Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Fery Efendi dan Makhfudli, 2009, seseorang dikatakan lanjut usia apabila
usianya 65 tahun ke atas dan merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh beradaptasi terhadap lingkungan. Penurunan
kemampuan ini berkaitan dengan penurunan kepekaan terhadap perubahan lingkungan.
Perubahan lingkungan yang buruk tambah memperberat lansia untuk beraktivitas. Sedangkan
Rahayu (2010) menjelaskan bahwa lanjut usia (lansia) adalah proses yang dialami oleh semua
orang. Penampakannya tidak sama pada setiap orang. Pada usia 60 tahun ada yang tampak
seperti usia 40 tahun dan ada yang seperti 80 tahun. Perbedaan ini disebabkan oleh tingkat
kesehatan fisik dan psikis serta faktor lingkungan seperti polusi, dataran tinggi dan gaya hidup
di mana ada yang hidup santai dan ada yang hidup aktif ,Proses penuaan menyebabkan
banyak perubahan pada komposisi tubuh dan fungsi psikologis lansia. Hal ini disebabkan
penurunan kekuatan otot, keseimbangan, daya tahan, dan kemampuan aerobik. Permasalahan
pada panca indra juga mengakibatkan menurunnya refleks pada lansia. Akibatnya lansia
memiliki risiko jatuh lebih tinggi daripada usia muda (Efendi dan Makhfudli, 2009) .
WHO memperkirakan tahun 2025 jumlah lansia di seluruh dunia akan mencapai 1,2
miliar orang yang akan terus bertambah hingga 2 miliar orang di tahun 2050. Data WHO juga
memperkirakan 75% populasi lansia di dunia pada tahun 2025 berada di negara berkembang
(WHO, 2008).
Salah satu indikator kemajuan suatu negara adalah meningkatnya angka usia harapan
hidup, sehingga pertumbuhan jumlah penduduk lansia meningkat dari tahun ke tahun.
Permasalahan pada lansia terutama terletak pada masalah kesehatan. Hal ini disebabkan
karena penurunan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional yang disebabkan proses alamiah
dan penyakit degeneratif yang memerlukan biaya perawatan yang tinggi (Saputra, 2012).
Data statistik 2009 menunjukan bahwa lansia laki-laki meninggal akibat jatuh, 34 %
lebih banyak daripada lansia wanita. Tetapi lansia wanita memiliki risiko patah tulang akibat
jatuh dua kali lebih tinggi daripada lansia laki-laki. Jatuh juga merupakan penyebab utama
cedera pada kepala lansia. Data mencatat 46 % cedera kepala berat dialami oleh lansia akibat

1
2

jatuh (Jones dan Bartlett, 2015). Di Indonesia tercatat dari 115 penghuni panti asuhan 30
lansia atau 43 % mengalami jatuh (Darmojo, 2004). Sebagian besar jatuh pada lansia terjadi
pada saat lansia berjalan. Hal tersebut diperparah oleh pengalaman pernah jatuh sehingga
lansia takut untuk melangkah. Angka jatuh pada lansia tersebut membuat perlu dipelajari
faktor-faktor yang mempengaruhi jatuh pada lansia. Faktor- faktor yang mempengaruhi jatuh
pada lansia adalah kelemahan otot, pengalaman pernah jatuh, efek samping dari empat atau
lebih obat-obatan, penggunaan alat bantu, arthritis, depresi, usia di atas 80 tahun, dan
permasalahan saat jalan yang dipengaruhi oleh keseimbangan, kesadaran, pengelihatan,
aktivitas sehari-hari. Menurut beberapa penelitian sebagian besar lansia jatuh pada saat
berjalan. Pada lanjut usia terjadi perubahan pola jalan, di mana amplitudo dan kecepatannya
berkurang (Kane et al., 2004).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian risiko jatuh pada lansia ?
2. Bagaimana faktor yang mempengaruhi risiko jatuh pada lansia ?
3. Bagaimana dampak jatuh pada lansia ?
4. Bagaimana pencegahan jatuh pada lansia ?

C. Tujuan
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan:
1. Pengertian jatuh pada lansia
2. Faktor yang mempengaruhi risiko jatuh
3. Dampak jatuh pada lansia
4. Pencegahan jatuh pada lansia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Risiko jatuh (risk for fall) merupakan diagnosa keperawatan berdasarkan North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA), yang didefinisikan sebagai peningkatan
kemungkinan terjadinya jatuh yang dapat menyebabkan cedera fisik (Wilkinson, 2005).
Jatuh merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak sengaja tergeletak di lantai,
tanah atau tempat yang lebih rendah, hal tersebut tidak termasuk orang yang sengaja
berpindah posisi ketika tidur (WHO, 2007).

B. Faktor yang Mempengaruhi Risiko Jatuh


Risiko jatuh dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, sedangkan faktor eksternal adalah faktor
yang berasal dari luar diri orang tersebut misalnya dari lingkungan sekitar.
1. Faktor Intrinsik
a. Usia
Usia mempengaruhi risiko jatuh dari seseorang, dimana usia atau umur erat
kaitannya dengan proses pertumbuhan dan proses penuaan. Pada lansia yang telah
mengalami proses penuaan, terjadi penurunan fisiologis pada tubuhnya, dan proses
penuaan tersebut berlangsung secara terus menerus.
Proses penuaan menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis pada lansia. Perubahan
fisiologis yang terjadi pada sistem muskuloskeletal, saraf, kardio-vaskuler-respirasi,
indra dan integumen. Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia meliputi
1) Sistem muskuloskeletal
Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi perubahan pada jaringan
penghubung, kartilago, tulang, otot dan sendi.
a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago
dan jaringan pengikat mengalami perubahan dan penurunan hubungan tarikan
linear sehingga terjadi penurunan mobilitas pada jaringan tubuh karena penuaan.

3
4

Penuaan menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif pada kolagen sehingga


terjadi penurunan daya mekanik, daya elastik dan timbul kekakuan (Timiras &
Navazio, 2008). Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunnya
fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan
kekuatan otot dan penurunan kemampuan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok
dan berjalan, serta terjadi hambatan dalam melakukan aktivitas setiap hari (Lewis
& Bernstein, 1996). Dimana hambatan tersebut dapat mempengaruhi aktivitas
sehari – hari pada lansia.
b) Kartilago
Karena penuaan jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan akhirnya
menjadi rata, sehingga kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan
degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progesif. Proteoglikan yang merupakan
komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap.
Kartilago di persendian mengalami kalsifikasi, sehingga fungsinya sebagai
peredam kejut dan permukaan sendi yang berpelumas menurun, sehingga
kartilago pada persendian rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering
terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan tersebut sendi
mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan
terganggunya aktivitas setiap hari (Sri Surini & Utomo, 2002).
c) Tulang
Secara fisiologis penuaan berdampak pada menurunnya kepadatan tulang.
Trabecula longitudinal menjadi tipis dan trabekula transversal terabsorbsi
kembali, sehingga jumlah spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjadi
tipis. Perubahan yang lain berupa penurunan estrogen sehingga produksi
osteoklast tidak terkendali, penurunan penyerapan kalsium di usus, peningkatan
kanal Haversi sehingga tulang keropos. Berkurangnya jaringan dan ukuran tulang
secara keseluruhannya menyebabkan kekakuan dan penurunan kekuatan tulang
sehingga berdampak munculnya osteoporosis yang selanjutnya dapat
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur (Timiras & Navazio, 2008). Kondisi
tersebut dapat membatasi kemampuan dari lansia dan menyebabkan lansia
mengalami gangguan dalam aktivitas fisiknya sehari – hari.
5

d) Otot
Perubahan struktur otot karena penuaan bervariasi pada masing – masing orang.
Perubahan tersebut meliputi penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, atropi
pada beberapa serabut otot dan hipertropi pada beberapa serabut otot yang lain,
peningkatan jaringan lemak dan jaringan penghubung dan lain-lain
mengakibatkan efek negatif. Efek tersebut adalah penurunan kekuatan, otot
penurunan fleksibilitas otot, perlambatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan
fungsional (Bonder & Wagner, 1994).
e) Sendi
Jaringan ikat disekitar sendi seperti tendon, ligamen dan fasia pada lansia
mengalami penurunan elastisitas. Ligamen, kartilago dan jaringan partikular
mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan
kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi sehingga sendi kehilangan
fleksibilitasnya yang berdampak pada penurunan luas gerak sendi dan
menimbulkan kekakuan sendi.
2) Sistem Saraf
Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respons motorik pada
susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif, hal ini menyebabkan
terjadinya gangguan koordinasi dan kemampuan dalam beraktivitas pada lansia. Hal
ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis
dan biokimia. Akson, dendrit dan badan sel saraf banyak yang mengalami kematian,
sedangkan yang hidup mengalami perubahan. Dendrit yang berfungsi untuk
komunikasi antar sel saraf mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan
hubungan dengan sel saraf lain. Daya hantar saraf mengalami penurunan 10 %
sehingga gerakan menjadi lamban. Akson dalam medula spinalis menurun 37 %
(Timiras & Maletta, 2008). Kondisi tersebut mengakibatkan penurunan fungsi
kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, refleksi, proprioseptif, perubahan
postur dan peningkatan waktu reaksi. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian latihan
koordinasi dan keseimbangan serta latihan untuk menjaga mobilitas dan postur (Sri
Surini & Utomo, 2002). Latihan untuk menjaga dan mengoptimalkan kebugaran
lansia juga harus diberikan untuk memaksimalkan kondisi sistem saraf lansia.
6

3) Sistem kardiovakuler
Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan kemampuan
peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat katup jantung
mengalami fibrosis. Sinoatrial node (SA node) dan jaringan konduksi berubah
menjadi jaringan ikat. Kemampuan arteri dalam menjalankan fungsinya berkurang
sampai 50%. Pembuluh darah kapiler mengalami penurunan elastisitas dan
permeabilitas. Terjadi perubahan fungsional berupa kenaikan tahanan vaskular
sehingga menyebabkan peningkatan takanan sistole dan penurunan perfusi jaringan
(Timiras & Navazio, 2008). Curah jantung (cardiac output) menurun akibat
penurunan denyut jantung maksimal dan volume sekuncup. Respon vasokontriksi
untuk mencegah terjadinya penumpukan darah (poling of bload) menurun, sehingga
respon terhadap hipoksia menjadi lambat. Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal
(VO2 maksimum) berkurang, sehingga kapasitas vital paru menurun. Latihan
berguna untuk meningkatkan VO2 maksimum, mengurangi tekanan darah dan berat
badan (Timiras & Navazio, 2008 ).
4) Sistem Indera
Semua sistem indera yang berhubungan dengan keseimbangan statik dan dinamik
akan menurun bersamaan dengan menurunnya usia, seperti penglihatan (visual) dan
vestibular. Perubahan pada sistem penglihatan (visual) menyebabkan cahaya yang
dihantar ke retina berkurang sehingga ambang visual meningkat dan daya adaptasi
terang-gelap menurun, ketajaman penglihatan serta jarak pandang menurun.
Penurunan tajam penglihatan pada lansia disebabkan oleh katarak, degenerasi
makuler dan penglihatan perifer yang menghilang. Pada sistem vestibular terjadi
degenerasi sel-sel rambut dalam makula dan sel saraf. Karena kondisi tersebut lansia
akan kesulitan memperkirakan jarak dan memposisikan kepala pada garis
keseimbangan sehingga sering terjadi gangguan keseimbangan fungsional pada
lansia (Sri Surini & Utomo, 2002 ).
b. Kekuatan Otot
Kekuatan otot adalah kekuatan suatu otot atau group otot yang dihasilkan untuk
dapat melawan tahanan dengan usaha yang maksimum. Kekuatan otot diperlukan saat
melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya suatu
7

peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat dijabarkan
sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban internal (internal force)
maupun beban eksternal (external force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan
sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktivasi otot
untuk melakukan kontraksi, sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktivasi,
maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut (Irfan, 2012).
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat agar bisa menggerakan
anggota gerak bawah untuk melakukan gerakan fungsionalnya (Nugroho, 2011).
Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan
gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara berkelanjutan mempengaruhi
posisi tubuh. Kemampuan otot untuk mempertahankan posisi tegak dan stabil
merupakan bentuk dari aktivitas otot untuk menjaga keseimbangan baik saat statis
maupun dinamis saat melakukan suatu gerakan. Hal tersebut dapat dilakukan apabila
otot memiliki kekuatan dengan besaran tertentu.
Perubahan morfologis pada otot menyebabkan perubahan fungsional otot, yaitu
terjadinya penurunan kekuatan otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, kecepatan waktu
reaksi dan rileksasi, dan kinerja fungsional. Setelah melewati usia 30 tahun, manusia
akan kehilangan kira-kira 3 – 5 % jaringan otot total per dekade. Penurunan fungsi dan
kekuatan otot akan mengakibatkan yaitu (1) penurunan kemampuan mempertahankan
keseimbangan tubuh, (2) hambatan dalam gerak duduk ke berdiri, (3) peningkatan risiko
jatuh, (4) perubahan postur. Masalah pada kemampuan gerak dan fungsi lansia
berhubungan erat dengan kekuatan otot yang bersifat individual. Lansia dengan
kekuatan otot quadrisep yang baik dapat melakukan aktivitas berdiri dari posisi duduk
dan berjalan 6 meter dengan lebih cepat (Bonder & Wagner, 1994). Penelitian lain
menunjukkan bahwa kelemahan otot abduktor sendi panggul dapat mengurangi
kemampuan lansia mempertahankan keseimbangan berdiri pada satu tungkai dan
timbulnya gangguan postural. Penurunan serabut otot reaksi cepat (tipe II) dapat
meningkatkan risiko jatuh karena penurunan respons terhadap keseimbangan (Bonder &
Wagner, 1994). Penurunan terhadap respon keseimbangan meyebabkan timbulnya
ganngguan dalam mengontrol keseimbangan.
8

c. Keseimbangan
1) Definisi
Keseimbangan merupakan kemampuan tubuh untuk mengontrol pusat gravitasi
(center of gravity) atau pusat massa tubuh (center of mass) terhadap bidang tumpu
(base of support). Pusat gravitasi (center of gravity) adalah suatu titik dimana massa
dari suatu obyek terkonsentrasi berdasarkan tarikan gravitasinya. Pada manusia
normal, pusat gravitasi terletak di perut bagian bawah dan sedikit di depan sendi
lutut. Agar dapat menjaga keseimbangan, pusat gravitasi tersebut berpindah untuk
memberikan kompensasi agar tidak terjadi gangguan yang dapat menyebabkan orang
kehilangan keseimbangannya (Barnedh et al, 2006).
Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap bagian tubuh dan didukung
oleh sistem muskuloskeletal serta bidang tumpu. Tujuan tubuh mempertahankan
keseimbangan, yaitu untuk menyangga tubuh melawan gaya gravitasi dan faktor
eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang
dengan bidang tumpu, serta menstabilkan bagian tubuh yang lain saat melakukan
suatu gerakan (Irfan, 2012). Kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara massa
tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas
secara efektif dan efesien (Yuliana, 2014)
2) Fisiologi Keseimbangan
Mekanisme fisiologi terjadinya keseimbangan dimulai ketika reseptor di mata
menerima masukan penglihatan, reseptor di kulit menerima masukan kulit, reseptor
di sendi dan otot menerima masukan proprioseptif dan reseptor di kanalis semikularis
menerima masukan vestibular. Seluruh masukan atau input sensoris yang diterima di
salurkan ke nukleus vertibularis yang ada di batang otak, kemudian terjadi
pemrosesan untuk koordinasi di serebelum, dari serebelum informasi disalurkan
kembali ke nukleus vertibularis. Terjadilah output atau keluaran ke neuron motorik
otot ekstremitas dan badan berupa pemeliharaan keseimbangan dan postur yang
diinginkan, keluaran ke neuron motorik otot mata eksternal berupa kontrol gerakan
mata, dan keluaran ke SSP berupa persepsi gerakan dan orientasi. Mekanisme
tersebut jika berlangsung dengan optimal akan menghasilkan keseimbangan statis
yang optimal (Yuliana, 2014)
9

Kontrol keseimbangan dipengaruhi oleh sistem informasi sensoris meliputi visual,


vestibular, dan somatosensoris.
a) Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Penglihatan memberikan
informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang
peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan
tempat kita berada. Penglihatan terjadi ketika mata menerima sinar yang
dipantulkan oleh benda sesuai jarak pandang. Dengan informasi visual, maka
tubuh dapat melakukan penyesuaian atau bereaksi terhadap perubahan bidang
pada lingkungan aktivitas sehingga otot dapat bekerja secara sinergis untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh (Irfan, 2010). Gangguan pada mata seperti
presbiopi, kelainan lensa mata (refleksi lensa mata kurang), kekeruhan pada lensa
mata (katarak), tekanan dalam mata yang meningkat (glaukoma) dan peradangan
saraf mata akan menimbulkan gangguan penglihatan, semua perubahan tersebut
akan mempengaruhi keseimbangan (Nugroho, 2000). Bila mata ditutup akan lebih
sulit mengatur keseimbangan badan dibandingkan dengan mata terbuka (faktor
visual). Jika mata ditujukan pada satu titik di depan ketika berjalan maka akan
lebih stabil dibandingkan dengan mata melihat ke tempat lain. Pusat
keseimbangan juga menerima pancaran rangsangan dari saraf aferen mata,
sehingga apa yang dilihat oleh mata juga akan merangsang pusat keseimbangan
yang ada di otak. Terdapat kerjasama yang amat erat antara mata dan pusat
keseimbangan dalam mengatur keseimbangan tubuh (Nala, 2002). Karena itulah
mata menjadi salah satu faktor penting dalam pengaturan keseimbangan tubuh
baik saat diam maupun bergerak.
b) Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam
keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular
berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis
semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut
dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi
kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka
mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka
meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang
10

berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi
ke serebelum, formatio retikularis, talamus dan korteks serebri (Canan, 2015) .
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular
formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke
motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang
menginervasi otot - otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot
punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga
membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot
postural (Canan, 2015).
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif.
Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula
spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi
ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus
(Irfan, 2010). Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian
bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat
indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan
ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain,
serta otot diproses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang
(Irfan, 2010). Selain sistem sensoris, pengaturan keseimbangan juga dipengaruhi
oleh komponen lainya yaitu respon otot-otot postural yang sinergis, kekuatan otot,
adaptive system dan lingkup gerak sendi. Respon otot-otot postural yang sinergis
mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok
otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur
saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan.
Keseimbangan tubuh dalam berbagai posisi terjadi jika respon dari otot-otot
postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu,
gaya gravitasi, dan aligment tubuh (Nugroho, 2011).
c) Komponen lain yang mempengaruhi keseimbangan adalah adaptive systems dan
lingkup gerak sendi. Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan
keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan
11

karakteristik lingkungan. Sementara lingkup gerak sendi (joint range of motion),


membantu tubuh dalam melakukan suatu gerakan dan mengarahkan gerakan
tersebut terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi
(Nugroho, 2011).
Faktor – Fator yang Mempengaruhi Keseimbangan
(1) Pusat Gravitasi (Centre of Gravity-COG)
Pusat gravitasi merupakan titik utama pada tubuh yang mendistribusikan
massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka
tubuh dalam keadaan seimbang. Gangguan keseimbangan dapat terjadi karena
adanya perubahan postur sebagai akibat dari perubahan titik pusat gravitasi.
Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan
berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas
pinggang di antara depan dan belakang vertebra sakrum ke dua. Kemampuan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan dalam berbagai bentuk
posisi tubuh sangat dipengaruhi oleh kemampuan tubuh menjaga centre of
gravity untuk tetap dalam 27 area batas stabilitas tubuh (stability limit).
Stability limit adalah batas dari luas area di mana tubuh mampu menjaga
keseimbangan tanpa adanya perubahan tumpuan (Irfan, 2012).
(2) Garis Gravitasi (Line of Gravity-LOG)
Garis gravitasi adalah garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat
gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi
dengan bidang tumpu akan menentukan derajat stabilitas tubuh. Garis
gravitasi pada seseorang yang sedang berdiri berjalan mulai dari prosesus
mastoideus pada tulang temporal, bagian anterior sakral ke-dua, bagian
posterior dari hip, dan anterior knee dan ankle
(3) Bidang Tumpu (Base of Support-BOS)
Bidang tumpu adalah bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan
tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada pada bidang tumpu, tubuh dalam
keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang
tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya
berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu
12

kaki. Base of Support pada gerak manusia akan memberikan reaksi pada pola
gerak individu. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka
stabilitas tubuh makin tinggi (Wen Chang, 2009).
(4) Penurunan Keseimbangan pada Lansia
Penurunan keseimbangan pada lansia disebabkan oleh berbagai macam faktor
di antaranya adalah adanya gangguan pada sistem sensorik, gangguan pada
sistem saraf pusat (SSP), maupun adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal. Informasi mengenai posisi tubuh terhadap lingkungan atau
gravitasi diberikan oleh sistem sensorik, sedangkan sistem saraf pusat
berfungsi untuk memodifikasi komponen motorik dan sensorik sehingga
stabilitas dapat dipertahankan melalui kondisi yang berubah-rubah. Gangguan
pada sistem sensorik meliputi gangguan pada sistem visual, vestibular, dan
somatosensoris (Suadnyana, 2013).
Sistem visual seperti sistem organ lain mengalami degenerasi karena proses
penuaan. Pada sistem visual lansia, terjadi penebalan jaringan fibrosa dan
atrofi serabut saraf, berkurangnya sel-sel reseptor di retina, serta perubahan
elastisitas lensa dan otot siliaris. Penurunan fungsi visual tersebut,
menyebabkan masalah dalam persepsi bentuk dan kedalaman serta informasi
visual mengenai posisi tubuh yang diperlukan untuk kontrol postural
(Barnedh, 2006).
Sistem lain yang mengalami penurunan fungsi adalah sistem vestibular.
Perubahan degeneratif tersebut mengenai organ vestibular seperti: otolith,
epithelium sensorik dan sel rambut, nervus vestibularis, dan serebelum.
Makula secara progresif mengalami demineralisasi dan menjadi terpecah-
pecah. Hal ini mengakibatkan penurunan kemampuan dalam menjaga respon
postural terhadap gravitasi dan pergerakan linear. Selain itu terjadi pula atrofi
sel rambut disertai pembentukan jaringan parut dan setelah usia di atas 70
tahun terjadi penurunan sebanyak 20% jumlah sel rambut di makula dan 40%
di krista ampularis kanalis semisirkularis (Barnedh, 2006).
Sistem somatosensori memberikan informasi tentang posisi tubuh dan kontak
dari kulit melalui tekanan, taktil sensor, getaran, serta proprioseptor sendi dan
13

otot. Sensasi kulit melalui sentuhan, getaran dan tekanan sensor penting
dalam setiap aktivitas sehari-hari, terutama yang melibatkan gerakan.
Sensitivitas kulit berkurang dengan bertambahnya usia. Kurangnya masukan
dari taktil, tekanan dan getaran reseptor membuatnya sulit untuk berdiri atau
berjalan dan mendeteksi perubahan dalam pergeseran, yang penting dalam
menjaga keseimbangan (Suadnyana, 2013).
Lansia juga mengalami penurunan dalam kemampuan motorik. Hal ini
berhubungan dengan penurunan terhadap kontrol neuromuskular, perubahan
sendi, dan struktur lainnya. Menurunnya sistem muskuloskeletal berpengaruh
terhadap keseimbangan tubuh lansia karena terjadinya atropi otot yang
menyebabkan penurunan kekuatan otot, terutama ekstremitas bawah,
sehingga menyebabkan langkah kaki lansia menjadi lebih pendek, jalan
menjadi lebih lambat, tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung
mudah goyah, serta ada kecenderungan untuk tersandung. Hal ini
mengakibatkan lansia menjadi kurang percaya diri dan lebih berhati-hati
dalam berjalan. Penurunan kekuatan otot pelvis dan tungkai juga menjadi
faktor kontribusi bagi penurunan respon postural tersebut. Secara bersamaan,
hampir seluruh gerakan menjadi tidak elastis dan halus.
Gangguan motorik ini utamanya disebabkan oleh mulai hilangnya neuron-
neuron di medulla spinalis, otak, dan serebelum (Siti, 2009).
d) Indeks Massa Tubuh (IMT)
Dengan bertambahnya usia akan meningkatkan berat badan karena penumpukan
lemak di dalam otot sementara sel otot sendiri berkurang jumlah dan volumenya,
sehingga ada kecenderungan untuk mengurangi aktifitas fisik karena obesitas. Hal
ini menyebabkan kelemahan fisik yang dapat membatasi mobilitas yang
berpengaruh terhadap keseimbangan karena menjadi lamban di dalam bergerak
dan kurangnya reaksi antisipasi terhadap perubahan Centre Of Gravity (COG)
serta secara umum akan menurunkan kualitas hidup lansia.
14

2. Faktor Ekstrinsik
a. Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi risiko jatuh adalah penerangan yang tidak
baik, lantai yang licin dan basah, tempat berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah
dipegang, dan alat – alat atau perlengkapan rumah yang tidak stabil
b. Latihan atau Aktivitas Fisik
Menurut WHO (2007) salah satu intervensi yang bisa digunakan untuk memperbaiki
faktor fisiologis yang menyebabkan kejadian jatuh adalah program latihan fisik. Latihan
fisik dapat didefinisikan sebagai sebuah tipe aktivitas yang direncanakan, terstruktur
dan berupa gerakan tubuh yang berulang – ulang yang dilakukan untuk meningkatkan
atau mempertahankan satu atau lebih komponen kebugaran fisik.

C. Dampak Jatuh Pada Lansia


Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis.
Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah fraktur collum femur. Jenis
fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan
pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis yang terjadi antara lain syok setelah
jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk ansietas,
hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari, falafobia atau fobia jatuh
meskipun kejadian jatuh yang dialami tidak menimbulkan cedera fisik (Stanley & Beare,
2006).
Selain dampak diatas, kejadian jatuh pada lansia juga bisa mennyebabkan komplikasi
antara lain:
1. Perlukaan (injury)
Perlukaan (injury) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit
berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri/vena, patah tulang atau fraktur
misalnya fraktur pelvis, femur, humerus, lengan bawah, tungkai atas.
2. Disabilitas
Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan
fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan kepercayaan diri dan
pembatasan gerak.
15

3. Kematian

D. Pencegahan Jatuh Pada Lansia


Menurut Tinetti (1992), yang dikutip dari (Darmojo, 2004), ada 3 usaha pokok untuk
pencegahan jatuh yaitu :
1. Identifikasi faktor risiko
Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor
instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assessment keadaan sensorik, neurologis,
muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering menyebabkan jatuh. Keadaan
lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan.
Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin,
bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat, peralatan rumah tangga yang sudah tidak
aman (lapuk, dapat bergerser sendiri) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya
diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan/tempat aktivitas lanjut usia.
Kamar mandi dibuat tidak licin sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang
mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.
2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)
Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam melakukan
gerakan pindah tempat, pindah posisi. Evaluasi yang dapat dilakukan salah satunya dengan
TUG Test untuk menilai mobilitas, keseimbanan dan risiko jatuh. Bila badan tidak stabil
saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi
medis, latihan yang bias di lakukan antara lain Otago Home Exercise Programme yang
menitikberatkan pada pelatihan berdasarkan kemampuan fungsional dan Balance Strategy
Exercise yang menitikberatkan pada mengaturan postur selama melakukan gerakan.
Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan dengan cermat, apakah kakinya menapak
dengan baik, tidak mudah goyah, apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada
saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan
tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat kelainan/penurunan.
3. Mengatur/ mengatasi faktor situasional.
Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita lanjut usia dapat dicegah
dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia secara periodik. Faktor situasional bahaya
16

lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan , faktor situasional


yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut usia.
Aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai hasil
pemeriksaan kondisi fisik. Maka di anjurkan lanjut usia tidak melakukan aktifitas fisik
yang sangat melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus
Seorang perawat melakukan kunjungan rumah keluarga lansia berusia 75 tahun
tinggal bersama istrinya 70 tahun dan anaknya yang sudah menikah seorang perempuan berusia
40 tahun dan cucunya berusia 13 tahun. Hasil kunjungan rumah didapatkan data bahwa lansia
dalam keluarga tersebut sering mengalami kebingungan jika hari sudah gelap. Setiap hari kedua
lansia tersebut hanya dirumah karena pendengaran dan ketajaman penglihatan yang sudah
menurun sehingga jarang keluar dari rumah. Dari hasil wawancara didapatkan dengan keluarga
didapatkan bahwa kedua lansia tersebut dalam 3 bulan terakhir sering terjatuh kadang di kamar
mandi dan di dalam rumah. Lansia juga mengatakan bahwa kadang persepsi pandanganya sudah
berubah karena yang dilihat beda dengan benda yang sebenarnya. Keluarga sudah menyiapkan
ruangan khusus untuk lansia diruang yang luas dan penerangan yang jelas. Kedua lansia saat ini
kelihatan agak lemah, di beberapa bagian tubuhnya tampak bekas luka lama akibat jatuh.
Kemudian menyatakan sering pusing kepalanya, dan menyatakan malas makan. Hasil
pemeriksaan TD: 100/ 80 MmHg. N: 56 x/ menit. Konjungtiva pucat.

LEMBAR KERJA
1. Hasil pengakajian lansia
Data Subyektif Data Obyektif
1. Keluarga mengatakan bahwa lansia 1. TD 100/ 80 MmHg
sering mengalami kebingungan jika hari 2. N 56 x/ menit
sudah gelap. 3. Konjungtiva pucat
2. Keluarga mengatakan setiap hari kedua 4. Kedua lansia kelihatan agak lemah
lansia tersebut hanya dirumah karena 5. Di beberapa bagian tubuhnya tampak
pendengaran dan ketajaman penglihatan bekas luka lama akibat jatuh
yang sudah menurun sehingga jarang
keluar dari rumah
3. Keluarga mengatakan 3 bulan terakhir
sering terjatuh kadang di kamar mandi

17
18

dan di dalam rumah.


4. Lansia mengatakan bahwa kadang
persepsi pandanganya sudah berubah
karena yang dilihat beda dengan benda
yang sebenarnya.
5. Keluarga mengatakan sudah
menyiapkan ruangan khusus untuk
lansia diruang yang luas dan
penerangan yang jelas.
6. Lansia mengatakan sering pusing
kepalanya
7. Lansia mengatakan malas makan.
8. Keluarga mengatakan lansia (75 tahun)
tinggal bersama istrinya (70 tahun) dan
anaknya yang sudah menikah seorang
perempuan (40 tahun) dan cucunya (13
tahun)

2. Analisis data
No Data Diagnosa Keperawatan
1. DS: Resiko Jatuh
1. Keluarga mengatakan bahwa lansia
sering mengalami kebingungan jika
hari sudah gelap.
2. Keluarga mengatakan 3 bulan
terakhir sering terjatuh kadang di
kamar mandi dan di dalam rumah.
3. Lansia mengatakan bahwa kadang
persepsi pandanganya sudah
berubah karena yang dilihat beda
dengan benda yang sebenarnya.
19

4. Keluarga mengatakan sudah


menyiapkan ruangan khusus untuk
lansia diruang yang luas dan
penerangan yang jelas.
5. Lansia mengatakan sering pusing
kepalanya
6. Keluarga mengatakan lansia (75
tahun) tinggal bersama istrinya (70
tahun)

DO:
1. Kedua lansia kelihatan agak lemah
2. Di beberapa bagian tubuhnya
tampak bekas luka lama akibat
jatuh
3. Konjungtiva pucat
2. DS: Konfusi Akut
1. Keluarga mengatakan bahwa lansia
sering mengalami kebingungan jika
hari sudah gelap.
2. Keluarga mengatakan setiap hari
kedua lansia tersebut hanya
dirumah karena pendengaran dan
ketajaman penglihatan yang sudah
menurun sehingga jarang keluar
dari rumah
3. Lansia mengatakan bahwa kadang
persepsi pandanganya sudah
berubah karena yang dilihat beda
dengan benda yang sebenarnya.
DO:
20

TD 100/ 80 MmHg
3. DS: Sindrom Lansia Lemah
1. Keluarga mengatakan 3 bulan
terakhir sering terjatuh kadang di
kamar mandi dan di dalam rumah.
2. Lansia mengatakan sering pusing
kepalanya
3. Keluarga mengatakan lansia (75
tahun) tinggal bersama istrinya (70
tahun)

DO:
1. TD 100/ 80 MmHg
2. N 56 x/ menit
3. Konjungtiva pucat.

3. Learning Objective
Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui:
a. Asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah resiko jatuh.
b. Memprioritaskan diagnosa keperawatan berdasarkan masalah.
c. Membedakan diagnosa yang sama sesuai kasus.
d. Penanganan kepada lansia yang memiliki resiko jatuh.
e. Peran perawat pada lansia dengan masalah resiko jatuh.

4. Skoring Prioritas Diagnosa


a. Risiko Jatuh
No Kriteria Nilai Rasionalisasi
1 Sifat masalah 3/ 3 x 1 = 1 Karena lansia masih dalam keadaan
lemah sehingga masih ada riwayat
jatuh dan masih ada kemungkinan
mengalami jatuh kembali

2 Kemungkinan ½x2=1 Karena lansia sudah diberikan ruangan


21

masalah dapat diubah khusus terapi sesuai dengan


kondisinya saat ini

3 Potensi masalah dapat 2/ 3 x 1 = 2/ 3 Karena lansia masih mengalami


diubah gangguan penglihatan

4 Menonjolnya masalah 2/ 2 x 1 = 1 Karena kemungkinan lansia untuk


jatuh kembali masih ada

Total 3 2/ 3

b. Sindrom Lansia Lemah

No Kriteria Nilai Rasionalisasi


1 Sifat masalah 2/ 3 x 1 = 2/ 3 Karena lansia mengalami keadaan
yang lemah

2 Kemungkinan ½x2=1 Karena keluarga telah ruangan tetapi


masalah dapat diubah belum dapat diaplikasikan terhadap
lansia

3 Potensi masalah dapat 3/ 3 x 1 = 1 Apabila masalah tersebut tidak segera


diubah ditangani keadaan lansia akan semakin
lemah

4 Menonjolnya masalah 2/ 2 x 1 = 1 Keluarga merasa lansia yang lemah


perlu segera ditangani agar tidak
memperburuk keaadan pasien.

Total 3 2/ 3

c. Konfusi Akut
No Kriteria Nilai Rasionalisasi
1 Sifat masalah 3/ 3 x 1 = 1 Karena lansia masih dalam keadaan
lemah shg masih ada riwayat jatuh
dan masih ada kemungkinan
mengalami jatuh kembali

2 Kemungkinan ½x1=½ Karena lansia sudah diberikan ruangan


masalah dapat diubah khusus terapi sesuai dengan
kondisinya saat ini

3 Potensi masalah dapat 2/ 3 x 1 = 2/ 3 Karena lansia masih mengalami


diubah gangguan penglihatan
22

4 Menonjolnya masalah 2/ 2 x 1 = 1
Total 2 7/ 6

5. Rencana Asuhan Keperawatan


No. Diagnosa Nursing Out Come Nursing Intervensi Rasionalisasi
1. Resiko Setelah dilakukan Manajemen
Jatuh yang tindakan lingkungan:
ditandai keperawatan selama keselamatan (6486)
dengan 3 kali pertemuan 1. Identifikasi hal-hal 1. Agar dapat
keluarga lansia menunjukkan yang mencegah
mengatakan Fall prevention membahayakan di terjadinya jatuh
bahwa behavior (1909) lingkungan atau cidera kembali
lansia dengan indikator: 2. Kolaborasikan 2. Agar mendapatkan
sering 1. Pemberian dengan bidang hasil yang lebih
mengalami pencahayaan profesi lain optimal
kebingunga ruang yang dengan
n jika hari adekuat (skala 4 menciptakan
sudah gelap, ke 5) lingkungan yang
keluarga 2. Menggunakan aman
mengatakan alat bantu yang 3. Monitor 3. Agar lingkungan
3 bulan aman (skala 2 ke lingkungan disekitar lansia
terakhir 5) terhadap tetap aman dari
sering 3. Atur toilet sesuai terjadinya status gangguan yang bisa
terjatuh kebutuhan pasien keselamatan membahayakan
kadang di (skala 3 ke 5) tubuh
kamar 4. Kebersihan lantai 4. Modifikasi 4. Jauhkan benda-
mandi dan (skala 3 ke 5) lingkungan untuk benda yang dapat
di dalam meminimalisir membuat lansia
rumah, resiko jatuh jatuh atau cidera
lansia Fall occurrence 5. Singkirkan bahan 5. Agar lingkungan
mengatakan (1912) berbahaya dai tetap aman tanpa
bahwa 1. Terjatuh ketika ke lingkungan hambatan
kadang kamar mandi 6. Gunakan peralatan 6. Agar terhindar dari
persepsi (skala 4 ke 5) perlindungan bahaya yang
pandangany 2. Terjatuh ketika melukai bagian
a sudah berdiri (skala 2 ke tubuh lain
berubah 5)
karena yang 3. Terjatuh ketika
dilihat beda berjalan (skala 2 Pendidikan
dengan ke 5) kesehatan (5510)
23

benda yang 4. Terjatuh ketika 1. Penyuluhan pada 1. Agar lansia lebih


sebenarnya, berpindah (skala lansia dengan paham tentang cara
keluarga 2 ke 5) resiko jatuh pencegahan resiko
mengatakan jatuh
sudah Knowledge fall 2. Motivasi tingkat 2. Agar lansia tetap
menyiapkan prevention (1828) kepercayaan percaya diri dalam
ruangan 1. Latihan untuk untuk perilaku melakukan segala
khusus mengurangi kesehatan hal untuk lebih
untuk lansia resiko jatuh baik
diruang (skala 1 ke 3) 3. Targetkan sasaran 3. Agar penkes yang
yang luas 2. Jaga permukaan pada kelompok diberikan lebih
dan lantai agar tetap beresiko tinggi mudah dipahami
penerangan aman (skala 2 ke dan rentan usia yg oleh kelompok
yang jelas, 4) akan mendapatkan beresiko tinggi dan
lansia 3. Berikan alas kaki manfaat besar dari rentan usia
mengatakan yang sesuai (skala penkes
sering 2 ke 4) 4. Identifikasi faktor 4. Agar perawat dan
pusing internal dn keluarga bisa
kepalanya eksternal yang dpt memberikan
dan meningkatkan sert masukan atau
keluarga mengurangi saran yang sesuai
mengatakan motivasi untuk dengan faktor
lansia (75 berperilaku sehat. internal dan dan
tahun) eksternal klien
tinggal 5. Edukasi keluarga 5. Agar keluarga juga
bersama dan pasien bisa mengamankan
istrinya (70 lingkungan yang lingkungan untuk
tahun) serta tinggi resiko lansia
kedua lansia 6. Pertimbangkan 6. Agar perawat lebih
kelihatan riwayat individu memahami cara
agak lemah, dalam konsep untuk mengatasi
di beberapa personal dan keluarga dan juga
bagian riwayat sosial lansia
tubuhnya budaya individu
tampak kuluarga dan
bekas luka masyarakat
lama akibat 7. Tingkatkan 7. Agar klien lebih
jatuh dan sumber daya merasa nyaman
konjungtiva seperti ruang, dan aman
pucat peeralatan ,dll yg
24

diperlukan untuk
pelaksanaan
program

(Ners Windah) (Ners Windah) (Ners Windah)

2. Sindrom Setelah dilakukan Fall Prevention:


Lansia tindakan 1. Identifikasi 1. Untuk
Lemah yang keperawatan selama gangguan meminimkan jatuh
ditandai 3 kali pertemuan kognitif/ fisik terkait persepsi
dengan lansia menunjukkan pada lansia yang kognitif/ fisik yang
keluarga Neurological Status berpotensi lemah.
mengatakan dengan indikator: meningkatkan
3 bulan 1. Agak kontrol jatuh di
terakhir pusat motorik (2 lingkungan.
sering ke 4) Misalnya:
terjatuh 2. Pola perpindahan kelemahan otot
kadang di mata jarang (2 ke dan disorientasi
kamar 4) kognitif.
mandi dan 3. Orientasi kognitif 2. Identifikasi 2. Untuk mengetahui
di dalam jarang (2 ke 4) kebiasaan dan faktor penyebab
rumah, 4. Status kognitif faktor penyebab dan guna
lansia jarang (2 ke 4) risiko jatuh. menghindari faktor
mengatakan Misalnya: ke penyebab tersebut
sering kamar mandi agar lansia tidak
pusing tidak minta jatuh dan cidera
kepalanya tolong orang lain lagi.
dan padahal licin/
keluarga penerangan
mengatakan kurang.
lansia (75 3. Pantau 3. Untuk mengontrol
tahun) keseimbangan dan koordinasi
tinggal dan tingkat keseimbangan serta
bersama kelelahan dengan tingkat kelelahan
istrinya (70 ambulasi. lansia sehingga
tahun) serta risiko jatuh dan
TD 100/ 80 cidera menurun.
MmHg, N 4. Ajarkan lansia 4. Untuk melatih
56 x/ menit untuk lansia dalam
dan meminimalisir komunikasi yang
25

konjungtiva jatuh dan cidera baik terhadap


pucat. dengan orang lain.
memanggil orang
lain jika terasa
tidak kuat
berjalan/
berpindah,
meminta keluarga
untuk memasang/
membelikan alat
untuk membantu
mobilisasi.
5. Instruksikan 5. Untuk membantu
lansia dan menurunkan risiko
keluarga untuk jatuh dan cidera
menggunakan pada lansia.
alat bantu yang
dibutuhkan guna
meminimalisir
jatuh dan cidera
lansia.
6. Kolaborasikan 6. Untuk
tim kesehatan memperbaiki
lain untuk gangguan dan
meminimkan menurunkan risiko.
risiko, dengan
farmasi
(pengobatan).

(Ners Yunita) (Ners Yunita) (Ners Yunita)

3. Konfusi Setelah dilakukan Delirium


Akut yang tindakan Management:
ditandai keperawatan selama 1. Identifikasi 1. Untuk mengetahui
dengan 3 kali pertemuan faktor penyebab faktor penyebab
keluarga lansia menunjukkan delirium. dan guna
mengatakan Delirium Level menghindari faktor
bahwa (0916) dengan penyebab tersebut
lansia indikator: agar lansia tidak
26

sering 7. Aktivitas fisik jatuh dan cidera


mengalami (skala 1 ke 4 lagi.
kebingunga 8. Kesulitan 2. Identifikasi 2. Untuk mengetahui
n jika hari mempertahankan ketakutan dan dan mengontrol
sudah gelap, fokus (skala 2 ke perasaan lansia. masalah pada
keluarga 5) lansia.
mengatakan 9. Disorientasi 3. Pantau status 3. Untuk mengetahui,
setiap hari waktu (skala 2 ke neurologis mengontrol dan
kedua lansia 5) lansia. koordinasi
tersebut 10. G tindakan terkait
hanya angguan ingatan masalah lansia.
dirumah (skala 1 ke 5) 4. Informasikan 4. Untuk menambah
karena 11. K lansia terkait pengetahuan lansia
pendengara esulitan kebutuhannya, dan membantu
n dan intrepetasi misalnya: dalam orientasi
ketajaman lingkungan (skala tempat, waktu nama, tempat dan
penglihatan 1 ke 4) dan orang. waktu.
yang sudah 5. Validasi lansia 5. Untuk
menurun tentang menyamakan
sehingga kesalahan persepsi lansia
jarang persepsi/ terkait apa yang
keluar dari ketidakakuratan dilihatnya.
rumah dan interprestasi dari
lansia benda
mengatakan sebenarnya.
bahwa 6. Komunikasikan 6. Untuk melatih
kadang lansia dengan lansia dalam
persepsi bahasa yang berkomunikasi
pandangany simpel, langsung yang baik terkait
a sudah dan pernyataan mobilisasi.
berubah yang mengarah.
karena yang Misalnya:
dilihat beda berkomunikasi
dengan perlahan, pelan
benda yang tetapi langsung
sebenarnya pada
serta TD permasalahannya
100/ 80 .
MmHg
(Ners Vitria) (Ners Vitria)
27

(Ners Vitria)

6. Implementasi dan Evaluasi


No Diagnosa Implementasi Evaluasi
1. Resiko Jatuh yang Pertemuan I : Pertemuan I :
ditandai dengan 1. Mengidentifikasi hal-hal S : Keluarga mengatakan 3
keluarga yang membahayakan di bulan terakhir sering
mengatakan bahwa lingkungan terjatuh kadang di kamar
lansia sering 2. Mengkolaborasikan dengan mandi dan di dalam rumah.
mengalami bidang profesi lain dengan
kebingungan jika menciptakan lingkungan O : Dibeberapa bagian
hari sudah gelap, yang aman tubuhnya tampak bekas
keluarga 3. Memonitor lingkungan luka lama akibat jatuh
mengatakan 3 bulan terhadap terjadinya status
terakhir sering keselamatan A : Masalah belum teratasi
terjatuh kadang di 4. Memodifikasi lingkungan
kamar mandi dan di untuk meminimalisir resiko P: Lakukan modifikasi
dalam rumah, lansia jatuh lingkungan untuk
mengatakan bahwa 5. Menyingkirkan bahan meminimalisir resiko jatuh
kadang persepsi berbahaya dari lingkungan
pandanganya sudah 6. Menggunakan peralatan I: Memodifikasi lingkungan
berubah karena perlindungan untuk meminimalisir resiko
yang dilihat beda jatuh
dengan benda yang
sebenarnya, E : Resiko jatuh berkurang
keluarga karena dapat memodifikasi
mengatakan sudah lingkungan
menyiapkan
ruangan khusus R : lakukan penyuluhan pada
untuk lansia diruang lansia dengan resiko jatuh
yang luas dan
penerangan yang Pertemuan ke II Pertemuan ke II
jelas, lansia S : Keluarga mengatakan
mengatakan sering 1. Memberikan penyuluhan kadang lansia masih
pusing kepalanya pada lansia dengan resiko terjatuh di kamar mandi dan
dan keluarga jatuh di dalam rumah.
mengatakan lansia 2. Memotivasi tingkat
(75 tahun) tinggal kepercayaan untuk O : konjungtiva lansia tampak
bersama istrinya (70 perilaku kesehatan pucat
tahun) serta kedua 3. Menargetkan sasaran pada
28

lansia kelihatan kelompok beresiko tinggi A : Masalahteratasi sebagian


agak lemah, di dan rentan usia yg akan
beberapa bagian mendapatkan manfaat P: Lakukan penyuluhan pada
tubuhnya tampak besar dari penkes lansia dengan resiko jatuh
bekas luka lama 4. Mengidentifikasi faktor
akibat jatuh dan internal dan eksternal I: Melakukan penyuluhan pada
konjungtiva pucat yang dpt meningkatkan lansia dengan resiko jatuh
serta mengurangi motivasi E : Resiko jatuh berkurang
untuk berperilaku sehat. R : lakukan edukasi keluarga
dan pasien lingkungan yang
tinggi resiko

Pertemuan ke III
Pertemuan ke III S : Keluarga mengatakan
1. Mengedukasi keluarga lansia sudah tidak terjatuh.
dan pasien lingkungan
yang tinggi resiko O : lansia tampak sehat dan
2. Mempertimbangkan berhati-hati ketika berjalan
riwayat individu dalam
konsep personal dan A : Masalah teratasi
riwayat sosial budaya
individu kuluarga dan P: Lakukan edukasi keluarga
masyarakat dan pasien lingkungan yang
3. Meningkatkan sumber tinggi resiko
daya seperti ruang,
peeralatan ,dll yg I: Mengedukasi keluarga dan
diperlukan untuk pasien lingkungan yang
pelaksanaan program tinggi resiko

E : Resiko jatuh berkurang


R : Pertahankan intervensi

2. Sindrom Lansia Kunjungan I: Kunjungan I :


Lemah yang 1. Mengidentifikasi S: keluarga pasien mengatakan
ditandai dengan gangguan kognitif/ fisik pasien dulu pernah jatuh
keluarga pada lansia yang karena lantai kamar mandi
mengatakan 3 bulan berpotensi meningkatkan licin dan tidak ada yang
terakhir sering jatuh di lingkungan. menemani ketika ke kamar
terjatuh kadang di Misalnya: kelemahan otot mandi
29

kamar mandi dan di dan disorientasi kognitif.


dalam rumah, lansia 2. Mengidentifikasi O: pasien tampak lemah dan
mengatakan sering kebiasaan dan faktor berhati-hati ketika bangun,
pusing kepalanya penyebab risiko jatuh. duduk maupun berjalan
dan keluarga Misalnya: ke kamar mandi
mengatakan lansia tidak minta tolong orang A : Sindrom Lansia Lemah
(75 tahun) tinggal lain padahal licin/ belum teratasi
bersama istrinya (70 penerangan kurang.
tahun) serta TD P :
100/ 80 MmHg, N 1. Ajarkan lansia untuk
56 x/ menit dan meminimalisir jatuh dan
konjungtiva pucat. cidera dengan memanggil
orang lain jika terasa tidak
kuat berjalan/ berpindah,
meminta keluarga untuk
memasang/ membelikan
alat untuk membantu
mobilisasi.
2. Instruksikan lansia dan
keluarga untuk
menggunakan alat bantu
yang dibutuhkan guna
meminimalisir jatuh dan
cidera lansia.

Kunjungan II: Kunjungan II:


1. Mengajarkan lansia untuk S: keluarga pasien mengataka
meminimalisir jatuh dan sudah menyediakan alat
cidera dengan memanggil bantu untuk pasien
orang lain jika terasa tidak
kuat berjalan/ berpindah, O: keluarga pasien
meminta keluarga untuk menunjukkan alat bantu
memasang/ membelikan yang digunakan
alat untuk membantu
mobilisasi. A: Sindrom Lansia Lemah
2. Meginstruksikan lansia teratasi sebagian
dan keluarga untuk
menggunakan alat bantu P :
yang dibutuhkan guna 1. Pantau keseimbangan dan
meminimalisir jatuh dan tingkat kelelahan dengan
30

cidera lansia. ambulasi.


2. Kolaborasikan tim
kesehatan lain untuk
meminimkan risiko, dengan
farmasi (pengobatan).

Kunjungan III : Kunjungan III:


1. Memantau keseimbangan S: Keluarga pasien
dan tingkat kelelahan mengatakan pasien selalu
dengan ambulasi. memanggil jika ingin ke
2. Mengkolaborasikan tim kamar mandi
kesehatan lain untuk
meminimkan risiko, O: ruangan tampak terang dan
dengan farmasi terdapat alat bantu di
(pengobatan). dalamnya, ada obat-obatan
yang diberikan oleh farmasi

A: Sindrom Lansia Lemah


teratasi

P: Hentikan intervensi

3. Konfusi Akut yang Pertemuan I :


ditandai dengan
keluarga 1. Mengidentifikasi faktor
mengatakan bahwa penyebab delirium
lansia sering 2. Mengidentifikasi ketakutan
mengalami dan perasaan lansia
kebingungan jika
hari sudah gelap, Pertemuan II :
keluarga 3. Memantau status
mengatakan setiap meurologis lansia
hari kedua lansia 4. Menginformasikan lansia
tersebut hanya terkait kebutuhannya. Contoh
dirumah karena : tempat, waktu, dan orang
pendengaran dan
ketajaman Pertemuan III :
penglihatan yang 5. Memvalidasi lansia terkait
sudah menurun kesalahan persepsi /
sehingga jarang ketidakakuratan interpretasi
31

keluar dari rumah dari benda sebenarnya.


dan lansia 6. Mengkomunikasikan lansia
mengatakan bahwa dengan bahasa yang mudah
kadang persepsi dipahami, langsung dan
pandanganya sudah pernyataan yang mengarah.
berubah karena Contoh : Berbicara secara
yang dilihat beda perlahan dan tidak berbelit-
dengan benda yang belit
sebenarnya serta
TD 100/ 80 MmHg

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Risiko jatuh (risk for fall) merupakan sebagai peningkatan kemungkinan terjadinya
jatuh yang dapat menyebabkan cedera fisik. Risiko jatuh dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal. Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan
psikologis

B. Saran
Dengan di susunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak
bisa menambah pengetahuan pembaca mengenai asuhan keperawatan risiko jatuh pada lansia.
32

Di samping itu kami juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehingga kami
bisa menjadi lebih baik pada makalah asuhan keperawatan kami dikemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai