Anda di halaman 1dari 52

Pembimbing :

Dr. Gatot Sugiharto, SpB


Oleh :
Rezha Adhitya L (2013730091)
Urology Emergency
 Non – Trauma
 Urosepsis
 Retensio Urine
 Strangulasi
 Trauma
 Trauma Ginjal
 Ruptur Buli
 Ruptur Uretra
Urosepsis

 Urosepsis adalah sepsis yang disebabkan oleh mikrobakteria yang


berasal dari saluran urogenitalia. Bakteri lebih mudah masuk ke
dalam peredaran darah terutama jia pasien mengalami penurunan
sistem kekebalan tubuh, diantaranya adalah pasien: diabetes
melitus, lansia, penderita keganasan, HIV, dan gangguan imunitas
lainya.

Bakteri yang berada dalam peredaran darah akan mengeluarkan


endotoksin yang dapat memacu terjadinya rangkaian septic
cascade. Keadaan ini menimbulkan sindroma respon inflamasi
sistemik (systemic inflamation response syndrome)
Urosepsis
 American College of Chest Physicians and the Society of critical
Care Medicine memberikan batasan tentang sepsis dan syok septik.
SIRS merupakan respon tubuh terhadap inflamasi sistemik yang
disebabkan oleh berbagai macam kelainan, antara lain
 Infeksi
 Trauma
 syok hemoragik
 Kombustio
 Kerusakan jaringan
 Iskemia akibat multipel trauma
 pankreatitis
Urosepsis
Etiologi
 Kuman penyebab sepsis paling sering adalah bakteri gram negatif
yang hidup secara komensalisme di saluran cerna, yaitu + 30% -
80%; sedangkan kuman gram positif merupakan penyebab + 5% -
24% sepsis.
 E.coli adalah kuman yang paling sering menyebabkan sepsis,
kemudian disusul Klebsiella, Enterobacter, Serratia,
Pseudomonas, dll.
Urosepsis
 Urosepsis timbul karena adanya obstruksi saluran kemih sehingga
kemampuan urine untuk mengeliminasi kuman dari saluran kemih
terganggu.
 Keadaan ini menyebabkan kuman dengan mudah berkembang biak
didalam saluran kemih, menembus mukosa saluran kemih, dan
masuk kedalam sirkulasi darah, sehingga menyebabkan bakterimia.
 Keadaan urologi yang dapat mengakibatkan urosepsis antara lain
batu saluran kemih, hiperplasia prostat, dan keganasan saluran
kemih yang menyebabkan timbulnya hidronefrosis dan bahkan
pionefrosis.
Urosepsis
Gejala klinis
 Gejala klinis pasien urosepsis tergantung pada kelainan organ
urogenitalia yang menjadi sumber infeksi dan sampai seberapa
jauh proses sepsis telah berlangsung. Gambaran klinis yang didapat
antara lain : Demam, Mengigil, Hipotensi, Takikardi, Takipneu
 Sebelumnya didahului oleh gejala kelainan saluran kemih; sistitis,
pielonefritis, epididimitis, prostattitis akut, nyeri pinggang,
keluhan miksi, pasca kateterisasi uretra, atau pasca pembedahan
saluran kemih

• Sepsis yang telah berlanjut memberi gejala atau tanda-tanda


gangguan bebrapa fungsi organ tubuh, antara lain gangguan pada
fungsi ginjal, kardiovaskuler, pencernaan, pernafasan, dan susunan
saraf pusat.
Urosepsis
Kardiovaskuler
 Perubahan pada sistem hemodinamik dimulai dari fase pre
syok, fase syok awal, atau warm shock, dan syok lanjut
atau cold shock. Timbulnya syok ini adalah akibat dari
menurunya resistesi arteriol. Hingga pada fase syok awal
pasien masih demam dan curah jantung normal, tetapi
pada syok lanjut tampak pasien dalam keadaan letargi,
dingin, dan curah jantung menurun.

Ginjal
Syok yang berkelanjutan akan menimbulkan nekrosis akut pada tubulus
ginjal yang ditandai dengan azotemia, oliguria, hingga anuria. Tampak
adanya gangguan elektrolit dan asidosis metabolik
Urosepsis
Pencernaan
 Terjadi disfungsi hepar yang ditandai dengan ikterus akibat
kolestasis, peningkatan serum bilirubin sampai 10 g/dl
dengan 80% berupa bilirubin direk, dan peningkatan fosfatase
alkali. Manifestasi lain pada saluran cerna adalah perdarahan
saluran cerna akbat stress ulcer dan gangguan perfusi pada
mukosa saluran cerna.

Pernafasan
Tanda awal dari gangguan SSP
pernafasan adalah takipneu, Perubahan status mental
bila tidak segera ditangani antara lain asien menjadi
dapat terjadi distres nafaas bingung, letargi, dan akhirnya
hingga acute respiratory sopor dan koma.
distress syndrome
Tindakan
Urosepsis
 Penanganan urosepsis harus dilakukan secara komperhensif dan
ditujukan terhadap poin-poin berikut:
 Penanganan infeksi (eradikasi kuman penyebab infeksi &
Diagnosis
menghilangkan sumber infeksi)
 Untuk menegakkan diagnosis dari urosepsis harus dibuktikan
 Akibat
bahwa lanjutyang
bakteri dariberedar
infeksi didalam
(SIRS, syok sepsis,
darah multiple
(kultur darah) organ
sama
failure)
dengan bakteri yang ada dalam saluran kemih (kulltur urine).
 Toksin atau mediator yang dikeluarkan oleh bakteri.
Terapi terhadap infeksi
Terapi terhadap infeksi
 Sebelum dilakukan pemberian antibiotik, lebih baik diambil contoh urine
 Sumber-sumber
dan infeksi
contoh darah untuk lainnya harus
pemeriksaan segera
kultur gunadihilangkan,
mengetahuimisalnya:
jenis kuman
penyebab urosepsis,
 Pemakaian hal ini
kateter bermanfat
uretra jika pemberian
harus diganti dengan yangantibiotik
baru secara
empirik tidak berhasil.
 Abses pada ginjal, perirenal, dan abses prostat dilakukan
 Secara drainase
empirik diberikan antibiotik yang sensitif terhadap bakteri gram
negatif, yaitu:
 Hidronefrosis yang terinfeksi dilakukan diversi urine atau
 Aminoglikosida
drainase pus(gentamycin, amikasin, atau tobramycin)
dengan nefrostomy
 Ampicilin
 Cefalosporin generasi III
 Floroquinolon
Urosepsis

Terapi suportif
 Jenis terapi suportif yang diberikan tergantung pada organ
yang mengalami gangguan. Kematian akibat sepsis
biasanya disebabkan karena kegagalan dalam memberikan
terapi suportif terhadap multiple organ failure.

 Disfungsi multiorgan yang paling sering menyebabkan


kematian adalah gagal napas (18%) dan gagal ginjal (15%),
sedangkan sisanya adalah kegagalan sistem kardiovaskular,
hematologi, metabolisme, dan neurologi.
Retensio Urine

Definisi
 Definisi dari retensio urine adalah keadaan penderita yang
tidak dapat berkemih walaupun kandung kemih penuh.
 Pada sumber lain disebutkan bahwa definisi retensio urine
adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan
urine yang terkumpul didalam buli-buli hingga kapasitas
maksimal buli terlampaui.
 Proses miksi terjadi karena koordinasi harmonik antara otot
destrusor buli sebagai penampung dan pemompa urine dengan
uretra yang bertindak sebagai pipa untuk menyalurkan urine.

Etiologi
• Adanya penyumbatan pada uretra, kontraksi buli-buli yang tidak
adekuat, atau adanya miskoordinasi antara buli-buli dengan uretra
dapat menimbulkan terjadinya retensi urine.
Retensio Urine

Kelemahan Inkoordinasi
Obstruksi
Otot Saraf
Uretra
Destrusor Perifer

Kelainan medulla Cedera kauda Benign Prostate


spinalis equina Hyperplasia

Batu Uretra
Kelainan saraf
perifer Fimosis

Parafimosis

Ruptur Uretra

Striktur Uretra

Tumor Uretra
Tindakan
 Tujuan utama tindakan pada retensio urine adalah untuk
mengeluarkan urine dari dalam buli-buli. Urine dapat dikeluarkan
dengan cara pemasangan kateter atau cystostomy. Intertvensi
penyakit primer dikerjakan setelah kondisi pasien stabil.

 Untuk kasus tertentu tidak perlu pemasangan kateter terlebih dulu,


melainkan dapat langsung dilakukan tindakan definitif terhadap
penyebab utama retensio urine, misalnya batu di meatus uretra
eksternum atau meatal stenosis, fimosis dan parafimosis dilakukan
sirkumsisi atau dorsumsisi.
Torsio
Testis

Strangulasi

Parafimosis Priapismus
Torsio Testis

 Torsio testis adalah kondisi terpuntirnya funikulus sprematikus


yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis.
 Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 ribu pria yang berumur
kurang dari 25 tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada
masa pubertas (12-20 tahun).
 Testis normal dibungkus oleh tunika albuginea. Pada permukaaan anterior
dan lateral, testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang
terdiri atas dua lapis, yaitu lapisan viseralis yang langsung menempel ke
testis dan di bagian luarnya adalah lapisan parietalis yang menempel ke
muskulus dartos pada dinding skrotum.

• Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada
muskulus dartos masih belum banyak terdapat jaringan pengangga
sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak
dan memungkinkan untuk terpuntir pada sumbu funikulus spermatikus.
Terpuntirnya pada keadaan ini disebut torsio testis ekstra vaginal.
Torsio Testis

 Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan


kelainan sistem penyangga testis.
 Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis
pada permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini
tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah
insersi epididimis ke dinding skrotum.

• Keadaan ini menyebabkan testis dan


epididimis dengan mudah bergerak di
kantung tunika vaginalis dan menggantung
pada funikulus spermatikus. Kelainan ini
dikenal dengan anomali bell-clapper.
Keadaan ini akan memudahkan testis
mengalami torsio testis intravaginal.
Torsio Testis
Patofisiologi
 Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis
mendekat dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan
suhu ideal untuk testis.
 Adanya kelainan penyangga testis menyebabkan testis dapat
mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan.
 Terpuntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran
darah testis sehingga tesitis mengalami hipoksia, edema testis, dan
iskemia, yang akhirnya testis akan menjadi nekrosis.
Torsio Testis
Tanda & Gejala
 Pasien mengeluh nyeri hebat didaerah skrotum, yang sifatnya
mendadak dan diikuti pembekakan pada testis. Keadaan ini dikenal
sebagai akut skrotum.

 Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut bagian bawah


sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan
apendisitis akut.

 Pada bayi gejalanya tidak khas, yakni gelisah, rewel, atau tidak
mau menyusu.
Torsio Testis
Tanda & Gejala
 Pada pemeriksaan fisik, testis membengkak,
 letaknya lebih tingi (denign sign)
 lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral (angel sign).
 Kadang pada torsio testis yang baru terjadi, dapat diraba adanya
lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya
tidak disertai dengan demam.

• Pemeriksaan penunjang yang dapat membedakan torsio testis


dengan keadaan skrotum lainnya adalah dengan memakai
stetoskop doppler, USG doppler, dan yang kesemuanya bertujuan
menilai aliran darah ke testis.
• Pada torsio testis tidak didapatkan aliran darah ke testis sedangkan
ada peradangan akut testis , terjdi peningkatan aliran darah ke
testis.
Torsio Testis
Tindakan
Detorsi Manual
 Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya,
yaitu dengan cara memutar testis kearah berlawanan dengan arah
torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan
untuk memutar testis kearah lateral terlebih dulu, bila tidak
terjadi perubahan dilakukan pemutaran kearah sebaliknya.
 Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah
berhasil. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan.
Torsio Testis
Tindakan
Operasi
 Tindakan operasi ditujukan untuk mengembalikan posisi testis pada
arah yang benar dan setelah itu dilakukan penilaian viabilitas testis
yang mengalami torsio, mungkin masih viable atau sudah
mengalami nekrosis.
 Jika testis masih viable dilakukan orkdopeksi (fiksasi testis) pada
tunika dartos kemudian dilanjutkan orkidopeksi pada testis
kontralateral.
Parafimosis

 Parafimosis adalah preputium enis yang diretraksi sampai sulkus


• koronarius dan tidak
Jika preputium tidaksecepatnya
dapat dikembalikan
dikembalikanpada kondisi semula,
ke tempat semula
sehingga timbul jeratan gangguan
dapat menyebabkan pada penis aliran
dibelakang
baliksulkus
venakoronarius.
superfisial
sedangkanpreputium
 Retraksi aliran arteri berjalan
kearah normal.
proksimal Hal inidilakukan
biasanya menyebabkan
saat
edema glans penis
bersenggama atau dan terasa nyeri.
masturbasi atau setelah dilakukan pemasangan
kateter.
• Jika dibiarkan bagian penis di bagian distal jeratan makin
membengkak yang akhirnya dapat mengalami nekrosis glans penis.
Parafimosis
Tindakan

 Preputium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan


cara memijat glans selama 3-5 menit, diharapkan edema
berkurang dan secara perlahan-lahan preputium dikembalikan pada
tempatnya.
 Jika usaha ini tidak berhasil, dilakukan dorsum insisi pada jeratan
sehingga reputium dapat dikembalikan pada ttempatnya. Setelah
edema dan proses inflamas menghilang, pasien dianjurkan untuk
dilakukan sirkumsisi.
Priapismus
 Priapismus adalah ereksi penis yang berkepanjangan tanpa diikuti
dengan hasrat seksual dan sering disertai dengan rasa nyeri.

 Priapismus merupakan salah satu kedaruratan urologi karena jika


tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan
kecacatan yang menetap berupa disfungsi ereksi.
Priapismus
Etiologi
 Menurut etiologinya priapismus dibedakan dalam 2 kategori yaitu:
Klasifikasi
priapismus primer priapismus sekunder. Priapismus sekunder dapat
 disebabkan
Ereksi penisoleh : berkepanjangan pada priapismus dapat terjadi
yang
karena:
 Kelainan pembekuan darah
1. “Low-flow”
 Priapismusatau
Trauma paraperineum (statis=Ischemic)
genitalia yaitu berupa ereksi
berkepanjangan dan diikuti rasa nyeri.
 Gangguan neurogenik (pengaruh anestesi regional atau
2. “High-Flow”
paraplegia) Priapismus (non-ischemic) yang sering tanpa rasa
nyeri dan prognosanya baik.
 Penyakit keganasan

 Pemakaian obat-obatan tertentu (alkohol, psikotropika)


 Pasca injeksi intrakavernosa dengan zat vasoaktif
Priapismus
 Jika tidak diterapi, detumesensi terjadi setelah 2-4 minggu dan
otot polos yang mengalami nekrosis diganti oleh jaringan fibrosa
sehingga kehilangan kemampuan untuk mempertahankan ereksi
maksimal.
 Priapismus jenis non-iskemik banyak terjadi setelah suatu trauma
pada daerah perineum atau setelah operasi rekonstruksi arteri
pada disfungsi ereksi.
 Prognosisnya lebih baik daripada jenis iskemik dan ereksi dapat
kembali seperti semula.
Priapismus
Diagnosis
 Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti diharapkan dapat
mengungkapkan etiologi priapismus.

 Pada pemeriksaan lokal didpatkan corpus penis yang menegang


tanpa diikuti oleh ketegangan pada glans penis.

 USG doppler yang dapat mendeteksi adanya pulsasi arteri


kavernosa dan analisis gas darah yang diambil intrakavernosa dapat
membedakan priapismus jenis iskmeik atau non-iskemik
Priapismus
Terapi
Terapi
 Aspirasi dilakukan dengan memakai jarum scalp vein no. 21.
 Pada prinsipnya terapi priapismus adalah secepatnya mengembalikan
Aspirasi sebanyak 10-20 ml darah intrakavernosa, kemudian
aliran darah instilasi
dilakukan pada korpus kavernosum
10-20 yangatau
μg epinefrin dicapai dengan
100-200 μg cara medika
fenilefrin
mentosa maupun operatif.
yang dilarutkan dalam 1ml NaCl 0.9% setiap 5 menit hingga penis
detumesensi.
 Aspirasi Jika dilakukan
darah kavernosa sebelum pada
diindikasikan 24 jam setelah serangan,
priapismus noniskemik
hampir
atau semua iskemik
priapismus kasus dapat
yangdengan cara saja
masih baru ini. terjadi.
 Priapismus iskemik derajat berat yang sudah terjadi beberpa hari tidak
memberikan respon terhadap aspirasi dan irigasi obat intrakavernosa,
 Selain obat-obatan tersebut, dapat pula dipakai instilasi
untuk itu diperlukan
streptokinase padatindakan operatif.
priapismus yang telah berlangsung 14 hari yang
sebelumnya telah gagal dengan instilasi α adrenergik.
Priapismus
Terapi
 Shunting korpus kavernosum, tindakan ini harus difikirkan
terutama pada priapismus veno-oklusif atau yang gagal setelah
terapi medikamentosa; hal ini untuk mencegah timbulnya sindroma
kompartemen dapat menekan arteri kavernosa dan berakibat
iskemia pada korpus kavernosa. Beberapa jenis shunt antara lain:
 Shunt korpo-glanular
 Shunt korpo-spongiosum (k. spongiosum-k. Kavernosum)
 Shunt safeno-kavernosum (anatomosis k. Kavernosum – vena
safena)
Trauma Ginjal

Sebagian besar trauma (ruptur) ginjal terjadi akibat trauma


tumpul. Secara umum, trauma ginjal dibagi dalam tiga kelas :
laserasi ginjal, kostusio ginjal, dan trauma pembuluh darah
ginjal. Semua kelas tersebut memerlukan indeks pengetahuan
klinik yang tinggi dan evaluasi serta penanganan yang cepat.
Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal, yaitu
 1. Trauma tajam
 2. Trauma iatrogenik
 3. Trauma tumpul
Grade 3
Ditandai dengan:
Grade 1
• Laserasi ginjal yang
Ditandai dengan: lebih dari 1
kedalamannya
• Hematuria dengan
cm tidak melibatkan sistem
pemeriksaan
lainnya. radiologi yang
normal
Grade 4
Kontusiodengan:
• Ditandai
• • Hematoma subkapsular
Laserasi ginjal yang non-
Grade 5
ekspandin.
memanjang mencapai ginjal
Ditandai
Grade dan dengan:
2 sistem lainnya
Devaskularisasi
Ditandai dengan:arteri
• Melibatkan ginjal
renalis
Avulse atau
• • Hematoma
utama ureteropelvis
perinefrik non-
vena dengan
Laserasihemoragik
• ekspanding
adanya lengkap atau
yang terbatas
thrombus
• pada pada arteri
retroperitoneum
Infark segmental tanpaatau
vena utama
• Laserasi
disertai kortikal
laserasisuperficial
• dengan kedalaman
Hematoma pada kurang
dari 1 cm tanpa
subkapsuler adanya
yang menekan
trauma
ginjal pada sistem lain
Manifestasi Trauma Ginjal

 Pada trauma tumpul dapat ditemukan jejas di daerah


Fraktursedangkan
• lumbal, costae bagian bawah tajam
pada trauma seringtampak
menyertai
luka. cedera
Pada
ginjal. Bila
palpasi hal ini ditemukan
didapatkan nyeri tekansebaiknya
daerahdiperhatikan
lumbal,
keadaan
ketegangan paru apakah sedangkan
otot pinggang, terdapat massa
hematothoraks
jarang
atau pneumothoraks
teraba.
 • Nyeri abdomen
Hematuria umumya
makroskopik ditemukan di
merupakan daerah
tanda pinggang
utama cedera
atau perutkemih.
saluran bagianDerajat
atas, dengan intenitas
hematuria tidak nyeri yang
berbanding
bervariasi. Bila kerusakan
dengan tingkat disertai ginjal.
cedera Perlu
hepar atau limpa
diperhatikan bila
ditemukan
tidak ada adanya tanda
hematuria, perdarahancedera
kemungkinan dalam berat
perut.seperti
Bila
terjadi cedera
putusnya traktus
pedikel daridigestivus
ginjal atauditemukan
ureter dariadanya
pelvis tanda
ginjal.
rangsang peritoneum.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda shock.
Pemeriksaan Diagnostik

 Laboratorium : Pemeriksan urinalisis diperhatikan


kekeruhan, warna, pH urin, protein, glukosa dan sel-sel.
Radiologi
 Intravenous Pyelography (IVP)
 Ultrasonografi (USG)
 Angiografi
 Computed Tomography (CT)
 MRI
Manajemen Trauma ginjal

 Emergensi
Penanganan segera dari syok, perdarahan, resusitasi lengkap
dan evaluasi cedera lainnya. Jika kondisi pasien tidak stabil
oleh karena trauma / cedera intra abdomen maka diperlukan
tindakan bedah laparotomi eksplorasi untuk resusitasi bedah
 Operatif
Trauma tumpul
 Cedera ginjal minor (85%) biasanya tidak memerlukan
tindakan operasi. Perdarahan berhenti spontan dengan
tirah baring dan hidrasi. Operasi dilakukan pada kasus
perdarahan retroperitoneal persisten, ekstravasasi urin
(drainase), kematian parenkim ginjal dan cedera pedikel
ginjal (<5% dari cedera ginjal).
Manajemen Trauma ginjal

Luka tusuk/tembus (penetrasi)


 Luka tusuk harus dilakukan eksplorasi, kecuali dari
pemeriksaan yang lengkap hanya didapat cedera
parenkim minor tanpa ekstravasasi urin. Delapan puluh
persen luka tembus disertai cedera organ lain yang
memerlukan operasi segera.
Prinsip-prinsip repair pada trauma ginjal :
 total renal exposure penting untuk mengamati cedera
secara penuh,
 debridement,
 hemostasis,
 collecting system closure dengan cara-cara seperti
penutupan defek (defect coverage), nefrektomi parsial,
dan renorrhaphy
Trauma Buli
 Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga
abdomen, namun seiring bertambahnya usia, tempatnya turun dan
terlindung di dalam kavum pelvis, sehingga kemungkinan mendapat
trauma dari luar jarang terjadi
Trauma Buli
Etiologi
 Kurang lebih 90% trauma adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi buli-
buli pada tulang pelvis oleh fascia endopelvik dan diafragma pelvis
sangat kuat sehingga cedera deselerasi terutama jika titik fiksasi
fascia bergerak pada arah berlawanan (seperti pada fraktur
pelvis), dapat merobek buli-buli.
 Robekan buli-buli karena fraktur elvis juga dapat terjadi akibat
fragmen tulang pelvis merobek dinding buli.

 Dalam kondisi terisi penuh oleh urine, buli-buli mudah sekali robek
jika mendapatkan tekanan dari luar berupa benturan pada perut
bagian bawah. Buli-buli aka robek pada daerah fundus dan
menyebabkan ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum.
Trauma Buli
 Tindakan endourologi dapat menyebabka trauma buli-buli
iatrogenik antara lain pada reseksi buli-buli transuretral atau pada
litotripsi. Demikian pula partus atau tindakan operasi didaerah
pelvis dapat menyebabkan trauma iatrogenik pada buli-buli.

 Ruptur buli-buli dapat terjadi secara spontan; hal ini biasanya


terjadi jika sebelumnya terdapat kelainan pada dinding buli-buli.
Tumor buli, atau obstruksi infravesikal kronis menyebabkan
perubahan struktur otot buli-buli yang menyebabkan kelemahan
dinding buli-buli.
Trauma Buli
 Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi kontusio buli
cedera buli ekstraperitoneal, dan cedera buli intraperitoneal. Pada
kontusio buli hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin
terdapat hematom periversikal, namun tidak terjadi ekstravasasi
urine ke luar buli.
 Cedera intraperitoneal merupakan 25-45% dari seluruh kejadian
trauma buli . Sedangkan cedera buli ektraperitoneal + 45-60% dari
seluruh trauma buli.

 Terkadang cedera buli intraperitoneal terjadi bersama dengan


cedera buli ekstraperitoneal (2-12%). Jika tidak mendapat
perawatan dengan segera 10-20% trauma buli dapat berakibat
kematian karena peritonitis atau sepsis.
Trauma Buli

Tanda & gejala


 Riwayat trauma pada bagian bawah abdomen
 Nyeri supra simfisis
 Hematuria
 Retensi urine

 Gambaran klinis lain tergantung dari etiologi trauma, nagian buli


yang mengalami cedera (intra/ekstra), adanya organ lain yang
mengalami cedera, serta penyulit yang terjadi akibat trauma
(fraktur pelvis, syok, hematoma perivesika, sepsis, peritonitis,
atau abses perivesika)
Trauma Buli
Pemeriksaan radiologis
 Cystography
 Foto abdomen AP saat buli terisi kontras
 Foto abdomen oblik
 Foto abdomen saat kontras dikeluarkan (wash out film)
Trauma Buli
Terapi
Terapi
 Terapi pada cedera buli tergantung dari jenis cedera yang dialami.
 Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi
 Pada
untukkontusio
mencari buli, cukup
robekan adadilakukan
buli sertapemasangan kateter
kemungkinan dengan
cedera pada
tujuan untuk Jika
organ lain. memberikan istirahat ekstravasasi
tidak dioperasi, ada buli. Dengan cara
urine ke ini
ronga
diharapkan
peritoneumbuli
dapatsembuh dalam 7-10peritonitis
mengakibatkan hari

 Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana


(ekstravasasi minimal) dianjurkan untuk dipasang kateter selama7-
10 hari, namun sebagian ahli menganjurkan untuk dilakukan
penjahitan buli dan pemasangan kateter cystostomy.
Trauma Uretra
Ruptur Uretra Posterior
 Ruptur uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur
tulang pelvis. Fraktur yang mengenai simfisis pubis dan
menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis , menyebabkan robekan
uretra pars prostato-membranasea.
Trauma Uretra
Klasifikasi
 Melalui gambaran uretrogram McCollum membagi derajat cedera
uretra dalam 3 jenis:

1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami streching


(peregangan). Foto uretrogram tidak menunjukkan
ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang.
2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato-
membranasea. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi
kontras diatas diafragma urogenitalia.
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars
bulbosasebelah proksimal ikut rusak. Foto uretrogram
menunjukkan ekstravasasi kontras meluas dibawah diafragma
urogenitalia
Trauma Uretra
Tanda & Gejala
 Perdarahan melaui OUE
 Retensi urine
 Floating prostate pada rectal toucher
 Adanya gambaran ekstravasasi kontras pada uretrografi retrogard.

Tindakan
 Hindari tindakan invasif melaui uretra
 Cystostomy
 Primary Endoscopic Realignment.
 Uretropalsty
Trauma Uretra
Ruptur Uretra Anterior
 Cedera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra
anterior adalah straddle injury, uretra terjepit tulang pelvis dan
benda tumpul.
 Jenis kerusakan yang bisa terjadi berupa:
 Kontusio dinding uretra
 Ruptur parsial dinding uretra
 Ruptur total dinding uretra
Trauma Uretra
 Pada kontusio uretra , pasien mengeluh adanya perdarahan
 melalui
Kontusiouretra
uretraatau
tidakhematuria.
memerlukan Jikaterapi
terdapat robekan
khusus, tetapipada korpus
mengingat
spongiosum, terlihat
cedera ini dapat adanya hematom
menimbulkan pada
striktur penis.dikemudian hari.
uretra
 Maka setelah 4-6
Pada keadaan bulan perlu
ini seringkali dilakukan
pasien pemeriksaan
tidak dapat uretrografi
miksi. Pemeriksaan
ulang.
uretrografi retrogard pada kontusio uretra tidak menunjukkan
 adanya ekstrvasasi
Pada ruptur kontras.ekstravasasi
uretra dengan Sedangkanringanpada dapat
rupturdilakukan
uretra
menunjukkan adanya
cystostomy untuk ekstravasasi
mengalihkan kontras
aliran di pars bulbosa.
urine.

Anda mungkin juga menyukai