Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

SKRINING KESEHATAN LANSIA PADA KESEIMBANGAN

(BERG BALANCE SCALE, ROMBERG TEST, POSTURAL STREES TEST,


REACH TEST, TIME UP AND GO TEST)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Gerontik

Disusun oleh : Kelompok 8

1. Luqman Mulya Nugraha


2. Martenci Agunstin Penna
3. Maulidan Rista Sari
4. Maulidina Alfath Alaina
5. Mohammad Syakib
6. Muhammad Yusuf
7. Muhammad Ridho
8. Nadia Eka Indrianing
9. Nadia Erina Oktaviani
10. Nadia Putri Nabila

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI PROFESI NERS


2019

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut Usia (Lansia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60

tahun keatas. Secara biologis lanjut usia ialah orang yang mengalami

proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya

daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang

dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan

dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ (Roubenoff et

al., 2000).

Salah satu permasalahan lansia adalah tingginya angka prevalensi

kejadian jatuh. Prevalensi angka jatuh pada lansia mencapai 30-50% dan

40% untuk angka kejadian jatuh berulang, dan pada tahun 2050 akan

meningkat menjadi 20%. Hal ini menurut WHO Global report akan terjadi

jika permasalahan keseimbangan yang mengakibatkan kejatuhan jika tidak

ditangani secara serius. Insiden jatuh sendiri tampaknya bervariasi antara

negara-negara lainnya, misalnya studi di wilayah Asia Tenggara

ditemukan bahwa di China, 6-31%, kemudian di Jepang 20% orang

dewasa yang lebih tua turun setiap tahun.

Salah satu penyebab jatuh lansia adalah gangguan musculoskeletal,

berupa melemahnya kekuatan otot dan menurunnya fleksibilitas.


Gangguan muskuloskeletal menyebabkan gangguan keseimbangan dan

proses berjalan (keseimbangan dinamis). Ganggun muskuloskeletal ini

berhubungan dengan proses menua yang secara fisiologis.

Keseimbangan dibagi menjadi dua, keseimbangan dinamis dan statis.

Keseimbangan dinamis sendiri berarti adalah kemampuan manusia

mempertahankan posisi saat melakukan gerakan berpindah tempat dari

satu titik ketitik lainnya. Keseimbangan dinamis dalam prinsipnya

meliputi dua hal, yaitu posisi statis dan gerakan yang terkontrol (Barr,

2005).

Keperawatan gerontik sebagai cabang ilmu juga tidak terlepas dari

adanya berbagai perubahan tersebut, seperti teknologi alat kesehatan,

variasi jenis penyakit dan teknik intervensi keperawatan sehingga

kelompok tertarik untuk membahas keperawatan gerontik ini. Demi

meningkatkan ilmu keperawatan gerontik serta asuhan keperawatan pada

lansia.

B. Rumusan masalah

Bagaimana screening kesehatan pada lansia (Berg Balance Scale,

Romberg Test, Postural Stress Test, Reach Test, Time Up and Go Test)

tentang keseimbangan untuk meningkatkan pelayanan asuhan

keperawatan dalam profesi keperawatan ?


C. Tujuan

Mengetahui screening kesehatan pada lansia (Berg Balance Scale,

Romberg Test, Postural Stress Test, Reach Test, Time Up and Go Test)

tentang keseimbangan untuk meningkatkan pelayanan asuhan

keperawatan dalam profesi keperawatan.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Lansia

1. Pengertian lansia

Lansia adalah tahapan dimana individu ada pada usia tertentu, yang

dikategorikan sebagai berikut: lansia awal (young old) antara 65

sampai 74 tahun, lansia pertengahan (middle old) antara 75 sampai 84

tahun dan lansia akhir ( oldold) 85 tahun atau lebih (Miller, 2012).

2. Klasifikasi Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam

Nugroho (2006), lanjut usia meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun

b. Usia lanjut (eldery) antara 60-74 tahun

c. Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

3. Tipe Lansia

Menurut Maryam (2008), beberapa tipe lansia bergantung pada

karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial

dan ekonominya. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri

dengan perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap


ramah, rendah hati,sederhana, dermawan, memenuhi undangan,

dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan

selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan

memenuhi undangan

c. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga

menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit

dilayani, pengkritik dan banyak menuntut

d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan

agama dan melakukan pekerjaan apa saja

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif dan acuh tidak acuh

f. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan

selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan

memenuhi undangan
g. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga

menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit

dilayani, pengkritik dan banyak menuntut

h. Tipe bingung

i. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif dan acuh tidak acuh

4. Kemunduran Fisik Yang Sering Ditemukan Pada Lansia

Menurut Padila (2013), menjadi tua ditandai oleh kemunduran

biologis yang terlihat sebagai gejala – gejala kemunduran fisik, antara

lain:

a. Kulit mengendur dan wajah mulai keriput serta garis –garis yang

menetap

b. Rambut kepala mulai memutih atau beruban

c. Gigi mulai lepas ( ompong )

d. Pendengaran atau penglihatan mulai berkurang

e. Mudah lelah dan mudah jatuh

f. Mudah terserang penyakit

5. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya meliputi perubahan

dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya

sistem pernafasan, neurologi, pendengaran, penglihatan,


kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskolosketal,

gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan integumen (Padila, 2013).

a. Perubahan pada sistem musculoskeletal

b. Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi penurunan

kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan massa otot,

ukuran oto mengecil dan penurunan massa otot lebih banyak

terjadi pada ekstremitas bawah, sel otot yang mati digantikan oleh

jaringan ikat dan lemak, kekuatan atau jumlah daya yang

dihasilkan oleh otot menurun dengan bertambahnya usia,

kekuatan otot ekstremitas bawah berkurang sebesar 40% antara

usia 30 – 80 tahun (Padila, 2013).

c. Perubahan sistem musculoskeletal menurut Pudjiastuti &

Utomo, 2003:

1. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)

Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit,

tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami

perubahan bentangan cross linking yang tidak

teratur.Bentangan yang tidak teratur dan hubungan penurunan

hubungan tarikan linier pada jaringan kolagen merupakan

salah satu alas an penuruna mobilitas pada jaringan

tubuh.Setelah kolagen mencapai puncak fungsi dan daya

mekaniknya karena penuaan, tensile streght dan kekakuan dari

kolagen menurun menyebabkan fleksibilitas pada lansia


sehingga menimbulkan nyeri, penurunan kemampuan untuk

meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke

berdiri, jongkok, dan berjalan, dan hambatan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari.

2. Kartilago

Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan

mengalami granulasi sehingga permukaan sendi menjadi rata.

Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan

degenerasi cenderung kearah progresif. Fungsi kartilago

menjadi tidak efektif dan rentan terhadap gesekan. Perubahan

tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan.

Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan,

kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya

aktivitas sehari-hari.

3. Tulang

Berkurangnya kepadatan tulang menyebabkan jumlah

tulang spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjadi

tipis. Perubahan lain terjadi penurunan estrogen sehingga

produksi osteoklas tidak terkendali, penurunan penyerapan

calsium sehingga tulang menjadi keropos. Berkurangnya

jaringan dan ukuran tulang secara keseluruhan menyebabkan

kekuatan dan kekakuan tulang menurun. Dampak


berkurangnya kepadatan tulang mengakibatkan osteoporosis,

dan timbul nyeri, deformitas, dan fraktur.

4. Otot

Perubahan morfologis otot terjadi penurunan jumlah

serabut otot, atrofi beberapa serabut otot dan fibril menjadi

tidak teratur, dan hipertropi pada beberapa serabut otot yang

lain, berkurangnya 30% masa otot, peningkatan jaringan

lemak dan penghubung, degenerasi myofibril. Dampak

perubahan morfologis tersebut penurunan kekuatan otot,

penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi, dan

penurunan kemampuan fungsional otot.

Kekuatan, ketahanan dan koordinasi otot akan mengalami

penurunan. Kekuatan otot akan menurun secara bertahap, dan

pada usia 80 tahun penurunan kekuatan otot sekitar 30%-50%,

terutama terjadi pada ekstremitas bawah (Miller, 2012).

5. Sendi

Jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament, dan

fasia mengalami penurunan elastisitas dan daya lentur. Terjadi

degenerasi, erosi, dan kalsifikasi pada kartilago dan kapsul

sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi

penurunan luas gerak sendi. Kelainan akibat perubahan sendi,

antara lain; osteoarthritis, arthritis rheumatoid, Gout, dan

pseudogout. Kelainan tersebut menimbulkan gangguan berupa


bengkak, nyeri, kekauan sendi, keterbatasan ruang gerak

sendi, gangguan jalan, dan keterbatasan aktivitas.

b. Perubahan pada system neurologi

Perubahan yang terjadi pada sistem neurology meliputi berat

otak menurun, hubungan persyarafan cepat menurun, lambat

dalam respond an waktu berfikir, berkurangnya penglihatan,

hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium dan perasa

lebih sensitive terhadap peubahan suhu dengan redahnya

ketahanan terhadap dingin, kurang sensitive terhadap sentuhan

(Padila, 2013).

1. Otak

Proses penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun.

Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%)

antara usia 30-70 tahun. Tonjolan dendrite dineuron hilang

disusul me perubahan degenerative ini meningkat pada

individu lebih dari 60 tahun dan menyebabkan gangguan

persepsi, analisis dan integritas, input sensorik menurun

menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh,

panas, dingin, posisi sendi). Tampilan sesori motorik untuk

menghasilkan ketepatan melambat (Stanley, 2006).

Membengkaknya batang dendrit Kekuatan, ketahanan dan

koordinasi otot akan mengalami penurunan. Kekuatan otot

akan menurun secara bertahap, dan pada usia 80 tahun


penurunan kekuatan otot sekitar 30%-50%, terutama terjadi

pada ekstremitas bawah (Miller, 2012).

2. Sendi

Jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament, dan

fasia mengalami penurunan elastisitas dan daya lentur.

Terjadi degenerasi, erosi, dan kalsifikasi pada kartilago dan

kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga

terjadi penurunan luas gerak sendi. Kelainan akibat

perubahan sendi, antara lain; osteoarthritis, arthritis

rheumatoid, Gout, dan pseudogout. Kelainan tersebut

menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekauan

sendi, keterbatasan ruang gerak sendi, gangguan jalan, dan

keterbatasan aktivitas

B. Keseimbangan Tubuh Lansia

1. Definisi Keseimbangan

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan

pusat gravitasi atas dasar dukungan, biasanya ketika dalam

posisi tegak. Keseimbangan terbagi menjadi 2 yaitu statis dan

dinamis (Abrahamova & Hlavacka, 2008). Keseimbangan

dapat diartikan juga sebagai kemampuan untuk

mempertahankan pusat gravitasi (center of gravity)

atas dasar dukungan bidang tumpu (base of support) (Mauk,

2010).
2. Mekanisme Keseimbangan Postural

Mekanisme keseimbangan postural yaitu visual, vestibular,

proprioceptive. Pada lansia mengalami perubahan struktur mata

yaitu atropi dan hialinisasi pada muskulus siliaris yang dapat

meningkatkan amplitudo akomodasi. Hal ini dapat

meningkatkan ambang batas visual sehingga dapat mematahkan

impuls afferen yang kemudian dapat menurunkan visual

manula, dan pada akhirnya akan mempengaruhi keseimbangan

postural. Terjadi perubahan lapang pandang, penurunan tajam

penglihatan, sensitivitas penglihatan kontras akibat

berkurangnya persepsi kontur dan jarak. Penurunan tajam

penglihatan terjadi akibat katarak, degenerasi makuler, dan

penglihatan perifer menghilang (Gunarto, 2005). Reseptor

visual ini memberikan informasi tentang orientasi mata dan

posisi tubuh atau kepala terhadap kondisi lingkungan di

sekitarnya. Gangguan keseimbangan akan tampak lebih jelas

lagi jika impuls afferen untuk visual ditiadakan, misalnya pada

saat mata tertutup, maka kehilangan ayunan tubuh (sway)

menjadi berlebihan (Suhartono, 2005).

Sistem vestibular meliputi organ-organ di dalam telinga

bagian dalam. Proses degeneratif di dalam otolit sistem

vestibuler dapat menyebabkan vertigo posisisonal dan

ketidakseimbangan waktu berjalan (Gunarto, 2005). Organ


vestibular memberikan informasi ke CNS tentang posisi dan

gerakan kepala serta pandangan mata melalui reseptor makula

dan krista ampularis yang terdapat di telinga dalam (Suhartono,

2005). Gangguan fungsi vestibular dapat menyebabkan vertigo

atau gangguan keseimbangan.

Susunan proprioseptif ini memberikan informasi ke CNS

tentang posisi tubuh terhadap kondisi di sekitarnya (eksternal)

dan posisi antara segmen badan badan itu sendiri (internal)

melalui reseptor-reseptor yang ada dalam sendi, tendon, otot,

ligamentum dan kulit seluruh tubuh terutama yang ada pada

kolumna vertebralis dan tungkai. Informasi itu dapat berupa

tekanan, posisi sendi, tegangan, panjang, dan kontraksi otot

(Suhartono, 2005). Manula mengalami penurunan proprioseptif

(Pudjiastuti, 2003). Hal ini dapat meningkatkan ambang batas

rangsang muscle spindle, sehingga dapat mematahkan umpan

balik afferen dan secara berurutan dapat mengubah

kewaspadaan tentang posisi tubuh keadaan ini dapat

menimbulkan gangguan keseimbangan postural (Suhartono,

2005).

3. Pengelompokan Keseimbangan

Keseimbangan dikelompokkan dalam dua tipe yaitu

keseimbangan statis yang berperan mempertahankan posisi

tubuh pada saat tidak bergerak atau berubah. Contohnya pada


saat berdiri dengan bertumpu pada satu kaki, berdiri di atas

papan keseimbangan dan keseimbangan dinamis yang

menggambarkan kemampuan mempertahankan keseimbangan

dimana tubuh selalu bergererak atau berubah, contohnya

keseimbangan pada saat berjalan. Keseimbangan dinamis

melibatkan kemampuan kontrol tubuh karena tubuh bergerak

dalam ruang ( Howe et al., 2008).

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan

Keseimbangan dipengaruhi oleh banyak faktor dibawah ini

adalah faktor yang mempengaruhi keseimbangan pada tubuh

manusia yaitu :

a. Kekuatan otot (Muscle Strenght)

adalah kemampuan otot atau group otot

menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal

baik secara dinamis maupun secara statis. Kekuatan otot

dihasilkan oleh kontraksi otot yang maksimal. Otot yang

kuat merupakan otot yang dapat berkontraksi dan rileksasi

dengan baik, jika otot kuat maka keseimbangan dan

aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik seperti

berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan lain sebagainya

(Taylor, 2004).
b. Penyakit Tulang

Kondisi kesehatan tulang sangat mempengaruhi

tingkat keseimbangan lansia, lansia yang mempunyai

penyakit osteoporosis, rematoid artitis dan inflamasi tulang

sulit untuk menjaga keseimbangan postural (Perry &

Potter, 2004).

c. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)

Center of gravity merupakan titik gravitasi yang

terdapat pada semua benda baik benda hidup maupun mati,

titik pusat gravitasi terdapat pada titik tengah benda

tersebut, fungsi dari Center of gravity adalah untuk

mendistribusikan massa benda secara merata, pada manusia

beban tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh

dalam keadaan seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan

postur tubuh maka titik pusat gravitasi pun berubah, maka

akan menyebabkan gangguan keseimbangan (Unstable).

Titik pusat gravitasi selalu berpindah secara otomatis sesuai

dengan arah atau perubahan berat jika center of gravity

terletak di dalam dan tepat ditengah maka tubuh akan

seimbang, jika berada diluar tubuh maka akan terjadi

keadaan unstable. Pada manusia pusat gravitasi saat berdiri

tegak terdapat pada 1 inchi di depan vertebrae Sacrum 2

(Bishop & Hay, 2009).


d. Garis Gravitasi (Line of Gravity – LOG)

Garis gravitasi (Line Of Gravity) adalah garis

imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi.

Derajat stabilitas tubuh ditentukan oleh hubungan antara

garis gravitasi, pusat gravitasi dengan base of support

(bidang tumpu).

e. Bidang Tumpu (Base of Support)

Base of Support (BOS) merupakan bagian dari

tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan.

Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh

dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk

dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang

tumpu, semakin tinggi stabilitas. Semakin dekat bidang

tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin

tinggi (Wen Chang Yi et al, 2009).

5. Penyebab Gangguan Keseimbangan

Penyebab gangguan keseimbangan adalah disebabkan oleh

infeksi virus, bakteri, kegemukan, trauma kepala (Head

Injury), gangguan sirkulasi darah yang mempengaruhi telinga

bagian dalam atau otak, faktor usia, dan gangguan vestibular

pada bagian tepi yaitu gangguan pada labyrinth, gangguan

vestibular pada bagian tengah yaitu sebuah problem pada otak

dan saraf yang menghubungkannya.


6. Gangguan Keseimbangan

Gangguan keseimbangan yang terjadi pada lansia

disebabkan oleh adanya perubahan perubahan sistem

neurologis atau saraf pusat, sistem sensoris terutama sistem

visual, propioseptif dan perubahan pada sistem vestibuler serta

sistem musculoskeletal (Miller, 2004). Keseimbangan lansia

dapat dipengaruhi oleh faktor internal (usia, jenis kelamin,

pekerjaan, riwayat jatuh, aktivitas fisik, status nutrisi, hipotensi

ortostatik dan takut jatuh ) dan faktor eksternal (lingkungan

dan penggunaan alas kaki) (Achmanagara, 2012).

7. Pengukuran Keseimbangan Tubuh

Alat ukur tes keseimbangan postural sebagai berikut :

a. TUGT (Time Up and Go Test)

Mengukur kecepatan terhadap aktivitas yang mungkin

menyebabkan gangguan keseimbangan.

Alat yang dibutuhkan : Kursi dengan sandaran dan

penyangga lengan, stopwatch, dinding.

Waktu tes: 10 detik – 3 menit. Prosedur tes :

Posisi awal pasien duduk bersandar pada kursi dengan

lengan berada pada penyangga lengan kursi. Pasien

mengenakan alas kaki yang biasa dipakai. Pada saat

fisioterapis memberi aba-aba “mulai” pasien berdiri dari

kursi, boleh menggunakan tangan untuk mendorong berdiri


jika pasien menghendaki. Pasien terus berjalan sesuai

dengan kemampuannya menempuh jarak 3 meter menuju ke

dinding, kemudian berbalik tanpa menyentuh dinding dan

berjalan kembali menuju kursi. Sesampainya di depan kursi

pasien berbalik dan duduk kembali bersandar. Waktu

dihitung sejak aba-aba “mulai” hingga pasien duduk

bersandar kembali.

Pasien tidak diperbolehkan mencoba atau berlatih lebih

dulu, stopwatch mulai menghitung setelah pemberian aba-

aba mulai dan berhenti menghitung saat subyek kembali

pada posisi awal atau duduk. Bila kurang dari 10 detik,

maka subjek dikatakan normal. Bila kurang dari 20 detik,

maka dapat dikatakan baik. Subjek dapat berjalan sendiri

tanpa membutuhkan bantuan. Namun bila lebih dari 30

detik, maka subjek dikatakan memiliki problem dalam

berjalan dan membutuhkan bantuan saat berjalan.

Sedangkan pada subjek yang lebih lama dari 40 detik harus

mendapat pengawasan yang optimal karena sangat beresiko

untuk jatuh (Shumway, 2000). Keterbatasan tidak sensitive

terhadap gangguan keseimbangan ringan-sedang.

b. Functional Reach Test

Functional Reach Test adalah alat untuk mengukur

jarak maksimal seseorang dapat mencapai maju melampaui


lengan panjang sambil mempertahankan kaki di tanam

dalam posisi berdiri.

Petunjuk pelaksanaan Functional Reach Test adalah

sebagai berikut:

1. Tandai garis di lantai

2. Jelaskan kepada peserta tentang prosedur test

3. Pasien di intruksikan untuk berdiri disamping,

tetapi tidak menyentuh dinding dan posisi lengan

yang lebih dekat ke dinding pada 900 dari fleksi

bahu dengan kepalan tangan tertutup atau seperti

tinju.

4. Posisi tungkai kanan dan kiri sejajar dengan bahu,

pandangan lurus ke depan.

5. Tempatkan garis horizontal berupa kayu atau mid-

line di dinding dengan aman dan tepat.

6. 1 orang pendamping mengamati pergerakan tangan

dan 1 orang pendamping bertugas mencatat posisi

awal di kepala metacarpal ke-3 pada garis

horizontal tersebut.

7. Score Functional Reach Test <17,5cm menandakan

bahwa pasien tersebut membutuhkan bantuan,

adanya keterbatasan activity daily living. < 18,5cm

menandakan bahwa pasien tersebut mempunyai


risiko jatuh. 29cm menandakan bahwa pasien

tersebut keseimbangannya bagus.

c. Postural Stress Test

Manula dipersilahkan berdiri, sementara terapis berdiri di

belakang manula. Kemudian terapis mendorong bahu

manula dari belakang. Penilaian berdasarkan seberapa kuat

manula dalam mempertahankan posisi.

d. Romberg Test

Test Romberg digunakan untuk menilai proprioseptif yang

menggambarkan sehat tidaknya fungsi kolumna dorsalis

pada medulla spinalis. Pada pasien ataxia (kehilangan

koordinasi motorik) test Romberg digunakan untuk

menentukan penyebabnya, apakah murni karena defisit

sensorik/proprioseptif, ataukah ada gangguan pada

serebelum. Pasien ataxia dengan gangguan serebelum murni

akan menghasilkan test Romberg negatif. Pasien dengan

gangguan serebelum akan terjatuh atau hilang

keseimbangan pada saat berdiri meskipun dengan mata

terbuka.

Langkah-langkah melakukan test Romberg :

1. Pemeriksa berdiri dalam jarak dekat untuk menjaga bila

pasien jatuh
2. Mintalah pasien berdiri dengan kaki berhimpitan dan

kedua tangan dilipat pada depan dada.

3. Kedua mata pasien terbuka, kemudian mintalah pasien

untuk menutup matanya

4. tes romberg yang dipertajam dilakukan dengan pasien

berdiri dengan posisi tandem yaitu meletakan tumit

kaki yang tidak dominan didepan kaki yang lain dengan

pasisi lengan yang sama dengan tes romberg. Posisi

dipertahankan selama 30 detik.

e. Berg Balance scale (BBS)

Berg balance scale (BBS) merupakan skala untuk

mengukur keseimbangan static dan dinamik secara objektif,

yang terdiri dari 14 item tugas keseimbangan (balance task)

yang umum dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan : Untuk mengukur keseimbangan baik secara statis

maupun dinamis pada lansia dan menentukan risiko jatuh

pada lansia (rendah, sedang, atau tinggi)

Alat dan bahan yang digunakan

a. Stopwatch atau jam tangan

b. Penggaris atau penanda dengan penanda 5 cm, 12,5 cm,

dan 25 cm

c. Kursi dengan penyangga lengan dan kursi tanpa

penyangga lengan.
d. Objek untuk diambil dari lantai

e. Blok injakan kaki (step tool)

f. Form penilaian Berg balance scale waktu tes dilakukan

15 – 20 menit.

Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran ini

a. Hitung tanda-tanda vital untuk mengetahui tekanan

darah. Apabila tekanan darah tinggi tidak boleh

dilakukan penilaian Berg Balance Scale

b. Tanyakan apakah lansia merasa pusing. Apabila lansia

merasa pusing, penilaian ini tidak bisa dilakukan.

c. Tes dilakukan pada lingkungan yang aman. Klien harus

sadar dan mampu mengerti perintah yang diberikan. Tes

bisa dihentikan jika lansia merasa pusing atau tidak kuat

d. Prinsip tindakan ini dimulai dari gerakan yang paling

mudah.

e. Dokumentasikan nama, tanggal, waktu, jam dan respon

lansia
No Item keseimbangan Skor (0-4)

1. Duduk ke berdiri 4 = dapat berdiri tanpa menggunakan tangan dan

menstabilkan independen.

3 = mampu berdiri secara independen menggunakan

tangan.

2 = mampu berdiri menggunakan tangan setelah

mencoba.

1 = perlu bantuan minimal untuk berdiri atau

menstabilkan

0 = perlu asisten sedang atau maksimal untuk

berdiri.

2. Berdiri tanpa 4 = dapat berdiri dengan aman selama 2 menit.

penunjang 3 = mampu berdiri 2 menit dengan pengawasan.

2 = dapat berdiri 30 detik yang tidak

dibantu/ditunjang.

1 = membutuhkan beberapa waktu untuk mencoba

berdiri 30 detik yang tidak dibantu.

0 = tidak dapat berdiri secara mandiri selama 30

detik

3. Duduk tanpa 4 = bisa duduk dengan aman dan aman selama 2

penunjang menit

3 = bisa duduk 2 menit dengan pengawasan

2 = mampu duduk selama 30 detik


1 = bisa duduk 10 detik

0 = tidak dapat duduk tanpa penunjang

4. Berdiri ke duduk 4 = duduk dengan aman dengan menggunakan

minimal tangan

3 = mengontrol posisi turun dengan menggunakan

tangan

2 = menggunakan punggung kaki terhadap kursi

untuk mengontrol posisi turun

1 = duduk secara independen tetapi memiliki

keturunan yang tidak terkendali

0 = kebutuhan membantu untuk duduk.

5. Transfer 4 = dapat mentransfer aman dengan penggunaan

ringan tangan

3 = dapat mentransfer kebutuhan yang pasti aman

dari tangan

2 = dapat mentransfer dengan pengawasan

1 = membutuhkan satu orang untuk membantu

0 = membutuhkan dua orang untuk membantu atau

mengawasi

6. Berdiri dengan mata 4 = dapat berdiri 10 detik dengan aman

tertutup 3 = dapat berdiri 10 detik dengan pengawasan

2 = mampu berdiri 3 detik


1 = tidak dapat menjaga mata tertutup 3 detik tapi

tetap aman

0 = membutuhkan bantuan agar tidak jatuh

7. Berdiri dengan kaki 4 = mampu menempatkan kaki bersama-sama secara

rapat independen dan berdiri 1 menit aman

3 = mampu menempatkan kaki bersama-sama secara

independen dan berdiri 1 menit dengan pengawasan

2 = mampu menempatkan kaki bersama-sama secara

mandiri tetapi tidak dapat tahan selama 30 detik

1 = memerlukan bantuan untuk mencapai posisi tapi

mampu berdiri 15 kaki bersama-sama detik

0 = memerlukan bantuan untuk mencapai posisi dan

tidak dapat tahan selama 15 detik

8. Menjangkau ke 4 = dapat mencapai ke depan dengan percaya diri 25

depan dengan tangan cm (10 inci)

3 = dapat mencapai ke depan 12 cm (5 inci)

2 = dapat mencapai ke depan 5 cm (2 inci)

1 = mencapai ke depan tetapi membutuhkan

pengawasan

0 = kehilangan keseimbangan ketika mencoba /

memerlukan dukungan eksternal

9. Mengambil barang 4 = dapat mengambil sandal aman dan mudah

dari lantai 3 = dapat mengambil sandal tetapi membutuhkan


pengawasan

2 = tidak dapat mengambil tetapi mencapai 2-5 cm

(1-2 inci) dari sandal dan menjaga keseimbangan

secara bebas

1 = tidak dapat mengambil dan memerlukan

pengawasan ketika mencoba

0 = tidak dapat mencoba

10. Menoleh ke 4 = tampak belakang dari kedua sisi dan berat

belakang bergeser baik

3 = tampak belakang satu sisi saja sisi lain

menunjukkan pergeseran berat badan kurang

2 = hanya menyamping tetapi tetap mempertahankan

keseimbangan

1 = perlu pengawasan saat memutar

0 = butuh bantuan untuk menjaga dari kehilangan

keseimbangan atau jatuh

11. Berputar 360 derajat 4 = mampu berputar 360 derajat dengan aman dalam

4 detik atau kurang

3 = mampu berputar 360 derajat dengan aman satu

sisi hanya 4 detik atau kurang

2 = mampu berputar 360 derajat dengan aman tetapi

perlahan-lahan

1 = membutuhkan pengawasan yang ketat atau


dengan lisan

0 = membutuhkan bantuan saat memutar

12. Menempatkan kaki 4 = mampu berdiri secara independen dengan aman

bergantian di bangku dan menyelesaikan 8 langkah dalam 20 detik

3 = mampu berdiri secara mandiri dan

menyelesaikan 8 langkah dalam> 20 detik

2 = dapat menyelesaikan 4 langkah tanpa bantuan

dengan pengawasan

1 = dapat menyelesaikan> 2 langkah perlu assist

minimal

0 = membutuhkan bantuan agar tidak jatuh / tidak

mampu untuk mencoba

13. Berdiri dengan satu 4 = mampu menempatkan tandem kaki secara

kaki didepan independen dan tahan 30 detik

3 = mampu menempatkan kaki depan independen

dan tahan 30 detik

2 = dapat mengambil langkah kecil secara mandiri

dan tahan 30 detik

1 = kebutuhan membantu untuk melangkah tapi

dapat menyimpan 15 detik

0 = kehilangan keseimbangan saat melangkah atau

berdiri
14. Berdiri dengan satu 4 = mampu mengangkat kaki secara independen dan

kaki tahan> 10 detik

3 = mampu mengangkat kaki secara independen dan

tahan 5-10 detik

2 = mampu mengangkat kaki secara independen dan

tahan ≥ 3 detik

1 = mencoba untuk angkat kaki tidak bisa tahan 3

detik tetapi tetap berdiri secara independen.

0 = tidak dapat mencoba kebutuhan membantu untuk

mencegah jatuhnya.

Total score = 56

Interpretasi

0-20 = harus memakai kursi roda (wheelchair bound)

21-40 = berjalan dengan bantuan

41-56 = mandiri/independen
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Lanjut Usia (Lansia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60

tahun keatas. Salah satu permasalahan lansia adalah tingginya angka

prevalensi kejadian jatuh. Salah satu penyebab jatuh lansia adalah

gangguan musculoskeletal, berupa melemahnya kekuatan otot dan

menurunnya fleksibilitas. Gangguan muskuloskeletal menyebabkan

gangguan keseimbangan dan proses berjalan (keseimbangan dinamis).

Latihan keseimbangan pada lansia bisa dilakukan dengan Berg Balance

Scale, Romberg Test, Reach Test, Postural Stress Test, Time Up and Go

Test).

B. SARAN

Untuk tenaga kesehatan agar melakukan skrining secara

menyeluruh pada lansia dan menerapkan latihan keseimbangan tersebut

agar terhindar dari resiko jatuh pada lansia.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis.

Edisi ke-6. Jakarta :EGC

Leeckenotte, Annete Glesler. 1997. Pengkajian Gerontologi, Edisi ke-2.

Jakarta : EGC

Maryam Siti, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.

Jakarta ; Salemba Medika.

Nugroho, Wahyudi. (2002). Keperawatan Gerontik,edisi ke 2. Jakarta ;

EGC.

Anda mungkin juga menyukai