Anda di halaman 1dari 98

ANALISIS PENGARUH METODE SPEO (STIMULASI PIJAT

ENDORPHIN, OKSITOSIN) TERHADAP PRODUKSI ASI


PADA IBU POST PARTUM

LITERATURE REVIEW

Oleh:
LATHIFA TURROHMAH

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA
TUBAN
2020

i
ANALISIS PENGARUH METODE SPEO (STIMULASI PIJAT
ENDORPHIN, OKSITOSIN) TERHADAP PRODUKSI ASI
PADA IBU POST PARTUM

Oleh:
LATHIFA TURROHMAH
NIM. 16.09.2.149.064

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA
TUBAN
2020

i
ANALISIS PENGARUH METODE SPEO (STIMULASI PIJAT
ENDORPHIN, OKSITOSIN) TERHADAP PRODUKSI ASI
PADA IBU POST PARTUM

LITERATURE REVIEW

Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama

Oleh:

LATHIFA TURROHMAH
NIM. 16.09.2.149.064

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA
TUBAN
2020

ii
PERNYATAAN ORIGINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Lathifa Turrohmah

NIM : 16092149064

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Metode Speo (Stimulasi Pijat Endorphin,

Oksitosin) Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Post Partum

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa literature

review ini adalah hasil karya saya sendiri, didalamnya tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi

dan lembaga pendidikan lainnya. Semua sumber baik yang dikutip maupun

dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Tuban, Juni 2020

Lathifa Turrohmah
NIM. 16092149064

iii
RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Lathifa Turrohmah


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Tuban, 19 Juni 1998
Alamat : Jl.Raya Timur RT 02/05 Ds.Sugihan Kec.Jatirogo
Kabupaten Tuban
Riwayat Pendidikan :
1. SDN Sugihan 01 Tahun 2006 - 2011
2. MTs Salafiyah Asy-Syafi’iyah Jatirogo Tuban Tahun 2011 - 2013
3. MA Salafiyah Asy-Syafi’iyah Jatirogo Tuban Tahun 2013 - 2016
4. STIKES NU Tuban Tahun 2016 - sekarang

vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama


Tuban, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Lathifa Turrohmah
NIM : 16092149064
Program Studi : S1 Keperawatan
Jenis Karya : Studi Literatur

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulana Tuban Hak Bebas Royalti
Nonekslusif atas karya ilmiah saya yang berjudul : “Analisis Pengaruh Metode
SPEO (Stimulasi Pijat Endorphin, Oksitosin) Terhadap Produksi ASI Pada Ibu
Post Partum”
Beserta pengangkatan yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama berhak
menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Tuban
Tanggal : Juni 2020
Yang menyatakan,

(Lathifa Turrohmah)

vii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadiran Allah SWT, yang
senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Literature review dengan judul “ Analisis Pengaruh Metode Speo
(Stimulasi Pijat Endorphin, Oksitosin) Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Post
Partum”. Literature review ini terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak
sehingga selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Miftahul Munir, SKM., M.Kes., DIE selaku Ketua STIKES
NU Tuban.
2. Bapak Kusno Ferianto, S.Kep., Ns., M.Kep., MM selaku Ketua Program
Studi Ners STIKES NU Tuban.
3. Ibu Nurus Safa’ah, SST., M.Kes selaku pembimbing 1 yang telah
berkenan memberikan waktu dan arahan kepada penulis dalam
menyelesaikan literature review ini.
4. Bapak Lukman Hakim, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing 2 yang
telah berkenan memberikan waktu dan arahan kepada penulis guna
kesempurnaan penulisan literature review ini.
5. Bapak Moh.Ubaidillah Faqih, S.Kep., Ns M.Kep selaku penguji, yang
telah memberikan masukan guna kesempurnaan literature review ini.
6. Seluruh Dosen Program Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Nadhlatul Ulama Tuban yang turut memberikan saran dan kritik dalam
pembuatan literature review ini.
7. Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan dukungan sepenuhnya, baik
moral, materil maupun spiritual kepada peneliti dalam penyelesaian
literature review ini.
8. Keluarga besar yang senantiasa memberikan dukungan dalam pembuatan
literature review ini.
9. Seluruh teman-teman Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama
Tuban, khususnya angkatan 9 Program Studi Ners yang telah memberikan
saran dan kritik dalam pembuatan literature review ini.
10. Serta semua pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah membantu dalam penyelesaian literature review ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari


sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan dan kritik yang bersifat
membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Tuban, 02 Juni 2020

Penulis

viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.....................................................................................................i
Halaman Persyaratan Gelar .................................................................................ii
Halaman Pernyataan Orisinalitas ........................................................................iii
Halaman Persetujuan Pembimbing .....................................................................iv
Halaman Pengesahan Panitia Penguji .................................................................v
Halaman Daftar Riwayat Hidup ..........................................................................vi
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi Tugas Akhir ...................................vii
Kata Pengantar...................................................................................................viii
Daftar isi ..............................................................................................................ix
Daftar Tabel ........................................................................................................xi
Daftar Singkatan Dan Lambang ..........................................................................xii
Daftar Lampiran ..................................................................................................xiii
Ringkasan ............................................................................................................xiv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.............................................................................2
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian ...............................................................................3
1.5.1 Manfaat Teoritis................................................................................3
1.5.2 Manfaat Praktis .................................................................................3
1.6 Riset Pendukung ..................................................................................4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar Pijat Endorphin ............................................................5
2.1.1 Pengertian Pijat Endorphin ...............................................................5
2.1.2 Peran Hormon Endorphin .................................................................5
2.1.3 Manfaat Pijat Endorphin ..................................................................6
2.1.4 Langkah Langkah Melakukan Pijat Endorphin ................................6
2.2 Konsep Dasar Pijat Oksitosin .............................................................7
2.2.1 Pengertian Pijat Oksitosin.................................................................7
2.2.2 Peran Hormon Oksitosin...................................................................7
2.2.3 Manfaat Pijat Oksitosin ....................................................................8
2.2.4 Langkah Langkah Melakukan Pijat Oksitosin ..................................8
2.3 Konsep Dasar ASI ...............................................................................9
2.3.1 Pengertian ASI ..................................................................................9
2.3.2 Jenis ASI ...........................................................................................10
2.3.3 Anatomi Payudara ............................................................................11
2.3.4 Proses Pembentukan ASI..................................................................12
2.3.5 Hormon Pembentuk ASI...................................................................16
2.3.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI ...........................18
2.3.7 Faktor-Faktor yang Menghambat Produksi ASI...............................20
2.3.8 Manfaat Pemberian ASI ...................................................................20

ix
2.3.9 Dampak Tidak diberikan ASI ...........................................................22
2.3.10 Cara Menstimulasi Keluarnya ASI .................................................22
2.3.11 Kriteria Produksi ASI .....................................................................25
2.3.12 Perilaku Ibu Dalam Meningkatkan Produksi ASI ..........................26
2.3.13 Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Memperlancar ASI .........27
2.3.14 Manajemen Laktasi.........................................................................31
2.4 Konsep Dasar Nifas .............................................................................37
2.4.1 Pengertian Nifas................................................................................37
2.4.2 Proses Penting di Masa Nifas ...........................................................38
2.4.3 Tahap Masa Nifas ……………………………………. ..... ………39
2.4.4 Pembagian Masa Nifas ....................................................................40
2.4.5 Perubahan Fisiologis Masa Nifas .....................................................40
2.4.6 Adaptasi Psikologis Masa Nifas .......................................................41
2.4.7 Post Partum Blues ............................................................................42
2.4.8 Tertundanya Produksi ASI Pasca Persalinan ....................................43

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Strategi Studi Literatur ........................................................................45
3.2 Metode Pengumpulan Data..................................................................45
3.3 Kata Kunci ...........................................................................................45
3.4 Metode Pengolahan Data .....................................................................46
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...............................................................46

BAB 4 TABULASI JURNAL ..........................................................................47

BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Variabel Metode SPEO dan Produksi ASI .......................56
5.2 Metode Pembahasan ............................................................................56
5.3 Hasil ……………………………… ....................................................57
5.4 Keterkaitan Dengan Teori....................................................................58
5.5 Opini Peneliti .......................................................................................60

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan ..........................................................................................62
6.2 Saran ....................................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................64


Lampiran

x
DAFTAR TABEL
Judul Halaman
Tabel 1.1 Riset Pendukung Metode SPEO (Stimulasi Pijat
Endorphin, Oksitosin) Produksi ASI pada Ibu
Post Partum …………………………………… 4
Tabel 3.1 Kriteria inklusi dan eksklusi dengan format
PICOS ………………………………………….. 46
Tanel 4.1 Tabel Literatur Review…………………………... 47

xi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Daftar Singkatan
ASI : Air Susu Ibu
AKB : Angka Kematian Bayi
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
DIE : Dokter Ilmu Ekonomi
dkk : Dan Kawan-kawan
dr : Dokter
Dr. : Doktor
H : Haji
IQ : Intelligence Quotient
KB : Keluarga Berencana
M.Kep : Magister Keperawatan
M.Kes : Magister Kesehatan
MA : Madrasah Aliyah
NIDN : Nomor Induk Dosen Nasional
NIM : Nomor Induk Mahasiswa
NIP : Nomor Induk Pegawai
Prodi : Program Studi
S.Kep : Sarjana keperawatan
S1 : Sarjana satu
SD : Sekolah Dasar
SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
SKM : Sarjana Kesehatan Masyarakat
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SOP : Standard Operating Prosedur
STIKES : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
UNICEF : United Nations Children’s Fund
WHO : World Health Organization
Daftar Lambang
N : Besar populasi
n : Besar sampel
d : Tingkat kepercayaan
k : Kelipatan
p : Proporsi
% : Prosentase
. : Titik
, : Koma
? : Tanda tanya
“ : Tanda petik
≤ : Kurang dari sama dengan
≥ : Lebih dari sama dengan
= : Sama dengan
( : Kurung buka
) : Kurung tutup

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian


Lampiran 2 : Sertifikat Uji Etik
Lampiran 3 : Sertifikat Uji Toefl
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Skripsi Pembimbing I
Lampiran 5 : Lembar Konsultasi Skripsi Pembimbing II

xiii
RINGKASAN

Analisis Pengaruh Metode Speo (Stimulasi Pijat Endorphin, Oksitosin) Dan


Produksi Asi Pada Ibu Post Partum
Literature Review
Oleh : Lathifa Turrohmah

Seorang ibu sering mengalami masalah dalam pemberian ASI karena produksi ASI yang
tidak lancar atau sedikit, terutama pada hari-hari pertama kelahiran bayi. Menurut WHO, bayi
harus mendapatkan cakupan ASI yang cukup pada 6 bulan pertama. namun seorang ibu sering
mengalami masalah dalam pemberian ASI, salah satu kendala utamanya yaitu produksi ASI yang
tidak lancar atau sedikit, terutama pada hari-hari pertama kelahiran bayi. Ada beberapa faktor yang
dapat menghambat proses produksi ASI, seperti kurangnya pengetahuan, kecemasan dan ketakutan
ibu, hal tersebut menyebabkan penurunan hormon endorphin dan oksitosin sehingga ASI tidak
dapat keluar segera setelah melahirkan. Terdapat beragam metode yang dapat meningkatkan
produksi ASI pada ibu, salah satunya adalah metode Stimulasi Pijat Endorphin, Oksitosin (SPEO).
Berdasarkan data dan informasi Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017, di Jawa Timur
tahun 2017 sebesar 75,7% ibu berhasil memberikan ASI pada hari-hari pertama kehidupan bayi.
Sedangkan berdasarkan data dan informasi Profil Kesehatan Kabupaten Tuban, pada tahun 2016
ada sebanyak 13.167 (78,86%) bayi yang berhasil diberikan ASI oleh ibu dari jumlah 16.697 bayi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dewi Permita Sari, 2017 menunjukkan presentase
cakupan pemberian ASI pada 6 bulan pertama mengalami penurunan yaitu hanya sekitar 52,01%
atau sebanyak 323 bayi dari 180.600 bayi usia 0-6 bulan. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan
ibu post partum tentang bagiamana usaha-usaha mengeluarkan ASI, atau minimnya bantuan
keluarga pada saat ibu memerlukannya, atau sarana yang dia terima dari petugas kesehatan tidak
mendukung ibu dalam proses menyusui.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan studi literatur menggunakan analisa
PICOS (PICOS framework) dan istilah pencarian jurnal melalui MESH. PICOS framework adalah
setiap pertanyaan terdapat P = problem, I = intervention, C = comparation, S = study design. Hal
lain yang relevan yang penulis gunakan dalam mendapatkan jurnal tentang metode SPEO dan
produksi ASI pada ibu post partum. Penulis mengambil semua desain penelitian yang digunakan
dalam mengidentifikasi pengaruh metode SPEO terhadap produksi ASI pada ibu post partum.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah pengaruh metode SPEO (Stimulasi Pijat
Endorphin, Oksitosin) Dan Produksi ASI Pada Ibu Post Partum. Hasil dari penelitian ini adalah
dari 10 jurnal yang telah di review menunjukkan bahwa dengan melakukan pijat oksitosin dan
endorphin sangat efektif meningkatkan hormon oksitosin dan endorphin yang berfungsi untuk
meningkatkan produksi ASI. Oleh karena itu metode SPEO merupakan salah satu alternatif yang
dapat membantu merangsang proses pengeluaran ASI karena efeknya yang membuat ibu merasa
nyaman sehingga akan membantu untuk pengeluaran ASI. Terbukti dari hasil penelitian dari 10
jurnal yang telah di telaah, ibu yang ASI nya tidak lancar setelah dilakukan pijat endorphin dan
oksitosin ASI nya meningkat dan ASI akan lebih banyak keluar.

xiv
SUMMARY
Influence Analysis Of The Speo Method (Endorphin Massage Stimulation,
Oxytocin) And The Production Of Breast Milk Post Partum
Literature Review
By: Lathifa Turrohmah
A mother often has problems in breast feeding due to the production of smooth or slight
breast milk, especially in the first days of infant birth. According to WHO, infants must obtain
adequate breast milk coverage in the first 6 months. But a mother often has problems in breast
feeding, one of the main obstacles is the production of breast milk that is not smooth or small,
especially in the first days of birth of the baby. There are several factors that can inhibit the
production process of breast milk, such as lack of knowledge, anxiety and fear of mothers, it
causes the decline of endorphin hormones and oxytocin so that breast milk can not come out
immediately after childbirth. There are a variety of methods that can increase breast milk
production, one of which is Endorphin, Oxytosine (SPEO) massage stimulation method.
Based on data and information on Indonesian health profile in 2017, in East Java in
2017, 75.7% of mothers successfully gave breast milk in the first days of baby life. While based on
data and information health profile of Tuban District, in the year 2016 there are as many as
13,167 (78.86%) Infants who were successfully given breast milk by the mother of 16,697 infants.
Based on the research conducted by Dewi Permita Sari, 2017 showed a percentage of
breast feeding coverage in the first 6 months decreased by only about 52.01% or as many as 323
infants from 180,600 babies aged 0-6 months. This is due to the ignorance of mothers post partum
about the efforts of issuing breast milk, or the lack of family assistance at the time of the mother
need it, or the means by which she received from a health care officer does not support the mother
in the breastfeeding process.
The research methods used are with the study of literature using PICOS analysis
(PICOS framework) and journal search terms via MESH. The PICOS framework is every question
there P = problem, I = intervention, C = comparation, S = study design. Another relevant thing
that the author uses in obtaining a journal on the SPEO method and the production of breast milk
on the post partum mother. The author takes all the research designs used in identifying the SPEO
influence on breast milk production on post partum mothers.
The purpose of this study is to study the influence of the SPEO (Endorphin massage,
oxytocin) method and the production of breast milk in Post Partum mothers. The results of this
study are from 10 journals that have been reviewed showing that by conducting oxytocin massage
and endorphin are very effective at increasing the hormones oxytocin and endorphin which serves
to increase the production of breast milk. Therefore, the SPEO method is an alternative that can
help stimulate the process of production of breast milk because of its effect that makes the mother
feel comfortable so that it will help for the expenditure of breast milk. Evident from the research
results of 10 journals that have been studied, mothers whose breast milk is not smooth after the
endorphin massage and oxytocin is increased and the breast milk will be more out.

xv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena

mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan

pertama kehidupan bayi (Wulandari dan Handayani, 2011). Menurut WHO, bayi

harus mendapatkan cakupan ASI yang cukup pada 6 bulan pertama, namun

seorang ibu sering mengalami masalah dalam pemberian ASI, salah satu kendala

utamanya yaitu produksi ASI yang tidak lancar atau sedikit, terutama pada hari-

hari pertama kelahiran bayi.

Berdasarkan data dan informasi Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017, di

Jawa Timur tahun 2017 sebesar 75,7% ibu berhasil memberikan ASI pada hari-

hari pertama kehidupan bayi. Sedangkan berdasarkan data dan informasi Profil

Kesehatan Kabupaten Tuban, pada tahun 2016 ada sebanyak 13.167 (78,86%)

bayi yang berhasil diberikan ASI oleh ibu dari jumlah 16.697 bayi. Hal ini masih

kurang jika dibandingkan dengan Target Nutrisi Global 2025, yakni minimal

sebanyak 50% khusus untuk ibu yang menyusui bayi secara eksklusif selama 6

bulan (WHO, 2017). Indonesia hanya memiliki tingkat kesuksesan ASI eksklusif

sebesar 42% (WHO, 2010) . Hal ini sangat jauh tertinggal dari target nasional

yaitu 80% (Kemenkes RI, 2015).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dewi Permita Sari, 2017

menunjukkan presentase cakupan pemberian ASI pada 6 bulan pertama

mengalami penurunan yaitu hanya sekitar 52,01% atau sebanyak 323 bayi dari

1
2

180.600 bayi usia 0-6 bulan. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan ibu post

partum tentang bagiamana usaha-usaha mengeluarkan ASI, atau minimnya

bantuan keluarga pada saat ibu memerlukannya, atau sarana yang dia terima dari

petugas kesehatan tidak mendukung ibu dalam proses menyusui.

Ada beberapa faktor yang dapat menghambat proses produksi ASI,

seperti kurangnya pengetahuan, kecemasan dan ketakutan ibu, hal tersebut

menyebabkan penurunan hormon endorphin dan oksitosin sehingga ASI tidak

dapat keluar segera setelah melahirkan dan akhirnya ibu memutuskan untuk

memberikan susu formula pada bayinya (Putri, 2010). Sehingga perlu adanya

solusi untuk ibu yang terlanjur memberikan susu formula karena masalah ASI

tidak keluar di hari pertama (Ulfah, 2013). Terdapat beragam metode yang dapat

meningkatkan produksi ASI pada ibu, salah satunya adalah metode Stimulasi Pijat

Endorphin, Oksitosin (SPEO).

1.2 Identifikasi Masalah

Di Kabupaten Tuban jumlah bayi yang diberikan ASI eksklusif selama

lima tahun terakhir adalah di tahun 2009 sebesar 9.517 (49,99%), sedangkan

capaian tahun 2010 sebesar 9.205 bayi (48,56%), tahun 2011 sebesar 8.954

(48,9%) dan tahun 2012 sebesar 13.918 (83,76%) dan tahun 2013 sebesar

(77,41%) (Dinkes Kabupaten Tuban, 2013). Berdasarkan data dan informasi

Profil Kesehatan Kabupaten Tuban, pada tahun 2016 ada sebanyak 13.167

(78,86%) bayi yang berhasil diberikan ASI oleh ibu dari jumlah 16.697 bayi.
3

1.3 Rumusan Masalah

Menelaah seberapa besar pengaruh metode SPEO (Stimulasi Pijat

Endorphin, Oksitosin) Dan Produksi ASI Pada Ibu Post Partum.

1.4 Tujuan Penelitian

Menelaah pengaruh metode SPEO (Stimulasi Pijat Endorphin, Oksitosin)

Dan Produksi ASI Pada Ibu Post Partum.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Studi literatur ini diharapkan dapat membantu pengembangan ilmu

pengetahuan terutama dalam bidang keperawatan maternitas untuk menerapkan

terapi non farmakologi yang dapat diberikan kepada ibu post partum spontan

khususnya pasien dengan masalah produksi ASI yang tidak lancar

1.5.2 Manfaat Praktis

Dengan dilakukannya studi literatur ini diharapkan mampu memberi ilmu

pengetahuan baru terhadap institusi pendidikan, yang nantinya dapat menjadi

pegangan untuk generasi berikutnya. Diharapkan membantu meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang metode SPEO (Stimulasi Pijat Endorphin,

Oksitosin) khususnya kepada pasien ibu post partum dengan masalah produksi

ASI yang tidak lancar.


4

1.6 Riset Pendukung

Studi literatur ini belum pernah dilakukan sebelumnya, namun terdapat

penelitian yang lain yang serupa dengan penelitian ini dapat dilihat dari tabel 1.1

berikut ini

Tabel 1.1 Riset Pendukung Studi Literatur Tentang Metode SPEO


(Stimulasi Pijat Endorphin, Oksitosin) dan Produksi ASI pada
Ibu Post Partum

No Judul Penulis Tahun Desain Penelitian

1. Pengaruh Terapi Pijat Mariatul Kiftia 2014 Quasi Eksperimen


Oksitosin Terhadap (pre and post test
Produksi ASI pada Ibu without control group
Post Partum design)

2. Pengaruh Metode Dewi Permita 2017 Quasi Eksperimen


SPEOS Terhadap Sari, Heni Esti (one group pre-post
Produksi ASI Pada Ibu Rahayu, test control grup)
Post Seksio Caesarea Rohmayanti
di Rumah Sakit Umum
Daerah Tidar Kota
Magelang

3. Massage Post Partum Ellyta Aizar, 2018 Quasi Eksperimen


dan Status Fungsional Nur Asiah (dengan melibatkan
Ibu Pascasalin di kelompok intervensi
Medan dan kelompok kontrol)
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Pijat Endorphin

2.1.1 Pengertian Pijat Endorphin

Pijat endorphin merupakan teknik sentuhan dan pemijatan ringan yang

sangat penting bagi ibu nifas untuk membantu memberikan rasa tenang dan

nyaman. Riset membuktikan bahwa teknik ini meningkatkan pelepasan hormon

endorphin (memberikan rasa nyaman dan tenang) dan hormon oksitosin. (Pamuji,

dkk. 2014).

Pijat endorphin adalah pemijatan atau sentuhan ringan yang dapat

menstimulasi sekresi hormon endorphin. Pijat endorphin dilakukan dengan cara

menggosok atau mengelus ruas tulang belakang mulai dari tulang leher (cervical

vertebrate) sampai dengan tulang pinggang kedua (humbal vertebrate L2) dan

melebar hingga ke acromion dengan gerakan berirama naik turun dengan

membentuk huruf V. (Coad & Dunstall, 2015).

Pijat endorphin merupakan sebuah terapi sentuhan atau pijatan ringan

yang cukup penting untuk merangsang tubuh melepaskan senyawa endorphin

yang merupakan pereda rasa sakit dan dapat menciptakan perasaan nyaman

(Kuswandi, 2011, p.53).

2.1.2 Peran Hormon Endorphin

Hormon endorphin merupakan zat yang sudah dikenal banyak manfaatnya.

Beberapa diantaranya adalah mengatur produksi hormon pertumbuhan dan seks,

mengendalikan rasa nyeri serta sakit yang menetap, mengendalikan perasaan

5
6

stress, serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Endorphin dalam tubuh bisa

dipicu munculnya melalui berbagai kegiatan, seperti pernapasan yang dalam dan

relaksasi, serta meditasi. (Kuswandi, 2011), p.59).

2.1.3 Manfaat pijat endorphin

Berikut ini merupakan beberapa manfaat dari pijat endorphin :

1. Pijat endorphin dapat merangsang pengeluaran hormon endorphin dan

dapat merangsang munculnya reflek prolaktin dan oksitosin sehingga

meningkatkan volume dan produksi ASI (Mongan, 2009).

2. Mengurangi rasa nyeri saat persalinan atau setelahnya.

3. Menormalkan denyut jantung dan tekanan darah.

4. Meningkatkan kadar endorphin serta mengurangi kecemasan.

5. Meningkatkan kondisi rileks dalam tubuh dengan memicu perasaan

nyaman melalui permukaan kulit.

2.1.4 Langkah-langkah melakukan pijat endorphin

1. Posisikan ibu senyaman mungkin, bisa dengan duduk atau berbaring

miring, sementara perawat berada didekat ibu (duduk disamping atau

dibelakang ibu).

2. Menganjurkan ibu menarik napas yang dalam lalu keluarkan dengan

lembut sambil memejamkan mata.

3. Mengambil sedikit baby oil/body lotion untuk mempermudah sentuhan.

Dimulai dari leher, sentuhan atau pijatan ringan menggunakan ujung-ujung jari

membentuk huruf V kearah luar menuju sisi tulang rusuk, terus turun kebawah,
7

kebelakang yaitu pada thorakal 10 sampai lumbal 1. Tindakan ini dilakukan

selama 5 menit.

2.2 Konsep Dasar Pijat Oksitosin

2.2.1 Pengertian Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin merupakan suatu tindakan pemijatan tulang belakang mulai

dari nervus ke 5-6 sampai ke skapula yang akan mempercepat kerja saraf

parasimpatis untuk menyampaikan perintah ke otak bagian belakang, sehingga

okstiosin dapat dikeluarkan. Dilakukan sehari dengan waktu 3-5 menit pemijatan.

Efek dari pijat oksitosin dapat dilihat reaksinya dalam 6-12 jam pemijatan

(Suhermi, 2008).

Pijat oksitosin adalah prosedur pijat oksitosin untuk memperlancar ASI

dan mencegah terjadinya infeksi menurut Sulistyawati (2009).

Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang kedua sisi tulang

belakang. Pijat ini dilakukan untuk merangsang reflek oksitosin atau reflek

pengeluaran ASI. Ibu yang menerima pijat oksitosin akan merasa lebih rilek.

Menurut Depkes RI (2007).

2.2.2 Peran Hormon Oksitosin

Hormon oksitosin mempunyai peran dalam perkembangan dan

pematangan fungsi payudara. Oksitosin, diproduksi di hipotalamus dan disimpan

di kelenjar posterior pituitary di otak. Saat bayi menghisap, rangsangan tersebut

dikirim ke otak sehingga hormon oksitosin di keluarkan dan mengalir kedalam

darah, kemudian masuk kedalam payudara menyebabkan otot-otot di sekitar

alveoli berkontraksi dan membuat ASI mengalir di saluran ASI. Hormon oksitosin
8

juga membuat saluran ASI lebih lebar sehingga ASI mengalir lebih mudah.

Hormon oksitosin diproduksi lebih cepat dari hormon prolaktin, bahkan hormon

ini dapat bekerja sebelum bayi mulai menghisap. Hal penting lainya adalah

hormon ini berperan dalam kontraksi rahim pasca melahirkan yang sangat

berguna untuk mengurangi perdarahan dan membantu mengembalikan kondisi

rahim ibu (Monika, 2014).

2.2.3 Manfaat Pijat Oksitosin

1. Mengurangi stress sehari-hari.

2. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

3. Mempercepat proses involusi uteri sehingga tidak terjadi perdarahan.

4. Meningkatkan produksi ASI.

5. Memfasilitasi proses penyembuhan luka, oksitosin mempercepat proses

penyembuhan tubuh sebagian dengan membantu untuk meremajakan

selaput lender dan mendorong produksi reaksi anti inflamasi (Hamranani,

2010).

2.2.4 Langkah-langkah melakukan pijat oksitosin

1. Untuk Ibu

1) Duduk dengan nyaman sambil bersandar kedepan, bisa dengan cara

melipat lengan diatas meja.

2) Letakan kepala di atas lengan

3) Lepas bra dan baju bagian atas. Biarkan payudara tergantung lepas.

2. Untuk memijat

1) Lumuri kedua tangan dengan sedikit baby oil.


9

2) Kepalkan kedua tangan dengan ibu jari menunjuk kedepan dimulai

dengan bagian tulang yang menonjol di tengkuk. Turun sedikit kebawah

kira-kira dua ruas jari dan geser ke kanan ke kiri, setiap kepalan tangan

sekitar dua ruas jari.

3) Dengan menggunakan ibu jari, mulailah memijat membentuk gerakan

melingkar kecil menuju tulang belikat atau daerah di bagian batas bawah

bra ibu.

4) Pada saat bersamaan, pijat kearah bawah pada kedua sisi tulang

belakang, dari leher kearah tulang belikat. Lakukan pijat ini sekitar 3

menit dan dapat di ulangi sebanyak 3 kali (DepKes, 2007) (Rukiyah,

Yulianti, & Liana, 2011).

5) Setelah selesai memijat sambil membersihkan sisa baby oil, kompres

pundak punggung ibu dengan handuk hangat (Monika, 2014).

2.3 Konsep Dasar ASI

2.3.1 Pengertian ASI

ASI adalah cairan yang disekresikan oleh kelenjar payudara ibu berupa

makanan alamiah atau susu terbaik bernutrisi dan berenergi tinggi yang

diproduksi sejak masa kehamilan (Wiji, 2013). ASI merupakan makanan yang

sempurna dan terbaik bagi bayi khusunya bayi 0-6 bulan karena mengandung

unsur-unsur gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi

yang optimal (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2015).

ASI adalah makanan bayi yang paling penting terutama pada bulan-bulan

pertama kehidupan (Soetjiningsih, 2013).


10

2.3.2 Jenis ASI

ASI yang dihasilkan oleh ibu memiliki jenis dan kandungan yang berbeda

beda, terdapat 3 jenis ASI yang diproduksi oleh ibu.

1. Kolostrum

Kolostrum adalah cairan kekuning-kuningan yang diproduksi pada hari

pertama hingga keempat dengan kandungan protein dan zat antinfeksi

yang tinggi serta berfungsi sebagai pemenuhan gizi dan proteksi bayi baru

lahir (Astutik, 2014).

2. Transitional Milk (ASI peralihan)

ASI peralihan adalah air susu ibu yang keluar setelah kolostrum. ASI

peralihan diproduksi 8-20 hari dengan kadar lemak, laktosa, dan vitamin

larut yang lebih tinggi, dan kadar protein mineral lebih rendah (Widuri,

2013).

3. Mature Milk (ASI matang)

ASI matang adalah air susu ibu yang dihasilkan sekitar 21 hari setelah

melahirkan dengan kandungan sekitar 90% air untuk hidrasi bayi dan 10%

karbohidrat, protein, dan lemak untuk perkembangan bayi (Widuri, 2013).

ASI matang memiliki dua tipe yaitu foremilk dan hindmilk. Foremilk

diproduksi pada awal menyusui dengan kandungan tinggi protein, laktosa

dan nutrisi lainnya namun rendah lemak, serta komposisi lebih encer.

Sedangkan hindmilk diproduksi menjelang akhir menyusui dengan

kandungan tinggi lemak (Astutik, 2014).


11

2.3.3 Anatomi Payudara

Payudara adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit, diatas otot dada dan

fungsinya memproduksi untuk nutrisi bayi (Sujiyatini, 2010). Manusia

mempunyai sepasang kelenjar payudara dengan berat kira-kira 200 gram, yang

kiri umumnya lebih besar dari yang kanan. Pada waktu hamil membesar mencapai

600 gram dan pada waktu menyusui mencapai 800 gram.

Ada tiga bagian utama payudara yaitu :

1. Korpus (badan) yaitu bagian yang membesar.

2. Areola yaitu bagian kehitaman ditengah.

3. Papilla atau puting yaitu bagian yang menonjol dipuncak payudara.

Dalam corpus mamae terdapat alveolus, yaitu unit terkecil yang

memproduksi ASI. Beberapa alveolus mengelompok menjadi lobus, kemudian

beberapa lobus berkumpul menjadi 15-20 lobus tiap payudara. Dari alveolus ASI

disalurkan kedalam duktus (duktus laktiferus). Dibawah areola terdapat sinus

laktiferus akhirnya semua memusat kedalam puting dan bermuara keluar. Didalam

dinding alveolus maupun saluran terdapat otot polos yang bila berkontraksi

memompa ASI keluar (Sujiyatini dkk, 2010)

2.3.4 Proses Pembentukan ASI

Proses pembentukan laktogen dimulai sejak kehamilan, yang meliputi

proses sebagai berikut :

1. Laktogenesis I

Pada fase terakhir kehamilan,payudara wanita memasuki sebuah fase yang

dinamakan fase laktogenesis I. Payudara memproduksi kolostrum, yaitu


12

berupa cairan kental kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesteron yang

tinggi mencegah produksi ASI sebenarnya. Namun bukan merupakan

masalah medis apabila ibu hamil mengeluarkan kolostrum sebelum bayi

lahir. Hal ini juga bukan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI

setelah melahirkan nanti.

2. Laktogenesis II

Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat

hormon progesteron, esterogen, dan human placental lactogen (HPL)

secara tiba-tiba, tetapi hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan

produksi ASI secara maksimal yang dikenal dengan fase laktogenesis II.

Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah meningkat,

memuncak dalam periode 45 menit, kemudian kembali ke level sebelum

rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi

sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI. Hormon ini juga keluar

dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengindikasi bahwa level prolaktin

dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar

pukul 2 pagi hingga 6 pagi, tetapi level prolaktin rendah saat payudara

terasa penuh.

3. Laktogenesis III

Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama

kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi

ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai. Fase ini dinamakan

laktogenesis III. Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, maka
13

payudara akan memproduksi ASI dengan banyak pula. Penelitian

berkesimpulan bahwa apabila payudara dikosongkan secara menyeluruh

juga akan meningkatkan taraf produksi ASI. Dengan demikian, produksi

ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan seberapa baik bayi

menghisap, serta seberapa sering payudara dikosongkan. (Reni Yuli

Astutik, Edisi 2, 2017).

Pada masa kehamilan terjadi perubahan pada mammae. Hal ini karena

berkembangnya kelenjar mammae, terjadi profilerasi sel-sel duktus laktiferus dan

sel-sel kelenjar pembuat ASI ataspengaruh hormon yang dihasilkan plasenta

yaitu: laktogen, prolaktin, koriogonadotopin, estrogen dan progesteron. Penurunan

kadar estrogen memungkinkan naiknya kadar prolaktin dan produksi ASI.

Produksi prolaktin yang berkesinambungan karena menyususnya bayi pada

payudara ibu. Pelepasan ASI berada dibawah kendali neuroendokrin, rangsangan

sentuhan pada payudara (bayi menghisap) akan merangsang produksi oksitosin

yang menyebabkan kontraksi sel-sel myoephitel yang disebut dengan reflek

prolaktin (Sulistyawati, 2009). ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara

hormon dan reflek. Selama kehamilan terjadi perubahan pada hormon yang

berfungsi mempersiapakan jaringan kelenjar susu untuk memproduksi ASI, segera

setelah melahirkan bahkan kadang mulai umur kehamilan 6 bulan akan terjadi

perubahan hormon dan payudara mulai memproduksi ASI (Roesli, 2005).

Dan reflek pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi, yaitu :
14

1. Reflek Prolatin

Kelenjar hipofise bagian depan menghasilkan hormon prolaktin yang

merangsang payudara untuk memproduksi ASI. Bila ujung saraf sensoris

pada payudara dirangsang (rangsangan hormonal) akibat hisapan bayi ke

payudara maka timbul impuls yang menuju hipotalamus selanjutnya ke

kelenjar hipofise bagian depan sehingga kelenjar ini mengeluarkan hormone

prolaktin. Hormon ini yang berperan dalam produksi ASI. Dengan demikian

mudah dipahami bahwa semakin sering rangsangan payusuan maka makin

banyak pula produksi ASI dan payudara akan memasok ASI sesuai

kebutuhan seorang bayi. Bila seorang ibu ingin menambah pasokan ASI nya

cara terbaik adalah merangsang bayinya untuk menghisap lebih lama dan

lebih sering (Simkin & Penny, 2008).

2. Reflek aliran atau reflek oksitosin (let down reflek).

Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan samapai ke kelenjar hipofise

depan, tetapi juga kelenjar hipopise bagian belakang yang mengeluarkan

hormon oksitosin. Hormon oksitosin inilah yang berfungsi memacu

kontraksi otot polos yang ada di dinding alveoli dan dinding saluran,

sehingga ASI dipompa keluar. Bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup bila

hanya mengandalkan reflek prolaktin saja, ibu harus dibantu reflek

oksitosin (Roesli, 2005).

Tanda-tanda yang dirasakan ibu bila reflek oksitosin aktif menurut

Sujiyatini dkk (2010) adalah sebagai berikut :

1) Payudara terasa tegang sebelum atau selama meneteki.


15

2) Asi mengalir dari payudara saat ibu memikirkan bayinya atau mendengar

tangis bayinya.

3) ASI menetes dari payudara bila meneteki.

4) ASI mengalir dalam pancaran halus bila bayi lepas menyusu.

5) Adanya hisapan pelan dan dalam pada bayi serta menelan yang

menunjukan ASI mengalir ke dalam mulut bayi.

Tanda-tanda jumlah ASI cukup menurut Kristiyanasari (2009) adalah

sebagai berikut :

1) ASI merembes keluar melalui puting.

2) Payudara tegang sebelum disusukan.

3) Bayi kelihatan puas sewaktu lapar bangun dan tidur cukup.

4) Bayi menyusu minimal 10 kali dalam 24 jam.

5) Berat badan bayi bertambah.

6) Jumlah kencing minimal 6 kali 24 jam.

7) Ibu mendengar suara telan pelan ketika bayi menelan ASI.

8) Bayi BAB warna kekuningan berbiji.

9) Warna kencing tidak kuning pucat.

2.3.5 Hormon Pembentuk ASI

1. Progesteron

Hormon progesteron ini mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli.

Tingkat progesteron akan menurun sesaat setelah melahirkan dan hal ini

dapat mempengaruhi produksi ASI berlebih.


16

2. Esterogen

Hormon esterogen ini menstimulasi saluran ASI untuk membesar.

Hormon esterogen akan menurun saat melahirkan dan akan tetap rendah

selama beberapa bulan selama masih menyusui. Pada saat hormon

esterogen menurun dan ibu masih menyusui, dianjurkan untuk

menghindari KB hormonal berbasis hormon esterogen karena akan

menghambat produksi ASI.

3. Prolaktin

Hormon prolaktin merupakan suatu hormon yang disekresikan oleh

grandula pituitary. Hormon ini berperan dalam membesarnya alveoli saat

masa kehamilan. Hormon prolaktin memiliki peran penting dalam

memproduksi ASI, karena kadar hormon ini meningkat selama

kehamilan. Kadar hormon prolaktin terhambat oleh plasenta, saat

melahirkan dan plasenta keluar hormon progesteron dan esterogen mulai

menurun sampai tingkat dilepaskan dan diaktifkannya hormon prolaktin.

Peningkatan hormon prolaktin akan menghambat ovulasi yang biasanya

dikatakan mempunyai fungsi kontrasepsi alami, kadar prolaktin yang

paling tinggi adalah pada malam hari.

4. Oksitosin

Hormon oksitosin berfungsi mengencangkan otot halus pada rahim pada

saat melahirkan dan setelah melahirkan. Pada saat setelah melahirkan,

oksitosin juga mengencangkan otot halus pada sekitar alveoli untuk

memeras ASI menuju saluran susu. Hormon oksitosin juga berperan


17

dalam proses turunnya susu let down atau milk ejection reflex. Adapun

faktor-faktor yang mempengaruhi keluarnya hormon oksitosin, yaitu :

1) Isapan bayi saat menyusu.

2) Rasa kenyamanan diri pada ibu menyusui.

3) Diberikan pijatan pada punggung atau pijat oksitosin ibu yang sedang

menyusui.

4) Dukungan suami dan keluarga pada ibu yang sedang dalam masa

menyusui eksklusif pada bayinya.

5) Keadaan psikologi ibu menyusui yang baik (Nia Umar S.Sos, 2014)

5. Human Placenta Lactogen

Pada saat kehamilan bulan kedua, plasenta akan banyak mengeluarkan

hormon HPL yang berperan dalam pertumbuhan payudara, putting, dan

areola sebelum melahirkan.

Pada saat payudara sudah memproduksi ASI, terdapat pula proses

pengeluaran ASI yaitu dimana ketika bayi mulai menghisap, terdapat

beberapa hormon yang berbeda bekerja sama untuk pengeluaran air susu

dan melepaskannya untuk dihisap. Gerakan isapan bayi dapat merangsang

serat saraf dalam putting. Serat saraf ini membawa permintaan agar air

susu melewati kolumna spinalis ke kelenjar hipofisis dalam otak. Kelenjar

hipofisis akan merespon otak untuk melepaskan hormon prolaktin dan

hormon oksitosin. Hormon prolaktin dapat merangsang payudara untuk

menghasilkan lebih banyak susu. Sedangkan hormon oksitosin

merangsang kontraksi otot-otot yang sangat kecil yang mengelilingi duktus


18

dalam payudara, kontraksi ini menekan duktus dan mengeluarkan air susu

ke dalam penampungan dibawah areola (Rini Yuli Astutik, 2014). (Dr.

Taufan Nugroho, Nurrezki, Desi, & Wilis, 2014)

2.3.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi ASI

1. Makanan

Produksi ASI sangat mempengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu,

apabila makanan ibu secara teratur dan cukup mengandung gizi yang

diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI, karena kelenjar pembuat

ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup.

2. Ketenangan jiwa dan fikiran

Pengaruh ASI sangat mempengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu

dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk

ketegangan emosional akan menurun volume ASI bahkan tidak akan

terjadi produksi (Ambarwati, 2009).

3. Penggunaan alat kontrasepsi

Pada ibu yang menyusui bayinya penggunaan alat kontrasepsi hendaknya

diperhatikan karena pemakaian kontrasepsi yang tidak tepat dapat

mempengaruhi produksi ASI.

4. Perawatan Payudara

Dengan merangsang buah dada akan mempengaruhi hypofise untuk

mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen lebih banyak lagi dan

hormon oksitosin.
19

5. Anatomi buah dada

Bila jumlah lobus dalam buah dada berkurang, lobulus pun berkurang.

Dengan demikian produksi ASI juga berkurangkarena sel-sel acini yang

menghisap zat-zat makanan dari pembuluh darah akan berkurang.

6. Fisiologis

Terbentuknya ASI dipengaruhi hormon terutama prolaktin ini merupakan

hormon laktogenik yang menentukan dalam hal pengadaan dan

mempertahanakan sekresi air susu (Ambarwati, 2009).

7. Faktor Istirahat

Bila kurang istirahat akan mengalami kelemahan dalam menjalankan

fungsinya dalam demikian pembentukan dan pengeluaran ASI berkurang.

8. Faktor Isapan Anak

Bila ibu menyusui anak segera jarang dan berlangsung sebentar maka

hisapan anak berkurang dengan demikian pengeluaran ASI berkurang.

9. Faktor obat-obatan

Diperkirakan obat-obatan yang mengandung hormon prolaktin dan

oksitosin yang berfungsi dalam pembentukan dan pengeluaran ASI.

Apabila hormon-hormon ini terganggu dengan sendirinya akan

mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran ASI (Kristiyansari, 2009).

2.3.7 Faktor yang menghambat produksi ASI

1. Feedback inhibitor yaitu suatu faktor lokal, yakni bila saluran ASI penuh,

maka mengirim impuls untuk mengurangi produksi. Cara mengatasi

adanya feedback inhibitor ini adalah dengan mengosongkan saluran secara


20

teratur yaitu dengan pemberian ASI eksklusif dan tanpa jadwal (on

demand).

2. Stres atau rasa sakit.

Adanya stress atau rasa sakit maka akan mengambat atau inhibisi

pengeluaran oksitosin. Misalnya pada saat sinus laktiferus penuh atau

payudara sudah bengkak.

3. Penyapihan.

Merupakan penghentian penyusunan sebelum waktunya. Upaya

penyapihan diantaranya disebabkan karena faktor ibu bekerja sehingga

tidak mau repot menyusui bayi. (Reni Yuli Astutik, Edisi 2, 2017).

2.3.8 Manfaat Pemberian ASI

Manfaat pemberian ASI menurut Maryunani (2012) dan Astutik (2014)

yaitu :

1. Manfaat ASI bagi bayi

1) Kesehatan

ASI merupakan cairan yang mampu diserap dan digunakan tubuh

dengan cepat. Komposisi gizi pada ASI yang lengkap bermanfaat

memenuhi kebutuhan bayi, sehingga anak terhindar dari malnutrisi.

Kandungan antibodi pada ASI mampu memberikan imunitas bayi

sehingga mampu mencegah terjadinya kanker limfomaligna dan bayi

lebih sehat dan lebih kuat dibandingkan dengan bayi yang tidak

mendapat ASI.
21

2) Kecerdasan

ASI mengandung DHa terbaik, selain laktos untuk proses mielinisasi

otak. Mielinisasi otak merupakan proses pematangan otak agar

berfungsi optimal. Pemberian ASI secara langsung merangsang

terbentuknya networking antar jaringan otak sehingga terjalin

sempurna. Penelitian Novita dkk (2008) menyebutkan bahwa anak

yang mendapat ASI eksklusif mempunyai IQ lebih tinggi

dibandingkan dengan anak ASI noneksklusif. Perbedaan selisih rata-

rata IQ antara kedua kelompok sebesar 13,9 poin.

3) Emosi

ASI merupakan wujud curahan kasih sayang ibu pada bayi. Pemberian

ASI dengan mendekap bayi dapat merangsang kecerdasan emosional.

Doa dan harapan yang didengungkan selama proses menyusui dapat

mengasah kecerdasan spiritual bayi.

2. Manfaat ASI bagi ibu

1) Mencegah perdarahan pascapersalinan.

2) Mempercepat involusi uteri.

3) Mengurangi resiko anemia.

4) Mengurangi resiko kanker ovarium dan payudara.

5) Memperkuat ikatan ibu dan bayi.

6) Mempercepat kembali ke berat badan semula.

7) Metode kontrasepsi sementara.

3. Manfaat ASI bagi keluarga


1) Praktis
22

ASI selalu tersedia dimanapun ibu berada dan selalu dalam kondisi

steril, sedangkan pemberian susu formula yang harus mencucui dan

mensterilkan botol sebelum digunakan.

2) Menghemat biaya

ASI diproduksi ibu setiap hari sehingga tidak perlu biaya seperti

membelikan susu formula. Pemberian ASI dapat menyehatkan bayi

sehingga menghemat pengeluaran keluarga untuk berobat.

4. Manfaat ASI bagi negara

1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak.

2) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit.

3) Mengurangi devisa pembelian susu formula.

4) Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa.

2.3.9 Dampak tidak diberikan ASI

1) Kekebalan bayi berkurang.

2) Kekurangan gizi.

3) Mudah terserang penyakit karena tidak adanya zat antibodi.

4) Meningkatnya angka kematian bayi. (Reni Yuli Astutik, Edisi 2, 2017)

2.3.10 Cara Menstimulasi Keluarnya ASI

Banyak ibu muda yang beranggapan bahwa ASI bisa langsung keluar

seperti air mengalir secara tiba-tiba. Padahal mekanismenya bukanlah seperti itu.

ASI akan keluar ketika puting payudara mendapatkan rangsangan dari mulut bayi.

Rangsangan ini akan membuat hormon oksitosin meningkat dan payudara

mengeluarkan ASI, dan apabila ASI tidak keluar karena hormon oksitosinnya
23

tidak terangsang, apabila menghadapi masalah seperti ini maka perlu dilakukan

rangsangan lain untuk menstimulasi peningkatan hormon oksitosin. Menurut

Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) dalam Kompas (2013) ada beberapa

rangsangan lain untuk menstimulasi peningkatan hormon oksitosin antara lain:

1. Menenangkan Diri

Ketika belum bisa mengeluarkan ASI nya, biasanya ibu-ibu yang baru

melahirkan akan langsung panik. Cobalah untuk menenangkan diri.

Duduklah dengan tenang sendirian. Namun jika lebih tenang ditemani

seseorang, pilihlah orang yang bisa mendukung dan menenangkan ibu.

Ketenangan akan membantu ibu menstimulasi otak dan memerintahkan

pengeluaran oksitosin yang merangsang keluarnya ASI.

2. Kontak Kulit Dengan Bayi

Ketika bayi lahir prematur, mungkin ibu tidak bisa langsung menyusui

bayi. Agar ASI bisa keluar, paling tidak lakukan kontak kulit dengan bayi.

3. Melihat Foto Bayi

Jika tidak memungkinkan untuk melakukan kontak kulit dengan bayi, ada

cara lain untuk menstimulasi keluarnya ASI. Ibu bisa melihat foto bayi,

mendengarkan rekaman suara tangisannya, atau mencium bau tubuh dari

bajunya.

4. Hypnobreastfeeding

Untuk meningkatkan produksi ASI, ibu bisa menerapkan

hypnobreastfeeding sendiri di rumah. Teknik ini dilakukan dengan

memasukkan kalimat motivasi ke dalam pikiran bawah sadar ibu. Ibu bisa
24

membayangkan ASI sedang mengalir deras seperti air mancur dan bayi

minum ASI sampai kenyang. Bayangan ini akan masuk ke dalam pikiran

bawah sadar ibu sehingga bisa memotivasi ibu memproduksi ASI. Ibu juga

bisa menerapkan teknik pernafasan untuk membuatnya jadi rileks. Jika

teknik ini berhasil, payudara akan mengencang karena peningkatan jumlah

produksi ASI.

5. Minuman Hangat

Minuman hangat seperti susu, teh, atau kopi akan membantu ibu untuk

menenangkan diri. Kondisi tubuh yang tenang akan membantu mekanisme

tubuh kembali normal dan meningkatkan ASI. Yang paling penting adalah

menghindari stres. Stres akan semakin menghambat produksi ASI.

6. Menghangatkan Payudara

Biasanya ketika ASI sulit diperah, payudara akan membengkak. Sehingga

untuk meredakannya bisa menghangatkan payudara dengan

mengompresnya atau mandi air hangat. Cara ini juga bisa membantu

menstimulasi keluarnya ASI.

7. Merangsang Puting Susu

Selain rangsangan dari mulut bayi, rangsangan juga bisa dilakukan dengan

cara menarik lembut atau memutar perlahan puting susu. Ibu juga bisa

memijatnya perlahan atau sekadar mengusapnya.

8. Pijat

Khusus yang satu ini, ibu butuh bantuan orang lain, misalnya suami atau

keluarga lainnya. Ibu bisa meminta mereka untuk memijat leher dan
25

punggung. Ketika dipijat, posisikan diri ibu dalam posisi setengah

menunduk dalam posisi nyaman, sehingga ibu rileks dan mengurangi

bahkan menghilangkan kecemasan pada diri ibu.

2.3.11 Kriteria Produksi ASI

1. Lancar

1) ASI keluar memancar saat areola dipencet

2) Payudara terasa penuh dan tegang sebelum menyusui

3) ASI keluar segera setelah bayi mulai menyusu

4) Masih menetes setelah menyusui

2. Tidak Lancar

1) Rasa sakit atau nyeri di area sekitar payudara

2) Bila ditekan terdapat benjolan yang bengkak dan keras

3) Sensasi panas dan bengkak pada area sekitar payudara

4) Payudara seakan penuh namun ASI tidak keluar

2.3.12 Perilaku Ibu Dalam Meningkatkan Produksi ASI

1. Meningkatkan asupan makanan yang bergizi

Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui sangat berpengaruh terhadap

produksi ASI. Apabila makanan yang ibu makan cukup akan gizi dan

pola makan yan teratur, maka produksi ASI akan berjalan dengan

lancar (Rizki, 2013). Makanan ibu harus memenuhi jumlah kalori,

protein, lemak, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan bagi ibu

menyusui serta dianjurkan mengkonsumsi airputih 8-12 gelas/hari (Rini

dkk, 2016). Memperbanyak konsumsi sayuran hijau seperti daun katuk,


26

daun papaya, dan kacang-kacangan yang memiliki khasiat

meningkatkan produksi ASI (Ellya, 2016).

2. Frekuensi menyusui lebih sering dan secara langsung

Semakin sering bayi menyusui pada payudara ibu, maka produksi dan

pengeluaran ASI akan semakin banyak. Hisapan bayi yang efektif dapat

membantu ibu meningkatkan produksi ASI. Setelah bayi melepaskan

satu payudara, berikan payudara lain pada bayi. Hal ini akan menjamin

bahwa bayi menstimulasi produksi ASI pada kedua payudara, dan juga

mendapatkan ASI yang paling bergizi dan memuaskan (Unicef, 2014).

Faktor isapan bayi terutama pada bayi yang sehat akan mampu

mengosongkan satu payudara dalam waktu 5-7 menit dan ASI dalam

lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam, sebaiknya menyusui

bayi secara non jadwal (on demand) (Jannah, 2011).

3. Melakukan perawatan payudara

Perawatan payudara adalah pemeliharaan payudara yang dilakukan

untuk memperlancar ASI dan menghindari kesulitan pada saat

menyusui dengan melakukan pemijatan (Welford, 2009). Perawatan

payudara penting dilakukan selama hamil hingga menyusui. Perawatan

payudara bertujuan untuk melancarakan sirkulasi dan mencegah

tersumbatnya aliran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI serta

menghindari terjadinya pembengkakan dan kesulitan menyusui selain

itu juga dapat menjaga kebersihan payudara agar tidak mudah terkena

infeksi.
27

4. Istirahat yang cukup

Faktor istirahat mempengaruh produksi dan pengeluaran ASI. Sebisa

mungkin ibu tidur saat bayi tertidur dan bangun saat bayi terbangun

untuk disusui. Diharapkan dengan mengikuti pola tidur bayi maka ibu

akan mendapatkan istirahat yang cukup (Riksani, 2012).

5. Keadaan psikologi ibu yang tenang

Untuk memproduksi ASI yang baik, maka kondisi kejiwaan dan fikiran

harus tenang. Perasaan ibu yang bahagia, senang, perasaan menyayangi

bayinya akan mampu meningkatkan produksi ASI yang dihasilkan.

2.3.13 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Ibu Dalam Memperlancar Produksi

ASI

Menurut (Nursalam, 2015) dalam teori Lawrence Green, perilaku

seseorang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan tradisi,

selain itu ketersediaan fasilitas kesehatan serta sikap dan perilaku petugas

kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Seorang

ibu menyusui dalam upaya memperlancar produksi ASI dipengaruhi oleh 3 faktor

antara lain : faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu : pengetahuan, sikap,

dan budaya. Faktor pendukung (enabling factors) yaitu adanya sarana kesehatan.

Sedangkan, faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu : dukungan keluarga,

dukungan petugas kesehatan.

1. Faktor Predisposisi
28

1) Pengetahuan

Berdasarkan pengalaman dan penelitian, terbukti bahwa perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada yang tidak

didasari dengan pengetahuan (Notoadmodjo, 2014). Berdasarkan hasil

penelitian dari Yulianti di wilayah kerja Puskesmas Siantan Hulu terdapat

hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu mengenai ASI

dengan pemberian ASI. Hal ini berarti bahwa semakin baik pengetahuan

ibu mengenai pentingnya ASI maka akan semakin baik pula kesadaran ibu

untuk memberikan ASI eksklusif (Yulianti, 2014).

2) Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap suatu stimulus

atau objek yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi orang yang

bersangkutan, misalnya senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju,

dan sebagainya. Menurut Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial

dalam (Notoadmodjo, 2010) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan

atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif

tertentu. Dalam kata lain, sikap belum merupakan tindakan (reaksi

terbuka) atau aktivitas. Sikap ibu menyusui juga sangat dipengaruhi oleh

pengetahuan tentang ASI eksklusif maupun motivasi ibu dalam

memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya. Sikap ibu yang

menyusui juga memiliki hubungan yang signifikan terhadap pemberian

ASI. Sikap ibu menyusui seperti ketidaktahuan ibu tentang pentingnya

kolostrum, pemberian makanan/minuman sebelum ASI keluar (prelaktal),


29

serta kurangnya rasa percaya diri ibu bahwa ASI yang dihasilkannya

cukup untuk kebutuhan bayinya (Yuliana, 2013).

3) Budaya

Budaya merupakan sekumpulan sejarah, norma-norma, nilai-nilai dan

keyakinan yang membentuk pola perilaku yang dipelajari dan nilai yang

dipindahkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya yang ada

dimasyarakat sedikit banyak dapat mempengaruhi perilaku masyarakat

tersebut, baik perilaku yang mengarahkan pada perilaku positif maupun

negatif (Friedman, 2010). Salah satu faktor penting yang dapat

mempengaruhi pencapaian ASI eksklusif di Indonesia adalah faktor

budaya. Terdapat budaya tertentu yang masih mempercayai adanya

makanan pantangan bagi ibu menyusui, maupun anjuran untuk banyak

mengonsumsi daun katuk, banyak makan sayur, minum jamu gejah, juga

larangan seperti minum es, makan pedas, ataupun ritual banyu wuwung

yang dianjurkan untuk ibu menyusui serta masih banyak yang memberikan

makanan tambahan sebelum bayi berusia 6 bulan (Muladevi dkk, 2015).

2. Faktor Pendukung

Ketersediaan pelayanan kesehatan juga merupakan bentuk dukungan

pelayanan kesehatan bagi ibu menyusui dalam memberikan ASI. Dukungan

dari pelayanan kesehatan dapat berupa informasi mengenai kehamilan,

melahirkan hingga menyusui. Selain itu adanya fasilitas kesehatan juga

sangat mempengaruhi keberlangsungan ASI misalnya fasilitas pojok ASI di

tempat kerja (Daradjat, 2010).


30

3. Faktor Pendorong

1) Dukungan Keluarga

Keluarga memiliki peran yang penting dalam keberlangsungan

pemberian ASI. Keluarga memiliki fungsi dukungan yaitu dukungan

informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan

emosional. Dukungan kelurga akan sangat mempengaruhi ibu dalam

memberikan ASI kepada bayinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

(Jose M, et al, 2003) di Italia menyebutkan bahwa durasi pemberian ASI

secara bermakna dikaitkan dengan dukungan keluarga yang memadai.

Dukungan keluarga terhadap pemberian ASI dapat dilakukan oleh

seluruh anggota keluarga seperti suami, kakak, ibu kandung maupun

mertua. Dukungan keluarga yang positif tentunya akan mampu

memotivasi ibu untuk dapat memberikan ASI secara eksklusif (Manaf,

2010).

2) Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan petugas kesehatan juga tidak kalah penting dalam memotivasi

ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Dukungan tenaga kesehatan terkait

dengan kebutuhan informasi mengenai pemberian ASI. Ibu menyusui

perlu mendapatkan informasi mengenai pentingnya memberikan ASI

secara eksklusif, cara menyusui yang benar, jenis makanan bergizi untuk

ibu menyusui, maupun perawatan payudara yang akan mempengaruhi

produksi ASI yang dihasilkannya sehingga tetap dapat memberikan ASI

secara eksklusif kepada bayinya (Rusdiana, 2012). Selain itu


31

keberhasilan menyusui secara eksklusif juga sangat dipengaruhi oleh

suksesnya program Inisasi Menyusu Dini. Keberhasilan program Inisiasi

Menyusu Dini juga dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan, dan motivasi

dari petugas kesehatan (dokter, bidan, dan perawat) karena petugas

kesehatan yang pertama kali membantu ibu dalam proses persalinan oleh

karena itu keberhasilan dalam pemberian ASI juga sangat bergantung

terhadap sikap maupun dukungan petugas kesehatan (Futrelle, 2016).

2.3.14 Manajemen Laktasi

Manajemen Laktasi adalah segala daya upaya yang dilakukan untuk

membantu ibu mencapai keberhasilan dalam menyusui bayinya. Usaha ini

dilakukan terhadap dalam 3 tahap, yaitu pada masa kehamilan (antenatal),

sewaktu ibu dalam persalinan sampai keluar rumah sakit (perinatal), dan masa

menyusui selanjutnya sampai anak berumur 2 tahun (postnatal) (Susiana, H,

2009).

Menyusui merupakan proses yang cukup kompleks. Dengan mengetahui

anatomi payudara dan bagaimana payudara menghasilkan ASI akan sangat

membantu para ibu mengerti proses kerja menyusui yang pada akhirnya dapat

menyusui secara eksklusif.

1. Anatomi Payudara

1) Areola

Aerola adalah daerah berwarna gelap yang mengelilingi puting susu.

Pada areola terdapat kelenjar-kelenjar kecil yang disebut kelenjar


32

Montgomery, menghasilkan cairan berminyak untuk menjaga

kesehatan kulit di sekitar areola.

2) Alveoli

Alveoli adalah kantong penghasil ASI yang berjumlah jutaan. Hormon

prolaktin mempengaruhi sel alveoli untuk menghasilkan ASI.

3) Duktus laktiferus

Duktus laktiferus merupakan saluran kecil yang yang berfungsi

menyalurkan ASI dari alveoli ke sinus laktiferus (dari pabrik ASI ke

gudang ASI).

4) Sinus laktiferus / ampula

Sinus laktiferus merupakan saluran ASI yang melebar dan membentuk

kantung di sekitar areola yang berfungsi untuk menyimpan ASI.

5) Jaringan lemak dan penyangga

Jaringan lemak di sekeliling alveoli dan duktus laktiferus yang

menentukan besar kecilnya ukuran payudara. Payudara kecil atau

besar mempunyai alveoli dan sinus laktiferus yang sama, sehingga

dapat menghasilkan ASI sama banyak. Di sekeliling alveoli juga

terdapat otot polos, yang akan berkontraksi dan memeras keluar ASI.

Keberadaan hormon oksitosin menyebabkan otot tersebut

berkontraksi.

2. Keadaan yang dapat mempengaruhi produksi hormon oksitosin :

1) Perasaan dan curahan kasih sayang terhadap bayinya.

2) Celotehan atau tangisan bayi.


33

3) Dukungan ayah dalam pengasuhan bayi, seperti menggendong bayi

ke ibu saat akan disusui atau disendawakan, mengganti popok dan

memandikan bayi, bermain, mendendangkan bayi dan membantu

pekerjaan rumah tangga.

4) Pijat bayi

3. Beberapa keadaan yang dapat mengurangi produksi hormon oksitosin:

1) Rasa cemas, sedih, marah, kesal, atau bingung.

2) Rasa cemas terhadap perubahan bentuk pada payudara dan bentuk

tubuhnya, meniggalkan bayi karena harus bekerja dan ASI tidak

mencukupi kebutuhan bayi.

3) Rasa sakit terutama saat menyusui.

4. Keberhasilan Menyusui

Untuk memaksimalkan manfaat menyusui, bayi sebaiknya disusui

selama 6 bulan pertama. Beberapa langkah yang dapat menuntun ibu

agar sukses menyusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama, antara

lain :

1) Biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah bayi lahir

terutama dalam 1 jam pertama (inisiasi dini), karena bayi baru

lahir sangat aktif dan tanggap dalam 1 jam pertama dan setelah itu

akan mengantuk dan tertidur. Bayi mempunyai refleks menghisap

(sucking reflex) sangat kuat pada saat itu. Jika ibu melahirkan

dengan operasi caesar juga dapat melakukan hal ini (bila kondisi

ibu sadar, atau bila ibu telah bebas dari efek anestesi umum).
34

Proses menyusui dimulai segera setelah lahir dengan membiarkan

bayi diletakkan di dada ibu sehingga terjadi kontak kulit kulit.

Bayi akan mulai merangkak untuk mencari puting ibu dan

menghisapnya. Kontak kulit dengan kulit ini akan merangsang

aliran ASI, membantu ikatan batin (bonding) ibu dan bayi serta

perkembangan bayi.

2) Yakinkan bahwa hanya ASI makanan pertama dan satu-satunya

bagi bayi anda. Tidak ada makanan atau cairan lain (seperti gula,

air, susu formula) yang diberikan, karena akan menghambat

keberhasilan proses menyusui. Makanan atau cairan lain akan

mengganggu produksi dan suplai ASI, menciptakan bingung

puting, serta meningkatkan risiko infeksi.

3) Susui bayi sesuai kebutuhannya sampai puas. Bila bayi puas,

maka ia akan melepaskan puting dengan sendirinya.

5. Keterampilan Menyusui

Agar proses menyusui dapat berjalan 34uttin, maka seorang ibu harus

mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara

ibu ke bayi secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik meliputi

posisi menyusui dan perlekatan bayi pada payudara yang tepat. Posisi

menyusui harus senyaman mungkin, dapat dengan posisi berbaring atau

duduk. Posisi yang kurang tepat akan menghasilkan perlekatan yang tidak

baik. Posisi dasar menyusui terdiri dari posisi badan ibu, posisi badan bayi,

serta posisi mulut bayi dan payudara ibu (perlekatan/ attachment). Posisi
35

badan ibu saat menyusui dapat posisi duduk, posisi tidur terlentang, atau

posisi tidur miring. Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala

lurus menghadap payudara dengan hidung menghadap ke puting dan

badan bayi menempel dengan badan ibu (sanggahan bukan hanya pada

bahu dan leher). Sentuh bibir bawah bayi dengan puting, tunggu sampai

mulut bayi terbuka lebar dan secepatnya dekatkan bayi ke payudara

dengan cara menekan punggung dan bahu bayi (bukan kepala bayi).

Arahkan puting susu ke atas, lalu masukkan ke mulut bayi dengan cara

menyusuri langit-langitnya. Masukkan payudara ibu sebanyak mungkin ke

mulut bayi sehingga hanya sedikit bagian areola bawah yang terlihat

putting areola bagian atas. Bibir bayi akan memutar keluar, dagu bayi

menempel pada payudara dan putting susu terlipat di bawah bibir atas

bayi.

6. Posisi Menyusui

1) Posisi tubuh bayi yang baik dapat dilihat sebagai berikut:

(1) Posisi muka bayi menghadap ke payudara (chin to breast).

(2) Perut atau dada bayi menempel pada perut atau dada ibu (chest to

chest).

(3) Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu hingga telinga bayi

membentuk garis lurus dengan lengan bayi dan leher bayi.

(4) Seluruh punggung bayi tersanggah dengan baik.

(5) Ada kontak mata antara ibu dengan bayi.

(6) Pegang belakang bahu jangan kepala bayi.


36

(7) Kepala terletak dilengan bukan didaerah siku.

2) Posisi menyusui yang tidak benar dapat dilihat sebagai berikut :

(1) Leher bayi terputar dan cenderung kedepan.

(2) Badan bayi menjauh badan ibu.

(3) Badan bayi tidak menghadap ke badan ibu.

(4) Hanya leher dan kepala tersanggah.

(5) Tidak ada kontak mata antara ibu dan bayi.

(6) C-hold tetap dipertahankan.

3) Perlekatan Bayi

Tanda perlekatan bayi dan ibu yang baik:

(1) Dagu menyentuh payudara.

(2) Mulut terbuka lebar.

(3) Bibir bawah terputar keluar.

(4) Lebih banyak areola bagian atas yang terlihat dibanding bagian

bawah.

(5) Tidak menimbulkan rasa sakit pada puting susu.

Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan menimbulkan luka dan

nyeri pada puting susu dan payudara akan membengkak karena ASI tidak dapat

dikeluarkan secara efektif. Bayi merasa tidak puas dan ia ingin menyusu sering

dan lama. Bayi akan mendapat ASI sangat sedikit dan berat badan bayi tidak naik

dan lambat laun ASI akan mengering.

1. Tanda perlekatan ibu dan bayi yang tidak baik :

1) Dagu tidak menempel pada payudara.


37

2) Mulut bayi tidak terbuka lebar, bibir mencuc atau monyong.

3) Bibir bawah terlipat kedalam sehingga menghalangi pengeluaran

ASI oleh lidah.

4) Lebih banyak areola bagian bawah yang terlihat.

5) Terasa sakit pada puting.

2. Perlekatan yang benar adalah kunci keberhasilan menyusui:

1) Bayi datang dari arah bawah payudara.

2) Hidung bayi berhadapan dengan puting susu.

3) Dagu bayi merupakan bagian pertama yang melekat pada payudara

(titik pertemuan).

4) Puting diarahkan ke atas ke langit-langit bayi.

5) Telusuri langit-langit bayi dengan putting sampai didaerah yang

tidak ada tulangnya, diantara uvula (tekak) dengan pangkal lidah

yang lembut.

6) Puting susu hanya 1/3 atau ¼ dari bagian dot panjang yang

terbentuk dari jaringan payudara

2.4 Konsep Dasar Nifas

2.4.1 Pengertian Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar

dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum

hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Selama masa

pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik

secara fisik maupun psikologis (Sulistyawati A, 2009).


38

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta,

serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti

sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009).

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berahr

ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas

berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saefuddin, 2009, hlm.123).

2.4.2 Proses Penting di Masa Nifas

1. Pengecilan Rahim atau Involusi

Rahim adalah organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat mengecil

atau membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah selnya. Pada

wanita tidak hamil berat rahim sekitar 60 gram dengan ukuran kurang

lebih sebesar telur ayam. Setelah terjadi kehamilan dan setelah bayi lahir,

umumnya berat rahim menjadi 1000 gram dan dapat diraba kira-kira 2 jari

dibawah umbilikalis. Setelah 1 minggu kemudian beratnya berkurang

menjadi sekitar 500 gram. Sekitar 2 minggu beratnya sekitar 300 gram dan

tidak dapat diraba lagi.

2. Kekentalan Darah (Hemokonsentrasi) Kembali Normal

Selama hamil, darah ibu relatif lebih encer, karena cairan darah ibu

banyak, sementara sel darah berkurang. Jika haemoglobin terlalu rendah,

maka dapat terjadi anemia atau kekurangan darah. Oleh karena itu, selama

hamil ibu perlu diberi obat-obatan penambah darah. Setelah melahirkan,

sitem sirkulasi darah ibu akan kembali seperti semula. Darah kembali
39

mengental, umumnya hal ini terjadi pada hari ke-3 sampai ke-15 pasca

persalinan.

3. Proses Laktasi atau Menyusui

Proses ini timbul setelah plasenta lepas. Plasenta mengandung hormon

penghambat prolaktin yang menghambat pembentukan ASI. Setelah

plasenta lepas, hormon plasenta tidak dihasilkan lagi, sehingga terjadi

produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun, hal yang

luar biasa adalah sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang

sangat baik untuk bayi, karena mengandung zat yang kaya gizi dan

antibodi pembunuh kuman (Saleha, 2009).

2.4.3 Tahap Masa Nifas

1. Periode Immediate Post Partum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini

sering terdapat banyak masalah seperti perdarahan.

2. Periode Early Post Partum (24 jam-1 minggu)

Masa dimana involusi uterus harus dipastikan dalam keadaan normal, tidak

ada perdarahan, lokea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup

mendapat makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.

3. Periode Late Postpartum (1-5 minggu)

Masa dimana perawatan dan pemeriksaan kondisi sehari-hari, serta

konseling KB (Saleha, 2009).


40

2.4.4 Pembagian Masa Nifas menurut Yulianti (2011 hal.5) :

1. Puerperium Dini yaitu masa kepulihan dimana saat-saat ibu diperbolehkan

berdiri dan berjalan-jalan.

2. Puerperium Intermedial yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ

organ genital, kira-kira antara 6-8 minggu.

3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai

komplikasi.

2.4.5 Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Menurut Varney (2006) Perubahan Fisiologis Masa Nifas sebagai berikut:

1. Uterus

Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua atau

endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai

dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus

juga ditandai dengan warna dan jumlah lokea.

2. Lochea mulai terjadi pada jam-jam pertama postpartum, berupa secret

kental dan banyak. Berturut-turut lochea rubra (2 hari post partum),

lochea sanguinolenta (3-7 hari post partum), lochea serosa (7-14 hari post

partum), lochea alba (setelah 2 minggu).

3. Vagina dan perineum

Segera setelah kelahiran, vagina tetap terbuka lebar mungkin mengalami

beberapa derajat odema dan memar di celah pada introitus. Setelah satu

hingga dua hari pertama postpartum, tonus otot vagina kembali dan celah
41

vagina tidak lagi lebar dan tidak lagi edema. Sekarang vagina berdinding

lunak lebih besar dari biasanya dan umumnya longgar. Ukurannya

menurun dengan kembalinya rugae vagina sekitar minggu ketiga post

partum. Ruang vagina sedikit lebih besar daripada sebelum kelahiran

pertama.

4. Payudara

Pengkajian payudara pada periode awal post partum meliputi penampilan

dan integritas putting susu, memar atau iritasi jaringan payudara karena

posisi bayi pada payudara, adanya kolostrum, apakah payudara terisi oleh

air susu dan adanya sumbatan duktus, kongesti dan tanda-tanda mastitis

potensial.

5. Penurunan Berat Badan

Setelah melahirkan ibu akan kehilangan 5-6 kg berat badan yang berasal

dari bayi, plasenta, air ketuban dan perdarahan persalinan. 2-3 kg air

kencing rata-rata ibu kembali ke berat idealnya setelah 6 bulan.

2.4.6 Adaptasi Psikologis Masa Nifas

Setelah proses kelahiran, tanggung jawab keluarga bertambah dengan

hadirnya bayi yang baru lahir, dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya

merupakan dukungan positif bagi ibu, ibu akan melalui fase-fase berikut ini.

(Ambarwati, W 2009) :

1. Fase taking in

1) Merupakan periode ketergantungan

2) Berlangsung dari hari 1-2 setelah melahirkan


42

3) Fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri

4) Dapat disebabkan karena kelelahan

5) Pada fase ini ibu cenderung pasif terhadap lingkungannya

6) Pada fase ini perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk

proses pemulihannya.

2. Fase taking hold

1) Berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan

2) Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung

jawabnya dalam merawat bayi

3) Memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang

baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan

bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri

3. Fase letting go

1) Berlangsung 10 hari setelah melahirkan

2) Merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya. Ibu

sudah memulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya

2.4.7 Post Partum Blues

Kemurungan masa nifas umumnya terjadi pada ibu baru. Hal ini

disebabkan oleh perubahan dalam tubuh seorang wanita selama kehamilannya

serta perubahan-perubahan irama atau cara hidupnya sesudah bayinya terlahir.

Yang beresiko mengalami kemurungan pasca bersalin adalah wanita muda,

kesulitan menyusui bayinya. Post partum blues adalah bentuk depresi yang paling
43

ringan, biasanya timbul antara hari ke 2 sampai 2 minggu. Hal ini disebabkan

perubahan hormonal pada pertengahan masa post partum.

1. Faktor-faktor yang mungkin menyebabkan post partum blues meliputi :

1) Pengalaman melahirkan, biasanya pada ibu dengan melahirkan yang

kurang menyenangkan dapat menyebabkan ibu sedih.

2) Perasaan sangat down setelah melahirkan, biasanya terjadi peningkatan

emosi yang disertai tangisan.

3) Tingkah laku bayi, bayi yang rewel dapat membantu ibu merasa tidak

mampu merawat bayi dengan baik.

4) Kesulitan dalam mengalami kewajiban setela melahirkan, ibu

memberikan makanan pada bayi, aktifitas perawatan pada bayi.

2. Gejala-gejala post partum blues yaitu :

1) Menangis

2) Perubahan perasaan

3) Cemas

4) Kesepian

5) Penurunan nafsu seks

6) Khawatir mengenai sang bayi

7) Kurang percaya diri menjadi seorang ibu (Anggraini, 2010)

2.4.8 Tertundanya Produksi ASI Pasca Persalinan (Delayed Onset Of

Lactation/DOL)

Menurut Monika (2014) Tertundanya Produksi ASI Pasca Persalinan

(Delayed Onset Of Lactation/DOL adalah kondisi ketika produksi ASI tidak


44

lancar hingga hari ke-3 bahkan hari ke-4 pasca kelahiran. Beberapa faktor yang

menjadi pemicu tertundanya produksi ASI pasca persalinan tersebut, antara lain

sebagai berikut :

1. Melahirkan untuk pertama kali, ibu yang pertama kali melahirkan

cenderung mengalami laktogenesis II sehari lebih lambat dibandingkan ibu

yang sudah pernah melahirkan sebelumnya.

2. Saat proses persalinan, ibu menerima cairan intravena (cairan infus) dalam

jumlah besar atau obat-obatan pengurang nyeri.

3. Persalinan normal yang panjang, melelahkan, dan traumatis.

4. Ibu mendorong cukup lama (lebih dari 1 jam) pada tahap akhir persalinan.

5. Kesehatan ibu yang kurang baik.

6. Kelainan plasenta, misalnya sebagai plasenta tetap berada didalam rahim

setelah bayi lahir (retained placenta).

7. Perdarahan lebih dari 500 ml per hari.

8. Beberapa masalah hormon atau bagaimana tubuh ibu merespon hormon

dalam tubuh. Hormon-hormon tersebut, antara lain insulin (pada penderita

diabetes tipe 1 dan 2 yang tidak terkontrol, PCOS (Polycytic Ovarian

Syndrome), masalah kesuburan, dan masalah PCOS tyroid seperti

hypotiroid. adalah gangguan keseimbangan hormonal pada wanita dan

menjadi salah satu penyebab ketidaksuburan/infertilitas pada wanita.

9. Hipertensi (tekanan darah tinggi).

10. Obesitas (kegemukan).


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Strategi Studi Literatur

Dalam melakukan penelitian ilmiah harus dilakukan teknik penyusunan

yang sistematis untuk memudahkan langkah-langkah yang akan di ambil. Begitu

pula yang dilakukan penulis dalam penelitian ini. Langkah pertama yaitu dengan

mencari referensi terkait penelitian yang pernah dilakukan yang membahas

tentang metode SPEO (Stimulasi Pijat Endorphin, Oksitosin) dan produksi ASI

pada ibu post partum. Data yang didapat dari studi literatur akan digunakan

sebagai acuan untuk membuat kuisioner yang membahas penelitian ini.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Jenis pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder yang diperoleh bukan dari pengamatan langsung akan tetapi diperoleh

dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Sumber

data yang didapat berupa artikel atau jurnal yang relevan dengan topik. Data

sekunder merupakan data pendukung yang bersumber dari literatur maupun

referensi-referensi yang ada.

3.3 Kata Kunci

Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan boolean operator

(AND, OR NOT or AND NOT) yang digunakan untuk memperluas atau

menspesifikasikan pencarian, sehingga mempermudah dalam penentuan artikel

45
46

atau jurnal yang digunakan. Kata kunci yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

“Metode SPEO” AND “Produksi ASI”.

3.4 Metode Pengolahan Data

Metode yang digunakan untuk mencari literatur menggunakan analisa

PICOS framework :

1) Population/problem, populasi atau masalah yang akan dianalisis

2) Intervention, suatu tindakan penatalaksanaan terhadap kasus perorangan

atau masyarakat serta pemaparan tentang penatalaksanaan

3) Comparation, penatalaksanaan lain yang digunakan sebagai pembanding

4) Outcome, hasil atau luaran yang diperoleh pada penelitian

5) Study design, desain penelitian yang digunakan oleh jurnal yang akan di

review

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Tabel 3.1 Kriteria inklusi dan eksklusi dengan format PICOS


Kriteria Inklusi Eksklusi
Population Jurnal internasional yang Jurnal internasional yang
berhubungan dengan topik berhubungan dengan metode
penelitian yaitu metode SPEO SPEO dan produksi ASI, metode
dan produksi ASI SPEO dan breastcare
Intervention Metode SPEO (Stimulasi Pijat Metode SPEO (Stimulasi Pijat
Endorphin, Oksitosin) pada ibu Endorphin, Oksitosin) pada ibu
post partum hari pertama post partum primipara hari ke 7
Comparation Metode SPEO MetodeSPEO dengan breastcare
Outcome Adanya pengaruh metode SPEO Tidak ada pengaruh metode
terhadap produksi ASI SPEO terhadap produksi ASI
Study design Experimental study Systematic/literature review
Experimental study, komparasi,
studi kualitatif
Tahun terbit Artikel atau jurnal yang terbit Artikel atau jurnal yang terbit
setelah tahun 2017 sebelum tahun 2017
Bahasa Bahasa Inggris dan bahasa Selain bahasa inggris dan bahasa
Indonesia Indonesia
47
BAB 4

TABULASI JURNAL

Tabel 4.1 Tabel Literatur Review


No Judul Penulis Tahun Tempat Populasi Desain Uji Hasil
. Penelitian
1. Pengaruh Mariat 2014 Puskesmas Ibu hamil Quasi Wilcoxo Hasil menunjukkan
Terapi ul Kecamatan trimester eksperi n Rank bahwa produksi ASI
Pijat Kiftia Darussalam, III atau men sebelum dilakukan
Oksitosin Kabupaten diatas 28 dengan pemijatan
Terhadap Aceh Besar minggu pre and menunjukkan nilai rata
Produksi post test rata (mean) adalah
ASI Pada without 11,33 dengan standar
Ibu Post control deviasi sebesar 5,456
Partum group dengan jumlah ASI
yang terendah 5 ml
dan jumlah ASI yang
tertinggi 25 ml, setelah
dilakukan pemijatan
pada bagian oksitosin
didapatkan hasil rata-
rata (mean) 18,06
dengan standar deviasi
sebesar 10,855 dengan
jumlah ASI yang
terendah 5 ml dan
jumlah ASI yang
tertinggi 40 ml.
Hipotesa penelitian P
value 0,001 < 0,05,
yang menunjukkan
adanya perbedaan
yang signifikan nilai
rata-rata sebelum dan
sesudah dilakukan
terapi pijat oksitosin,
maka dapat
disimpulkan bahwa
terapi pijat oksitosin
efektif digunakan pada
ibu post partum hari
ke 4-10 pasca salin.
Kesimpulan : ada
pengaruh terapi pijat
oksitosin terhadap
produksi ASI ibu
post partum.

47
48

2. Pengaruh Risse 2018 BPM Siti Ibu nifas Posttest Mann Hasil penelitian
Metode Melya Juleha normal Only Whitney menunjukkan bahwa
Stimulasi nsari Pekanbar yang Control rata-rata produksi ASI
Pijat u melahirka ibu nifas yang
Endorphi n di BPM dilakukan metode
ne, Siti SPEO adalah sebesar
Oksitosin, Julaeha 4,766 ml dan yang
Sugestif yang tidak dilakukan
(SPEOS) berjumlah metode SPEOS adalah
Terhadap 36 orang sebesar 2,250 ml. Dari
Produksi hasil uji statistic man
ASI Ibu whitney didapatkan
Nifas Di nilai p=0,000.
Bidan Menyatakan bahwa
Praktik ada perbedaan
Mandiri produksi ASI antara
Siti kelompok yang
Julaeha dilakukan SPEOS dan
Pekanbar kelompok yang tidak
u dilakukan SPEOS
dengan (mean) rank
lebih tinggi untuk
kelompok yang
dilakukan metode
SPEOS yaitu 25,78 ml
disbanding kelompok
yang tidak dilakukan
SPEOS hanya 11,22
ml yang artinya
produksi ASI
kelompok ibu nifas
yang dilakukan
SPEOS lebih banyak
daripada produksi ASI
kelompok ibu nifas
yang tidak dilakukan
SPEOS. Kesimpulan :
ada pengaruh metode
SPEOS terhadap
produksi ASI ibu
nifas di Bidan
Praktik Mandiri Siti
Juleha Pekanbaru.
3. Metode Diah 2016 BPM Ibu nifas Quasy Wilcoxo Ibu nifas primipara
SPEOS Eka Kota primipara Experim n uji diberi metode
(Stimulasi Nugra Bengkul ke empat ent bivariat intervensi SPEOS
Pijat heni, u dan pada hari post partum
Endorphi analisis pertama mulai 1-6 jam
Kosm
ne, multivar sampai minggu
Oksitosin,
a iat dan keempat, produksi ASI
Herya
49

Sugestif) ti untuk diukur sebelum dan


Dapat mengont setelah intervensi
Meningka rol untuk melihat produksi
tkan faktor susu dan peningkatan
Produksi pembaur berat badan bayi. Data
ASI dan dengan dianalisis univariat
Peningkat analisis analisis dan analisis
an Berat ANCO Wilcoxon uji bivariate
Badan VA dan multivariate untuk
Bayi mengontrol faktor
pembaur dengan
analisis ANCOVA.
Hasil menunjukkan
efek metode SPEOS
rata-rata produksi susu
dari 131,87 (p=0,00)
dan peningkatan berat
bayi rata-rata 483,30 g
(p=0,00), umur dan
makanan yang
dikonsumsi oleh ibu
selama studi (gizi ibu)
tidak mempengaruhi
produksi susu,
sedangkan efek IMD
pada produksi susu
0,389 r persegi
(p=0,04). Kesimpulan
: metode SPEOS
berpengaruh pada
produksi ASI dan
peningkatan berat
badan bayi pada ibu
nifas di Kota
Bengkulu di BPM,
2016.

4. Pengaruh Mera 2016 Puskesma Ibu Quasy Wilcoxo Didapatkan hasil


Pijat Delim s Plus menyusui Experim n test bahwa sebelum
Oksitosin a, Mandiang berjumlah ent with diberikan pijat
Terhadap Gina in, 21 orang one oksitosin rata-rata
Peningkat Zulfia Bukitting group produksi ASI
an Arni gi pretest- responden sebesar 7,05
Produksi postest ml dengan standar
ASI Ibu design deviasi 0,740,
Menyusui produksi ASI minimal-
Di maksimal dengan nilai
Puskesma 6-8. Berdasarkan hasil
s Plus penelitian dari 48
Mandiang responden sebagian
50

in besar dipijat sesuai


prosedur sebanyak 35
responden (72,9%)
dimana 24 responden
(50%) produksi ASI
lancar dan 11
responden (22,9%)
produksi ASI tidak
lancar. Sedangkan 13
responden (27,1%)
yang dipijat tidak
sesuai prosedur
sebanyak 2 responden
(4,2%) yang produksi
ASI lancar dan 11
responden (22,9%)
produksi ASI tidak
lancar. Dalam
penelitian
menunjukkan bahwa
ada efek pijat oksitosin
untuk meningkatkan
produksi ASI ibu
mneyususi di
Puskesmas Plus
Mandiangin
Bukittinggi dengan p-
value sebesar 0,000.
Kesimpulan : bahwa
ada efek pijat
oksitosin untuk
mneingkatkan
produksi susu ibu
menyusui di
Puskesmas Plus
Mandiangin
5. Efektivita Endan 2018 RSU Seluruh Quasy Uji Hasil penelitian
s Pijat g PKU ibu nifas experim Wilcoxo sebelum diberi
Endorphi Wahy Muhamm di RSU ent n perlakuan, kelancaran
n dan unings adiyah PKU dengan ASI responden
Pijat ih Delanggu Muhamm pre test kelompok pijat
Breast adiyah post test endorphin seluruhnya
Delanggu non adalah tidak lancar
Care
equivale (100%). Sedangkan
Terhadap
nt with setelah diberi
Kelancara control perlakuan dengan pijat
n group endorphin, kelancaran
Produksi design ASI responden paling
ASI Pada banyak adalah lancar
Ibu Nifas sebanyak 16
51

Di RSU responden (80%).


PKU Teknik analisa data
Muhamm menggunakan
adiyah komputerisasi dengan
Delanggu uji Wilcoxon, hasil
analisa diambil
kesimpulan dengan
nilai p-value =
0,000dan p value =
0,001 (p<0,05).
Kesimpulan : ada
pengaruh efektivitas
pijat endorphin dan
pijat breastcare
terhadap kelancaran
produksi ASI pada
ibu nifas di RSU
PKU
Muhammadiyah
Delanggu.

6. Pengaruh Dewi 2017 RSUD Ibu post Quasy Uji Dari hasil uji Paired T-
Metode Permit Tidar seksio experim Indepen Test didapatkan
SPEOS a Sari Magelang saesarea ent dent T- produksi ASI sebelum
Terhadap di RSUD dengan Test dilakukan metode
Produksi Tidar one SPEOS terbanyak
ASI Pada Kota group adalah kategori sangat
Ibu Post Magelang pre-post kurang yaitu dengan
Seksio test jumlah 9 responden
Saesarea control (47,4%) pada
di Rumah kelompok intervensi
Sakit dan 12 responden
Umum (63,2%) pada
DaerahTi kelompok kontrol,
dar Kota sedangkan setelah
Magelang dilakukan tindakan
Tahun metode SPEOS
2007 semuanya produksi
ASI pada kategori
cukup pada kelompok
intervensi, sedangkan
pada kelompok control
dalam kategori kurang
dengan jumlah 11
responden (57,9%).
Hasil uji statistic
didapatkan p value
0,000 (p value <
0,005) maka Ho
ditolak. Kesimpulan :
52

ada pengaruh metode


SPEOS terhadap
produksi ASI pada
ibu post sectio
caesarea di RSUD
Tidar Magelang.

7. Pengaruh Reza 2015 Rumah Ibu post Quasy Uji Waktu pengeluaran
Pijat Fahlila Sakit seksio experim Wilcoxo kolostrum pada
Oksitosin ni Marinir caesarea ent n kelompok kontrol ibu
Terhadap Zamza Ewa dengan post partum sectio
Waktu ra Pangalila post test caesarea selama <
Pengeluar Surabaya only 24jam sebanyak 0
an design orang (0.0%). Waktu
Kolostru pengeluaran kolostrum
m Ibu selama 24-36 jam
Post sebanyak 3 orang
Partum (30.0%), waktu
Sectio pengeluaran kolostrum
Caesarea selama >48 jam
sebanyak 7orang
(70.0%). Sedangkan
lama waktu
pengeluaran kolostrum
pada kelompok
perlakuan ibu post
partum section
caesarea selam <24
jam sebanyak 5 orang
(50.0%), waktu
pengeluaran kolostrum
selama 24-36 jam
sebanyak 3 orang
(30.0%), waktu
pengeluaran kolostrum
selama >48 jam
sebanyak 2 orang
(20%). Dari hasil uji
statistic Wilcoxon
menunjukkan hasil p=
0,026<0,05, bermakna
Ho ditolak sehingga
terdapat pengaruh
pijat oksitosin
terhadap waktu
pengeluaran
kolostrum di RS
Marinir Ewa
Pangalila Surabaya.
53

8. Pijat Nove 2017 Wilayah Ibu post Quasy Mann- Pengumpulan data
Oksitosin Lestari kerja partum Eksperi Whitney dilakukan dengan
Pada Ibu Puskesma primipara ment test menggunakan
Postpartu s Bendo dengan wawancara dan lembar
m pendeka observasi kemudian
Primipara tan pre dianalisis dengan
post test menggunakan uji
Terhadap
control Mann-Whitney test
Produksi group didapatkan nilai U
Asi Dan design. sebesar 8.000 dengan
Kadar p-value = 0.003 p-
Hormon value tersebut
Oksitosin dibandingkan = 0.05
maka p-value<,
sehingga disimpulkan
bahwa H0 ditolak atau
ada perbedaan
produksi ASI dan
kadar hormon
oksitosin antara
kelompok kontrol
dengan kelompok
perlakuan.
Kesimpulan : ada
pengaruh pijat
oksitosin terhadap
produksi ASI dan
kadar hormon
oksitosin pada ibu
post partum
primipara.
9. Pengaruh Ema 2017 Wilayah Ibu post Quasy McNem Hasil penelitian
Pijat Pilaria kerja partum Eksperi ar menunjukkan produksi
Oksitosin puskesma ment ASI sebelum
Terhadap s Pejeruk dengan dilakukan pijatan
Produksi Kota one oksitosin lebih banyak
ASI Pada Mataram group pada kategori produksi
pre post ASI tidak cukup yaitu
Ibu
test sebanyak 24
PostPartu design. responden (80%),
m Di sedangkan pada
Wilayah kategori cukup
Kerja sebanyak 6 responden
Puskesma (20%). Setelah
s Pejeruk diberikan intervensi
Kota pijat oksitosin
Mataram produksi ASI pada
Tahun kategori cukup
2017 sebanyak 27
responden (90%),
54

sedangkan pada
kategori tidak cukup
sebanyak 3 responden
(10%). Di peroleh nilai
p value = 0,000 atau p
< = 0,05 yang berarti
ada pengaruh pijat
oksitosin terhadap
produksi ASI pada ibu
post partum di wilayah
kerja Puskesmas
Pejeruk Tahun 2017.
10. Efektifitas Andri 2016 Desa Semua Quasy Uji Hasil analisa
Kombinas Tri Geger ibu nifas experim paired didapatkan p value =
i Kusu Kecamata primipara ent sample 0,000 dimana tingkat
Stimulasi manin n Turi di Desa dengan T test signifikan (2 tailed) p<
Oksitosin grum Kabupate Geger post test 0,05. Maka H1
Dan n Kecamatn only diterima artinya
Lamonga Turi design perbedaan signifikan
Endorfin
n Lamonga with non antara kelompok
Massage n sebesar equivale stimulasi oksitosin dan
Terhadap 32 ibu nt kelompok perlakuan
Kejadian nifas control kombinasi stimulasi
Bendunga group oksitosin dan
n ASI endorphin massage.
Pada Ibu Berdasarkan hasil
Post analisa tersebut dapat
Partum disimpulkan bahwa
Primipara pemberian kombinasi
stimulasi oksitosin dan
endorphin massage
lebih efektif untuk
mencegah terjadinya
bendungan ASI pada
ibu menyusui
dibandingkan hanya
dilakukan stimulasi
oksitosin. Kesimpulan
: ada pengaruh
efektifitas kombinasi
stimulasi oksitosin
dan endorphin
massage terhadap
kejadian bendungan
ASI pada ibu post
partum primipara.
55

Berdasarkan tabel 4.1 dari sepuluh jurnal yang telah di review sebagian besar

menunjukkan adanya pengaruh metode SPEO terhadap produksi ASI pada ibu

post partum ditandai dengan hasil dari p-value adalah menunjukkan <0,05.
BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Variabel Metode SPEO dan Produksi ASI

Dari ke 10 jurnal tersebut memiliki variabel dependen yang sama yaitu

produksi ASI, tetapi untuk variabel independen dari ke 10 jurnal tersebut berbeda

yaitu 5 jurnal memiliki variabel independen metode pijat endorphin dan oksitosin,

4 jurnal memiliki variabel independen pijat oksitosin dan 1 jurnal memiliki

variabel independen pijat endorphin dan breast care. Dari variabel-variabel jurnal

tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana produksi ASI pada ibu post partum.

Proses produksi ASI selain dipengaruhi oleh stimulasi pijat SPEO juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti makanan, ketenangan jiwa dan fikiran,

penggunaan alat kontrasepsi, perawatan payudara, anatomi buah dada, fisiologis,

faktor istirahat, faktor isapan anak, faktor obat-obatan. Berdasarkan dari faktor-

faktor tersebut, maka penelitian diatas dapat dilihat bahwa ada pengaruh metode

SPEO terhadap produksi ASI.

5.2 Metode Pembahasan

Dalam pembahasan literature review ini digunakan strategi metode

PICOS framework dan istilah pencarian jurnal melalui MESH, batasan mengambil

jurnal dan hal lainnya. Jurnal yang digunakan dalam literature review didapatkan

melalui database penyedia jurnal. Setiap pertanyaan tersebut telah mengikuti

PICOS framework dimana setiap pertanyaan terdapat P = problem, I =

intervention, C = comparation, S = study design. Hal lain yang relevan yang

56
57

penulis gunakan dalam mendapatkan jurnal tentang metode SPEO dan produksi

ASI pada ibu post partum. Penulis mengambil semua desain penelitian yang

digunakan dalam mengidentifikasi pengaruh metode SPEO terhadap produksi ASI

pada ibu post partum.

5.3 Hasil

Berdasarkan hasil jurnal yang dikumpulkan dan analisa penulis,

didapatkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menghambat proses produksi

ASI, seperti kurangnya pengetahuan, kecemasan, dan ketakutan ibu, sehingga hal

tersebut menyebabkan penurunan hormon endorphin dan oksitosin, sehingga ASI

tidak dapat keluar segera setelah melahirkan. Karena kondisi ini maka metode

SPEO menjadi terapi untuk membantu kelancaran ASI pada ibu post partum. Pada

penelitian yang dilakukan oleh Sari (2017) dan Melyansari (2018) memiliki

masalah yang sama yang diangkat sebagai poin penting dalam penelitiannya yaitu

ketidaklancaran produksi ASI yang dialami oleh ibu post partum. Meskipun untuk

populasi yang diambil pada kedua jurnal tersebut adalah berbeda. Kemudian pada

penelitian Nugraheni (2016) menyebutkan bahwa metode SPEO juga berpengaruh

terhadap peningkatan produksi ASI dan peningkatan berat badan bayi. Karena

produksi ASI ibu akan meningkat setelah dilakukan metode SPEO, sehingga berat

badan bayi juga ikut meningkat. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Lestari (2017), lebih menekankan kepada pengaruh metode SPEO terhadap

produksi ASI dan hormon oksitosin. Dalam jurnal tersebut mengungkapkan

tentang adanya anggapan ibu post partum bahwa menyusui merupakan cara yang

kuno serta alasan ibu bekerja, takut kehilangan kecantikan, tidak disayang suami
58

dan gencarnya susu formula diberbagai media massa, merupakan alasan yang

dapat mengubah kesepakatan ibu untuk menyusui bayinya sendiri, serta

menghambat terlaksananya proses laktasi.

Berdasarkan uraian dari beberapa jurnal tersebut, metode SPEO juga dapat

dilihat dari segi budaya (transcultural nursing) di berbagai daerah di Indonesia.

Pada umumnya kebanyakan daerah sudah mengenal istilah pijat sejak zaman

nenek moyang. Budaya pijat masa nifas juga sudah dikenal bagi ibu-ibu masa

nifas khususnya pada masyarakat jawa, namun belum diteliti dan difokuskan

keuntungan pijat pada ibu masa nifas. Sehingga banyak jurnal yang dterbitkan

untuk menjadi referensi bagi tenaga kesehatan untuk dapat mengimplementasikan

secara langsung kepada ibu post partum atau ibu nifas, juga dapat memberikan

edukasi kepada keluarga ibu post partum atau ibu nifas untuk menangani masalah

produksi ASI. Hal ini juga sesuai dengan anjuran pemerintah untuk pemanfaatan

alam sekitar atau “Back to Nature”, (Hesti, 2013).

5.4 Keterkaitan Dengan Teori

Dari hasil penelitian-penelitian diatas tentang pijat oksitosin dan

endorphin, peneliti berpendapat bahwa pijat tersebut sangat berpengaruh bagi

produksi ASI. Penelitian ini menunjukkan kesesuaian dengan teori, dengan

melakukan pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang

costae kelima dan keenam akan merangsang hormon prolaktin dan oksitosin,

sehingga ASI pun otomatis dapat lebih lancar. Selain memperlancar ASI pijat

SPEO juga memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak,


59

mengurangi sumbatan ASI, merangsanng pelepasan hormon oksitosin,

mempertahankan produksi ASI.

Pijat endorphin merupakan teknik sentuhan dan pemijatan ringan yang

sangat penting bagi ibu nifas untuk membantu memberikan rasa tenang dan

nyaman. Riset membuktikan bahwa teknik ini meningkatkan pelepasan hormon

endorphin (memberikan rasa nyaman dan tenang) dan hormon oksitosin.

(Pamuji, dkk. 2014).

Pijat endorphin adalah pemijatan atau sentuhan ringan yang dapat

menstimulasi sekresi hormon endorphin. Pijat endorphin dilakukan dengan cara

menggosok atau mengelus ruas tulang belakang mulai dari tulang leher (cervical

vertebrate) sampai dengan tulang pinggang kedua (humbal vertebrate L2) dan

melebar hingga ke acromion dengan gerakan berirama naik turun dengan

membentuk huruf V. (Coad & Dunstall, 2015). Pijat endorphin dapat

merangsang pengeluaran hormon endorphin dan dapat merangsang munculnya

reflek prolaktin dan oksitosin sehingga meningkatkan volume dan produksi ASI

(Mongan, 2009).

Sedangkan pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang kedua sisi

tulang belakang. Pijat ini dilakukan untuk merangsang reflek oksitosin atau

reflek pengeluaran ASI. Ibu yang menerima pijat oksitosin akan merasa lebih

rilek. Menurut Depkes RI (2007). Pijat oksitosin dapat memproduksi hormon

oksitosin yang membuat saluran ASI lebih lebar sehingga ASI mengalir lebih

mudah. Hormon oksitosin diproduksi lebih cepat dari hormon prolaktin, bahkan

hormon ini dapat bekerja sebelum bayi mulai menghisap. Hal penting lainya
60

adalah hormon ini berperan dalam kontraksi rahim pasca melahirkan yang

sangat berguna untuk mengurangi perdarahan dan membantu mengembalikan

kondisi rahim ibu (Monika, 2014).

Berdasarkan teori-teori diatas pijat endorphin dan oksitosin apabila

dilakukan secara bersamaan atau bisa disebut dengan metode SPEO akan

sangat efektif untuk pengeluaran produksi ASI ibu, dikarenakan metode

SPEO dilakukan pada titik-titik tertentu pada pemijatan daerah tulang

belakang yang dapat memproduksi hormon oksitosin yang berpengaruh

terhadap produksi ASI ibu post partum.

5.5 Opini Peneliti

Berdasarkan teori dan penelitian-penelitian diatas, peneliti berpendapat

bahwa dengan melakukan pijat oksitosin dan endorphin ternyata sangat

bermanfaat terhadap kelancaran produksi ASI ibu post partum karena dengan

pijat tersebut akan memberikan rasa rileks, tenang, dan nyaman sehingga akan

meningkatkan hormon oksitosin dan endorphin yang berfungsi untuk

meningkatkan produksi ASI. Pijat oksitosin dapat mengurangi bengkak dan

sumbatan ASI sedangkan pijat endorphin dapat merangsang hormon endorphin

yang dapat menciptakan rasa nyaman dan tenang. Oleh karena itu metode SPEO

merupakan salah satu alternatif yang dapat membantu merangsang proses

pengeluaran ASI karena efeknya yang membuat ibu merasa nyaman sehingga

akan membantu untuk pengeluaran ASI. Selain itu, peneliti juga berpendapat

bahwa faktor lain dari kelancaran produksi ASI juga didapatkan dari proses

mekanisme koping ibu serta dukungan dari suami dan keluarga, sehingga ibu
61

akan lebih percaya diri untuk bisa menyusui bayinya. Terbukti dari hasil

penelitian yang telah di telaah, ibu yang ASI nya tidak lancar setelah dilakukan

pijat endorphin dan oksitosin ASI nya meningkat dan ASI akan lebih banyak

keluar.
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil literature review ini dapat disimpulkan bahwa dari 10 jurnal yang

telah di review menunjukkan bahwa ada pengaruh metode SPEO terhadap produksi

ASI dapat dilihat dari hasil penelitian yaitu produksi ASI sebelum dilakukan metode

SPEO masuk dalam kategori tidak cukup, sedangkan setelah dilakukan metode SPEO

produksi ASI ibu post partum masuk dalam kategori cukup dengan rata-rata hasil p-

value < 0.005, oleh karena itu metode SPEO sangat efektif diberikan kepada ibu

post partum.

6.2 Saran

Adapun saran yang diberikan adalah sebagai berikut :

6.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan untuk peneliti selanjutnya untuk dapat meningkatkan literatur

dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan maternitas

dan metode riset yang berkaitan dengan ketidaklancaran produksi ASI.. Contoh

pengembangan metode SPEO dengan breastcare atau metode SPEO dengan

hypnobreastfeeding.

6.2.2 Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan bagi tenaga kesehatan dapat memberikan pendidikan kesehatan

tentang metose SPEO ini kepada masyarakat sehingga nanti diharapkan semua

62
63

masyarakat mampu menerapkan metode SPEO secara mandiri untuk mengatasi

ketidaklancaran produksi ASI.

6.2.3 Bagi Responden

Diharapkan literature review ini dapat menjadi sebuah pengetahuan untuk

mampu menerapkan upaya-upaya dalam penanganan ketiklancaran ASI secara

mandiri dengan tetap didampingi oleh petugas kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E. R. (2009). Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta : Mitra Cendikia.


Anggraini, Y. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Nifas.
Astutik, R. Y. (2014). Payudara dan Laktasi. Jakarta : Salemba Medika.
Depkes, RI. (2007). Keputusan Mentri Kesehatan RI No : 900/MENKES/VII/2007.
Konsep Asuhan Kebidanan. Jakarta.
Guyton, A. C. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Jannah, N. (2011). Konsep Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta : Ar’ruz Media.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Situasi dan Analisis ASI
EKSKLUSIF. Jakarta : PUSAT DATA DAN INFORMASI (online). Tersedia di :
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/ infodatin-
asi.pdf> (diakses pada Agustus 2019).
Kristyanasari, W. (2009). ASI Menyusui dan Sadari. Jogjakarta : Muhamedika.
Kuswandi, M. (2011). Pemberian Endorphin Massage Mempengaruhi Kesiapan
Psikologi Ibu Hamil TM III Dalam Menghadapi Persalinan Di BPM NWB
Kintamani. Jurnal Dunia Kesehatan. 2016.
Mardiyaningsih, E. (2010). Efektifitas Kombinasi Teknik Marmet dan Pijat Oksitosin
Terhadap Produksi ASI Ibu Post Sectio Caesarea.
http://jos.unsoed.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/317 (diunduh pada
Agustus 2019).
Maryunani, A. (2009). Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas. Jakarta : TIM.
Monika, F. B. (2014). Buku Pintar ASI dan Menyusui. Jagakarsa : Noura Book (PT
Mizan Publika).
Nia, U. (2014). Multitasking Breastfeeding Mama. Jakarta: Pustaka Bunda Group.
Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis
Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.
Putri, A. A. (2015). Setiap 6 Menit Bayi Indonesia Meninggal Karena Tak diberi ASI
(online). Tersedia di : <http://health.kompas.com/read/2015/05/06/
095312023/setiap.6.menit.1.bayi.indonesia.meninggal.karena.tak.diberi.ASI
> (diakses pada Agustus 2019).

64
65

Reni, Y. A. (2017). Payudara Dan Laktasi Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.


Rizki, D. (2013). Kupas Tuntas Seputar Kehamilan. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Saleha, S. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Soetjiningsih, D. (2013). ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Suhermi. (2008). Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta:Fitramaya.
Sulistyowati, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Jakarta: Salemba
Medika.
Varney, H. (2008). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
Widuri, H. (2013). Cara Mengelola ASI Eksklusif pada Bayi. Yogyakarta: Gosyen.
Wulandari & Handayani. (2011). Asuhan kebidanan ibu masa nifas. Yogyakarta:
Gosyen.
Lampiran 1

Jadwal Penelitian
Pengaruh Metode SPEO (Stimulasi Pijat Endorphin, Oksitosin) Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Spontan di Ruang
Maternitas RSNU Tuban

2019
No Tahapan Agustus Agustus September Oktober November Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Konsultasi Masalah
2. Survei Awal
3. Penyusunan BAB 1
4. Penyusunan BAB 2
5. Penyusunan BAB 3
6. Penyusunan BAB 4
2020
No Tahapan Januari Februari Maret April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
7. Penyusunan Lampiran
8. Ujian Proposal
9. Revisi Proposal
10. Pengurusan Surat Ijin Penelitian
11. Pelaksanaan Penelitian
12. Tabulasi Hasil
13. Penyusunan BAB 5
14. Penyusunan BAB 6
15. Penyusunan BAB 7
16. Penyusunan Lampiran
17. Abstrak
18. Seminar Hasil
19. UjianSkripsi
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6

Anda mungkin juga menyukai