Anda di halaman 1dari 2

Tentu saja setiap sukses dari seseorang, baik didapatkan dengan jalan apa pun juga,

akan melahirkan iri hati kepada orang-orang lain. Biar pun tidak ada yang berani
secara terang-terangan menentang selir cantik yang amat dikasihi Kaisar tua itu,
namun diam-diam banyak anggota keluarga kerajaan yang merasa iri hati dan membenci
Kui Hui , terutama sekali para selir lainnya yang kini seolah-olah diabaikan oleh
Kaisar yang setiap malam selalu dibuai dalam pelukan Kui Hui .

Pada suatu malam Kaisar beristirahat di dalam kamarnya sendiri. Betapa pun dia
tergila-gila kepada Kui Hui, namun karena dia sudah tua sekali, tenaganya tidak
mengijinkan dia setiap malam mengunjungi selirnya yang masih muda, penuh nafsu dan
panas itu. Malam itu merupakan malam istirahatnya dan dia tidak mendekati selirnya
yang tercinta. Tubuhnya terasa lelah setelah sore tadi dia berpesta makan minum dan
menikmati tari-tarian yang disuguhkan untuk kehormatan jenderal Lu A San yang
datang berkunjung ke istana. Setelah mengijinkan jenderal perkasa itu mengundurkan
diri ke kamar tamu yang disediakan, Kaisar yang merasa lelah itu berbisik kepada
selirnya tercinta bahwa malam itu dia ingin beristirahat karena merasa lelah,
kemudian langsung menuju ke kamarnya sendiri.

Menjelang tengah malam, Kaisar terbangun dan ternyata yang mengganggu tidurnya
adalah seorang selir muda belia yang cantik seperti selir-selir lain. Selir ini
bernama A Cui, masih berdarah bangsawan dan termasuk selir termuda sebelum Kaisar
mengambil Kui Hui yang merupakan selir terakhir.

"Hemmm, apa maksudmu datang mengganggu?" Kaisar berkata tanpa marah karena dia pun
pernah
mencinta selir yang cantik ini, bahkan tangannya lalu diulur untuk membelai dagu
yang berkulit putih halus itu.

"Hamba mohon Sri Baginda mengampunkan hamba," selir itu berkata dengan suara agak
gemetar. "Sebetulnya hamba tidak berani mengganggu Paduka yang sedang beristirahat,
akan tetapi...."

Kaisar yang tua itu tersenyum dan salah menyangka. Dikiranya selir muda ini
merindukan curahan kasihnya karena sudah lama dia tidak mengunjungi kamar selirnya
ini dan tidak pula memerintahkan selirnya itu datang melayaninya. "Aihh, manis,
naiklah ke sini dan kau pijiti punggungku...," katanya sebagai uluran tangan.
Karena membayangkan hasrat selirnya ini, sudah bangkit pula birahinya.

A Cui tidak berani membantah. Segera ia bangkit dari lantai di mana dia berlutut,
dan jari-jari tangannya yang halus mulai menari-nari di atas punggung tua yang
pegal-pegal itu. Akan tetapi selir ini berkata lagi, "Rasa penasaran memaksa hamba
memberanikan diri mengunjungi Paduka. Hamba tidak ingin melihat Paduka yang hamba
junjung tinggi ditipu dan dihina orang!"

Tangan Kaisar yang mulai membelai tubuh selirnya itu tiba-tiba terhenti. Dengan
pandang mata penuh selidik Kaisar itu bertanya, "Apa maksudmu? Siapa yang berani
menipu dan menghinaku?"

A Cui menangis, dan dengan suara terisak-isak dia berkata, "Hamba... secara tidak
sengaja... mendengar... jenderal An berada di dalam kamar... Kui Hui ...."

Seketika Kaisar bangkit duduk dengan mata terbelalak. Dengan alis berkerut dia
memandang selirnya yang masih menangis itu. Hatinya tidak percaya sama sekali
karena memang sudah sering-kali Kui Hui difitnah orang lain yang merasa iri hati.
"Hemmm, jangan bicara sembarangan saja karena terdorong iri hati."

"Tidak... hamba rela untuk dihukum mati, rela diapakan saja kalau hamba
membohong.... Tidak berani hamba menjatuhkan fitnah.... Hamba hanya merasa
penasaran melihat Paduka dihina, maka hamba memberanikan diri melapor...."
"Pengawal...!!" Kaisar berseru sambil mendorong selirnya turun dari pembaringan.

Pintu terbuka dan enam orang pengawal pribadi meloncat masuk. Mereka langsung
berlutut setelah
melihat bahwa Kaisar tidak dalam bahaya.

Kaisar menyambar jubah luarnya. "Antar kami ke kamar Kui Hui ," kata Kaisar singkat
sambil memberi isyarat dengan matanya agar A Cui ikut pula bersamanya.

Pada saat A Cui melapor kepada Kaisar, kamar Kui Hui sudah gelap remang-remang, dan
pada saat itu memang selir yang cantik jelita ini sedang bersama Lu A San. Mereka
seperti mabuk nafsu birahi. Tentu saja segala pertahanan di hati Kui Hui runtuh
menghadapi jenderal yang tegap dan gagah perkasa ini, yang masih memiliki sifat-
sifat liar dan kasar dari tempat asalnya. Selama tujuh tahun Kui Hui menekan
kekecewaan hatinya melayani seorang kakek-kakek lemah. Kini bertemu dengan Lu A San
dan berkesempatan menikmati rayuan laki-laki yang jantan dan jauh lebih muda dari
Kaisar ini, tentu saja dia terbuai dan lupa segalanya.

Tiba-tiba sesosok bayangan menyelinap ke dalam kamar itu dan berbisik di luar
kelambu pembaringan. Bisikan itu merubah suasana di dalam kamar itu. Kui Hui dan Lu
A San dalam waktu beberapa menit saja telah memakai pakaian yang rapi, duduk
menghadapi meja yang diterangi dengan beberapa batang lilin, dan di atas meja
terdapat gambar peta daerah utara. Di ujung-ujung kamar itu terdapat pengawal dan
pelayan berdiri seperti patung, hanya memandang saja ketika Lu A San dengan suara
lantang sedang menjelaskan tentang situasi dan keadaan pertahanan di perbatasan
utara.

Demikianlah, ketika Kaisar yang diiringi A Cui dan para pengawal memasuki kamar itu
dengan sikap kasar, dia melihat selirnya yang tercinta itu memang benar duduk
berdua dengan Lu A San, akan tetapi bukanlah berjinah seperti yang dilaporkan Yauw
Cui, melainkan sedang bicara urusan pertahanan!

"Hamba sedang mempelajari keadaan kekuatan pertahanan kita di utara dari Lu A San,"
antara lain Kui Hui membela diri ketika Kaisar menyatakan kecurigaannya. "Paduka
terlalu mempercayai mulut seorang wanita yang cemburu dan iri hati setengah mati
kepada hamba."

Karena semua pengawal dan pelayan yang berada di kamar itu merupakan saksi yang
kuat bahwa selir tercinta itu tidak bermain gila dengan putera angkatnya, tentu
saja Kaisar menjadi marah kepada A Cui.

Selir muda ini akhirnya mengerti bahwa dia berbalik kena fitnah oleh Kui Hui
madunya yang lihai itu, maka maklum bahwa tidak ada lagi harapan baginya. Dia
menudingkan telunjuknya kepada Kui Hui sambil berteriak nyaring, "Kau jelas wanita
Iblis! Karena engkaulah kerajaan ini akan hancur!" dan sebelum para pengawal yang
diperintah oleh Kaisar yang marah-marah itu sempat menangkapnya, A Cui lari
membenturkan kepalanya di dinding kamar itu sehingga kepalanya pecah dan dia tewas
di saat itu juga!

Tentu saja pada hari berikutnya, ada seorang pelayan yang menerima hadiah banyak
sekali dari Kui Hui, yaitu pelayan yang membisikinya semalam sehingga
menyelamatkannya. Semenjak peristiwa itu, kepercayaan Kaisar terhadap Kui Hui dan
Lu A San makin besar. Tentu saja kesempatan baik ini tidak dibiarkan lewat percuma
oleh Kui Hui dan Lu A San yang mengadakan hubungan gelap sepuas hati mereka.

Anda mungkin juga menyukai