Anda di halaman 1dari 2

TUGAS TUTORIAL 2 PENGANTAR PENDIDIKAN

8
NAMA : Raras Hadian
NIM : 857436813

1. Berikut merupakan beberapa kebijakan kolonial Belanda terkait pembedaan status sosial
dalam masyarakat:
1) Pada tahun 1816 Komisaris Jenderal C.GC. Reindwardt mengeluarkan Undang-undang
Pengajaran yang dapat menjadi pedoman dasar pendirian sekolah, tetapi peraturan
Pemerintah yang dikeluarkan tahun 1818 sama sekali tidak menyangkut perluasan
pendidikan bagi seluruh lapisan rakyat Indonesia. Pada Peraturan Pemerintahan itu
hanya disebutkan bahwa pendidikan diperuntukkan bagi orang-orang Belanda, timur
asing, bangsawan, orang kaya, dan golongan Pribumi penganut Protestan.
2) Pada zaman Gubernur Jenderal Van den Bosch berkuasa, dikeluarkan kebijakan
culturstelsel (Tanam Paksa) bagi seluruh rakyat Indonesia, agar Belanda mendapatkan
keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Untuk dapat mencapai keuntungan sebanyak-
banyaknya itu, maka diperlukan tenaga kerja yang murah, tenaga administrasi atau
pegawai rendahan yang banyak. Berkaitan dengan kepentingan itu, maka pada tahun
1848 Gubernur Jenderal Van den Bosch diberi kuasa untuk mengeluarkan anggaran
belanja negara sebesar f25.000 setiap tahunnya demi untuk mendirikan sekolah-
sekolah di Pulau Jawa. Pada tahun yang sama, yakni tahun 1848dicanangkan
pendidikan bagi kalangan Bumi Putera namun rencana ini tidak dapat direalisasikan,
karena minimnya jumlah guru yang akan menjadi tenaga pengajar dan mengenai
bahasa pengantarnya. Pada tahun 1849-1852 didirikan 20 sekolah di setiap keresidenan
di Indonesia. Namun, bekerja pada Belanda, atau golongan priayi atau anak-anak orang
kaya, Pendidikan yang ada di keresidenan ini juga tidak memberi peluang kepada anak-
anak rakyat jelata. Pada tahun 1852 didirikanlah Kweekschool (sekolah guru) pertama
di Surakarta, dan menyusul di kota-kota lainnya. Sekolah ini pun hanya diperuntukkan
bagi anak-anak yang orang tuanya bekerja pada Belanda, atau golongan priayi atau
anak-anak orang kaya.
3) Pada tahun 1863 dan 1864 pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan yang memberi
peluang bekerja kepada penduduk pribumi atau rakyat jelata untuk menjadi pegawai
rendahan dan pegawai menengah di kantor-kantor apabila memenuhi syarat, yakni
dapat lulus dari ujian calon pegawai. Syarat-syarat ini ditetapkan oleh putusan Raja
pada tanggal 10 September 1864. Keadaan ini memberi peluang kepada pihak swasta
untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian dan tentu saja hal ini berdampak pada
meningkatnya kebutuhan akan pegawai, yang pada gilirannya juga akan berimplikasi
pada perluasan jumlah sekolah.
4) Setelah Politik Etis diberlakukan, maka tahun 1907 Gubernur Jenderal Van Heutsz
mengeluarkan kebijakan tentang pendidikan Bumi Putera, yakni sebagai berikut:
pertama, memberikan Sekolah Desa yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa. Biaya
Sekolah Desa ini menjadi tanggung jawab pemerintah desa; kedua, membangun sifat
khas Belanda pada Sekolah Kelas I. Tahun 1914 Sekolah Kelas I ini diubah menjadi HIS
(Holands Inlandse School). lama pendidikan 6 tahun bahasa dan bahasa pengantar di
sekolah bahasa Belanda. Adapun Sekolah Kelas II tetap bernama demikian atau disebut
Vervoleg School (sekolah sambungan) dan merupakan lanjutan dari Sekolah Desa yang
didirikan sejak tahun 1907 atau setelah lahirnya Politik Etis. Kondisi ini telah
menimbulkan munculnya stratifikasi sosial di kalangan anak-anak pribumi, golongan
yang satu merasa lebih tinggi dari yang lainnya.

2. Pendiri pendidikan Taman Siswa atau lebih dikenal dengan Perguruan Taman Siswa ini
adalah seorang bangsawan dari Yogyakarta bernama R.M. Suwardi Suryaningrat. Dilahirkan
di Yogyakarta tanggal 2 Mei 1889 dari ayah bernama KPH Suryaningrat. Setelah usia 39
tahun atau 40 tahun (tahun Jawa), tepatnya pada tanggal 23 Februari 1928 berganti nama
menjadi Ki Hajar Dewantara. Pendidikan yang telah ditempuh di mulai dari Sekolah Dasar
Belanda (Europesche Lagere School), kemudian melanjutkan pendidikan ke sekolah dokter
TUGAS TUTORIAL 2 PENGANTAR PENDIDIKAN
8
NAMA : Raras Hadian
NIM : 857436813

di Stovia. Berhubung kekurangan biaya, sekolah ini ditinggalkan, kemudian bekerja dan
memasuki dunia politik bersama-sama lulusan Stovi yang lain seperti Dr. Cipto
Mangunkusuma dan Dr. Danudirjo Setyabudi (Dr. Douwes Dekker).

3. Studi-studi tentang budaya dan kepribadian khususnya tentang watak khas etnis bangsa
Indonesia menyimpulkan bahwa kebudayaan bangsa Indonesia sangat majemuk.
Koenjaratiningrat (2000) berpendapat bahwa pada dasarnya, unsur universal kebudayaan
Indonesia ini meliputi berbagai hal sebagai berikut.
a. Sistem religi dan upacara keagamaan.
b. Sistem dan organisasi kemasyarakatan.
c. Sistem pengetahuan.
d. Bahasa.
e. Kesenian.
f. Sistem mata pencaharian hidup.
g. Sistem teknologi dan peralatan.

Sistematika tata urutan unsur-unsur universal kebudayaan di atas menggambarkan


kontinum dari unsur-unsur yang paling sukar berubah ke unsur-unsur yang paling mudah
berubah.

4. Kerangka kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2005) dapat digambarkan dengan empat


lingkaran konsentris. Lingkaran 1 merupakan “kebudayaan fisik” yang berarti lingkaran
untuk semua benda hasil karya manusia yang bersifat konkret. Lingkaran 2 “sistem sosial”,
semua pola perbuatan manusia dari waktu ke waktu dari hari ke hari, dari masa ke masa,
sebagai pola-pola perilaku yang dilakukan berdasarkan sistem. Lingkaran 3 “sistem
budaya”. Kebudayaan dalam wujud ini bersifat abstrak dan hanya dapat dipahami dan
diketahui (oleh warga kebudayaan lain) setelah ia mempelajarinya. Kebudayaan dalam
wujud gagasan juga berpola dan berdasarkan sistem-sistem tertentu. Lingkaran 4 adalah
“nilai-nilai budaya” digambarkan dalam lingkaran yang paling dalam dan merupakan inti
dari semua unsur yang lain yang menentukan sifat, corak dari pikiran, cara berpikir, serta
pola perilaku manusia. Unsur kebudayaan universal yang tujuh macam itu dilambangkan
dengan membagi lingkaran tersebut menjadi tujuh sektor yang masing-masing
melambangkan salah satu dari ketujuh unsur tersebut. Dapat dilihat secara jelas bahwa
tiap unsur kebudayaan universal itu dapat mempunyai tiga wujud kebudayaan secara
umum, yaitu nilai-nilai budaya, sistem budaya, sistem sosial, dan kebudayaan fisik.

Anda mungkin juga menyukai