Anda di halaman 1dari 14

Perilaku

Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisasi baik yang dapat diamati
secara langsung ataupun yang dapat diamati secara tidak langsung. Perilaku
manusia dapat dilihat dari tiga aspek yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang
secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti:
pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap yang dipengaruhi dan ditentukan oleh
faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya. Gejala perilaku
yang tampak pada kegiatan manusia dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan. Faktor keturunan merupakan konsepsi dasar untuk perkembangan
perilaku manusia selanjutnya. Sedangkan lingkungan merupakan kondisi atau
perkembangan perilaku tersebut (Notoadmojo, 2007).
Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaktif manusia
dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
praktek atau tidakan. Sedangkan pengertian yang lain mengatakan bahwa perilaku
adalah kejiwaan yang meliputi, berfikir, berpendapat, bersikap untuk memberikan
respon terhadap situasi di dalam diri manusia tersebut. Respon ini bisa bersifat
pasif tanpa alasan dan juga bisa dapat bersifat aktif dengan tindakan (Notoadmojo,
2007).
Perilaku Kesehatan
Derajat kesehatan setiap orang dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu: perilaku,
lingkungan, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Keempat faktor tersebut
saling terkait, tetapi fakor perilaku merupakan faktor yang cukup besar
pengaruhnya terhadap derajat kesehatan.
Cakupan perilaku kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Perilaku terhadap sakit dan penyakit
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan
3. Perilaku terhadap makanan, yaitu respon terhadap makanan sebagai
kebutuhan vital bagi kehidupan manusia. Perilaku meliputi pengetahuan,
sikap dan praktek terhadap makanan dengan unsur-unsur yang terkantung
di dalamnya, seperti pengadaan bahan, pengolahan, penyimpanan dan
penyajian sesuai dengan kebutuhan manusia.
4. perilaku terhadap lingkungan, yaitu respon seseorang terhadap lingkungan
sebagai determinan kesehatan manusia (Notoatmodjo,2007).
Faktor-faktor yang menyebabkan perilaku
Ada beberapa hal yang berhubungan dengan perilaku seseorang dalam kaitannya
dengan pengelolaan makanan.
1. Latar belakang dapat berupa keadaan sosial budaya yang mempengaruhi
pengelolaan makanan.
2. Perilaku penjamah makanan itu sendiri yang dipengaruhi oleh kepercayaan
tentang mafaat yang akan diperoleh apabila makanan dikelola dengan
baik.
3. Tersedianya sarana untuk pengelolaan makanan dan dukungan dari
lingkungannya.
4. Adanya cetusan kejadian keracunan dan tercemarnya makanan yang dapat
menyatakan tentang pentingnya pengelolaan makanan yang sehat.
Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah
menjadi makanan yang siap santap. pengolahan yang baik adalah yang mengikuti
prinsip-prinsip hygiene sanitasi. Tujuan pengolahan makanan agar tercipta
makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai citarasa yang sesuai serta
mempunyai bentuk yang merangsang selera. Dalam proses pengolahan makanan
harus memenuhi persyaratan kesehatan hygiene sanitasi terutama menjaga
kebersihan peralatan masak yang digunakan, tempat pengolahan atau disebut
dapur serta kebersihan penjamah makanan (Depkes RI, 2004).
Sabagian besar keracunan disebabkan kesalahan dalm mengolah makanan.
Salmonella bisa menyebar kemakanan akibat kontaminasi kotoran binatang atau
manusia. Daging, susu, telur dan unggas adalah tempat berkembang yang umum
bagi bakteri sallmonella. Bakteri tersebut bisa menyebar kemakanan lain secara
tidak langsung melalui kontak dengan makanan mentah, peralatan dapur atau
perabotan.
Tenaga Pengolah Makanan
Seorang tenaga kerja yang mengolah makanan mulai dari persiapan, mengolah,
menyimpan, mengangkut maupun dalam penyajian makanan. Pengetahuan, sikap
dan tindakan seorang pengolah makanan mempengaruhi kualitas makanan yang
disajikan pengolah yang sedang sakit flu, demam atau diare sebaiknya tidak
dilibatkan dahulu dalam proses pengolahan makanan. Jika terjadi luka penjamah
harus menutup luka dengan pelindung kedap air misalnya : plester atau sarung
tangan plastik (Kusmayadi, 2008).
Berdasarkan Kepmenkes RI No.1098/Menkes/Per/VII/2003 tentang syarat
pengolah makanan yaitu :
1. Bahwa setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai :
a. Celemek/apron
b. Tutup rambut
c. Sepatu dapur
d. Berperilaku :
1. Tidak merokok.
2. Tidak makan atau mengunyah.
3. Tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin yang tidak berhias
4. Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk
keperluannya
5. Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar
kecil
6. Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar
7. Selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai diluar
tempat kerja.
Syarat Tenaga Pengolah makanan
Berdasarkan keputusan menteri kesehatan nomor 1204/Menkes/SK/X/2004
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Penjamah makanan
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: harus sehat dan bebas dari penyakit
menular, secara berskala minimal dua kali setahun memeriksa kesehatanya oleh
dokter yang berwewenang, harus menggunakan pakaian kerja dan perlengkapan
pelindung pengolahan makanan dapur, selalu mencuci tangan sebelum bekerja
dan setelah keluar dari kamar kecil (Depkes, 2006).
Hal yang perlu diperhatikan penjamah makanan untuk mencegah penularan
penyakit dan atau kontaminasi mikroba patogen melalui makanan adalah tenaga
penjamah makanan harus memiliki kesehatan yang baik. Untuk itu disarankan
pekerja melakukan tes kesehatan, terutama tes darah, dan pemotretan rontgen
pada dada untuk melihat kesehatan paru-paru dan saluran pernafasan
(Purnawijayanti, 2001).
Pemeriksaan kesehatan dilakukan bagi pekerja sebelum diterima sebagai
karyawan dan kepada seluruh karyawan sebaiknya dilakukan minimal sekali
setiap tahun atau setiap enam bulan sekali. Apabila ada karyawan sakit maka
harus diobati terlebih dahulu sebelum diperkerjakan kembali atau dengan kata lain
tidak diperkerjakan lagi. Penderita yang menderita luka-luka terbuka, luka bakar,
dan penyakit infeksi bacterial tidak diperkenankan untuk bekerja diruang
pengolahan pangan. Pekerja tersebut hendaknya tidak menyentuh bahan makanan
atau peralatan yang kemungkinan akan kontak dengan pangan dan bahan bakunya
selama pengolahan (Fathonah, 2006).
Pengetahuan Pengolahan Makanan
Untuk menjamin mutu makanan dan setiap petugas yang terlibat dalam
penyehatan makanan hendaknya mengetahui tugas dan tanggung jawabnya, antara
lain penyakit yang ditularkan melalui makanan, kebersihan pribadi, kebiasaan
yang berkaitan dengan pengolahan makanan serta cara-cara pengolah makanan
yang sehat (Depkes, 2006).
Pelatihan tersebut meliputi;
a. Pengetahuan dasar tentang praktek sanitasi
b. Informasi tentang penyahatan makanan
c. Teknik penangganan peralatan dan perlengkapan pengolahan makanan
d. Pengawasan selama bertugas
Hygiene dan Sanitasi Pengolahan Makanan
a) Keadaan bahan makanan
Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perawatan agar bahan makanan
terjaga baik kesegaran maupun kualitasnya sehingga tidak mudah rusak dan
membusuk. Kualitas bahan makanan yang aman dapat dilihat dari warna,
konsistensi, kebersiahan, kesegaran dan bau. Kalau tidak bisa terliahat, maka
dapat diperiksa dengan menggunakan standar bahan makanan oleh WHO.
b) Cara penyimpanan bahan-bahan makanan
Yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan makanan adalah keadaan
kebersihan ruangan dan tempat penyimpanana yang sesuai dengan karakter
bahan makanan. Kalau memungkinkan digunakan lemari pendingin.
c) Cara pengolahan makanan
Cara pengolahan makanan adalah cara-cara mempersiapkan bahan makanan
dan memasak makanan.\
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Tempat dan peralatan pengolahan makanan
b. Pengolahan/ penjamah makanan: status kesehatan dan cara kerjanya yang
dapat berpengaruh terjadinya kontaminasi / pencemaran terhadap
makanan.
c. Cara mengolah makanan itu sendiri
d) Cara pengangkutan
Pengankutan dengan cara benar, menggunakan alat angkut yang bersih,
tertutup dari kemungkinan tercemarnya oleh debu kotoran, serangga dan
binatang lain.
e) Cara penyimpanan makanan
Penyimpanan makanan yang sudah dimasak disimpan di etalase atau almari
yang bersih dan tertutup untuk menghindari pencemaran oleh debu, kotoran,
lalat atau binatang lain.
f) Cara penyajian makanan
Makanan yang disajikan diwadahi di tempat / piring yang bersih dan tertutup di
meja yang bersih atau jika di rumah sakit di sajikan seperlunya saja. sudah cukup
segera di tutup atau dimasukan di tempat penyimpanan untuk
menghindari pencemaran oleh debu, kotoran, lalat dan binatang lain.
Keadaan perorangan yang perlu diperhatikan penjamah makanan untuk
mencegah penularan penyakit dan atau kontaminasi mikroba patogen melalui
makanan adalah sebagai berikut:
1. Mencuci Tangan
Menurut Depkes (1992) hendaknya tangan selalu dicuci sebelum bekerja,
sesudah menangani bahan makanan kotor/mentah atau terkontaminasi, setelah dari
kamar kecil , setelah tangan digunakan untuk menggaruk, batuk atau bersin dan
setelah makanan atau merokok. Menurut direktorat surveilan dan penyuluhan
keamanan pangan deputi III-BPOM (2003) Kebersihan tangan pekerja yang
bekerja mengolah dan memproduksi pangan sangat pernting karena itu perlu
mendapatkan perhatian khusus. Setiap saat akan menjamah makanan jika tangan
kotor, maka perludicuci dengan air mengalir. Karena itu fasilitas air mengalir,
sabun dan pengering harus selalu tersedia dilokasi-lokasi pembersihan yang
mudah dijangkau. Pekerja diharuskan memelihara kebersihan tangannya dengan
cara tidak menggunakan untuk membersihkan mulut, hidung dan bagian badan
lainnya atau tangan harus dicuci kembali dengan menggunakan air bersih dan
sabun setiap kali digunakan untuk melakukan sesuatu atau memegang sesuatu
yang tidak saniter. Menurut Depkes (2003) mencuci tangan secara baik dan benar
akan membunuh lebih dari 80% kuman ditangan. Tangan yang kotor atau
terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus patogen dari tubuh, feses
atau sumber lain kemakanan. Oleh karena itu kebersihan tangan tangan perlu
mendapatkan prioritas yang tinggi walaupun hal itu sering disepelekan. Cuci
tangan merupakan langkah yang dapat mencegah penularan penyakit melalui
makanan, karena tangan yang kotor dapat menjadi media penyebaran
mikroorganisme dari tangan ke makanan (Purnawijayaanti, 2001).
2. Sarung Tangan
Menurut direktorat surveilen dan penyuluhan keamanan pangan deputi III-
BPOM (2003) pekerja yang menderita luka ditangan tetapi tidak infeksi
masih diperbolehkan bekerja tetapi harus menggunakan sarung tangan
(glove). Selain itu pekerja disarankan tidak menggunakan cat kuku jika
terpaksa harus memakai cat kuku maka penggunaan sarung tangan karet
menjadi keharusan.
Menurut Depkes (2006) Berdasrkan keputusan menteri kesehatan
Republik Indonesia nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang persyaratan
hygiene dan sanitasi jasa boga tanggal 23 Mei yang menyatakan sarung
tangan berfungsi sebagain perlindungan kontak langsung dengan makanan,
sarung tangan yang baik dalam tempat pengolahan makanan menggunakan
sarung tangan sekali pakai. Karena sarung tangan kadang-kadang robek
atau berlubang dan kerugian lain lebih dari sarung tangan adalah
umumnya jarang dicuci sesering tangan, sarung tangan plastik/karet, sekali
pakai biasanya berguna untuk menangani makanan masak atau makanan
yang tidak dipanaskan lebih lanjut. Jadi penggunaannya untuk tujuan
tertentu dan dibuang bila telah kotor dan robek.
3. Masker (Penutup Mulut)
Penutup muka dapat menahan kontaminasi yang berasal dari udara. Akan
tetapi penutup muka ini tidak praktis digunakan dalam kebanyakan
pengolahan makanan dan pekerjaan pelayanan. Penutup muka ini tidak
nyaman dipakai, terutama dalam lingkup uap panas. Penangganan
makanan setelah menyentuh penutup muka dapat mengkontaminasi
makanan lebih besar dari pada mikroorganisme yang jatuh dari hidung dan
mulut. Perpindahan dari udara biasanya kurang penting peranannya dalam
mengkontaminasi makanan (Herdiansyah dan Rimbawan, 2000).
Menurut direktorat surveilan dan penyuluhan keamanan pangan, deputi
III-BPOM (2003). Penggunaan masker penting dilakukan karena daerah-
daerah mulut, hidung dan tenggorokan dari manusia normal penuh dengan
mikroba dari berbagai jenis. Beberapa mikroba yang ada salah satunya
adalah mikroba staphyloccus aureus yang berada dalam saluran
pernapasan dari manusia.
4. Penutup Kepala/air cap (Topi)
Semua penjamah makanan hendaknya memakai topi untuk mencegah
kebiasan mengusap dan menggaruk rambut, penutup kepala membantu
mencegah rambut masuk kedalam makanan, membantu menyerap keringat
yang ada didahi, mencegah kontaminasi staphylococci, menjaga rambut
bebas dari kotoran rambut, dan mencegah terjeratnya rambut dari mesin
(Purnawijayanti, 2001).
Sedangkan pencucian rambut dilakukan secara teratur, rambut kotor akan
menimbulkan rasa gatal pada kulit kepala yang dapat mendorong
karyawan untuk menggaruknya dan dapat mengakibatkan kotoran atau
ketombe atau rambut dapat jatuh kedalam makanan dan kuku menjadi
kotor. Pada saat bekerja diharuskan menggunakan penutup kepala (hair
cap) atau jala rambut (hair net). (fathonah 2006).
5. Kebersihan Pakaian, Kuku dan Perhiasan
Menurut direktorat surveilan dan penyuluhan keamanan pangan deputi
III-BPOM (2003) pekerja harus mengenakan pakaian khusus untuk
bekerja yang bersih dan sopan. Umumnya pakaian yang bewarna terang
(putih) sangat dianjurkan terutama untuk pekerja dibagian pengolahan,
pakaian kerja yang usang jangan dipakai kembali. Hal ini disebabkan
karena dengan warna putihb naka akan lebih mudah dideteksi adanya
kotoran-kotoran yang mungkin terdapat pada baju dan berpotensi untuk
menyebar pada produk pangan yang sedang diolah/diproduksi. Pekerja
hendaknya memakai pakaian dengan ukuran yang pas tidak terlalu besar.
Ukuran pakaian yang pakaian yang terlalu besar bisa membahayakan
karena dapat melambai-lambai tidak terkontrol sehingga dapat berperan
sebagai pembawa kotoran yang akan menyebabkan kontaminasi atau
berbahaya bagi keselamatan pekerja terutama jika berdekatan dengan
mesin-mesin yang bergerak atau mempunyai bagian yang berputar.
Pekerja pengolahan pangan hendaknya tidak mengenakan jam tangan,
kalung, anting, cincin, dan lain-lain benda kecil yang mudah putus dan
hilang (Herdiansyah dan Rimbawan, 2000).
6. Tidak Merokok
Penjamah makanan sama sekali tidak diizinkan merokok selam bekerja,
baik waktu mengolah maupun mencuci peralatan. Merokok merupakan
mata rantai dari bibir dan tangan dan kemudian ke makanan, di samping
sangat tidak etis (Depkes, 2006).
Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan denga cara
terlindung dan kontak langsung dengan tubuh
1) Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dapat dilakukan
dengan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan,
sendok garpu, dan sejenisnya
2) Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai
celemak/apron, tutup rambut, sepatu dapur, tidak merokok, tidak
makan atau mengunyah, selalau mencuci tangan sebelum bekerja,
selalau mencuci tangan sebelum dan setelah keluar dari kamar mandi,
selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai diluar
rumah sakit.
3) Tenaga pengolah makanan harus memiliki sertifikat dan baku
kesehatan yang berlaku.
Sanitasi mempunyai definisi yang bermacam-macam, menurut
keputusan materi kesehatan republik Indonesia Nomor 965 tahun
1992, sanitasi didefinisikan sebagai segala upaya yang dilakukan untuk
menjamin terciptanya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan.
Dalam memenuhi persyaratan kesehatan ini, maka dalam setiap upaya
membangun fasilitas sanitasi ini harus terencana dan teratur. Fasilitas-
fasilitas sanitasi ini antara lain adalah: sarana penyediaan air bersih,
kamar kecil, tempat cuci tangan, kamar ganti pakaian, tempat sampah,
dan sarana pembuangan air limbah (Kementrian Kesehatan RI, 1992).

Sarana yang diperlukan bagi tenaga pengolah hendaknya


disediakan, sehingga tenaga penjamah makanan dimungkinkan untuk
berperilaku sehat. Sarana tersebut antara lain: (ruang ganti, pakaian
kerja, ruang istirahat yang memadai, toilet untuk karyawan, tempat
cuci tangan yang cukup banyak dan mudah dijangkau, alat pelindung
diri (topi, sarung tangan, celemek, masker, dan alas kaki atau sepatu)
dan tempat sampah.
a. Ruang ganti pakaian, sehingga mereka dapat menukar baju
dengan baju kerja sebelum bekerja.
b. Pakaian kerja
c. Ruang istirahat, setiap tempat penyelenggaraan makanan harus
menyediakan tempat istirahat yang memadai (Depkes, 1992).
d. Penyediaan jamban’
e. Penyediaan tempat mencuci tangan
Tersedianya tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat
cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan
air kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun
dan pengering. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan
banyaknya karyawan sebagai berikut: 1-10 orang = 1 buah
dengan tambahan satu buah untuk setiap penambahan 10 orang
atau kurang. Tempat cuci tangan diletakkan sedekat mungkin
dengan tempat bekerja (Depkes, 2003).
f. Alat Pelindung diri (Masker, celemek, topi/pengikat kepala,
sarung tangan, alas kaki atau sepatu)
g. Tempat sampah menurut karakter sampah
A. Hygiene dan Sanitasi
Hygiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan,
orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Depkes RI, 2003).
Hygiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada
usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang
tersebut berada Sedangkan sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit
yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup
manusia (Widyati dan Yuliarsih 2002).
Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan kedua istilah hygiene dan
sanitasi mempunyai arti yang berbeda, tetapi memiliki tujuan yang sama.
Yaitu mengupayakan agar manusia dapat hidup sehat sehingga terhindar dari
gangguan kesehatan ataupun penyakit. Dalam penerapannya, usaha sanitasi
lebih menitikberatkan pada faktor-faktor lingkungan hidup manusia,
sedangkan hygiene menitikberatkan usahanya kepada kebersihan individu
(Azwar, 1989).
Perbedaan sanitasi dan hygiene adalah hygiene lebih mengarahkan
aktivitasnya pada manusia, sedangkan sanitasi lebih menitik beratkan pada
faktorfaktor lingkungan hidup manusia. Tujuan diadakannya usaha sanitasi
dan hygiene adalah untuk mencegah timbulnya penyakit dan keracunan serta
gangguan kesehatan lain sebagai akibat dari adanya interaksi faktor-faktor
lingkungan hidup manusia.
B. Pelatihan
Menurut Pangabean (2004) pelatihan didefinisikan sebagai suatu cara
yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan keterampilan yang
dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan sekarang. Sedangkan pendidikan
lebih berorientasi kepada masa depan dan lebih menekankan pada peningkatan
kemampuan seseorang untuk memahami dan menginterprestasikan
pengetahuan tentang higiene dan sanitas
Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang merupakan sarana
pembinaan dan pengembangan karir serta salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan. Pada kajian ini penulis memfokuskan pada makna pelatihan. Para
ahli banyak berpendapat tentang arti dan definisi pelatihan, namun dari
berbagai pendapat tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda
Goldstsein dan Gressner (1988) dalam Kamil (2010, hlm. 6)
mendefinisikan pelatihan sebagai usaha sistematis untuk menguasai
keterampilan, peraturan, konsep, ataupun cara berperilaku yang berdampak
pada peningkatan kinerja. Selanjutnya menurut Dearden (1984) dalam Kamil
(2010, hlm.7) yang menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya meliputi
proses belajar mengajar dan latihan bertujuan untuk mencapai tingkatan
kompetensi tertentu atau efisiensi kerja. Sebagai hasil pelatihan, peserta
diharapkan mampu merespon dengan tepat dan sesuai situasi tertentu.
Seringkali pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja yang lngsung
berhubungan dengan situasinya.

Selanjutnya Fiedman dan Yarbrough dalam Sudjana (2007, hlm.4) menunjukan


bahwa pelatihan adalah upaya pembelajaran, yang diselenggarakan oleh
organisasi (instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, perusahaan, dan
lain sebagainya) untuk memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuan
organisasi.

Lebih jauh Sastrodipoera (2006) dalam Kamil (2010, hlm.152) memberikan


definisi pelatihan adalah “salah satu jenis proses pembelajaran untuk memperoleh
dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pengembangan sumber daya
manusia, yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang
lebih mengutamakan taktik daripada teori”. Sejalan dengan pendapat diatas
Sastraadipoera (2006, hlm.121) menyebutkan juga bahwa pelatihan bisa dianggap
sebagai suatu proses penyampaian pengetahuan , keterampilan, dan pembinaan
sikap dan kepribadian.

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pelatihan merupakan suatu bentuk bantuan dalam
proses pembelajaran yang terorganisir dan sistematis dengan jangka waktu yang
relatif singkat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta
pelatihan yang sifatnya praktis guna mencapai tujuan tertentu.

C. Seminar
Seminar adalah pertemuan untuk membahas suatu masalah yang dilakukan
secara ilmiah. Pada seminar biasanya menampilkan satu atau beberapa
pembicaraan dengan makalah atau kertas kerja yang sebelumnya telah di
persiapkan.
D. Masa Kerja
Masa kerja merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan
para pekerja dalam melakukan aktivitas kerja (Siagian, 2012) sehingga dapat
dikatakan bahwa masa kerja yang lama menunjukkan pengalaman yang lebih
dari seseorang dengan rekan kerja yang lain. Pendapat yang dikemukakan oleh
Muchdarsyah (1987) bahwa masa kerja dapat dilihat dari berapa lama masa
kerja atau pengabdian seseorang karyawan maka setiap pegawai memiliki rasa
tanggungjawab, rasa ikut memiliki, keberanian dan mawas diri dalam
kelangsungan hidup perusahaan sehingga berpengaruh terhadap produktivitas
tenaga kerja.
Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu
bekerja disuatu tempat (Tarwaka,2010). Masa kerja merupakan salah satu alat
yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang, dengan melihat masa
kerjanya kita dapat mengetahui telah berapa lama seseorang bekerja dan kita
dapat menilai sejauh mana pengalamannya (Bachori, 2006).
Siagian (2008) menyatakan bahwa masa kerja menunjukan berapa
lama seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan. Kreitner
dan Kinicki (2004) menyatakan bahwa masa kerja yang lama akan cenderung
membuat seorang pegawai lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini
disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungan yang
cukup lama sehingga seorang pekerja akan merasa nyaman dengan
pekerjaannya. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi
atau perusahaan mengenai jaminan hidup di hari tua.
Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah sesuai
dengan usia, masa kerja di perusahaan dan lamanya bekerja ditempat kerja
yang bersangkutan. Tenaga kerja yang baru biasanya belum mengetahui
secara mendalam pekerjaan dan keselamatannya, selain itu tenaga kerja baru
mementingkan selesainya sejumlah pekerjaan yang diberikan kepada mereka.
Dalam suatu perusahaan pekerja-pekerja baru yang kurang pengalaman sering
mendapat kecelakaan sehingga perhatian khusus perlu diberikan kepada
mereka. Lama kerja seseorang dapat dikaitkan dengan pengalaman yang
didapatkan di tempat kerja. Semakin lama seorang pekerja semakin banyak
pengalaman dan semakin tinggi pengetahuannya dan ketrampilannya. Masa
kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih seseorang
dibandingkan dengan rekan kerja lainnya, sehingga sering masa
kerja/pengalaman kerja menjadi pertimbangan sebuah perusahaan dalam
mencari pekerja. (Rivai, 2009).
Faktor-faktor masa kerja
Menurut Hani (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi masa kerja diantaranya:
1) Tingkat kepuasan kerja
2) Stres lingkungan kerja
3) Pengembangan karir
4) Kompensasi hasil kerja
Masa kerja menurut Hani (2007) dikategorikan menjadi dua, meliputi:
1. Masa kerja kategori baru ≤3 tahun
2. Masa kerja kategori lama > 3 tahun

Anda mungkin juga menyukai