Akar kemiskinan di Indonesia bukan semata akibat akses pendidikan. Hal lain yang penting adalah negara tidak menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan dengan baik pada masyarakatnya. Perguruan tinggi Indonesia lebih banyak menciptakan sarjana pencari kerja, bukan pencipta lapangan kerja. Itu membuat masyarakat Indonesia terbiasa menerima gaji sehingga tidak mandiri dan kreatif. Selama ini, negara hanya mencetak begitu banyak akademisnya, tetapi hal ini sarjana yang hanya mengandalkan kemampuan tidak mampu menjadikan mereka lulusan yang kreatif. Hal ini secara tidak langsung dapat memengaruhi perekonomian bangsa. Dengan banyaknya sarjana yang menjadi pekerja dibandingkan menciptakan lapangan pekerjaan membuat jumlah pengusaha di Indonesia tidak mengalami peningkatan yang signifikan, padahal kemakmuran suatu negara dipengaruhi oleh jumlah pengusaha yang dimiliki oleh negara tersebut. Menurut sosiolog Dr. David McClelland dari Harvard dalam bukunya The Achieving Society (Van Nostrand, 1961), suatu negara dapat mencapai kemakmuran jika 2% dari jumlah penduduknya menjadi pengusaha. Dengan demikian, Indonesia membutuhkan 5 juta dari 230 juta penduduknya untuk menjadi pengusaha. Namun, ternyata angka itu masih jauh dari harapan. Jumlah pengusaha Indonesia saat ini sekitar 400.000 pengusaha atau hanya 0,18% dari jumlah penduduk Indonesia. Di samping itu, kebanyakan usaha yang ada di Indonesia masih bersifat mikro (UMKM) sehingga tidak memberikan peluang terbakanya lapangan pekerjaan yang besar. Pertanyaan besarnya adalah siapa yang bertanggung jawab dalam menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan di Indonesia? Mungkin kita akan berteriak bahwa pemerintahlah yang bertanggung jawab atas hal ini, yakni melalui kebijakan yang pro terhadap industri dalam negeri, kemudahan mendapatkan kredit usaha, penurunan nilai suku bunga, serta mendorong sektor riil (industri manufaktur) sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Kebijakan tersebut bertujuan mewujudkan sumber daya manusia yang memiliki jiwa kewirausahaan sebagai cikal bakal pengusaha. Di sinilah peran kampus dalam menciptakan pengusaha-pengusaha baru sehingga makin terbukanya lapangan pekerjaan. Sayangnya, sampai saat ini, perguruan tinggi belum mampu melaksanakan peran tersebut dengan baik. Terbukti dari hasil statistik BPS yang mencatat jumlah pengangguran di Indonesia sejak Februari 2009 mencapai 9.259.000 orang. Dari jumlah itu, jumlah pengangguran dengan pendidikan universitas mencapai 626.600 orang, diploma sebesar 486.400 orang. Ada sekitar 1,1 juta penganggur terdidik dan jumlah ini akan terus membengkak setiap tahunnya. Semakin membengkaknya lulusan perguruan tinggi yang menganggur, semakin menunjukkan bahwa ketersediaan lapangan kerja sangat terbatas. Salah satu penyebab tingginya jumlah sarjana yang mencari pekerjaan adalah mindset yang masih menganggap bahwa setelah lulus hanya mencari kerja dengan ekspektasi bekerja di tempat yang bagus dan mendapatkan gaji yang besar. Akan tetapi, realitas yang dihadapi tidak demikian. Oleh karena itu, mindset setiap lulusan, orang tua, dan masyarakat mulai saat ini perlu diubah, yaitu lulusan perguruan tinggi yang berhasil adalah mereka yang mampu menciptakan lapangan kerja baru, bukan mencari kerja. Selain itu, kurikulum sekarang belum banyak memperkenalkan sisi kewirausahaan karena kewirausahaan itu masih dianggap bukan tujuan utama dari dunia pendidikan kita. Kesiapan memasuki dunia kerja lebih diutamakan. Akibatnya, tidak ada link and match antara dunia pendidikan dan dunia kewirausahaan. Di sinilah peran perguruan tinggi dalam mengubah mindset dan menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan. Semakin banyak orang yang memiliki jiwa kewirausahaan akan mampu melahirkan banyak pengusaha. Semakin banyak pengusaha akan semakin banyak lapangan pekerjaan. Semakin banyaknya lapangan pekerjaan akan memudahkan rakyat memilih pekerjaan yang paling disukai dan cocok dengan keahliannya. Pada akhirnya, perguruan tinggilah yang bertanggung jawab menghasilkan manusia- manusia berjiwa kewirausahaan yang siap menjawab seluruh tantangan zaman dan cinta pada tanah airnya. Semoga. (Sumber: news.detik.com)