Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PENURUNAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

PADA LANJUT USIA DI BALAI PENYANTUNAN


LANJUT USIA TERLANTAR SENJA CERAH
KOTA MANADO

OLEH
Celsis Dio Paninggiran, S.Kep
230141040011

PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penuaan merupakan proses yang wajar terjadi pada manusia seiring dengan
bertambahnya usia. Proses penuaan tersebut berpengaruh pada perubahan semua sistem
dalam tubuh termasuk pada sistem muskuloskeletal. Sistem muskuloskeletal terdiri dari
sistem muskulus dan skeletal. Beberapa perubahan yang terjadi pada sistem
muskuloskeletal lansia mencakup perubahan anatomi dan fisiologis. Perubahan
tersebut berdampak pada penurunan fungsi tubuh yang akan berlanjut pada penurunan
fungsi tubuh secara keseluruhan sehingga kegiatan sehari-hari dapat terganggu.
Perubahan umum yang terjadi pada sistem muskuloskeletal berupa sarkopenia
(kehilangan massa dan fungsi otot) dan osteopenia atau osteoporosis (kehilangan massa
tulang) pada usia lanjut ketika tidak diobati akan menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang besar upopulasi lansia dan dapat mengakibatkan hilangnya
kemandirian di kemudian hari ( Colón, et al., 2018). Selain itu, beberapa kondisi
patologis dapat munchul sephherti artritis yang mencakup osteoarthritis (OA),
polymyalgia rheumatica (PMRh),h rheumatoid arthritis (RA), dan gout serta
osteoporosis (Tabloski, 2014; Touhy & Jhhett, 2014). Penyakit-penyakit di atas dapat
memperburuk kondisi lansia bahkan sahmpai mengganggu aktivitas fisik rutin yang
biasa dilakukan oleh lansia. h
Perubahanh fisiologis dan patolgis pada sistem muskuloskeletalh lansia seharusnya
dapat diantisihpasi sedari dini agar proses penuansaan yang berakibhat pada perubahan
fisiologiss dhan patologis tidak menimbulkan dampak yang lebhih besar Dengan
bertambahnhya jumlah lansia muncul juga peningkatan penyakith dan kondisi ini
umumnya hmempengaruhi populasi tersebut. Oleh karena itu dalam hmakalah ini akan
dibahas pherubahan fisiologis dan patologis pada lansia khusushnya pada sistem
muskuloshkeletal yang dikaji dari berbagai sumber.h
B. Perubahan Terkait Usia pada Fungsi Muskuloskheletal
Sihstem muskuloskeletal merupakan sistem yangh terdiri dari tulang, sendi, dan
otot. Sistehm tersebut paling erat kaitannya dengan mhobilitas fisik individu. Seiring
berhtambahnya usia, terdapat berbagai perubahanh yang terjadi pada sistem
mhusculoskeletal yang terdiri dari tulang, otot, sendi, dahn saraf.
1. Perubahan Fisiologis Tulang
Sistem skeletal pada manusiha tersusun dari 206 tulang termasuk dengan sendi
yang mehnghubungkan antar keduahnya. Kerangka yang dibentuk dari susunan
tulang tersebut shangat kuat namun relathif ringan. Fungsi utama sistem skeletal ini
adalah memhbentuk dan dukungan pada tubuh manusia. Selain itu, sistemh ini juga
berperan untuk melindungi tubuh, misalnya tulang tengkorak yang melihnhungi
otak dan mata, tulang rusuk yang melindungi jantung, serta tulang belakangh yang
melindungi sumsum tulang belakang. Struktur pada kerangka ini juga terdahpat
tendon otot yang mendukung adanya pergerakan (Mauk, 2006).
Tulang mencapai kematangan pada saat waktu dewasa awal tetapi terus
melakukahn remodeling sepanjang kehidupan. Menurut Colón, et al. (2018) secara
umum, perhubahan fisiologis pada tulang lansia adalah kehilangan kandungan
mineral tulang. keadhaan tersebut bedampak pada meningkatnya risiko fraktur dan
kejadian terjatuh. Selaihn itu, terjadi juga penurunan massa tulang atau disebut
dengan osteopenia. Jikah tidak ditangani segara osteopenia bisa berlanjut menjadi
osteoporosis yang ditandai denhgan karakteristik berkuranganya kepadatan tulang
dan meningkatkan laju kehhilangan tulang.
Perubahan-perubhahan lain yang terjadi menurut Miller (2012) antara lain:
a. Meningkatnya resorbhsi tulang (misalnya, pemecahan tulang diperlukan untuk
remodeling)
b. Arbsorbsi kalhsium berkurang
c. Meningkatnya hhormon serum paratiroid;
d. Gangguan regulhasi dari aktivitas osteoblast;
e. Gangguan formahsi tulang sekunder untuk mengurangi produksi osteoblastik
dari matriks tulang; dan
f. Menurunnya estrogen phada wanita dan testosterone pada laki-laki.
2. Perubahan Fisiologis Otot
Selain tulang, otot yang dikontrol oleh neuron motorik secara langsung
berdampak pada kehidupan sehari-hari. Perubahan fisilogis pada otot yang terjadi
pada lansia disajikan dalam tabel berikut ( Colón, et al., 2018).
Perubahan Efek Fungsional
Peningkatan variabilitas dalam ukuran Peningkatan heterogenitas jarak kapiler,
serat otot karena kapiler dapat hanya terletak di tepi
serat→ berdampak negatif terhadap
oksigenasi jaringan
Kehilangan massa otot Penurunan kekuatan dan tenaga
Serabut otot (fiber) tipe II menurun Terjatuh
Infiltrasi lemak Kerapuhan atau otot melemah

Secara keseluruhan akibat dari perubahan kondisi otot yang berhubungan dengan
bertambahnya usia disebut sarkopenia. Sarkopenia adalah kehilangan masa, kekuatan
dan ketahanan otot (Miller, 2012). Berikut penampang mikroskoping tulang dan otot
dalam keadaan normal dan dalam kondisi patologis
Gambar 1 Penampang mikroskoping tulang dan otot

Sumber: Colón, et al., (2018)


3. Perubahan Fisiologis Sendi
Proses degeneratif memengaruhi tendon, ligamen, cairan synovial. Perubahan-
perubahan yang terjadi pada sendi meliputi:
Organ/Jari Perubahan Fisiologis Efek
ngan
Sendi Menurunnya viskositas cairan Menurunnya perlindungan ketika
synovial bergerak (Miller, 2012).
• Erosi tulang (Miller, Menghambat pertumbuhan tulang
2012). (Miller, 2012).
• Mengecilnya kartilago
• Degenerasi gen dan sel Penurunan elastisitas, fleksibilitas,
elastin. stabilitas, dan imobilitas (Kurnianto,
• Ligamen memendek 2015).
• Fragmentasi struktur
fibrosa di jaringan ikat.
• Pembentukan jaringan
parut di kapsul sendi dan
jaringan ikat (Miller,
2012).
Penurunan kapasitas gerakan, Gangguan fleksi dan ekstensi
seperti: penurunan rentang sehingga kegiatan sehari-hari menjadi
gerak pada lengan atas, fleksi terhambat.
punggung bawah, rotasi
eksternal pinggul, fleksi lutut,
dan dorsofleksi kaki (Miller,
2012).

Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen pada jaringan


penyambung meningkat secara progresif (Stanley, et. al., 2007). Efek perubahan
pada sendi ini adalah gangguan fleksi dan ekstensi, penurunan fleksibilitas struktur
berserat, berkurang perlindungan dari kekuatan gerakan, erosi tulang, berkurangnya
kemampuan jaringan ikat (Miller, 2012), inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas
sendi, dan deformitas (Stanley, et. al., 2007).
4. Perubahan Fisiologis Saraf
Proses degeneratif memengaruhi gerak refleks, sensasi, dan posisi sendi.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada saraf meliputi:
Organ/Jaringan Perubahan Fisiologis Efek
Saraf • Penurunan gerakan • Berjalan lebih lambat.
refleks. • Berkurangnya respon terhadap
• Gangguan proprioception rangsangan lingkungan (Miller,
terutama pada wanita. 2012).
• Berkurangnya rasa sensasi
getaran dan posisi sendi
pada ektremitas bagian
bawah (Miller, 2012).
Perubahan kemampuan visual Perubahan pemeliharaan dalam posisi
tegak
Perubahan kontrol postural Peningkatan goyangan tubuh yang
merupakan tolak ukur dari gerakan
tubuh saat berdiri (Miller, 2012).

Adapun ringkasan perubahan fisiologis pada sistem muskuloskeletal digambarkan


dalam gambar berikut.
Gambar 2 Perubahan Fisiologis pada Sistem Muskuloskeletal

Sumber: Tabloski (2014)


C. Faktor – Fhaktor Resiko
Defisit nutrisi dan kurang olahraga merupakan faktor risiko penting terhadap
penurunan kinerja muskuloskeletal. Studi telah menemukan bahwa asupan protein yang
rendah atau konsumsi protein berkualitas rendah meningkatkan hilangnya otot pada
orang dewasa yang lebih tua dan dapat menyebabkan sarkopenia.
Para peneliti juga fokus pada kekurangan vitamin D karena vitamin ini sangat
penting untuk penyerapan kalsium dan kesehatan muskuloskeletal. Beberapa penelitian
menemukan bahwa serum vitamin D tingkat berkorelasi kuat dengan fungsi ekstremitas
bawah pada orang dewasa berusia 60 tahun atau lebih dan ini mungkin menjelaskan
mengapa suplementasi vitamin D dengan dosis 700 hingga 1000 IU setiap hari
diperlukan mengurangi risiko jatuh dan patah tulang nonvertebral.
Selain dikaitkan dengan jatuh dan patah tulang, kekurangan vitamin D juga
dikaitkan dengan berkurangnya pegangan tangan kekuatan, berkurangnya jarak
berjalan kaki, berkurangnya aktivitas di luar ruangan, ketidakmampuan menaiki tangga,
dan gangguan kekuatan ekstensi kaki

Faktor risiko
• ↓ aktivitas menahan beban
• ↓ kalsium dan vitamin D
• Merokok tembakau
• Kondisi patologis
• Efek pengobatan yang merugikan
• Faktor lingkungan
• Perubahan gaya berjalan
• ↓ fungsi sensorik

D. Konsekuensi Fungsional Negatif


Orang lanjut usia dapat mengkompensasi sebagian perubahan terkait usia yang
mempengaruhi fungsi muskuloskeletal melalui promosi kesehatan Intervensi, seperti nutrisi
yang baik dan aktivitas fisik. Namun, konsekuensi fungsional dari osteoporosis adalah Cukup
serius, begitu pula konsekuensi fungsional yang diakibatkan oleh banyaknya faktor risiko yang
berkontribusi terhadap jatuh dan patah tulang pada orang lanjut usia. Seperti banyak aspek
fungsi lainnya Di masa dewasa yang lebih tua, efek risiko kumulatif dan berinteraksi Faktor
yang paling signifikan mempengaruhi fungsi dan kualitas hidup, bukan perubahan terkait usia.
Fungsional Negatif Konsekuensi
• ↓ kekuatan otot dan Ketahanan
• ↑ kesulitan melakukan ADL
• ↑ risiko jatuh danPatah tulang
• Takut terjatuh
1. Efek pada Fungsi Muskuloskeletal
Kekuatan otot, daya tahan, dan koordinasi terpengaruh sampai batas tertentu
karena perubahan terkait usia, bahkan tanpa adanya perubahan faktor risiko. Dimulai
sekitar usia 40 tahun, otot kekuatan menurun secara bertahap, mengakibatkan
penurunan secara keseluruhan sebesar 30% hingga 50% pada usia 80 tahun, dengan
penurunan yang lebih besar kekuatan otot pada ekstremitas bawah dibandingkan
pada ekstremitas atas ekstremitas. Berkurangnya kekuatan otot terutama disebabkan
oleh hilangnya massa otot yang berkaitan dengan usia, olahraga dapat memengaruhi
kekuatan otot pada usia berapa pun.
Otot, daya tahan dan koordinasi berkurang akibat bertambahnya usia perubahan
terkait pada otot dan sistem saraf pusat. Karena perubahan ini, orang dewasa yang
lebih tua mengalami otot kelelahan setelah periode latihan yang lebih singkat
dibandingkan dengan mereka rekan-rekan yang lebih muda. Fungsi sendi mulai
menurun pada masa dewasa awal dan berkembang secara bertahap menyebabkan
perubahan jangkauan berikut gerak:
• Penurunan rentang gerak lengan atas
• Penurunan fleksi punggung bawah
• Penurunan rotasi eksternal pinggul
• Penurunan fleksi pinggul dan lutut
• Penurunan dorsofleksi kaki.

Perubahan ini mengakibatkan melambatnya kinerja aktivitas sehari-hari, seperti


menulis, makan, berdandan, dan memakai sepatu kaus kaki; kesulitan menaiki
tangga dan tepi jalan; dan keseluruhan berkurangnya kemampuan untuk merespon
rangsangan lingkungan. Perubahan gaya berjalan yang berbeda pada pria dan wanita
adalah salah satunya semakin nyata konsekuensi fungsional yang terjadi setelah usia
75 tahun. Wanita mempunyai kontrol otot yang lebih sedikit, mengembangkan gaya
berjalan berdiri dan berjalan yang lebih sempit, dan berkembang perubahan tipe kaki
bengkok yang mempengaruhi ekstremitas bawah dan mengubah sudut pinggul. Pria
yang lebih tua mengembangkan cara berjalan yang lebih luas dan gaya berjalan
berdiri, ditandai dengan ayunan lengan yang lebih sedikit, lebih pendek langkahnya,
penurunan tinggi langkah, dan posisi yang lebih fleksi kepala dan badan
dibandingkan ketika mereka masih muda.

2. Kerentanan terhadap Jatuh dan Patah Tulang


Kombinasi perubahan terkait usia dan berbagai faktor risiko yang saling
berinteraksi membahayakan orang lanjut usia dengan meningkatnya risiko
kemungkinan jatuh dan patah tulang. Patah tulang tidak hanya terjadi pada orang
lanjut usia, tetapi patah tulang memang berbeda dalam banyak hal. Dari yang terjadi
pada populasi yang lebih muda. Pertama, tulang orang dewasa yang lebih tua dapat
patah karena sedikit atau tanpa adanya trauma, sedangkan tulang anak-anak dan
orang dewasa muda yang sehat biasanya patah karena adanya benturan yang kuat.
Patah tulang akibat benturan yang tidak lebih parah dari benturan yang
diakibatkannya
Jatuh ke lantai dari posisi berdiri diklasifikasikan sebagai patah tulang osteoporosis
(juga disebut patah tulang kerapuhan, atau bukan Patah tulang traumatis). Kedua,
risiko patah tulang meningkat secara tidak langsung dan berhubungan dengan usia.
Ketiga, kemungkinan terjadinya patah tulang lebih besar Orang lanjut usia,
khususnya patah tulang pinggul, akan mempunyai konsekuensi serius yang
mempengaruhi kemandirian, kualitas hidup, serta morbiditas dan mortalitas. Studi
menunjukkan bahwa orang dewasa lanjut usia yang memiliki Memiliki patah tulang
mempunyai peningkatan risiko penurunan fungsional, jatuh berulang, perawatan
permanen di fasilitas perawatan, dan memperpendek harapan hidup (Ioannidis et al.,
2009; Kannegaard, Van Der Mark, Eiken, & Abrahamsen, 2010; Lloyd dkk., 2009;
Pereira, Puts, Portela, & Sayeg, 2009)
3. Takut Jatuh
Sejak awal tahun 1980-an, ahli gerontologi telah mengenali suatu sindrom yang
berhubungan dengan meningkatnya kecemasan saat terjatuh. Itu frase sindrom pasca-
jatuh awalnya digunakan untuk menggambarkan pola berjalan berbeda yang diadopsi
oleh orang lanjut usia yang terjatuh dan dirawat di rumah sakit karena cedera pasca
jatuh. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat banyak penelitian mengenai rasa takut
terjatuh, yang merupakan ketakutan paling umum yang dilaporkan di kalangan orang
lanjut usia dan telah diidentifikasi sebagai ketakutan umum. Masalah kesehatan yang
sama pentingnya dengan jatuh. Penelitian telah menemukan bahwa rasa takut terjatuh
berhubungan dengan usia yang lebih tua, depresi, pernah terjatuh sebelumnya,
penggunaan alat bantu berjalan, gangguan keseimbangan, dan keterbatasan dalam
ADL.
Meskipun rasa takut terjatuh dapat memberikan efek perlindungan ketika
menyebabkan orang lanjut usia mengambil tindakan pencegahan, penelitian
menunjukkan bahwa kekhawatiran berlebihan terhadap jatuh menyebabkan
keterbatasan aktivitas dan perubahan gaya berjalan yang sebenarnya menurunkan
stabilitas berjalan dan dapat meningkatkan risiko jatuh.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Penilaian keperawatan terhadap fungsi muskuloskeletal berfokus pada identifikasi
risiko jatuh, patah tulang, dan osteoporosis, dengan perhatian khusus pada faktor-faktor
yang dapat dimodifikasi atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. Perawat dapat
menggunakan alat jatuh. Alat penilaian risiko untuk mengidentifikasi orang lanjut usia
yang mungkin mendapat manfaat dari intervensi pencegahan yang tepat
1. Menilai Kinerja Muskuloskeletal
Penilaian kinerja muskuloskeletal secara keseluruhan dimulai dengan
pengamatan mobilitas dan aktivitas orang tersebut. Selain mengamati orang tersebut
berjalan, penting juga untuk mengamati orang tersebut bangkit dari kursi bersampul
keras tanpa lengan. Perawat memperoleh informasi pengkajian tambahan dengan
mengajukan pertanyaan tentang kemampuan seseorang untuk melakukan ADL.
Ketika keterbatasan teridentifikasi, penting untuk menemukannya mengetahui
apakah lansia menggunakan alat bantu untuk meningkatkan mobilitas,
keseimbangan, atau fungsi keseluruhan; keamanan; dan kemerdekaan. Jika orang
tersebut tidak menggunakan perangkat tersebut—dan mungkin mendapatkan
manfaat dari perangkat tersebut—perawat menilai pengetahuan orang tersebut
tentang ketersediaan perangkat tersebut dan sikapnya dalam menggunakannya
karena sikapnya cenderungm empengaruhi penerimaan penggunaan alat bantu yang
direkomendasikan. Perawat dapat menggunakan kriteria pengkajian fungsional
semua ADL yang diberikan.
Selain mengalami perubahan kecil dalam kinerja ADL, orang lanjut usia juga
mengalami penurunan tinggi badan dan perubahan postur. lansia mungkin khawatir
atau tidak sadar akan hilangnya tinggi badan; Namun, penurunan berat badan sekitar
2 hingga 4 cm per dekade adalah hal yang normal, karena osteoporosis dan
perubahan terkait usia lainnya. Memasukkan pertanyaan tentang tinggi badan orang
tersebut biasanya dan penurunan tinggi badan yang nyata akan memberikan
kesempatan kepada perawat untuk menilai kesadaran lansia terhadap perubahan ini.
Meskipun konsekuensi fungsional dari penurunan tinggi badan minimal, orang
lanjut usia akan mengalami hal tersebut tidak pernah terlalu tinggi mungkin
mengalami peningkatan kesulitan dalam melakukan aktivitas yang bergantung pada
tinggi badan.
2. Mengidentifikasi Risiko Jatuh dan Cedera
Mengidentifikasi risiko jatuh merupakan bagian penting dari layanan kesehatan
bagi semua lansia karena sangat penting untuk memulai tindakan preventif.
Penilaian risiko jatuh bersifat multidimensi dan ide-ide. Lingkungan. Hal ini
penting karena jatuh dan hampir jatuh disebabkan oleh berbagai kondisi yang saling
berinteraksi.
Informasi penilaian terbaik diperoleh dengan mengamati orang di lingkungan dan
memberikan perhatian khusus terhadap kesadaran dan perhatian seseorang terhadap
lingkungan. Observasi sangat membantu dalam mengidentifikasi perbedaan antara
persepsi seseorang terhadap kemampuannya dan kinerja aktualnya. Pengamatan
juga menyediakan informasi tentang perilaku adaptif yang mungkin tidak diakui.
B. Diagnosa
Gangguan Mobilitas Fisik merupakan diagnosis keperawatan yang diterapkan
ketika pengkajian mengidentifikasi keterbatasan dalam bergerak Diagnosis ini
didefinisikan sebagai “keterbatasan dalam gerakan fisik tubuh yang mandiri dan terarah
atau dari satu atau lebih ekstremitas” (NANDA International, 2009)
Faktor terkait yang umum terjadi pada orang dewasa yang lebih tua meliputi radang
sendi, depresi, nyeri kronis, patah tulang pinggul, dan gangguan neurologis (misalnya
demensia atau penyakit Parkinson). Jika pengkajian keperawatan mengidentifikasi
riwayat jatuh atau risiko apa pun untuk jatuh, diagnosis keperawatan Risiko Jatuh dapat
diterapkan. Diagnosis ini didefinisikan sebagai “peningkatan kerentanan terjatuh yang
dapat menyebabkan cedera fisik (NANDA Internasional, 2009).

C. Intervensi
1. Mempromosikan Muskuloskeletal yang Sehat Fungsi dan Mencegah Jatu
Orang lanjut usia yang sehat hanya mengalami sedikit penurunan fungsi
muskuloskeletal secara keseluruhan, namun mereka dapat mengkompensasi
konsekuensi fungsional kecil ini dengan mempertahankan aktivitas aktif, gaya
hidup. Berbagai jenis olahraga bermanfaat dalam meningkatkan fungsi
muskuloskeletal yang sehat dan perawat dapat mendorong lansia untuk
memasukkan beberapa strategi olahraga ke dalam rutinitas perilaku kesehatan rutin
mereka.
Efek positif muskuloskeletal dari olahraga antara lain peningkatan kekuatan tulang,
peningkatan total kalsium tubuh, peningkatan koordinasi, dan meningkatkan fungsi
tubuh secara keseluruhan. Latihan fleksibilitas dapat meningkatkan jangkauan
gerakan, dan olahraga menahan beban merupakan intervensi penting untuk
osteoporosis. Latihan aerobik moderat dapat mencegah hilangnya massa otot pada
orang lanjut usia dan sangat penting bagi mereka yang sengaja mencoba
menurunkan berat badan Penelitian juga menemukan bahwa latihan ketahanan
meningkatkan massa otot, kekuatan, dan fungsi pada orang dewasa yang lebih tua
(Verdijk et al., 2009).
Lampiran
Pendidikan Kesehatan Tentang Osteoporosis

Intervensi untuk pencegahan dan pengobatan osteoporosis perlu menjadi bagian integral dari
program pencegahan patah tulang. Orang dewasa yang lebih tua, khususnya di lingkungan
layanan kesehatan yang besar fokus perawatan adalah pada kondisi kronis (misalnya,
perawatan di rumah dan pengaturan perawatan jangka panjang).

Meskipun praktisi perawatan primer bertanggung jawab untuk mendiagnosis dan mengobati
osteoporosis, perawat bertanggung jawab atas pendidikan kesehatan tentang osteoporosis.
Intervensi dan pencegahan patah tulang. Karena kesadaran tentang osteoporosis pada pria baru
mulai berkembang perawat memiliki tanggung jawab khusus untuk mendidik pria lanjut usia
tentang osteoporosis dan patah tulang. Perawat juga perlu fokus pada kesehatan pendidikan
pada orang dewasa lanjut usia yang telah mengalami patah tulang dan
pada orang yang memiliki faktor risiko lain, karena orang yang mereka yang lebih rentan
terhadap dampak serius osteoporosis mungkin lebih termotivasi untuk melakukan intervensi
pencegahan.
DAFTAR PUSTAKA

Amelio, P., & Isaiya, G, C. (2015). Male osteoporosis in elderly. International Journal of
Endocrinology. Vol. 15 (9)
Arenson, C., et al. (2009). Reichel’s care of the elderly. (6th Ed). United States: Cambridge
University Press.
Arthritis Care. (2016). Understanding Arthritis. London: Arthritis Care retrieved by
https://www.arthritiscare.org.uk/assets/000/001/820/Understanding_FINAL_100516_
web_original.pdf?1502875508 on Monday, 16 April 2018.
Arthritis Research UK. (2011). Clinical assessment of the musculoskeletal system: A guide for
medical students and healthcare professionals. Registered Charity England and Wales
No. 207711, ISBN 978 1 901815 17 7.
Berg, K., Wood-Dauphinee, S., Williams, J. L., and Maki, B. Measuring balance in the elderly:
Validation of an instrument. Can. J. Pub. Health, July/August supplement 2:S7-11,
1992
Cary, M. and Lyder, C. H. (2011). Geriatric assessment: Essential skills for nurses. American
Nurses Today [July, 2011] Vol. 6 No. 7
CDC. (2017). Assessment timed up & go (TUG). Retrieved from www.cdc.gov/steadi
Colón, C. J., Molina-Vicenty, I. L., Frontera-Rodríguez, M., García-Ferré, A., Rivera, B. P.,
Cintrón-Vélez, G., & Frontera-Rodríguez, S. (2018). Muscle and Bone Mass Loss in
the Elderly Population: Advances in diagnosis and treatment (Vol. 3). doi:
10.7150/jbm.23390
Fillit, H., Rockwood, K., & Young, J. (2017). Brocklehurst's textbook of geriatric medicine
and gerontology (8th ed., p. 120). Philadelphia: Elsevier.
Herdman, T., & Kamitsuru, S. (2014). NANDA international nursing diagnoses: Definitions &
classification, 2015–2017. Oxford: Wiley Blackwell.
Kurnianto, D. (2015). Menjaga kesehatan usia lanjut. Jurnal Olahraga Prestasi. 11 (2): 19-30
Marquis, D., Foreman, Milisen, K., & Fulmer, T. (2010). Critical care nursing of older adults:
Best Practices. New York: Springer Publishing Company, LLC
Mauk, K. L. (2006). Gerontological nursing: Competencies for care. London: Jones and
Bartlett Publishers, Inc.
Miller, C.A. (2012). Nursing for wellness in older adults: Theory and practice. (6th Ed).
Philadephia: Wolters Kluwer / Lippincott Williams & Wilkins.
Phelan, E., Mahoney, J., Voit, J., & Stevens A, J. (2016). Assessment and management of fall
risk in primary care settings. Diakses pada
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4707663/
Pusdatin Kemenkes RI. (2015). Data dan kondisi penyakit osteoporosis di indonesia. Jakarta:
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Ragab, G., Elshahaly, M., & Bardin, T. (2017). Gout: An old disease in new perspective – A
review. Journal of Advanced Research. Vol. 8 (5) p. 495-511
Stanley & Beare, P G. (2007). Gerontological nursing: A health promotion or protection
Approach. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins.
Stanley, M. & Beare, P. G. (2007). Buku ajar keperawatan gerontik. Edisi 2. Terj. Nety Juniarti
& Sari Kurnianingsih. Jakarta: EGC.
Sihombing, I., Wangko S., & Kalanggi, S, J. (2012). Peran estrogen pada remodeling tulang.
Jurnal Biomedik. Vol 4 (3)
Tabloski, P. (2014). Gerontological nursing third edition. USA: Pearson.
Touhy, T.A., & Jett, K. (2014). Ebersole and hess: Gerontological nursing and
healthy aging. USA: Elsevier Mosby

Anda mungkin juga menyukai