Anda di halaman 1dari 2

Resensi Buku Dear Tomorrow Notes to My Future Self

Judul buku : Dear Tomorrow, Notes to My Future Self


Penulis : Maudy Ayunda
Jumlah halaman : 192 halaman
Penerbit : Mizan Media Utama
Cetakan : April 2018 (Edisi ke-10 Mei 2021)

“ I am one of those people who adore witty quotes and phrases. I love being reminded
by simple truths. I love how short statements cam strike a chord in or mind and ove us to do
something.” Begitulah Mod -panggilan akrab Maudy Ayunda- menuliskan sedikit gambaran
dari dirinya. Maudy menggambarkan dirinya sebagai seorang yang menyukai kutipan-kutipan
bijak dan kalimat-kalimat sederhana; yang mampu mengambil alih pikirannya, untuk
kemudian membakar semangatnya agar bergerak. Perempuan cerdas yang satu ini juga
menyampaikan bahwa dirinya amat senang jika ada “kebenaran sederhana” yang
mengingatkannya. Nampaknya hal itu pula yang mendasari Maudy dalam menuliskan buku
yang disebutnya sebagai kompilasi pengalaman, pemikiran, dan dialog pribadi ini. Sederhana,
mengena. Barangkali dua kata tersebut mampu mendeskripsikan buku bergenre self
improvement ini.
Saat pertama kali mengetahui Maudy Ayunda meluncurkan buku, jujur saja tidak ada
niatan untuk meminang buku tersebut. Saya tidak punya bayangan apa-apa terhadap buku ini,
selain kemungkinan isinya adalah kumpulan puisi. Namun akhirnya saya tergelitik untuk
mencari buku tersebut di Gramedia. Semuanya berawal dari unggahan pembaca yang di-
repost oleh Maudy di akun instagramnya. Buku bersampul tebal –yang di dalamnya juga
terdapat foto-foto Maudy dan beberapa gambar yang ‘nyeni’ ini berhasil meruntuhkan
benteng saya.
Buku ini memiliki packaging yang menarik, dan tentunya ‘nyeni’ seperti lembar per
lembar tulisan di dalamnya. Saya tidak menyangka dengan bahasa pengantar yang dipakai
oleh penulis. Seperti banyak buku-buku lainnya, saya mengira bahwa bahasa inggris hanya
digunakan untuk menuliskan judulnya saja. Tetapi, saya salah besar. Maudy menuliskan
pengalaman, pemikiran, dan dialog dengan bagian dirinya yang lain menggunakan bahasa
inggris. Seolah ingin meneguhkan bahwa dia layak diterima oleh Harvard dan Stanford
sekaligus, yang beberapa waktu lalu kabar tersebut sempat ramai di jagat maya.
Perkiraan saya perihal isi dari buku ini juga salah besar. Buku yang saat saya
membelinya (2 tahun lalu) ini sudah memasuki cetakan ke sepuluh sejak pertama kali dirilis,
April 2018 lalu. Dugaan kuat saya, yang membuat buku ini dicetak kembali entah sampai
berapa kali adalah isinya yang sederhana, namun mengena di hati para pembaca. Tepat seperti
kesan pertama yang sudah saya tuliskan di awal. Sederhana dan mengena. Buku ini ditulis
dengan amat mengalir. Pembaca dibuat seolah sedang berbicara langsung dengan penulisnya. 
Ada 4 bagian dalam buku ini. Notes on Being Yourself, Notes on Dreams, Notes on
Love, dan Notes on Mindsets. Namun sebelum memasuki bagian pertama dari buku tersebut,
Maudy mengawalinya dengan sebuah tulisan berjudul “About Me” yang berisi tentang sisi
lain Maudy yang tidak diketahui banyak orang. Secara garis besar, buku ini mengajak
pembaca untuk lebih mencintai diri sendiri dan tumbuh bersama lingkungan yang positif.
Maudy juga berusaha mendobrak stigma bahwa kegagalan adalah sesuatu yang buruk. Di sini,
pembaca diyakinkan bahwa gagal adalah sesuatu yang normal. Setiap perjalanan hidup,
masing-masing individu lah yang paham betul. 
Barangkali buku ini bisa menjadi washilah agar para pembaca lebih bersyukur.
Mencintai diri sendiri yang sudah diciptakan oleh Tuhan, sepaket dengan detil kebahagiaan
dan kesedihan. Pada bagian notes on love, Maudy seolah ingin mengingatkan pada pembaca
bahwa first step untuk mencintai diri sendiri adalah menerima dan memaafkan. Di bagian ini
pula Maudy mengajak pembaca untuk lebih selektif terhadap circle. Ejawantah selanjutnya
dari bersyukur adalah dengan berani bermimpi. Impian tersebut akan menjadi isapan jempol
belaka jika tidak diiringi usaha untuk menggapainya. Tetapi, lagi-lagi penulis mengingatkan
bahwa kegagalan dalam menggapai mimpi adalah sesuatu yang normal terjadi. Tetap
berterima kasih pada diri sendiri dan bangkit untuk melangkah kembali. Buku ini ditutup
dengan bagian notes on mindsets, yang mengenalkan kita pada istilah “mindfulness”; agar
kita -para pembaca- paham betul dengan keputusan yang kita buat, serta lebih menghargai
pendapat orang lain. Membaca buku ini seperti berdikusi dengan Maudy Ayunda. Buku yang
ditulis dengan bahasa amat mengalir dan juga menyajikan pertanyaan yang patut direnungkan
di tiap awal bagiannya.
Satu-satunya kekurangan dari buku ini menurut saya adalah terdapat beberapa bagian
yang terkesan lebih seperti catatan untuk penulis sendiri dibanding untuk dibaca public,
seperti sebuah esai personal. Namun, secara keseluruhan buku ini bagus dan sangat cocok
dijadikan sebagai media yang mampu mendorong tindakan self improvement.

Nama : Jasmine Anisya Zahra


Kelas : XI-IPA 1
Absen : 17
Genre buku : Nonfiksi

Anda mungkin juga menyukai