Anda di halaman 1dari 5

PENGERTIAN PASAR RAKYAT DAN PASAR TRADISIONAL

Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, penggunaan istilah “pasar
tradisional” berubah menjadi “pasar rakyat”.
Dalam penjelasan Pasal 12 Ayat (1) Huruf a disebutkan bahwa: Yang dimaksud dengan ‘Pasar Rakyat” adalah
tempat usaha yang ditata, dibangun, dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, Badan Usaha
Milik Negara, dan/atau Badan Usaha Milik Daerah dapat berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola
oleh pedagang kecil dan menengah, swadaya masyarakat, atau koperasi serta usaha mikro, kecil, dan
menengah dengan proses jual beli Barang melalui tawar menawar.
Pasar merupakan area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu (PerMenDag No.53 tahun
2008).
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2007, “Pasar Tradisional” adalah pasar yang
dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda
yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala
kecil, modal kecil dandengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Disempurnakan dalam
penjelasan Pasal 12 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, terminologi “pasar
tradisional” beralih menjadi “pasar rakyat”.

PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN


DAN PEMBINAAN SARANA DISTRIBUSI BIDANG PERDAGANGAN, PUSAT PERBELANJAAN DAN
TOKO MODERN
Melalui peraturan Perpres No.112 Tahun 2007 definisi pasar ditetapkan sebagai area tempat jual beli barang
dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional,
pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Dalam mekanisme penataannya, lokasi
untuk pendirian pasar rakyat (pasar tradisional) mengacu pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan
rencana detail tata ruang wilayah kabupaten/kota, termasuk peraturan zonasinya.
Sebagaimana disebutkan dalam Perpres No.112 Tahun 2007 bahwa lokasi untuk pendirian pasar rakyat (pasar
tradisional) mengacu pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana detail tata ruang wilayah
kabupaten/kota, termasuk peraturan zonasinya, maka bagi kabupaten/kota yang belum memiliki rencana dan
rencana detail tata ruang wilayah tidak diperbolehkan memberi izin lokasi untuk pembangunan pasar rakyat
(pasar tradisional).
Dalam pendirian pasar rakyat (pasar tradisional) harus memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut:
(1) Pendirian pasar rakyat (pasar tradisional) harus memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat juga
keberadaan sarana distribusi (pusat perbelanjaan, dan toko modern, serta usaha kecil, termasuk koperasi) yang
sudah ada sebelumnya di wilayah yang bersangkutan
(2) Selain itu pasar rakyat (pasar tradisional) juga harus menyediakan areal parkir paling sedikit seluas
kebutuhan parkir 1 (satu) buah kendaraan roda empat untuk setiap 100m2 (atau sedikitnya 10%) dari luas
lantai pasar rakyat. Penyediaan areal parkir tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak lain.
(3) Menyediakan fasilitas yang menjamin pasar rakyat yang bersih, sehat, aman, tertib, dengan tersedianya
ruang publik yang nyaman.
Selanjutnya disebutkan bahwa pendirian pasar rakyat (pasar tradisional) harus memperhitungan kondisi sosial
ekonomi masyarakat. PerMenDag No.53 tahun 2008 menyatakan bahwa kondisi sosial ekonomi tersebut harus
bisa dijelaskan melalui analisis berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh badan/lembaga independen yang
berkompeten. Dimana analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat tersebut harus meliputi analisa terhadap
aspek-aspek sebagai berikut:
(1) Struktur penduduk menurut mata pencaharian dan pendidikan, tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga,
kepadatan penduduk, dan pertumbuhan penduduk. Aspek ini dikaji salah satunya diasumsikan untuk dapat
meprediksi daya beli masyarakat di suatu daerah, hal ini penting mengingat pasar rakyat (pasar tradisional) yang
didirikan disuatu wilayah diharapkan dapat bertahan, tumbuh, bahkan berkembang dimasa depan.
(2) Kemitraan dengan UMKM lokal, penyerapan tenaga kerja lokal, serta ketahanan dan pertumbuhan pasar
rakyat (pasar tradisional) sebagai sarana UMKM lokal. Pengkajian pada aspek ini bertujuan untuk melihat
potensi pasar sebagai wahana pemberdayaan ekonomi lokal dimana proses perputaran ekonomi yang terjadi di
pasar tersebut adalah dari, untuk dan oleh masyarakat di wilayah sekitar pasar itu sendiri.
(3) Ada/tidak-nya keberadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum dalam menunjang pendirian pasar rakyat (pasar
tradisional).
(4) Dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak antara hypermarket dengan pasar rakyat (pasar
tradisional) yang telah ada sebelumnya. Jika dalam suatu wilayah sudah terdapat pasar modern maka penting
untuk mempertimbangkan jarak dalam upaya menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat.
(5) Aksesibilitas wilayah, dukungan ketersediaan infrastruktur, dan perkembangan pemukian baru. Lazimnya
pasar rakyat (pasar tradisional) harus dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat, oleh karena itu analisis
terhadap kemudahan akses dan ketersediaan infrastruktur sangat penting, sebelum suatu wilayah ditetapkan
sebagai lokasi tempat didirikannya sebuah pasar rakyat (pasar tradisional).

PerMenDag No.48/M-DAG/PER/8/2013
Dijelaskan dalam PerMenDag No.48/M-DAG/PER/8/2013 bahwa pembangunan pasar tradisional harus berada
di lokasi yang sebelumnya telah memiliki embrio pasar dengan mempertimbangkan luas lahan, daya tampung,
serta bentuk bangunan dan sarana pendukung berdasarkan tipe dan jenis pasar yang telah ditetapkan sebagai
berikut:
(a) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe A
Pasar dengan kategori tipe A harus sedikitnya memiliki luas lahan 3.000m2 yang memang diperuntukkan untuk
lokasi pasar berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus terdapat 150 pedagang dan
memiliki kelengkapan bangunan utama yang terdiri atas: kantor pengelola dan fasilitas pembiayaan
(co.Koperasi), ruang serbaguna dan ruang bermain anak dengan luas paling sedikit 50m2 , toilet, tempat ibadah,
pos ukur ulang, pos kesehatan, pos keamanan, drainase (yang ditutup dengan grill),tempat penampungan
sampah, gudang penyimpanan stok barang,area bongkar muat, tempat parkir, area penghijauan, hidran dan fire
extingusher, instalasi air bersih dan jaringan listrik, instalasi pengolahan air limbah (lpal), telekomunikasi, sistem
informasiharga dan stok, serta papan informasi harga harian. Selain itu pasar harus memiliki akses yang dapat
dijangkau oleh transportasi umum. Pengelolaan pasar harus dikelola langsung oleh manajemen pengelola
pasar, dan operasional pasar harus dilakukan setiap hari. Jika memungkinkan pasar memiliki CCTV yang
terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan.
(b) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe B
Pasar dengan kategori tipe B harus sedikitnya memiliki luas lahan 1.500m2 yang memang diperuntukkan untuk
lokasi pasar berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus erdapat 75 pedagang.
Kelengkapan dari bangunan utama pada pasar kategori tipe B tidak sebanyak pasar tipe A, sedikitnya pasar
harus memiliki: kantor pengelola dan fasilitas pembiayaan (co. Koperasi), ruang serbaguna dan ruang bermain
anak dengan luas paling sedikit 40m2 , toilet, tempat ibadah, pos kesehatan, pos keamanan, drainase (yang
ditutup dengan grill), tempat penampungan sampah, tempat parkir, area penghijauan, hidran dan fire
extingusher, instalasi air bersih dan jaringan listrik, telekomunikasi, sistem informasi harga dan stok, serta papan
informasi harga harian.
Sama halnya dengan pasar tipe A, pasar dengan kategori tipe B juga harus memiliki akses yang dapat
dijangkau oleh transportasi umum dan pasar harus dikelola langsung oleh manajemepengelola pasar.
Operasional pasar tipe B tidak harus setiap hari, namun minimal pasar beroperasi 3 hari dalam seminggu.
Jikamemungkinkan pasar tipe B juga dilengkapi CCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian
Perdagangan.

(c) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe C


Pasar dengan kategori tipe C harus sedikitnya memiliki luas lahan 1.000m2 yang memang diperuntukkan untuk
lokasi pasar berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus terdapat 30 pedagang.
Kelengkapan dari bangunan utama pada pasar kategori tipe C harus memiliki: kantor pengelola dan fasilitas
pembiayaan (co. Koperasi), toilet, tempat ibadah, pos kesehatan, drainase (yang ditutup dengan grill), tempat
penampungan sampah sementara, tempat parkir, area penghijauan, hidran, instalasi air bersih dan jaringan
listrik, dan telekomunikasi.
Pasar dengan kategori tipe C juga harus mudah diakses dan didukung oleh transportasi umum dan pasar harus
dikelola langsung oleh manajemen pengelola pasar. Operasional pasar tipe C tidak harus setiap hari, namun
minimal pasar beroperasi 1 atau 2 hari dalam seminggu.

(d) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe D


Pasar dengan kategori tipe D harus sedikitnya memiliki luas lahan 500m2 yang memang diperuntukkan untuk
lokasi pasar berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus terdapat 30 pedagang.
Kelengkapan dari bangunan utama pada pasar kategori tipe D harus memiliki: kantor pengelola dan fasilitas
pembiayaan (co. Koperasi), toilet, tempat ibadah, drainase (yang ditutup dengan grill), tempat penampungan
sampah sementara, area penghijauan, daninstalasi air bersih serta jaringan listrik. Pasar dengan kategori tipe D
juga harus mudah diakses dan didukung oleh transportasi umum dan pasar harus dikelola langsung oleh
manajemen pengelola pasar. Operasional pasar tipe C tidak harus setiap hari, namun minimal pasar beroperasi
1 atau 2 hari dalam seminggu.

REVITALISASI PASAR RAKYAT


Revitalisasi Pasar Rakyat adalah program untuk mendukung pengembangan pasar tradisional berdasarkan
proposal yang diajukan oleh Pemerintah Daerah. Fokus yang dilakukan pada Program Revitalisasi Pasar adalah
perbaikan fisik pasar dan pemberian diklat bagi pengelola dan pedagang (Petunjuk Teknis Tinjauan Lapangan;
Aspek Fisik Pasar, Kementerian Perdagangan RI, 2011).
Revitalisasi fisik dilakukan melalui pembangunan pasar baru maupun renovasi. Revitalisasi manajemen
dilakukan dengan melaksanakan pelatihan manajemen pengelolaan pasar dan pendampingan pengelola pasar.
Pasar Rakyat yang telah direvitalisasi diharapkan dapat dijadikan "model" oleh Pemerintah Daerah dalam
pembangunan dan pengembangan Pasar Rakyat dimasa yang akan datang agar Pasar Rakyat dapat tetap eksis
dan mampu bersaing dengan perkembangan toko modern dan pusat-pusat perbelanjaan.
Lebih lanjut analisis terdahulu yang pernah dilakukan oleh Puska Dagri, BPPKP Kementerian perdagangan
(2012) telah merekomendasikan sejumlah hal terkait revitalisasi yang berkaitan dengan fisik pasar, yaitu:
a) Revitalisasi terhadap fisik bangunan bukan semata peremajaan atau memperbanyak jumlah kios. Penting
untuk memperhatikan struktur pembangunan pasar berdasarkan potensi arah arus pengunjung sehingga
visibilitas dan aksesibilitas pasar baik.
b) Muka pasar harus dapat terlihat dari jalan utama, perlu adanya papan identitas pasar yang terletak di muka
pasar dengan ukuran minimal 5 x 2 M. Jika pasar terletak di dalam komplek lingkungan, perlu ada tanda
identitas pasar di jalan utama yang menunjukkan keberadaan pasar, bahkan jika dirasa perlu pemerintah wajib
membuka akses pasar ke jalan umum (membangun sarana jalan atau menambah trayek angkutan umum
menuju pasar).
c) Untuk memenuhi kecukupan sirkulasi udara, tinggi bangunan pasarmulai dari lantai sampai atas minimal 6M.
Sedangkan untuk memenuhi kecukupan sirkulasi manusia di lorong pasar, maka lebar jalur arus pengunjung di
dalam pasar minimal 1M dengan catatan tidak ada pedagang yang menempatkan barang dagangannya di
lorong tersebut.
d) Sebaiknya pasar memiliki fasilitas penunjang minimal yang memadai seperti fasilitas MCK, fasilitas Ibadah,
fasilitas parkir (untuk pengunjung dan bongkar muat), fasilitas air bersih, listrik, saluran pembuangan, dan tempat
pembuangan sampah sementara.

PEMILIHAN LOKASI PASAR


Dalam hal pemilihan lokasi pembangunannya, pasar sebaiknya didirikan pada lokasi yang ramai dan luas.
Pendirian pasar pada lokasi yang tidak ada aktivitas perdagangannya, sangat sulit diharapkan akan dikunjungi
oleh masyarakat. Sedangkan jumlah penduduk, pendapatan perkapita, distribusi pendapatan, aglomerasi dan
kebijaksanaan pemerintah juga sangat mempengaruhi penentuan lokasi suatu kegiatan (Djojodipuro, 1992).
Daerah dengan penduduk besar, merupakan pasar yang perlu diperhatikan.
Menurut Miles (1999), faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi adalah :
1. Zoning (peruntukan lahan)
2. Fisik (physical features)
3. Utilitas
4. Transportasi
5. Parkir
6. Dampak lingkungan (sosial dan alam)
7. Pelayanan publik
8. Penerimaan/respon masyarakat (termasuk perubahan perilaku)
9. Permintaan dan penawaran (pertumbuhan penduduk, penyerapan tenaga kerja, distribusi pendapatan)
De Chiara dan Koppelman (1999), menambahkan kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan lokasi
pasar/pusat perbelanjaan adalah:
1. Kedekatan dengan pangsa pasar
2. Kedekatan dengan bahan baku
3. Ketersediaan tenaga listrik dan air
4. Iklim
5. Ketersediaan modal
6. Perlindungan terhadap kebakaran, perlindungan polisi, pelayanan kesehatan
7. Perumahan/permukiman penduduk
8. Peraturan setempat
9. Pertumbuhan kota di masa yang akan datang.

Pasar rakyat diklasifikasikan menjadi 4 tipe yaitu A, B, C, dan D berdasarkan PERMENDAGRI No. 37 tahun
2017 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Perdagangan. SNI 8152:2015
mengklasifikasikan pasar rakyat menjadi 4 tipe yaitu I,II, III, dan IV. Pasar rakyat harus memiliki jarak
minimal 10 meter dari pabrik atau gudang kimia dan SPBU, berjarak minimal 500 meter dari toko swalayan.
Pasar rakyat juga harus berjarak untuk melayani minimal 750 meter kawasan permukiman (Jayadinata,
1999). Pasar rakyat sebaiknya didirikan pada lokasi yang ramai dan luas. Pendirian pasar pada lokasi yang
tidak ada aktivitas perdagangannya, sangat sulit diharapkan akan dikunjungi oleh masyarakat (Djojodipuro,
1992). Pasar rakyat tidak dipengaruhi oleh aksesibilitas berdasarkan kelas jalan (Nugraha, 2013). Hal ini
didukung oleh Hidayati (2016) bahwa pasar rakyat tersebar pada kawasan permukiman dengan struktur
jaringan jalan secara acak, yaitu arteri, kolektor, maupun lokal.

Anda mungkin juga menyukai