Anda di halaman 1dari 25

BERITA NEGARA

REPUBLIK INDONESIA
No.1045, 2022 KEMENHUB. Keselamatan Pengangkutan Barang
Berbahaya Pesawat Udara. Peraturan
Keselamatan Penerbangan Sipil. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR PM 32 TAHUN 2022
TENTANG
PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL
BAGIAN 92 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN BARANG
BERBAHAYA DENGAN PESAWAT UDARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk menjamin keselamatan pengangkutan


barang berbahaya dengan pesawat udara perlu
penyesuaian pengaturan mengenai keselamatan
pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara;
b. bahwa Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 90
Tahun 2013 tentang Keselamatan Pengangkutan Barang
Berbahaya dengan Pesawat Udara, sudah tidak sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan hukum, sehingga
perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Perhubungan tentang Peraturan
Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 92 tentang
Keselamatan Pengangkutan Barang Berbahaya dengan
Pesawat Udara;

Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4956);
4. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2022 tentang
Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 33);
5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 17 Tahun
2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

www.peraturan.go.id
2022, No.1045 -2-

Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun


2022 Nomor 815);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG
PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN
92 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN BARANG
BERBAHAYA DENGAN PESAWAT UDARA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Barang Berbahaya adalah barang atau bahan yang dapat
membahayakan kesehatan, keselamatan, harta benda
dan lingkungan.
2. Kiriman Pos adalah surat dan/atau paket.
3. Persetujuan Pengangkutan adalah otorisasi yang
diberikan oleh Direktur Jenderal untuk pengangkutan
Barang Berbahaya pada Pesawat Udara yang
diperbolehkan oleh petunjuk teknis keselamatan
pengakutan Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara.
4. Pengecualian (Exception) adalah ketentuan yang
mengecualikan barang tertentu dari persyaratan Barang
Berbahaya yang berlaku untuk barang tersebut.
5. Persetujuan Khusus (Exemption) adalah otorisasi yang
diberikan oleh Direktur Jenderal dengan memberikan
keringanan dari ketentuan petunjuk teknis keselamatan
pengakutan Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara.
6. Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat
terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi
udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap
permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan.
7. Kargo adalah setiap barang yang diangkut oleh Pesawat
Udara termasuk hewan dan tumbuhan selain pos,
barang kebutuhan pesawat selama penerbangan, barang
bawaan, atau barang yang tidak bertuan.
8. Bagasi Tercatat adalah barang penumpang yang
diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk
diangkut dengan Pesawat Udara yang sama.
9. Bagasi Kabin adalah barang yang dibawa oleh
penumpang Pesawat Udara dan berada dalam
pengawasan penumpang sendiri.
10. Awak Pesawat Udara adalah seseorang yang ditunjuk
oleh operator Pesawat Udara untuk bertugas pada
sebuah Pesawat Udara selama periode tugas
penerbangan.
11. Pimpinan Penerbang adalah penerbang yang ditugaskan
oleh perusahaan atau pemilik Pesawat Udara untuk
memimpin penerbangan dan bertanggung jawab penuh
terhadap keselamatan penerbangan selama
pengoperasian Pesawat Udara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

www.peraturan.go.id
2022, No.1045
-3-

12. Kecelakaan (Accident) Barang Berbahaya yang


selanjutnya disebut Kecelakaan (Accident) adalah suatu
kejadian yang terkait dengan pengangkutan Barang
Berbahaya dengan Pesawat Udara yang menyebabkan
kecelakaan fatal atau cedera serius terhadap orang atau
menyebabkan kerusakan parah terhadap harta benda
atau lingkungan hidup.
13. Kejadian (Incident) Barang Berbahaya yang selanjutnya
disebut Kejadian (Incident) adalah Kejadian selain dari
Kecelakaan (Accident) yang terkait dengan pengangkutan
Barang Berbahaya, baik di dalam maupun di luar
Pesawat Udara yang membahayakan Pesawat Udara,
mengakibatkan cedera pada orang, kerusakan pada
harta benda atau lingkungan, atau kebakaran, patah,
tumpahan, kebocoran cairan, radiasi atau kejadian lain,
yang merupakan akibat kemasan yang tidak ditangani
dengan benar .
14. Kemasan adalah wadah dan komponen lain atau material
yang diperlukan untuk mewadahi muatan agar tetap
sesuai fungsinya.
15. Pengemasan adalah kegiatan mengemas barang dengan
cara dilapisi pembungkus dan/atau dimasukkan dalam
Kemasan untuk mengamankan barang tersebut.
16. Paket adalah produk lengkap dari hasil Pengemasan yang
terdiri atas Kemasan dan isinya yang siap untuk
pengangkutan.
17. Overpack adalah Kemasan yang digunakan oleh pengirim
untuk menggabungkan beberapa Paket menjadi satu
agar memudahkan dalam penanganan dan
penyimpanan.
18. Personel Penanganan Pengangkutan Barang Berbahaya
adalah personel yang mempunyai sertifikat kompetensi
atau otorisasi penanganan Barang Berbahaya yang diberi
tugas dan tanggung jawab di bidang penanganan Barang
Berbahaya yang akan diangkut dengan Pesawat Udara.
19. Nomor UN (UN Number) adalah 4 (empat) digit nomor
resmi yang ditetapkan oleh Komite Ahli Pengangkutan
Barang Berbahaya Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB
(United Nation Committee of Experts on the Transport of
Dangerous Goods) untuk mengidentifikasi sebuah Barang
Berbahaya atau bagian dari kelompok Barang
Berbahaya.
20. Pengirim adalah setiap orang yang mengirim dan/atau
menangani persiapan pengiriman barang melalui
angkutan udara.
21. Kiriman (Consignment) adalah satu atau beberapa Paket
Barang Berbahaya yang diterima oleh Operator Pesawat
Udara dari Pengirim.
22. Sertifikat Kompetensi adalah tanda bukti seseorang telah
memenuhi persyaratan pengetahuan, keahlian dan
kualifikasi di bidangnya.
23. Operator Pesawat Udara adalah Badan Usaha Angkutan
Udara, Perusahaan Angkutan Udara Asing, atau
pemegang sertifikat standar angkutan udara bukan
niaga.

www.peraturan.go.id
2022, No.1045 -4-

24. Negara Tujuan adalah negara terakhir dimana Kiriman


(Consignment) diturunkan dari Pesawat Udara.
25. Safety Management System (SMS) adalah pendekatan
sistematis untuk mengelola keselamatan, termasuk
struktur organisasi, akuntabilitas, kebijakan dan
prosedur yang dibutuhkan.
26. Penyelenggara Pos adalah suatu badan usaha yang
menyelenggarakan Pos.
27. Badan Usaha Angkutan Udara adalah badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum
Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi,
yang kegiatan utamanya mengoperasikan Pesawat Udara
untuk digunakan mengangkut penumpang, Kargo,
dan/atau pos dengan memungut pembayaran.
28. Perusahaan Angkutan Udara Asing adalah perusahaan
angkutan udara niaga yang telah ditunjuk oleh negara
mitrawicara berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau
multilateral dan disetujui oleh Pemerintah Republik
Indonesia.
29. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi
30. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan
Udara.

Pasal 2
Pemberlakuan ketentuan keselamatan pengangkutan Barang
Berbahaya dengan Pesawat Udara dalam Peraturan Menteri
ini meliputi:
a. Operator Pesawat Udara yang beroperasi di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
b. Pengirim Barang Berbahaya yang diangkut dengan
Pesawat Udara.

Pasal 3
(1) Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:
a. otorisasi dan persetujuan Operator Pesawat Udara
yang mengoperasikan Pesawat Udara untuk
mengangkut Barang Berbahaya;
b. persyaratan pengangkutan Barang Berbahaya
dengan Pesawat Udara;
c. Barang Berbahaya yang dapat diangkut dengan
Pesawat Udara;
d. Setiap Orang yang diperbolehkan membawa,
mengirim, dan menangani pengangkutan Barang
Berbahaya dengan Pesawat Udara; dan
e. pelatihan Personel Penanganan Pengangkutan
Barang Berbahaya.
(2) Barang Berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dapat berupa Kargo Barang Berbahaya dan
Barang Berbahaya dalam bentuk Kiriman Pos.
(3) Kiriman Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
tinggi 3 (tiga) kilogram.

www.peraturan.go.id
2022, No.1045
-5-

BAB II
KLASIFIKASI

Pasal 4
(1) Barang Berbahaya dapat berbentuk bahan cair, bahan
padat atau gas yang dapat membahayakan kesehatan,
keselamatan jiwa, harta benda, dan lingkungan serta
keselamatan dan keamanan penerbangan.
(2) Barang Berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. Barang Berbahaya yang diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. bahan peledak (explosives);
2. gas yang dimampatkan, dicairkan, atau
dilarutkan dengan tekanan (compressed gases,
liquified or dissolved under pressure);
3. cairan mudah menyala atau terbakar
(flammable liquids);
4. bahan atau barang padat mudah menyala atau
terbakar (flammable solids);
5. bahan atau barang pengoksidasi (oxidizing
substances);
6. bahan atau barang beracun dan mudah
menular (toxic and infectious substances);
7. bahan atau barang material radioaktif
(radioactive material);
8. bahan atau barang perusak (corrosive
substances); dan
9. bahan atau zat berbahaya lainnya
(miscellaneous dangerous substances); dan
b. cairan, aerosol, dan jelly (liquids, aerosols, and gels)
dalam jumlah tertentu.
(3) Direktur Jenderal menetapkan klasifikasi dan tata cara
pengangkutan Barang Berbahaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dalam bentuk petunjuk teknis
keselamatan pengangkutan Barang Berbahaya dengan
Pesawat Udara.
(4) Direktur Jenderal menetapkan cairan, aerosol, dan jelly
(liquids, aerosols, and gels) dalam jumlah tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b yang dapat
diangkut oleh Pesawat Udara.

BAB III
PEMBATASAN PENGANGKUTAN BARANG BERBAHAYA

Pasal 5
(1) Barang Berbahaya dapat diangkut dengan Pesawat Udara
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. diangkut oleh Operator Pesawat Udara yang telah
memiliki Persetujuan Pengangkutan dan
dicantumkan pada Operations Specifications dengan
kelas tertentu;
b. Barang Berbahaya yang dapat diangkut meliputi:
1. Barang Berbahaya yang dinyatakan
diperbolehkan (accepted); atau

www.peraturan.go.id
2022, No.1045 -6-

2. Barang Berbahaya yang dinyatakan dilarang


(forbidden) dan binatang yang terinfeksi
(infected live animals), setelah mendapatkan
Persetujuan Khusus (Exemption); dan
c. Operator Pesawat Udara dapat mengangkut Barang
Berbahaya yang mendapat Pengecualian (Exception)
berupa:
1. yang dipersyaratkan harus ada di dalam
Pesawat Udara sesuai dengan ketentuan
kelaikudaraan dan pengoperasian Pesawat
Udara;
2. barang dan zat yang dapat dibawa oleh
penumpang atau Awak Pesawat Udara
sejumlah yang ditentukan; dan
3. Barang Berbahaya yang digunakan untuk
pelayanan.
(2) Barang Berbahaya yang dipersyaratkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 yang
dimaksudkan sebagai pengganti atau yang telah
dilepaskan untuk penggantian yang diangkut dengan
Pesawat Udara harus diperlakukan sesuai dengan
ketentuan pengangkutan Barang Berbahaya.

Pasal 6
Operator Pesawat Udara tidak dapat mengangkut Barang
Berbahaya yang dinyatakan dilarang diangkut dengan
Pesawat Udara dalam kondisi apapun (forbidden under any
circumstances).

Pasal 7
(1) Untuk mendapatkan Persetujuan Pengangkutan dan
pencantuman pada Operations Specifications
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a,
Operator Pesawat Udara harus mengajukan permohonan
kepada Direktur Jenderal paling lambat 60 (enam puluh)
hari kalender sebelum tanggal beroperasi.
(2) Operator Pesawat Udara yang telah mendapatkan
Persetujuan Pengangkutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat mengajukan Persetujuan Khusus
(Exemption) untuk pengangkutan Barang Berbahaya yang
dinyatakan dilarang (forbidden) untuk diangkut paling
lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum beroperasi.
(3) Direktur Jenderal menetapkan tata cara Persetujuan
Pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
Persetujuan Khusus (Exemption) sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).

Pasal 8
(1) Pengiriman Barang Berbahaya dalam bentuk Kiriman Pos
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dilakukan
oleh Penyelenggara Pos.
(2) Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus menyusun prosedur kontrol terhadap Penanganan
Barang Berbahaya dalam bentuk Kiriman Pos yang
diangkut dengan Pesawat Udara.

www.peraturan.go.id
2022, No.1045
-7-

(3) Prosedur kontrol sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


harus mendapat persetujuan (approval) dari Direktur
Jenderal.

Pasal 9
(1) Pengangkutan Barang Berbahaya harus memenuhi
standar teknis keselamatan yang mempertimbangkan hal
sebagai berikut:
a. klasifikasi Barang Berbahaya yang akan diangkut;
b. pembatasan jumlah Barang Berbahaya yang akan
diangkut dalam satu Kemasan;
c. jenis Pesawat Udara yang mengangkut Barang
Berbahaya; dan
d. persyaratan pengangkutan Barang Berbahaya
meliputi:
1. Pengemasan (packing);
2. pemberian tanda dan label (marking and
labelling);
3. penanganan (handling);
4. pendokumentasian; dan
5. penyediaan informasi.
(2) Standar teknis keselamatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 10
(1) Persetujuan Khusus (Exemption) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 2, diberikan dalam
hal:
a. kepentingan yang sangat mendesak (extreme
urgency) yang tidak bersifat komersial;
b. tidak ada moda transportasi lain yang memadai
untuk mengangkut; dan/atau
c. telah memenuhi ketentuan pengangkutan Barang
Berbahaya tetapi bertentangan dengan kepentingan
umum (contrary to the public interest) apabila
diangkut dengan Pesawat Udara.
(2) Kepentingan yang sangat mendesak (extreme urgency)
yang tidak bersifat komersial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. bantuan kemanusiaan (humanitarian relief);
b. bantuan kerusakan lingkungan (environmental
relief);
c. pencegahan penyakit menular dan epidemis
(pestilence);
d. keamanan nasional atau internasional (national or
international security);
e. tindakan penyelamatan (life saving); dan/atau
f. ketersediaan terbatas di tempat tujuan (limited
availability at destination).
(3) Persetujuan khusus (Exemption) untuk kepentingan
keamanan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d dapat diberikan secara langsung.
(4) Tidak ada moda transportasi lain yang memadai untuk
mengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, terdiri atas:

www.peraturan.go.id
2022, No.1045 -8-

a. lama perjalanan dengan moda transportasi lain


dapat mengakibatkan waktu perjalanan semakin
panjang dan dapat mempengaruhi daya tahan
Barang Berbahaya;
b. infrastruktur ketersediaan moda transportasi lain
yang terbatas;
c. ketentuan keamanan dengan menggunakan moda
transportasi udara yang lebih ketat dapat
mengurangi resiko tindakan melawan hukum;
d. penggunaan moda transportasi udara yang dapat
mengurangi risiko Kejadian (Incident) dan
Kecelakaan (Accident) kepada masyarakat, serta
dapat mengurangi risiko pembajakan secara
signifikan; dan/atau
e. biaya pengiriman dengan menggunakan moda
transportasi lain terlalu mahal.
(5) Barang Berbahaya yang termasuk dalam kondisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. pengangkutan sampel virus; dan
b. kendaraan listrik teknologi terbaru.
(6) Persetujuan Khusus (Exemption) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan oleh Direktur Jenderal dengan
masa berlaku paling lama 6 (enam) bulan.

BAB IV
PENGEMASAN, PELABELAN DAN PENANDAAN

Pasal 11
(1) Barang Berbahaya yang diangkut dengan Pesawat Udara
wajib dilakukan Pengemasan.
(2) Pengemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menggunakan Kemasan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. memiliki kualitas baik;
b. menggunakan bahan dan penutup yang aman
untuk mencegah kebocoran yang disebabkan oleh
pengangkutan, seperti perubahan suhu,
kelembapan, tekanan atau getaran; dan
c. memenuhi spesifikasi bahan dan konstruksi.
(3) Kemasan yang digunakan untuk Barang Berbahaya
harus:
a. sesuai dengan isi; dan
b. tahan terhadap bahan kimia atau reaksi barang
lainnya.
(4) Kemasan yang digunakan untuk Barang Berbahaya
berbentuk barang cair harus diposisikan berdiri, tanpa
ada kebocoran, dan tahan terhadap tekanan.
(5) Pengemasan Barang Berbahaya yang menggunakan
Kemasan dalam (inner packaging) harus dikemas secara
aman dan dilengkapi:
a. bahan penahan untuk mengontrol gerakan guna
mencegah kerusakan dan kebocoran; dan
b. bahan penyerap yang tidak bereaksi terhadap
Barang Berbahaya.

www.peraturan.go.id
2022, No.1045
-9-

Pasal 12
(1) Kemasan baru atau daur ulang (recondition) yang akan
digunakan untuk mengemas Barang Berbahaya harus
dilakukan pengujian sesuai ketentuan dalam petunjuk
teknis keselamatan pengangkutan Barang Berbahaya
dengan Pesawat Udara oleh instansi atau lembaga yang
berkompeten dalam pengujian mutu Kemasan.
(2) Kemasan yang lulus pengujian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan pengesahan (letter of approval)
“UN Specification Mark” oleh Direktur Jenderal.
(3) Kemasan Barang Berbahaya yang telah memiliki “UN
Specification Mark” dari negara lain, tidak perlu
dilakukan pengujian ulang.
(4) Kemasan yang akan digunakan kembali (reused) untuk
mengemas Barang Berbahaya harus dilakukan
pemeriksaan oleh Personel Penanganan Pengangkutan
Barang Berbahaya.
(5) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilarang
digunakan kembali kecuali telah diperiksa dan
dinyatakan bebas korosi atau kerusakan lainnya.

Pasal 13
(1) Setiap Paket Barang Berbahaya harus dilakukan
pelabelan dan penandaan.
(2) Pelabelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan label yang terdiri atas:
a. label Barang Berbahaya (hazard label); dan/atau
b. label penanganan Barang Berbahaya (handling
label).
(3) Penandaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. nama Barang Berbahaya (proper shipping name);
b. Nomor UN (UN number);
c. jumlah bersih (net quantity) Barang Berbahaya
dalam Kemasan;
d. nama dan alamat lengkap Pengirim;
e. nama dan alamat lengkap penerima; dan
f. kode spesifikasi Kemasan UN (UN Specification
Packaging Code).

Pasal 14
Penandaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3)
paling sedikit memiliki kriteria sebagai berikut:
a. mudah terlihat;
b. jelas terbaca; atau
c. memiliki warna kontras dengan latar belakang
(background).

Pasal 15
Direktur Jenderal menetapkan tata cara Pengemasan,
pengujian Kemasan, sertifikasi Kemasan, pelabelan dan
penandaan Barang Berbahaya.

www.peraturan.go.id
2022, No.1045 -10-

BAB V
TANGGUNG JAWAB PENGIRIM

Pasal 16
(1) Pengirim yang melakukan penanganan Barang
Berbahaya wajib memastikan Barang Berbahaya yang
diserahkan kepada Operator Pesawat Udara dengan
memenuhi persyaratan paling sedikit sebagai berikut:
a. Barang berbahaya yang dapat diangkut dengan
Pesawat Udara;
b. klasifikasi Barang Berbahaya yang akan dikirim;
c. jumlah Barang Berbahaya yang akan dikirim;
d. Pengemasan;
e. pelabelan dan penandaan;
f. dokumen pengangkutan Barang Berbahaya
(dangerous goods declaration); dan
g. Barang Berbahaya yang akan dikirim dengan
penerbangan internasional, Pengirim harus
memahami ketentuan khusus tentang
pengangkutan Barang Berbahaya dengan Pesawat
Udara di Negara Tujuan.
(2) Penanganan Barang Berbahaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilakukan oleh Personel Penanganan
Pengangkutan Barang Berbahaya.
(3) Pengirim yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sanksi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17
Dokumen pengangkutan Barang Berbahaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f harus:
a. berisi informasi paling sedikit:
1. Barang Berbahaya yang dikirim;
2. nama dan alamat lengkap Pengirim;
3. nama dan alamat lengkap penerima;
4. nama bandar udara keberangkatan;
5. nama bandar udara tujuan; dan
6. nomor surat muatan udara (airway bill);
b. ditandatangani oleh Pengirim dengan mencantumkan:
1. nama jelas;
2. jabatan; dan
3. tempat dan tanggal penandatanganan;
c. menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris; dan
d. pernyataan atau deklarasi bahwa barang telah
dipersiapkan dengan tepat dan dalam kondisi yang baik
untuk pengangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 18
Direktur Jenderal menetapkan tata cara pemenuhan
kewajiban Pengirim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (1).

www.peraturan.go.id
2022, No.1045
-11-

BAB VI
TANGGUNG JAWAB OPERATOR PESAWAT UDARA

Pasal 19
(1) Operator Pesawat Udara yang akan mengangkut Barang
Berbahaya bertanggung jawab:
a. melakukan penerimaan (acceptance) Kiriman
(Consignment) Barang Berbahaya sesuai petunjuk
teknis keselamatan pengangkutan Barang
Berbahaya dengan Pesawat Udara;
b. menyediakan tempat penyimpanan atau
penumpukan serta penyusunan sistem dan
prosedur penanganan barang khusus dan/atau
berbahaya selama barang tersebut belum dimuat ke
dalam Pesawat Udara;
c. melakukan pemuatan;
d. memiliki Personel Penanganan Pengangkutan
Barang Berbahaya;
e. memberikan otorisasi kepada personel yang akan
melakukan fungsi penerimaan (acceptance) dan
pengawasan pemuatan/penurunan (loading/
unloading) Barang Berbahaya dari Pesawat Udara;
f. memiliki daftar Pengirim (shipper list) Barang
Berbahaya termutakhir yang telah diasesmen;
g. melakukan pengawasan secara berkala kepada
Pengirim (shipper) sesuai dengan daftar Pengirim;
h. menyusun prosedur pemuatan dan penempatan
Barang Berbahaya di Pesawat Udara; dan
i. menyusun program pelatihan Personel Penanganan
Pengangkutan Barang Berbahaya.
(2) Dalam melakukan penerimaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, Operator Pesawat Udara harus:
a. menyiapkan format data penerimaan (acceptance
checklist);
b. menggunakan format data penerimaan (acceptance
checklist) termutakhir;
c. memastikan barang tersebut disertai dengan
dokumen pengangkutan; dan
d. memeriksa dan mengkonfirmasi Kiriman
(Consignment), Overpack, dan freight container
sesuai prosedur penerimaan.
(3) Penyediaan tempat penyimpanan atau penumpukan
serta penyusunan sistem dan prosedur penanganan
barang khusus dan/atau berbahaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dikerjasamakan
dengan:
a. badan usaha bandar udara;
b. unit penyelenggara bandar udara; atau
c. badan usaha pergudangan (warehouse).
(4) Otorisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
merupakan tanda bukti kewenangan yang dikeluarkan
oleh Operator Pesawat Udara kepada seseorang yang
melaksanakan penanganan Barang Berbahaya untuk
Operator Pesawat Udara tersebut.

www.peraturan.go.id
2022, No.1045 -12-

Pasal 20
Operator Pesawat Udara harus memastikan Paket dan
Overpack yang memuat Barang Berbahaya serta Kemasan
pengangkut material radioaktif:
a. dimuat dan ditempatkan (loaded and stowed) sesuai
petunjuk teknis keselamatan pengangkutan Barang
Berbahaya dengan Pesawat Udara; dan
b. yang mengalami kerusakan atau kebocoran tidak dimuat
dalam Pesawat Udara.

Pasal 21
(1) Operator Pesawat Udara harus memastikan tidak ada
kontaminasi atau kerusakan yang disebabkan oleh
kandungan Barang Berbahaya pada unit load device yang
akan diangkut oleh Pesawat Udara.
(2) Dalam hal Kemasan Barang Berbahaya yang telah
dimuat di dalam Pesawat Udara mengalami kerusakan
atau kebocoran, Operator Pesawat Udara harus
melakukan langkah-langkah:
a. menurunkan Barang Berbahaya sesegera mungkin;
b. memastikan kondisi Barang Berbahaya masih layak
diangkut; dan
c. memastikan tidak ada barang lain yang
terkontaminasi.
(3) Operator Pesawat Udara yang tidak mampu melakukan
langkah-langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
harus menghubungi instansi terkait untuk
melakukannya.
(4) Paket Barang Berbahaya yang dapat bereaksi berbahaya
antara satu dengan yang lain harus ditempatkan pada
posisi yang tidak dapat berinteraksi antara satu dengan
lainnya apabila terjadi kebocoran.

Pasal 22
(1) Operator Pesawat Udara harus memastikan Barang
Berbahaya tidak dibawa ke dalam kabin Pesawat Udara
yang berisi penumpang atau flight deck, kecuali yang
diperbolehkan dalam petunjuk teknis keselamatan
pengangkutan Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara.
(2) Paket Barang Berbahaya yang berlabel “cargo aircraft
only” harus dimuat sesuai petunjuk teknis keselamatan
pengangkutan Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara.
(3) Operator Pesawat Udara bertanggung jawab terhadap
keamanan Barang Berbahaya yang sedang ditanganinya.

Pasal 23
(1) Operator Pesawat Udara harus melakukan pengawasan
terhadap Barang Berbahaya pada saat proses pemuatan
(loading) dan penurunan (unloading).
(2) Apabila dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditemukan kerusakan atau kebocoran, maka
area penempatan Barang Berbahaya atau unit load device
di Pesawat Udara harus dilakukan pemeriksaan terhadap
kerusakan atau kontaminasi.

www.peraturan.go.id
2022, No.1045
-13-

(3) Operator Pesawat Udara harus menurunkan barang yang


terkontaminasi akibat kerusakan atau kebocoran Barang
Berbahaya sesegera mungkin.
(4) Operator Pesawat Udara harus melindungi Barang
Berbahaya dari kerusakan dan menjamin penempatan
Barang Berbahaya pada posisi yang tepat selama
penerbangan.

Pasal 24
(1) Operator Pesawat Udara tidak boleh mengoperasikan
Pesawat Udara yang terkontaminasi oleh material
radioaktif hingga level radiasi permukaan dan
kontaminasi tidak tetap (non-fixed contamination) nilainya
tidak melebihi nilai standar yang ditetapkan dalam
petunjuk teknis keselamatan pengangkutan Barang
Berbahaya dengan Pesawat Udara.
(2) Paket bahan material radioaktif harus ditempatkan
dalam Pesawat Udara yang terpisah dari orang, binatang,
dan negatif film sesuai petunjuk teknis keselamatan
pengangkutan Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara.
(3) Paket bahan yang mengandung racun (toxic) dan bahan
yang terinfeksi (infectious substances) harus ditempatkan
dalam Pesawat Udara sesuai dengan petunjuk teknis
keselamatan pengangkutan Barang Berbahaya dengan
Pesawat Udara.

Pasal 25
(1) Operator Pesawat Udara harus memastikan bahwa
setidaknya satu salinan dokumen pengangkutan Barang
Berbahaya disimpan untuk jangka waktu paling singkat
3 (tiga) bulan setelah penerbangan yang mengangkut
Barang Berbahaya tersebut.
(2) Operator Pesawat Udara dapat mengalihkan tanggung
jawab pengangkutan Barang Berbahaya kepada Operator
Pesawat Udara lain yang memiliki Persetujuan
Pengangkutan kelas Barang Berbahaya yang sama untuk
melanjutkan pengiriman dengan memberikan pernyataan
tertulis tentang muatan Barang Berbahaya.
(3) Operator Pesawat Udara wajib melakukan asesmen dan
pengawasan rutin secara berkala sebagai bagian dari
Quality Management System terhadap Pengirim yang
terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)
huruf f paling lambat 1 (satu) kali dalam setahun.
(4) Operator Pesawat Udara wajib melakukan emergency
exercise/drill secara berkala terhadap penanganan
Kecelakaan (Accident)/Kejadian (Incident) sebagai bagian
dari Safety Management System (SMS) untuk pengukuran
keefektifan Emergency Response Plan.
(5) Direktur Jenderal menetapkan ketentuan tanggung
jawab Operator Pesawat Udara.

www.peraturan.go.id
2022, No.1045 -14-

BAB VII
PENYAMPAIAN INFORMASI DAN PELAPORAN

Pasal 26
(1) Operator Pesawat Udara harus:
a. menjamin penerbang dan awak kabin mengetahui
tanggung jawab dan langkah-langkah penanganan
terkait adanya pengangkutan Barang Berbahaya
apabila terjadi keadaan darurat (emergency) yang
ditimbulkan oleh Barang Berbahaya;
b. memberikan informasi kepada Pimpinan Penerbang
secara tertulis sesegera mungkin sebelum Pesawat
Udara diberangkatkan jika Pesawat Udara tersebut
akan mengangkut Barang Berbahaya; dan
c. memberikan informasi pengangkutan Barang
Berbahaya kepada penumpang.
(2) Langkah-langkah penanganan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dapat tertuang dalam manual
operasi (operations manual) Pesawat Udara.
(3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas:
a. informasi di terminal penumpang;
b. informasi pada tiket Pesawat Udara; dan
c. informasi pada sistem lapor diri (check-in system).
(4) Informasi di terminal penumpang sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a dengan ketentuan:
a. memuat hal-hal penting terkait pengangkutan
Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara; dan
b. ditempatkan pada daerah tempat lapor diri (check-in
counter), ruang tunggu penumpang, dan tempat lain
yang diperlukan.
(5) Informasi pada tiket Pesawat Udara dan pada sistem
lapor diri (check-in system) sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf b dan huruf c memuat tentang jenis
Barang Berbahaya yang tidak boleh dibawa atau
diangkut dengan Pesawat Udara.

Pasal 27
(1) Operator Pesawat Udara, Pengirim atau institusi lain
yang terkait penanganan pengangkutan Barang
Berbahaya harus memberikan informasi kepada
karyawannya yang memiliki tanggung jawab
pengangkutan Barang Berbahaya dan memberikan
petunjuk dan langkah-langkah yang diambil ketika
terjadi keadaan darurat (emergency) yang melibatkan
Barang Berbahaya.
(2) Institusi lain yang terkait penanganan pengangkutan
Barang Berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Penyelenggara Pos;
b. agen Kargo;
c. regulated agent;
d. badan usaha pergudangan (warehouse); dan
e. ground handling.

www.peraturan.go.id
2022, No.1045
-15-

Pasal 28
(1) Apabila dalam penerbangan terjadi keadaan darurat
(emergency), Pimpinan Penerbang harus menyampaikan
informasi kepada personel pemandu lalu lintas
penerbangan tentang adanya Barang Berbahaya di dalam
Pesawat Udara.
(2) Personel pemandu lalu lintas penerbangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meneruskan informasi kepada
bandar udara tujuan pendaratan.
(3) Apabila terjadi Kejadian (Incident), kejadian serius
(serious incident), atau Kecelakaan (Accident) terkait
Barang Berbahaya, Operator Pesawat Udara harus segera
memberikan informasi kepada unit terkait untuk
penanganannya sebagaimana informasi tertulis yang
disampaikan kepada Pimpinan Penerbang.
(4) Operator Pesawat Udara sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal dan
otoritas negara tempat terjadinya Kejadian (Incident),
kejadian serius (serious incident), atau Kecelakaan
(Accident) sesegera mungkin.

Pasal 29
(1) Operator Pesawat Udara yang mengalami Kecelakaan
(Accident), Kejadian (Incident), atau menemukan kejadian
tidak atau salah dideklarasikan (undeclared/misdeclared)
yang melibatkan Barang Berbahaya di dalam Kargo atau
bagasi penumpang yang telah diterima oleh Operator
Pesawat Udara tersebut, wajib melaporkan kepada
Direktur Jenderal pada kesempatan pertama.
(2) Direktur Jenderal melakukan investigasi terhadap
laporan Operator Pesawat Udara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).

Pasal 30
Direktur Jenderal menetapkan tata cara penyampaian
informasi dan pelaporan.

BAB VIII
PROGRAM PELATIHAN

Pasal 31
(1) Direktur Jenderal bertanggung jawab menyusun dan
menetapkan program nasional pelatihan Personel
Penanganan Pengangkutan Barang Berbahaya dengan
Pesawat Udara.
(2) Program nasional pelatihan Personel Penanganan
Pengangkutan Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat:
a. tujuan pelatihan;
b. tanggung jawab penyelenggara pelatihan;
c. instruktur/tenaga pengajar;
d. kurikulum/silabus;
e. penggunaan alat bantu dan referensi;
f. pengujian;

www.peraturan.go.id
2022, No.1045 -16-

g. sistem evaluasi penyelenggaraan pelatihan; dan


h. Sertifikat Kompetensi.

Pasal 32
(1) Operator Pesawat Udara dan Penyelenggara Pos yang
menyediakan layanan pengiriman barang berbahaya
wajib memiliki program pelatihan Personel Penanganan
Pengangkutan Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara.
(2) Program pelatihan Personel Penanganan Pengangkutan
Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara paling sedikit
memuat:
a. fasilitas ruangan untuk pelaksanaan pelatihan,
termasuk ukuran ruangan dan jumlah maksimum
peserta pelatihan dalam satu waktu;
b. penggunaan alat bantu pelaksanaan pelatihan
(training aids) termasuk alat bantu audiovisual,
proyektor, model Kemasan (packaging) dan
Pengemasan (packing) Barang Berbahaya, dan alat
bantu khusus pelatihan lainnya;
c. kualifikasi minimum untuk setiap instruktur yang
akan memberikan pelatihan teori dan praktik;
d. manual pelatihan yang berisi informasi berikut:
1. persyaratan peserta pelatihan;
2. detail deskripsi dari setiap pelajaran termasuk
tujuan pelatihan, standar pelatihan, dan waktu
pelatihan;
3. kurikulum/silabus;
4. tujuan akhir pembelajaran;
5. standar pencapaian di setiap akhir tingkatan
pelatihan;
6. deskripsi pelaksanaan ujian dan tes yang akan
digunakan untuk mengukur pencapaian
peserta pelatihan; dan
7. prosedur pengujian kompetensi.
e. sistem dokumentasi pelatihan (training record
system); dan
f. penggunaan referensi.

Pasal 33
(1) Personel Penanganan Pengangkutan Barang Berbahaya
harus mengikuti pelatihan Personel Penanganan
Pengangkutan Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara.
(2) Persyaratan calon Personel Penanganan Pengangkutan
Barang Berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pendidikan formal paling rendah SMU atau
sederajat;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. bebas narkoba;
d. tidak buta warna; dan
e. mampu berbahasa inggris minimal pasif.

Pasal 34
(1) Pelatihan Personel Penanganan Pengangkutan Barang
Berbahaya dengan Pesawat Udara sebagaimana

www.peraturan.go.id
2022, No.1045
-17-

dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) meliputi:


a. pelatihan awal (initial training); dan
b. pelatihan penyegaran (recurrent training).
(2) Pelatihan recurrent sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam
24 (dua puluh empat) bulan.
(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diselenggarakan oleh:
a. Operator Pesawat Udara;
b. Penyelenggara Pos; dan
c. lembaga pelatihan Personel Penanganan
Pengangkutan Barang Berbahaya.

Pasal 35
(1) Operator Pesawat Udara dan Penyelenggara Pos yang
akan menyelenggarakan pelatihan Personel Penanganan
Pengangkutan Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf a
dan huruf b wajib mengajukan persetujuan awal (initial
approval) dan/atau persetujuan akhir (final approval)
kepada Direktur Jenderal.
(2) Persetujuan awal (initial approval) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan persetujuan yang
diberikan pada saat Operator Pesawat Udara dan/atau
Penyelenggara Pos mengajukan pertama kali atau revisi
dari program pelatihan yang sudah mendapat
persetujuan akhir (final approval).
(3) Persetujuan akhir (final approval) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan persetujuan yang diberikan
kepada Operator Pesawat Udara dan/atau Penyelenggara
Pos setelah dilaksanakannya evaluasi terhadap
kehandalan program dan pelatihan yang telah
mendapatkan persetujuan awal (initial approval).

Pasal 36
(1) Lembaga pelatihan Personel Penanganan Pengangkutan
Barang Berbahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (3) huruf c harus memenuhi persyaratan dan
mengajukan permohonan melalui Lembaga Online Single
Submission (OSS);
(2) Lembaga pelatihan Personel Penanganan Pengangkutan
Barang Berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat menyelenggarakan pelatihan setelah memiliki
nomor induk berusaha dan sertifikat standar.

Pasal 37
(1) Operator Pesawat Udara dan Penyelenggara Pos
sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) harus
menerbitkan bukti telah melaksanakan pelatihan
terhadap personel yang telah menyelesaikan pelatihan.
(2) Lembaga pelatihan Personel Penanganan Pengangkutan
Barang Berbahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 harus menerbitkan Sertifikat Kompetensi terhadap
personel yang telah menyelesaikan pelatihan.

www.peraturan.go.id
2022, No.1045 -18-

(3) Operator Pesawat Udara, Penyelenggara Pos dan lembaga


pelatihan Personel Penanganan Pengangkutan Barang
Berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) harus melaksanakan evaluasi hasil pelatihan serta
pengembangannya sebagai bagian dari program jaminan
mutu (quality assurance program).

Pasal 38
(1) Personel Penanganan Pengangkutan Barang Berbahaya
harus mempunyai Sertifikat Kompetensi dan/atau
otorisasi.
(2) Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat diperoleh melalui lembaga pelatihan Personel
Penanganan Pengangkutan Barang Berbahaya.
(3) Otorisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikeluarkan oleh Operator Pesawat Udara dan
Penyelenggara Pos untuk personel internalnya atau
personel badan hukum lain yang mendapat
pendelegasian dari Operator Pesawat Udara atau
Penyelenggara Pos untuk melakukan penanganan Barang
Berbahaya.
(4) Ketentuan mengenai Sertifikat Kompetensi dan otorisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Direktur Jenderal.

Pasal 39
Direktur Jenderal menetapkan penyelenggaraan pelatihan
Personel Penanganan Pengangkutan Barang Berbahaya
dengan Pesawat Udara dan Personel Penanganan
Pengangkutan Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara.

BAB IX
PENGANGKUTAN BARANG BERBAHAYA

Pasal 40
(1) Operator Pesawat Udara dapat mengangkut Barang
Berbahaya menggunakan Pesawat Udara sesuai dengan
standar pengangkutan Barang Berbahaya yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal dalam bentuk
petunjuk teknis keselamatan pengangkutan Barang
Berbahaya dengan Pesawat Udara.
(2) Standar pengangkutan Barang Berbahaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pembatasan kuantitas;
b. pemuatan (loading) Barang Berbahaya;
c. pemisahan Barang Berbahaya dari penumpang,
binatang atau Kargo lain dalam Pesawat Udara;
d. pelabelan dan penandaan pada Kemasan dan
peralatan muat (unit load devices) yang berisi
Barang Berbahaya;
e. penggantian label dan marka yang hilang, rusak
atau lepas;
f. pemisahan antar Barang Berbahaya (segregation);
g. prosedur penerimaan Barang Berbahaya;
h. penanganan barang yang tidak terkirim;

www.peraturan.go.id
2022, No.1045
-19-

i. penanganan barang yang kemasannya rusak;


j. pemeriksaan Barang Berbahaya;
k. penanganan kontaminasi Barang Berbahaya pada
Pesawat Udara;
l. pemberian informasi tentang Barang Berbahaya
yang diangkut kepada Awak Pesawat Udara;
m. tindakan yang dilakukan Awak Pesawat Udara
dalam keadaan darurat;
n. pemberian informasi terkait penanganan keadaan
darurat;
o. pendokumentasian; dan
p. pemberitahuan dan informasi terkait pengangkutan
Barang Berbahaya.
(3) Operator Pesawat Udara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus:
a. menyediakan fasilitas penanganan Barang
Berbahaya sesuai spesifikasi teknis; dan
b. menjamin bahwa barang yang dibawa telah
memenuhi persyaratan pengangkutan.

Pasal 41
(1) Penumpang dan personel Pesawat Udara yang membawa
Barang Berbahaya harus memenuhi ketentuan:
a. Barang Berbahaya yang dibawa termasuk kelompok
yang diperbolehkan dibawa sebagai barang bawaan
penumpang dan personel Pesawat Udara;
b. pembatasan jumlah Barang Berbahaya yang dapat
dibawa; dan/atau
c. Barang Berbahaya yang harus mendapat
persetujuan Operator Pesawat Udara.
(2) Barang berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diangkut dengan ketentuan:
a. dibawa melekat pada penumpang dan personel
Pesawat Udara;
b. sebagai Bagasi Kabin; dan/atau
c. sebagai Bagasi Tercatat.
(3) Direktur Jenderal menetapkan Barang Berbahaya yang
dapat dibawa oleh penumpang dan personel Pesawat
Udara dalam petunjuk teknis keselamatan pengangkutan
Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara.

Pasal 42
(1) Badan Usaha Angkutan Udara dan pemegang sertifikat
standar angkutan udara bukan niaga dapat mengangkut
Barang Berbahaya setelah mendapatkan Persetujuan
Pengangkutan dari Direktur Jenderal.
(2) Persetujuan Pengangkutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan,
meliputi:
a. memiliki buku manual penanganan Barang
Berbahaya.
b. memiliki Personel Penanganan Pengangkutan
Barang Berbahaya; dan
c. menyediakan fasilitas penanganan Barang
Berbahaya.

www.peraturan.go.id
2022, No.1045 -20-

(3) Buku manual penanganan Barang Berbahaya


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus:
a. memuat prosedur dan instruksi terkait penanganan
dan pengangkutan Barang Berbahaya, paling sedikit
berisi:
1. kebijakan Badan Usaha Angkutan Udara dan
pemegang sertifikat standar angkutan udara
bukan niaga tentang pengangkutan Barang
Berbahaya;
2. pedoman tentang persyaratan untuk
penerimaan, pelabelan, penanganan,
penyimpanan dan pemisahan Barang
Berbahaya;
3. penyediaan informasi dan ketentuan Barang
Berbahaya pada penumpang;
4. prosedur dan tindakan yang harus diambil
untuk menanggapi situasi darurat yang
melibatkan Barang Berbahaya;
5. tugas dan pelatihan semua personel yang
terlibat;
6. instruksi tentang pengangkutan material
perusahaan; dan
7. program jaminan dan kendali mutu.
b. dipelihara dan dievaluasi secara berkala;
c. mudah dipahami dan diaplikasikan;
d. tersedia di setiap perwakilan Badan Usaha
Angkutan Udara dan pemegang sertifikat standar
angkutan udara bukan niaga di bandar udara
(station); dan
e. didistribusikan kepada pihak yang terkait
pengangkutan Barang Berbahaya.

Pasal 43
(1) Perusahaan Angkutan Udara Asing yang beroperasi di
wilayah kedaulatan Republik Indonesia dapat
mengangkut Barang Berbahaya setelah mendapat
Persetujuan Pengangkutan dari Direktur Jenderal.
(2) Persetujuan Pengangkutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan,
meliputi:
a. telah mendapatkan Persetujuan Pengangkutan
Barang Berbahaya dari otoritas penerbangan di
negara di mana Perusahaan Angkutan Udara Asing
terdaftar;
b. penanganan pengangkutan Barang Berbahaya
sesuai petunjuk teknis keselamatan pengangkutan
Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara;
c. memiliki buku manual penanganan Barang
Berbahaya;
d. memiliki Personel Penanganan Pengangkutan
Barang Berbahaya;
e. menyediakan fasilitas penanganan Barang
Berbahaya; dan
f. Barang Berbahaya yang diangkut tidak
bertentangan dengan peraturan perundangan yang

www.peraturan.go.id
2022, No.1045
-21-

berlaku di Indonesia.
(3) Buku Manual sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c harus dimuat dalam buku manual Perusahaan
Angkutan Udara Asing atau buku manual lain yang
dipakai yang berhubungan dengan penanganan
dan/atau pengangkutan Kargo.
(4) Perusahaan Angkutan Udara Asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus:
a. menyediakan salinan buku manual Penanganan
Barang Berbahaya yang ditempatkan di setiap
perwakilan di bandar udara (station) dan mudah
diakses oleh:
1. personel Operator Pesawat Udara yang bertugas
dan bertanggung jawab dalam penanganan
dan/atau pengangkutan Kargo sesuai klausul
kerjasama (codesharing);
2. personel Perusahaan Angkutan Udara Asing di
Indonesia yang bertugas dan bertanggung
jawab dalam penanganan dan/atau
pengangkutan Kargo; dan
3. personel badan usaha pelayanan teknis
penanganan Pesawat Udara di darat (ground
handling) untuk penumpang dan Kargo yang
bertanggung jawab dalam penanganan atau
pengangkutan Kargo; dan
b. memastikan:
1. penanganan pengangkutan Barang Berbahaya
sesuai dengan prosedur dan instruksi pada
buku manual penanganan Barang Berbahaya;
dan
2. setiap personel melakukan tugas sesuai dengan
buku manual penanganan Barang Berbahaya.

Pasal 44
(1) Operator Pesawat Udara yang menyatakan diri tidak
mengangkut Barang Berbahaya sebagai Kargo wajib
memiliki buku manual penanganan Barang Berbahaya.
(2) Buku manual penanganan Barang Berbahaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi
bagian dari Manual Operasi dan juga dapat menjadi
Manual secara terpisah.
(3) Buku manual penanganan Barang Berbahaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus:
a. memuat prosedur dan instruksi terkait penanganan
dan pengangkutan Barang Berbahaya, paling sedikit
berisi:
1. kebijakan Operator Pesawat Udara tentang
pengangkutan Barang Berbahaya;
2. pedoman tentang prosedur pencegahan Barang
Berbahaya diangkut sebagai Kargo;
3. prosedur penanganan Barang Berbahaya yang
diperbolehkan untuk dibawa penumpang dan
personel Pesawat Udara serta Barang
Berbahaya yang mendapat Pengecualian
(Exception);

www.peraturan.go.id
2022, No.1045 -22-

4. prosedur dan tindakan yang harus diambil


untuk menanggapi situasi darurat yang
melibatkan Barang Berbahaya; dan
5. tugas dan pelatihan semua personel yang
terlibat.
b. dipelihara dan dievaluasi secara berkala;
c. mudah dipahami dan diaplikasikan; dan
d. tersedia di setiap perwakilan Operator Pesawat
Udara di bandar udara (station).

Pasal 45
(1) Pesawat Perusahaan Angkutan Udara Asing yang
melintas di wilayah kedaulatan Republik Indonesia yang
mengangkut Barang Berbahaya wajib memberikan
informasi kepada Direktur Jenderal, yang meliputi:
a. pengangkutan Barang Berbahaya kelas 1 (explosive),
kecuali kelas 1 divisi 4 (article and substances
presenting no significant hazard);
b. pengangkutan Barang Berbahaya kelas 6 divisi 2
(infectious substances); dan/atau
c. pengangkutan Barang Berbahaya kelas 7
(radioactive).
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disampaikan kepada Direktur Jenderal paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sebelum melintas.

Pasal 46
Direktur Jenderal menetapkan tata cara pemberian
Persetujuan Pengangkutan.

BAB X
PENGAMANAN BARANG BERBAHAYA

Pasal 47
(1) Setiap Orang yang melakukan penangangan dan
pengangkutan Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara
wajib memiliki prosedur pengamanan Barang Berbahaya
yang akan diangkut dengan Pesawat Udara untuk
meminimalkan risiko pencurian atau penyalahgunaan
Barang Berbahaya yang akan membahayakan orang,
harta, atau lingkungan, yang disetujui oleh Direktur
Jenderal.
(2) Prosedur pengamanan Barang Berbahaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. ketentuan umum pengamanan;
b. pelatihan keamanan Barang Berbahaya;
c. ketentuan untuk Barang Berbahaya dengan
konsekuensi tinggi;
d. perencanaan pengamanan; dan
e. material radioaktif.
(3) Direktur Jenderal menetapkan prosedur pengamanan
Barang Berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

www.peraturan.go.id
2022, No.1045
-23-

BAB XI
PENGAWASAN

Pasal 48
(1) Direktur Jenderal melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan keselamatan pengangkutan Barang
Berbahaya dengan Pesawat Udara.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. audit;
b. inspeksi;
c. pengamatan (surveillance); dan
d. pemantauan (monitoring).
(3) Direktur Jenderal menetapkan tata cara pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 49
(1) Berdasarkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48, Setiap Orang yang melanggar ketentuan
keselamatan pengangkutan Barang Berbahaya dengan
Pesawat Udara dapat dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan;
c. pencabutan; dan/atau
d. denda administratif.

Pasal 50
(1) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49, dapat diberikan:
a. secara langsung, dalam hal pelanggaran tersebut
berpotensi membahayakan keamanan dan/atau
keselamatan penerbangan; atau
b. tidak melaksanakan tindak lanjut terhadap hasil
pengawasan.
(2) Tata cara pengenaan sanksi administratif dilaksanakan
sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara
pengawasan dan pengenaan sanksi administratif
terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang penerbangan.

BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 51
Pesawat Udara sipil yang sepenuhnya digunakan untuk
kepentingan keamanan negara yang mengangkut Barang
Berbahaya dinyatakan sebagai Pesawat Udara Negara.

www.peraturan.go.id
2022, No.1045 -24-

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 52
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Operator Pesawat
Udara, Pengirim, Penyelenggara Pos dan lembaga pelatihan
yang menyelenggarakan kegiatan di bidang pengangkutan
Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara, wajib
menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri
ini paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan
Menteri ini diundangkan.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 53
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 90 Tahun 2013 tentang
Keselamatan Pengangkutan Barang Berbahaya dengan
Pesawat Udara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 1368) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 58 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM
90 Tahun 2013 tentang Keselamatan Pengangkutan Barang
Berbahaya dengan Pesawat Udara (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 740), dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.

Pasal 54
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

www.peraturan.go.id
2022, No.1045
-25-

Agar setiap orang yang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2022

MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BUDI KARYA SUMADI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Oktober 2022

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA

ttd

YASONNA H. LAOLY

www.peraturan.go.id

Anda mungkin juga menyukai