Anda di halaman 1dari 2

Ada apa dengan pejabat negara?

mereka makin kaya saat rakyat melarat


Oleh : Nur Octafian N.L S.Tr. Gz.

Lucunya negeri ini, banyak sekali realita-realita miris yang sangat beragam dihadapkan pada
rakyat, terutama pada masa pandemi. Banyak hal yang disodorkan pada rakyat yang mebuat
rakyat makin sakit hati, jiwa dan raga. Bagaimana tidak, masa pandemi ini murupakan masa
penuh kesulitan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Banyak dari mereka kehilangan
pekerjaan dan makin sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari, bukan hanya itu banyak dari
masyarakat yang harus kehilangan keluarganya. Bahkan negeri ini sempat megalami resesi
ekonomi karena penurunan ekonomi yang sangat drastis.

Hal yang cukup miris juga dimana Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada tambahan
sekitar 1,2 juta penduduk kategori miskin selama masa pandemi ini sedangkan sebelumnya
sudah ada sekitar 25 juta lebih penduduk negeri ini terkategori miskin, maka dengan adanya
tambahan di masa pandemi ini sudah ada tercatat sekitar lebih dari 27 juta penduduk yang
miskin, dimana angka itu bukan dihitung dari realita apakah memenuhi kebutuhan sehari-
harinya atau tidak, tetapi dihitung dari penghasilan bulanannya yang kurang dari 5 ratus ribu.

Namun dilain pihak ada hal yang sangat cukup menggelitik dimana Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menyoroti hasil laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang
diterima. Hasilnya sebanyak 70 % penyelenggara negara memiliki harta yang kian berlimpah
selama masa pandemi Covid-19. (Merdeka.com. 9/09/2021).

Fakta ini menambah deretan alasan mengapa rakyat saat ini sangat sakit hati. Ditengah rakyat
tengah melarat dengan jumlah yang sekarat. Muncul ke permukaan fakta buram pejabat
publik yang seharusnya mengayomi, menggunakan waktunya, pikirannya, jiwa dan raganya
untuk kemakmuran rakyat dengan semaksimal mungkin, malah menggunakan kursi tahta
mereka sebagai penghasil pundi-pundi kekayaan.

Hal ini merupakan sebuah kewajaran terjadi dalam sistem saat ini, sistem yang rusak berasal
dari manusia memang sudah seperti ini tidak akan menghasilkan sebuah kemaslahatan tetapi
kesengsaraan. Sistem sekularisme kapitalisme tidak mampu dan selamanya tidak akan pernah
mampu untuk memberi rasa adil dan makmur pada rakyat, sistem ini telah terbukti gagal
dengan berbagai macam fakta-fakta yang ada. Karakter sebuah pemimpin yang jujur,
bertanggung jawab, memiliki empati, dan paling penting pemimpin yang paham akan sebuah
amanah jabatan seperti yang diharapkan rakyat tidak akan terwujud dalam sistem ini.

Sangat berbeda jauh dengan sistem pemerintahan Islam yang memandang jabatan adalah
sebuah amanah. Sebagaimana sabda Rosulullah SAW : “Tidaklah seorang penguasa diserahi
urusan kaum muslim kemudian ia mati sedangkan ia menelantarkan urusan mereka, kecuali
Allah mengharamkan surga untuknya (HR al-Bukhori dan Muslim).

Sistm Islam mengatur segala lini kehidupan, mulai dari bagaimana hukum-hukum syariat
diberlakukan, tata politiknya, hingga bagaimana para pejabatnya menjalankan tanggung
jawabnya. Dan terbukti sejarah emas kegemilangan Islam telah mencatat sosok-sosok orang-
orang terbaik, generasi-generasi amanah yang benar-benar mempertanggung jawabkan
jabatannya. Dan Kholifah Umar Bin Khattab adalah salah satunya. Beliau sampai menghitam
kulitnya, sebab pada masa pandemi yang dihadapi pada masa itu, Umar Bin Khattab tidak
makan daging dan minyak samin karena ingin merasakan apa yang dirasakan rakyat. Dan
masih banyak lagi para pemimpin yang amanah terhadap jabatannya dimasa Islam masih
berjaya.

Tentu kita sangat rindu hidup di dalam sistem Islam, bukan hanya sistem yang menghasilkan
kebaikan dalam penyelesaian masalah, melahirkan pemimpin yang benar-benar meriayah,
tapi juga menghasilkan keberkahan yang turun dari langit maupun dari bumi karena Allah
ridho dengan apa yang dilakukan.

Wallahu a'lam bishshawab.

Anda mungkin juga menyukai