Anda di halaman 1dari 14

Menurut catatan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), seperti yang diungkapkan

oleh Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, jumlah pengusaha di Indonesia
meningkat dari yang sebelumnya hanya sebesar 1,67% menjadi 3,10% dari total jumlah pendudukan
Indonesia yang saat ini sebanyak 225 juta jiwa.

Mulai dari Lingkungan Keluarga

“Suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur (wirausahawan) minimal 2 persen dari total
jumlah penduduk”. Pernyataan itu diungkapkan Ir Ciputra pada malam penganugerahan penghargaan
Ernst and Young Entrepreneur of the Year 2007 di Hotel Mulia, Jakarta, (28/11/07). Kala itu, Ciputra
mencontohkan Singapura memiliki wirausahawan sekitar 7,2 persen, dan Amerika Serikat memiliki 2,14
persen entrepreneur. Bagaimana dengan Indonesia?

Dari 220 juta lebih penduduk, Indonesia hanya memiliki sekitar 400.000 pelaku usaha mandiri, atau
sekitar 0,18 persen wirausahawan dari jumlah penduduknya. Hal ini tentu memrihatinkan. Padahal,
menurut pendiri University of Ciputra Entrepeneurship Center (UCEC) ini, potensi Indonesia terbilang
besar. Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah siap diolah. Indonesia termasuk dalam ranking 10
besar penghasil tembaga, emas, natural gas, nikel, karet, dan batubara. Dan, masih banyak lagi
keunggulan komparatif yang kita miliki. Karena itu, jika menyedikan stok enterpreneur yang cukup dan
potensial, Indonesia bisa menjadi pemain internasional yang handal.

Peraih penghargaan Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship) Ernst and Young Entrepreneur tahun
2006 Bambang Ismawan mengatakan, wirausahawan muda di Indonesia mulai bangkit. Hal itu dapat
dilihat dari minat dan pelaku wirausaha muda yang semakin bertumbuh. Namun dibandingkan jumlah
penduduk, jumlah entrepreneur muda yang kita miliki memang masih sangat kurang.

“Lulusan perguruan tinggi lebih banyak yang ingin bekerja sebagai pegawai, sedangkan inisiatif untuk
menciptakan lapangan kerja sendiri masih sangat kecil,” ujarnya.

Rendahnya minat dan pertumbuhan wirausahawan muda, kata Bambang, terutama disebabkan oleh
minimnya dorongan lingkungan keluarga sang anak. Orang tua lebih banyak mengharapkan anaknya
bekerja sebagai pegawai negeri atau pegawai kantor. Pasalnya, pekerjaan seperti itu dinilai memiliki
risiko kecil dibandingkan menjadi pengusaha. “Orang tua menginginkan anak mereka mendapatkan gaji
tetap setiap bulan, daripada harus menunggu keuntungan yang memakan waktu lama,” ujar Bambang.
Harapan orang tua ini didukung pula oleh lesunya sektor kewirausahaan dalam negeri. Sektor ini dinilai
memiliki risiko tinggi, sementara itu kurang menjanjikan penghidupan yang layak. Karena itu, orang tua
petani rela mengeluarkan biaya tinggi untuk menyekolahkan anaknya agar mereka tidak kembali kepada
pertanian. Bambang mencontohkan, tamatan Institut Pertanian Bogor (IPB) lebih banyak menjadi
wartawan atau pegawai, daripada menjadi petani.

Selain pengaruh lingkungan dalam keluarga, kata Bambang, rendahnya minat kaum muda terjun dalam
bidang wirausaha, juga disebabkan oleh arah dan sistem pendidikan yang kurang mendukung.
Pendidikan malah tampil sebagai alat untuk menumpulkan semangat berwirausaha. Metode menghafal,
misalnya, membuat anak tidak memiliki daya kreasi dan inovasi, yang sangat dibutuhkan dalam dunia
kewirausahaan. Karena itulah, Bambang mendesak agar pendidikan, terutama pendidikan tinggi segera
dibenahi.

Desakan agar perguruan tinggi melakukan pembenahan – bahkan perubahan paradigma – juga
disuarakan Ciputra. Menurutnya, salah satu penyebab rendahnya jumlah entrepreneur di Indonesia
adalah sistem pendidikan yang hanya fokus pada penciptaan tenaga kerja, bukan menciptakan
enterpreneur-enterpreneur potensial.

“Setiap tahun, lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan pengangguran, karena mereka tidak didorong
untuk menjadi pelaku wirausaha,” ujarnya.

Menurut Ciputra, setiap tahun perguruan tinggi Indonesia melahirkan sekitar 750 lebih sarjana yang
menganggur. Karena itu, tantangan perguruan tinggi di Indonesia ke depan, katanya, adalah melahirkan
wirausahawan muda

RIBUN TIMUR, RABU, 09-07-2008 | 09:20 WITA

Meningkatkan Jumlah dan Peran Pengusaha Muda

Oleh Marsuki, Dosen Ekonom Unhas


TRIBUN TIMUR

Dalam kondisi ekonomi yang belum kondunsif seperti saat ini, dimana pemerintah

mengalami kesulitan menjadi prime mover pembangunan ekonomi, maka sudah

merupakan keharusan jika jumlah dan kualitas pelaku bisnis perlu ditingkatkan secara

berencana oleh para pemangku kepentingan. Namun terutama itu harus bermula dari

upaya para pelaku bisnis sendiri, baik secara individu maupun secara melembaga.

Suatu hal yang menggembirakan jika memperhatikan meningkatnya minat generasi

muda untuk menjadi pengusaha akhir-akhir ini. Hal ini mungkin disebabkan karena

selain kondisi ekonomi yang masih bermasalah jadi menyulitkan mereka sulit

memperoleh pekerjaan, sehingga telah mendorong keinginan atau minat mereka

mencari kesempatan untuk menciptakan pekerjaan.

Fenomena ini tentu sesuatu hal yang sangat diharapkan bangsa ini guna memperbaiki
kondisi kualitas pembangunan ekonomi yang terus dipersoalkan banyak pihak, karena

masih begitu besarnya jumlah pengangguran dan jumlah masyarakat miskin.

Menariknya, di tengah kesulitan yang terjadi tersebut, ternyata telah meningkat pula

sejumlah penduduk Indonesia yang semakin berpunya (richest) yang ternyata mereka

semuanya pengusaha sukses.

Kondisi ini sebaiknya mungkin tidak perlu diperdebatkan, namun perlu dipahami dengan

mencoba mempelajari perilaku para pengusaha tersebut sehingga dapat sukses

dengan harapan mereka dapat berperan membantu mengatasi masaalah kualitas

pembangunan yang dihadapi bangsa ini, dengan cara meningkatkan penyerapan

tenaga kerja agar dapat mengentaskan kemiskinan rakyat, sehingga dapat

terealisasinya kebijakan pembangunan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Saat ini jumlah pengusaha di Indonesia masih sangat terbatas, yakni sekitar 400 ribu

orang, atau baru setara dengan 0,18 persen dari jumlah penduduk. Di Amerika
misalnya, jumlah pengusahanya mencapai 11,5 persen, bahkan di negara tetangga

Singapura, telah mencapai 7,5 persen dari penduduknya. Di Indonesia, jumlah terbesar,

99 persen pengusahanya bergerak di sektor UMKM, jadi pengusaha menengah apalagi

yang besar hanya sekitar kurang dari 2 persen.

Suatu hal yang sangat tidak pantas jika memperhatikan luasnya wilayah geografi dan

pasar, banyaknya jenis sumber daya ekonomi, SDM dan SDA, serta letak strategis

geografisnya di pasar regional dan internasional. Artinya, bangsa ini masih sangat

membutuhkan adanya pengusaha-pengusaha baru untuk berperan dalam

pembangunan ekonomi bangsa ini.

Menurut Ciputra, ada dua masalah utama yang menjadi kendala masyarakat Indonesia mau menjadi
pengusaha. Pertama, penjajahan selama 350 tahun telah mengikis

semangat, kecakapan wirausaha di sebagian besar masayarakat Inonesia.

Kedua, sistem pendidikan yang hanya memiliki orientasi membentuk SDM pencari kerja
bukan pencipta lapangan kerja, tercermin dari tidak terdapatnya kurikulum pendidikan

kewirausahaan di bangku-bangku sekolah, apalagi mengajarkan atau menginspirasi

peserta didik untuk menjadikan sesuatu sebagai peluang usaha atau bisnis.

Sehingga untuk mengatasi ke dua masalah tersebut berarti diperlukan upaya sistematis

dari berbagai pemangku kepentingan untuk menginspirasi atau mendorong para

kelompok masyarakat tertentu agar mau atau siap menjadi pengusaha baru, khususnya

para generasi muda.

Menurut Ciputra, sebenarnya bukan karena keturunanlah yang membuat orang dapat

menjadi pengusaha, atau pun modal, tapi harus mesti memiliki keinginan, semangat

dan percaya diri. Oleh banyak pengusaha muda sukses, Sandiaga Uno atau Erwin Aksa

di antaranya, menganggap bahwa ketiga hal normatif tersebut dapat dirumuskan secara

sederhana agar dapat diimplementasi atau dipraktikkan, terutama oleh calon

pengusaha baru maupun bagi pengusaha yang sudah ada, sehingga mereka benar- benar siap dan dapat
menjadi pengusaha yang diharapkan semua pihak.
Mengatasi Takut

Pertama yang harus dilakukan adalah mengatasi rasa takut menjadi pengusaha.

Umumnya orang enggan menjadi pengusaha karena takut akan bankrut, takut tertipu

dan lain-lain. Intinya takut akan resiko yang akan dihadapi. Padahal sebenarnya,

apapun yang dilakukan pada dasarnya beresiko.

Kedua, modal uang itu memang penting tapi bukan yang utama. Yang utama adalah ide

untuk berusaha. Untuk memulai usaha misalnya, pilih usaha yang tidak membutuhkan

uang banyak. Bisa belajar dari para pedagang yang menjual cash tetapi membeli

dengan bayar di belakang. Jadi tidak perlu ada modal uang banyak.

Namun jika memerlukan sejumlah uang lebih dari kemampuan, maka sementara dapat

meminjam dari pihak lain. Jadi tinggal bagaimana menggunakan modal yang diberikan

Tuhan, tubuh, akal, dan perilaku yang dapat dipercaya. Namun semuanya itu terutama
dapat timbul karena diawali oleh adanya modal keberanian untuk bermimpi menjadi

pengusaha.

Ketiga, ditengah pasar yang kompetitif, maka menjadi sesuatu yang beda adalah hal

penting. Berusaha membuat sesuatu yang tidak sama dengan kompetitor berarti akan

memberi peluang besar dalam berusaha. Yang berbeda adalah nilai tambah usaha,

sehingga dapat berdampak meningkatnya keuntungan yang akan diperoleh.

Untuk itu perlunya memperhatikan kondisi usaha yang ada untuk dapat memahami

pasar sebelum meluncurkan produk atau jasa yang mempunyai posisi strategis, baik

dalam jumlah, luasnya pasar, rantai bisnis maupun pertumbuhannya.

Keempat, jika persiapan-persiapan yang dilakukan sudah matang, maka saatnya untuk

berani memulai usaha, sebab makin cepat akan makin baik. Harus dianggap bahwa

yang lebih dulu antri akan mendapatkan kesempatan lebih awal untuk berusaha. Jadi

tidak perlu ragu memulai, karena jika demikian berarti hanya akan terus berpikir tanpa
pernah mencoba untuk melakukan apa yang sudah diimpikan atau direncanakan. Jadi

dengan memulai berarti sudah belajar bagaimana untuk sukses atau menghindari kegagalan.

Kelima, meski memang ada pengusaha yang sukses walau tidak fokus di bisnis

terntentu, tapi ternyata lebih banyak pengusaha yang sukses karena lebih fokus.

Misalnya, Bill Gates tutup mata bertahun-tahun sepanjang hidupnya hanya fokus di

bisnis peranti lunak komputer, akhirnya menjadi orang terkaya di dunia13 tahun

berturut-turut.

Sebaliknya, kebanyakan konglomerat yang berbisnis bermacam-macam, justru

membuat bank ketika boom bisnis keuangan tahun 80-an terpuruk dan hingga kini

dipersoalkan masyarakat.

Keenam, jika usaha sudah berjalan, maka selanjutnya para pengusaha perlu

memperhatikan berapa hal yang menentukan dapat berlangsung atau lebih suksesnya
bisnis yang dijalankan. Diantaranya, selalu berprilaku fresh impression pada setiap

pertemuan atau negoisasi bisnis yang dilakukan dengan partner bisnis; harus

menganggap zona nyaman hanyalah ilusi; harus selalu bekerja keras dalam spirit team;

mampu melakukan strategi adaptasi bisnis karena adanya perubahan-perubahan,

namun tetap didasarkan pada budaya bisnis yang menjadi dasar awal berusaha,

dengan mealukukan kreasi-kreasi dan inovasi keputusan; serta harus membangun

network kerja dengan para pengusaha lainnya, dan lembaga-lembaga pembiayaan dan

penjaminan, termasuk pemerintah.

Ketujuh, selain itu pebisnis harus mempunyai tanggungjawab social terhadap

masyarakat dalam bentuk beberapa kegiatan yang dapat menjadikan masyarakat bukan

hanya sebagai obyek bisnis pengusaha, tapi juga menjadi subyek atau partner, dalam

bentuk kegiatan yang dikenal dengan sebutan CSR (Corporate Social Responsibility),

berupa bantuan atau pengembangan pendidikan, kesehatan, peningkatan kualitas


lingkungan dan kerjasama bisnis sebagai anak angkat, maupun dengan pelatihan- pelatihan
ketenagakerjaan, misalnya pemagangan tenaga kerja.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa dalam kondisi ekonomi yang belum kondunsif

seperti saat ini, dimana pemerintah mengalami kesulitan menjadi prime mover

pembangunan ekonomi, maka sudah merupakan keharusan jika jumlah dan kualitas

pelaku bisnis perlu ditingkatkan secara berencana oleh para pemangku kepentingan.

Namun terutama itu harus bermula dari upaya para pelaku bisnis sendiri, baik secara

individu maupun secara melembaga. Di antaranya melalui peningkatan dan

tanggungjawab asosiasi dunia usaha untuk selalu menebar atau menularkan virus-virus

jiwa entrepreneurship atau kewirausahaan ke kalangan generasi muda khususnya. Hal

ini harus didukung oleh lembaga-lembaga pendidikan dengan mengadakan pengajaran

tentang kewirausahaan yang termuat dalam kurikulum diberbagai tingkatan lembaga

pendidikan
Poros Mahasiswa-Pahlawan Pembangunan Masa Kini

Ketika mendengar kata pahla wan, pikiran kita akan spontan meluncur pada kejadian sejarah yang telah
terjadi berpuluhpuluh tahun silam.

Kejadian di mana generasi bangsa pada saat itu sedang bertempur serta rela mempertaruhkan seluruh
jiwa dan raga untuk mem perjuangkan kemerdekaan Indonesia. Selain pahlawan perjuangan
kemerdekaan, kita juga sering mendengar sebutan pahlawan untuk beberapa profesi di Indonesia.

Guru yang mendapat sebutan pahlawan tanpa tanda jasa dan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri
yang mendapatkan juluk an sebagai pahlawan devisa. Sebagai generasi muda yang hidup di zaman pasca
kemerdeka an, kita tidak harus menjadi guru ataupun TKI untuk bisa menjadi pahlawan bagi negara ini.

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mendukung perjuangan yang telah dilakukan oleh para
pahlawan pendahulu kita. Dukungan tersebut dapat kita lakukan sesuai dengan pe ran kita masing-
masing di da lam masyarakat. Sebagai pembelajar, kita dapat meneruskan perjuangan dengan belajar
sungguh-sungguh dan mengembangkan potensi serta kreativitas yang dimiliki.

Melalui belajar, kita dapat mengasah potensi ber pikir dan mengembangkan ide-ide yang berguna bagi
ke majuan bangsa. Selain itu, dengan wawasan yang luas, kita dapat menyumbangkan pemikiran melalui
pembuatan karya ilmiah.

Suatu karya dengan ide baru yang aplikatif masih sangat di butuhkan untuk memajukan negara ini.
Generasi bangsa yang cerdas juga dapat mengharumkan nama bangsa melalui ajang Olimpiade maupun
kompetisi internasional. Tidak hanya cerdas, tetapi negara ini juga masih membutuhkan banyak generasi
kreatif yang dapat menciptakan pembaharuan untuk bangsa ini.
Ketika sudah menyelesaikan pendidikan dan memasuki dunia kerja, banyak hal yang juga bisa kita
lakukan untuk membantu memajukan negara ini, utamanya dari segi ekonomi. Difase ini kita memiliki
kesempatan yang luas untuk bisa mengaplikasikan semua ilmu yang telah kita dapat.

Sebagai pekerja, kita bisa ikut menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk memajukan instansi ataupun
perusahaan di mana kita berada. Menjadi karyawan yang bertanggung jawab, ulet, jujur, dan disiplin
akan sangat membantu instansi atau perusahaan untuk bisa mengembangkan usahanya, sehingga
nantinya dapat memberikan sumbangan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Di samping pekerja, ada sosok lain yang tidak kalah penting yaitu pengusaha. Pengusaha sangat berjasa
se bagai pahlawan dalam mengu rangi tingginya tingkat peng angguran. Profesi ini masih sangat banyak
di butuhkan oleh negara ini.

Setiap peran ataupun profesi akan dapat memberikan dampak positif apabila dikerjakan dengan
sungguh-sungguh. Seperti ibu rumah tangga pun memegang peran yang sangat penting dalam mendidik
calon generasi bangsa masa depan.

Ketika setiap ibu berhasil menanamkan nilai-nilai positif dan semangat juang yang tinggi kepada buah
hatinya maka kemajuan negara di masa mendatang tidak akan menjadi keraguan. Tetapi apabila
sebaliknya, kehancuran negaralah yang ada di depan mata.

Sudah sepantasnya kita tunjukkan rasa terima kasih kepada para pahlawan yang telah mendahului kita.
Tidak perlu beradu fisik ataupun adu senjata, tetapi rasa terima kasih yang diwujudkan dengan usaha
sungguhsungguh untuk memberikan sumbangan yang berarti bagi bangsa ini.

Berkontribusi sesuai dengan peran masing-masing dan bisa membawa negara ini menuju ke arah yang
lebih baik. Sehingga tidak hanya bisa menikmati hasil perjuangan, tetapi kita juga bisa ikut berpartisipasi
sebagai pahlawan pembangunan masa kini bagi negeri ini.

NINING ISLAMIYAH
Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Airlangga

Anda mungkin juga menyukai