Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN MASALAH


GANGGUAN MOBILITAS FISIK

Disusun oleh:

Nama : Dian Febriyanti


NIM : 2101031006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
DESEMBER 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA LANSIA

1. Definisi
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017). Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA)
gangguan mobilitas fisik atau immobilisasi merupakan suatu kedaaan dimana
individu yang mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerakan fisik
(Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2010). Ada lagi yang menyebutkan bahwa
gangguan mobilitas fisik merupakan suatu kondisi yang relatif dimana
individu tidak hanya mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan
normalnya kehilangan tetapi juga kemampuan geraknya secara total
(Ernawati, 2012).
Widuri (2010) juga menyebutkan bahwa gangguan mobilitas fisik atau
imobilitas merupakan keadaan dimana kondisi yang mengganggu
pergerakannya, seperti trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai
fraktur pada ekstremitas dan sebagainya. Tidak hanya itu, imobilitas atau
gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh baik satu maupun lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif A.H & Kusuma H, 2015).

2. Etiologi
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), faktor penyebab
terjadinya gangguan mobilitas fisik, antara lain kerusakan integritas struktur
tulang, perubahan metabolisme, ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot,
penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot, keterlambatan
perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguan
muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, indeks masa tubuh di atas
persentil ke-75 usia, efek agen farmakologi, program pembatasan gerak,
nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik, kecemasan, gangguan
kognitif, keengganan melakukan pergerakan, dan gangguan sensori persepsi.
NANDA-I (2018) juga berpendapat mengenai etiologi gangguan mobilitas
fisik, yaitu intoleransi aktivitas, kepercayaan budaya tentang aktivitas yang
tepat, penurunan ketahanan tubuh, depresi, disuse, kurang dukungan
lingkungan, fisik tidak bugar, serta gaya hidup kurang gerak. Pendapat lain
menurut Setiati, Harimurti, dan Roosheroe (dalam Setiati, Alwi, Sudoyo,
Stiyohadi, dan Syam, 2014) mengenai penyebab gangguan mobilitas fisik
adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, masalah
psikologis, kelainan postur, gangguan perkembangan otot, kerusakan sistem
saraf pusat, atau trauma langsuung dari sistem muskuloskeletal dan
neuromuskular.
Menjadi tua adalah proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Proses menua
merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai pada satu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan dimana pada proses menua
fungsi tubuh akan mengalami penurunan dikarenakan berkurangnya atau
rusaknya sel-sel yang ada di dalam tubuh. Proses penuaan ini akan terjadi
apabila seseorang telah melewati tahap dewasa akhir. Seiring dengan proses
menua maka tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan termasuk
mengalami penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif umumnya akan
menyerang fisik lansia, termasuk menyerang system musculoskeletal pada
lansia, yang akan mengakibatkan cairan tulang menurun sehingga rapuh,
bungkuk, persendian membesar dan menjadi kaku, kram, tremor, tendon
mengkerut dan mengalami sclerosis (Rhosma, 2014).

3. FISIOLOGI
Penuaan akan terjadi pada semua system tubuh manusia. Menjadi tua
atau menua akan mengakibatkan turunya fungsi tubuh atau terjadinya perubahan
fisiologis. Pada lansia perubahan fisiologis terjadi secara menyeluruh, baik fisik,
social, mental, dan spiritual. Perubahan fisiologis yang umum terjadi pada lansia
yakni perubahan pada sistem kardiovaskular, system gastrointestinal, system
respiratori system endokrin, system integument, system neurologi, system
sensori, dan system musculoskeletal (Pudjiastuti, 2008).
Perubahan sistem musculoskeletal pada lansia antara lain penurunan
kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan massa otot, ukuran otot
mengecil, sel otot yang mati digantikan oleh jaringan ikat dan lemak, kekuatan
atau jumlah daya yang dihasilkan oleh otot menurun dengan bertambah usia,
serta kekuatan otot ekstremitas bawah berkurang sebesar 40% atara usia 30
sampai 80 tahun (Padila, 2013).
Penurunan pada massa tulang merupakan hal yang umum dialami oleh
lansia. Penurunan itu sendiri dapat diakibatkan oleh ketidakaktifan fisik,
perubahan hormonal dan resorpsi tulang. Efek dari penurunan ini adalah tulang
menjadi lemah, kekuatan otot menurun, cairan synovial mengental dan terjadi
klasifikasi kartilago (Maryam, 2010)
WOC GANGGUAN MOBILITAS FISIK LANSIA

Riwayat Trauma

Lansia

- Ketidakaktifan fisik
- Perubahan hormonal
- Kerusakan integritas
tulang

- Tulang menjadi lemah


- Kekuatan otot menurun Nyeri Kronis
- Cairan synovial mengental

Gangguan mobilitas fisik

Resiko jatuh Gangguan citra tubuh Defisit perawatan diri

Nyeri Akut Gangguan integritas kulit


4. MANIFESTASI KLINIS
Adapun tanda dan gejala pada gangguan mobilitas fisik menurut Tim
Pokja SDKI DPP PPNI (2017) yaitu :
a. Tanda dan gejala mayor
Tanda dan gejala mayor subjektif dari gangguan mobilitas fisik, yaitu
mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas. Kemudian, untuk tanda dan
gejala mayor objektifnya, yaitu kekuatan otot menurun, dan rentang gerak
menurun.
b. Tanda dan gejala minor
Tanda dan gejala minor subjektif dari gangguan mobilitas fisik, yaitu
nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, dan merasa cemas
saat bergerak. Kemudian, untuk tanda dan gejala minor objektifnya, yaitu
sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik
lemah.
NANDA-I (2018) berpendapat bahwa tanda dan gejala dari gangguan
mobilitas fisik, antara lain gangguan sikap berjalan, penurunan keterampilan
motorik halus, penurunan keterampilan motorik kasar, penurunan rentang
gerak, waktu reaksi memanjang, kesulitan membolak-balik posisi,
ketidaknyamanan, melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan,
dispnea setelah beraktivitas, tremor akibat bergerak, instabilitas postur,
gerakan lambat, gerakan spastik, serta gerakan tidak terkoordinasi.

5. KOMPLIKASI

Menurut Widuri (2010) gangguan mobilitas fisik akan


mengakibatkan individu mengalami immobilisasi yang dapat mempengaruhi
sistem tubuh, seperti
a. Perubahan metabolisme
Kecepatan metabolisme dalam tubuh akan turun dengan dijumpainya
basal metabolisme rate (BMR) yang akibatnya energi yang digunakan
untuk perbaikan sel-sel tubuh berkurang sehingga dapat mempengaruhi
gangguan oksigenasi sel. Dampak lainnya seperti anabolisme akan
menurun sedangkan katabolisme akan meningkat yang berisiko
meningkatkan gangguan metabolisme.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Cairan dan elektrolit yang tidak seimbang akan mengakibatkan
persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum berkurang
yang dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Selain itu,
berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskuler menuju interstisial
dapat menyebabkan edema.
c. Gangguan pengubahan zat gizi
Pemasukan protein dan kalori yang menurun dapat menyebabkan
pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun sehingga tidak
cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.
d. Gangguan fungsi gastrointestinal
Makanan yang dicerna akan menurun sehingga dapat menyebabkan
keluhan, seperti perut kembung, mual, serta nyeri lambung yang
berdampak pada proses eliminasi.
e. Perubahan sistem pernapasan
Dampak yang ditimbulkan pada sistem pernapasan, antar lain kadar
hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan otot mengalami
kelemahan yang mengganggu proses metabolisme.
f. Perubahan kardiovaskular
Perubahan pada sistem kardiovaskuler berupa hipotensi artostatik,
meningkatnya kerja jantung, serta terjadi pembentukan trombus.
g. Perubahan sistem muskuloskeletal
Dampak yang ditimbulkan, antara lain gangguan muskular yang berupa
menurunnya massa otot yang menyebabkan turunnya kekuatan otot serta
atropi pada otot, gangguan skeletal berupa kontraktur sendi serta
osteoporosis.
h. Perubahan sistem integumen
Pada sistem integumen akan terjadi penurunan elastisitas kulit, terjadi
iskemia serta nekrosis jaringan superfisial ditandai dengan adanya luka
dekubitus akibat tekanan dan sirkulasi ke jaringan menurun.
i. Perubahan eliminasi
Kurangnya asupan dan penurunan curah jantung mengakibatkan
penurunan jumlah urine.
j. Perubahan perilaku
Seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan
yang berdampak ke perilaku yang ditimbulkan, seperti rasa bermusuhan,
bingung, cemas, emosional yang tinggi, depresi, siklus tidur berubah,
serta penurunnya mekanisme koping.
Kemudian, menurut Potter & Perry (dalam Uda H.D.H, Muflih,
Amigo T.A.E, 2016) selain pada sistem muskuloskeletal, gangguan mobilitas
fisik juga memberikan dampak pada sistem kardiovaskuler, pernapasan,
metabolik, perkemihan, pencernaan, dan integumen berupa penurunan
kemampuan atau fungsi jantung, pembuluh darah, paru-paru, tergangguanya
metabolisme tubuh, gangguan fungsi ginjal, kerusakan kulit, serta gangguan
pada proses pencernaan. Dampak psikososial dari gangguan mobilitas sendiri
yaitu respon emosional yang bervariasi, seperti frustasi dan penurunan harga
diri, apatis, menarik diri, regresi, dan marah serta agresif. Menurunnya
kemampuan menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan, gangguan pada
perkembangan sosial, yaitu terjadi hambatan dalam interaksi dengan orang lain
maupun lingkungan dikarenakan kurangnya stimulasi intelektual.
Menurut Garrison (dalam Bakara D.M & Warsito S, 2016) gangguan
mobilitas fisik dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abnormalitas tonus,
orthostatic hypotension, deep vein thrombosis, serta kontraktur. Selain itu,
komplikasi yang dapat terjadi adalah pembekuan darah yang mudah terbentuk
pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan daan pembengkaan.
Kemudian, juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang
terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke paru. Selanjutnya yaitu dekubitus.
Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan
tumit. Bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi. Atrofi dan kekakuan
sendi juga menjadi salah satu komplikasi dari gangguan mobilitas fisik. Hal itu
disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi. Komplikasi lainnya, seperti
disritmia, peningkatan tekanan intra cranial, kontraktur, gagal nafas, dan
kematian (Andra, Wijaya, Putri , 2013).

6. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada lansia dengan masalah


gangguan mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan rentang gerak.
Latihan rentang gerak yang dapat diberikan salah satunya yaitu dengan latihan
Range of Motion (ROM) yang merupakan latihan gerak sendi dimana lansia
akan menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal
baik secara pasif maupun aktif. Range of Motion (ROM) pasif diberikan pada
lansia dengan kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada
tulang maupun sendi dikarenakan pasien tidak dapat melakukannya sendiri
yang tentu saja lansia membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga.
Kemudian, untuk Range of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan latihan
yang dilakukan sendiri oleh lansia tanpa membutuhkan bantuan dari perawat
ataupun keluarga. Tujuan Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu
mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas
persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk (Potter &
Perry, 2012).
Saputra (2013) berpendapat bahwa penatalaksanaan untuk gangguan
mobilitas fisik, antara lain :
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan lansia, seperti
memiringkan lansia, posisi fowler, posisi sims, posisi trendelenburg,
posisi genupectoral, posisi dorsal recumbent, dan posisi litotomi.
b. Ambulasi dini
Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan
ini bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur,
turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan yang lainnya.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari.
Melakukan aktivitas sehari-hari dilakukan untuk melatih kekuatan,
ketahanan, dan kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta
meningkatkan fungsi kardiovaskular.
d. Latihan Range of Motion (ROM) aktif atau pasif.

7. PENGKAJIAN DATA FOKUS

Pengkajian muskuloskeletal lansia dapat bersifat umum atau sudah


terfokus untuk masalah yang lebih spesifik. Pengkajian dapat meliputi
evaluasi status fungsional lansia, kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
dan kemampuan memenuhi kebutuhan diri secara mandiri.
a. Keluhan utama
Lansia mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, nyeri saat bergerak,
enggan melakukan pergerakan, serta merasa cemas saat bergerak (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
b. Riwayat kesehatan sekarang
Obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan merokok,
penyalahgunaan alkohol dan obat, serta pola hidup tidak sehat (AHA,
2015). Diabetes mellitus, apnea tidur, fibrilasi atrium, dislipidemia
dengan penyakit jantung koroner (PJK) (Price S. A & Wilson L. M. A,
2012).
c. Riwayat kesehatan dahulu
Data riwayat atau riwayat kesehatan yang diderita lansia pada masa lalu.
d. Ketergantungan aktivitas
Pengkajian activity of dailiy living (ADL) penting untuk mengetahui
tingkat ketergantungan, yaitu seberapa bantuan itu diperlukan dalam
aktivitas sehari-hari.
ADL
No. Aktifitas Bantuan Mandiri Skor
1 Makan/minum 5 10
2 Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur/sebaliknya 5–10 15
3 Kebersihan diri :cuci muka, menyisir, dll 0 15
4 Keluar/masuk kamar mandi 5 10
5 Mandi 0 5
6 Berjalan (jalan datar) 10 15
7 Naik turun tangga 5 10
8 Berpakaian/bersepatu 5 10
9 Mengontrol defekasi 5 10
10 Mengontrol berkemih 5 10
Jumlah
Interpretasi :
IADL
A. Kemampuan Menggunakan Telefon
1. Mengoperasikan telefon dengan inisiatif, mencari dan menekan nomor telefon 1
2. Menlfon beberapa kontak yang dikenal 1
3. Menjawab telefon namun tidak bisa mencari kontak 1
4. Tidak dapat menggunakan telefon 0
B. Berbelanja
1. Mengurus barang belanjaan sendiri 1
2. Berbelanja beberapa barang kebutuhan sendiri 1
3. Perlu ditemani saat berbelanja 1
4. Tidak bisa berbelanja 0
C. Menyiapkan makanan
1. Merencanakan, menyiapkan dan memasak makanan sendiri 1
2. Bisa memasak makanan hanya jika bahan masakan sudah tersedia 1
3. Bisa menghangatkan makanan namun tidak bisa lagi memasak 1
4. Tidak dapat menyiapkan dan menyuap makanan 0
D. Membersihkan rumah
1. Mampu mengatur rumah dengan bantuan asisten rumah tangga 1
2. Melakukan aktifitas ringan seperti membersihkan debu dan menata tempat 1
Tidur
3. Melakukan pekerjaan ringan namun kurang bersih 1
4. Perlu bantuan untuk semua pekerjaan rumah 0
E. Mencuci pakaian
1. Mampu mencuci semua jenis pakaian sendiri 1
2. Hanya mampu mencuci pakaian yang ringan 1
3. Tidak mampu mencuci pakaian 0
F. Transportasi
1. Bisa bepergian sendiri baik dengan transportasi umum ataupun kendaraan 1
Pribadi
2. Bisa bepergian dengan taksi, namun tidak bisa bepergian dengan moda 1
transportasi lain
3. Bisa bepergian dengan kendaraan umum dan ditemani 1
4. Bisa bepergian dengan taksi dan ditemani 0
5. Tidak bisa bepergian 0
G. Medikasi
1. Bisa mengatur jadual minum obat dengan dosis yang pas 1
2. Bisa minum obat jika obat sudah disiapkan dengan dosis yang terpisah 1
3. Tidak bisa menyiapkan obat yag akan diminum 0
H. Manajemen keuangan
1. Bisa mengatur keuangan dengan mandiri 1
2. Mampu mengatur konsumsi barang namun butuh bantuan dalam mengatur 1
Rekening
3. Tidak dapat mnegatur keuangan 0
Skor :

e. Risiko jatuh
Lansia dengan gangguan neurologi seperti pingsan dan penurunan
kesadaran dapat menyebabkan klien mendadak jatuh sehingga klien
perlu dibutuhkan pengawasan dan observasi khusus secara terus-
menerus. Golongan umur responden lebih dari 55 tahun didapatkan
hasil insiden jatuh yang tinggi (Person, K.B. & Amdrew, F.C. 2011).

8. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas


struktur tulang.
b. Nyeri kronis berhubungan dengan perubahan muskuloskeletal kronis.
c. Risiko jatuh berhubungan dengan penggunaan alat bantu berjalan.

9. PERENCANAAN
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Gangguan Setelah dilakukan a. Identifikasi adanya
mobilitas fisik Tindakan keperawatan nyeri atau keluhan
Berhubungan Dukungan mobilisasi fisik lainnya.
Dengan Selama … kali b. Identifikasi toleransi
Kerusakan
integritas
struktur tulang. pertemuan, diharapkan Fisik melakukan
(SDKI D.0054, Mobilitas Fisik pasien pergerakan.
2017) meningkat dengan c. Monitor frekuensi
kriteria hasil : Jantung dan tekanan
a. Pergerakan Darah sebelum
Ekstremita
s memulai mobilisasi
meningkat. d. Fasilitasi melakukan
b. Kekuatan otot pergerakan.
cukup meningkat. .e. Jelaskan tujuan dan
c. Rentang gerak prosedur mobilisasi.
(ROM) f. Latih ROM aktif
meningkat.
d. Nyeri menurun .
e. Kekakuan sendi
cukup menurun.
f. Kelemahan fisik
cukup menurun.
g. Kecemasan
menurun.
h. Gerakan terbatas
cukup menurun.

10. EVALUASI
Evaluasi yang dilakukan pada masalah keperawatan gangguan
mobilitas fisik mengacu pada tujuan, yaitu mobilitas fisik meningkat dengan
kriteria pergerakan ekstremitas meningkat, kekuatan otot cukup meningkat,
rentang gerak (ROM) meningkat, nyeri menurun, kekakuan sendi cukup
menurun, kelemahan fisik cukup menurun, kecemasan menurun gerakan
terbatas cukup menurun, serta gerakan tidak terkoordinasi cukup menurun
(SLKI, 2019) dengan kriteria gerakan sendi sedikit tergang, gugerakan otot
sedikit terganggu, koordinasi sedikit terganggu, serta keseimbangan sedikit
terganggu. Kemudian, evaluasi pada masalah keperawatan risiko jatuh
melihat pada tujuannya, yaitu tingkat jatuh pasien menurun (SLKI, 2019).

11. REFERENSI
1. A. Nurarif, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-NOC. (3,Ed.) Jogjakarta: Mediaction
pubishing.
2. Andra, S. Wijaya, & Yessie, M. Putri. (2013). Keperawatan medikal
bedah. Yogyakarta: Nuha medika
3. Ernawati (2012) Konsep dan Aplikasi Keperawatan Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Manusia. (A. Rifai, Ed). Jakarta: Trans Info Media
4. Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktik (7th ed). Jakarta:EGC
5. Widuri, Hesti. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Lanjut Usia Ditatanan
Klinik. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya.
6. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
7. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
8. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
9. Maryam, siti, dkk.(2010). Buku Saku Asuhan Keperawatan Pada Lansia.
Jakarta. Trans Info Media
10. Padila, (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Yogyakarta.Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai