1. Pengertian
Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus infeksi di traktus
urinarius sehingga menyebabkan bakteremia dan syok septik. Insiden urosepsis
20-30 % dari seluruh kejadian septikemia dan lebih sering berasal dari komplikasi
infeksi di traktus urinarius.
Tabel 1. Kelainan struktur dan fungsi traktus urinarius yang berhubungan dengan
sepsis
Obstruksi Kongenital: striktur uretra, fimosis, ureterokel,
policystic kidney disease
Didapat: calkulus, hipertrofi prostat, tumor traktus
urinarius, trauma, kehamilan, radioterapi
Instrumentasi Kateter ureter, stent ureter, nephrostomy tube,
prosedur urologik.
Impaired voiding Neurogenic bladder, sistokel, refluk vesikoureteral
Abnormalitas metabolik Nefrokalsinosis, diabetes, azotemia
Imunodefisiensi Pasien dengan obat-obatan imunosupresif,
neutropenia.
Mortalitasnya mencapai 20-49 % bila disertai dengan syok. Oleh karena itu
pertolongan harus cepat dan adekuat untuk mencegah kegagalan organ dan
komplikasi lebih lanjut.
2. Patofisiologi
Patogenesa dari gejala klinis urosepsis adalah akibat dari masuknya
endotoksin, suatu komponen lipopolisakarida dari dinding sel bakteri yang masuk
ke dalam sirkulasi darah. Lipopolisakarida ini terdiri dari komponen lipid yang
akan menyebabkan:
a. Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa
sitokin, antara lain tumor necrosis factor alfa (TNF α) dan interlaukin I (IL I).
Sitokin inilah yang memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat
menimbulkan sepsis dan jika tidak segera dikendalikan akan mengarah pada
sepsis berat, syok sepsis, dan akhirnya mengakibatkan disfungsi multiorgan
atau multi organs dysfunction syndrome (MODS).
b. Rangsangan terhadap sistem komplemen C3a dan C5a menyebabkan
terjadinya agregasi trombosit dan produksi radikal bebas, serta mengaktifkan
faktor-faktor koagulasi.
c. Perubahan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen.
Karena terdapatnya resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah
tidak dapat masuk ke dalam jaringan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel
akan glukosa terjadi proses glukoneogenesis yang bahannya berasal dari asam
lemak dan asam amino yang dihasilkan dari katabolisme lemak berupa
lipolisis dan katabolisme protein.
3. Etiologi
Karena merupakan penyebaran infeksi, maka kuman penyebabnya sama
dengan kuman penyebab infeksi primer di traktus urinarius yaitu golongan kuman
coliform gram negatif seperti Eschericia coli (50%), Proteus spp (15%),
Klebsiella dan Enterobacter (15%), dan Pseudomonas aeruginosa (5%). Bakteri
gram positif juga terlibat tetapi frekuensinya lebih kecil yaitu sekitar 15%.
Penelitian The European Study Group on Nosocomial Infections (ESGNI-004
study) dengan membandingkan antara pasien yang menggunakan kateter dan non-
kateter ditemukan bahwa E.coli sebanyak 30,6% pada pasien dengan kateter dan
40,5% pada non-kateter, Candida spp 12,9% pada pasien dengan kateter dan 6,6%
pada non-kateter, P.aeruginosa 8,2% pada pasien dengan kateter dan 4,1% pada
non-kateter.
Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien berusia lanjut, diabetes
dan immunosupresif seperti penerima transplantasi, pasien dengan AIDS, pasien
yang menerima obat-obatan antikanker dan imunosupresan.
Sejumlah faktor meningkatkan risiko mengembangkan urosepsis. Tidak
semua orang dengan faktor risiko akan mendapatkan urosepsis. Faktor risiko
untuk urosepsis meliputi:
Tingkat lanjut usia
Sistem kekebalan tubuh berkompromi karena kondisi seperti HIV dan AIDS,
minum kortikosteroid, transplantasi organ, atau kanker dan pengobatan
kanker.
Diabetes
Tinja inkontinensia (ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar)
Jenis kelamin perempuan
Imobilitas
Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau retensi urin
Penyakit ginjal polikistik
Kehamilan
Operasi atau prosedur yang melibatkan saluran kemih
Obstruksi saluran kemih oleh batu, pembesaran prostat, penyebab uretra
jaringan parut, atau lainnya.
Penggunaan kateter untuk mengalirkan urin.
5. Manifestasi Klinis
Diagnosis dari urosepsis dibuat berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan
fisik, laboratorium dan rontgenologik. Dari anamnesa, data yang positif adalah
adanya demam, badan panas dan menggigil dengan didahului atau disertai gejala
dan tanda obstruksi aliran urin seperti nyeri pinggang, kolik dan atau benjolan
diperut atau pinggang. Hanya 1/3 pasien yang mengeluh demam dan menggigil
dengan hipotensi. Keluhan febris yang terjadi setelah gejala infeksi saluran
kencing bagian bawah yaitu polakisuria dan disuria juga sangat mencurigakan
terjadinya urosepsis. Demikian pula febris yang menyertai suatu manipulasi
urologik.
Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat sangat bervariasi berupa
takipneu, takikardi, dan demam, kemerahan dengan gangguan status mental. Pada
keadaan yang dini, keadaan umum penderita masih baik, tekanan darah masih
normal, nadi biasanya meningkat dan temperatur biasanya meningkat antara 38-
400 C.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
epididimitis.
2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya pus saat berkemih.
3. Infeksi
4. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat
proses penyakit akibat epididimitis.
5. Kurang pengetahuan mengenai konsep penyakit dan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpapar informasi .
C. Intervensi
1) Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
epididimitis.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan suhu
tubuh pasien kembali normal dengan kriteria hasil :
Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36,5 oC-37,5 oC)
Klie tidak tampak menggigil
Klien melaporkan panas badannya turun
Tidak tampak pembengkakan pada skrotum klien
Tidak terdapat kemerahan di kulit sekitar skrotum klien
Nadi klien dalam batas normal (60-100 x/menit)
Intervensi:
a. Monitor suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan respirasi secara berkala
(minimal tiap 2 jam).
Suhu diatas 37,5oC menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
Menggigil sering mendahului puncak suhu.
b. Pantau suhu lingkungan, batasi penggunaan selimut.
Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal.
c. Berikan kompres hangat.
Membuat vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat membantu
mengurangi demam.
d. Anjurkan klien untuk mempertahankan asupan cairan adekuat.
Untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan cairan karena suhu tubuh
yang tinggi.
e. Berikan antipiretik dan antibiotic sesuai indikasi.
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
3) Infeksi
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
ada tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil :
Tidak terjadi komplikasi infeksi.
Intervensi:
a. Pantau tanda dan gejala infeksi lanjut
Agar dapat memberikan intervensi yang tepat untuk klien
b. Pantau tanda-tanda vital klien secara berkala
Takikardia, takipnea, demam, nadi cepat dan lemah menunjukkan
terjadi sindroma peradangan sistemik.
c. Pantau tanda-tanda sepsis.
Sepsis menandakan radang sistemik dengan gejala demam, menggigil,
nadi lemah dan cepat, hipotensi, lemah serta gangguan mental.
d. Kolaborasi pemberian antibiotic
Agen antibiotik membantu mengeliminasi bakteri sebagai penyebab
penyakit klien
D. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang tercantum
pada rencana keperawatan yang menetapkan waktu dan respon klien.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses keperawatan semua tahap
proses keperawatan harus dievaluasi. Hasil asuhan keperawatan dengan sesuai
dengan tujuan yang telah di tetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil
yang di harapkan atau perubahan yang terjadi pada klien.
9. Daftar Pustaka
Budi, Kusuma. 2001. Ilmu Patologi..Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1995. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek
Klinik Edisi 6. Jakarta: EGC.
Ganong, F. William. 1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta:
EGC.
Marrilyn, E. Doengus. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Elizabet J. Corwin, 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
E, Oswari. 2000. Bedah dan Perawatanya. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Gale,Danielle RN, MS. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta:
EGC.
Smelster, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 2.
Jakarta: EGC.