Anda di halaman 1dari 3

BAB ISTINJA’

‫ واما بالماء فليس من‬.‫ واالستنجاء بالحجر رحصة ومن خصائصنا‬.‫شرع االستنجاء مع الوضوء ليلة االسراء وقيل فى اول البعثة‬ -
‫خصائصنا‬
‫اول من يسننجى سيندنا ابراهيم عليه السالم والدليل قوله ﷺ انما انا لكم مثل الوالد اعلمكم اذا اتيتم الغائط فال يستقبل احدكم القبلة‬ -
‫وال يستدبرها وليستنج بالثة احجار ليس فيها روث وال رُمة‬
‫ وخرج بالنجس الطاهر كالدود و والحصاة والريح فال يجب االستنجاء منه‬.‫االستنجاء واجب من الخارج النجس الملوث‬ -
Instinja’ hukumnya Wajib
Instinja’ disyareatkan bersama dengan disyareatkan
Berikut ini adab masuk toilet/jamban menurut Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad
Al-Ghazali.
Hendaknya setiap orang muslim yang hendak masuk toilet/jamban melakukan hal-hal di
bawah ini:
A. Jika buang air di WC/Toilet
1. Mendahulukan kaki kiri ketika hendak masuk ke toilet/jamban dan mendahulukan kaki
kanan ketika keluar.
2. Jangan membawa sesuatu yang di dalamnya adala Asma Allah dan Nabi/Rasulnya.
3. Hendaknya masuk dalam kondisi kepala memakai penutup (kopiah atau sejenisnya) dan
memakai alas kaki.
4. Ketika hendak masuk (di depan pintu toilet) membaca doa berikut ini:
‫ان الرَّ ِجي ِْم‬ِ ‫ث ال َّش ْي َط‬ ِ ‫ث ْال ُن ْخ ِب‬
ِ ‫س ْال َخ ِب ْي‬
ِ ْ‫س ال َّنج‬ ِ ‫هللا َأع ُْو ُذ ِبا‬
ِ ْ‫هلل م َِن الرِّ ج‬ ِ ‫بسْ ِم‬.ِ
Artinya: Dengan menyebut nama Allah aku berlindung kepada Allah dari kotoran yang
menjijikkan dan keburukan yang menjatuhkan manusia dalam keburukan yaitu Syaitan
yang terkutuk
5. Ketika hendak keluar membaca doa berikut (dalam hati):
‫ب َع ِّنى َما ُيَؤ ِّذنِى َوَأ ْب َقى فِ ْي َما َي ْن َف ُعنِى‬ َ ‫هلل الَّذِى َأ ْذ َه‬
ِ ‫ك ْال َح ْم ُد‬
َ ‫ُغ ْف َرا َن‬
Artinya: Aku memohon ampunan kepadamu ya Allah dengan dengan sifat maha
pengamounmu. Segala puji hanya milik Allah yang telah menghilangkan sesuatu yang
berbahaya dariku dan menyisakan apa yang bermanfaat bagiku.
6. Hendaknya (tidak wajib) menyediakan (membawa) 3 (tiga) batu sebagai alat istinja
(cebok) sebelum menggunakan air. Mungkin batu adalah alat yang digunakan di masa
itu. Masa ketika Imam Al-Ghazali menulis kitabnya. Namun untuk saat ini mungkin bisa
diganti dengan tisu sebagaimana kebiasaan orang barat. Hanya saja, jika kebiasaan orang
barat adalah menggunakan kertas tisu saja, maka Islam menganjurkan penggunaan air
setelah menggunakan batu atau tisu untuk istinja.
7. Tidak boleh beristinja (cebok) di dalam tempat air (bak mandi) tempat istinja’ melainkan
harus disiram di luar bak mandi.
8. Menuntaskan buang air (kecil) dengan berdehem 3 (tiga) kali dan memijat kemaluan 3
(tiga) kali. Maksudnya untuk memastikan dan supaya semua kotoran keluar dari tubuh.
9. Menggunakan tangan kiri untuk membersihkan kotoran pada kemaluan. Dan
menggunakan tangna kanan untuk menyiramkan air.
B. Buang air di tempat agak terbuka (bukan di toilet)
1. Memilih tempat yang jauh dari keramaian dan menghindari sebisa mungkin dari
kemungkinan dilihat orang. Gunakan penutup/pelindung yang aman.
2. Menutupi aurat ketika sedang buang air.
3. Jangan menghadap matahari maupun bulan dan juga membelakangi keduanya.
4. Tidak menghadap kiblat saat buang air dan juga tidak membelakanginya.
5. Jangan berbicara ketika sedang buang air.
6. Tidak buang air di tempat-tempat sebagai berikut:
a. Air yang menggenang (diam, tidak mengalir)
b. Di bawah pohon yang berbuah
c. Pada batu
d. Tanah yang basah
e. Tempat di mana angin bertiup kencang
7. Tidak boleh kencing dengan berdiri kecuali dalam kondisi darurat.
8. Menggunakan batu atau tisu yang disusul kemudian dengan air dalam beristinja (cebok).
Jika harus memilih maka pilihlah air sebagai alat istinja. Namun jikalau memilih batu
atau tisu sebagai alat pembersih maka pakailah batu atau tisu dengan agak banyak.
9. Gunakanlah tangan kiri saat membersihkan kemaluan dari kotoran.
C. Ketika selesai buang air (baik di toilet maupun tidak)
1. Membaca doa sebagaimana berikut: ‫ِش‬ ِ ‫َألل ُه َّم َطهِّرْ َق ْل ِبى م َِن ال ِّن َف‬. Artinya:
ِ ‫اق َو َحصِّنْ َفرْ ِجى م َِن ْال َف َوخ‬
Ya Allah bersihkanlah hatiku dari sifat munafik dan jagalah kemaulanku dari
berbagai kejelekan
2. Mengusapkan tangan kiri yang dipakai membersihkan kemaluan dari kotoran pada
tanah. Di masa itu mungkin sabun belum ditemukan. Namun saat ini karena sudah
ada sabun bisa dipakai untuk menggantikan pengusapan tangan pada tanah.

Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami menyebutkan 8 (delapan) syarat yang harus dipenuhi
oleh orang yang hendak beristinja’ hanya dengan batu saja tanpa menggunakan air. Dalam
kitab tersebut beliau menyatakan: ‫ أن يكون بثالثة أحجار وأن ينقي المحل وأال يجف النجس‬:‫شروط اجزاء الحجر ثمانية‬
‫“ وال ينتقل وال يطرأ عليه أخر وال يجاوز صفحته وحشفته وال يصيبه ماء وأن تكون األحج??ار ط??اهرة‬Syarat beristinja; hanya
dengan menggunakan batu ada delapan, yakni (1) dengan menggunakan tiga buah batu (2)
batunya dapat membersihkan tempat keluarnya najis (3) najisnya belum kering (4) najisnya
belum pindah (5) najisnya tidak terkena barang najis yang lain (6) najisnya tidak melampaui
shafhah dan hasyafah (7) najisnya tidak terkena air (8) batunya suci.”(lihat Salim bin Sumair Al-
Hadlrami, Safiinatun Najaa, (Beirut: Darul Minhaj: 2009), hal. 17). Kedelapan syarat itu beserta
penjelasannya disampaikan oleh Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam kitabnya Kasyifatus Saja
sebagai berikut: 1. Dengan menggunakan tiga buah batu atau tiga buah sisi dari satu batu.
Meskipun dengan satu batu atau satu sisi batu tempat yang dibersihkan dari najis telah bersih,
tetap ada keharusan untuk terus melakukannya sampai batas minimal tiga buah batu atau tiga
sisi batu. Sebaliknya bila dengan tiga batu itu tempat yang dibersihkan masih belum bersih dari
najis maka wajib hukumnya untuk menambah hingga tempatnya benar-benar bersih. Dalam hal
penambahan ini disunahkan dengan bilangan ganjil meskipun telah bersih pada saat
dibersihkan dengan bilangan genap. 2. Batunya dapat membersihkan tempat keluarnya najis.
Dengan batasan bahwa najis yang dibersihkan tak lagi tersisa pada temat keluarnya kecuali
hanya sekedar bekasnya saja yang tidak bisa dihilangkan selain dengan air atau lainnya. 3.
Najisnya belum mengering. Bila najisnya telah mengering maka tidak bisa beristinja’ hanya
dengan batu saja tanpa menggunakan air. Ini dikarenakan batu tidak bisa menghilangkan najis
tersebut setelah kering. Maka bila najis telah mengering secara keseluruhan atau sebagiannya
harus dibersihkan dengan menggunakan air. 4. Najisnya belum berpindah dari tempat yang ia
kenai ketika keluar. Bila ada najis yang berpindah dan masih menyambung dengan tempat
tersebut maka wajib menggunakan air untuk menghilangkan najis tersebut secara keseluruhan.
Namun bila najis yang berpindah itu tidak menyambung dengan tempat keluarnya maka yang
wajib dibersihkan dengan air hanyalah najis yang berpindah saja, sedangkan najis yang masih
tetap berada pada tempatnya boleh dibersihkan dengan batu saja. 5. Najisnya tidak terkena
barang najis yang lain atau barang suci yang basah selain air keringat. Bila yang mengenainya
adalah air keringat atau benda suci yang kering seperti batu kerikil maka tidak mengapa.
Namun bila yang mengenainya adalah barang najis baik basah maupun kering atau barang suci
yang basah maka istinja’ mesti dilakukan dengan menggunakan air, tidak bisa hanya dengan
menggunakan batu saja. 6. Bagi orang yang buang air besar najis yang keluar tidak melampaui
bagian samping dubur, yakni bagian bokong yang apabila pada posisi berdiri maka akan
menempel satu sama lain. Sedangkan bagi orang yang buar air kecil najis yang keluar tidak
melampaui ujung zakar. Bila itu terjadi maka istinja’ yang dilakukan harus dengan air, tidak
bisa hanya dengan batu saja. 7. Setelah atau sebelum beristinja’ menggunakan batu najis yang
keluar tidak terkena air yang tidak dimaksudkan untuk membersihkan najis tersebut meskipun
air tersebut suci atau tidak terkena benda cair lain. Ini dikarenakan air atau benda cair tersebut
bisa menjadi najis. Beranjak dari ini maka apabila beristinja’ dengan menggunakan batu yang
basah tidak sah istinja’nya, karena dengan basahnya batu tersebut dapat menjadikan batu itu
najis dengan najisnya tempat yang dibersihkan, kemudian batu yang telah jadi najis itu dipakai
untuk beristinja’ sehingga mengotori tempat yang dibersihkan tersebut. Bila ini yang terjadi
maka istinja’ harus dilakukan dengan air, tidak cukup dengan batu saja. 8. Batu yang
digunakan beristinja adalah batu yang suci. Maka tidak cukup bila beristinja’ hanya dengan
batu namun batunya mutanajis (batu yang terkena najis). Lebih lanjut Syaikh Nawawi juga
mengemukakan: ‫واعلم أن كل ما هو مقيس على الحجر الحقيقي وهو ما اذا وج??دت القي??ود األربع??ة فيس??مى حج?را ش??رعيا يج??وز‬
‫“ االستنجاء به‬Ketahuilah, bahwa segala sesuatu yang dapat diqiyaskan dengan batu secara hakiki—
yakni apapun yang padanya terdapat empat batasan—maka dapat digunakan untuk beristinja’.
Yang demikian itu disebut batu secara syar’i.”(lihat Muhammad Nawawi Al-Bantani,
Kasyifatus Saja, (Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2008), hal. 34). Dari ungkapan tersebut dapat
diambil satu pemahaman bahwa selain menggunakan batu ada barang-barang lain yang juga
dapat dijadikan alat untuk beristinja’. Barang-barang ini, sebagaimana dijelaskan Syaikh
Nawawi, secara syar’i disamakan dengan batu bila memenuhi empat buah syarat sebagai
berikut: 1. Barangnya suci. Tidak bisa beristinja’ dengan menggunakan suatu barang najis atau
mutanajis (barang yang terkena najis). Tentunya ini justru akan lebih menambah kenajisan
tempat yang akan dibersihkan, bukan malah membersihkannya. 2. Barangnya padat. Tidak
cukup beristinja’ dengan menggunakan sesuatu yang basah baik berupa batu atau lainnya
seperti minyak bunga mawar atau air cuka. 3. Barang yang dipakai beristinja’ berupa sesuatu
yang dapat menghilangkan dan menyerap najisnya. Maka tidaklah cukup beristinja’ dengan
kaca atau bambu yang licin. 4. Bukan sesuatu yang dihormati. Seperti beristinja’ dengan
menggunakan makanan manusia semisal roti dan lainnya atau beristinja’ denganmenggunakan
makanannya jin yaitu tulang belulang. Apa pun yang memenuhi keempat syarat tersebut maka
dapat dijadikan pengganti batu untuk beristinja’. Seumpama tisu, daun yang telah kering, batu
bata dan lain sebagainya bisa digunakan untuk beristinja’ karena ia memenuhi keempat syarat
di atas. Sebagai penutup Syaikh Nawawi menyatakan: ‫واذا استنجى بالماء سن تقديم قبله على دبره وعكسه في‬
‫“ الحجر‬Bila beristinja’ dengan air disunahkan mendahulukan membersihkan bagian qubul dari
pada dubur, sebaliknya bila menggunakan batu disunahkan mendahulukan bagian dubur dari
pada qubul”.Wallahu

Anda mungkin juga menyukai