Anda di halaman 1dari 8

REVIEW NOVEL NARASI, 2021 KARYA TENDERLOVA

Dosen Pengampu: Emma Marsella, S.S.,M.Si

Disusun Oleh:

Nama : Nisrina Putri Suheri

NIM : 230701010

Kelas : B/2023

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Sastra

SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2023
[IDENTITAS BUKU]

Judul : Narasi, 2021

Penulis : Tenderlova

ISBN : 978-623-355-890-7

Penerbit : LovRinz Publishing

Terbit : 3 Januari 2022

Kategori : Fiksi (Romance – Saga)

Jumlah Halaman : 305 lembar

[BLURB]

Bulan Juni datang lagi. Padahal sisa-sisa Juni tahun lalu belum sepenuhnya selesai.
Beberapa sedih dan sesal masih tertinggal dan membekas dengan jelas. Tapi setiap kali Nana
mendongak dan menatap langit yang biru, ia selalu merasa, "Aku pikir setelah dia pergi dunia
akan runtuh. Tapi ternyata langit masih tinggi, burung masih terbang dan waktu masih
berlalu."

Tahun depan, bulan Juni pasti akan datang lagi, Nana berharap, dia bisa menyelesaikan
segala yang belum selesai.

[SINOPSIS]

Juni di tahun 2020 menjadi awal dari bagaimana luka batin itu tercipta. Membuat
kekosongan dalam diri seorang Adinata Aileen Caesar atau kerap disapa ‘Mas Nana’ oleh
keluarganya. Kematian Sastra nyatanya membuat Nana kehilangan arah dengan kurun waktu
yang cukup lama. Hanya berlandaskan surat-surat yang dituliskan Sastra untuknya, Nana
menjalani hari-harinya dengan banyak tanda tanya dan kesedihan. Seakan-akan luka yang
diberikan atas kehilangan Sastra belum cukup, Nana juga diberi ujian lain dalam hubungan
percintaannya dengan seorang gadis bernama Gayatri Mandanu.

2021 menjadi tahun yang dipenuhi dengan lorong gelap yang memaksa Nana untuk
tertatih agar lekas keluar. Ditemani oleh keluarga dan orang-orang terdekatnya, Nana
akhirnya mempelajari tentang bagaimana waktu terus menyeretnya berjalan meskipun ia
ingin berhenti saat itu juga. Tentang bagaimana mereka harus tetap melanjutkan
kehidupan meski rasa kehilangan itu belum beranjak dan masih basah dalam ingatan.

Seperti nasihat-nasihat yang selalu dikatakan oleh sang abang ketika masih ada di
dunia. Perlahan-lahan, Nana menyadari bahwa kesedihan itu harusnya hanya dirayakan
seperlunya saja. Karena jika terlalu larut, maka semua kesenangan akan terasa hambar. Dan
Nana juga mempelajari, bahwa apa yang sudah berlalu memang seharusnya tetap berada di
masa lalu, jangan diikutsertakan pada masa kini atau masa depan. Seperti kalimat panjang
dari Sastra di mimpinya:

"Suatu saat ketika kamu tersenyum pada ingatan yang pernah terjadi di antara kita,
senyum yang nggak terasa sakit sama sekali, bisa jadi itulah ikhlas. Itulah saat dimana kamu
mulai menerima semuanya dan mulai berdamai dengan diri kamu sendiri. Jadi ingat Na. Ini
bukan semata-mata tentang waktu, ini tentang diri kamu sendiri. Hanya kamu yang bisa
membuat keadaan jauh lebih baik."[265]

Dan melalui buku ini, Nana akan mengajarkan kita semua bagaimana cara untuk
mengikhlaskan dan menerima sesuatu yang memang sudah sepantasnya hilang.

[REVIEW]

1. Sekilas Tentang Buku


Narasi, 2021 merupakan bagian kedua dari Tulisan Sastra yang sebelumnya
menceritakan tentang keseharian sosok bernama Sastra Andhika Gautama. Di bagian penutup
dari buku pertama ini, Sastra diceritakan mengalami kecelakaan dan berakhir meninggal
dunia. Meninggalkan keluarga dan kekasihnya. Dari banyaknya orang yang merasa
kehilangan, kehilangan terbesar dirasakan oleh salah satu adik Sastra yang akhirnya menjadi
pemeran utama dari Narasi, 2021, yaitu Adinata Aileen Caesar atau kerap disapa Nana.
Buku ini berputar pada kehidupan dan perasaan Adinata Aileen Caesar yang merana
setelah kehilangan sosok abang yang sangat dikaguminya. Tentang bagaimana cara Nana
mengatasi keterpurukannya. Juga tentang hubungannya dengan Gayatri yang mendapat
banyak sekali rintangan.
Selain menceritakan perihal Nana, di dalam buku ini juga diselipkan beberapa bagian
khusus untuk saudara-saudaranya yang lain yang sama terpuruknya dengan Nana. Tentang
Tama dan Eros yang merasa tidak cukup baik menjadi seorang kakak, tentang Jovan yang
kesulitan mendapat pekerjaan, juga selipan ringan pada bagian-bagian yang membahas sudut
pandang dari kucing-kucing peliharaan Jovan.
Buku ini secara garis besar bercerita tentang mengikhlaskan sesuatu, menyelesaikan
masalah, dan pelajaran-pelajaran hidup yang sederhana namun berhasil dikemas dengan baik
oleh sang penulis, Tenderlova.
2. Bagian yang Disukai
Di dalam buku ini, ada banyak sekali bagian-bagian menarik yang saya sukai. Hampir
keseluruhan isi buku menjadi favorit saya. Karena di setiap bagian pasti tersemat diksi atau
syair-syair indah yang memiliki makna yang mendalam. Contohnya, pada bagian prolog saja
sudah ada salah satu dialog dari Bapak yang menyambut kita, yaitu:
“Kapak yang tajam tidak bisa mencukur rambut. Pisau cukur juga tidak bisa untuk
menebang pohon, padahal keduanya sama-sama tajam.”
Lalu, sebagai seseorang yang mengemban peran sebagai seorang kakak di kehidupan
nyata, saya juga menaruh atensi tersendiri pada sebuah dialog yang diucapkan oleh Rania,
kekasih Eros, pada halaman 152. Dialog itu berbunyi: “Sampai sekarang aku belum pernah
nemu buku Seni Menjadi Kakak yang Baik beredar di pasaran. Mas tahu kenapa? Karena
menjadi seorang anak, menjadi kakak, menjadi adik, menjadi seseorang, itu hal pertama bagi
kita. Sama setiap kali Sastra nanya, jadi manusia yang baik itu yang gimana? Pertanyaan
kalian sama-sama nggak punya jawaban. Nggak ada definisi kakak yang layak atau manusia
yang baik, karena kita sama-sama pertama kali menjadi manusia. Dan kamu baru kali ini
jadi seseorang kakak.”
Sebenarnya ada banyak sekali bagian-bagian yang saya sukai dari buku ini. Namun,
jika dituliskan pada review ini, sama saja dengan saya menjiplak isi buku tersebut. Karena
yang saya sukai adalah keseluruhan isi buku tersebut. Namun, sebagai penutup dari review
bagian ini, saya akan menunjukkan satu lagi dialog yang mempunyai makna berarti. Dialog
itu diutarakan oleh Mama pada halaman 283 yang berbunyi: “Sukses dan keberhasilan
seseorang nggak dinilai dari tingginya pendidikan. Pendidikan tinggi bagus, kayak bapak.
Tapi ketika kamu nggak bisa menyelesaikan seperti abang, itu nggak jadi masalah. Setiap
orang punya keberhasilan mereka sendiri-sendiri, termasuk kamu.”
3. Tokoh yang Menarik Perhatian
Jika berbicara tentang tokoh yang menarik perhatian, secara gamblang saya akan
mengatakan bahwa setiap tokoh di dalam cerita ini memiliki daya tariknya masing-masing.
Tidak hanya Nana selaku pemeran utama, bahkan kucing-kucing peliharaan Jovan pun
memiliki daya tariknya masing-masing.
Setiap tokoh di sini memiliki sisi yang mengajarkan kita selaku pembaca untuk
mempelajari banyak sekali sudut pandang, cara berpikir, dan juga pelajaran hidup yang bisa
diambil dari masing-masing tokoh.
Dimulai dari Tama dan Eros yang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dan
bijaksana dalam menyikapi adik-adiknya, Jovan yang pantang menyerah dalam
mengusahakan sesuatu, Lestari, Gayatri, dan Ibram yang mengikhlaskan cintanya. Pada
dasarnya, semua tokoh dalam cerita ini mengajarkan kita tentang bagaimana cara terbaik
untuk mengikhlaskan sesuatu.
Namun layaknya tokoh utama yang menjadi sorotan, Nana memiliki lebih banyak
pelajaran yang bisa kita contoh. Nana yang mulanya terkurung pada perasaan kehilangan dan
bersalah akhirnya bisa berdamai dengan dirinya sendiri dengan mengikhlaskan kepergian
Sastra, lalu caranya mulai membuka diri pada orang-orang terdekatnya yang masih setia
bersamanya. Juga tentang Nana yang akhirnya menyadari bahwa lebih dari cintanya ke orang
lain, dia harus mencintai dirinya sendiri. Serta Nana yang mulai berani menata kembali
mimpi-mimpi yang sempat ia kira sudah menjadi abu.
4. Kelebihan dan Kekurangan Buku
Kelebihan dari buku ini tentu saja berada pada makna dan cara penyampaian yang
dilakukan penulis. Penulisan kalimat-kalimat sederhana yang mudah dipahami, alur-alur yang
membuat pembaca bisa terhipnotis dan seakan-akan masuk ke dalam suasana di setiap bagian
buku juga menjadi bagian dari kelebihan buku ini. Juga banyaknya syair-syair klasik dan
diksi-diksi yang dikemas indah serta ilustrasi-ilustrasi yang menghidupkan beberapa bagian
menjadi poin tambahan untuk buku ini.
Namun, layaknya pepatah mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Tentu
saja buku ini memiliki kekurangannya. Namun, kekurangan buku ini bukanlah berada pada
alur cerita atau pengemasan ceritanya, melainkan dari kesalahan pengetikan yang beberapa
kali kerap ditemui. Namun, hal itu tidaklah terlalu menganggu dan tidak merusak jalan cerita
dari buku ini, sehingga kekurangan itu bisa tertutupi dan diabaikan.
5. Pesan Moral
Seperti yang sering saya singgung pada bagian-bagian sebelumnya. Bahwa buku ini
mengajarkan kita perihal cara mengikhlaskan dan menerima sesuatu yang terjadi. Baik itu di
masa lalu, masa kini, ataupun masa depan nanti.
Dari buku ini, kita juga dapat memahami bahwa tidak semua hal yang ada di masa lalu
itu baik untuk dibawa ke masa setelahnya. Bagus jika hal itu memberi energi positif, jika
sebaliknya, maka lebih baik untuk kita melepaskannya.
Seperti Suyadi bersaudara yang akhirnya berhasil untuk menutup lubang atas kepergian
Sastra dan Bapak, Nana yang berani untuk memilih menyerah atas hal yang memberatkan
langkahnya untuk maju, juga keseluruhan tokoh yang pada akhirnya berdamai dengan
keadaan dan menjalani hari dengan mencoba menjadi lebih baik.
Seperti narasi, kehidupan juga akan berjalan. Ia tidak selalu tetap. Waktu yang terus
berlalu pada akhirnya membuat kita menyadari, bahwa tidak ada kata berhenti. Semuanya
berputar, entah kita siap atau tidak. [65]

[UNSUR INTRINSTIK]

1. Tema
Tema yang diambil pada novel ini adalah ikhlas atas kehilangan dan bagaimana
seseorang berdamai dengan dirinya sendiri.
2. Tokoh dan Penokohan
Adinata Aileen Caesar yang digambarkan di awal sebagai laki-laki yang hilang arah
setelah kepergian kakaknya dan sedikit tertutup dengan orang-orang di sekitarnya pada
seiring berjalannya waktu berkembang menjadi pribadi yang bijak dalam menanggapi
sesuatu, dan berani mengambil langkah baru.
Bang Tama dan Kak Eros yang digambarkan sebagai pribadi yang bijak, tegas,
bertanggung jawab, dan kakak yang baik. (Terkhusus Bang Tama ditambahkan sifat receh,
memiliki selera humor yang rendah).
Jovan yang digambarkan sebagai playboy kelas kakap yang sudah taubat dan pantang
menyerah.
Cetta dan Jaya yang digambarkan sebagai remaja yang ceria, sayang keluarga, dan
random (khususnya pada Jaya yang memiliki cita-cita ingin menjadi alien namun beralih
profesi menjadi astronom).
Gayatri Mandanu yang digambarkan sebagai perempuan pintar, bijak, memiliki jiwa
kemanusiaan yang kuat, sayang keluarga, dan berhati lembut.
Ibu Gayatri yang digambarkan sebagai orang tua yang banyak menuntut, egois, dan
hanya mementingkan keinginan sendiri.
3. Latar
a. Latar Tempat: Kota Jakarta, Rumpi, Bumi, Jalan Otto Iskandar, Starbuck MT
Haryono, Jalan Jendral A. Yani, Jalan Mahakam (tempat penjual gule kaki lima),
Rumah Suyadi bersaudara, Rumah Gayatri, taman kota, kampus, kantor Gayatri,
dan TPU.
b. Latar Waktu: Tahun 2021, di pagi hari, siang hari, sore hari, malam, dan tengah
malam.
c. Latar Suasana: Bahagia, haru, sedih, dan marah.
4. Alur dan Plot
Alur yang digunakan pada cerita ini adalah alur bolak balik atau alur maju mundur. Itu
dikarenakan novel ini menceritakan tentang kehilangan di masa lalu, sehingga ada beberapa
bagian yang mengajak pembaca untuk flashback. Namun, hal ini tidak mengganggu dan
masih masuk akal.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan penulis adalah sudut pandang orang ketiga.
6. Amanat
Dari buku ini kita belajar bahwa kehilangan akan terus terjadi tapi, bagaimana pun juga
kita tidak boleh berlarut dalam kesedihan dan melapangkan dada untuk bersikap ikhlas pada
sebuah kehilangan.
7. Gaya Bahasa
Dinovel ini penulis menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti oleh
pembacanya. Pemilihan kata-kata yang bagus dan puitis serta kalimat yang tersusun rapi
membuat saya sangat menyukai bahasa yang digunakan oleh penulis.

[SEMIOTIKA DAN SOSIOSASTRA]

1. Semiotika
 “Kapak yang tajam tidak bisa mencukur rambut. Pisau cukur juga tidak bisa untuk
menebang pohon, padahal keduanya sama-sama tajam.” [3]
 Bumi itu sebutan untuk Bukit Mimpi. Maksudnya adalah tumpukan sampah tempat
mereka mengais rezeki yang berubah menjadi awal sebuah mimpi. [59]
 Seperti sebuah batu yang terlempar ke telaga, Gayatri adalah sebuah batu yang
tenggelam hingga ke bagian paling dasar. [133]
2. Sosiosastra
 “Kamu kalau mau jadi orang baik, jangan pernah menuntut balasan atau
pengakuan apapun…. Apapun yang kamu dapat dari orang lain, menjadi orang baik
bukanlah sebuah kesalahan.” Ternyata, ketika orang-orang rumah berpikir bahwa
Sastra terlalu bodoh dalam mencintai Sahara, sebenarnya anak itu hanya ingin
menjadi dirinya sendiri. Menjadi seseorang yang tak pernah pamrih dalam hal
apapun, termasuk tentang perasaannya sendiri. [53]
 “Tapi kebahagiaan dalam definisimu itu isinya cuma materi, materi dan materi.
Kamu lupa kalau definisi bahagia itu bukan cuma uang.” [221]
 “Abang bilang kalau menjadi baik enggak perlu nunggu orang lain kan, Bang? Tapi
aku jadi makin baik karena aku selalu lihat Abang selama ini. Abang selalu ngajarin
itu meskipun Abang nggak pernah mendikte bahwa itulah yang harus aku lakukan.
Abang nggak pernah menghakimi mana yang baik dan mana yang buruk, karena
Abang selalu bilang kalau salah dan benarnya manusia itu hanya soal pendapat.”
[282]

Anda mungkin juga menyukai