PENDAHULUAN
Melihat banyaknya manfaat wirausaha diatas, maka ada dua darmabakti wirausaha
terhadap pembangunan bangsa, yaitu :
1. Sebagai pengusaha, memberikan darmabaktinya melancarkan proses produksi, distribusi,
dan konsumsi. Wirausaha mengatasi kesulitan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan
masyarakat.
2. Sebagai pejuang bangsa dalam bidang ekonomi, meningkatkan ketahanan nasional,
mengurangi ketergantungan pada bangsa asing.
Demikian besar darma bakti yang dapat disumbangkan oleh wirausaha terhadap
pembangunan bangsa, namun masih saja orang kurang berminat menekuni profesi tersebut.
Penyebab dari kurangnya minat ini mempunyai latar belakang pandangan negatif dalam
masyarakat terhadap profesi wirausaha. Wirausaha ini kegiatannya banyak bergerak dalam
bidang bisnis. Dalam kegiatan bisnis termasuk kegiatan perdagangan.
Oleh sebab itu, marilah kita lihat bagaimana pandangan masyarakat kita terhadap
profesi, lapangan kerja dalam sektor ini, yaitu sektor wirausaha, bisnis, dan perdagangan.
Banyak faktor psikologis yang membentuk sikap negatif masyarakat sehingga mereka
kurang berminat terhadap profesi wirausaha, antara lain sifat agresif, ekspansif, bersaing,
egois, tidak jujur, kikir, sumber penghasilan tidak stabil, kurang terhormat, pekerjaan
rendah, dan sebagainya. Pandangan semacam ini dianut oleh sebagian besar penduduk,
sehingga mereka tidak tertarik. Mereka tidak menginginkan anak-anak menerjuni bidang ini,
dan berusaha mengalihkan perhatian anak untuk menjadi pegawai negeri, apalagi bila
anaknya sudah bertitel lulus perguruan tinggi. Mereka berucap, “Untuk apa sekolah tinggi,
jika hanya mau jadi pedagang”. Pandangan seperti ini sudah berkesan jauh di lubuk hati
sebagian besar rakyat kita, mulai sejak zaman penjajahan Belanda sampai beberapa dekade
masa kemerdekaan.
Landasan filosofis inilah yang menyebabkan rakyat Indonesia tidak termotivasi terjun
ke dunia bisnis kita tertinggal jauh dari negara tetangga, yang seakan-akan memiliki spesialis
dalam profesi bisnis. Mereka dapat mengembangkan bisnis besar-besaran mulai dari industri
hulu sampai ke industri hilir, meliputi usaha jasa, perbankan, perdagangan besar (grosir)
perdagangan eceran besar (department store, swalayan), eceran kecil (retail) eksportir,
importir, dan sebagai bentuk usaha lainnya dalam berbagai jenis komoditi.
Rakyat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam lupa, tidak banyaknya
mengetahui akan ajaran Islam tentang pekerjaan di bidang bisnis. Pernah Rasulullah Saw.
Ditanya oleh para sahabat, pekerjaan apakah yang paling baik yang Rasulullah? Rasulullah
menjawab, seorang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih. (HR.
Al-Bazzar). Jual beli yang bersih berarti sebagian dari kegiatan profesi bisnis. Selain itu para
ulama telah sepakat mengenai kebaikan pekerjaan dengan (jual beli), sebagai perkara yang
telah dipraktekkan sejak zaman Nabi hingga masa kini.
Dalam Hadis lain Rasulullah bersabda, Pedagang yang jujur lagi percaya adalah
bersama-sama para Nabi, orang shadiqiin, dan para syuhada. (HR. Tirmidzi dan Hakim).
Memang demikian, berdagang atau berbisnis harus dilandasi oleh kejujuran. Apabila
orang berbisnis tidak jujur, maka tunggulah kehancurannya. Apabila ia jujur, maka ia akan
mendapat keuntungan dari segala penjuru yang tidak ia duga darimana datangnya, demikian
menurut ajaran agama.
Sekarang ini, banyak anak muda mulai tertarik dan melirik profesi bisnis yang cukup
menjamin masa depan cerah. Diawali oleh anak-anak pejabat, para sarjana dan diploma
lulusan perguruan tinggi, sudah mulai terjun ke pekerjaan bidang bisnis. Kaum remaja zaman
sekarang, dengan latar belakang profesi orang tua yang beraneka ragam mulai mengarahkan
pandangannya ke bidang bisnis. Hal ini didorong oleh kondisi persaingan di antara pencari
kerja yang mulai ketat. Lowongan pekerjaan mulai terasa sempit. Posisi pegawai negeri
kurang menarik, ditambah lagi dengan policy zero growth oleh pemerintah dalam bidang
kepegawaian.
Saat ini orang tua sudah tidak berpandangan negatif lagi pada dunia bisnis. Anak-anak
muda tidak lagi “malu” berdagang. Bahkan para artis banyak terjun ke dunia “bisnis” yang
bergerak dalam berbagai komoditi.
Berdasarkan suatu penelitian terhadap siswa kelas 3 SMU di kota madya Bandung,
ditemukan adanya pergeseran minat bisnis di kalangan remaja. Suatu hal yang menonjol
yang ditemukan dalam penelitian ini adalah adanya perubahan sikap dan pandangan dari
generasi muda calon intelektual bangsa kita. Demikian pula ada perubahan pandangan dari
orang tua, yang sudah menyenangi dan mengizinkan putra-putrinya terjun ke bidang bisnis.
Para remaja ini menyatakan mereka sangat menyenangi kegiatan bisnis. Mereka akan
terjun ke bidang bisnis karena pekerjaan bisnis cukup menjanjikan untuk masa depan. Untuk
mengantisipasi pekerjaan bisnis, mereka mempersiapkan bekal, berupa sikap mental dan
menguasai beberapa keterampilan yang menunjang. Banyak keterampilan yang harus
memiliki oleh remaja, seperti keterampilan mengetik manual, komputer, akuntansi,
pemasaran, otomotif, elektronik, dan sebagainya. Makin banyak keterampilan yang dikuasai,
makin tinggi minat bisnisnya dan makin banyak peluang terbuka untuk membawa
berwirausaha.
Pendidikan
Banyak orang menyatakan bahwa tingkat pendidikan para wirausaha, agak rendah
dibandingkan dengan rata-rata populasi masyarakat. Namun ini tidak begitu signifikan,
karena tingkat pendidikan juga penting bagi wirausaha, terutama dalam menjaga kontinuitas
usahanya dan mengatasi segala masalah yang dihadapi diperlukan tingkat pendidikan tidak
memegang peranan penting, malahan banyak diantara pengusaha adalah orang-orang drop
out seperti Andrew Carnegie, William Durant, Henry Ford. Menurut Gisrich hampir 70% dari
wanita pengusaha pernah mengenyam pendidikan diploma, atau S 1, kebanyakan dalam
bahasa Inggeris, psikologi, bidang pendidikan, dan sosiologi, ada pula yang berasal dari
disiplin engineer, sicence dan matematik. Kemudian melengkapi pengetahuan dalam bidang
finance, perencanaan strategis, marketing, manajemen, komunikasi, menulis dan berbicara
yang lancar.
Innovation (Inovasi)
Implementation (Pelaksanaan)
Growth (Pertumbuhan)
1. Proses Inovasi
Beberapa faktor personal yang mendorong inovasi adalah : keinginan berprestasi,
adanya sifat penasaran, keinginan menanggung resiko, faktor pendidikan dan faktor
pengalaman. Adanya inovasi yang berasal dari diri seseorang akan mendorong di mencari
pemicu ke arah memulai usaha.
Sedangkan faktor-faktor environment mendorong inovasi adalah : adanya peluang,
pengalaman adalah sebagai guru yang berharga yang memicu perintisan usaha, apalagi
ditunjang oleh adanya peluang dan kreativitas.
2. Proses Pemicu
Beberapa faktor personal yang mendorong Triggering Event Artinya yang memicu atau
memaksa seseorang untuk terjun ke dunia bisnis adalah :
* Adanya ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang sekarang.
* Adanya pemutusan hubungan kerja (PHK), tidak ada pekerjaan lain,
* Dorongan karena faktor usia,
* Keberanian menanggung resiko,
* Dan komitmen atau minat yang tinggi terhadap bisnis.
Faktor-faktor Environment yang mendorong menjadi pemicu bisnis adalah :
* Adanya persaingan dalam dunia kehidupan
* Adanya sumber-sumber yang bisa dimanfaatkan, misalnya memiliki tabungan, modal,
warisan, memiliki bangunan yang lokasi strategis dan sebagainya.
* Mengikuti latihan-latihan atau incubator bisnis. Sekarang banyak kursus-kursus bisnis dan
lembaga manajemen fakultas ekonomi melaksanakan pelatihan dan incubator bisnis.
* Kebijakan pemerintah misalnya adanya kemudahan-kemudahan dalam lokasi berusaha
ataupun fasilitas kredit, dan bimbingan usaha yang dilakukan oleh Depnaker.
Sedangkan faktor Sociological yang menjadi pemicu serta pelaksanaan bisnis adalah:
* Adanya hubungan-hubungan atau relasi-relasi dengan orang lain.
* Adanya tim yang dapat diajak kerjasama dalam berusaha
* Adanya dorongan dari orang tua untuk membuka usaha
* Adanya bantuan famili dalam berbagai kemudahan
* Adanya pengalaman-pengalaman dalam dunia bisnis sebelumnya
3. Proses Pelaksanaan
Beberapa faktor personal yang mendorong pelaksanaan dari sebuah bisnis adalah
sebagai berikut :
* Adanya seseorang wirausa yang sudah setiap mental secara total.
* Adanya manajer pelaksana sebagai tangan kanan, pembantu utama.
* Adanya komitmen yang tinggi terhadap bisnis.
* Dan adanya visi, pandangan yang jauh ke depan guna mencapai keberhasilan.
4. Proses Pertumbuhan
Proses pertumbuhan ini didorong oleh faktor organisasi antara lain:
* Adanya tim yang kompak dalam menjalankan usaha sehingga semua rencana dan
pelaksanaan operasional berjalan produktif.
* Adanya strategi yang mantap sebagai produk dari tim yang kompak.
* Adanya struktur dan budaya organisasi yang sudah membudaya. Budaya perusahaan jika
sudah berbentuk dan diikuti dengan penuh tanggung jawab oleh seluruh karyawan maka
pertumbuhan perusahaan akan berkembang pesat. Apa yang dimaksud dengan Budaya
perusahaan ? (Lihat Bab 14).
* Adanya produk yang dibanggakan, atau keistimewaan yang dimiliki misalnya kualitas
makanan, lokasi usaha, manajemen, personalia dan sebagainya.
Sedangkan faktor environment yang mendorong implementasi dan pertumbuhan
bisnis adalah sebagai berikut:
* Adanya unsusr persaingan yang cukup menguntungkan. Dunia persaingan sekarang ini
sangat tajam. Adanya berbagai bentuk persaingan yang ada di pasar mulai dari pengusaha
pasar yang sangat dominan, yang mempunyai kekuatan yang sedang dan yang lemah.
Dalam istilah pemasaran mereka ini terdiri atas market leader, market challenger, market
follower, dan market nicher. Di pasar ditemukan pemimpin pasar. Pada setiap produk,
atau merek yang dijual di pasar ada merek yang melekat di hati konsumen. Merek ini
market share nya paling banyak/ luas, ini disebut market leader. Kemudian menyusul
penantyang pasar (market challenger), yang berusaha menunggu kesempatan mengatasi
leader.
Setelah itu ada market follower yang ikut-ikutan saja karena modal terbatas, merek
belum terkenal dan terakhir market nicher yang menjual produknya pada relung-relung/
celah pasar yang belum terisi oleh merek lain.
* Adanya konsumen dan pemasok barang yang kontinyu.
* Adanya bantuan dari pihak investor bank yang memberikan fasilitas keuangan.
* Adanya sumber-sumber yang tersedia, yang masih bisa dimanfaatkan.
* Adanya kebijakan pemerintah yang menunjang berupa peraturan bidang ekonomi yang
menguntungkan.
Melihat uraian di atas muncul pertanyaan apakah sebenarnya yang paling mendorong
seseorang untuk memasuki karir wirausaha ?
Jawabnya menyangkut dua hal yaitu :
1. Personal Attributes
2. Personal Environment
Personal Attributes
David McClelland di dalam bukunya The Achieving Society, menyatakan bahwa seorang
wirausaha adalah seorang yang memiliki keinginan berprestasi yang sangat tinggi
dibandingkan dengan orang yang tidak berwirausaha.
Dalam suatu penelitian di Inggris menyatakan bahwa motivasi seseorang membuka
bisnis adalah 50% ingin mempunyai kebebasan dengan berbisnis sendiri, hanya 18%
menyatakan ingin memperoleh unag dan 10% menyatakan jawaban membuka bisnis untuk
kesenangan, hobi, tantangan atau kepusan pribadi dan melakukan kreativitas.
Sedangkan penelitian di Rusia 80% menyatakan mereka membuka bisnis karena ingin
menjadi bos dan memperoleh otonomi serta kemerdekaan pribadi. Faktor-faktor atribut
lainnya dapat dilihat konsep 10D pada bab lain.
Faktor Environmental
Di samping faktor personal yang ada didalam diri pribadi wirausaha maka ada
pengaruh faktor luar terhadap pembentukan watak wirausaha. DI negara kita ini ada
beberapa daerah atau lokasi yang banyak wirausahanya. Demikian pula di Amerika terkenal
daerah Silicon Valley dimana dijumpai banyak pengusaha-pengusaha besar. Di daerah
tersebut dijumpai kegiatan wirausaha membeli dan menjual barang, transportasi,
pengudangan, perbankan, dan berbagai jasa konsultan. Suasana semacam ini sangat
berpengaruh kepada warga masyarakat untuk menumbuhkan minat berwirausahan.
Demikian pula suasana lingkungan yang lain yang kita jumpai pada sejumlah dosen serta
alumni MIT (Masachusetts Institute of Technology) yang mendirikan sejumlah perusahaan.
Sejak perang dunia Ke-2 sampai tahun 1988 telah didirikan 636 perusahaan oleh dosen dan
alumni MIT ini. Mereka membuka 300.000 lapangan pekerjaan dengan total penghasilan 10
billiun dolar. Pengusaha-pengusaha MIT ini saling bekerja sama dan mendorong
pertumbuhan bisnis dan perkembangan teknologi di Amerika.
Suatu kenyataan kita lihat bahwa kurangnya wirausaha dari masyarakat keturunan
Afrika-Amerika dibandingkan dengan masyarakat keturunan Asia-memberi contoh.
Khususnya dalam bidang pemeilihan pertokoan keturunan pengalaman kepada generasi
mudanya.
1. Pengertian Wiraswasta
Istilah wiraswasta sering dipakai tumpang tindih dengan istilah wirausaha. Di dalam
berbagai literatur dapat dilihat bahwa pengertian wiraswasta sama dengan wirausaha,
demikian pula penggunaan istilah wirausaha seperti sama dengan wiraswasta.
Seorang pelopor yang gigih mengintrodusir dan memasyarakatkan istilah Wiraswasta
ini ialah DR. Suparman Sumahamijaya sejak tahun 1967 melalui berbagai ceramah. DR.
Suparman S. sebagai dosen Fakultas Ekonomi UNPAD sangat menekankan peluang kelompok
kreatif entrepreneur Indonesia untuk mengangkat bangsa Indonesia dari lembah kemiskinan.
Istilah wiraswastawan ada yang menghubungkannya dengan istilah saudagar.
Walaupun sama artinya dalam bahasa sansekerta, tetapi maknanya berlainan. Wiraswasta
terdiri atas tiga kata: wira, swa, dan sta, masing-masing berarti: wira adalah manusia unggul,
teladan, berbudi luhur, berjiwa besar, berani, pahlawan/ pendekar kemajuan, dan memiliki
keagungan watak; swa artinya sendiri; dan sta artinya berdiri.
Sedangkan saudagar terdiri dari dua suku kata. Sau berarti seribu, dan dagar artinya
akal. jadi, saudagar berarti seribu akal. (taufik Rashid, 1981:4)
Bertolak dari ungkapan etimologi di atas, maka wiraswasta berarti keberanian,
keutamaan serta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan
permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri. (Wasty Soemanto, 1984:
43).
Manusia wiraswasta mempunyai kekuatan mental yang tinggi sehingga memungkinkan
ia melompat dan meluncur maju ke depan di luar kemampuan rata-rata, adakalanya
wiraswastawan tidak berpendidikan tinggi.
Lihatlah nama-nama seperti Henry Ford, Thomas Edison, Philips, Krupp, Mitsui, Sciciro
Honda, Bahrudin, Pardede dan sebagainya. Diantara mereka itu ada yang berasal dari kaum
bangsawan, sarjana, tetapi kebanyakan termasuk orang yang tidak tinggi sekolahnya.
Melihat kepada pengertian-pengertian di atas, maka DR Daoed Yoesoef (1981: 78)
menyatakan bahwa seorang wiraswasta adalah:
1. Memimpin usaha, baik secara teknis dan/ atau ekonomis, dengan berbagai aspek
fungsionil seperti berikut:
a. Memiliki, dipandang dari sudut permodalan, mungkin secara penuh (owner) atau
secara bagian (co-owner)
b. Mengurus dalam kapasitas sebagai penanggung jawab atau manager;
c. menerima tantangan ketidakpastian dan karenanya menanggung resiko ekonomi yang
sulit diukur secara kuantitatif dan kualitatif.
d. Mempelopori usaha baru, menerapkan kombinasi-kombinasi baru, jadi disini
wiraswasta sebagai pionir, tokoh yang dinamis, organisator, koordinator;
e. Penemu (innovator), peniru (initator), dan yang berhubungan dengan ini, penyalur
memindahkan teknologi.
2. Memburu keuntungan dan manfaat secara maksimal.
3. Membawa usaha ke arah kemajuan, perluasan, perkembangan, melalui jalan
kepemimpinan ekonomi, demi :
a. Kenaikan prestise;
b. kebebasan (independency), kekuasaan dan kehormatan;
c. Kontinuitas usaha.
Hal yang terakhir ini merupakan perbuatan yang didorong tidak hanya oleh motif
ekonomi tetapi juga oleh pertimbangan-pertimbangan psikologis, sosiologis, dan bahkan
politis. Fungsi apa yang dilakukan oleh seorang wiraswasta serta bagaimana dia melakukan
itu pada gilirannya memberikan kepadanya tipe kepribadian tertentu. Dipandang dari sudut
ini kiranya dewasa ini dapat dibedakan lima tipe pokok wiraswasta;
1. Wiraswasta sebagai orang vak, “captain of industry”, di suatu bidang tertentu, dimana ia
membuktikan prestasi teknik dan mengadakan penemuan ataupun peniruan. Perhatian
utamanya adalah aspek teknik dari usaha jalakannya. Sedangkan langganan diperolehnya
tidak secara disengaja tetapi melalui mutu barang dan/ atau mutu prestasinya.
2. Wiraswasta sebagai orang bisnis, yang terus menerus secara tekun menganalisa
kebutuhan dan selera masyarakat, menimbulkan kebutuhan-kebutuhan baru melalui
reklame. Perhatian dan keprihatinan utamanya adalah angka dan grafik penjualan dan
karenanya juga barang (produksi) yang mempunyai masa depan yang cerah.
3. Wiraswasta sebagai orang uang, yang mengumpulkan dan menyalurkan dana, mendirikan
concern, yang pada pokoknya bergerak di pasaran uang dan modal.
4. Wiraswasta sebagai social engineer, pengusaha yang berusaha mengikat para
pekerjaannya melalui berbagai karya sosaial (welfareworks), baik atas pertimbangan
moral ataupun berdasarkan perhitungan zekelijk, yaitu mengelakkan kerugian yang
diakibatkan pertumbuhan personil yang telalu kerap dan cepat.
5. Wiraswasta sebagai manajer, yang memajukan usahanya dengan menggunakan
pengetahuan-pengetahuan bisnis modern dan memperhitungkan sepenuhnya azas
efisiensi. Di sini usaha meraih keuntungan tidak lagi sinonim dengan usaha mencapai
pendapatan yang sebesar mungkin bagi si pengusaha, sebab alam pribadi pengusaha
terpisah dari alam usaha itu sendiri.
Untuk menjadi seorang wiraswasta, sikap mental berani tetapi dengan perhitungan
yang matang sangat membantu keberhasilannya, perolehan hasil pendidikan formal juga
membantu, tetapi menurut hasil penelitian Charles Schriber, keberhasilan seseorang yang
ditentukan oleh pendidikan formal hanya sebesar 15%, dan selebihnya (85%) ditentukan
oleh sikap mental atau kepribadian. Oleh sebab itu, pendidikan di sekolah kita, SLTP, SMU,
dan PT yang selama ini sangat mengagumkan transfer ilmu pengetahuan, dan melupakan
aspek-aspek pembinaan mental, telah membawa generasi remaja ke pengangguran.
Pembinaan aspek mental misalnya penegakan disiplin, melatih kejujuran dalam ujian,
menyelesaikan tugas, bertanggung jawab, berani karena benar, takut karena salah, ini sudah
tidak diperhatikan. Anak-anak muda kita banyak dirasuki oleh adegan-adegan film, sinetron,
yang mempertontonkan bagaimana cara mengeroyok orang, memfitnah orang, melawan
atau menghardik ibu bapaknya, balas dendam, lempar batu sembunyi tangan, lepas
tanggung jawab, cari kambing hitam, tawuran antara sekolah dan sebagainya. Ini semua
adalah didikan yang salah yang membuat siswa suka melawan guru, baik secara terang-
terangan dan kebanyakan secara sembunyi-sembunyi, menggunakan tangan orang lain.
Pribadi semacam ini tidak akan berhasil dalam memasuki dunia wiraswasta.
Kita mengharapkan secara nasional, kita memiliki bangsa yang kelak dapat berdiri
penuh atas nilai-nilai kepribadian yang bermutu tinggi. Jadi kewiraswastaan terdiri dari 3
bagian pokok yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, yaitu :
1. Sikap mental wiraswasta,
2. Kewaspadaan mental wiraswasta
3. Keahlian dan keterampilan wiraswasta.
Bagian ke-3 ini telah banyak didapatkan dari pendidikan sekolah-sekolah yang ada.
Akan tetapi bagian ke-1 dan ke-2 masih memerlukan banyak waktu dan pemikiran untuk
mengembangkannya.
Khususnya untuk masyarakat pedesaan, yang tingkat pendidikan formalnya rata-rata
hanya tamat sekolah dasar, maka pendidikan kewiraswastaan ini harus secara penuh
diberikan untuk tiga unsusr di atas. Dorongan untuk memajukan wiraswasta adalah seperi
sebuah mobil yang tidak punya dinamo. Bila sang mobil didorong-dorong maka akan
berjalan. Akan tetapi, begitu berhenti didorong, maka mobil pun berhenti. Bukankah yang
kita perlukan dinamo? Dinamo yang dimaksudkan adalah daya penggerak diri.
Jadi, setiap orang harus kita berikan dinamo itu agar dia dapat berjalan sendiri tanpa
perlu didorong. Demikianlah peranan pendidikan kewiraswastaan dalam memotivasikan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Dengan kata lain, bahwa untuk
menjadikan jumlah penduduk yang besar menjadi modal pembangunan adalah melalui
pendidikan kewiraswastaan. (Suparman Sumahamijaya, 1981: 10).
Menurut Prof DR Haryati Subadio, pengertian Wiraswasta adalah manusia teladan
yang berbudi luhur yaitu manusia yang mampu berdiri atas kemampuan sendiri, tidak saja
dalam sektor swasta tapi juga dalam sektor negara.
Sedangkan DR Sudjoko menyatakan bahwa wiraswasta adalah mereka yang memiliki
dan masih memiliki nilai-nilai manusia perintis, pelopor dan pejuang kemerdekaan, pejuang
kemajuan. Nilai-nilai ini adalah watak kepribadian wiraswasta, jiwa semangat dan
keterampilan wiraswasta.
Suahrsono Sagir menulis wiraswasta adalah seorang yang modal utamanya adalah
ketekunan yang dilandasi sikap optimis, kreatif dan melakukan usaha sebagai pendiri
pertama disertai dengan keberanian menanggung resiko berdasarkan suatu perhitungan dan
perencanaan yang tepat.
Fadel Muhammad menyatakan bahwa wiraswasta adalah orang yang memfokuskan
diri pada peluang bukan pada resiko. Wiraswasta bukanlah pengambilan melainkan penentu
resiko.
Adapula yang berpendapat bahwa wiraswasta adalah kreativitas dan sikap tindak
manusia yang mampu mengkoordinir sumber alam, tenaga manusia dan peralatannya
menjadi benda-benda dan jasa-jasa ekonomi (Djatmiko, 1998: 49).
Selanjutnya Soesarsono Wijandi (1988: 24) menulis pengertian wiraswasta bukanlah
teladan dalam usaha partikelir (swasta), melainkan adalah sifat-sifat keberanian, keutamaan,
keteladanan dan semangat yang bersumber dari kekuatan sendiri, dari seorang pendekar
kemajuan, baik dalam kekaryaan pemerintahan maupun dalam kegiatan apa saja di luar
pemerintahan dalam arti yang menjadi pangkal keberhasilan seseorang (Sumahamijaya,
1980). Dengan demikian, wiraswasta juga mencukup semua aspek pekerjaan termasuk
karyawan pemerintahan, koperasi, badan usaha milik negara (BUMN), petani, warga
angkatan bersenjata dan sebagainya, oleh karena itu, pernah orang menyarankan untuk
menggunakan istilah ‘wirakarya’ yang mencakup pengertian tersebut, sedangkan pengertian
‘wiraswasta’ hanya diperuntukkan bagi lingkup usaha swasta. Apa pun istilah yang
digunakan, aspek kemandirian dan wira merupakan aspek yang khas dan penting dalam
kewiraswastaan.
Istilah ‘swasta’ sebagai pengganti istilah ‘parikelir’ atau private telah ada dan dikenal
sebelum istilah wiraswasta ada, sehingga kurang tepat jika ada dan dikenal sebelum istilah
dikaitkan atau diasosiasikan dengan pengertian ‘usaha swasta’. Pengertian swasta dari kata
private sebenarnya mencakup pengertian ‘segala sesuatu yang berhubungan dengan
masalah khusus perseorangan atau grup’, atau juga dapat berarti ‘segala sesuatu yang
bersifat tidak terbuka untuk umum atau yang tidak diawasi secara langsung oleh
pemerintah’ (kamus Webster, 1967). Di Malaysia dan Singapura, perusahaan yang semula
bertanda Pte (private) kemudian diganti dengan istilah setempat (bahasa Melayu), yaitu Sdn
(sendirian).
Moh. Said Reksphadiprodjo (1978: 80) menulis, bilamana istilah wiraswasta diterima
wira atau prawira berarti apa yang bersifat mulai atau luhur, dan swasta yang biasanya
digunakan untuk menyatakan pihak bukan pemerintah, sebenarnya berarti kemampuan
untuk sendiri (=sta) atas kekuatan sendiri (=swa), jadi kemampuan untuk terdikari, otonom,.
Berdaulat atau menurut Ki Hajar Dewanatara merdeka lahir batin.
Jadi seorang wiraswasta adalah seorang usahawan yang di samping mampu berusaha
dalam bidang ekonomi umumnya dan niaga khususnya secara tepat-guna (tepat dan
berguna, efektif dan efisien), juga berwatak merdeka lahir batin serta berbudi luhur, dengan
demikian, maka seorang wiraswasta tidak akan menjadi ‘economic animal’.
Gambaran ideal manusia wiraswasta adalah orang yang dalam keadaan bagaimanapun
daruratnya, tetap mampu berdiri atas kemampuan sendiri untuk menolong dirinya keluar
dari kesulitan yang dihadapinya, termasuk mengatasi kemiskinan tanpa bantuan instansi
pemerintah atau instansi sosial. Dan dalam keadaan yang bisa (tidak darurat) manusia-
manusia wiraswasta bahkan akan mampu menjadikan dirinya maju, kaya, berhasil lahir dan
batin.
Dr. Suparman menyatakan ciri manusia wiraswasta sebagai berikut:
1. Tahu apa maunya, dengan merumuskannya, merencanakan upayanya, dan menentukan
program batas waktu untuk mencapainya.
2. Berpikir teliti dan berpandangan kreatif dengan imajinasi konstruktif.
3. Siap mental untuk menyerap dan menciptakan kesempatan serta siap mental dan
kompetensi untuk memenuhi persyaratan kemahiran mengerjakan sesuatu yang positi.
4. Membiasakan diri bersikap mental positif maju dan selalu bergairan dalam setiap
pekerjaan.
5. Mempunyai daya penggerak diri yang selalu menimbulkan inisiatif.
6. Tahu mensyukuri dirinya, waktu, dan mensyukuri lingkungannya.
7. Bersedia membayar harga kemajuan, yaitu kesediaan berjerih payah.
8. Memajukan lingkungan dengan menolong orang lain, agar orang lain dapat menolong
dirinya sendiri.
9. Membiasakan membangun disiplin diri, bersedia menabung dan membuat anggaran
waktu dan uang.
10. Selalu menarik pelajaran dari kekeliruan. Kesalahan dan pengalaman pahit, serta
berprihatin selalu.
11. Menguasai salesmanship (kemajuan jual), memiliki kepemimpinan, dan kemampuan
memperhitungkan resiko.
12. Mereka berwatak maju dan cerdik, serta percaya pada diri sendiri.
13. Mampu memusatkan perhatiannya terhadap setiap tujuannya.
14. Berkepribadian yang menarik, memahami seni berbicara dan seni bergaul.
15. Jujur, bertanggung jawab, ulet, tekun dan terarah.
16. Memperhatikan kesehatan diri, tidak suka begadang, jangan menjadi perokok berat,
tidak minum alkohol, dan narkotit.
17. Menjuahkan diri dari sifat iri, dengki, rakus, dendam, takut disaingi, khawatir dan ragu-
ragu (hambatan yang dibuat sendiri).
18. Tunduk dan bersyukur kepada Tuhan YME untuk mendapatkan rihonya, beriman dan
memperhatikan hukum Allah, peraturan dan hukum yang berlaku sebagai pedoman.
(Suparman Sumahamijaya, 1981: 5).
Dari sekian banyak pandangan tentang pengertian wiraswasta, tentu cukup
membingungkan.
Seperti ada yang menyatakan seorang wiraswasta adalah orang melakukan usaha
sebagai pendiri pertama. Timbul pertanyaan bagaimana jika seorang anak mewarisi kegiatan
bisnis ayahnya, kemudian bisnisnya melejit berkembang membangun sebuah kerajaan bisnis
besar. Apakah anaknya bukan seorang wiraswasta? Juga ada pendapat seseorang yang
bekerja di perusahaan no pemerintah, dia bukan seorang wiraswasta, tetapi dia tidak lain
sebagai administrator atau pelaksana perintah yang telah digariskan oleh top management.
Dalam kebingungan ini, maka untuk sementara yang dapat kita sepakati seorang wiraswasta
ialah seseorang yang memiliki pribadi hebat, produktif, kreatif, melaksanakan kegiatan
perencanaan bermula dari ide sendiri, kemudian mengembangkan kegiatannya dengan
menggunakan tenaga orang lain dan selalu berpegang pada nilai-nilai disiplin dan kejujuran
yang tinggi,
Jika ada orang melaksanakan usaha, mencapai kemajuan sebagian besar melalui KKN
(Korupsi, kolusi, dan Nepotisme) atau hanya sebagai calon, tukang catut, maka dia itu tak
tergolong wiraswasta sejati. Kerajaan bisnis seperti ini akan mengalami kehancuran pada
waktunya.
2. Pengertian Wirausaha
Berikut ini digambarkan perkembangan teori dan definisi wirausaha yang asal katanya
adalah terjemahan dari entrepreneur. Istilah wirausaha ini berasal dari entrepreneur (bahasa
Perancis) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan arti between taker atau go-
between.
Perkembangan teori dan istilah entrepreneur adalah sebagai berikut:
- Asal kata entrepreneur dari bahas Perancis berarti between taker atau go-between.
- Abad pertengahan: berarti aktor atau orang yang bertanggung jawab dalam proyek
produksi berskala besar.
- Abad 17 diartikan sebagai orang yang menanggung resiko untung rugi dalam mengadakan
kontrak pekerjaan dengan pemerintah dengan menggunakan fixed price.
- Tahun 1725, Richard Cantilon menyatakan entrepreneur sebagai orang yang menanggung
resiko yang berbeda dengan orang memberi modal
- Tahun 17-97, Bedeau menyatakan wirausaha sebagai orang yang menanggung resioko,
yang merencanakan, supervisi, mengorganisasi dan memiliki.
- Tahun 1803, Jean Baptist Say menyatakan adanya pemisahan antara keuntungan untuk
entrepreneur dan keuntungan untuk memiliki modal
- tahun 1876, Francin Walker, membedakan antar orang menyediakan modal dan
menerima bunga, dengan orang yang menerima keuntungan karena keberhasilannya
memimpin usaha
- Tahun 1934, Joseph Schumpeter, seorang entrepreneur adalah seorang innovator dan
mengembangkan teknologi
- Tahun 1961, David McLelland, entrepreneur adalah seorang yang energik dan membatasi
resiko
- Tahun 1964 Peter Drucker, seoarang entreneur adalah seseorang yang mampu
memanfaatkan peluang
- Tahun 1975, Alberta Shapero, seorang yang memiliki inisiatif, mengorganisir mekanis
sosial dan ekonomi, dan menerima resiko kegagalan
- Tahun 1983, Gifford Picnhot, intrapreneur adalah seorang entrepreneur dari dalam
organisasi yang sudah ada/ organisasi yang sedang berjalan
- tahun 1985, Robert Hisrich: entrepreneur adalah the process of creating something
different with value by devoting the necessary time and Effort, assuming the
accompanying financial, psychological, and social risks and receiving the resulting rewards
of monetary and personal satisfaction (entrepreneur adalah merupakan proses
menciptakan sesuatu yang berbeda dengan mengabdikan seluruh waktu dan tenaganya
disertai dengan menanggung resiko keuangan, kewajiban, sosial dan menerima balas jasa
dalam bentuk uang dan kepuasan pribadinya.
Sumber: Robert D.Hirsrich dan Michael P.Peters, 1995:6)
Sebagai contoh dari pengertian go-between atau perantara yang dimaksudkan dalam
istilah bahasa Prancis entrepreneur adalah pada saat Marcopolo yang mencoba merintis
jalur pelayaran dagang ke timur jauh. Dia setuju menandatangani kontrak untuk menjual
barang dari seorang pengusaha. Kontrak ini memberikan pinjaman dagang kepada
Marcopolo dengan bagian keuntungan sebesar 22.5% termasuk asuransi. Pemilik modal
tidak menanggung resiko apa-apa sedangkan si pedagang yang berlayar menanggung resiko
besar. Pada saat pelayaran tiba di tujuan dan barang dagangan dijual maka si pemilik modal
menerima keuntungan lebih dari 75% sedangkan si pedagang menerima keuntungan lebih
kecil.
Kemudian pada abad pertengahan istilah entrepreneur digunakan untuk
menggambarkan seorang aktor sebagai orang yang memimpin proyek produksi. Orang ini
tidak menanggung resiko akan tetapi memimpin proyek menyediakan sumber-sumber yang
diperlukan, Bentuk entrepreneur pada abad pertengahan ini berbentuk clerical yaitu orang
yang bertanggung jawab dalam pekerjaan arsitek seperti untuk pekerjaan bangunan istana
dan sebagainya.
Pada abad ke 17 istilah entrepreneur digambarkan sebagai rarng yang melakukan
kontrak pekerjaan dengan pemerintah untuk memasok produk tertentu. Kontrak ini
memakai harga tetap keuntungan atau kerugian yang diperoleh dari pekerjaan ini adalah
merupakan imbalan dari kegiatan wirausaha.
Pengertian Wirausaha Lebih lengkap dinyatakan oleh Joseph Schumpeter adalah
Entrepreneur as the person who destroys the existing economic order by introducing new
products and services, by creating new forms of organizations, or by exploiting new raw
materials. (Bygrave, 1994: 1)
Jadi menurut Joseph Schumpeter Entrepreneur atau Wirausaha adalah orang yang
mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru,
dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Orang
tersebut melakukan kegiatannya melalui organisasi bisnis yang baru ataupun bisa pula
dilakukan dalam organisasi bisnis yang sudah ada. Di dalam buku THE PROTABLE MBA IN
ENTREPRENEURSHIP diberikan definisi yang lebih luar dari definisi Joseph Schumpeter tadi.
Secara lengkap definisinya adalah sebagai berikut : Entrepreneur is the person who perceives
an opportunity and creates an organization to pursue it (Bygravy, 1994:2)
Dalam definisi ini ditekankan bahwa seorang wirausaha adalah orang yang melihat
adanya peluang kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang
tersebut. Pengertian wirausaha di sini menekankan pada setiap orang yang memulai sesuatu
bisnis yang bau. Sedangkan proses kewirausahaan meliputi semua kegiatan fungsi yang baru.
Sedangkan proses kewirausahaan meliputi semua kegiatan fungsi dan tindakan untuk
mengejar dan memanfaatkan peluang dengan menciptakan suatu organisasi.
Peter Drucker berkata bahwa wirausaha tidak menari resiko, mereka mencari peluang
(David Osborne, 1992: xvi).
Seorang innovator dan wirausaha yang terkenal dan sukses membangun sebuah bisnis
besar, umumnya mereka bukan penanggung resiko, tetapi mereka mencoba mendefinisikan
resiko yang harus mereka hadapi dan mereka meminimalkan resiko tersebut. Jika kita
berhasil mendefinisikan resiko kemudian membatasinya, dan mereka secara sistematis
dapat menganalisis berbagai peluang, serta mengeksploitasi nya maka mereka akan dapat
meraih keuntungan membangun sebuah bisnis besar.
Melihat uraian di atas, dan juga dalam berbagai tulisan/ literatur tampak adanya
pemakaian istilah saling bergantian ajtara wiraswasta dan wirausahan. Ada pandangan yang
menyatakan bahwa wiraswasta sebagai pengganti dari istilah entrepreneur. Ada juga
pandangan untuk istilah entrepreneur diguanakn wirausaha, sedangkan untuk istilah
entrepreneurship diguanakan istilah kewirausahaan. Akhirnya disimpulkan bahwa istilah
wiraswasta sama saja dengan wirausaha, walaupun rumusannya berbeda-beda tetapi isi dan
karakteristiknya sama,. Menurut penulis terdapat perbedaan fokus antara kedua istilah
tersebut. Wiraswasta lebih fokus pada objek, ada usaha yang mandiri, sedang wirausaha
lebih menekankan pada jiwa, semangat, kemudian diaplikasikan dalam segala aspek
kehidupan. Dosen perguruan tinggi, para birokrat di kantor pemerintahan harus ditanamkan
pengetahuan kewirausahaan, agar jiwa dan semangatnya beda. Mereka akan lebih kreatif,
efisien tidak selalu ingin menghabiskan anggaran, dsb, pegawai negeri tidak perlu
berwiraswasta, tetapi mereka diharuskan memiliki jiwa wirausaha. Perhatikanlah
pandangan-pandangan dengan berbagai rumusan dan uraian berikut.
Soehardi Sigit (1980: 1), menyatakan bahwa kata ‘entrepreneur’ secara tertulis
digunakan pertama kali oleh Savary pada tahun 1723 dalam bukunya ‘kamus Dagang’
Menurut Savary, yang dimaksud dengan ‘entrepreneur’ ialah orang yang membeli
barang dengan harga pasti, meskipun orang itu belum tahu dengan harga berapakah barang
(atau guna ekonomi) itu akan dijual kemudian.
Selain itu banyak penulis yang memberi arti berbeda-beda, apa yang dimaksud dengan
‘entrepreneur’ dan apa yang dimaksud dengan ‘entrepreneurship’ dari berbagai pendapat,
dapatlah kiranya diketengahkan adanya perbedaan-perbedaan pendapat apa yang disebut
entrepreneur;
- ada yang mengartikan sebagai orang yang menanggung resiko;
- ada yang mengartikan sebagai orang yang mengurus perusahaan;
- ada yang mengartikan sebagai orang yang memobilisasi dan mengalokasikan modal
- ada yang mengartikan sebagai orang yang mencipta barang baru.
- dan sebagainya.
Sebagai contoh, di Amerika sendiri istilah entrepreneur memberikan gambaran atau
image yang berbeda-beda. Misalnya dalam suatu kepustakaan yang dimaksud entrepreneur
atau ‘enterprising man’ ialah orang yang;
- Mengambil resiko
- Berani menghadapi ketidak pastian
- Membuat rencana kegiatan sendiri
- dengan semangat kebangsaan melakukan kebaktian dalam tugas
- menciptakan kegiatan usaha kegiatan yang sebelumnya tidak ada.
Dalam beberapa segi padangan hikayat Amerika. Entrepreneur di gambarkan sebagai
tokoh pahlawan yang membuka hutan, menaklukkan gunung, membendung sungai
menciptakan dam, membangun masyarakat baru, menanjak dari orang yang tiada sampai
menjadi orang berada kesemuanya itulah membentuk bangsa Amerika sebagai bangsa baru.
Dalam kepustakaan bisnis beberapa sarjana Amerika memberi arti entrepreneurship
sebagai individual atau kelompok yang membuka usaha baru dengan maksud memperoleh
keuntungan (laba), memelihara usaha itu dan membersihkannya dalam bidang produksi atau
distribusi barang-barang ekonomi atau jasa.
Meskipun orang dapat memberi arti ‘entrepreneur dan entrepeneurship’ berbeda-beda,
namun pendapat Schumpeter pada tahun 1912 masih banyak diikuti-berbagai kalangan,
pendapat Schumpeter yang masih banyak diikuti dan diterima itu disebutkan oleh seorang
penulis sebagai berikut:
“bagi Schumpeter, seorang entrepreneur tidak selalu seorang pedagang
(businessman)atau seorang manager ia (entrepreneur) adalah orang yang unik yang
berpembawaan pengambil resiko dan yang memperkenalkan produk-produk innovative da
teknologi baru dalam perekonomian, Schumpeter membedakan dengan tegas atnara proses
invention dengan innovation, hanya sedikit pengusaha (businessman) yang dapat melihat
kedepan dan innovative yang dapat merasakan potensi invention baru dan memanfaatkannya,
setelah pengenalan innovation yang berhasil dari entrepreneur, maka pengusaha-pengusaha
lain mengikuti dan prosuk atau teknologi baru itu tersebar dalam kehidupan ekonomi.
Suparman Sumahamijaya (1981:5) menulis: Entrepreneur dan fungsinya yang unik sebagai
penanggung resiko, pertama kali dikemukakan pada awal abad ke 18 oleh Richard Cantillon,
seorang Irlandia yang terdiam di Prancis, yang mengutarakan dalam bukunya, Essai sur Ia
Nature du Commerceen General, di tahun 1755 dengan istilah: “entrepreneur. Entrepreneur ini
membeli barang dan jasa-jasa dengan harga “tertentu” dengan maksud untuk dijual hasilnya
dengan harga yang “tidak pasti” si masa yang akan datang. Oleh karena itu entrepreneur
dinyatakan memiliki fungsi pokok yang unik: penanggung resiko jaminan, entrepreneur
mengerjakan sebuah proyek dan menanggung resiko dalam, pelaksanaannya, terutama dalam
resiko keuangan.
Para pembuat teori ekonomi dan para penulis di masa lalu telah menyikapi perkataan
entrepreneur dalam arti; mereka yang memulai sebuah usaha baru dan yang berani
menanggung segala macam resiko serta mereka yang mendapat keuntungannya.
Beberapa puluh kemudian. Jean Baptist Say menggambarkan fungsi entrepreneur dalam
arti yang lebih luas, menekankan pada fungsi penggabungan dari faktor-faktor produksi dan
perlengkapan manajemen yang kontinyu dan selain itu, juga sebagai penanggung resiko.
David. MC Celland dalam bukunya The Achieving Society (1961) mengungkapkan bahwa
dorongan untuk mencapai kerberhasilan merupakan motif yang penting sekali, bukan saja
untuk menentukan keberhasilan seseorang namun juga keberhasilan suatu bangsa dalam
melaksanakan pembangunan.
Mc Clelland dalam hasil penelitiannya mengemukakakn bahwa berhasil tidaknya bangsa
melaksankan pembangunan tertanggung jawab kepada jumlah penduduknya yang mempunyai
motif untuk berhasil.
Sehubungan dengan canges of behavior (perubahan tingkah laku) ini, maka David Clelland
berkata: ada tiga sifat yang baku yang ada di dalam setiap manusia, yaitu: need of power, need
of affiliation, dan need of achievement. Pada negara-negara sedang berkembang maka
kehausan akan kekuasaan yang terjadi di negara kita atau di negara lain. Di negara lain bisa
terjadi perebutan kekuasaan dengan cara menggulingkan pemerintahan yang bisa cara
menggulingkan itu dapat dilakukan melalui kekerasan, demontrasi masa ataupun melalui
parlementer dengan mosi tidak percaya.
Perebutan kekuasaan di nehara kita terlihat melalui pemilihan Umum kita menyaksikan
sepak terjang di era kita terlihat melalui mempengaruhi massa, konfersi pers, debat politik,
seminar, kampanye, wawancara TV, semua dilakukan dalam ranngka :need of power”
kemudian menyusul kehausan untuk berkumpul (need of affliation) sedang kehausan untuk
berpertasi sangat sedikit, kehausan untuk berkumpul seperti membuat kelompok- kelompok
dalam bentuk partai, organisasi, club-club dan berbagai bentuk persekutuan lainnya, dimana
orang bisa bertemu mengembangkan informasi, dan saling menghargai satu sama lain.
Untuk menggerakkan penduduk agar berprestasi dalam pembangunan yang perlu
dikorbankan segala unsur-unsur yang dapat mendukung need of achievement yang sekarang
telah ditemukan. Seluruh unsur-unsur yang mendukung need of achievement tersebut tidaklah
mungkin kita pelajari melalui dari Barat tetapi hendaknya kita usahakan untuk menggali sendiri
dari seluruh unsur budaya yang bermakna dan bernilai tinggi yang terdapat dalam
perbendaharaan setiap suku yang ada ditanak air kita sendiri, filsafat-filsafat kehidupan yang
sifatnya seperti virus mental yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia harus diinventarisir,
kemudian unsur-unsur yang memajukan kita kobarkan secara nasional dan unsur-unsur yang
menghambat kita tinggalkan.
3. Wirausaha Pemerintah
Pandangan berwirausaha, sekarang tampaknya lebih maju dan memasuki sektor
pemerintah mulai menginginkan pengelolaan assets negara secara wirausaha Para pejabat
dengan segala aparatnya harus bertindak sebagai wirausaha, memperhatikan aspek-aspek
ekonomis untung/rugi dalam menjalankan mengelola assets negara. Pemerintah mulai
mengurangi subsitusi yang makin lama terasa semakin merongrong keuangan negara. Jadi
istilah wirausaha inipun berlaku pula di dalam jajaran pemerintahan.
Wirausaha Pemerintah, sibahas panjang lebar oleh David Osborne dan Ted Gaebler (1992)
dalam buku yang berjudul Reinventing Government, di terjemahkan “Mewirausahakan
Birokrasi”.
Pemerintah dengan seluruh jajarannya harus merubah orientasinya terhadap rakyat.
Pemerintah harus mengarahkan ketimbang mengayu, harus menyuntikan persaingan ke dalam
pemberian layanan pemerintah harus membiayai hasil, bukan masukan harus menghasilkan
ketimbang membelanjakan melulu. Pemerintah harus mencegah dari pada mengobati
pemerintah harus berorientasi pasar dan mendongkrak perubahan melalui pasar rakyat harus
memper rakyat tidak segan sektor pelayanan pemerintah jika rakyat puas maka rakyat tidak
segan membayar pajak, retribusi kontribusi dan sebainya untuk kepentingan pemerintahnya.
Pemerintah harus secara dini mencegah segala sesuatu terjadi, jangan hanya fokus pada
solusinya saja. Misalnya: pemerintah jangan hanya fokus pada kesejahteraan pegawai
pemadam kebakaran, menambah mobil pemadam kebakaran, menaikkan anggaran, tapi
pemerintah juga harus mendidik rakyat agar lebih berhati-hati jangan mencuri listrik ini dosa
dan akan mendidik rakyat agar lebih berhati-hati jangan mencuri listrik, ini dosa dan akan
mengundang malapetaka, sebagai hukuman, jangan menyambung listrik secara amatiran, yang
bisa menimbulkan kebakaran arus pendek. Dsb, pemerintah jangan hanya meningkatkan
anggaran kesehatan anggaran kepolisian tapi pemerintah juga harus menjaga kebersihan
saluran limbah tempat buang sampah, makanan bergizi di sekolah, pengawasan keamanan
lingkungan dsb.
Mengusir pedagang kaki lima dari lokasi yang sudah lama mereka tempati atau melarang
tukang becak agar tidak menggunakan jalan raya sebagai daerah operasinya akan menimbulkan
gejolak sosial dan kadang-kadang harus dibayar dengan harga mahal, karena muncul
demonstrasi yang anarkis, akan lebih baik jika sejak dini dilakukan pencegahan, misalnya
dengan memasang rambu-rambu dilarang berjualan disini, dan ada pengawas setiap hari agar
rambu tersebut diindahkan jangan sekalipun membiarkan orang melanggar rambu-rambu
tersebut, bukanlah lebih baik mencegah dari pada mengobati.
Wirausaha pemerintah ini berpijak pada pengertian wirausaha yang dikemukakan oleh
jean B. Say: sekitar tahun 1800 wirausaha adalah memindahkan berbagai sumber ekonomi dari
suatu wilayah adalah memindahkan berbagai ekonomi dari suatu wilayah dengan produktivitas
rendah ke wilayah dengan produktivitas rendah dengan produktivitas lebih tinggi dan hasil yang
lebih besar . dengan kata lain seorang wirausaha produktivitas dan efektivitas.
Fenomena sumber daya yang dijumpai dalam bidang pemerintah selama ini tampak
begitu banyak pegawai yang tidak bekerja sepenuhnya, ada pengangguran tidak kentara, ada
yang kurang bertanggung jawab, kurang disiplin kurang terampil, terjebak dan tertekan di
bawah komando dirikrasi tidak memiliki inisiatif, menunggu perintah dari atas kreativitasnya
terhalang, kurang energi, kurang produktif dan akhirnya kurang layanan pada masyarakat.
Peter Drucker menyatakan bahwa setiap orang bisa menjadi wirausahawan asal
organisasinya menunjang dan kondusif untuk mendorong apabila organisasinya menunjang dan
kondusif untuk mendorong kewirausahaan, sebaliknya setiap wirausaha bisa menjadi birokrat
sejati, apabila organisasinya disusun dalam alam birokrasi yang menghalangi munculnya inisiatif
dan sebagainya.
Gejala seperti ini mudah dijumpai pada semua lapangan pekerjaan pemerintah, seperti
rumah sakit, sekolah perguruan tinggi kantor Pemda mulai dari kantor lurah, camat sampai ke
atas perkantoran berbagai department kantor perusahaan air minum PLN dan sebagainya
Menurut Osborne tahun 1980-an pertanyaan di majalah Time “sudah Matikah
Pemerintah Tahun 1990-an?” dijawab ya oleh kebanyakan orang amerika memang pada waktu
itu, dunia persekolahan Amerika sangat buruk layananya dan mutunya pemeliharaan kesehatan
sama saja, pengadilan kehakiman dan kejaksaan, polisi, rumah penjara manajemennya sangat
kacau, sulit memperoleh keadilan, banyak kota hampir pilit, para pejabat berusaha
menghabiskan anggaran, untuk keperluan yang tidak penting seperti (di negara kita misalnya
berkunjung ke negara lain, studi banding dana perpisahan pejabat kenang-kenangan bagi
pejabat yang habis masa jabatan, dsb) agar tidak ada anggaran tersisa yang harus dikembalikan
ke pemerintah pusat. Tahun depan mereka akan mengajukan anggaran baru dan akan diberi
jatah yang lebih kecil, karena akan mengajukan anggaran baru dan akan diberi jatah yang lebih
besar karena tahun lalu, tidak habis. Pengajuan anggaran berbelit-belit dan membutuhakn
waktu lama, melalui rapat demi rapat, menunggu pengesahan dari berlapis-lapis pejabat
birokra. Sistem anggaran semacam ini tidak mendorong Pemda untuk bekerja efesien hemat,
dan membuat surplus dalam anggarannya agar dapat menambah anggaran belanja tahun
depan.
Pengalaman di negara kita birokrasi sangat menghambat perkembangan wirausaha
pemerintah, seperti persetujuan untuk investor yang mau menginvestasi modalnya di daerah
tertentu, turunya anggaran menunggu lama, sehingga iklim yang berubah, seperti anggaran
perbaikan jalan baru turun pada musim hujan, anggaran perbaikan bangunan sangat lambat,
sehingga bangunannya runtuh,dsb. Anggaran PLN, anggaran Telkom, anggaran PDAM turun
dalam waktu yang berbeda, sehingga galian-galian dipinggir jalan untuk saluran kabel, pipa
dilakukan berulang kali dalam tahun yang sama mengkoordinasikannya, akibatnya sangat tidak
nyaman bagi masyarakat pengguna jalan.
Dengan munculnya perubahan mendasar dari sentralisasi ke otonomi daerah diharapkan
akan berpengaruh banyak terhadap pembentukan wirausaha pemerintah, tapi tampaknya ada
daerah yang cukup responsif mengubah cara-cara birokrasi pemerintahannya namun ada juga
yang lambat bahkan lebih parah.
Ada daerah yang sudah keamanan sudah mulai merubah layanan bagi publik, sekolah gratis,
menjaga keamanan, mengutamakan keselamatan warganya, meningkat kesehatan
mengundang investor luar, mengajak perantau datang ke daerahnya agar ikut memajukan
masyarakat setempat, menjual objek ke daerahnya agar ikut memajukan masyarakat setempat,
menjual objek wisata, mempromosikan daerah, serta layanan cepat setempat, menjual objek
wisata, mempromosikan daerah, serta layanan cepat aparat Pemda ,dsb. Pemda akan maju
apabila dalam eksekutif, legislatif dan masyarakatnya terdapat kemajemukan etnis, bukan satu
etnis saja. Jika hanya satu etnis maka tidak akan terjadi saling asah, adu argumentasi,
pemunculan ide baru, yang ada hanyalah bagaimana atasan saja, karena atasan adalah sesepuh
yang diturut, tidak boleh dibantah dalam masyarakatnya.
Model pemerintahan birokrat, tidak cocok dengan pemerintahan wirausaha. Pimpinan
Wirausaha didorong oleh motif laba, mereka akan bertahan dalam kerajaan bisnisnya,
sepanjang mereka berhasil, akan tetapi dalam pemerintahan birokrasi mereka harus pandai
menjaga diri agar dapat terpilih kembali. Wirausaha memperoleh uang dari langganannya
sebagai kemenangan dalam kompetisi, sedangkan birokrat memperoleh uang dari pengenaan
pajak yang makin lama makin tinggi, dan mempertahankan monopoli dalam bisnis birokrat.
Birokrat akan melayani anggota partai politik yang telah berjasa memilihnya, sedangkan
wirausaha akan melayani langganan secara memuaskan, agar tetap loyal dengan bisnisnya.
Pemerintah wirausaha akan mendekatkan diri pada pelanggan. Oleh sebab itu,
pemerintah ini harus memiliki customer satisfaction intelligent, mencoba menyelidiki
bagaimana layanan yang diberikan oleh karyawan Pemda kepada publik, bagaimana layanan di
kantor polisi, layanan PDAM. PLN, dsb. Harus ada orang ditugaskan menyamar, sebagai
konsumen/anggota masyarakat yang membutuhkan layanan pemerintah. Jadi, lakukan survei
pelanggan, kontak pelanggan, wawancara pelanggan, surat menyurat, kotak saran, pejabat
penyelidik keluhan, buat kotak pos, nomor telepon bebas pulsa untuk saran-saran, kemudian
perlu dilakukan pelatihan bagaimana cara karyawan memberi pelayanan yang baik terhadap
pelanggan.
Jika ada ketidakpuasan yang dialami konsumen, harus segera diperbaiki, harus segera
direspons. Inilah yang disebut dengan organisasi yang responsif.
Pemerintah wirausaha yang berorientasi pada pelanggan akan mendorong karyawan
bertanggungjawab dan berperilaku yang fokus terhadap kepuasan pelanggan, berusaha
mendepolitisasi, tidak melibatkan pandangan politik tertentu dalam memberikan layanan,
(misalnya satu daerah menganut politik yang berbeda dengan politik yang menguasai
pemerintahan, sehingga desanya tidak mendapat layanan dalam pembangunan) merangsang
lebih banyak inovasi, memberi kesempatan memilih alternatif bagi pelanggan, dsb.
Pemerintah wirausaha dapat pula membentuk polisi wirausaha untuk mendatangkan
income bagi pemerintah, misalnya polisi diminta agar lebih aktif menangkap pelanggar lalu
lintas tidak pandang bulu, kemudian langsung diberi tilang dengan uang denda yang masuk
akal, rasional (tidak seperti denda Rp. 1 juta bagi yang tidak memakai sabuk pengaman, ini aneh
dan luar biasa, sudah dapat dipastikan pengemudi tidak sanggup membayarnya, satu-satunya
jalan solusinya adalah berdamai) jika denda tilang ditetapkan secara normal, dan terbayar oleh
pikiran sehat, maka para pelanggar diminta langsung menyetorkan denda tersebut ke bank.
Harus ditutup peluang berdamai dengan polisi. Dengan demikian akan diperoleh uang denda
yang luar biasanya. Untuk itu polisi diberi bonus tiap bulan misalnya 50% dari uang denda yang
terkumpul. Sistem ini akan meningkatkan kesejahteraan polisi yang sering dikatakan sangat
minim.
Menurut Osborne, polisi California, mengontrak sebuah motel murah, kemudian
menyewakannya kepada para pengemudi yang mabuk menjadi tahanan dan harus membayar
kamar motel tersebut dengan tarif mahal.
Pemerintah akan membentuk pemerintah desentralisasi, bukan sentralisasi, bekerja
dengan menetap visi dan misi yang akan menjadi pedoman oleh seluruh karyawan. Penetap
misi akan menuntun organisasi pemerintahan menjadi efisien, lebih efektif, berarti akan
mendatangkan hasil lebih banyak, lebih inovatif, fleksibel, dan semangat kerja akan lebih tinggi.
Zaman dulu pemerintah memang bersifat sentralisasi karena ini diperlukan sebab,
teknologi informasi primitif alat cetak, pengetikan masih kuno, komunikasi berjalan lamban,
tenaga kerja kurang terdidik, sekarang suasananya sudah jauh berubah, sekarang perlu
desentralisasi, karena sistem informasi sudah tak terbatas, globalisasi melanda seluruh aspek
kehidupan, semua berjalan cepat, tak ada lagi waktu untuk menunggu lebih dulu dari bosnya di
kantor, oleh sebab itu tidak perlu lagi rantai komando birokrasi yang menanggung sentralisasi.
Sekarang zaman sudah berubah dengan desentralisasi, sehingga terbentuk otonomi daerah.
Hanya saja orang-orangnya belum berubah, belum lagi bermental wirausaha, agar mereka
mempunyai satu persepsi bagaimana berperilaku pemerintah. Agar mereka mempunyai stu
prestasi bagaimana berperilaku yang memberi kepuasan kepada publik.
Sebagai kesimpulan akhir pemerintah wirausaha berusaha meninggalkan cara-cara lam
yang mengutamakan birokrasi, para pegawai dan manajer harus bersifat inovatif, imajinatif,
kreatif, membatasi resiko, efisien dan berorientasi langganan. Pemerintah wirausaha akan
menghabiskan anggaran, mau bekerja sama dengan sektor swasta. Mendirikan berbagai
perusahaan, berorientasi pasar, mengutamakan prestasi dari pada sistem perkoncoan.
4. Berbagai Macam Tipe Wirausaha
Dari pada perilaku wirausaha dapat dikemukakan tiga tipe wirausaha yaitu:
1. Wirausaha yang memiliki inisiatif
2. Wirausaha yang mengorganisir mekanis sosial dan ekonomi untuk menghasilkan sesuatu.
3. yang menerima resiko atau kegagalan
Bagi ahli ekonomi seorang entreprenatur adalah orang yang mengkombinasikan
resources, tenaga kerja, material dan peralatan lainnya untuk meningkatkan nilai lebih tinggi
dari sebelumnya, dan juga orang yang memperkenalkan perubahan-perubahan, inovasi dan
perbaikan produksi lainnya Dengan kata lain wirausaha adalah seseorang atau sekelompok
orang yang mengorganisir faktor-faktor produksi, alam, tenaga, modal dan skill untuk tujuan
berproduksi.
Bagi seorang psychologist seorang wirausaha adalah seorang yang memiliki dorongan
kekuatan dari dalam untuk memperoleh sesuatu tujuan, suka mengadakan eksperimen atau
untuk menampilkan kebebasan dirinya di seorang yang bisa diajak orang lain.
Bagi seorang businessman atau wirausaha adalah merupakan ancaman persaingan baru
atau juga bisa seorang partner, pemasok, konsumen atau seorang yang bisa diajak kerjasama.
Bagi seorang pemodal melihat wirausaha adalah seorang yang menciptakan
kesejahteraan buat orang lain, yang menemukan cara-cara baru untuk menggunakan resources,
mengurangi pemborosan dan membuka lapangan kerja yang disenangi oleh masyarakat.
Sedangkan kewirausahaan adalah proses dinamik untuk menciptakan tamabahan
kemakmuran. Tambahan kemakmuran ini diciptakan oleh individu wirausaha yang mengganggu
resiko, menghabiskan waktu, dan menyediakan berbagai produk barang dan jasa. Barang dan
jasa yang dihasilkannya boleh saja bukan merupakan barang tetapi mesti mempunyai nilai yang
baru dan berguna dengan memanfaatkan skills dan resources yang ada. Dalam pengertian
wirausaha ini dijumpai pada semua profesi seperti pendidikan, kesehatan, penelitian, hukum,
arsitektur, engineering, pekerjaan sosial dan distribusi.
Oleh sebab itu definisi yang paling baik wirausaha ialah: Entrepreneurship is the process of
creating something different with value by devoting the necessary time and effort, assuming the
accompanying financial, personal satisfaction and independence (Hisrich-Peters, 1995:10)
Artinya kewirausahaan adalah proses menciptakan sesuatu yang lain dengan
menggunakan waktu dan kegiatan disertai modal dan resiko serta menerima balas jasa dan
kepuasan serta kebebasan pribadi.
Raymond Kao & Russell Knight (1987:13) memberikan definisi tentang wirausaha dengan
menekankan pada aspek kebebasan berusaha yang dinyatakan sebagai berikut: An entrepenur
is an independent, growthoriented owner-operator
Berbagai bentuk “kebebasan” banyak muncul dari definisi tersebut. Salah satu bentuk
kebebasan adalah corporate entrepreneur, atau intrapreneur yang biasanya bukan merupakan
pemilik perusahaan akan tetapi mereka menjalankan perusahaan sebagaimana halnya pemilik,
oleh sebab itu, Raymond Kao melihat suatu rentang spektrum dari aspek kebebasan ini.
Rentang kebebasan itu bergerak dari pengusaha perseorangan yang bebas murni sampai
kepada seorang manajer dalam sebuah perusahaan milik orang lain, rentang kebebasan ini
digambarkan sebagai berikut:
Pada gambar tersebut dilihat suatu rentang antara pengusaha perseorangan yang bebas
sampai ke manajer dalam sebuah perusahaan. Gambar ini menunjukkan bahwa wirausaha itu
tidak membentuk suatu stereotip sendiri tetapi ada banyak bentuk atau tipe wirausaha. Salah
satu bentuknya adalah wirausaha waralaba (franchise entrepreneur) yang terletak pada titik
tengah spektrum di atas, seorang adalah seorang pemilik usaha yang independen akan tetapi
dia tergabung pada sebuah perusahaan besar dan tanduk kepada pengusaha franchisor.
Adapula individu-individu membentuk suatu pengkongsian dan membuat sebuah manajemen.
Selanjutnya dalam bentuk kelompok-kelompok orang yang mendirikan perusahaan dalam
bentuk buyting froup merka mempunyai. Demikian pula seorang distributor, dia adalah seorang
wirausaha bebas akan tetapi tidak sepenuhnya yang ditetapkan oleh independensi. Sebuah
perusahaan yang dibeli oleh perusahaan yang lain akan tetapi pemiliknya tetap tinggal dalam
perusahaan tersebut sebagai general manager dia tidak terlalu bebas, demikian pula seorang
wirausaha konglomerat yang bergerak di dalam berbagai jenis bisnis. Tanggung jawab
operasional dari konglomerat ini dibagi-bagi di antara beberapa wirausaha yang menjalankan
berbagai usaha tadi.
Manajer sebuah devisi pada suatu perusahaan bebas melakukan kegiatan dalam lingkup
devenisinya akan tetapi dia harus tunduk kepada aturan-aturan bahwa adalah sulit untuk
menggambarkan secara pasti pengertian wirausaha untuk tujuan akademis.
Selanjutnya diungkapkan pula 3 tipe utama dari wirausaha yaitu:
1. wirausaha ahli (Cratman)
2. The Promoter
3. General Manager
Wirausaha ahli seorang penemu memiliki suatu ide yang ingin mengembangkan proses
produksi sistem produksi, dan sebagainya, dia cenderung bergerak dalam bidang penelitian
membuat model percobaan labotarium dan sebagainya. Dia juga menjual lisensi idenya
untuk dijadikan produk komersial. Pengetahuan lebih banyak pada bidang teknis produksi
komersial dibandingkan pengetahuan di bidang pengawasan, financing dan sebagainya.
Wirausaha besar kemudian memutuskan untuk keluar sebagai pegawai dan memulai
bisnisnya konstruksi seorang sopir truk membuka perusahaan pengangkutan, seorang dokter
membuka sebuah perusahaan klinik kesehatan. Sebagian wirausaha berasal dari tipe-tipe
individu seperti ini.
- The promoter adalah seorang individu yang tadinya mempunyai latar belakang pekerjaan
sebagai sales atau bidang marketing yang kemudian mengembangkan perusahaan sendiri,
keterampilan yang sudah ia miliki biasanya merupakan faktor pendorong untuk
mengembangkan perusahaan yang baru ia rintis.
- General Manager adalah seorang individu yang ideal yang secara sukses bekerja pada
sebuah perusahaan dia banyak mengusai keahlian bidang produksi, pemasaran, pemodalan
dan pengawasan
Berdasarkan uraian di atas istilah entrepreneur mempunyai arti yang berbeda pada setiap
orang karena mereka melihat konsep ini dari berbagai sudut pandang. Namun demikian ada
beberapa aspek umum yang terkandung dalam pengertian entrepreneur yaitu adanya unsur
resiko, kreativitas, efisiensi, kebebasan dan imabalan.
Pertumbuhan wirausaha di masa yang akan datang di negara kita sangat cerah. Kita
menghadapi masa depan yaitu masa pengembangan kegiatan wirausaha yang ditunjang oleh
lembaga pendidikan yang mengembangkan pengetahuan kewirausahaan didorong pula oleh
kebijaksanaan pemerintah dan berbagai bantuan dari perusahaan- perusahaan swasta.
1. Women Entrepreneur
Banyak wanita yang terjun ke dalam bidang bisnis. Alasan mereka menekuni bidang bisnis
ini didorong oleh faktor-faktor antara lain ingin memperlihatkan kemampuan prestasinya,
membantu ekonomi rumah tangga, frustasi terhadap pekerjaan sebelumnya dan sebagainya.
2. Minority Entrepreneur
Kaum minoritas terutama di negara kita Indonesia kurang memiliki kesempatan kerja di
lapangan pemerintahan sebagaimana layaknya warga negara pada umumnya. Oleh sebab itu,
mereka berusaha menekuni kegiatan bisnis dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula para
perantau dari daerah tertentu yang menjadi kelompok minoritas pada suatu daerah, mereka
juga bergiat mengembangkan bisnis. Kegiatan bisnis mereka ini makin lama makin maju. Dan
mereka membentuk organisasi minoritas di kota-kota tertentu
3. Immigrant Entrepreneurs
Kaum pendatang yang memasuki suatu darah biasanya sulit untuk memperoleh
pekerjaan formal. Oleh sebab itu, mereka lebih leluasa terjun dalam pekerjaan yang bersifat
non formal yang dimulai dari berdagang kecil-kecilan sampai berkembang menjadi
perdagangan tingkat menengah.
5. Home-Based Entrepreneurs
Ada pula ibu-ibu rumah tangga yang memulai kegiatan bisnisnya dari rumah tangga
misalnya ibu-ibu yang pandai membuat kue dan aneka masakan, mengirim kue-kue ke toko
eceran di sekitar tempatnya. Akhirnya usaha makin lama makin maju. Usaha catering banyak
di mulai dari rumah tangga yang biasa masak. Kemudian usaha catering ini berkembang
melayani pesanan untuk pesta.
6. Family-Owned Business
Sebuah keluarga dapat membuka berbagai jenis dan cabang usaha. Mungkin saja
usaha keluarga ini dimulai lebih dulu oleh bapak setelah usaha bapak maju dibuka cabang
baru dan dikelola oleh ibu. Kedua perusahaan ini maju dan membuka beberapa cabang lain
mungkin jenis usahanya berbeda atau lokasinya berbeda. Masing-masing usahanya ini bisa
dikembangkan atau dipimpin oleh anak-anak mereka. Dalam keadaan sulitnya lapangan
kerja pada saat ini maka kegiatan semacam ini perlu dikembangkan.
7. Corpreneurs
Corpreneurs are entrepreneurial couples who work together as co-owners of their
business. (Zimmerer & Scarborough. 1996 : 9).
Corpreneurs ini berbeda dengan usaha famili yang disebut sebagai usaha Mom & Pop
(Pop as “boss” and Mom as “subordinate”).
Corpreneurs dibuat dengan cara menciptakan pembagian pekerjaan yang didasarkan
atas keahlian masing-masing orang. Orang-orang yang ahli di bidang ini diangkat menjadi
penanggung jawab divisi-divisi tertentu dari bisnis yang sudah ada.
BAB 3
WANITA WIRAUSAHA
Sifat/Perilaku Pilihan
Yakin pada Diri Sendiri (self- 5 4 3 2 1
confidence)
Optimis 5 4 3 2 1
Kepemimpinan 5 4 3 2 1
Fleksibel 5 4 3 2 1
Bisa Mengelola Uang 5 4 3 2 1
Imajinasi 5 4 3 2 1
Bisa Merencana 5 4 3 2 1
Sabar 5 4 3 2 1
Tegas 5 4 3 2 1
Semangat 5 4 3 2 1
Tanggung Jawab 5 4 3 2 1
Kerja Keras 5 4 3 2 1
Dorongan Mencapai Sesuatu 5 4 3 2 1
Integritas 5 4 3 2 1
Percaya Diri (Self-Reliance) 5 4 3 2 1
Realisme 5 4 3 2 1
Organisasi 5 4 3 2 1
Ketepatan 5 4 3 2 1
Ketenangan 5 4 3 2 1
Memperhitungkan Resiko 5 4 3 2 1
Kesehatan Fisik 5 4 3 2 1
Komunikasi dengan Orang lain 5 4 3 2 1
Kebebasan 5 4 3 2 1
Bisa Bergaul 5 4 3 2 1
Membuat Keputusan 5 4 3 2 1
Bandingkan hasil pengukuran anda dengan hasil pengukuran terhadap wanita yang
sudah berpengalaman dalam dunia bisnis seperti di bawah ini : Dapat dilihat berapa persen
diantara mereka yang tergolong ke dalam kategori Sangat Kuat, Kuat dan sebagainya. Pada
kolom terakhir dapat dilihat rata-rata nilai untuk masing-masing sifat.
% % % % % Rat
Sifat/Perilaku a-
5 4 3 2 1
rata
Yakin pada diri 3 4 1 4 0 4.0
sendiri 5 3 8
Optimis 4 3 1 3 3 4.2
2 8 7
Kepemimpinan 3 3 2 4 0 4.0
3 9 4
Fleksibilitas 3 3 2 4 1 3.9
2 5 9
Bisa mengolah 2 3 3 9 2 3.7
uang 7 2 0
Imajinasi 4 2 2 2 0 4.1
5 9 4
Bisa merencana 2 3 2 9 1 3.7
4 7 9 .
Sabar 2 2 3 1 3 3.6
6 3 4 3
Tegas 3 3 2 4 1 3.9
0 8 8
Semangat 5 3 1 1 3 3.6
1 4 4
Tanggung 6 2 7 3 0 4.6
Jawab 7 6
Kerja keras 6 2 7 1 3 4.6
6 7
Dorongan 5 3 1 2 1 4.4
mencapai 4 3 1
sesuatu
Integritas 7 1 8 0 0 4.7
5 7
Percaya diri 6 2 1 1 0 4.5
(self-reliance) 1 8 1
Realisme 3 4 2 3 0 4.0
1 1 5
Organisasi 3 3 2 6 1 4.0
2 5 6
Ketepatan 5 3 1 1 0 4.3
1 4 5
Ketenangan 2 3 3 4 0 3.8
7 5 4
Memperhitungk 2 3 2 6 3 3.8
an resiko 5 9 9
Kesehatan fisik 4 2 2 4 3 4.2
6 7 2
Komunikasi 4 4 1 2 3 4.2
dengan orang 1 0 6
lain
Kebebasan 6 2 1 1 0 4.5
0 7 2
Bisa bergaul 4 4 1 1 0 4.3
7 1 1
Membuat 3 4 1 3 0 4.1
keputusan 6 3 8
Jika anda seorang wanita dan ingin terjun ke dalam dunia bisnis, maka angka-angka
diatas dapat menjadi pedoman, karena angka tersebut berasal dari angket terhadap 300
wanita pengusaha di California. Keyakinan anda untuk membuka usaha dapat juga ditambah
dengan membaca sejarah hidup dan perkembangan dari wanita-wanita pengusaha. Anda
juga dapat melakukan wawancara dengan wanita pengusaha yang sudah berhasil. Pedoman
wawancaranya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah hidup pemiliknya ?
2. Apakah salah seorang famili dari pemilik mempunyai usaha ?
3. Apakah pemilik ini pernah bekerja di perusahaan sebelumnya ?
4. Pernahkah ia memimpin perusahaan sebelumnya ?
5. Adakah dasar pengetahuan yang ia miliki yang mendorong untuk membuka usaha ?
6. Mengapa ia terdorong untuk membuka bisnis ?
7. Mengapa ia memilih bisnis di bidang ini
8. Apakah bentuk hukum dari usaha ini ?
9. Apakah ada perizinan yang perlu diurus dulu sebelum perusahaan berjalan ?
10. Berapa jumlah uang yang ia miliki pada saat membuka usaha ?
11. Darimana ia mendapat uang itu ?
12. Apakah jumlah yang tersebut cukup ideal untuk memulai usaha ?
13. Berapa lama ia mampu untuk mencapai titik “break event”?
14. Bagaimanakah perencanaan yang dibuat oleh pemilik sebelum membuka usaha ?
15. Berapa lama ia menyusun perencanaan, dan apakah selalu dikembangkan?
16. Adakah tenaga ahli yang ia gunakan ? Tenaga ahli bidang apa ?
17. Bagaimana dan mengapa ia memilih lokasi di tempat ini ?
18. Apakah ia mempromosikan pembukaan usahanya ?
19. Masalah apakah yang ia hadapi sejak membuka usaha sampai sekarang ?
20. Bagaimana mengatasi masalah itu ?
21. Catatan apa saja yang ia buat dalam perusahaan ?
22. Bagaimana reaksi familinya terhadap kegiatan usahanya ?
23. Apakah keuntungan dan kerugian membuka usaha ?
24. Informasi dan keterampilan apa saja yang diperlukan untuk membuka usaha ini ?
25. Nasehat apa yang akan ia berikan, bila ada wanita lain yang ingin membuka usaha
sejenis ?
26. Bagaimana masa depan dari usaha ini ?
Pedoman wawancara di atas dapat anda tambah lagi sesuai dengan keperluan untuk
mewawancarai wanita pengusaha. Pada umumnya seorang pengusaha terbuka terhadap
orang yang ingin memperoleh pengetahuan dari pengalamannya. Walaupun umumnya para
pengusaha ini orang-orang sibuk, namun mereka selalu akan menyediakan waktu bagi siapa
saja yang ingin memperoleh informasi.
Pada umumnya orang terdorong membuka usaha sendiri, karena faktor berikut :
1. Membuka kesempatan untuk memperoleh keuntungan
2. Memenuhi minat dan keinginan pribadi.
3. Terbuka kesempatan untuk menjadi “Boss”
4. Adanya kebebasan dalam manajemen
Dengan adanya dorongan di atas, maka pada saat permulaan orang ingin membuka
usaha dalam bentuk perorangan, dan setelah usahanya berkembang, maka orang mulai
mempertimbangkan bentuk usaha lain, misalnya persekutuan yang berbadan hukum.
Banyaknya kaum wanita dan kelompok minoritas terjun ke dunia usaha kebanyakan
dalam usaha small business.
Alasan utama kaum wanita terjun ke small business ialah : (Bovee 2004).
Entrepreneurial idea 35%
Glass ceiling 22%
Glass ceiling ini agak spesifik. Apa artinya glass ceiling ? The Glass ceiling is an invisible
barrier that keeps women and minorities from reaching the highest level positions (Bovee
2004). Glass ceiling artinya satu hambatan yang tidak kelihatan bagi wanita dan kelompok
minoritas untuk mencapai posisi-jabatan lebih tinggi dalam sebuah organisasi. Hambatan
secara diam-diam ini, karena dominasi karyawan pria, dan banyaknya gangguan bagi
karyawan wanita karena masalah keluarganya, kesehatan dsb, dan juga adanya sexism,
job discrimination, dan sexual harassment.
Karakteristik Entrepreneur
1. Mereka memiliki disiplin tinggi
2. Selalu awas terhadap tujuan yang hendak dicapai
3. Selalu mendengarkan rasa intuisinya
4. Sopan pada orang lain
5. Mau belajar apa saja yang memudahkan ia mencapai tujuan
6. Mau belajar dari kesalahan
7. Selalu mencari peluang baru
8. Memiliki ambisi, berpikiran positif
9. Senang menghadapi resiko dengan membuat perhitungan yang matang sebelumnya.
Ciri-ciri Watak
Percaya diri - Kepercayaan (keteguhan)
- ketidaktergantungan, kepribadian
mantap
- Optimisme
Berorientasikan tugas dan - kebutuhan atau haus akan prestasi
hasil - berorientasi laba atau hasil
- tekun dan tabah
- tekad, kerja keras, motivasi
- energik
- penuh inisiatif
Pengambil resiko - mampu mengambil resiko
- suka pada tantangan
Kepemimpinan - mau memimpin
- dapat bergaul dengan orang lailn
- menanggapi saran dan kritik
Keorisinilan - inovatif (pembaharu)
- Kreatif
- fleksibel
- banyak sumber
- serba bisa
- mengetahui banyak
Berorientasi ke masa - pandangan ke depan
depan - perseptif
Demikian banyak ciri khas wirausaha dan anda perlu memililkinya. Akan tetapi, jika tidak
semua bisa anda miliki, tak jadi masalah, dengan memiliki sebagian pun cukup.
1. Percaya Diri
Sifat-sifat utama diatas dimulai dari pribadi yang mantap, tidak mudah terombang-
ambing oleh pendapat dan saran orang lain. Akan tetapi, saran-saran orang lain jangan
ditolak mentah-mentah, akan itu sebagai masukan untuk dipertimbangkan, kemudian anda
harus memutuskan segera. Anda harus optimis, orang optimis asal tidak ngawur, Insya Allah
bisnisnya akan berhasil.
Orang yang tinggi percaya dirinya adalah orang yang sudah matang jasmani dan
rohaninya. Pribadi semacam ini adalah pribadi yang independen dan sudah mencapai tingkat
maturity (lihat uraian pada bab tentang kepribadian). Karakteristik kematangan seseorang
adalah ia tidak tergantung pada orang lain, dia memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi,
obyektif, dan kritis. Dia tidak begitu saja menyerap pendapat atau opini orang lain, tetapi dia
mempertimbangkan secara kritis. Emosionalnya boleh dikatakan sudah stabil, tidak gampang
tersinggung dan naik pitam. Juga tingkat sosialnya tinggi, mau menolong orang lain, dan
yang palling tinggi ialah kedekatannya dengan khaliq sang pencipta, Allah SWT. Diharapkan
wirausahawan seperti ini betul-betul dapat menjalankan usahanya secara mandiri, jujur, dan
disenangi oleh semua relasinya.
4. Kepemimpinan
Sifat kepemimpinan memang ada dalam diri masing-masing individu. Namun sekarang
ini, sifat kepemimpinan sudah banyak dipelajari dan dilatih. Ini tergantung kepada masing-
masing individu dalam menyesuaikan diri dengan organisasi atau orang yang ia pimpin.
Ada pemimpin yang disenangi oleh bawahan, mudah memimpin sekelompok orang, ia
diikuti, dipercaya oleh bawahannya. Namun adapula pemimpin yang tidak disenangi
bawahan, atau ia tidak senang kepada bawahannya, ia banyak curiga kepada bawahannya, ia
mau mengawasi bawahannya tetapi tidak ada waktu untuk itu. Menanam kecurigaan kepada
orang lain, pada suatu ketika kelak akan berakibat tidak baik pada usaha yang sedang
dijalankan. Pemimpin yang baik harus mau menerima kritik dari bawahan, ia harus bersifat
responsif.
5. Keorisinilan
Sifat orisinil ini tentu tidak selalu ada pada diri seseorang. Yang dimaksud orisinil disini
ialah ia tidak hanya mengekor pada orang lain, tetapi memiliki pendapat sendiri, ada ide
yang orisinil, ada kemampuan untuk melaksanakan sesuatu.
Orisinil tidak berarti baru sama sekali, tetapi produk tersebut mencerminkan hasil
kombinasi baru atau reintegrasi dari komponen-komponen yang sudah ada, sehingga
melahirkan sesuatu yang baru. Bobot kreativitas orisinil suatu produk akan tampak sejauh
manakah ia berbeda dari apa yang sudah ada sebelumnya.
Sifat mentalitet seperti yang diungkapkan di atas sudah banyak kita saksikan dalam
praktik pembangunan di negara ini. SD inpres yang roboh sebelum waktunya, jalan dan
jembatan yang kembali rusak hanya dalam beberapa waktu sesudah diperbaiki, barang-
barang yang kurang berfungsi dan sebagainya adalah cermin sifat meremehkan mutu.
Korupsi dan main pungli yang masih dipraktekkan meskipun sudah ada paarat pengawasan
adalah pengejawantahan dari sikap suka menerabas. Sikap ikut-ikutan dalam berinvestasi
sehingga dalam waktu yang relatif singkat suatu obyek akan sudah sehingga semuanya akan
menderita rugi, hal ini merupakan petunjuk betapa para kaum usahawan kurang mampu
menemukan dirinya sendiri dan lebih suka mengekor pendapat orang lain.
Disiplin yang murni juga sukar ditegaskan, kita ambil saja contoh pada waktu ada
kontrol semuanya berusaha baik, berusaha disiplin, tetapi sesudah tidak dikontrol semuanya
berjalan berantakan lagi, tidak ada disiplin lagi, tidak ada ketertiban lagi. Akhirnya, banyak
hal-hal yang berjalan secara tersendat-sendat hanya karena tidak ada kesinambungan dalam
penggarapannya yang disebabkan para pelaksana memiliki pekerjaan yang berangkap-
rangkap, ini adalah cermin sikap tidak bertanggungjawab yang masih banyak menghinggapi
bangsa kita.
Di zaman orde baru sering diadakan lomba kebersihan antar kota, memperebutkan
Prasamya Nugraha. Tapi setelah orde baru jatuh tak ada lagi lomba-lomba, maka kita lihat
kota besar di Indonesia, mulai semrawut, kumuh, sampah bertebaran dimana-mana. Pak
Walikota diam, tak ada motivasi lagi, nama jalan banyak yang hilang tak diganti dengan yang
baru, sungai-sungai dalam kota penuh sampah, jika hujan got tersumbat banjir dan
sebagainya. Ini mental apa namanya ?
Kelemahan bangsa kita banyak dibicarakan oleh para pakar, y aitu terletak pada
superstrukturnya. Di dalam ekonomi Pembangunan, ada 3 elemen penting yang menunjang
pembangunan yaitu inra struktur, struktur ekonomi, superstruktur.
Infra struktur adalah prasarana yang tersedia, jalan, jembatan, pelabuhan, irigasi, alat
transportasi, telepon dan sebagainya.
Struktur ekonomi adalah tersedianya faktor produksi dalam masyarakat, serta tenaga
manajemen yang berpandangan luas, kemampuan mengadaptasi teknologi dan juga tersedia
pasar produksi.
Ada suatu penelitian terhadap pengusaha pribumi dan non pribumi mengenai 16
yang menyangkut motivasi, hasilnya sebagai berikut :
No Kondisi Pribumi Non
psikologis/Motivasi/Need Pribumi
1 Untuk berprestasi 42 43
2 Untuk mengikuti pendapat 44 40
orang lain
3 Untuk melakukan sesuatu 43 36
secara rapi
4 Untuk menonjolkan diri 39 45
5 Untuk berdiri sendiri 47 57
6 Untuk bekerjasama dengan 41 53
orang lain
7 Untuk memahami tingkah laku 35 30
orang lain
8 Untuk meminta pertolongan 32 30
kepada orang lain
9 Untuk menguasai orang lain 62 59
10 Untuk mawas diri 62 54
11 Untuk berbuat baik kepada 51 61
orang lain
12 Untuk mencari sesuatu yang 46 56
baru
13 Untuk bertahan pada suatu 64 59
pekerjaan
14 Untuk mendekati lawan jenis 58 58
15 Untuk mengkritik orang lain 51 54
16 Untuk berpegang teguh pada 54 56
pendiriannya
Superstruktur atau struktur atas adalah faktor mental masyarakat, semangat kerja
ulet, tak kenal putus asa, tekun, jujur, bertanggungjawab, dapat dipercaya.
Bangsa Jepang dan Jerman berhasil dalam membangun negaranya setelah Perang
Dunia II, adalah karena mereka unggul dalam superstruktur ini. Bandingkan dengan negara
kita dengan segala kelemahannya, kurang bertanggungjawab, ingin cepat kaya, mencuri,
memalsukan dokumen-dokumen, cuci tangan, cepat puas, ingin santai. Demikian pula
bangsa kita, apabila sudah memperoleh uang/gaji lumayan, mereka cenderung
memperbanyak waktu santai.
Soetrisno Prawirohardjono (1988 : 1.16) menggambarkan dalam sebuah kurva,
bagaimana perubahan upah berpengaruh pada waktu santai (lihat gambar pada halaman
berikutnya).
Sumbu vertikal menggambarkan pendapatan atau roti ekonomi (economic pie) dan
absis menggambarkan penggunaan tenaga kerja dalam waktu sehari (24 jam). Pada waktu
pendapatan rendah jumlah jam kerja yang digunakan hanya sebesar 0W1 jam kerja dengan
mendapatkan roti ekonomi 0R1. Dengan meningkatnya pembangunan jumlah jam kerja yang
digunakan menjadi 0W2 dengan mendapatkan pendapatan 0R2, dimana leisure time hanya
tinggal W2W (katakan 7 jam). Dengan meningkatnya pendapatan (upah makin tinggi) maka
orang cenderung mengurangi jam kerjanya yaitu dimana pendapatan setinggi 0R3 maka jam
kerja yang digunakan hanya 0W3 dan waktu istirahat yang dinikmati sekarang menjadi W3W
yang berarti ada pertambahan sebesar W3W2. Kecenderungan demikian adalah bersifat
universal atau bersifat ‘human’. Perbedaan bagi setiap bangsa terletak pada penawaran yang
berbelok ke kiri tersebut (antara BL dalam kurva 0L). bagi bangsa Indonesia (khususnya jawa)
yang dikatakan “mudah puas” lamban dan lain-lain misalnya dapat ditunjukkan dengan
kurva penawaran tenaga kerja 0L1. Dengan hanya mendapatkan upah 0R4, kurva sudah
berbelok ke kiri yaitu dimulai dari titik B1.
Masyarakat kita begitu cepat ingin menikmati waktu santai, walaupun penghasilannya
belum begitu tinggi. Lihatlah pada hari mulai libur Jum’at sore, Sabtu, Minggu jalan-jalan ke
darah tujuan wisata macet total. Kebiasaan lain yang kurang baik yaitu, memanfaatkan hari-
hari “terjepit” untuk bolos, minta ijin tidak masuk kantor. Perilaku ini semua akan
menurunkan prestasi kerja. Sebaiknya waktu istirahat atau leisure dapat dimanfaatkan untuk
pendidikan mental dan keterampilan peningkatan kebudayaan bangsa, meningkatkan
kesejahteraan, dan lain-lain.
Bagi para mahasiswa, hari-hari libur dan waktu senggang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kegiatan, seperti membersihkan kamar, membongkar tumpukan buku dan
menyusunnya kembali, membersihkan rumah, menyapu halaman depan dan belakang
rumah, memperbaiki atap yang bocor. Bagi wanita dapat mencoba resep-resep makanan
baru, belajar menjahit, dan sebagainya. Kegiatan kreatif ini menjadi kebiasaan positif kelak
kemudian hari dan akan berpengaruh baik terhadap semangat kerja, dimanapun anda
bekerja.
KEPERLUAN WAKTU
MEMAKAI SEPATU 8 HARI
TERTAHAN LAMPU STOPAN 1 BLN
BARBERSHOP 1 BLN
MENEKAN NO. TELEPON 1 BLN
NAIK LIFT 3 BLN
SIKAT GIGI 3 BLN
MENUNGGU BIS 5 BLN
URUSAN DI KAMAR MANDI/WC 6 BLN
MEMBACA BUKU 2 THN
MAKAN 4 THN
Simaklah Firman Allah yang artinya Demi waktu, sungguh manusia itu merugi, kecuali
bagi orang-orang beriman, yang sholat, saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran.
Artinya kita harus menggunakan waktu untuk kegiatan-kegiatan produktif sekarang dan
untuk masa yang akan datang. Ungkapan lain menyatakan waktu adalah uang, waktu adalah
bekerja, waktu adalah beribadah, waktu adalah untuk beribadah dan bekerja, yang
semuanya menyiratkan pengertian bahwa waktu adalah sangat berharga, jangan dibuang-
buang, jangan kita menjadi korban karena kelalaian menggunakan waktu.
Memanfaatkan Waktu
Camkanlah ungkapan : Don’t wait till tomorrow, what you can do today. Jangan kamu
mengatakan besok saya kerjakan, kecuali dengan menyebut Insya Allah. Jangan berpikiran
kalau dapat ditunda besok, ngapain dikerjakan sekarang ? (ini ciri orang yang kurang ikhlas
dalam bekerja). Bekerjalah sebaik mungkin, dan buat perencanaan.
Seorang wirausahawan sejati adalah seorang yang dapat bekerja dalam satu tim, bisa
mempercayai orang lain, tidak bekerja sendiri, one-man show. Tidak perlu semua pekerjaan
dilakukan sendiri, tapi ia dapat menunjuk orang lain, untuk melakukan pekerjaan tersebut,
dan ia sendiri bisa menyelesaikan urusan lain, yang mungkin lebih besar manfaatnya.
Agar dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya perhatikanlah :
BERBICARA DI TELEPON/HP, apalagi nerumpi di telepon, mengungkapkan rasa cinta.
Menghadiri UNDANGAN, pernikahan, ulang tahun, upacara kantor dsb.
ACARA RAPAT MACAM-MACAM, yang menghabiskan banyak waktu, apalagi yang
disebabkan peserta rapat datang terlambat. Sehingga waktu rapat diskors (ini suatu
kebiasaan buruk, yang umum di Negara kita), atau konsep panitia tidak membuat
persiapan acara rapat, materi belum ada konsep, masih meraba-raba bagaimana maunya
peserta.
NAIK KENDARAAN, di kota besar, ini paling merugikan, berjam-jam seseorang
berkendaraan dari rumah sampai di tempat pekerjaan, seringkali datang terlambat,
karena alasan klasik macet, macet total.
Habis waktu untuk menunggu berbagai keperluan, seperti menunggu dokter, antri di
bank, antri menghadap pejabat, antri untuk membayar di kasir dsb.
Simaklah Firman Allah yang artinya Demi Waktu, sungguh manusia itu merugi, kecuali
bagi orang-orang beriman, yang sholat, saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran.
Artinya kita harus menggunakan waktu untuk kegiatan-kegiatan produktif sekarang dan
untuk masa yang akan datang. Ungkapan lain menyatakan waktu adalah uang, waktu adalah
bekerja, waktu adalah beribadah, waktu adalah untuk beribadah dan bekerja, yang
semuanya menyiratkan pengertian bahwa waktu adalah sangat berharga, jangan dibuang-
buang jangan kita menjadi korban karena kelalaian menggunakan waktu.
Manfaatkan Waktu
Camkanlah ungkapan : Don’t wait till tomorrow, what you can do today. Jangan kamu
mengatakan besok saya kerjakan, kecuali dengan menyebut Insya Allah. Jangan berpikiran
kalau dapat ditunda besok, ngapain dikerjakan sekarang ? (ini iri orang yang kurang ikhlas
dalam bekerja). Bekerjalah sebaik mungkin, dan buat perencanaan.
Seorang wirausahawan sejati adalah seorang yang dapat bekerja dalam satu ti m, bisa
mempercayai orang lain, tidak bekerja sendiri, one-man show. Tidak perlu semua pekerjaan
dilakukan sendiri, tapi ia dapat menunjuk orang lain, untuk melakukan pekerjaan tersebut,
dan ia sendiri bisa menyelesaikan urusan lain, yang mungkin lebih besar manfaatnya.
Agar dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya perhatikanlah :
Buat rincian pekerjaan yang akan dilakukan setiap hari, dan coret mana yang sudah
dikerjakan
Hubungi via telepon sebelum anda mengunjungi/bertemu dengan seseorang
Siapkan pulpen, kertas catatan kecil dalam saku anda, agar sewaktu-waktu anda tidak
repot mencari, sebab seringkali kita memerlukannya secara tiba-tiba.
Bagi yang beragam Islam, jaga waktu sholat, yang bisa bersamaan digunakan untuk
makan-minum dan istirahat sejenak.
Manfaat waktu lowong dengan membaca buku, surat kabar, menghafal
Rencanakan waktu dalam perjalanan, perhitungkan kemacetan lalu lintas, terutama pada
waktu anda hendak menghadiri rapat.
Menghindarlah secara baik-baik terhadap orang yang akan mencuri waktu anda dengan
mengajak ngobrol kemana-mana, tidak produktif.
Tidak perlu menemui seseorang, jika hal yang akan dibicarakan dapat dilakukan melalui
teknologi komunikasi, surat, kurir, telepon, HP, Fax, Email, dan sebagainya.
Hikmah Waktu
Kita menghabiskan waktu sebagian besar untuk bergaul dengan sesama. Kita
berbicara, mengobrol, apakah yang kita obrolkan kata-kata hikmah menyatakan :
Akal yang besar akan membicarakan pemikiran
Akal yang sedang membicarakan kejadian
Akal yang kecil akan membicarakan perihal orang dan materi
Akal yang kecil sekali akan membicarakan pribadinya/keluarganya.
Theodore Lwitt says that creativity is thinking new things, and innovation is doing new
things. Jadi kreatif adalah thinking new thing atau old thing in new way, sedangkan inovasi
adalah doing new thing atau old thing in new way. Kreatif dan inovasi menyangkut sesuatu
hal baru atau barang baru atau bisa juga barang lama yang diperbaharui, dalam istilah lain
dikatakan creativity is ability to create the new and different, juga dikatakan creativity
involves generating something from nothing, menciptakan sesuatu yang betul-betul baru.
Jika disimpulkan kreativitas dan inovasi berarti :
1. Thinking and doing new thing
2. Atau dalam bentuk old thing in new way
3. Generating something from nothing
4. Elaborating on the present, mengelaborasi sesuatu yang sudah ada
5. Membuat sesuatu menjadi lebih simpel atau lebih baik.
Seorang pengusaha akan berhasil apabila ia selalu kreatif, dan menggunakan hasil
kreativitas itu dalam kegiatan usahanya. Kreativitas akan berarti jika ia digunakan, jika tidak
digunakan maka kreativitas itu tak ada nilainya. Perhatikanlah bagaimana para pengusaha
industri mobil, maupun pada perusahaan lain, seperti usaha makanan, minuman teh botol,
teh celup, dsb.
Sekarang dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan
sesuatu yang baru dan berbeda, sedangkan inovasi merupakan kemampuan untuk
melakukan, mengaplikasikan sesuatu yang baru dan berbeda. Sesuatu yang baru dan
berbeda dapat dalam bentuk hasil seperti pada barang dan jasa, dalam bisa dalam bentuk
proses, ide, metode. Kegiatan ini menimbulkan value added, dan merupakan keunggulan
yang berharga.
Kesepuluh points diatas harus dihindari, agar kita bisa menjadi orang kreatif dengan
meningkatkan kemampuan, sikap dan motivasi masing-masing.
8. Usaha Meningkatkan Kreativitas
Manajemen harus menciptakan suasana dalam organisasi demikian rupa agar
kreativitas dapat berkembang diantara karyawannya. Pimpinan tidak bisa menyerukan ayo
semua harus lebih kreatif dengan hanya pemerintah, dan menyediakan dana untuk itu, tapi
harus dilakukan oleh pimpinan ialah menciptakan iklim organisasi dengan membangkitkan
keberanian dan rasa bebas menciptakan sesuatu. Kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan
oleh pimpinan ialah izinkan karyawan mengembangkan kreativitasnya, toleransi pada
kegagalan, ungkapkan rasa penasaran (curiosity), memandang masalah sebagai satu
tantangan, adakan pelatihan kreativitas, beri fasilitas berupa peralatan, toleransi terhadap
waktu, beri penghargaan, perlihatkan contoh-contoh kreativitas yang sudah ada.
9. Proses Kreativitas
Untuk membangkitkan kreativitas memerlukan suatu proses dengan langkah-langkah
tertentu yaitu sebagai berikut (Zimmerer).
1. Preparation
2. Investigation
3. Transformation
4. Incubation
5. Illumination
6. Verification
7. Implementation
1. Pengertian Kepribadian
Kepribadian seseorang tidak persis sama dengan kepribadian orang lain. Kepribadian ini adalah
sangat unik, demikian dinyatakan oleh para ahli. Dengan kepribadian yang dimiliki seseorang
dia dapat memikat orang lain, orang menjadi simpati padanya, orang tertarik dengan
pembicaraannya, orang terkesima olehnya. Wirausahawan yang memiliki kepribadian seperti
ini seringkali berhasil dalam menjalankan usahanya.
Adapula wirausahawan yang secara fisik tidak meyakinkan, tidak menarik, tetapi setelah
mengobrol (lobby) rasanya tersimpan suatu daya tarik, sehingga calon relasi tadi makin tertarik,
akhirnya menjurus kea rah hubungan lebih dekat dan saling member harapan.
Kepribadian semacam inilah yang perlu dikembangkan oleh wirausaha. Sekarang timbul
pertanyaan, apakah kepribadian itu? Dapatkah kepribadian itu diperbaiki? Bagian-bagian
manakah dari unsure kepribadian yang dapat diperbaiki dan manakah yang sudah pembawaan
sejak lahir.
Uraian ini kami kemukakan dengan menampilkan sebuah definisi kepribadian yang dalam
bahasa inggris disebut “personality” dikemukakan oleh Erich Fromm (1975): By personality I
understand the totality of inherited acquired psycihic qualities which are characteristic of one
individual and which make the individual unique.
Bila diartikan secara bebas rumusan diatas berbunyi: kepribadian adalah merupakan
keseluruhan kualitas psikis yang diwarisi atau diperoleh yang khas pada seseorang yang
membuatnya unik.
Mengenai bagian mana dari kepribadian yang diwarisi dan bagian mana yang diperoleh akan
dibahas pada bagian selanjutnya.
Sultan Takdir Alisyahbana mencoba membedakan pengertian personality dengan pengertian
individu person.
Perkataan individu berasal dari individu (Latin) = Atomon yang diartikan sebagai indivisible
entity, the living organism neutrally as a unit. Jadi, individu itu merupakan hal yang hidup suatu
organism yang bulat dan utuh sebagai suatu kesatuan.
Person berasal dari persona yaitu a theatrical mask, atau merupakan topeng seperti orang main
di panggung. Jadi, person ialah person behind the mask= orang yang di belakang topeng.
Sebagai kesimpulan tentang rumusan personality ini: personality is the total of human mind
(Sultan Takdir Alisyahbana, 1975).
Mind di sini diartikan sebagai keseluruhan karakteristik dari diri seseorang, bias berbentuk
pikiran, perasaan, kata hati, berupa temperamen, watak (karakter).
Seorang wirausaha adalah seseorang yang memiliki kepribadian yang produktif. Apakah yang
dikatakan produktif? Produktif adalah kegiatan yang menimbulkan atau meningkatkan
kegunaan (utility). Kita mengenal beberapa macam utility, yaitu:
1. Utility of Place (kegunaan tempat)
2. Utility of Time (kegunaan waktu)
3. Utility of Form (kegunaan bentuk)
4. Utility of Ownership/Possesion (kegunaan kepemilikan), dan sebagainya.
Jadi segala bentuk kegiatan yang meningkatkan kegunaan suatu benda disebut prduktif.
Misalnya beras diangkut dari desa ke kota (nilainya bertambah), kursi di ruang kuliah
berserakan, lalu disusun rapi (nilai gunanya bertambah), ini disebut place utility. Bahan
makanan disimpan untuk menghadapi musim paceklik (time utility). Karet mentah diubah
bentuk menjadi ban mobil (form utility). Kepemilikan barang dari penjual ke pembeli
(ownership utility).
Gilmore menyatakan bahwa pribadi yang produktif (productive person) ialah individu yang
menghasilkan kontribusi bermanfaat bagi lingkungannya.
Seorang wirausaha jelas selalu member kontribusi positif bagi lingkungannya, antara lain
menampung tenaga kerja, member sumbangan social, menjaga kebersihan, bergaul dengan
sesame, dan sebagainya. Seorang wirausaha memiliki perasaan tanggung jawab social yang
tinggi terhadap lingkungannya.
Seorang wirausaha memiliki tanggung jawab social, untuk itu ia harus senang berinteraksi,
bergaul, toleransi, terbuka sesame teman. Dia harus memiliki rasa empati, menolong orang lain
yang membutuhkan pertolongannya.
Tidak semua orang sama produktifnya. Umumnya ada variasi:
- Produktif tinggi
- Produktif rata-rata
- Produktif rendah
Pribadi produktif rendah ini adalah orang yang emotionally and mentally handicapped and
whose relationship to society is essentially a dependent one (Gilmore). Jadi dia secara emosional
dan mentalnya cacat dan sangat tergantung kepada orang lain.
Lain halnya dengan seseorang yang produktif, ia memiliki sikap percaya diri, kapabilitas, self
esteemnya tinggi. Self esteem is more basic and comprehensive psychological traits which
fundamental to productive personality in general (Rosenberg).
Gilmore menyatakan self esteem may be briefly defined as the individual’s evaluate attitude
toward him self (Gilmore).
Sebagai kesimpulan, pribadi yang produktif ialah seseorang yang memberikan kontribusi
kepada lingkungannya, dia imajinatif, dan inovatif, bertanggung jawab dan responsive dalam
berhubungan dengan orang lain.
Seorang yang produktif ini adalah individu yang matang (maturity. Matang disini bukan berarti
dewasa secara fisik, tetapi lebih banyak mengandung aspek psikologisnya. Cirri-ciri pribadi yang
matang ialah:
1. Tidak banyak tergantung pada orang lain
2. Memiliki rasa tanggung jawab
3. Obyektif dan kritis (tidak asal terima issu)
4. Emosinya stabil
5. Sociability, artinya dalam lingkungan yang cocok ia akan tampil kedepan. Dalam
lingkungan yang tidak cocok, ia akan menjaga jarak.
6. Keyakinan agama
Yang terakhir ini adalah aspek paling tinggi dalam jenjang kematangan yang dicapai
seseorang, yaitu pengakuan akan pertolongan dan kekuasaan Allah Swt.
Selanjutnya jika ada pribadi yang produktif, tentu ada pula pribadi yang non produktif. Cirri
pribadi yang non produktif ialah:
1. Pribadi yang hanya senang mendengar saja, dia pendengar yang baik, tidak pernah
mengemukakan ide. Dia tidak bias mengatakan “Tidak”, dia lebih senang mengatakan
“Ya”.
2. Dia lebih senang mengeksploitasi orang lain untuk keuntungan pribadinya.
3. Dia lebih senang menyimpan segala macam informasi, tidak pernah ia keluarkan kembali
informasi yang pernah ia terima.
4. Sifatnya sentimental, suka merenung masa lalu.
5. Dia banyak mengetahui segala sesuatu, tetapi tidak bias mengungkapkan buah
pikirannya.
6. Dia suka memasarkan pribadinya dengan memperoleh imbalan/balas jasa/honor.
7. Self esteemnya goyang, dia lebih senang mengikuti anggapan orang lain terhadapnya. I
am as you desire me! (Erich Fromm).
Tipe pribadi non produktif ini adalah pribadi yang immaturity (belum matang). Pribadi
immaturity mempunyai cirri-ciri:
1. Lebih bersikap pasif
2. Ketergantungan kepada orang lain
3. Tidak punya pandangan kedepan
4. Posisinya selalu dibawah
5. Kurang menghargai dirinya, kurang mencintai dirinya.
Seseorang tidak akan bias mencintai orang lain apabila ia tidak respek dan tidak
mencintai dirinya sendiri. Konsep cinta yang di kemukakan disini ialah konsep cinta yang
disebut erotic love, maternal love, the feeling of human solidarity, and also self love.
(Erich Fromm)
Jelas tipe pribadi non produktif ini bukan tipe seorang wirausaha. Pribadi wirausaha adalah
mutlak tipe pribadi produktif, sebagimana yang telah diuraikan diatas.
3. Tempramen
Istilah tempramen menunjukkan cara bereaksi atau bertingkah laku yang bersifat tetap,
sedangkan istilah watak dibentuk oleh pengalaman-pengalaman semasa kanak-kanak dan dapat
berubah pada batas-batas tertentu karena diperolehnya pengalaman-pengalaman baru.
Secara simbolik dapat disamakan: chleric=api, panas, cepat, dan kuat=easily angered=gampang
marah. Sanguine= udara, panas, dan lembab, cepat dan lemah, dalam istilah lain=over
estimated= terlalu optimis. Melancholic disimbolkan dengan bumi, dingin, kering, lemah dan
kuat, dan pendiam. Jadi tipe ini kuat dalam kelemahannya yang bersifat pendiam (depressed).
Phlegmatic, simbolnya air, dingin, lembab dan lemah (too slow).
Temperamen ini menunjukan pada cara bereaksi yang bersifat tetap dan tidak berubah.
Temperamen ini akan diimbangi oleh watak, yaitu suatu pola tingkah laku yang khas yang
terdapat pada seseorang.
Berbagai bentuk temperamen di atas tidak boleh dikatakan ini jelek, itu bagus. Temperamen ini
akan diimbangi oleh watak.
Seorang temperamen choleric cara bereaksinya sangat cepat. Bila ia berwatak produktif dan
pencinta keadilan, maka ia akan mencintai dan berlaku adil. Tetapi bila wataknya sadistic maka
ia cepat menganiaya dan merusak.
4. Watak
Charakter is defined as the pattern of behavior characteristic for a given individual (Leland E
Hinsie, Jacob Satzky).
Menurut ahli psikologi behavioristik, sifat-sifat watak dapat disamakan dengan sifat tingkah
laku (behavior). Sedangkan menurut socio-psikologis manusia selalu berhubungan dengan
sesamanya, berhubungan dengan alam, dan berhubungan dengan dirinya sendiri. Cara manusia
berhubungan itu bermacam-macam, senang, marah, kasihan, benci, saying, cinta, bekerja sama,
bersaing, dan sebagainya. Dengan segala cara berhubungan itu, manusia berusaha
menyesuaikan diri, mencoba berorientasi dengan sesame, dengan alam, bahkan dengan diri
sendiri. Oleh sebab itu dikatakan bahwa inti dari watak ialah orientasi.
Seorang wirausaha yang sukses, sebagai salah satu kuncinya ialah harus mempunyai
kepribadian yang menarik. Dengan melihat adanya kekurangan yang terdapat pada dirinya, ia
harus berusaha belajar dari seama manusia atau lingkungannya. Bakat seorang wirausaha akan
bertambah dan berkembang berkat pengetahuan, pengalaman yang diperoleh dari hasil
interaksi dengan lingkungan.
Faktor-faktor yang dapat dipelajari untuk mengembangkan bakat yang kita miliki diantaranya:
a. Pikiran
b. Perasaan
c. Pertimbangan
d. Sikap
Dengan cara mengasah pikiran, diharapkan daya ingat menjadi tajam dan kreatif, berwujud
menjadi cepat berpikir, sistematis, dan terarah pada tujuan disamping terbukanya
kemungkinan bertambahnya penegtahuan.
Perasaan akan berkembang menjadi lapang dan leluasa, memiliki jiwa besar, sehingga tumbuh
daya energy yang agresif, berani, sabar, dan penuh perhitungan dalam menguji perasaan orang
lain.
Setiap wirausaha harus dapat memberikan keterangan-keterangan kepada relasi dengan jelas
dan menarik. Setiap kata dan kalimatnya harus meyakinkan dan setiap keberatan orang lain
harus dapat dijawab dengan tepat dan memuaskan. Memang seorang wirausaha itu perlu
mempunyai kecakapan untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan kea rah proses
lancarnya pembicaraan.
Sikap yang serius dibubuhi dengan humor pada tempatnya, maka seorang wirausaha sudah
menempatkan dirinya untuk mendapatkan perhatian. Pada saat-saat menentukan ia harus
dapat mengambil keputusan yang matang. Sehingga, setiap keputusan yang diambil dapat
memuaskan kedua belah pihak dan berhubungan dengan relasi akan semakin harmonis.
Dengan demikian, wirausaha dapat membuka hati dan pikirannya lebar-lebar dalam menerima
tambahan pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan sehingga membentuk pribadi yang
betul-betul teruji dan menyenangkan.
BAB 8
Meningkatkan Produktivitas Usaha Melalui Motivasi
1. Pengertian Produktivitas
Beberapa decade terakhir ini, kita mendengar berita sensasi tentang pukulan-pukulan oleh
perusahaan Jepang terhadap pasaran produk buatan Amerika. Dikatakan bahwa Jepang
menguasai pasaran barang-barang di Amerika, seperti pasaran mobil yang dikuasai Jepang di
pasar/negara Amerika sebanyak 30%, sepeda motor 90%, alat rekaman 50%, radio 50%, kamera
30%, dan televise 25%. Jepang memberikan pukulan terhadap pasaran Amerika dengan kualitas
barang yang semakin baik, harga yang murah, dan pelayanan memuaskan. Mengapa ini bias
terjadi? Jawabannya ialah Jepang sangat memperhatikan tingkat produktivitas dalam organisasi
bisnisnya. Apakah yang dimaksud dengan produktivitas?
Inti dari pengertian produktivitas yang diungkapkan di atas ialah menyangkut perbandingan
hasil yang diperoleh dengan sumber-sumber ekonomi yang digunakan.
Ada yang menyatakan bahwa produktivitas ialah kuantitas atau volume dari produk atau jasa
yang dihasilkan. Akan tetapi banyak pandangan yang menyatakan bahwa produktivitas bukan
hanya kuantitas. Tetapi juga kualitas produk yang dihasilkan, yang harus juga dipakai sebagai
pertimbangan mengukur tingkat produktivitas. Seperti dinyatakan dalam pengertian berikut:
Productivity means quality of output as well as quantity. Productivity refers to the output per
man hour in anyone, company or organization. Productivity refern to the ratio of output to input
by industry of section of the economy (Ray A. Killian, 1976: 120)
Pandangan di atas ada yang termasuk pandangan tradisional dan ada yang termasuk
pandangan modern tentang produktivitas. Pandangan tradisional memfokuskan pada
perbandingan antara output fisik dan resources inputs. Sedangkan pandangan yang lebih
modern menyatakan: Productivity is a summary measure of the quantity and quality of work
performance with resource utilization considered (Schermerhorn, 1984: 17).
Productivity is defined for our purpose as output per employee-hour, quality considered.
(Sutermeister, 1976: 5).
Jadi dalam menentukan produktivitas tidak hanya dilihat faktor kuantitas saja, tetapi juga faktor
kualitasnya. Jika seseorang menghasilkan 20 unit produk bulan yang lalu, dan sekarang
dihasilkan 22 unit, maka dikatakan produktivitasnya naik 10%. Jika seseorang menghasilkan 20
unit produk bulan lalu dan sekarang tetap 20 unit, tetapi dalam kualitas yang lebih baik, maka
dikatakan produktivitasnya juga meningkat.
Melihat definisi di atas, maka produktivitas ini dapat diukur menurut tiga tingkatan, yaitu:
- Individu
- Kelompok
- Organisasi
Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Organisasi
Produktivitas
Kelompok
kerja
Individu
i
Ketiga kelompok di atas yang terdapat dalam organisasi bisnis dapat diukur produktivitasnya.
Ada tiga ukuran produktivitas yang harus dipertimbangkan dalam mengelola organisasi, yaitu:
1. Untuk tujuan strategi, apakah organisasi sudah benar sesuai dengan apa yang telah
digariskan.
2. Efektivitas, sampai tingkat manakah tujuan itu sudah dicapai dalam arti kuantitas dan
kualitas.
3. Efisiensi, bagaimana perbandingan output dibagi input, dimana pengukuran output
termasuk di dalamnya kuantitas dan kualitas.
Selanjutnya untuk menghitung tingkat produktivitas, ada 3 bentuk dasar perhitungan, yaitu:
1. Produktivitas Parsial, yaitu perbandingan output dengan salah satu input tertentu,
misalnya dengan input pekerja.
2. Produktivitas Total-Faktor, yaitu perbandingan output dengan sejumlah input yang
berhubungan dengan pekerja dan modal.
3. Produktivitas Total, yaitu perbandingan output dengan input.
Kemudian adalagi pengertian produktivitas yang kelihatannya lebih komprehensif ialah yang
dikemukakan oleh Paul Mali (1978: 6) yang menyatakan: “Productivity is the measure of how
well resources are bought together in organization and utilized for accomplishing a set of
results. Proture of resources”. Paul Mali mengungkapkan bahwa produktivitas bukanlah
produksi, bukan performans, bukan pula hasil. Dikatakan bahwa baik produksi, performans,
maupun hasil merupakan komponen produktivitas. Dalam hal ini ada dua hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1. Seperangkat hasil atau performans. Di sini kita melihat efektivitas.
2. Penggunaan sumber-sumber, ini menyangkut efisiensi.
Untuk mengkaji kedua hal di atas dapat diajukan pertanyaan: hasil apa yang diinginkan oleh
organisasi (menyangkut efektivitas) dan sumber-sumber apa yang dikorbankan (menyangkut
efisiensi)?
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disusun formula untuk mencari indeks produktivitas
sebagai berikut:
Efektivitas
=
Efisiensi
Beberapa Variabel yang Mempengaruhi Produktivitas
Ada beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat produktivitas suatu usaha atau organisasi.
Perhatikan gambar berikut:
Motivation
Government Unions
regulation
Dari gambar tersebut terlihat ada tiga kekuatan internal yang berpengaruh pada produktivitas,
yaitu: managerial processes, managerial leadership, dan motivation.
- Managerial processes: menyangkut perihal merencanakan organisasi,
mengintegrasikan, dan mengawasi segala kegiatan. Dengan demikian pekerjaan
dapat dijalankan dengan lancer dan sempurna. Jika organisasi strukturnya tidak
benar, pekerjaan semrawut, pengawasan lemah, maka tingkat produktivitasnya akan
menurun.
- Managerial leadership: berhubungan dengan tujuan perusahaan, penyediaan kondisi
kerja, ruangan, ventilasi, peralatan, yang dapat mendorong pekerja bekerja lebih
giat dan semangat.
- Motivation: yaitu faktor-faktor yang dapat memotivasi karyawan untuk bekerja lebih
produktif, meningkatkan prestasi, mengurangi kesalahan dan meningkatkan
efisiensi.
Kemudian ada tiga kekuatan eksternal yang mempengaruhi produktivitas, yaitu:
- Government regulation: yaitu peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah.
Hal ini dapat menurunkan produktivitas, maupun meningkatkan produktivitas.
- Union: yaitu organisasi karyawan, serikat pekerja. Hal ini juga dapat menurunkan
produktivitas, maupun meningkatkan produktivitas. Dalam hal ini harus dijaga
bagaimana terjalin hubungan harmonis antara manajemen dengan katyawan
melalui serikat pekerjanya.
- Innovation: ini menyangkut penemuan baru dalam bidang teknologi yang
menyebabkan alat produksi lama menjadi kuno, tidak efisien, ketinggalan mode.
Siapa yang lebih cepat menerapkan teknologi baru, biasanya akan mendahului para
saingannya dan dapat memenangkan persaingan yang terjadi di pasar.
Dari uraian diatas jelas bahwa produktivitas tidak hanya masalah bagaimana karyawan harus
bekerja keras saja, tetapi yang penting bekerjasama, dengan manajemen, dengan pemimpin
yang luwes (smarter), membuat pekerjaan lebih mudah, sederhana, cepat, dan efisien.
Disinilah cirri-ciri dan prilaku/sifat wirausaha diuji dan dilaksanakan segenius mungkin, yaitu
dalam menghadapi perkembangan peraturan pemerintah, memiliki pandangan jauh kedepan,
menghadapi kumpulan karyawan. Seorang wirausaha harus mampu bekerjasama dan
memotivasi mereka. Dan yang paling penting ialah gaya kepemimpinan yang dibawakan oleh
wirausaha, bagaimana ia mampu memotivasi karyawannya untuk meningkatkan produktivitas.
2. Pengertian Motivasi
Produktivitas suatu pekerjaan sangat tergantung kepada kemauan para pekerja untuk bekerja
lebih giat. Agar pekerja lebih giat melakukan pekerjaan, maka mereka perlu diberi motivasi
dengan berbagai cara. Pada umumnya tingkah laku manusia dilakukan secara sadar, artinya
selalu didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Disinilah letaknya peran
penting dari motivasi.
Motivasi adalah kemauan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan,
keinginan, dorongan atau impuls. Motivasi seseorang tergantung kepada kekuatan motifnya.
Motif dengan kekuatan yang sangat besarlah yang akan menentukan perilaku seseorang. Motif
yang kuat ini seringkali berkurang apabila telah mencapai kepuasan ataupun karena menemui
kegagalan.
Jadi kekuatan motif ini dapat berubah karena:
1. Terpuaskannya kebutuhan.
Bila kebutuhan telah terpuaskan maka motif akan berkurang, dan beralih kepada kebutuhan
lain dan seterusnya.
2. Karena adanya hambatan, maka orang mencoba mengalihkan motifnya ke arah lain.
Adanya frustasi memberikan beberapa kemungkinan terhadap kekuatan motif. Pertama
bisa menimbulkan patah semangat, dann tidak mau mencoba lagi, akibatnya produktivitas atau
prestasi kerja dari karyawan ini akan menurun. Namun ada pula karyawan yang karena frustasi
memberikan balikan yang sangat positif lalu dia mencoba lagi sekuat tenaga. Hanya jika dia
menghadapi frustasi lagi maka akibatnya menjadi fatal. Mereka dapat melakukan tindakan
destruktif, demonstrasi, menyerang pimpinan, merusak kantor, dan sebagainya.
Teori motivasi yang sangat popular ialah teori hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh
Abraham Maslow. Maslow berpendapat bahwa hirarki kebutuhan manusia dapat dipakai untuk
melukiskan dan meramalkan motivasinya. Teorinya tentang motivasi didasarkan oleh dua
asumsi. Pertama, kebutuhan seseorang tergantung dari apa yang telah dipunyainya, dan kedua,
kebutuhan merupakan hirarki dilihat dari pentingnya. Menurut Maslow ada lima kategori
kebutuhan manusia, yaitu: Physiological needs, safety (security), social (affiliation), esteem
(recognition), dan self actualization.
Bila satu tingkat kebutuhan sudah terpenuhi, maka akan muncul tingkat kebutuhan yang
lebih tinggi. Namun ini tidak berarti tingkat kebutuhan yang lebih rendah harus terpenuhi 100%
atau sangat memuaskan. Bisa saja kebutuhan lebih rendah belum memuaskan sekali, sudah
muncul tingkatan yang lebih tinggi. Hal ini terasa sekali pada negara yang sedang berkembang,
yang masyarakatnya ingin cepat sekali memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih tinggi, yang
kemudian merupakan gejala demonstration effect.
Pada tahun 1924, ahli efisiensi Elton Mayo mengadakan penelitian di Hawthorne Iiiinois,
Western Electric Coy mengenai pengaruh lampu penerangan terhadap produktivitas karyawan.
Penelitian ini mencoba menemukan kombinasi yang terbaik untuk memacu produktivitas
maksimum dari karyawan melalui berbagai macam percobaan, antara lain dengan merubah jam
kerja, makan siang, metode kerja, dan sebagainya. Elton Mayo dari Harvad University Graduate
School of Busines Administration menduga bahwa produktivitas akan meningkat dengan
peningkatan penerangan. Dua kelompok diambil, satu kelompok disamakan fasilitasnya kecuali
penerangannya. Ketika penerangan ditingkatkan pada kelompok eksperimen, output meningkat
sesuai dengan yang diramalkan. Sesuatu yang diluar dugaan, output kelompok control juga
meningkat tanpa diberi penerangan.
Kemudian Mayo dan asosiasinya diminta untuk mengetahui apa sebab-sebabnya. Selama 1.5
tahun Mayo dan kawan-kawannya mengadakan penelitian dengan mengadakan perubahan
jadwal periode istirahat, makan siang di perusahaan, dan kerja dalam seminggu diperpendek di
perusahaan itu. Hasilnya mencengangkan, produksi meningkat setiap waktu, mengapa?
Setelah diteliti penyebab produksi meningkat, ternyata bukan karena aspek yang
dieksperimenkan, melainkan karena, “aspek-aspek manusia”. Mereka merasa diperlakukan
seperti orang penting pada bagian perusahaan itu. Mereka dapat berhubungan satu sama lain,
dan tidak lagi merasa terisolasi, perasaan berafiliasi, kompeten dan berprestasi mulai bertunas
di dalam hati mereka. Mereka bebas bicara tentang apa yang mereka anggap penting.
Suatu hal yang sangat berarti dan sangat penting ditemukan bahwa untuk meningkatkan
prestasi kerja karyawan, perlu adanya faktor human relation. Jika karyawan mendapatkan
perhatian khusus secara pribadi terhadap dirinya dan juga terhadap kelompoknya, maka
produktivitasnya akan meningkat. Oleh sebab itu seorang wirausaha harus pandai mendekati
dan memperhatikan pekerjaan yang sedang dikerjakan karyawan. Beri mereka pujian spontan,
atau tepuk bahunya, sebagai tanda kebanggan pimpinan memiliki karyawan seperti dia. Jumlah
yang dikenal sebagai “manajemen tepuk” yang memberikan andil dalam meningkatkan
produktivitas.
Teori X mengasumsikan bahwa kebanyaka orang lebih suka dipimpin tidak punya tanggung
jawab dan ingin hemat saja, ia dimotivasi oleh ruang, keuntungan dan ancaman hukuman.
Manajer yang menganut teori X akan menganut sistem pengawasan dan disiplin yang ketat
terhadap para pekerja.
Sedang teori Y mengasumsikan bahwa orang itu malas bukan karena bakat atau pembawaan
sejak lahir. Semua orang sebenarnya bersifat kreatif, yang harus dibangkitkan atau dirangsang
oleh pimpinan. Inilah tugas manajer, yaitu membangkitkan daya kreasi para pekerja. Mc Gregor
mengemukakan daftar asumsi tentang hakekat manusia dalam teori X dan teori Y sebagai
berikut.
Teori X
1. Pekerjaan pada hakekatnya tidak disenangi orang banyak.
2. Kebanyakan orang rendah tanggung jawabnya dan lebih suka dipimpin.
3. Kebanyakan orang kurang kreatif.
4. Orang lebih suka memikirkan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisik saja, asal itu
sudah dipenuhi, selesai persoalannya.
5. Kebanyakan orang harus dikontrol secara ketat, dan sering harus di paksakan menerima
tujuan organisasi (dipaksa bekerja)
Teori Y
1. Pekerjaan itu sebetulnya sama dengan bermain, cukup menarik dan mengasikkan.
2. Orang mempunya kemampuan mengawasi diri sendiri guna mencapai tujuan.
3. Setiap orang mempunya kemampuan kreativitas.
4. Orang tidak hanya memiliki kebutuhan fisik saja tetapi juga memiliki kebutuhan rasa
aman, ingin bergaul, ingin dihargai dan ingin menonjolkan dirinya.
5. Orang harus diberi motivasi agar dapat membangkitkan daya inisiatif dan kreativitasnya.
Kedua teori ini jangan disimpulkan bahwa teori X jelek dan teori Y baik. Teori X dan Y hanya
memberikan kira-kira arah atau kecenderungan orang. Orang yang menganut teori Y untuk hal
tertentu, namun ia juga harus memimpin dan mengawasi para pekerja menurut teori X.
Di samping teori diatas, ada lagi teori Pola A dan Pola B dari Chris Argyris.
Teori pola A beranggapan bahwa orang atau individu tidak punya perasaan, tidak terbuka, suka
menolak eksperimen, dan tidak mau menolong orang lain.
Pola B beranggapan bahwa setiap orang memiliki perasaan, ada tenggang rasa, bersifat
terbuka, mau melakukan eksperimen dan mau menolong orang lain.
Argyris menyatakan walaupun pola A sama dengan teori X, dan pola B sama dengan teori Y,
tetapi sebenarnya tidak selalu demikian. Dalam keadaan tertentu pola A bisa berhubungan
dengan teori Y, pola B bisa berhubungan dengan teori X, dengan cara demikian dapat timbul
manajer-manajer yang memiliki kombinasi XA, XB, atau YA dan YB.
Pendekatan terhadap tenaga keras harus secara manusiawi, sejalan dengan hubungan
perburuhan Pancasila yang tidak membenarkan perlakuan manusia sebagai mesin, sebagai
robot. Hubungan perburuhan Pancasila menekankan bahwa tenaga kerja adalah manusia yang
memiliki harkat dan martabat, memiliki cita rasa, berketuhanan, memiliki kepribadian, ada
kekurangan dan kelebihan yang perlu dibantu sesame. Tidak boleh ada exploitation de I’homme
par I’homme, penghisapan oleh manusia atas manusia.
Mengurus tenaga kerja demikian sulitnya, sehingga para pemimpin perusahaan bila diberi
pertanyaan: apabila perusahaan anda musnah terbakar, apa usaha anda lagi? Jawaban mudah,
ambil saja asuransi dan bangun kembali. Tapi bagaimana jika tenaga kerja terampil dalam
perusahaan anda hilang? Para pemimpin perusahaan tidak bisa menjawabnya karena terbayang
kesulitan-kesulitan dan pembinaan tenaga kerja yang telah dilakukannya selama ini sehingga
tenaga kerja itu boleh dikatakan “sudah jadi”, sulit mendapatkan penggantinya.
Oleh sebab itu, tenaga kerja harus dipelihara sebaik-baiknya, harus saling menguntungkan
kedua belah pihak, baik perusahaan maupun tenaga kerja itu sendiri.
Memang tenaga kerja manusia perlu diberi motivasi, sehingga mereka bersemangat
meningkatkan produktivitas. Masalah semangat kerja berbeda-beda pada masyarakat tertentu.
Ada kelompok masyarakat yang tinggi semangat kerjanya dan adapula yang rendah. Masalah ini
dihadapi dan kadang-kadang ini merupakan kendala bagi pelaksanaan pembangunan nasional
di seluruh wilayah Negara kita.
Teori motivasi hygiene ini adalah hsil studi Herzberg di Pittsburg. Dia menginterview 200
insinyur dan akuntan dari 11 industri. Dalam menginterview di tanyakan hal-hal apa saja yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam pekerjaan.
Kesimpulan Hezberg ialah ada dua kategori yang berlainan yang mempengaruhi prilaku.
Ia menemukan bahwa bila orang merasa tidak puas dengan pekerjaannya, maka mereka akan
memperhatikan lingkungan sekitar tempat bekerjanya. Sebaliknya bila orang merasa senang
dengan pekerjaanya, maka ia akan memperhatikan pekerjaannya.
Hezberg mengatakan kategori pertama disebut faktor hygiene, yaitu faktor lingkungan
yang mempengaruhi ketidakpuasan dalam melakukan pekerjaan. Kategori kedua sebagai
motivator karena memotivasi orang untuk bekerja.
Termasuk faktor hygiene ialah kebijaksanaan perusahaan, administrasi, supervise, kondisi kerja,
hubungan interoersonal, uang, status, dan keamanan. Hal ini tidak termasuk bagian pekerjaan,
tetapi hubungan dengan gairah kerja. Istilah hygiene adalah istilah kesehatan, karena
mencegah sesuatu penyakit. Faktor hygiene ini tidak ada hubungannya dengan peningkatan
output secara langsung, tetapi hanya mencegah timbulnya kerugian karena kegairahan kerja
buruh yang rendah. Sedangkan faktor motivator ialah yang memuaskan seperti rasa puas
berkembangnya karir, ada pengalaman dalam pekerjaan. Faktor-faktor ini akan meningkatkan
kegairahan kerja. Jika dirinci, faktor-faktor hygiene adalah sebagai berikut:
1. Administrasi dan kebijaksanaan
2. Supervisi
3. Kondisi kerja
4. Hubungan interpersonal
5. Uang, status, security.
Sedangkan faktor mutivator antara lain:
1. Prestasi
2. Penghargaan atas pekerjaan
3. Tantangan pekerjaan
4. Bertambah tanggung jawab
5. Ada kemungkinan meningkat lebih maju.
Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Lewin dan dilanjutkan oleh teori motivasi Vroom.
Teori ini mendasarkan pemikirannya pada dua asumsi:
1. Manusia biasanya meletakkan nilai kepada sesuatu yang diharapkan dari hasil karyanya,
oleh karena itu ia mempunyai urutan kesenangan (preference) diantara sekian banyak
hasil yang ia harapkan. Artinya ada sesuatu yang dia harapkan.
2. Selain mempertimbangkan hasil yang dicapai, juga mempertimbangkan keyakinan orang
tersebut bahwa yang dikerjakannya itu akan memberikan sumbangan terhadap
tercapainya tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan asumsi-asumsi diatas, Vroom mengusulkan suatu teori tentang motivasi: motif
seseorang untuk melakukan sesuatu pekerjaan adalah fungsi nilai dan kegunaan dari setiap
hasil yang mungkin dapat dicapai/ekspektasi dengan persepsi kegunaan suatu perbuatan dalam
usaha tercapainya hasil tersebut. Jadi dapat dirumuskan sebagai berikut:
M = E ( H.N ) M = Motivasi
E = Ekspektasi
H = Hasil
N = Nilai
Untuk mengetes teori Vroom ini telah banyak dilakukan penelitian. Ada dua hal penting
yang ditemukan dalam penelitian tersebut, yaitu:
1. Perbedaan antara imbalan intrinsic dan ekstrinsik
2. Spesifikasi dari suatu keadaan, dimana ekspektasi dan nilai mempengaruhi kualitas
pekerjaan seseorang.
Pada penelitian-penelitian awal tidak dibedakan apakah hadiah itu dating dari luar subyek atau
dari dalam subyek. Tetapi pada penelitian selanjutnya ditemukan bahwa usaha yang berhasil itu
sendiri sudah merupakan hadiah yang menyebabkan kepuasan. Disamping itu ditemukan pula
dua kondisi yang harus dipenuhi agar ekspektasi dan kepuasan itu dapat mempengaruhi
penampilan, yaitu:
1. Persepsi yang tepat tentang peranan seseorang dalam organisasi.
2. Kemampuan yang memadai untuk terlaksananya tugas (Filley, 1976).
Penelitian lebih lanjut dari teori Vroom di lakukan oleh Porter dan Lawyer.
Imbalan
intrinsik
Keberhasilan
kepuasan
Upaya penampilan
Imbalan
ekstrinsik
Setelah imbalan dianggap seimbang, maka terjadilah kepuasan. Model motivasi Porter dan
Lawyer ini lebih kompleks dari teori motivasi lainnya, tetapi jelas member gambaran yang lebih
lengkap dari system motivasi.
Dalam organisasi bisnis, para wirausaha harus menilai struktur imbalan dengan hati-hati melalui
perencanaan yang teliti, dan uraian yang jelas tentang tugas-tugas.
Mc Clelland, Atkinson dan kawan-kawan (Filley et. Al, 1976) telah melakukan penelitian yang
ekstensif dalam mengembangkan teori prestasi. Pada dasarnya motivasi seseorang ditentukan
oleh tiga kebutuhan:
1. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power)
2. Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation)
3. Kebutuhan akan keberhasilan (need for achievement)
Teori ini berusaha menjelaskan tingkah laku yang berorientasi kepada prestasi (achievement-
oriented behavior) yang didefinisikan sebagai tingkah laku yang diarahkan terhadap tercapainya
standard of excellent. Menurut teori tersebut, seseorang yang mempunyai need for
achievement yang tinggi selalu mempunyai pola piker tertentu, ketika ia melaksanakan untuk
melaksanakansesuatu, selalu mempertimbangkan apakah pekerjaan yang akan dilakukan itu
cukup menantang atau tidak. Seandainya pekerjaan itu cukup memberikan tantangan, maka
kemudian ia memikirkan kendala-kendala apa yang mungkin dihadapi dalam pencapaian
tujuan, strategi apa yang dapat digunakan untuk mengatasi kendala dan mengantisipasi
konsekuensinya. Cirri lain dari need for achievement tinggi ialah kesediaannya untuk memikul
tanggung jawab sebagai konsekuensi usahanya, berarti mengambil resiko yang sudah
diperhitungkan, kesediaannya untuk mencari informasi untuk mengukur kemajuannya, dan
ingin kepuasan dari apa yang telah dikerjakannya.
William G.Ouchi (1982) meneliti rahasia kesuksesan yang dinikmati oleh perusahaan-
perusahaan Jepang yang melejit maju meninggalkan partnernya para pengusaha Amerika.
Dikatakan oleh Ouchi bahwa issu yang popular bagi Amerika untuk decade yang akan dating
bukan persoalan teknologi, investasi, atau inflasi. Akan tetapi issu pokok ialah bagaimana
menghadapi suatu kenyataan keunggulan Jepang yang bekerja jauh lebih baik dari Amerika.
Orang Amerika sudah cukup bekerja keras sebagaimana halnya orang Jepang yang senang pada
performance tinggi, tetapi harus ingat kata ouchi, bahwa produktivitas bukan dihasilkan oleh
kerja keras individu tersebut. Ouchi yakin bahwa produktivitas adalah masalah organisasi social,
dengan kata lain merupakan masalah memimpin organisasi. Produktivitas merupakan masalah
bekerja dengan koordinasi, dengan perasaan menyatu antar lembaga dan individu, dan juga
antar individu sendiri, untuk jangka panjang tidak terbatas.
Pelajaran pertama dari teori Z ini ialah; bahwa produktivitas dan kepercayaan saling
bergandengan. Cirri umum kehidupan bangsa Jepang ialah adanya rasa intim. Bagi bangsa
Amerika sifat intim ini hanya dijumpai dalam keluarga, klub, tetangga. Tetapi nampaknya sifat
intim ini makin menurun dengan semakin banyaknya terjadi perceraian. Orang Amerika yang
lahir tahun 1900, menyatakan pernah bercerai (12,5%) dan yang lahir tahun 1940-1945 ada
40% pernah cerai, diantaranya ada sebanyak 40% yang pernah dua kali cerai. Ahli sosiologi
menyatakan bahwa sifat intim ini adalah unsure penting dalam menuju masyarakat sehat. Bila
sifat intim ini tidak ada, maka masyarakat akan menuju kehancurannya, orang tidak punya
hubungan satu sama lain. Di Amerika pemupukan sifat intim itu sangat terbatas, bahkan
ditempat kerja tidak ada sifat ini. Di Jepang, sifat intim ini selalu ada dalam perusahaan,
sebagaimana halnya di tempat-tempat lain.
Pernah kejadian, sebuah perusahaan Amerika di Jepang, dimana suatu hari pegawainya diminta
tidak bekerja. Pegawai-pegawai yang semuanya orang Jepang itu, pada hari tidak bekerja
tersebut, mereka membersihkan perusahaan dari segala kotoran, seperti membersihkan lantai,
dinding, bekas-bekas minuman, bekas rokok dan sebagainya, sehingga semuanya betul-betul
bersih. Kemudian keesokan harinya mereka bekerja seperti biasa, dan terus bekerja lembur
menggantikan hari kemarin, tanpa mengharapkan uang lembur. Manajer yang orang Amerika
baru mengerti setelah diberitahu bahwa inilah cara kerja orang Jepang. Mereka loyal, mereka
merasa memiliki perusahaan ini. Mereka akan bekerja di perusahaan tersebut seumur hidup.
Demikianlah Ouchi member gambaran organisasi tipe Z, yang lebih lanjut dirinci sebagi berikut:
Karakteristik organisasi tipe Z:
1. Mengharapkan pekerja akan bekerja untuk seumur hidup di perusahaan tersebut.
2. Bekerja dengan penuh rasa intim, seperti sebuah “clan” (paguyuban).
3. Tipe Z penuh dengan system informasi serba modern dan memiliki system pembukuan
muktahir, tetapi system pengawasan yang tegas secara eksplisit tidak ada.
4. Keputusan diambil secara kolektif. Perusahaan-perusahaan Barat cenderung
berpendirian: rasional adalah lebih baik dari tidak rasional, obyektif adalah lebih rasional
dari subyektif, kuantitatif adalah lebih daripada kualitatif. Dengan demikian analisa
kuantitatif jauh lebih unggul dibandingkan dengan perkiraan, yang didasarkan atas
wisdom atau kebijaksanaan. Dalam tipe Z, hal-hal diatas selalu ada dalam
kesinambungan. Semua keputusan diambil berdasarkan kenyataan dan juga sangat
memperhatikan apakah keputusan itu sesuai atau tidak.
5. Perusahaan tipe Z tidak terlalu menekankan terhadap pentingnya laba. Tapi kenyataan
perusahaan tipe Z cepat maju dan lebih besar labanya. Tipe Z tidak menetapkan “laba”
sebagai tujuan terakhir, tidak menetapkan laba sebagai ukuran, tetapi laba adalah
sebagai imbalan terhadap perusahaan yang telah melayani konsumen secara baik dan
benar, yang telah memberikan hidup yang layak pada karyawannya, dan cukup
bertanggung jawab sebagai warga Negara Jepang.
6. Sifat egalitarian adalah prinsip yang dianut oleh tipe Z. egalitarian yang dimaksud ialah
masing-masing orang dapat membuat kebijaksanaan dan bekerja otonom, tanpa
pengawasan ketat, karena mereka dipercaya. Hal ini ada hubungannya dengan teori X
dan Y dari Douglas Mc. Gregor dan teori Argyris. Pengawasan dapat menunjang dalam
teori Y hanya bila pengawas percaya pada pekerja, bahwa para pekerja itu akan
mengambil kebijaksanaan sendiri tidak terlepas dari tujuan umum perusahaan. Oleh
sebab itu ada hubungan antara teori Y ini dengan prinsip egalitarian.
Menurut Dr. Satoshi Kuribayashi dari Lembaga Riset Nomura di Tokyo, menyatakan bahwa
manajemen gaya Jepang sangat berbeda dengan manejemen gaya Amerika. Manajemen
gaya Jepang mulai maju pesat sesudah tahun 1965, setelah ekonomi Jepang mengalami
pertumbuhan pesat. Periode 1945 sampai 1965 adalah periode menjiplak teknologi Asing
oleh bangsa Jepang.setelah tahun 1965, Jepang baru mulai memperlihatkan identitasnya.
Menurut Dr. Kuribayashi manajemen Jepang pada hakekatnya menitik beratkan buruh
sebagai modal utama dan terpenting dalam perusahaan. Mereka tidak dianggap sebagai
unit produksi seperti gaya Amerika, tetapi sebagai manusia-manusia utuh, perusahaan
berkewajiban memenuhi segala kebutuhan mereka, material, social, dan spiritual.
Perusahaan menjadi keluarga besar bersatu antara buruh dan majikan. Oleh sebab itu,
mereka bekerja seumur hidup dalam perusahaan itu artinya sampai pension, setelah
bekerja 35 sampai 40 tahun.
Dengan adanya rasa kesatuan, buruh merasa aman bekerja, mereka mempunyai sifat lebih
positif terhadap pembaharuan dan penggunaan teknologi baru. Mereka tidak perlu takut
bila perusahaan menggunakan mesin robot yang akan menyaingi tenaga kerja mereka.
Buruh dengan senang hati menciptakan teknologi baru dan diterapkan di lingkungan
mereka.
Cirri lain manajemen Jepang ini adalah system pengambilan keputusan dari bawah keatas.
Istilah mengambil keputusan tidak ada di Jepang. Keputusan biasanya terjadi dengan
bincang-bincang atau diskusi tidak resmi, pada jam-jam makan, waktu istirahat, dan lebih
banyak membicarakan fakta yang terjadi. Pengutaraan pendapat pribadi banyak dihindari,
tetapi yang penting adalah gagasan kelompok. Manajemen Jepang mengutamakan
pendidikan dalam perusahaan, sehingga buruh meningkat pengetahuan dan
pengalamannya, dengan cara magang dalam segala keterampilan pekerjaan.
Mengutamakan pengawasan atas kualitas melalui apa yang disebut QCC (Quality Control
Circle), Quality Control (QC) berasal dari Inggris dan dikembangkan di Amerika, kemudian
dikembangkan di Jepang tahun 1950.
Di negara Barat Quality Control bertujuan untuk mengurangi ketidak sempurnaan hasil
produksi. Di Jepang, konsep ini dirubah, tidak mengutamakan mempertahankan kuantitas,
tapi meningkatkan kualitas, dengan melibatkan seluruh lapisan buruh. Akhirnya ini
menjelma menjadi Quality Control Circle yaitu control yang dilakukan bersama atas kualitas
dan meningkatkan kualitas, sehingga produk Jepang kualitasnya makin lama makin
sempurna, dan selalu saja ada unsure “baru”. Hal ini dimungkinkan kerena semua orang
mengawasi sendiri, bagaimana hasil pekerjaannya. Jika belum sempurna, maka akan terus
disempurnakan.
Di negara Barat Quality Control dilakukan oleh tenaga ahli, sedangkan si Jepang dilakukan
oleh semua buruh, mulai dari pekerjanya sendiri, seperti tukang sapu memperhatikan
pekerjaan menyapunya, apakah sudah bersih, sampai kepada tenaga ahli yang lebih tinggi.
Rata-rata setiap karyawan memberikan tujuh saran setiap tahunnya dan ini menghasilkan
keuntungan yang berlipat ganda. Berkat saran-saran ini maka produk mobil, arloji, kamera,
kalkulator, dan barang elektronik lain dibuat semakin sempurna, hemat, manis, antic,
mewah, irit, murah serta laris. Dalam industry elektronik dan computer, sebagian besar
penemuan baru berasal dari saran-saran QCC, bukan karena penemuan para ahli di
laboratorium. Dalam industry baja dapat dilakukan penghematan sampai 70% karena
penemuan buruh dalam QCC. QCC yang dilakukan dalam bank dapat menarik nasabah baru
dalam jumlah besar. Berhasilnya QCC ini karena turut sertanya buruh dalam pengawasan
dan saran-saran yang mereka berikan dan didengar oleh pihak pimpinan.
BAB 9
Eksploitasi Imajinasi dan Intuisi untuk Kemajuan Usaha
Dalam sebuah karya berjudul Artistic Research Tools for Scientific Minds yang ditulis oleh
Prof. George W. Ladd, seorang ahli ekonomi di Iowa State University mengemukakan suatu
uraian dan pemikiran menarik melalui proses mental bawah sadar berupa imajinasi dan intuisi
yang membantu kemajuan usaha.
Proses mental bawah sadar sangat besar artinya dalam membantu kita melaksanakan
tugas sehari-hari. Banyak ide berasal dari proses mental bawah sadar, namun tidak semua
orang bisa memanfaatkannya. Adalah suatu kerugian besar bagi orang yang tidak
menghiraukan rasa bawah sadar tersebut, karena apa yang muncul sekarang, jika tidak
dimanfaatkan, maka lain kali ia tidak akan muncul kembali.
Bagaimana kita bisa menggali lebih banyak rasa bawah sadar itu agar dapat
memanfaatkannya semaksimal mungkin? Apa sajakah produk dari proses mental bawah sadar
itu?
2. Imajinasi
Para ahli ilmu jiwa mengemukakan banyak macam imajinasi. Lamunan dan mimpi adalah
salah satu bentuk imajinasi yang pasif. Imajinasi reproduksi ialah berupa kemampuan
membentuk kembali pengalaman masa lalu. Bentuk imajinasi dalam bidang sains dikatakan
sebagai produktif atau imajinasi yang kreatif. Orang semacam ini ingin mengobservasi, ingin
memiliki benda itu.
Robert F. Kennedy pernah mengatakan; Banyak orang melihat sesuatu benda sebagaimana
adanya dan heran mengapa demikian? Some people see things that never were and ask why
not?
Saya melihat benda seperti tak pernah melihatnya, dan bertanya mengapa tidak? Melihat
benda, seperti tak pernah melihatnya adalah suatu kegiatan imajinasi kreatif. Hasil dari
imajinasi kreatif ini ialah penemuan baru. Penemuan baru itu bisa berbentuk benda, berbentuk
konsep, ide tau model.
3. Intuisi
Istilah-istilah suddenness, tidak terperhitungkan keanehan, gembira, inspirasi adalah
terminologi yang dipakai untuk menyatakan itu sebagai intuisi. Dalam istilah filosofi, intuisi
didefinisikan sebagai berikut:
“Pengetahuan mendadak yang diperoleh tanpa sadar”. Dalam ilmu pengetahuan, intuisi
adalah pengertian yang diperoleh mendadak tentang kebenaran. It is “Knowing without
knowing why I know”.
Beveridge mendefinisikan sebagai pemberian keterangan yang tiba-tiba tentang situasi,
suatu penjelasan tentang ide yang melompat ke kesadaran. Sering kejadian; Seseorang tidak
sadar memikirkan sesuatu obyek, tiba-tiba datang suatu ide, ini adalah contoh intuisi, tetapi
yang datang tiba-tiba bila masalahnya telah disadari, itu juga merupakan intuisi.
Kita semua punya intuisi. Proses mental bawah sadar yang menciptakan intuisi, bila
distimulasi lebih produktif. Misalnya bagi seorang wirausaha, tiba-tiba muncul intuisi, cara
memperbaiki proposal yang diajukan untuk memperoleh kredit bank guna membiayai suatu
proyek, atau muncul ide, memanggil bawahan, melaksanakan rapat, dan sebagainya.
4. Kondisi-kondisi yang Mendorong Proses Bawah Sadar
Prof. George W. Ladd menguraikan faktor-faktor atau kondisi yang mendorong bekerjanya
proses bawah sadar menjadi sangat produktif. Kondisi-kondisi tersebut ialah:
a) Doubt
Jika anda ragu-ragu tentang sesuatu pikiran, atau pemecahan masalah dengan cara
konvensional, maka rasa bawah sadar anda akan membantu menciptakan ide pemecahannya.
b) Venturesome Attitude (Sikap Berani)
Anda tidak akan berani mencoba jika anda takut berbuat salah. Jangan takut berbuat salah.
Banyak orang disekeliling anda yang memperhatikan kesalahan anda. Coba pikir berapa
kesanggupan anda memaafkan orang yang memperhatikan kesalahan anda. J. M. Keynes telah
mengadakan observasi, tidaklah begitu mengerikan berbuat kesalahan. Kita telah lulus dari
sekian banyak sekolah, sudah berapa banyak kita membuat kesalahan, namun hal itu tidak
mengurangi kepercayaan diri kita (self esteem) Kesalahan itu adalah hal biasa, dan kegagalan
tidak pernah bisa diramalkan secara tepat.
Keingintahuan yang lebih besar, atau minat, atau tantangan dalam proyek yang penuh
resiko, membuat kita lebih hati-hati membuat persiapan dan berusaha. Mungkin juga sebuah
kegagalan besar akan lebih mengobarkan semangat daripada sebuah sukses kecil.
Selalu merasa takut dan tidak bisa mengatasinya merupakan penghalang tersebar untuk
kemajuan. Banyak pengusaha, banyak orang sukses, banyak innovator yang berhasil,
sebelumnya telah mengalami banyak kegagalan. Cara untuk mempercepat keberhasilan ialah
dengan melipat-gandakan kegagalan anda. Mereka yang akrab dengan kegagalan untuk meraih
kreativitas, sungguh telah mendapatkan keuntungan (Carol Kensey Goman, 1991: 12).
c) Bermacam-macam Pengalaman, Memories, dan Interest.
Bermacam-macam pengalaman, memories, dan interest yang anda miliki akan sangat
membantu memanfaatkan rasa bawah sadar anda. Dengan demikian anda akan dapat
membuat jalinan hubungan benda atau masalah yang anda hadapi.
Seorang ahli ilmu jiwa bernama Raaheim menyatakan; Jika lebih banyak pengalaman yang
anda miliki, maka lebih banyak problem ingin anda hadapi, dan lebih banyak problem itu anda
pecahkan.
d) Persiapan yang Sempurna dan Sungguh-sungguh
Jika anda membuat persiapan secara sungguh-sungguh, merenungi masalahnya dengan
jelas, maka rasa bawah sadar anda akan membantu mengeluarkan ide yang bermanfaat.
Bagaimana membuat persiapan yang baik? Formulasikan secara baik masalahnya, itulah yang
sangat penting.
e) Menyerah Sementara
Jika kita tidak bisa memecahkan suatu masalah, adakalanya kita menyerah sementara,
kemudian muncul ide baru setelah mendiamkannya sejenak.
Sering orang tidak mau mengingat-ingat masalah yang sedang dipecahkannya, mungkin
karena lelah, takut stress, dan sebagainya untuk sekian waktu atau sekian hari, kemudian
datang saja ide yang member jalan keluar pemecahannya. Keadaan begini banyak kita alami
dalam kehidupan sehari-hari terutama yang menghadapi masalah-masalah.
f) Relaxation (Istirahat/Santai)
Macam-macam cara orang melaksanakan relaxation, ada yang pergi mengendarai mobil,
jalan-jalan, pergi bercukur, kemudian diikuti oleh waktu intuisi yang baik.
Proses bawah sadar seseorang ada yang aktif pada malam hari, dan orang ini akan bangun
tengah malam dengan ide cemerlang, atau idenya akan muncul setelah jalan dipagi hari, ada
juga orang yang senang berbaring setengah tidur untuk mendapatkan intuisi.
g) Writing
J. Z. Young menyatakan dalam bukunya Doubt and Certainty in Science, bahwa intuisinya
banyak muncul apabila ia menulis. Pada waktu ia mulai menulis, dia hanya tahu kalimat
pertama saja dan samar-samar pikirannya, dan ia tidak tahu apa kalimat selanjutnya. Tapi bila ia
mulai, maka intuisinya muncul terus-menerus, dan selesailah pekerjaan menulisnya.
Berhubungan dengan hal ini kita ingat pepatah Inggris, “Memulai pekerjaan dengan sukses
berarti sudah setengah selesai”. Jadi yang terpenting di sini ialah segera mulai setiap tugas
seperti laporan buku, paper, nanti ia akan selesai.
h) Bertukar Pikiran
Bertukar pikiran dengan teman atau rekan bisnis anda sangat membantu. Buah pikiran
anda yang tadinya kurang komplit, dan ini sangat membantu pemahaman anda selanjutnya.
Diskusi dengan orang lain akan sangat membantu memecahkan masalah.
Salah satu perbedaan antara writing dengan diskusi ialah: “menulis adalah salah satu
bentuk berdiskusi dengan diri sendiri”.
i) Bebas dari Kebingungan/Kekacauan
Satu hal lagi yang mengganggu rasa bawah sadar ialah banyaknya gangguan atau
interupsi. Anda tidak akan mempunyai banyak rasa bawah sadar jika anda banyak diganggu dan
tugas anda banyak sekali silih berganti. Jika anda seringkali berganti tugas, maka pemindahan
dari rasa sadar akan diterima oleh rasa bawah sadar sebagai random noise, artinya suatu
keributan saja, dan ini tidak akan melahirkan intuisi.
j) Batas Waktu (Deadlines)
Beberapa ilmuan merasa bekerja lebih baik bila waktu yang ditetapkan hampir habis.
Dengan mendekatkan batas waktu, maka mendorong bawah sadarnya bekerja lebih giat. Batas
waktu itu bisa diukur dengan hari, minggu, ataupun bulan, tergantung pada waktu keseluruhan
yang disediakan. Bagi seorang wirausaha, misalnya, makin dekatnya waktu penyerahan proyek
maka makin banyak ide praktis muncul.
k) Tension
Prof. Ladd menjelaskan bahwa keterlibatan kita yang sangat dalam pada satu persoalan,
ditambah lagi dengan rasa keingin tahu yang sangat besar, akan sangat mendorong bawah
sadar kita.
Keadaan tenggelam dalam keinginan memecahkan suatu masalah akan mengundang
konsentrasi dan semangat tinggi. Kemudian diajukannya pertanyaan, apakah sebenarnya yang
merupakan sumber keinginan memecahkan persoalan tersebut? Pertama-tama ialah curiosity,
yang dikatakannya sebagai komponene estetik. Estetik tension akan diciptakan melalui pola
fakta yang tidak sempurna atau tidak terstruktur. Bila kita melihat fakta yang teratur dan
sempurna, maka dalam hal ini tidak ada tension.
Keinginan lain untuk memecahkan persoalan ialah karena faktor “ego” kita. Apabila kita
dapat memecahkan suatu persoalan, maka kita akan memproleh perasaan mastery pada diri
kita. Keinginan memecahkan persoalan bisa pula timbul dari perasaan frustasi, karena kita
merasa belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan terhadap suatu pertanyaan. Kita
merasa masih gatal, karena jawaban kita itu belum lengkap.
Ketiga faktor diatas, yaitu curiosity, ego, dan frustasi, akan membangkitkan tension
estetik, dan ini akan mendorong munculnya intuisi.
Dalam uraian selanjutnya, Prof. Ladd menyatakan bahwa tidak akan ada gunanya anda
mempunyai banyak rasa bawah sadar, bila rasa sadar anda gagal menangkap hasil bawah sadar.
Intuisi seringkali muncul pada ujung rasa sadar, dan anda harus berusaha menangkapnya
sebelum ia hilang. Anda harus cepat menangkap intuisi begitu ia muncul. Intuisi yang hilang
akan sulit diperoleh lagi. Ada orang yang cepat mencatat intuisi yang muncul, sebelum ia
menghilang.
Bagi seorang wirausahawan, penggunaan imajinasi dan intuisi akan sangat membantu
kemajuan usahanya. Dengan adanya pengalaman, ada data, mau berpikir, senang ada
tantangan, akan memaksa seseorang meningkatkan daya intuisinya.
Bisa saja seorang pengusaha tiba-tiba berangkat ke luar kota, atau mengunjungi
seseorang tanpa direncanakan sebelumnya. Kunjungan-kunjungan mendadak ini didorong oleh
intuisinya, membawa keuntungan luar biasa. Coba tadi kalau dia tidak pergi ke sana,
keuntungan itu tidak akan datang.
Ahli agama mengatakan kehendak tiba-tiba atau intuisi itu adalah suara hati yang
merupakan hidayah dari Yang Mahakuasa. Tentu arahnya bukan pada hal-hal yang negatif.
Untuk mendorong munculnya intuisi, maka seseorang sebelumnya harus ada
pengalaman atau banyak membaca, diskusi, mengikuti kursus, pelatihan, seminar, dan
sebagainya. Kemudian jika ada masalah yang dihadapi, tidak panik, tapi dia bisa rileks dulu,
jalan-jalan, tidur, olah raga, kemudian intuisi pemecahan masalah akan muncul. Jasmani dan
rohaninya tetap