Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

PKKT KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN DIAGONSA


MEDIS UROSEPSIS

OLEH :

Disusun Oleh:

WITNI ALICIA SANTI

NIM :

19011104067

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2022


A. Definisi

Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus infeksi di traktus urinarius sehingga
menyebabkan bakteremia dan syok septik. Insiden urosepsis 20-30 % dari seluruh kejadian septikemia
dan lebih sering berasal dari komplikasi infeksi di traktus urinarius.Mortalitasnya mencapai 20-49 % bila
disertai dengan syok. Oleh karena itu pertolongan harus cepat dan adekuat untuk mencegah kegagalan
organ dan komplikasi lebih lanjut.

B. Etiologi

karena merupakan penyebaran infeksi, maka kuman penyebabnya sama dengan kuman
penyebab infeksi primer di traktus urinarius yaitu golongan kumancoliform gram negatif seperti
Eschericia coli (50%), Proteus spp (15%), Klebsiella dan Enterobacter (15%), Pseudomonas
aeruginosa (5%),Bakterigram positif juga terlibat tetapi frekuensinya lebih kecil yaitu sekitar
15%.Penelitian The European Study Group on Nosocomial Infections (ESGNI-004 study )dengan
membandingkan antara pasien yang menggunakan kateter dan non-kateter ditemukan bahwa
E.coli sebanyak 30,6% pada pasien dengan kateter dan40,5% pada non-kateter,Candida spp
12,9% pada pasien dengan kateter dan 6,6% pada non-kateter, P.aeruginosa 8,2% pada pasien
dengan kateter dan 4,1% padanon-kateter.

Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien berusia lanjut, diabetes dan immuno
supresif seperti penerima transplantasi, pasien dengan AIDS, pasien yang menerima obat-obatan
antikanker dan imunosu presan.Sejumlah faktor meningkatkan risiko mengembangkan urosepsis.
Tidak semua orang dengan faktor risiko akan mendapatkan urosepsis. Faktor risiko untuk
urosepsis meliputi:

⮚ Tingkat lanjut usia

⮚ Operasi atau prsedur yang melibatkan saluran kemih

⮚ Obstruksi saluran kemih oleh batu,pembesaran prostat,penyebaburetra jarngan


perut,atau lannya

⮚ Penggunaan kateter untuk mengalirka urin

C. Tanda dan Gejala

Urosepsis banyak gejala yang sama seperti jenis sepsis lain , termasuk detak jantung yang
cepat, napas cepat, denyut nadi lemah, berkeringat banyak,kecemasan yang tidak biasa,
perubahan status mental atau tingkat kesadaran, dan penurunan atau output urin absen saham.
Sebelum perkembangan gejala ini,mungkin mengalami gejala infeksi saluran kemih.

Gejala umum dari infeksi saluran kemih. Gejala infeksi saluran kemih bervariasi dari
individu ke individu. Gejala infeksi saluran kemih yang umum termasuk :
⮚ Nyeri perut, panggul atau punggung atau kram

⮚ Urin berdarah atau merah muda (hematuria)

⮚ Sulit atau buang air kecil sakit, atau rasa panas saat kencing (disuria)

⮚ Demam dan menggigiL

⮚ urin yang berbau busuk

⮚ sering buang air keci

⮚ nyeri sebelum berhubungan seksual

Gejala infeksi saluran kemih tanpa komplikasi, termasuk rasa panas saat buang air kecil,
kebutuhan untuk pergi ke kamar mandi sering atau mendesak,urin keruh, dan ketidak nyamanan
perut panggul atau lebih rendah. Demam mungkin ada. Jika pielonefritis (infeksi ginjal) hadir,
punggung atau nyeri perut,mual dan muntah, demam tinggi, menggigil, berkeringat di malam
hari, dankelelahan juga dapat terjadi. Gejala-gejala tersebut bisa mendahului pengembangan
urosepsis.

Sepsis yang telah lanjut memberikan gejala atau tanda-tanda berupa gangguan beberapa
fungsi organ tubuh, antara lain gangguan pada fungsi kardiovaskuler,ginjal, pencernaan,
pernapasan dan susunan saraf pusat.

Kriteria urosepsis:

a) Kriteria I : Terbukti bakteremia atau dicurigai sepsis dari keadaan klinik

b) Kriteria II : Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)

⮚ Suhu tubu ≥38O C atau ≤ 36O C

⮚ Takikardia ≥90 detak per menit

⮚ Tacypnea ≥20 nafas per menit

⮚ Alkalosis respiratorik PaCO2 ≤ 32 mm Hg

⮚ Leukosit≥ 12.000 /mm3 atau ≤ 4000 /mm3


c) Kriteria III : Multiple Organ dysfunction syndrome (MODS)

⮚ Jantung, sirkulasi tekanan darah sistolik arteri ≤ 99 mm Hg atau mean arterial preasure ≤
70 mmHg, selama ≥1 jam walaupun carian adekuat atau resusitasi agen vasopressure
diberikan.

⮚ Ginjal Produksi urin < 0,5 Ml/kgBB/ jam walalupun resusitasi cairan adekuat.

⮚ Paru-paruTekanan parsial O2 arterial (PaO2) ≤75 mm Hg (udara

D. Pemerksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratoriun

Pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk melihat variabel inflamasi seperti :

⮚ Leukositosis > 12.000/ mm3 atau leukopenia < 4000/ mm3

⮚ Hitung jenis sel darah puth dengan > 10 % bentuk imatur

⮚ Peningkatan C-reative protein (CRP) bentuk imatur

⮚ Peningkatan prokalsitonin

⮚ Thrombositopenia < 100.000 / mm3

⮚ Anemia yang ditandai penurunan Hb

Pemeriksaan kimia darah dperlukan untuk melihat adanya gangguan atau


disfungsi organ seperti, gangguan fungsi liver (SGOT,SGPT), gangguan fungsi
ginjal (ureum dan kretinin) dan hiperbilirubin.

2. Analisa gas darah

3. Pemeriksaan urine

Dilakukan pemerksaan urinalisis, pewarnaan gram urine dan kultur urine

4. Pemeriksaan rotgen

Pemeriksaan rotgen dada dperlukan pada pasien dengan kecurgaan sepsis akibat
pneumonia
5. Ultrasonografi (USG)

Diperlukan jika dicurigai mengalami infeksi pada traktus biliaris/ infeksi abdomen

6. CT scan

Diperlukan apabila pasien mengalami perubahan status mental atau dicurigai mengalami nfeksi pada
daerah kepala (otitis,sinustis,riwayat operasi intrkarnial).

E. Penatalaksanaan Medis

Penanganan penderita urosepsis harus cepat dan adekuat. Pada prinsipnya Penanganan terdiri dari:

1. Penanganan gawat (syok) ; resusitasi ABC


2. Pemberian antibiotika
3. Resusitasi cairan dan elektrolit
4. Tindakan definitif (penyebab urologik)

Pemberian antibiotik sebagai penanganan infeksi ditujukan unuk eradikasi kuman penyebab infeksi serta
menghilangkan sumber infeksi. Pemberian antibiotik harus cepat dan efektif sehingga antibiotika yang
diberikan adalah yang berspektrum luas dan mencakup semua kuman yang sering menyebabkan urosepsis
yaitu golongan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin atau amikasin) golongan ampicilin yang
dikombinasi dengan asam klavulanat atau sulbaktam, golongan sefalosforin generasi ke III atau golongan
florokuinolon. Sefalosforin generasi ke-3 dianjurkan diberikan 2 gr dengan interval 6-8 jam dan untuk
golongan cefoperazone dan ceftriaxone dengan interval 12 jam. Penelitian oleh Naber et al membuktikan
bahwa pemberian antibiotik Injeksi golongan florokuinolon dan piperacillin/tazobaktam
direkomendasikan untuk terapi urosepsis. Penelitian selanjutnya oleh Concia dan Azzini terhadap
levofloksasin membuktikan bahwa levofloksasin sebagai terapi tambahan memiliki efek pada ekskresi
renal dan tersedia dalam bentuk injeksi intravena dan oral.

Resusitasi cairan, elektrolit dan asam basa adalah mengembalikan keadaan tersebut menjadi normal.
Urosepsis adalah penyakit yang cukup berat sehingga biasanya “oral intake” menurun. Keadaan
demam/febris juga memerlukan cairan ekstra. kebutuhan cairan dan terapinya dapat dipantau dari tekanan
darah, tekanan vena sentral dan produksi urine.

Bila penderita dengan hipotensi atau syok (tensi <>2O dan diberikan larutan kristaloid dengan kecepatan
15-20 ml/menit. bila terdapat gangguan elektrolit juga harus dikoreksi. Bila K serum 7 meq/L atau lebih
perlu dilakukan hemodialisa. Hemodialisa juga diperlukan bila terdapat Kreatinin serum > 10 mg%, BUN
> 100 mg% atau terdapat edema paru. Drainase yang segera perlu dikerjakan bila terdapat timbunan
nanah misalnya pyonefrosis atau hidronefrosis berat (derajat IV). Pyonefrosis dan hidronefrosis yang
berat menyebabkan terjadinya iskemia sehingga mengurangi penetrasi antibiotika. Drainase dapat
dikerjakan secara perkutan atau dengan operasi biasa (lumbotomi). Penderita yang telah melewati masa
kritis dari septikemia maka harus secepatnya dilakukan tindakan definitif untuk kelainan urologi
primernya.

F. Patofiologi
Patofisiologi Urosepsis Patogenesa dari gejala klinis urosepsis adalah akibat dari masuknya endotoksin,
suatu komponen lipopolisakarida dari dinding sel bakteri yang masuk ke dalam sirkulasi darah.
Lipopolisakarida ini terdiri dari komponen lipid yang akan menyebabkan:

1. Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa sitokin, antara lain tumor
necrosis factor alfa (TNF α) dan interlaukin I (IL I). Sitokin inilah yang memacu reaksi berantai yang
akhirnya dapat menimbulkan sepsis dan jika tidak segera dikendalikan akan mengarah pada sepsis berat,
syok sepsis, dan akhirnya mengakibatkan disfungsi multiorgan atau multi organs dysfunction syndrome
(MODS).

2. Rangsangan terhadap sistem komplemen C3a dan C5a menyebabkan terjadinya agregasi trombosit dan
produksi radikal bebas, serta mengaktifkan faktor-faktor koagulasi.

3. Perubahan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen. Karena terdapatnya resistensi
sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam jaringan sehingga untuk
memenuhi kebutuhan sel akan glukosa terjadi proses glukoneogenesis yang bahannya berasal dari asam
lemak dan asam amino yang dihasilkan dari katabolisme lemak berupa lipolisis dan katabolisme protein.

G. PATHWAY

Kuman pada sistem perkemihan

Masuk kedalam sirkulasi darah

Aktivitas sel-sel mkrofag dan monosit

Menghaslkan beberapa sitokin

Memicu reaksi berantai

Urosepsis

Infeksi dari jamur yag masuk kedalam Bakteri gram negative (pseudomonas
tubuh melalui : Pemasangan kateter urin aeruginosa, E. Coli, proteus sp. &
dan luka operasi Klebseila, & enterobakter)

Invasi ke dalam tubuh melalui saluran kencing

Pengeluaran mediator Infeksi


inflamasi

Penyempitan lumen uretra Respon inflamasi sistemik

Permukaan yang SEPSIS


mengalami inflamasi akan
bersentuhan dengan urin
Terbentuknya batu yang
besar

Obstruksi saluran kemih

Output urine menurun

Gangguan Eliminasi Urine

G. Pengkajian

Hal yang perlu dikaji sebelum melakukan tindakan pada pasien dengan Urosepsis atau pasien dengan
Infeksi Saluran Kemih (ISK) antara lain:

1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Kesehatan: riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan
keluarga, riwayat psikososial, riwayat kesehatan lingkungan, pola kebiasaan (pernapasan, makan
dan minum, eliminasi, istirahat dan tidur)
4. Pemeriksaan Fisik: kepala & rambut, wajah, mata, telinga, hidung, mulut & gigi, leher,
ekstremitas atas dan bawah (terpasang infus atau kateter), kulit.

H. Diagnosis
1. D.0077 Nyeri Akut
2. D.0040 Gangguan Elimnasi Urin
3. D.0142 Resiko infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Dessllinger RP, Carlet JM, Masur H, et al. the Surviving Sepsis Campaign Management

Guidelines Commi' ee. Crit Care Med 2004; 32:858-873.

Johnson. CC, MD. Definitions, Classification and Clinical Presentation of Urinary Tract

Infections. Med. Clin of North Am 1991; 75:2. 241-52.

Lavy MM, et al, 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS Internatonal Sepsis Definitions

Conference, Crit CareMed 2003 Vol. 31, No. 4 ; 1250-1256

McBryde C, Redington J. Diagnosis and management urinary tract infections: asymptomatic

bacteriuria, cystitis and pyelonephritis. Primary Care Case Review 2001 (4); 3 – 14.

Naber KG, Bergman B, Bishop MC, Johansen TEB, Botto H, Lobel B (ed). European

Association of Urology: Guidelines on Urinary and Male Genital Tract Infections.

2001.

Purnomo B. Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua. 2008. Sagung Seto. Jakarta

Rivers et al. Early Goal Directed Therapy in the Treatment of Severe SepsiS dan Septic

Shock. N Engl JMed, Vol. 345, No. 19, 2001

Tseng CC, et al. Role of Host and Bacterial Virulence Factors in the Development of Upper
Urinary Tract Infection Caused by E. Coli. Am J of Kidney Dis 2002; 39:4. 744-752.

Budi, Kusuma. 2001. Ilmu Patologi..Jakarta: EGC

Carpenito,LyndaJuall.1995.

DiagnosakeperawatanAplikasipadaPraktekKlinikEdisi6.Jakarta: EGC.

Ganong, F. William. 1998.Buku Ajar FisiologiKedokteran Edisi 17.Jakarta: EGC.

Marrilyn,E.Doengus.1999. RencanaAsuhanKeperawatanPedomanUntukPerencanaandan

Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi3. Jakarta: EGC.

Elizabet J. Corwin, 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

E, Oswari. 2000.Bedah dan Perawatanya. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Gale,Danielle RN, MS. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC.

Smelster, SuzanneC. 2001. Keperawatan Medikal Bedah,Edisi8, Vol. 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai