Anda di halaman 1dari 46

KEGAWATDARURATAN UROLOGI

Dokter Pembimbing
dr. Gatot Sugiharto, SpB

Disusun Oleh:
Nurul Imaniar 2013730081

KEPANITERAAN KLINIK STASE BEDAH


RSUD SEKARWANGI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Urology Emergency
 Non – Trauma
 Urosepsis
 Retensio Urine
 Strangulasi
 Trauma
 Trauma Ginjal
 Ruptur Buli
 Ruptur Uretra
Urosepsis

DEFINISI
Sepsis yang disebabkan oleh mikrobakteria yang berasal dari
saluran urogenitalia. Terutama jika sistem kekebalan tubuh
manusia mengalami penurunan, (diabetes melitus, lansia,
penderita keganasan, HIV, dan gangguan imunitas lainya).
bakteri yang masuk ke dalam peredaran darah akan
mengeluarkan endotoksin yang akan dapat memacu terjadinya
rangkaian septic cascade. Keadaan ini akan menimbulkan
sindroma respon inflamasi sistemik (systemic inflamation
response syndrome).
Kriteria sepsis:
-Kriteria 1 = sepsis = bukti nyata adanya kuman patogen
dalam darah

-Kriteria 2 = SIRS ( Sistemic Inflamatory Respond


Syndrome)
 Temp <36º C atau >38ºC
HR >90 x/m
RR>20 x/I
Leukosit > 12000/mm² atau <4000/mm²

-Kriteria 3 = MODS (multiple organ dysfunction


syndrome)
Cardiovaskular,respiratory,renal,hematologic,brain)
Urosepsis
Etiologi
• Kuman penyebab sepsis paling sering adalah bakteri gram negatif yang
hidup secara komensalisme di saluran cerna, yaitu + 30% - 80%;
sedangkan kuman gram positif merupakan penyebab + 5% - 24% sepsis.
• E.coli adalah kuman yang paling sering menyebabkan sepsis, kemudian
disusul Klebsiella, Enterobacter, Serratia, Pseudomonas, dll.
Urosepsis
• Urosepsis timbul karena adanya obstruksi saluran kemih sehingga
kemampuan urine untuk mengeliminasi kuman dari saluran kemih
terganggu.
• Keadaan ini menyebabkan kuman dengan mudah berkembang biak
didalam saluran kemih, menembus mukosa saluran kemih, dan masuk
kedalam sirkulasi darah, sehingga menyebabkan bakterimia.
• Keadaan urologi yang dapat mengakibatkan urosepsis antara lain batu
saluran kemih, hiperplasia prostat, dan keganasan saluran kemih yang
menyebabkan timbulnya hidronefrosis dan bahkan pionefrosis.
Urosepsis
Gejala klinis
• Gejala klinis pasien urosepsis tergantung pada kelainan organ urogenitalia
yang menjadi sumber infeksi dan sampai seberapa jauh proses sepsis telah
berlangsung. Gambaran klinis yang didapat antara lain : Demam, Mengigil,
Hipotensi, Takikardi, Takipneu
• Sebelumnya didahului oleh gejala kelainan saluran kemih; sistitis,
pielonefritis, epididimitis, prostattitis akut, nyeri pinggang, keluhan miksi,
pasca kateterisasi uretra, atau pasca pembedahan saluran kemih

• Sepsis yang telah berlanjut memberi gejala atau tanda-tanda


gangguan bebrapa fungsi organ tubuh, antara lain gangguan pada
fungsi ginjal, kardiovaskuler, pencernaan, pernafasan, dan susunan
saraf pusat.
Tindakan

Urosepsis
Penanganan urosepsis harus dilakukan secara komperhensif dan
ditujukan terhadap poin-poin berikut:
 Penanganan infeksi (eradikasi kuman penyebab infeksi &
Diagnosis
menghilangkan
• Untuk menegakkan sumber infeksi)
diagnosis dari urosepsis harus dibuktikan
bahwa bakteri
 Akibat lanjut yang beredar
dari infeksi didalam
(SIRS, darah (kultur
syok sepsis, multipledarah) sama
organ failure)
dengan bakteri yang ada dalam saluran kemih (kulltur urine).
 Toksin atau mediator yang dikeluarkan oleh bakteri.
Terapi terhadap infeksi
Terapi terhadap infeksi
• Sebelum dilakukan pemberian antibiotik, lebih baik diambil contoh urine
 Sumber-sumber
dan infeksi
contoh darah untuk lainnya harus
pemeriksaan segera
kultur gunadihilangkan,
mengetahuimisalnya:
jenis kuman
penyebab urosepsis, hal ini bermanfat jika pemberian antibiotik secara
 Pemakaian kateter uretra harus diganti dengan yang baru
empirik tidak berhasil.
 Abses pada ginjal, perirenal, dan abses prostat dilakukan
• Secara empirik diberikan antibiotik yang sensitif terhadap bakteri gram
drainase
negatif, yaitu:
 Hidronefrosis
• Aminoglikosida yang terinfeksi
(gentamycin, dilakukan
amikasin, diversi urine atau
atau tobramycin)
drainase pus dengan nefrostomy
• Ampicilin
• Cefalosporin generasi III
• Floroquinolon
Urosepsis
Terapi suportif
• Jenis terapi suportif yang diberikan tergantung pada organ yang mengalami
gangguan. Kematian akibat sepsis biasanya disebabkan karena kegagalan dalam
memberikan terapi suportif terhadap multiple organ failure.

• Disfungsi multiorgan yang paling sering menyebabkan kematian adalah gagal


napas (18%) dan gagal ginjal (15%), sedangkan sisanya adalah kegagalan sistem
kardiovaskular, hematologi, metabolisme, dan neurologi.
Retensio Urine
• Retensio urine adalah ketidakmampuan seseorang untuk
mengeluarkan urin yang terkumpul didalam buli-buli sehingga
kapasitas maksimal dari buli-buli terlampaui. Adapun kapasitas
maksimal pada dewasa adalah 400-500 cc, sedangkan anak-anak :
(umur + 2) x 30 ml.
• Proses miksi terjadi karena koordinasi harmonik antara otot
destrusor buli sebagai penampung dan pemompa urine dengan
uretra yang bertindak sebagai pipa untuk menyalurkan urine.

Etiologi
• Adanya penyumbatan pada uretra, kontraksi buli-buli yang tidak
adekuat, atau adanya miskoordinasi antara buli-buli dengan uretra
dapat menimbulkan terjadinya retensi urine.
Retensio Urine

Kelemahan
Inkoordinasi Obstruksi
Otot
Saraf Perifer Uretra
Destrusor

Kelainan medulla Cedera kauda Benign Prostate


spinalis equina Hyperplasia

Batu Uretra
Kelainan saraf
perifer Fimosis

Parafimosis

Ruptur Uretra

Striktur Uretra

Tumor Uretra
Tindakan
• Tujuan utama tindakan pada retensio urine adalah untuk mengeluarkan urine
dari dalam buli-buli. Urine dapat dikeluarkan dengan cara pemasangan kateter
atau cystostomy. Intertvensi penyakit primer dikerjakan setelah kondisi pasien
stabil.

• Untuk kasus tertentu tidak perlu pemasangan kateter terlebih dulu, melainkan
dapat langsung dilakukan tindakan definitif terhadap penyebab utama retensio
urine, misalnya batu di meatus uretra eksternum, fimosis dan parafimosis
dilakukan sirkumsisi atau dorsumsisi.
Torsio
Testis

Strangulasi

Parafimosis Priapismus
Torsio Testis

• Torsio testis adalah kondisi terpuntirnya funikulus sprematikus yang berakibat


terjadinya gangguan aliran darah pada testis.
• Testis normal dibungkus oleh tunika albuginea. Pada permukaaan anterior
dan lateral, testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri
atas dua lapis, yaitu lapisan viseralis yang langsung menempel ke testis
dan di bagian luarnya adalah lapisan parietalis yang menempel ke
muskulus dartos pada dinding skrotum.

• Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada
muskulus dartos masih belum banyak terdapat jaringan penyangga
sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak
dan memungkinkan untuk terpuntir pada sumbu funikulus spermatikus.
Terpuntirnya pada keadaan ini disebut torsio testis ekstra vaginal.
Torsio Testis
• Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan
kelainan sistem penyangga testis.
• Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis
pada permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika
mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi
epididimis ke dinding skrotum.

• Keadaan ini menyebabkan testis dan


epididimis dengan mudah bergerak di kantung
tunika vaginalis dan menggantung pada
funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal
dengan anomali bell-clapper. Keadaan ini
akan memudahkan testis mengalami torsio
testis intravaginal.
Torsio Testis
Tanda & Gejala
• Pasien mengeluh nyeri hebat didaerah skrotum, yang sifatnya
mendadak dan diikuti pembekakan pada testis. Keadaan ini dikenal
sebagai akut skrotum.

• Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut bagian bawah


sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan
apendisitis akut.

• Pada bayi gejalanya tidak khas, yakni gelisah, rewel, atau tidak mau
menyusu.
Torsio Testis
Tanda & Gejala
• Pada pemeriksaan fisik, testis membengkak,
• letaknya lebih tingi (denign sign)
• lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral (angel sign).
• Kadang pada torsio testis yang baru terjadi, dapat diraba adanya
lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya
tidak disertai dengan demam.

• Pemeriksaan penunjang yang dapat membedakan torsio testis


dengan keadaan skrotum lainnya adalah dengan memakai
stetoskop doppler, USG doppler, dan yang kesemuanya bertujuan
menilai aliran darah ke testis.
• Pada torsio testis tidak didapatkan aliran darah ke testis sedangkan
ada peradangan akut testis , terjdi peningkatan aliran darah ke
testis.
Torsio Testis
Tindakan
Operasi
• Tindakan operasi ditujukan untuk mengembalikan posisi testis pada
arah yang benar dan setelah itu dilakukan penilaian viabilitas testis
yang mengalami torsio, mungkin masih viable atau sudah
mengalami nekrosis.
• Jika testis masih viable dilakukan orkdopeksi (fiksasi testis) pada
tunika dartos kemudian dilanjutkan orkidopeksi pada testis
kontralateral.
Parafimosis

•• Parafimosis
Jika preputium
adalah
tidakpreputium
secepatnyapenis
dikembalikan
yang diretraksi
ke tempat
sampaisemula,
sulkus
koronarius
dapat menyebabkan
dan tidak dapatgangguan
dikembalikan
aliran balik
pada vena
kondisisuperfisial
semula
sehingga
sedangkantimbul
aliran
jeratan
arteri
padaberjalan
penis dibelakang
normal. Hal sulkus
ini koronarius.
menyebabkan
edema glans
• Retraksi penis dan
preputium terasaproksimal
kearah nyeri. biasanya dilakukan saat
bersenggama atau masturbasi atau setelah dilakukan pemasangan
• kateter.
Jika dibiarkan bagian penis di bagian distal jeratan makin
membengkak yang akhirnya dapat mengalami nekrosis glans penis.
Parafimosis
Tindakan

• Preputium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan


cara memijat glans selama 3-5 menit, diharapkan edema berkurang
dan secara perlahan-lahan preputium dikembalikan pada
tempatnya.
• Jika usaha ini tidak berhasil, dilakukan dorsum insisi pada jeratan
sehingga reputium dapat dikembalikan pada tempatnya. Setelah
edema dan proses inflamas menghilang, pasien dianjurkan untuk
dilakukan sirkumsisi.
Priapismus
• Priapismus adalah ereksi penis yang berkepanjangan tanpa diikuti
dengan hasrat seksual dan sering disertai dengan rasa nyeri.

• Priapismus merupakan salah satu kedaruratan urologi karena jika


tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan
kecacatan yang menetap berupa disfungsi ereksi.
Priapismus
Etiologi
• Menurut etiologinya priapismus dibedakan dalam 2 kategori yaitu:
priapismus primer priapismus sekunder. Priapismus sekunder dapat
Klasifikasi
disebabkan oleh :
 Ereksi penis yang berkepanjangan pada priapismus dapat terjadi
 Kelainan pembekuan darah
karena:
 Trauma paraperineum atau genitalia
1. “Low-flow” Priapismus (statis=Ischemic) yaitu berupa ereksi
 Gangguan neurogenik
berkepanjangan (pengaruh
dan diikuti rasa nyeri. anestesi regional atau
paraplegia)
2. “High-Flow” Priapismus (non-ischemic) yang sering tanpa rasa
 Penyakit keganasan
nyeri dan prognosanya baik.
 Pemakaian obat-obatan tertentu (alkohol, psikotropika)
 Pasca injeksi intrakavernosa dengan zat vasoaktif
Priapismus
• Jika tidak diterapi, detumesensi terjadi setelah 2-4 minggu dan otot
polos yang mengalami nekrosis diganti oleh jaringan fibrosa
sehingga kehilangan kemampuan untuk mempertahankan ereksi
maksimal.
• Priapismus jenis non-iskemik banyak terjadi setelah suatu trauma
pada daerah perineum atau setelah operasi rekonstruksi arteri pada
disfungsi ereksi.
• Prognosisnya lebih baik daripada jenis iskemik dan ereksi dapat
kembali seperti semula.
Priapismus
Diagnosis
• Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti diharapkan dapat
mengungkapkan etiologi priapismus.

• Pada pemeriksaan lokal didpatkan corpus penis yang menegang


tanpa diikuti oleh ketegangan pada glans penis.

• USG doppler yang dapat mendeteksi adanya pulsasi arteri


kavernosa dan analisis gas darah yang diambil intrakavernosa
dapat membedakan priapismus jenis iskmeik atau non-iskemik
Priapismus
Terapi
Terapi
• Aspirasi dilakukan dengan memakai jarum scalp vein no. 21.
 Pada prinsipnya
Aspirasi terapi 10-20
sebanyak priapismus adalah intrakavernosa,
ml darah secepatnya mengembalikan
kemudian
aliran darah
dilakukan pada10-20
instilasi korpus kavernosum
μg epinefrin atau yang
100-200 dicapai dengan
μg fenilefrin cara
yang
medika mentosa
dilarutkan dalammaupun operatif.
1ml NaCl 0.9% setiap 5 menit hingga penis
detumesensi.
 Aspirasi Jika dilakukan
darah kavernosa sebelum pada
diindikasikan 24 jam setelah serangan,
priapismus noniskemik
hampir
atau semua iskemik
priapismus kasus dapat
yang dengan carasaja
masih baru ini. terjadi.
 Priapismus iskemik derajat berat yang sudah terjadi beberpa hari tidak
• memberikan
Selain obat-obatan tersebut,
respon terhadap aspirasidapat pula obat
dan irigasi dipakai instilasi
intrakavernosa,
streptokinase
untuk padatindakan
itu diperlukan priapismus yang telah berlangsung 14 hari yang
operatif.
sebelumnya telah gagal dengan instilasi α adrenergik.
Priapismus
Terapi
• Shunting korpus kavernosum, tindakan ini harus difikirkan terutama
pada priapismus veno-oklusif atau yang gagal setelah terapi
medikamentosa; hal ini untuk mencegah timbulnya sindroma
kompartemen dapat menekan arteri kavernosa dan berakibat
iskemia pada korpus kavernosa. Beberapa jenis shunt antara lain:
• Shunt korpo-glanular
• Shunt korpo-spongiosum (k. spongiosum-k. Kavernosum)
• Shunt safeno-kavernosum (anatomosis k. Kavernosum – vena
safena)
Trauma Ginjal
Sebagian besar trauma (ruptur) ginjal terjadi akibat trauma
tumpul. Secara umum, trauma ginjal dibagi dalam tiga kelas :
laserasi ginjal, kostusio ginjal, dan trauma pembuluh darah ginjal.
Semua kelas tersebut memerlukan indeks pengetahuan klinik yang
tinggi dan evaluasi serta penanganan yang cepat.
Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal, yaitu
• 1. Trauma tajam
• 2. Trauma iatrogenik
• 3. Trauma tumpul
Grade 3
Ditandai dengan:
• Laserasi
Grade 1 ginjal yang
Ditandai dengan: lebih dari 1
kedalamannya
• Hematuria dengan
cm tidak melibatkan sistem
pemeriksaan
lainnya. radiologi yang
normal4
Grade
• Ditandai
Kontusiodengan:
• • Hematoma subkapsular
Laserasi ginjal yang non-
Grade 5
ekspandin.
memanjang mencapai ginjal
Ditandai
Grade dengan:
dan2 sistem lainnya
• Melibatkan
Devaskularisasi
Ditandai dengan:arteriginjal
renalis
• • Hematoma
Avulseatau
utama ureteropelvis
perinefrik non-
vena dengan
• ekspanding
Laserasihemoragik
adanya lengkap atau
yang terbatas
• pada
thrombus pada arteri
retroperitoneum
Infark segmental tanpaatau
• Laserasi
vena utama
disertai kortikal
laserasisuperficial
• dengan
Hematomakedalaman
pada kurang
dari 1 cm tanpa
subkapsuler adanya
yang menekan
trauma
ginjal pada sistem lain
Manifestasi Trauma Ginjal
• Pada trauma tumpul dapat ditemukan jejas di daerah
• lumbal,
Fraktursedangkan pada trauma tajam tampak luka. Pada
costae bagian bawah sering menyertai cedera ginjal. Bila hal
palpasi didapatkan nyeri tekan daerah lumbal, ketegangan
ini ditemukan sebaiknya diperhatikan keadaan paru apakah terdapat
otot pinggang, sedangkan massa jarang teraba.
hematothoraks atau pneumothoraks
• Nyeri abdomen umumya ditemukan di daerah pinggang
• atau perut bagian
Hematuria atas, merupakan
makroskopik dengan intenitas nyeri yang
tanda utama cedera saluran
bervariasi. Bila disertai
kemih. Derajat cedera
hematuria tidakhepar atau limpa
berbanding ditemukan
dengan tingkat kerusakan
adanya
ginjal. tanda
Perlu perdarahan
diperhatikandalam perut. ada
bila tidak Bila terjadi cedera
hematuria, kemungkinan
traktus
cedera digestivus ditemukan
berat seperti putusnyaadanya
pedikel tanda rangsang
dari ginjal atau ureter dari
peritoneum.
pelvis ginjal. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda shock.
Pemeriksaan Diagnostik
• Laboratorium : Pemeriksan urinalisis diperhatikan
kekeruhan, warna, pH urin, protein, glukosa dan sel-sel.
Radiologi
• Intravenous Pyelography (IVP)
• Ultrasonografi (USG)
• Angiografi
• Computed Tomography (CT)
• MRI
Trauma Buli
• Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga
abdomen, namun seiring bertambahnya usia, tempatnya turun dan
terlindung di dalam kavum pelvis, sehingga kemungkinan mendapat
trauma dari luar jarang terjadi
Trauma Buli
Etiologi
• Kurang lebih 90% trauma adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi buli-
buli pada tulang pelvis oleh fascia endopelvik dan diafragma pelvis
sangat kuat sehingga cedera deselerasi terutama jika titik fiksasi
fascia bergerak pada arah berlawanan (seperti pada fraktur pelvis),
dapat merobek buli-buli.
• Robekan buli-buli karena fraktur pelvis juga dapat terjadi akibat
fragmen tulang pelvis merobek dinding buli.

• Dalam kondisi terisi penuh oleh urine, buli-buli mudah sekali robek
jika mendapatkan tekanan dari luar berupa benturan pada perut
bagian bawah. Buli-buli aka robek pada daerah fundus dan
menyebabkan ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum.
Trauma Buli
• Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli
iatrogenik antara lain pada reseksi buli-buli transuretral atau pada
litotripsi. Demikian pula partus atau tindakan operasi didaerah pelvis
dapat menyebabkan trauma iatrogenik pada buli-buli.

• Ruptur buli-buli dapat terjadi secara spontan; hal ini biasanya terjadi
jika sebelumnya terdapat kelainan pada dinding buli-buli. Tumor
buli, atau obstruksi infravesikal kronis menyebabkan perubahan
struktur otot buli-buli yang menyebabkan kelemahan dinding buli-
buli.
Trauma Buli
• Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi kontusio buli
cedera buli ekstraperitoneal, dan cedera buli intraperitoneal. Pada
kontusio buli hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin
terdapat hematom periversikal, namun tidak terjadi ekstravasasi
urine ke luar buli.
• Cedera intraperitoneal merupakan 25-45% dari seluruh kejadian
trauma buli . Sedangkan cedera buli ektraperitoneal + 45-60% dari
seluruh trauma buli.

• Terkadang cedera buli intraperitoneal terjadi bersama dengan


cedera buli ekstraperitoneal (2-12%). Jika tidak mendapat
perawatan dengan segera 10-20% trauma buli dapat berakibat
kematian karena peritonitis atau sepsis.
Trauma Buli
Tanda & gejala
 Riwayat trauma pada bagian bawah abdomen
 Nyeri supra simfisis
 Hematuria
 Retensi urine

• Gambaran klinis lain tergantung dari etiologi trauma, bagian buli yang
mengalami cedera (intra/ekstra), adanya organ lain yang mengalami cedera, serta
penyulit yang terjadi akibat trauma (fraktur pelvis, syok, hematoma perivesika,
sepsis, peritonitis, atau abses perivesika)
Trauma Buli
Pemeriksaan radiologis
• Cystography
 Foto abdomen AP saat buli terisi kontras
 Foto abdomen oblik
 Foto abdomen saat kontras dikeluarkan (wash out film)
Trauma Buli
Terapi
Terapi
• Terapi pada cedera buli tergantung dari jenis cedera yang dialami.
• Pada
Pada kontusio
cedera intraperitoneal harus dilakukan
buli, cukup dilakukan eksplorasi
pemasangan laparotomi
kateter dengan
untuk mencari
tujuan robekan ada istirahat
untuk memberikan buli sertaada
kemungkinan cedera
buli. Dengan carapada
ini
organ lain.buli
diharapkan Jika tidak dalam
sembuh dioperasi, ekstravasasi urine ke ronga
7-10 hari
peritoneum dapat mengakibatkan peritonitis

 Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana


(ekstravasasi minimal) dianjurkan untuk dipasang kateter selama7-
10 hari, namun sebagian ahli menganjurkan untuk dilakukan
penjahitan buli dan pemasangan kateter cystostomy.
Trauma Uretra
Ruptur Uretra Posterior
• Ruptur uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang
pelvis. Fraktur yang mengenai simfisis pubis dan menimbulkan
kerusakan pada cincin pelvis , menyebabkan robekan uretra pars
prostato-membranasea.
Trauma
Klasifikasi
Uretra
• Melalui gambaran uretrogram McCollum membagi derajat cedera
uretra dalam 3 jenis:

1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami streching


(peregangan). Foto uretrogram tidak menunjukkan ekstravasasi,
dan uretra hanya tampak memanjang.
2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato-
membranasea. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi
kontras diatas diafragma urogenitalia.
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars
bulbosasebelah proksimal ikut rusak. Foto uretrogram
menunjukkan ekstravasasi kontras meluas dibawah diafragma
urogenitalia
Trauma Uretra
Tanda & Gejala
• Perdarahan melaui OUE
• Retensi urine
• Floating prostate pada rectal toucher
• Adanya gambaran ekstravasasi kontras pada uretrografi retrogard.

Tindakan
 Hindari tindakan invasif melaui uretra
 Cystostomy
 Primary Endoscopic Realignment.
 Uretropalsty
Trauma Uretra
Ruptur Uretra Anterior
• Cedera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra
anterior adalah straddle injury, uretra terjepit tulang pelvis dan
benda tumpul.
• Jenis kerusakan yang bisa terjadi berupa:
 Kontusio dinding uretra
 Ruptur parsial dinding uretra
 Ruptur total dinding uretra
Trauma Uretra
• Pada kontusio uretra , pasien mengeluh adanya perdarahan
 melalui
Kontusiouretra
uretraatau
tidakhematuria.
memerlukan Jikaterapi
terdapat robekan
khusus, pada
tetapi korpus
mengingat
spongiosum, terlihat
cedera ini dapat adanya hematom
menimbulkan pada penis.
striktur uretra dikemudian hari. Maka
• setelah 4-6 bulan
Pada keadaan iniperlu dilakukan
seringkali pasienpemeriksaan
tidak dapaturetrografi ulang.
miksi. Pemeriksaan
uretrografi retrogard pada kontusio uretra tidak menunjukkan
 Pada ruptur uretra dengan ekstravasasi ringan dapat dilakukan
adanya
cystostomyekstrvasasi kontras. aliran
untuk mengalihkan Sedangkan
urine. pada ruptur uretra
menunjukkan adanya ekstravasasi kontras di pars bulbosa.
Daftar pustaka
• Sjamsuhidayat, R. 2010. Buku ajar ilmu bedah
Sjamsuhidayat-de jong. Jakarta: EGC.
• Purnomo, B Basuki. 2011. Dasar-dasar
UROLOGI. Jakarta: SAGUNG SETO
• F. Charles Brunicardi, 2010. Schwartz’s
Principles Of Surgery Tenth Edition. New
York, Mc Graw Hill

Anda mungkin juga menyukai