Keperawatan Gerontik
Dosen Pembimbing :
Oleh :
2022
LAPORAN PENDAHULUAN GERIATRY SYNDROM
Keperawatan Gerontik
Dosen Pembimbing :
Oleh :
2022
A. KONSEP GERIATRI SYNDROM
1. Pengertian Syndrom Geriatri
Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua
yangdapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dikaitkan den
gan kecacatan. Tampilan klinis yang tidak khas sering membuat
sindrom geriatri tidak terdiagnosis. Sindrom geriatri meliputi
gangguan kognitif, depresi, inkontinensia, ketergantungan fungsional,
dan jatuh. Sindrom ini dapat menyebabkan angka morbiditas yang
signifikan dan keadaan yang buruk pada usia tua yang lemah. Sindrom
ini biasanya melibatkan beberapa sistem organ (Bahri & Mungkin,
2019).
2. Gangguan mobilitas fisik
Gangguan Mobilitas Fisik (Imobilisasi) adalah keterbatasan dalam
gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Imobilisasi merupakan gangguan
mobilitas fisik merupakan suatu kondisi yang relatif dimana individu
tidak hanya mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya
kehilangan tetapi juga kemampuan geraknya secara total (Mar’ah
Konitatillah, Susumaningrum, Rasni, Susanto, & Dewi, 2021).
B. ETIOLOGI
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), faktor penyebab
terjadinya gangguan mobilitas fisik, antara lain kerusakan integritas
struktur tulang, perubahan metabolisme, ketidakbugaran fisik, penurunan
kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot,
keterlambatan perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur, malnutrisi,
gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, indeks masa tubuh
di atas persentil ke-75 usia, efek agen farmakologi, program pembatasan
gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik, kecemasan,
gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan, dan gangguan
sensoripersepsi.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Imobilisasi menurut (Mar’ah Konitatillah dkk., 2021) antara
lain :
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan,
seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat
mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang
mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-
tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stress berat
dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami
kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling
dicintai.
4. Imobilitas sosial, keadaan idividu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
D. PATOFISIOLOGI
Neuromuskular berupa sistem otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon,
kartilago, dan saraf sangat mempengaruhi mobilisasi. Gerakan tulang
diatur otot skeletal karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan
relaksasi yang bekerja sebagi sistem pengungkit. Tipe kontraksi otot ada
dua, yaitu isotonik dan isometrik. Peningkatan tekanan otot menyebabkan
otot memendek pada kontraksi isotonik. Selanjutnya, pada kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi
tidak terjadi pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya
menganjurkan pasien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter
merupakan gerakan kombinasi antara kontraksi isotonik dan kontraksi
isometrik. Perawat harus memperhatikan adanya peningkatan energi,
seperti peningkatan kecepatan pernapasan, fluktuasi irama jantung, dan
tekanan darah yang dikarenakan pada latihan isometrik pemakaian energi
meningkat. Hal ini menjadi kontraindikasi pada pasien yang memiliki
penyakit seperti infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik.
Kepribadian dan suasana hati seseorang digambarkan melalui postur dan
gerakan otot yang tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal. Koordinasi dan pengaturan kelompok otot tergantung tonus otot
dan aktivitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan
gravitasi. Tonus otot sendiri merupakan suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang. Kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot
dapat mempertahankan ketegangan. Immobilisasi menyebabkan aktivitas
dan tonus otot menjadi berkurang. Rangka pendukung tubuh yang terdiri
dari empat tipe tulang, seperti panjang, pendek, pipih, dan irreguler
disebut skeletal. Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi
organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah (Potter dan Perry, 2012). Pengaruh
imobilisasi yang cukup lama akan terjadi respon fisiologis pada sistem
otot rangka. Respon fisiologis tersebut berupa gangguan mobilisasi
permanen yang menjadikan keterbatasan mobilisasi. Keterbatasan
mobilisasi akan mempengaruhi daya tahan otot sebagai akibat dari
penurunan masa otot, atrofi dan stabilitas. Pengaruh otot akibat
pemecahan protein akan mengalami kehilangan masa tubuh yang
terbentuk oleh sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan masa otot tidak
mampu mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Selain itu,
juga terjadi gangguan pada metabolisme kalsium dan mobilisasi sendi.
Jika kondisi otot tidak dipergunakan atau karena pembebanan yang
kurang, maka akan terjadi atrofi otot. Otot yang tidak mendapatkan
pembebanan akan meningkatkan produksi Cu, Zn. Superoksida Dismutase
yang menyebabkan kerusakan, ditambah lagi dengan menurunya catalase,
glutathioneperoksidase, dan mungkin Mn, superoksida dismutase, yaitu
sistem yang akan memetabolisme kelebihan ROS. ROS menyebabkan
peningkatan kerusakan protein, menurunnya ekspresi myosin, dan
peningkatan espresi komponen jalur ubiquitine proteolitik proteosome.
Jika otot tidak digunakan selama beberapa hari atau minggu, maka
kecepatan penghancuran protein kontraktil otot (aktin dan myosin) lebih
tinggi dibandingkan pembentukkannya, sehingga terjadi penurunan
protein kontraktil otot dan terjadi atrofi otot. Terjadinya atrofi otot
dikarenakan serabut-serabut otot tidak berkontraksi dalam waktu yang
cukup lama sehingga perlahan akan mengecil dimana terjadi perubahan
antara serabut otot dan jaringan fibrosa. Tahapan terjadinya atrofi otot
dimulai dengan berkurangnya tonus otot. Hal ini myostatin menyebabkan
atrofi otot melalui penghambatan pada proses translasi protein sehingga
menurunkan kecepatan sintesis protein. NF-κB menginduksi atrofi dengan
aktivasi transkripsi dan ubiquinasi protein. Jika otot tidak digunakan
menyebabkan peningkatan aktivitas transkripsi dari NF-κB. Reactive
Oxygen Species (ROS) pada otot yang mengalami atrofi. Atrofi pada otot
ditandai dengan berkurangnya protein pada sel otot, diameter serabut,
produksi kekuatan, dan ketahanan terhadap kelelahan. Jika suplai saraf
pada otot tidak ada, sinyal untuk kontraksi menghilang selama 2 bulan
atau lebih, akan terjadi perubahan degeneratif pada otot yang disebut
dengan atrofi degeneratif. Pada akhir tahap atrofi degeneratif terjadi
penghancuran serabut otot dan digantikan oleh jaringan fibrosa dan lemak.
Bagian serabut otot yang tersisa adalah membran sel dan nukleus tanpa
disertai dengan protein kontraktil. Kemampuan untuk meregenerasi
myofibril akan menurun. Jaringan fibrosa yang terjadi akibat atrofi
degeneratif juga memiliki kecenderungan untuk memendek yang disebut
dengan kontraktur (Mar’ah Konitatillah dkk., 2021).
E. PATHWAY
Mempengaruhi
Kepersendian
Bengkak
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
masalahgangguan mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan
rentang gerak. Latihan rentang gerak yang dapat diberikan salah satunya
yaitu dengan latihan Range of Motion (ROM) yang merupakan latihan
gerak sendi dimana pasien akan menggerakkan masing-masing
persendiannya sesuai gerakan normal baik secara pasif maupun aktif.
Range of Motion (ROM) pasif diberikan pada pasien dengan kelemahan
otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang maupun sendi
dikarenakan pasien tidak dapat melakukannya sendiri yang tentu saja
pasien membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga. Kemudian,
untuk Range of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan latihan yang
dilakukan sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat
ataupun keluarga. Tujuan Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu
mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas
persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk
(Mar’ah Konitatillah dkk., 2021). Penatalaksanaan untuk gangguan
mobilitas fisik, antara lain :
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti
memiringkan pasien, posisi fowler, posisi sims, posisi
trendelenburg, posisi genupectoral, posisi dorsal recumbent, dan
posisi litotomi.
b. Ambulasi dini Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih
posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke
kursi roda, dan yang lainnya.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari. Melakukan aktivitas sehari-hari
dilakukan untuk melatih kekuatan, ketahanan, dan kemampuan
sendi agar mudah bergerak, serta mingkatkan fungsi
kardiovaskular.
d. Latihan Range of Motion (ROM) aktif atau pasif.
H. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Sebelum melakukan anamnesis, pastikan bahwa identitas
sesuai dengan catatan medis. Perawat hendaknya memperkenalkan
diri, sehingga terbentuk hubungan yang baik dan saling percaya yang
akan mendasari hubungan terapeutik selanjutnya antara perawat dan
klien dalam asuhan keperawatan. Untuk itu, format pengkajian pada
lansia yang di kembangkan minimial terdiri atas: data dasar yaitu
identitas, alamat, Pendidikan, pekerjaan, agama, dan suku bangsa (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
a. Data Umum
1) Identitas Beberapa penyakit muskuloskeletal banyak terjadi
pada klien di atas usia 60 tahun. Lansia yang berjenis
kelamin laki-laki lebih banyak yang mengalami gangguan
sistem muskuloskeletal dari pada perempuan, pekerjaan yang
berat juga akan dapat mempengaruhi sistem muskuloskeletal.
2) Keluhan utama Pada umumnya pasien mengalami kesulitan
untuk melakukan beraktivitas, dipnea setelah aktivitas,
gangguan sikap berjalan, Gerakan lambat, kesulitan
membolak-balikan posisi, keterbatasan pada rentang gerak,
dan ketidaknyamanan pada pasien
3) Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit mulai dari
timbulnya keluhan yang dirasakan sampai saat dibawa ke
layanan kesehatan, biasanya pasien mengalami intoleransi
aktivitas, nyeri yang di akibatkan jatauh dan fraktur,
gangguan musculoskeletal penyebabnya peralatan eksternal
seperti restrain atau gips. atau kondisi kronis seperti
osteoporosis, fraktur, artritis, tumor, edema
4) Riwayat penyakit dahulu Perlu di kaji riwayat penyakit yang
lalu seperti riwayat penyakit muskulokeletal, riwayat
pekerjaan yang dapat berhubungan dengan penyakit
muskulokeletal. Apakah klien mengalami penyakit serupa
sebelumnya, apakah klien mengalami menopouse dini, serta
penggunaan obat-obatan tertentu seperti lortikosteroid,
glukokortikosteroid, serta deuretik
5) Riwayat penyakit keluarga Perlu di kaji ada tidaknya anggota
keluarga yang memiliki Riwayat penyakit keturunan
keluarga atau apakah keluarga pernah menderita penyakit
yang sama karena faktor genetik. Misalnya tentang ada
tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, dan DM
6) Pengkajian psikososial dan spiritual
1) Psikologi : biasanya mengalami peningkatan stress
2) Sosial : cenderung menarik diri dari lingkungan
3) Spiritual : kaji agama terlebih dahulu, bagaimana cara
pasien menjalankan ibadah menurut agamanya, adakah
risiko/ hambatan pasien dalam menjalankan ibadahnya.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum Pasien lansia (≥60 tahun) yang mengalami
gangguan muskuloskeletal keadaan umumnya lemah.
Timbang berat badan klien, apakah ada gangguan penyakit
karena obesitas atau malnutrisi.
2) Kesadaran Kesadaran klien biasanya composmentis dan
apatis.
3) Tanda-tanda vital
- Suhu meningkat (>37ᶿC) atau dalam batas normal
- Nadi meningkat atau dalam batas normal 37
- Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal
- Pernafasan biasanya normal atau terjadi peningkat
4) Pemeriksaan head to toe
a) Pemeriksaan muka dan kepala
Pemeriksaan ini meliputi bentuk wajah, benjolan
pada kepala maupun muka, ada tidaknya lesi,
penyebaran rambut, dan kerontokan rambut.
b) Mata
Pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan
konjungtiva, sklera, strabismus, penglihatan,
peradangan, katarak, dan penggunaan kacamata.
c) Hidung
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi bentuk
hidung, peradangan dan penciuman.
d) Mulut tenggorakan, telinga Terdapat kebersihan
mukosa bibir, peradangan/stomatitis, gigi, radang
gusi, kesulitan mengunyah, pendengaran. Pada lansia
biasanya terdapat penurunan pendengaran.
e) Dada
Pemeriksaan yang dilakukan pemeriksaan bentuk
dada normal, retraksi, suara nafas vesikuler, ada
tidaknya suara tambahan, ada tidaknya suara jantung
tambahan, pemeriksaan ictus cordis, dan ada tidaknya
keluhan yang dirasakan.
f) Abdomen
Pemeriksaan bentuk perut, nyeri tekan, kembung,
bising usus, dan massa keluhan yang diraskan.
g) Ekstermitas
Pemeriksaan kekuatan otot (skala 1-5)
- 0) : Lumpuh
- 1) : Ada kontraksi
- 2) : Melawan gravitasi dengan sokongan
- 3) : Melawan gravitasi tetapi tidak ada tahanan
- 4) : Melawan gravitasi dengan tahanan sedikit
- 5) : Melawan gravitasi dengan kekuatan penuh
Biasanya pasien yang mengalami hambatan
mobilitas fisik akan mengalami kelemahan pada
otot karena biasa terjadi akibat nyeri pada
ekstermitas atau penyakit lain seperti stroke,
osteoporosis, gout arthritis, dll (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017).
c. Pengkajian Status Kesehatan Kronis, Kongnitif,
Fungsional, satus Psikologis dan Dukungan Keluarga.
1) Pengkajian Kesehatan Kronis Pengkajian ini di
lakukan untuk mengetahui seberapa kronis masalah
kesehatan pada lansia pengkajian ini di lakukan
dengan menggunakan pengkajian masalah
keperawatan
2) Pengkajian status kognitif Menggunakan Short
Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan
intelektual, yang terdiri dari 10 hal yang mengetes
orientasi, memori dalam hubungannya dengan 39
kemampuan perawatan diri, memori jauh, serta
kemampuan matematis
3) Pengkajian status fungsional Pengkajian status
fungsional didasarkan pada kemandirian klien
dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan
dan bantuan dari orang lain. Instrument yang biasa
digunakan dalam pengkajian status fungsional yaitu
Indeks Katz, Bartel Indeks, dan Sullivan Indeks
Kats. Lingkup pengkajian meliputi keadekuatan
enam fungsi yaitu: mandi, berpakaian, toileting,
berpindah, kontinen dan makan, yang hasilnya
untuk mendeteksi tingkat fungsional klien (mandiri/
dilakukan sendiri atau tergantung)
4) Pengkajian status dukungan keluarga Status
dukungan dapat diukur dengan menggunakan
APGAR keluarga. Penilaian: jika pertanyaan-
pertanyaan yang dijawab selalu (poin 2),
kadangkadang (poin 1), hampir tidak pernah (poin
0)
5) Tingkat Depresi Mengkaji seberapa tingkat depresi
pada lansia mengetahui nilai normal dalam tingkat
depresi. Penilaian tingkat depresi dengan cara
menilai seberapa besar depresi yang terjadi pada
lansia.
6) Indeks Barthell 40 Pengkajian ini untuk mengetahui
kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas
sehari-harinya. Dan untuk mengetahui kemandirian
tersebut dapat di lihat dari kemandirian Indeks
Barthell (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang muncul anatara lain (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017) :
a. Risiko Jatuh b.d Penggunaan Alat bantu berjalan
b. Nyeri Kronis b.d Kondisi Muskuluskeletal Kronis
c. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Gangguan Muskuluskeletal
3. Intervensi Keperawatan
Edukasi : Edukasi :
13. Jelaskan penyebab, periode, 13. Peningkatan
dan pemicu nyeri b. pengetahuan
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
14. Anjurkan memonitor nyeri 14. Meningkatkan
secara mandiri kemandirian
15. Anjurkan menggunakan 15. Ketepatan terapi
analgetik secara tepat
16. Ajarkan teknik 16. Manejemen nyeri
nonfarmakologis untuk mandiri
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi : Kolaborasi :
17. Kolaborasi pemberian 17. Ketepatan terapi
analgetik,
Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
Gangguan Mobilitas Fisik b.d perawatan 3x kunjungan Observasi : Observasi :
Gangguan Muskuluskeletal wisma di harapkan 1. Identifikasi toleransi fisik 1. Mencegah cidera
mobilitas fisik membaik. melakukan senam rematik 2. Mengetahui
2. Monitor TTV sebelum keadaan umum
Kriteria Hasil : melakuka senam remtik 3. Mencegah risiko
a. Pergerakan 3. Monitor kondisi umum jatuh dan cidera
ekstermitas selama melakukan ambulasi
meningkat
b. Kekuatan otot Terapeutik : Terapeutik :
meningkat 4. Fasilitasi aktivitas senam 4. Bantuan penerapan
c. Nyeri menurun rematik dengan alat bantu ambulasi mandiri
(mis :tongkat dan kruk) atau bantuan alat
5. Fasilitasi melakukan 5. Peningkatan
mobilisasi fisik mobilisasi
Edukasi : Edukasi :
6. Jelaskan tujuan dan prosedur 6. Pemahaman
senam rematik manfaat tindakan
7. Anjurkan mobilisasi dini 7. Latihan mobilisasi
8. Ajarkan mobilisasi sederhana dasar
yang harus dilakukan untuk 8. Melatih
memenuhi kebutuhan sehari- kemandirian dalam
hari mobilisasi.
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan perwujudan dari intervensi keperawatan meliputi
tindakan yang telah di rencanakan. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada
pasien dengan hipertensi secara teoritis mengacu pada teori sesuai dengan
diagnose keperawatan yang diangkat. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
ini penulis menemukan beberapa faktor penunjang di antaranya adalah respon
klien yang baik, mudah menerima saran perawat, keluarga bersikap kooperatif
dan terbuka serta tanggapan yang baik dari keluarga kepada penulis dalam
memberikan informasi yang berhubungan dengan klien (Mar’ah Konitatillah
dkk., 2021).
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari asuhan keperawatan, pada tahap ini akan
dilakukan evaluasi apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan sudah
efektif atau belum untuk mengatasi masalah keperawatan klien atau dengan
kata lain tujuan asuhan keperawatan tercapai atau tidak tercapai (Mar’ah
Konitatillah dkk., 2021).
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, Z., & Mungkin, M. (2019). Penggunaan SCR sebagai alarm peringatan
dini pada saat terjadi gempa bumi. JET (Journal of Electrical
Technology), 4(3), 101–105.
Mar’ah Konitatillah, S. K., Susumaningrum, L. A., Rasni, H., Susanto, T., &
Dewi,
R. (2021). Hubungan Kemampuan Mobilisasi dengan Risiko Jatuh pada
LansiaHipertensi. Jkep, 6(1), 9–25. https://doi.org/10.32668/jkep.v6i1.323
Rohman, U. (2019). Physiological changes of the body during immobilization
in a long time. Journal Sport Area, 4(2), 367–378.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Diagnostik Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
LITERATURE RIVIEW SENAM REMATIK PADA LANSIA DENGAN
GANGGUAN IMOBILISASI
Dosen Pembimbing :
Ns. Sofia Rhosma Dewi, S.Kep. M.Kep
Oleh :
Mita Febrianti, S.Kep
(2201031071)
PENDAHULUAN
Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun yang ditandai
dengan adanya proses peradangan kronis yang bersifat sistematik. Rheumatoid
arthritis (RA) merupakan penyakit progresif yang tidak diketahui etiologi yang
meyebabkan kerusakan progresif pada muskuloskeletal sistem yang
melibatkan sendi kecil dan besar dan menyebabkan rasa sakit, kelainan bentuk
yang bahkan tidak dapat dipulihkan (Daryanti, Widiyanto & Sudirman, 2020).
Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun yang ditandai
dengan peradangan sendi yang dapat menyebabkan erosi tulang. Hal ini
dilaporkan mempengaruhi 0,1-2,0% dari populasi di seluruh dunia. Pada
tingkat populasi Australia telah melaporkan prevelensi Rheumatoid arthritis
(RA) tertinggi (2%) di seluruh dunia, sebaliknya prevelensi rendah atau
bahkan tidak ada Rheumatoid arthritis (RA) berada di pedesaan Afrika Selatan
(0,0026%) dan Nigeria (0%) (Almutairi et.al, 2020).
Untuk mempertahankan dan meningkatkan status fungsional lansia dapat
dilakukan tindakan preventif dan promotif kebugaran. Pada lansia yang
menderita nyeri akibat rematik, maka dengan mengurangi nyerinya diharapkan
dapat membantu lansia mudah untuk melakukan ADL. Dalam mengurangi rasa
nyeri sendi serta mencegah penyakit rematik menjadi lebih parah, dapat
digunakan metode gerak tubuh yang dikenal dengan senam rematik. Menurut
Nuhoni (2010), secara umum gerakan-gerakan senam rematik dimaksudkan
untuk meningkatkan kemampuan gerak, fungsi, kekuatan dan daya tahan otot,
kapasitas aerobik, keseimbangan, biomedik sendi dan rasa posisi sendi. Senam
ini konsentrasinya pada gerakan sendi sambil meregangkan ototnya dan
menguatkan ototnya, karena otot-otot inilah yang membantu sendi untuk
menopang tubuh (Candra, 2008). Dengan melakukan senam rematik
diharapkan kualitas hidup lansia meningkat sehingga lansia dapat melakukan
ADL dengan maksimal dan tidak menjadi beban bagi orang lain.
METODE
Farmwork yang digunakan dalam penelitian ini adalah PICO, dimana
populasi yang digunakan adalah lansia yang mederita remathoid Artritis
(rematik) dan mengalami gangguan mobilitas fisik, intervensi yang dipilih
adalah senam rematik, tidak ada intervensi pembanding yang dipilih dan
outcome yang diukur adalah fungsi mobilitas fisik lansia. Sehingga dari
farmwork ini disusun suatu pertanyaan berupa “Bagaimanakah Keefektifan
Senam Rematik dalam Meningkatkan fungsi mobilitas fisik Lansia?”.
RINGKASAN STUDI
Penelitian yang ditelaah dalam artikel ini seluruhnya menggunakan kelompok
perlakuan untuk mengetahui efek senam rematik terhadap penurunan nyeri yang
berdampak pada peningkatan mobilitas fisik lansia. Kelompok kontrol dalam review
penelitian ini mendapat perlakuan yang sama yaitu senam rematik. Senam rematik
yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan kelenturan dan fungsi sendi,
meringankan gejala rematik, seperti sendi kaku atau nyeri, meningkatkatkan rentang
gerak sendi, mencegah penurunan kemampuan dan masa otot. Intervensi yang
diberikan oleh peneliti kepada responden bervariasi mulai dari 4 minggu hingga 6
bulan dengan durasi waktu 30 – 45 menit perminggu. Waktu intervensi yang relatif
lama dibutuhkan karena outcome kemampuan mobilitas fisik yang diukur pda lansia
adalah hal yang membutuhkan adaptasi. Gangguan mobilitas fisik pada lansia juga
menyebabkan adaptasi fungsi ekstermitas pada lansia membutuhkan waktu yang
relatif lama.Outcome yang diukur dari studi yang direview adalah kemampuan
mobiltas fisik pada lansia adalah faktor fisiologis seperti nyeri, faktor emosional
seperti kecemasan, motivasi , dan sosial support, dan yang terakhir adalah faktor
perkembangan yakni usia dan status paritas.
Penelitian yang baik memilih subjek penelitian dengan pendekatan random agar
hasil penelitian dapat digeneralisasikan dan menekan terjadinya bias pada penelitian.
Metode sampling yang digunakan pada seluruh penelitian adalah random
sampling. Upaya meminimalkan bias tidak hanya dilakukan dengan melakukan
teknik sampling secara random. Bias juga dapat diminimalkan melalui
pemilihan desain penelitian yang tepat. Desain penelitian terbaik yang dapat
menghindarkan adanya bias adalah Randomized Control Trial karena melalui
desain penelitian ini alokasi subjek secara random baik ke dalam kelompok
perlakuan ataupun kelompok kontrol dan adanya blinding pada subjek dan
terapis memungkinkan hasil atau outcome penelitian yang homogen. Desain
RCT banyak digunakan saat ingin membuktikan keefektifan sebuah treatment
atau membandingkan beberapa bentuk treatment. Tujuh dari sepuluh penelitian
yang direview dalam studi ini menggunkan desain penelitian RCT.
Sedangkan tiga penelitian lain yang direview dalam studi ini menggunakan
prospective design. Prospective design atau disebut juga cohort study berarti
melakukan pengamatan akan efek yang timbul dari suatu perlakuan. Arah studi
pada desain ini adalah ke depan. Desain penelitian ini mengukur seberapa
efektiv treatment yang dilakukan pada kelompok perlakukan. Perbedaan utama
antara RCT dan prospective desain adalah peneliti tidak dapat mengatur alokasi
subjek penelitan. Artinya dalam penelitian cohort, peneliti harus meneliti
sekelompok subjek yang telah mendapatkan treatment tertentu sebagai
kelompok perlakuan kemudian harus menemukan kembali sekelompok subjek
dengan karakteristik yang sama dalam hal umur, jenis kelamin ataupun faktor
penting lainnya. Tiga penelitian yang menggunakan prospective design pada
penelitian ini telah menggunakan random sampling sehingga confounding
factor yang muncul dalam penelitian dapat diminimalkan. Dengan demikian
dapat dikatakan outcome penelitian yang direview dalam penelitian ini baik dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Hasil ketiga penelitian yang direview pada studi ni menunjukkan hasil
yang efektive dan signifikan, dimana parameter kemampuan mobilisasi
kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang lebih baik. Berkaitan dengan hal
ini dijelaskan bahwa senam rematik dapat mengurangi nyeri yang bersampak
pada peningkatan kemampuan mobilisasi, seperti meningkatkan kelenturan dan
fungsi sendi, meringankan gejala rematik seperti sendi kaku dan nyeri,
meningkatkan rentang gerak sendi , mencegah penurunan kemampuan dan masa
otot.
KESIMPULAN
Hasil review yang dilakukan pada 3 penelitian menyimpulkan bahwa
senam rematik efektif dalam menurunkan nyeri, meningkatkan kemampuan
mobilisasi fisik dan menurunkan resiko jatuh pada lansia. Hal ini dapat
dijadikan sebagai alternatif senam lansia yang bertujuan untuk meningkatkan
fungsi mobilisasi fisik dan untuk menurunkan resiko jatuh. Peran perawat
penting dalam menunjang hal tersebut. Perawat dapat bertidak sebagai
konsultan yang menjamin keberlanjutan program senam rematik bagi lansia dan
berperan aktif dalam usaha lain yang bertujuan mencegah resiko jatuh pada
lansia.
SARAN
1. Peran pengelola UPT PSTW atau panti lansia dibutuhkan dalam upaya
menjaga lansia dari resiko jatuh dan mendukung lansia untuk aktif
berolahraga, salah satunya adalah senam rematik.
2. Perlu dilakukan adanya penelitian dengan tema yang sama untuk lansia
yang ada di Indonesia.
3. Apabila melakukan penelitian yang sama hendaknya parameter outcome
yang diukur dapat mengukur fungsi keseimbangan statis dan terstruktur.
4. Perlu adanya sosialisasi pada lansia tentang manfaat hidup aktif dan
senam atau berolahraga sehingga dapat memotifasi lansia dalam
beraktifitas.
TABEL ANALISIS PICO
Keperawatan Gerontik
Dosen Pembimbing :
Oleh :
2022
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
1. IDENTITASKLIEN
Nama Klien : Tn. A
Umur : 73 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status Pernikahan : Cerai Mati
Tingkat Pendidikan : Tamat SD
Alamat Asal : Kaliwining
g. Riwayat jatuh
Klien mengatakan pernah jatuh saat berkunjung ke wisma sakura, sekitar 5 bulan
yang lalu, mengakibatkan tambah sulit untuk menggerakkan kaki kiri saat siang
hari dikararenakan sandal yang licin,sehingga mengakibatpada kan menggunakan
tripot saat berjalan, efek sisanya adalah masih merasa nyeri di kaki kiri.
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
5. RIWAYAT SOSIAL
a. Kondisi pasangan:
Klien mengatakan istrinya sudah meninggal, istrinya merupakan istri dari
pernikahan ke 4, dikarenakan bercerai istri 1 sd , istrinya meninggal pada tahun
2020 Karena sakit.
b. Riwayat pekerjaan terdahulu :
Klien mengatakan pernah bekerja sebagai buruh tani, dan pekerjaan terakhir klien
adalahberjualan ikan laut dengan pendapatan > 1juta / bulan
6. PEMERIKSAANFISIK
a. Status kesehatan umum:
Penampilan umum klien baik, status kesadaran composmentis, klien tampak tidak
nyaman dengan nyeri kaki kiri yang dirasakannya, mimic wajah terkadang tampak
meringis saat dibawa berjalan, klien menggunkan alat bantu tripot.
b. Tanda – Tanda Vital :
TD : 130/80 mmHg
RR : 22 x / Menit
N : 78 x / Menit
S : 36,1 C
c. Integument:
Berwarn sawo matang struktur kulit keriput, tidak ada massa, akral hangat, rambut
kulit normal, dan kuku normal
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
d. Hematopoetic :
Tidak ada pendarahan
e. Kepala :
Bentuk kepala normal simetris kanan dan kiri, tidak ada tanda-tanda trauma, tidak
ada massa, dan tidak ada lesi kulit kepala
f. Mata :
Simetris kiri dan kanan dan konjungtiva tidak anemis, alis dan bulu mata simetris,
visus tajam
g. Telinga :
Simetris kanan dan kiri dan tidak ada serumen, pendengaran klien normal dan tidak
ada nyeri tekan pada telinga, membrane timpani normal, dan fungsi pendengaran
baik
h. Hidung :
Hidung klien tampak simetris, penciuman klien normal, dan tidak ada nyeritekan
pada klien.
j. Leher :
Leher klien tampak simetris, tidak teraba kelenjar thyroid dan tidak ada nyeri tekan
di leher, nadi karotis teraba, ROM lehet baik
k. Pernafasan :
I : Bentuk dada simetris kiri kanan, warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak ada
lesi dan pembengkakan
P : Tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan taktil fomitus teraba sama kanan
dan kiri
P : Sonor diseluruh lapang paru
A : Vesikuler
l. Punggung :
Tidak ada jejas dan nyeri tekan pada punggung klien Dn posisi punggung kifosis
m. Cardiovaskuler :
I : Ictus cordis tidak terligat, dan tidak ada pembengkakan
P : Tidak ada pembengkakan, CRT < 3 Detik
P : Sonor
A : Bunyi jantung lipdup tidak ada suara tambahan
n. Gastrointestinal :
I : Tidak ada benjolan dan tidak ada lesi
P : Tidak ada spasme dan nyeri tekan dan tidak ada pembesaran lien
P : Tidak terdapat bunyi timpani
A : dan tidan ada suara murmur
o. Perkemihan :
Klien tidak terpasang cateter
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
p. Genetalia
Tidak terkaji
q. Persyarafan :
Tidak ada kelainan
r. Muskuloskeletal :
Atas : tangan kanan dan kiri simetris, tidak ada benjolan dan lesi
Bawah : bengkak pada kaki kanan, terdapat nyeri tekan
Kekuatan otot 5554
7. PENGKAJIAN NUTRISI
BB : 51 kg TB:145 cm BBI: 50kg
Screening Skor
a. Adakah penurunan intake makanan dalam 3 bulan terakhir akibat
penurunan nafsu makan, masalah pencernaan atau akibat kesulitan
menelan atau mengunyah ? 2
0 = penurunan intake makanan
yang berat 1 = penurunan intake
makanan moderat
2 = tidak ada penurunan intake makanan
b. Penurunan BB selama 3
bulanterakhir 0 = penurunan
BB lebih dari 3kg 3
1 = tidak tahu
2 = penurunan BB 1- 3 kg
3 = tidak ada penurunan BB
c. Mobilitas
0 = tidak dapat turun dari bed, atau hanya duduk di kursi
1 = dapat bangkit dari bed/kursi namun tidak dapat berpindah
dengan bebas 2 = dapat berpindah dengan bebas 2
d. Apakah mengalami stress psikologis atau mengidap penyakit dalam 3
bulanterakhir? 0 =ya 2
2 = tidak
e. Masalahpsikoneurologis
0 = demensia berat atau
depresi 1 = demensia 2
ringan
2 = tidak mengalami masalah psikologis
F1. Body mass index
0 = BMI kurang dari 19
1 = BMI 19 –21
2 = BMI 21 –23 1
3 = BMI lebih dari 23
Jika BMI tidak dapat dikaji, gantikan pertanyaan pada poin
F1dengan poin F2
Jika BMI sudah terkaji, pertanyaan pada poin F2 tidak perlu
dikaji
F2. Lingkar lengan atas
0 = LLA kurang dari 0
31 cm 3 = LLA lebih
dari 31 cm
Total 12
Interpretasi : Status nutrisi lien normal
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
8. PENGKAJIAN FUNGSIKESEIMBANGAN
TUG = 13 detik
Interpretasi : Klien memiliki fungsi kesimbangan normal
9. PENGKAJIAN STATUSFUNGSIONAL
a. ADL
No. Aktifitas Bantuan Mandiri Skor
1 Makan/minum 5 10 10
2 Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur/sebaliknya 5 – 10 15 10
3 Kebersihan diri :cuci muka, menyisir, dll 0 15 10
4 Keluar/masuk kamar mandi 5 10 10
5 Mandi 0 5 5
6 Berjalan (jalan datar) 10 15 10
7 Naik turun tangga 5 10 10
8 Berpakaian/bersepatu 5 10 10
9 Mengontrol defekasi 5 10 10
10 Mengontrol berkemih 5 10 10
Jumlah 95
Interpretasi : Ketergantungan ringan
b. IADL
A. Kemampuan Menggunakan Telefon SKOR
1. Mengoperasikan telefon dengan inisiatif, mencari dan menekan nomortelefon 1
2. Menlfon beberapa kontak yangdikenal 1
3. Menjawab telefon namun tidak bisa mencarikontak 1 3
4. Tidak dapat menggunakantelefon 0
B. Berbelanja
1. Mengurus barang belanjaansendiri 1
2. Berbelanja beberapa barang kebutuhansendiri 1
3. Perlu ditemani saatberbelanja 1 2
4. Tidak bisaberbelanja 0
C. Menyiapkan makanan
1. Merencanakan, menyiapkan dan memasak makanansendiri 1
2. Bisa memasak makanan hanya jika bahan masakan sudahtersedia 1 3
3. Bisa menghangatkan makanan namun tidak bisa lagimemasak 1
4. Tidak dapat menyiapkan dan menyuapmakanan 0
D. Membersihkan rumah
1. Mampu mengatur rumah dengan bantuan asisten rumahtangga 1
2. Melakukan aktifitas ringan seperti membersihkan debu dan menata tempat 1
tidur 2
3. Melakukan pekerjaan ringan namun kurangbersih 1
4. Perlu bantuan untuk semua pekerjaan rumah 0
E. Mencuci pakaian
1. Mampu mencuci semua jenis pakaiansendiri 1
2. Hanya mampu mencuci pakaian yangringan 1 1
3. Tidak mampu mencucipakaian 0
F. Transportasi
1. Bisa bepergian sendiri baik dengan transportasi umum ataupunkendaraan 1
Pribadi
2. Bisabepergiandengantaksi,namuntidakbisabepergiandenganmoda 1
transportasi lain 1
3. Bisa bepergian dengan kendaraan umum danditemani 1
4. Bisa bepergian dengan taksi danditemani 0
5. Tidak bisabepergian 0
G. Medikasi
1. Bisa mengatur jadual minum obat dengan dosis yangpas 1
2. Bisa minum obat jika obat sudah disiapkan dengan dosis yangterpisah 1 1
3. Tidak bisa menyiapkan obat yag akandiminum 0
H. Manajemen keuangan
1. Bisa mengatur keuangan denganmandiri 1 1
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, koin) tiap benda 1 detik, pasien disuruh 3 3
mengulangi ketiga nama benda tersebut dengan benar dan catat jumlah pengulangan
BAHASA
6 Klien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan (pensil, buku) 2 2
7 Klien diminta mengulang kata-kata “namun”, “tanpa”, “bila” 1 1
8 Klien diminta melakukan perintah : “Ambil kertas ini dengan tangan Anda, lipatlah 3 3
menjadi dua bagian dan letakkan di lantai”
9 Klien disuruh membaca dan melakukan perintah “Pejamkan mata Anda” 1 1
10 Klien disuruh menulis dengan spontan 1 1
11 Klien diminta menggambarkan bentuk di bawah ini 1 1
TOTAL 30 29
Interpretasi : Normal (Klien tidak memiliki gangguan kognitif)
b. SPSMQ
Benar Salah Nomo Pertanyaa
r n
1 1 Tanggal berapa hari ini?
1 2 Hari apa sekarang?
1 3 Apa nama tempat ini?
1 4 Di mana alamat Anda?
1 5 Kapan Anda lahir?
1 6 Berapa umur Anda?
1 7 Siapa presiden Indonesia sekarang?
1 8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
1 9 Siapa nama ibu Anda?
1 10 Angka 20 dikurangi 3=? Dan seterusnya dikurangi 3
Jumlah
Interpretasi : Fungsi intelektual klien utuh
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
c. Hambatan dalamberibadah : Klien tidak pergi ke masjid apabila kakinya terasa sangat
nyeri dan pada saat hujan
d. Yang dirasakan saat tidak : Klien mengatakn rugi jika tidak bisa melaksanakan ibadah
dapat menunaikan ibadah
e. Makna dan tujuanhidup : Makna hidup : Klien mengatakan hidup adalah untuk
beribadah sebagai bekal menuju akghirat bukan hanya untuk
mencari kekayaan
Tujuan : Berbuat baik
f. Persepsi tentangkematian : Klien mengatakan semua orang yang hidup akan dan pasti
mengalami kematian, tidak merasa takut dan sudah siap
kapan saja untuk menghadapi kematian dan sudah berserah
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
ANALISA DATA
TANGGAL DATA PROBLEM ETIOLOGI
DO :
- Klien tampak kesulitan saat diminta
untuk menggerakkan kaki kiri
- Kekukatan otot 5554
- Saat dilatih ROM, Klien hanya
dapat melakukan ROM pasif saja
- Fungsi sensori baik
- Fungsi kognitif normal dengan skor
29
- TUG 13 dtk (Fungsi keseimbangan
baik)
- Status fungsional ADL
Ketergantungan ringan dengan skor
95
DO :
- Klien tampak meringis saat dilatih
ROM
- Kaki kiri tampak bengkak dan kaku
- Klien tampak tidak mampu
menuntaskan aktivitas yang
berlangsung lama seperti kerja bakti,
selalu mengambil sela untuk
beristirahat
DO :
- TTV :
TD : 130/80 mmHg
RR : 22 x/menit
N : 78 x / menit
S : 36.1 C
- Kaki tanpak bengkak dan kaku
- Gaya berjalan tampak berhati-hati
- Klien menggunakan tripot saat
berjalan
- Pergerskan sendi tampak kaku
- Klien hanya bisa mempraktekkan
ROM Pasif
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF
17-11-2022 1. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Gangguan Muskuluskeletal d.d
kaki kiri tampak kaku dan bengkak
2. Nyeri kronis b.d Kondisi Muskuluskeltal Kronis d.d Skala
Nyeri 5
3. Risiko Jatuh b.d Nyeri d.d Tn. A menggunakan Tripot
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PERENCANAAN
TGL DX. KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
HASIL
18/11/22 Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan perawatan 6x Dukungan Mobilisasi (Senam Rematik)
Fisik b.d Gangguan kunjungan wisma di harapkan Observasi : Observasi :
Muskuluskeletal d.d mobilitas fisik membaik. 1. Identifikasi toleransi fisik melakukan 1. Mencegah cidera
kaki kiri tampak kaku gerakan senam 2. Mengetahui keadaan
dan bengkak Kriteria Hasil : 2. Monitor TTV sebelum melakuka senam umum
a. Pergerakan ekstermitas rematik 3. Mencegah risiko jatuh
meningkat 3. Monitor kondisi umum selama dan cidera
b. Kekuatan otot meningkat melakukan senam rematik
c. Nyeri menurun
Terapeutik : Terapeutik :
4. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat 4. Bantuan penerapan
bantu (mis : tongkat dan kruk) ambulasi mandiri atau
5. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik bantuan alat
6. Fasiliasi melakukan senam rematik 5. Peningkatan mobilisasi
6. Mengurangi kekakuan
Edukasi : otot dan sendi
7. Jelaskan tujuan dan prosedur senam
rematik Edukasi :
8. Anjurkan mobilisasi dini 7. Pemahaman manfaat
9. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus tindakan
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan 8. Latihan mobilisasi dasar
sehari-hari 9. Melatih kemandirian
dalam mobilisasi.
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
Edukasi :
10. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri 10. Mencptakan lingkungan
11. Jelaskan strategi meredakan nyeri aman nyaman
Edukasi :
13. Peningkatan pengetahuan
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
14. Meningkatkan
kemandirian
15. Ketepatan terapi
Kolaborasi :
17. Ketepatan terapi
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
IMPLEMENTASI
TANGGAL DX. KEP TINDAKAN PARAF
18-11-2022 I - Identifikasi toleransi fisik melakukan
gerakan senam
R/ Klien tidak dapat melakukan
gerakan senam dengan posisi berdiri
tanpa alat bantu tripot
- Monitor TTV sebelum melakuka
senam rematik
R/ TD : 130/80 mmHg, RR 22 x /
menit, N : 78 x / menit, S : 36.4 C
- Monitor kondisi umum selama
melakukan senam rematik
R/ KU : Baik
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
alat bantu (mis : tongkat dan kruk)
R/ Klien menggunakan Tripot
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
R/Mahasiswa melakukan
pendampingan penuh selama latihan
mobilisasi fisik
- Fasiliasi melakukan senam rematik
R/Mahasiswa melakukan
pendampingan penuh selama latihan
senam rematik
- Jelaskan tujuan dan prosedur senam
rematik.
R/ Klien memahami dan menyetujui
tindakan yang akan dilakukan
- Anjurkan mobilisasi dini
R/ Klien bersedia
- Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari
R/ Klien memahami apa yang diajarkan
Mahasiswa
III
- Identifikasi faktor jatuh
R/ Nyeri, sendi bengkak dan kaku
- Identifikasi faktor lingkungan yang
meningkatkan risiko jatuh
R/ Jalan licin dan banyak genangan air
- Monitor kemampuan berpindah tempat
R/ Mampu berpindah secara mandiri
dengan alat bantu tripot
- Ajarkan klien menggunakan alat bantu
berjalan dengan tepat
R/ Alat bantu tripot
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang
tidak licin
R/ Klien menggunakan alas kaki anti
slip
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
EVALUASI
O:
- Klien tampak kesulitan saat diminta untuk
menggerakkan kaki kiri
- Kekukatan otot 5554
- Saat dilatih ROM, Klien hanya dapat
melakukan ROM pasif saja
- Fungsi sensori baik
- Fungsi kognitif normal dengan skor 29
- TUG 13 dtk (Fungsi keseimbangan baik)
- Status fungsional ADL Ketergantungan
ringan dengan skor 95
P : Intervensi Dilanjutkan
II S:
P : Klien mengatakan nyeri di kaki kiri
terutama saat berjalan
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Kaki sebelah kiri
S : Skala nyeri 5
T : Saat dibawa berjalan dan beraktifitas berat
O:
- Klien tampak meringis saat dilatih ROM
- Kaki kiri tampak bengkak dan kaku
- Klien tampak tidak mampu menuntaskan
aktivitas yang berlangsung lama seperti
kerja bakti, selalu mengambil sela untuk
beristirahat
P : Intervensi Dilanjutkan
III S:
Tn. A mengatakan nyeri di kaki kiri ketika
berjalan sehingga klien menggunakan alat
bantutongkat, karena jika tanpa alat bantu
klien mengatakan pasti akan jatuh. Klien
mengatakan pernah terjatuh di depan wisma
sakura sekitar 5 bulan yang lalu dan
mengakibatkan kondisi kaki kirinya
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
memburuk
O:
- TTV :
TD : 130/80 mmHg
RR : 22 x/menit
N : 78 x / menit
S : 36.1 C
- Kaki tanpak bengkak dan kaku
- Gaya berjalan tampak berhati-hati
- Klien menggunakan tripot saat berjalan
- Pergerskan sendi tampak kaku
- Klien hanya bisa mempraktekkan ROM
Pasif
P : Intervensi Dilanjutkan
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
O:
- Klien tampak kesulitan saat diminta untuk
menggerakkan kaki kiri
- Kekukatan otot 5554
- Saat dilatih ROM, Klien hanya dapat
melakukan ROM pasif saja
II S:
P : Klien mengatakan nyeri di kaki kiri
terutama saat berjalan
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Kaki sebelah kiri
S : Skala nyeri 4
T : Saat dibawa berjalan dan beraktifitas berat
O:
- Klien tampak meringis saat dilatih ROM
- Kaki kiri tampak bengkak dan kaku
- Klien tampak tidak mampu menuntaskan
aktivitas yang berlangsung lama seperti
kerja bakti, selalu mengambil sela untuk
beristirahat
III S:
Tn. A mengatakan nyeri di kaki kiri masih
tetap terasa ketika berjalan sehingga klien
tetap menggunakan alat bantu tongkatkarena
taku terjatuh
O:
- TTV :
TD : 130/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 84 x / menit S : 36.3 C
- Kaki tanpak bengkak dan kaku
- Gaya berjalan tampak berhati-hati
- Klien menggunakan tripot saat berjalan
- Pergerskan sendi tampak kaku
- Klien hanya bisa mempraktekkan ROM
Pasif
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi Dilanjutkan
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
O:
- Klien tampak kesulitan saat diminta untuk
menggerakkan kaki kiri
- Kekukatan otot 5554
- Saat dilatih ROM, Klien hanya dapat
melakukan ROM pasif saja
II S:
P : Klien mengatakan nyeri di kaki kiri
terutama saat berjalan
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Kaki sebelah kiri
S : Skala nyeri 4
T : Saat dibawa berjalan dan beraktifitas berat
O:
- Klien tampak meringis saat dilatih ROM
- Kaki kiri tampak bengkak dan kaku
- Klien tampak tidak mampu menuntaskan
aktivitas yang berlangsung lama seperti
kerja bakti, selalu mengambil sela untuk
beristirahat
S:
III Tn. A mengatakan nyeri di kaki kiri masih
tetap terasa ketika berjalan sehingga klien
tetap menggunakan alat bantu tongkatkarena
taku terjatuh
O:
- TTV :
TD : 130/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 84 x / menit
S : 36.3 C
- Kaki tanpak bengkak dan kaku
- Gaya berjalan tampak berhati-hati
- Klien menggunakan tripot saat berjalan
- Pergerskan sendi tampak kaku
- Klien hanya bisa mempraktekkan ROM
Pasif
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
O:
- Klien tampak kesulitan saat diminta untuk
menggerakkan kaki kiri
- Kekukatan otot 5554
- Saat dilatih ROM, Klien hanya dapat
melakukan ROM pasif saja
II S:
P : Klien mengatakan nyeri di kaki kiri
terutama saat berjalan
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Kaki sebelah kiri
S : Skala nyeri 4
T : Saat dibawa berjalan dan beraktifitas berat
O:
- Klien tampak meringis saat dilatih ROM
- Kaki kiri tampak bengkak dan kaku
- Klien tampak tidak mampu menuntaskan
aktivitas yang berlangsung lama seperti
kerja bakti, selalu mengambil sela untuk
beristirahat
S:
III Tn. A mengatakan nyeri di kaki kiri masih
tetap terasa ketika berjalan sehingga klien
tetap menggunakan alat bantu tongkatkarena
taku terjatuh
O:
- TTV :
TD : 130/80 mmHg,
RR : 20 x/menit
N : 84 x / menit,
S : 36.3 C
- Kaki tanpak bengkak dan kaku
- Gaya berjalan tampak berhati-hati
- Klien menggunakan tripot saat berjalan
- Pergerskan sendi tampak kaku
- Klien hanya bisa mempraktekkan ROM
Pasif
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
O:
- Klien tampak lebih leluasa saat diminta
untuk menggerakkan kaki kiri
- Kekukatan otot 5554
- Saat dilatih ROM, Klien sudah bisa ROM
aktif dan pasif
P : Intervensi Dilanjutkan
II S:
P : Klien mengatakan nyeri di kaki kiri
terutama saat berjalan
Q : Nyeri seperti
R : Kaki sebelah kiri
S : Skala nyeri 3
T : Saat dibawa berjalan dan beraktifitas berat
O:
- Meringis berkurang saat dilatih ROM
- Kaki kiri tampak bengkak dan kaku
- Klien tampak tidak mampu menuntaskan
aktivitas yang berlangsung lama seperti
kerja bakti, selalu mengambil sela untuk
beristirahat
P : Intervensi Dilanjutkan
III S:
Tn. A mengatakan nyeri di kaki kiri masih
tetap terasa ketika berjalan sehingga klien
tetap menggunakan alat bantu tongkatkarena
taku terjatuh dan masih tetap menggunakan
sandal yang nyaman dan tidak licin
O:
- TTV :
TD : 130/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 84 x / menit
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
S : 36.4 C
- Kaki tanpak bengkak dan kaku
- Gaya berjalan tampak berhati-hati
- Klien menggunakan tripot saat berjalan
- Pergerskan sendi tampak kaku
P : Intervensi Dilanjutkan