Disusun oleh:
1. Definisi
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017). Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA)
gangguan mobilitas fisik atau immobilisasi merupakan suatu kedaaan dimana
individu yang mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerakan fisik
(Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2010). Ada lagi yang menyebutkan bahwa
gangguan mobilitas fisik merupakan suatu kondisi yang relatif dimana
individu tidak hanya mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan
normalnya kehilangan tetapi juga kemampuan geraknya secara total
(Ernawati, 2012).
Widuri (2010) juga menyebutkan bahwa gangguan mobilitas fisik atau
imobilitas merupakan keadaan dimana kondisi yang mengganggu
pergerakannya, seperti trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai
fraktur pada ekstremitas dan sebagainya. Tidak hanya itu, imobilitas atau
gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh baik satu maupun lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif A.H & Kusuma H, 2015).
2. Etiologi
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), faktor penyebab
terjadinya gangguan mobilitas fisik, antara lain kerusakan integritas struktur
tulang, perubahan metabolisme, ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot,
penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot, keterlambatan
perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguan
muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, indeks masa tubuh di atas
persentil ke-75 usia, efek agen farmakologi, program pembatasan gerak,
nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik, kecemasan, gangguan
kognitif, keengganan melakukan pergerakan, dan gangguan sensori persepsi.
NANDA-I (2018) juga berpendapat mengenai etiologi gangguan mobilitas
fisik, yaitu intoleransi aktivitas, kepercayaan budaya tentang aktivitas yang
tepat, penurunan ketahanan tubuh, depresi, disuse, kurang dukungan
lingkungan, fisik tidak bugar, serta gaya hidup kurang gerak. Pendapat lain
menurut Setiati, Harimurti, dan Roosheroe (dalam Setiati, Alwi, Sudoyo,
Stiyohadi, dan Syam, 2014) mengenai penyebab gangguan mobilitas fisik
adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, masalah
psikologis, kelainan postur, gangguan perkembangan otot, kerusakan sistem
saraf pusat, atau trauma langsuung dari sistem muskuloskeletal dan
neuromuskular.
Menjadi tua adalah proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Proses menua
merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai pada satu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan dimana pada proses menua
fungsi tubuh akan mengalami penurunan dikarenakan berkurangnya atau
rusaknya sel-sel yang ada di dalam tubuh. Proses penuaan ini akan terjadi
apabila seseorang telah melewati tahap dewasa akhir. Seiring dengan proses
menua maka tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan termasuk
mengalami penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif umumnya akan
menyerang fisik lansia, termasuk menyerang system musculoskeletal pada
lansia, yang akan mengakibatkan cairan tulang menurun sehingga rapuh,
bungkuk, persendian membesar dan menjadi kaku, kram, tremor, tendon
mengkerut dan mengalami sclerosis (Rhosma, 2014).
3. FISIOLOGI
Penuaan akan terjadi pada semua system tubuh manusia. Menjadi tua
atau menua akan mengakibatkan turunya fungsi tubuh atau terjadinya perubahan
fisiologis. Pada lansia perubahan fisiologis terjadi secara menyeluruh, baik fisik,
social, mental, dan spiritual. Perubahan fisiologis yang umum terjadi pada lansia
yakni perubahan pada sistem kardiovaskular, system gastrointestinal, system
respiratori system endokrin, system integument, system neurologi, system
sensori, dan system musculoskeletal (Pudjiastuti, 2008).
Perubahan sistem musculoskeletal pada lansia antara lain penurunan
kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan massa otot, ukuran otot
mengecil, sel otot yang mati digantikan oleh jaringan ikat dan lemak, kekuatan
atau jumlah daya yang dihasilkan oleh otot menurun dengan bertambah usia,
serta kekuatan otot ekstremitas bawah berkurang sebesar 40% atara usia 30
sampai 80 tahun (Padila, 2013).
Penurunan pada massa tulang merupakan hal yang umum dialami oleh
lansia. Penurunan itu sendiri dapat diakibatkan oleh ketidakaktifan fisik,
perubahan hormonal dan resorpsi tulang. Efek dari penurunan ini adalah tulang
menjadi lemah, kekuatan otot menurun, cairan synovial mengental dan terjadi
klasifikasi kartilago (Maryam, 2010)
WOC GANGGUAN MOBILITAS FISIK LANSIA
Riwayat Trauma
Lansia
- Ketidakaktifan fisik
- Perubahan hormonal
- Kerusakan integritas
tulang
5. KOMPLIKASI
6. PENATALAKSANAAN
e. Risiko jatuh
Lansia dengan gangguan neurologi seperti pingsan dan penurunan
kesadaran dapat menyebabkan klien mendadak jatuh sehingga klien
perlu dibutuhkan pengawasan dan observasi khusus secara terus-
menerus. Golongan umur responden lebih dari 55 tahun didapatkan
hasil insiden jatuh yang tinggi (Person, K.B. & Amdrew, F.C. 2011).
9. PERENCANAAN
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Gangguan Setelah dilakukan a. Identifikasi adanya
mobilitas fisik Tindakan keperawatan nyeri atau keluhan
Berhubungan Dukungan mobilisasi fisik lainnya.
Dengan Selama … kali b. Identifikasi toleransi
Kerusakan
integritas
struktur tulang. pertemuan, diharapkan Fisik melakukan
(SDKI D.0054, Mobilitas Fisik pasien pergerakan.
2017) meningkat dengan c. Monitor frekuensi
kriteria hasil : Jantung dan tekanan
a. Pergerakan Darah sebelum
Ekstremita
s memulai mobilisasi
meningkat. d. Fasilitasi melakukan
b. Kekuatan otot pergerakan.
cukup meningkat. .e. Jelaskan tujuan dan
c. Rentang gerak prosedur mobilisasi.
(ROM) f. Latih ROM aktif
meningkat.
d. Nyeri menurun .
e. Kekakuan sendi
cukup menurun.
f. Kelemahan fisik
cukup menurun.
g. Kecemasan
menurun.
h. Gerakan terbatas
cukup menurun.
10. EVALUASI
Evaluasi yang dilakukan pada masalah keperawatan gangguan
mobilitas fisik mengacu pada tujuan, yaitu mobilitas fisik meningkat dengan
kriteria pergerakan ekstremitas meningkat, kekuatan otot cukup meningkat,
rentang gerak (ROM) meningkat, nyeri menurun, kekakuan sendi cukup
menurun, kelemahan fisik cukup menurun, kecemasan menurun gerakan
terbatas cukup menurun, serta gerakan tidak terkoordinasi cukup menurun
(SLKI, 2019) dengan kriteria gerakan sendi sedikit tergang, gugerakan otot
sedikit terganggu, koordinasi sedikit terganggu, serta keseimbangan sedikit
terganggu. Kemudian, evaluasi pada masalah keperawatan risiko jatuh
melihat pada tujuannya, yaitu tingkat jatuh pasien menurun (SLKI, 2019).
11. REFERENSI
1. A. Nurarif, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-NOC. (3,Ed.) Jogjakarta: Mediaction
pubishing.
2. Andra, S. Wijaya, & Yessie, M. Putri. (2013). Keperawatan medikal
bedah. Yogyakarta: Nuha medika
3. Ernawati (2012) Konsep dan Aplikasi Keperawatan Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Manusia. (A. Rifai, Ed). Jakarta: Trans Info Media
4. Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktik (7th ed). Jakarta:EGC
5. Widuri, Hesti. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Lanjut Usia Ditatanan
Klinik. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya.
6. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
7. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
8. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
9. Maryam, siti, dkk.(2010). Buku Saku Asuhan Keperawatan Pada Lansia.
Jakarta. Trans Info Media
10. Padila, (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Yogyakarta.Nuha Medika