota Bengkulu obat yang
tersedia yaitu Piroxicam (jenis Obat Anti Infamasi Non Steroid), hal ini
dikarenakan Piroxicam di indikasi untuk terapi simtomatik pada rematoid
artritis, osteoartritis, ankilosing spondilitis, gangguan muskuloskeletal akut
dan gout akut, namun piroxicam memiliki kontra indikasi untuk penderita yang
mempunyai riwayat tukak lambung atau pendarahan lambung (Hoan, 2007).
Pemberian analgesik dalam dosis tinggi dapat menyebabkan stimulasi
sistem saraf pusat yang diikuti dengan depresi, selain itu dapat juga timbul
konfusi, dizziness, tinnitus, gangguan pendengaran nada tinggi, delirium,
psikosis, stupor bahkan koma. Tinnitus dan gangguan pendengaran pada
intoksikasi ini terjadi karena peningkatan tekanan dalam labirin dan pengaruh
sel‐sel rambut di cochlea, diduga akibat vasokonstriksi dalam mikrosirkulasi di
telinga dalam. (Hoan, 2007).
B. Diagnosa Keperawatan
7
C. Perencanaan keperawatan
Pada kasus Tn. R penulis mealakukan rencana tindakan keperawatan
selama 1x24 jam. Penulis merencanankan mengatasi masalah nyeri terlebih
dahulu dan kreteria hasil yang ditulis penulis klien mampu mengontrol nyeri,
(tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan) rencana tindakan diagnosa pertama untuk
mengurangi nyeri lakukan pengkajian nyeri secara konfrehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi, kontrol
7
D. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan komponen proses keperawatan adalah katogori
dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang di perlukan untuk mencapai
7
tujuan dan hasil yang di perkirakan dari asuhan keperawatan dilakuakan dan
diselesaikan (Potter dan Perry, 2007). Implementasi menuangkan rencana
asuhan keperawatan kedalam tindakan setelan rencana dikembangkan, sesuai
dengan kebutuhan dan prioritas pasien, perawat melakukan intervensi
intervensi keperawatan spesifik, yang mencangkup tindakan keperawatan
(Potter dan Perry, 2007).
Implementasi pada pasien dilakuakan sesuai dengan masing-masing
diagnosa yang telah direncanakan tindakan keperawatan, dalam melakukan
tindakan keperawatan, penulis tidak mengalami kesulitan karena pasien
kooperatif. Pada tanggal 14 Agustus 2019 penulis melakukan tindakan
keperawatan yang pertama mengkaji tanda-tanda vital, ini mencakup untuk
semua diagnosa tersebut, didapat kan hasil TD:120/90 mmHg, N:88x/m, P:
24x/m, S:36,70C, kemudian untuk mengkaji nyeri, tindakan yang dilakuakan
mengkaji nyeri secara komprehensif, Mengobservasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan, menggunakan terapi komunikasi untuk mengetahui
pengalaman nyeri, mengevaluasi pengalaman nyeri masa lampau, Mengontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan, menganjurkan klien untuk mengurangi konsumsi makanan
yang tinggi purin. Menanyakan riwayat alergi makanan maupun obat obatan,
mengajarkan teknik non farmakologi yaitu kompres hangat,
Untuk diagnosa kedua yaitu hambatan mobilitas fisik, tindakan yang
dilakuakan kaji tanda vital pasien, konsulkan tentang terapi fisik tentang
rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan, bantu klien menggunakan tongkat
saat berjalan dan mencegah terhadap cidera, kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi, ajarkan pasien dan tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi.
Pada diagnosa keperawatan yang ketiga resiko cidera implementasi yang
dilakukan adalah mengobservasi vital sign, mengidentifikasi faktor yang
mempengaruhi kebutuhan keamanan, keseimbangan, dan berjalan,
mengidentifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan resiko terjatuh,
menyediakan kamar yang nyaman terhindar dari barang-barang yang membuat
terpeleset, membantu pasien berjalan ke kamar mandi, memasang karet
7
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah proses kelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses
atau pormatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi
hasil atau sumatif yang dilakukan antara respon klien dan tujuan khusus serta
umum yang telah di tentukan (Nurjanah,2006).
Hasil evaluasi pada tanggal 16 Agustus 2019 pada diagnosa utama yakni
nyeri berhubungan dengan proses peradangan sendi adalah Tn. R mengatakan
Klien menyebutkan nyeri sudah berkurang dari sebelumnya, klien
menyebutkan nyeri sudah berkurang saat dilakukan kompres hangat air jahe,
Klien mengatakan nyeri sendi dideritanya sejak 1 tahun yang lalu, ekspresi
wajah ceria, level nyeri 3 (ringan). Hasil evaluasi ini sesuai dengan kriteria
hasil yang diharapkan pada diagnosa nyeri yakni pasien mampu mengontrol
nyeri, melaporkan bahwa nyeri sudah berkurang, mampu menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang.
Hasil evaluasi pada diagnosa kedua yakni hambatan mobilitas fisik
adalah klien mengatakan sudah mampu menerapkan teknik berjalan yang
diajarkan perawat dan sudah melakukan olahraga ringan setiap pagi. Klien
mengatakan sudah tidak mengkonsumsi makanan yang tinggi purin, klien
tampak menggunakan teknik mobilisasi yang diajarkan perawat, pasien tampak
senang didampingi perawat. Hasil evaluasi ini sesuai dengan kriteria hasil yang
diharapkan pada diagnosa hambatan mobilitas fisik yakni pasien meningkat
dalam aktivitas fisik, memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpindah.
Hasil evaluasi pada diagnosa resiko cidera, pasien mengatakan sudah
bisa mobilisasi baik tanpa hambatan dan rintangan. Pasien tampak melakukan
7
A. Kesimpulan
Berdasarkan bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pengkajian Kasus
Pengkajian yang dilakukan pada klien didapatkan data subyektif dan
obyektif. Dari data subyektif pasien mengatakan nyeri sendi pada bagian
lutut kanan dan jari jari kaki kanan yang terjadi pada cuaca dingin, nyeri
dirasakan panas dan berdenyut-denyut dari data obyektif didapatkan hasil
pasien tampak meringis.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang muncul saat dilakukan pengkajian
pada pasien adalah nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan sendi
serta diagnosa yang lain adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri persendian dan resiko cidera berhubungan dengan kelemahan.
3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan pada pasien dengan diagnosa nyeri berhubungan
dengan proses peradangan sendi adalah dengan tujuan kriteria hasil yang
ingin dicapai yakni setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam, diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil : pasien mampu
mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri sudah berkurang, menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Pada diagnosa hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan nyeri persendian kriteria hasil yang diharapkan
adalah klien meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas, memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpindah, dan memperagakan penggunaan alat
bantu untuk mobilisasi. Sedangkan pada diagnosa resiko cedera
berhubungan dengan kelemahan kriteria hasil yang diharapkan adalah klien
terbebas dari cedera, gerakan klien terkoordinasi, klien mampu menjelaskan
cara/metode untuk mencegah injury atau cedera.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan nyeri
berhubungan dengan proses peradangan sendi adalah mengobservasi vital
sign dan melakukan pengkajian nyeri, mengevaluasi pengalaman nyeri masa
lampau, mengontrol lingkungan, mengurangi makan makanan tinggi purin,
mengajarkan pasien tindakan kompres air jahe hangat, dan menganjurkan
pasien untuk banyak istirahat. Implementasi dilakukan modifikasi sesuai
kondisi pasien tanpa meninggalkan prinsip dan konsep keperawatan.
Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
persendian implementasi yang dilakukan yakni mengkaji kemampuan
pasien mobilisasi, mengajarkan pasien teknik berjalan dengan benar dengan
menggunakan tongkat dan tanpa menggunakan tongkat, melatih pasien
berjalan ke luar rumah tanpa menggunakan tongkat, mendampingi dan
membantu pasien saat mobilisasi keluar rumah, menyiapkan alat bantu
(tongkat) untuk pasien jika pasien tidak stabil, melatih kemampuan pasien
dalam naik turun tangga, memonitor vital sign dan mengkaji respon pasien
saat selesai latihan, menganjurkan pasien untuk olahraga ringan setiap pagi,
seperti menggerak-gerakkan tangan dan kaki.
Pada diagnosa keperawatan yang ketiga resiko cedera berhubungan
dengan kelemahan implementasi yang dilakukan adalah mengobservasi vital
sign, mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan,
keseimbangan, dan berjalan, mengidentifikasi faktor lingkungan yang
memungkinkan resiko terjatuh, menyediakan kamar yang nyaman terhindar
dari barang-barang yang membuat terpleset, membantu pasien berjalan ke
kamar mandi, memasang karet pada pegangan pisau, membantu pasien
dalam ADLs sehari-hari memarut timun untuk obat hipertensinya,
mengatur lingkungan yang aman terhindar dari lampu yang terlalu
redup/menyilaukan, memberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan
injury di rumah.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan pada pasien dengan nyeri berhubungan dengan
proses peradangan sendi adalah menunjukkan perbaikan dan peningkatan
kesehatan pasien, pada hari ketiga nyeri pasien sudah berkurang. Klien
tampak lebih nyaman, intervensi pada diagnosa pertama dilanjutkan
mandiri tanpa kehadiran perawat yaitu menganjurkan pasien untuk
menghindari memakan makanan yang tinggi purin. Pada diagnosa
hambatan mobilitas fisik, didapatkan pasien tampak sudah mampu
menggunakan teknik mobilisasi yang diajarkan perawat. Sedangkan pada
diagnosa gangguan resiko cidera, klien mengatakan sudah bisa mobilisasi
tanpa hambatan dan rintangan.
B. Saran
1. Bagi klien
Gout sangat umum terjadi pada masyarakat di Indonesia khususnya pada
laki-laki. Ketidak tahuan akan penyakit menyebabkan seseorang akan
tidak sadar akan komplikasi yang disebabkan oleh gout artritis. Oleh sebab
itu pemeriksaan kesehatan rutin perlu dilakukan pada klien agar membantu
proses pertumbuhan dan perkembangn pasien untuk mematuhi terapi yang
telah di buat sehingga proses kesembuhan dapat di capai sesuai tujuan.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan keperawatan yang tidak hanya dilakukan di rumah
sakit melainkan juga disekitar tempat tinggal, khususnya pada klien
dengan gout artritis. Perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan
professional dan komprehensif.
Bustan. 2009. Artritis Pirai (Artritis Gout) dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.Hal.1218-1220