Anda di halaman 1dari 3

Nama : Agnes Febriela Ago

NIM : 2112521009
Tugas Metodologi HI

Polemik Penolakan Israel dalam Laga Piala Dunia U-20


Pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia U-20 yang digadang-gadang
diakibatkan oleh pernyataan gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan gubernur Bali, I
Wayan Koster merupakan isu yang marak diperbincangkan dan diperdebatkan di Indonesia
saat ini. Isu tersebut menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan baik dari pemain dan
pencinta sepak bola tanah air, maupun para politik pemerintahan. Indonesia telah ditunjuk
sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 sejak 2019 lalu, yang pada awalnya akan diselenggarakan
pada tahun 2021. Namun peneyelenggaraan event tersebut harus diundur ke 2023, karena
covid-19. Indonesia pun telah memantapkan berbagai persiapan dalam menyambut laga ini,
salah satunya dengan mempersiapkan kelayakan stadion, guna menggelar Piala Dunia U-20
yaitu Stadion Jakabaring (Palembang), Stadion Utama Gelora Bung Karno (Jakarta), Stadion
Si Jalak Harupat (Bandung), Stadion Manahan (Solo), Stadion Gelora Bung Tomo (Surabaya),
dan Stadion Kapten I Wayan Dipta (Gianyar). Kemudian, pada Juni 2022 di informasikan
bahwa Israel lolos kualifikasi sebagai peserta dalam laga Piala Dunia U-20 yang menjadi awal
mula polemik ini terjadi.
Penolakan Israel sebagai peserta Piala Dunia U-20 secara garis besar disebabkan oleh
alasan kemanusiaan seperti yang tercantum dalam UUD 1945. Secara konstitusional, tertulis
dalam UUD 1945 pada alinea pertama dan keempat yang pada intinya menolak segala bentuk
penajajahan yang ada di muka bumi. Berdirinya Israel secara global dipandang Indonesia
sebagai ujung tombak skema kolonialisme serta imperialisme, oleh karena itu hingga saat ini,
antara Indonesia dan Israel belum ada hubungan diplomatik. Selain itu, secara historis,
Indonesia pernah memiliki kesempatan untuk ambil bagian sebagai peserta dalam Piala Dunia
1958 di Swedia, namun kesempatan itu hangus karena sikap tegas Presiden Soekarno yang
melarang Timnas Indonesia bertanding melawan Israel pada babak kualifikasi. Hal tersebut
didasari oleh sikap anti-kolonialisme dan anti imperialisme yang menjadi semangat
kemerdekaan Indonesia. Israel tdak dianggap kemerdekaannya oleh Soekarno dan Israel
dianggap sebagai penjajah Palestina. Penolakan tersebut digaungkan oleh Ganjar Pranowo dan
I Wayan Koster yang merupakan kader partai PDIP dan keduanya dianggap sebagai salah satu
pihak yang bertanggung jawab atas gagalnya digelar Piala Dunia di Indonesia.
Ganjar Pranowo dalam wawancara ekslusifnya dengan Najwa Shihab pada media narasi,
mengatakan bahwa beliau sebagai kader partai menyampaikan kepada pemerintah mengenai
potensi-potensi yang kemungkinan dapat merugikan negara bila Israel menjadi peserta dalam
Piala Dunia U-20 sehingga beliau mendorong U-20 tetap bisa berjalan dan terselenggarakan
tetapi tanpa adanya Isarel, dengan catatan menyerahkan pada pemerintah dengan harapan
pemerintah melakukan terobosan-terobosan, misalnya melakukan negosiasi atau meloby FIFA,
mengajukan adanya co-host, dsb. Tambahan dari Ganjar, bahwa penolakan-penolakan yang
dilakukannya memang terlihat sebagai penolakan yang dekat dengan waktu
terselenggarakannya event ini, tetapi pada kenyataannya ada banyak penolakan-penolakan
yang dilakukan oleh beberapa pihak sebelumnya dan ada pula upaya-upaya yang dilakukan
oleh beberapa pihak yang tidak ter-cover oleh media sebagai salah satu usaha unuk mencoba
memperbaiki situasi tetapi pada akhirnya tidak menghasilkan progress apapun. Penolakan
terakhir yang disorot masyarakat merupakan output sikap partai PDIP yang diwakilkan oleh
beliau sendiri sebagai bounding kader partai yang merasa perlu bersuara mewakilkan partai
untuk melakukan penolakan dan merasa hal tersebut merupakan sikap yang harus diambil tidak
hanya sebagai loyalitas pada partai tetapi sebagai sikap jelas secara konstitusional. Alasan
utama Ganjar Pranowo menolak Israel dalam Piala Dunia U-20 yaitu komitmen untuk
berkontribusi dalam perdamaian dunia.
Dalam mengambil keputusan untuk menolak terlibatnya Israel dalam Piala Dunia U-20,
Ganjar Pranowo dan pihaknya tentu telah mengkalkulasi cost and benefit dari keputusannya
tersebut. Pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 tentu mempunyai
dampak besar di bidang ekonomi yaitu mengalami kerugian triliunan dari biaya yang telah
dikeluarkan dari APBN dan APBD serta kehilangan potensi pemasukan yang turut
diperhitungkan. Menurut beliau hal tersebut tidak bisa diperhitungkan hanya dari satu sisi yaitu
sisi ekonomi tetapi harus dipertimbangkan dengan hal lainnya. Apabila event tersebut tetap
diselenggarakan dengan adanya partisipasi Israel, maka melanggar aturan bagi beliau sebagai
kepala daerah berdasarkan Permenlu No. 3 Tahun 2019 dan bagaimana relasi serta konsistensi
dalam pembelaan kemerdekaan bangsa dari penindasan kolonialisme dan imperialisme serta
masih banyak lagi pertimbangan-pertimbangan dari sudut pandang yang berbeda dalam
mengambil keputusan tersebut meskipun keputusan tersebut bukanlah keputusan yang mudah.
Ganjar Pranowo pun telah mengkalkulasi akibat dari keputusan yang beliau ambil salah
satunya adalah serangan dari berbagai pihak secara personal dan beliau menerima semua itu
sebagai bentuk ekspresi masyarakat terhadap keputusannya.
Seperti yang dijelaskan sejak awal, bahwa penolakan tersebut menuai pro dan kontra.
Pihak kontra dari berbagai kalangan mengekspresikan kekecewaan maupun kemarahannya
dengan statement “jangan mencampur adukkan urusan politik dengan olahraga” dan
“Indonesia berbicara tentang humanisme terhadap Palestina, tetapi tidak memikirkan apa yang
terjadi di Indonesia sendiri”. Mereka menganggap dunia sepak bola Indonesia kedepannya
akan semakin penuh dengan hambatan untuk berkembang di kancah internasional, karena
kesempatan emas ini dibuang sia-sia. Pihak kontra menyatakan pupus sudah harapan melihat
anak bangsa bertanding dalam level dunia di skala piala dunia dengan fakta Indonesia
mendapat kesempatan bertanding bukan karena lolos kualifikasi melainkan privilege sebagai
tuan rumah Piala Dunia U-20.
Menurut penulis, pro dan kontra yang dilontarkan diatas tidak ada yang salah. Sangat
wajar pihak kontra melantangkan kekecewaannya mengenai penolakan Israel dalam Piala
Dunia U-20 yang berujung Indonesia dicabut dari status tuan rumah oleh FIFA, karena event
ini merupakan event yang dinanti-nantikan oleh semua orang, baik dari pemain Timnas, pecinta
sepak bola dan semua masyarakat Indonesia, apalagi bagi pihak-pihak yang sejak lama telah
secara langsung mempersiapkan segalanya dalam menyukseskan event ini. Tetapi disisi lain,
argumen yang diutarakan oleh Ganjar Pranowo dan pihaknya merupakan argumen yang valid
dan ada dasarnya bukan hanya semata politik praktis tetapi soal sikap, pandangan, komitmen
bangsa dan jejak historis yang terekam dalam konstitusi. Dan mengenai statement, “jangan
mencampur adukan urusan politik dengan sepak bola”, penulis kurang setuju mengenai
statement tersebut karena sepak bola pada mulanya tidak pernah steril dari urusan politik.
Selain itu, penulis akan menyorotkan sikap FIFA yang berstandar ganda. Diketahui
bahwa Israel kerap kali melakukan pelanggaran kepada Palestina contohnya pada tahun 2019,
Israel melarang pesepak bola Palestina melintasi batas negara untuk ikut pertandingan dan
sejak dahulu, Israel selalu menghambat perkembangan pesepak bola Palestina dan bahkan pada
2022 lalu pesepak bola Palestina tewas ditembak tentara Israel. Di sisi lain, begitu buruknya
perilaku Israel, tetapi disatu sisi, Israel dengan begitu bebas masuk dan melakukan
pertandingan bola di wilayah Palestina. Bahkan asosiasi sepak bola Palestina berkali-kali
meminta FIFA untuk menjatuhkan sanksi terhadap Israel yang dengan spesifik melakukan
kegiatan ilegal di wilayah Palestina tetapi ditolak padahal aturan FIFA sendiri sudah jelas
bahwa asosiasi sepak bola nasional tidak boleh melakukan kegiatan di wilayah asosiasi lainnya
tanpa izin. Sedangkan FIFA menjatuhkan sanksi pada Rusia Ketika Rusia melakukan hal
tersebut di Crimea pada tahun 2014. Sehingga argumen bahwa FIFA berstandar ganda adalah
argumen yang ada dasarnya.
Terlepas dari semua itu, pencabutan status Indonesia sebagai tuan rumah tentu
merupakan pukulan yang besar bagi Indonesia tetapi hal tersebut tidak dijadikan alasan untuk
memecah-belahkan masyarakat Indonesia dan tidak bisa sepenuhnya kita menyalahkan Ganjar
Pranowo dan pihaknya tetapi peristiwa ini dijadikan sebagai pelajaran kedepannya bagi dunia
sepak bola Indonesia dan bagi Indonesia.

Sumber:
Shihab, Najwa. “Eksklusif: Ganjar Pranowo dan Piala Dunia” Youtube. Diunggah oleh Najwa
Shihab, 4 April 2023, https://youtu.be/kWIFicwz0oA
Shihab, Najwa. “Piala Dunia U-20 Gagal Digelar di Indonesia. Mari Lihat dari Dua Perspektif”
Youtube. Diunggah oleh Najwa Shihab, 29 Maret 2023,
https://youtu.be/V7uU2P3zlsI

Anda mungkin juga menyukai