Anda di halaman 1dari 3

Pengembangan Sumber Daya Manusia sebagai Investasi

Masa Depan

Pada tahun 2012, Indonesia sudah memulai era bonus demografi, di mana
rasio ketergantungan (dependency ratio) berada di bawah 50 %, yaitu di angka
49,60 %. Hal tersebut menunjukkan jumlah usia produktif (umur 15 – 64 tahun)
lebih banyak dari jumlah usia tidak produktif (umur 0 – 14 dan > 65 tahun). Tidak
terkecuali dengan Provinsi Jawa Barat. Hal ini bagaikan pedang bermata dua.
Artinya bonus demografi dapat menjadi suatu berkah apabila kita dapat
memanfaatkan peluang tersebut. Namun, bonus demografi pun dapat menjadi suatu
bencana apabila kita tidak memiliki atau menyiapkan sumber daya manusia (SDM)
yang baik.
Jumlah penduduk Jawa Barat setiap tahun semakin meningkat dan diprediksi
akan mencapai 57,1 juta jiwa pada tahun 2035. Namun, laju pertumbuhan
menunjukkan penurunan. Maka dari itu, Jawa Barat diprediksi akan mencapai
puncak bonus demografi pada tahun 2030 dengan angka ketergantungan sebesar
46,19 %. Hal tersebut didapat dari jumlah usia produktif yang mencapai 68,4 juta
jiwa dan jumlah usia tidak produktif sebanyak 31,6 juta jiwa.
Bonus demografi pada dasarnya tidak terlepas dari generasi milenial.
Generasi milenial atau kadang juga disebut dengan Generasi Y adalah sekelompok
orang yang lahir setelah Generasi X, yaitu orang yang lahir pada kisaran tahun 1980
– 2000-an. Maka ini berarti generasi milenial adalah generasi muda yang berumur
19 – 39 pada tahun ini. Generasi milenial sendiri dianggap spesial karena generasi
ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, apalagi dalam hal yang berkaitan
dengan teknologi.
Pada saat bonus demografi terjadi, generasi milenial merupakan penduduk
usia produktif terbesar. Sebagai penduduk terbesar, tentunya generasi milenial akan
berperan besar pada era bonus demografi. Generasi ini yang akan memegang
kendali atas roda pembangunan khususnya di bidang perekonomian yang
diharapkan akan mampu membawa bangsa Indonesia menuju ke arah pembangunan
yang lebih maju dan dinamis. Untuk itu dalam memaksimalkan bonus demografi
dapat dilakukan melalui potensi para generasi milenial tersebut.
Fakta hari ini harus diakui bahwa daya saing Indonesia masih rendah, yakni
berada di peringkat 36 dari 137 negara dalam World Competitiveness Index 2017-
2018 (World Economic Forum). Peringkat ini tergolong rendah, di bawah Thailand
(32), Malaysia (23), Tiongkok (27), serta Korea Selatan (26). Dalam World Talent
Ranking (IMD Business School), 22 November 2018, menempatkan pekerja
Indonesia di peringkat 45 dunia, jauh dari pekerja Singapura yang di peringkat 13
dan Swiss sebagai yang terbaik.
Pada era bonus demografi ini, kita juga dihadapkan dengan perkembangan
revolusi industri 4.0. Perkembangan tersebut seakan telah menghilangkan batas-
batas yang sebelumnya menghalangi manusia dalam berinteraksi dengan
masyarakat dunia di berbagai negara. Hal tersebut berdampak pula pada
tergantikannya peran manusia oleh teknologi yang dibuat dalam upaya peningkatan
efektivitas dan efisiensi.
Pada tahun 2016, sebuah penelitian dari McKinsey & Company menyatakan
bahwa dalam lima tahun ke depan sebanyak 52,6 juta jenis pekerjaan akan
digantikan oleh mesin. Hal tersebut mengikuti tren global di mana 60% pekerjaan
akan mengadopsi sistem otomatisasi, dan 30% akan menggunakan mesin
berteknologi digital. Selain itu, sebuah studi yang dilakukan oleh McKinsey Global
Institute menyatakan bahwa sebanyak 375 juta pekerjaan akan digantikan oleh
mesin pada tahun 2030. Menurut Martin Ford, dalam bukunya Rise of the Robots:
Technology and the Threat of a Jobless Future, pekerjaan yang paling berisiko
tergantikan oleh keberadaan teknologi adalah yang cenderung rutin, berulang, dan
dapat diprediksi.
Di antara banyaknya jenis profesi yang hilang oleh kemajuan teknologi, di
saat bersamaan terdapat profesi baru yang bisa dimanfaatkan. Sejak era revolusi
industri 1.0 hingga 3.0 sudah banyak pekerjaan yang hilang, tapi di waktu
bersamaan muncul jenis pekerjaan baru. Berbagai penelitian seperti Oxford,
McKinsey Global Institute, maupun ILO memprediksi sebanyak 50% pekerjaan di
dunia akan hilang di masa depan. Tetapi akan muncul pekerjaan baru yang saat ini
belum ada. Jumlahnya kurang lebih 65%. Menurut Human Capital Index 65%
anak-anak yang memasuki sekolah dasar hari ini akan bekerja di jenis profesi yang
sama sekali baru dan belum terbayang saat ini.
Melihat tantangan tersebut maka perlu adanya upaya untuk mempersiapkan
SDM yang berdaya saing di tengah era distrupsi hari ini. Belum lama ini World
Economic Forum merilis 10 (sepuluh) skills SDM yang dibutuhkan di tahun 2020
berdasarkan prediksi The Future of Jobs. Skills tersebut antara lain yaitu Complex
Problem Solving, Critical Thinking, Creativity, People Management, Coordinating
with Others, Emotional Intelligence, Judgement and Decision Making, Service
Orientation, Negotiation, dan Cognitive Flexibility.
Selain fokus dalam meningkatkan skills tersebut, Indonesia juga perlu
meningkatkan kapasitas dan kompetensi SDM dalam bidang dan disiplin ilmu yang
ditekuninya. Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Ketua Umum APINDO
menegaskan salah satu permasalahan rendahnya competitiveness SDM Indonesia
adalah adanya gap latar belakang pendidikan dan bidang tenaga kerja yang
ditekuninya baik dari sisi struktural maupun horisontal. Misalnya, banyak SDM
Indonesia tidak bekerja sesuai pada bidang pendidikannya. Sebagai contoh dari data
sekitar 600.000 atau 700.000 insinyur aktif dari Indonesia ternyata hanya 9.000
yang bekerja sesuai profesinya.
Jika dimanfaatkan secara optimal, potensi usia produktif –khususnya generasi
milenial– yang sangat besar di era bonus demografi akan menjadi pendorong
pertumbuhan wilayah, bahkan negara. Akan tetapi, terdapat juga tantangan pada
dua fenomena tersebut, yaitu ancaman pengangguran dan penyediaan lapangan
pekerjaan. Oleh karena itu, perlu ada dua faktor yang perlu ditingkatkan, yaitu
pendidikan dan keterampilan. Selain itu, konsep keseimbangan antara Imtaq (Iman
dan Taqwa) dan Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang disampaikan oleh
Prof. B. J. Habibie masih tetap relevan dalam menunjang SDM yang berkualitas
dan berdaya saing.
Himpunan Mahasiswa Islam (HmI) sebagai organisasi kader berasaskan
Islam memiliki peran yang sangat strategis dalam mempersiapkan SDM berdaya
saing tinggi. Selain memiliki jenjang perkaderan yang mapan dalam membina kader
Pemimpin Muslim-Intelektual-Profesional, HmI juga memiliki badan khusus yang
dinamakan Lembaga Pengembangan Profesi (LPP). LPP ini memberikan ruang dan
wadah kepada para kader untuk mengembangkan minat dan bakat sesuai bidang
yang ditekuninya.
Sesuai teks Tujuan HmI, melalui proses yang sistematis dan kontinu maka
akan lahir insan-insan pelopor yaitu insan yang berpikiran luas dan berpandangan
jauh, bersikap terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya. Insan tersebut memiliki
kepribadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur, serta bertaqwa kepada
Allah SWT. Mereka beriman, berilmu, dan mampu beramal saleh dalam kualitas
yang maksimal (insan kamil).
Ketika telah memiliki modal pribadi yang mapan, maka kader HmI
seharusnya mampu menyelesaikan persoalan sosial di tengah masyarakat. Hal
tersebut bisa dilakukan dengan menekuni dan mengembangkan berbagai bidang
yang digeluti oleh masing-masing kader. Salah satu contohnya adalah
mengembangkan startup di berbagai bidang yang mampu menyelesaikan berbagai
permasalahan yang ada di masyarakat.
Peluang tersebut masih sangat minim dimanfaatkan oleh para kader HmI.
Selama ini kader HmI masih dominan terkonsentrasi di bidang politik. Sedangkan
masih banyak bidang lain yang belum atau sedikit saja terisi oleh kader HmI. Maka
dari itu, HmI perlu melakukan ekspansi agar memiliki kekuatan yang merata di
seluruh bidang. Akhirnya dengan modal sosial yang dimiliki HmI pada suatu waktu
para kader dan alumni HmI akan menjadi “Intellectual Community” atau kelompok
inteligensi yang mampu merealisasi cita-cita umat dan bangsa dalam suatu
kehidupan masyarakat yang religius, sejahtera, adil dan makmur serta bahagia
(masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahuwataala).

Mukhlis Silmi Kaffah


Ketua Bidang Pengembangan Profesi
HmI Cabang Bandung
Periode 2019 – 2020

Anda mungkin juga menyukai